INTISARI
Buah pare merupakan salah satu alternatif obat tradisional untuk mengobati Diabetes Mellitus (DM). Buah naga yang diberikan sebagai bagian dari diet Diabetes, memberikan pengaruh positif dalam mengontrol kadar gula darah penderita DM tipe 2. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efek hipoglikemik campuran jus buah pare (Momordica charantia L.) dan jus buah naga merah (Hylocereus purpusii L.) serta untuk mengetahui kombinasi dosis yang paling efektif dalam menurunkan kadar glukosa darah.
Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental murni rancangan acak lengkap pola searah menggunakan 35 ekor tikus putih jantan galur Wistar umur 2-3 bulan, berat 175-250 gram, dibagi secara acak ke dalam 7 kelompok. Kelompok I (kontrol negatif) diberi CMC 1% 25 mL/Kg BB, kelompok II (kontrol positif) diberi Glibenklamida dosis 0,63 mg/Kg BB, kelompok III diberi dosis maksimal jus buah pare 5 mL/Kg BB, kelompok IV diberi dosis maksimal jus buah naga merah 20 mL/Kg BB, kelompok V, VI, VII diberi kombinasi jus buah pare dan jus buah naga merah berturut-turut (pare 1,25 mL/Kg BB : naga 15 mL/Kg BB); (pare 2,5 mL/Kg BB : naga 10 mL/Kg BB) dan (pare 3,75 mL/Kg BB : naga 5 mL/Kg BB). Pengujian hipoglikemik campuran jus buah pare dan buah naga merah dilakukan dengan metode uji toleransi glukosa oral, cuplikan darah diambil pada menit ke-0, 15, 30, 45, 60, 90, 120, 180 dan 240 setelah pemberian glukosa oral. Kadar glukosa darah akan ditetapkan dengan metode enzimatis menggunakan enzim GOD-PAP “Diasys”. Luas Daerah di Bawah Kurva (LDDK
0-240
) diperoleh dengan metode Trapezoid lalu dianalisis menggunakan uji statistik ANOVA satu arah dan uji Scheffe bertaraf kepercayaan 95%.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa campuran jus buah pare dan jus buah naga merah dapat menurunkan kadar glukosa darah pada tikus yang terbebani glukosa oral. Semua kombinasi jus buah pare dan jus buah naga merah memiliki efek yang sama dalam menurunkan kadar glukosa darah.
Kata kunci : Momordica charantia L., Hylocereus purpusii L., kadar glukosa darah, UTGO, GOD-PAP
xviii
ABSTRACT
Bitter melon is one alternative traditional medicine for Diabetes Mellitus (DM). Dragon fruit is given as part of a diabetes diet, positive influence in controlling blood glucose levels people with type 2 DM. This study aims to determine the hypoglycemic effect of bitter melon fruit juice (Momordica charantia L.) and red dragon fruit juice (Hylocereus purpusii L.) and to determine dose combinations are most effective in lowering blood glucose levels.
This research is purely experimental completely randomized design unidirectional pattern using 35 white male Wistar rats age 2-3 months, weighing 175-250 g, were randomly divided into 7 groups. Group I (negative control) were given CMC 1 % 25 mL/Kg BB, group II (positive control) were given Glibenclamide dose 0.63 mg / kg BB, group III was given maximum dosage bitter melon fruit juice 5 mL/Kg BB, group IV was given maximum dosage red dragon fruit juice 20 mL/Kg BB, group V, VI, VII were given a combination of bitter melon fruit juice and red dragon fruit juice in a row (bitter melon 1,25 mL/Kg BB : red dragon 15 mL/Kg BB); (bitter melon 2,5 mL/Kg BB : red dragon 10 mL/Kg BB) dan (bitter melon 3,75 mL/Kg BB : red dragon 5 mL/Kg BB). Testing hypoglycemic mixture of bitter melon fruit juice and red dragon fruit juice was conducted by an oral glucose tolerance test, blood samples were taken at minute 0, 15, 30, 45, 60, 90, 120, 180 and 240 minutes after administration of oral glucose. Blood glucose levels will be determined by enzymatic method using enzyme GOD-PAP "Diasys". Regional Area Under the Curve (LDDK0-240) obtained by the method of Trapezoid then analyzed statistically using one-way ANOVA test and Scheffe test standard of 95%.
The results showed that a mixture of bitter melon fruit juice and red dragon fruit juice can lower blood glucose levels in the mice were burdened glucose. All combination of bitter melon fruit juice and red dragon fruit juice have the same effect in lowering blood glucose level.
Keywords : Momordica charantia L., Hylocereus purpusii L., blood glucose levels, OGTT, GOD-PAP
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
INTERAKSI JUS BUAH PARE
(Momordica charantia L.) DAN JUS BUAH NAGA MERAH
(Hylocereuspurpusii L.) TERHADAP TIKUS JANTAN GALUR WISTAR YANG TERBEBANI GLUKOSA
SKRIPSI
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.)
Program Studi Farmasi
Oleh :
Herman Gunawan
NIM : 098114072
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA
2013
ii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
HALAMAN PERSEMBAHAN
Karya ini kupersembahkan untuk :
TIAN, Tuhan Yang Maha Esa, atas segala berkat dan karunia-Nya.
Papa dan Mama tercinta, motivator terbesar dalam hidupku yang tak pernah jemu
mendoakan, mendukung, dan menyayangiku, atas semua pengorbanan dan
kesabaran dalam mendidik dan menghantarku sampai kini.
Kakak-kakak tercinta yang selalu memberikan doa, dan dukungan untukku.
Sahabat-sahabat seperjuangan dan semua teman-teman yang tak mungkin penulis
sebutkan satu-persatu, I love you forever.
iv
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
vi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
PRAKATA
Puji dan Syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas
kasih dan karunia-Nya yang melimpah, sehingga penulis dapat menyelesaikan
skripsi berjudul “Interaksi Jus Buah Pare (Momordica charantia L.) dan Jus Buah
Naga Merah (Hylocereus purpusii L.) Terhadap Tikus Jantan Galur Wistar Yang
Terbebani Glukosa” dengan baik.
Skripsi ini dibuat untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar
Sarjana Farmasi (S.Farm) program studi Farmasi Universitas Sanata Dharma.
Penulis menyadari penulisan skripsi ini tidak mungkin terwujud tanpa
bimbingan, bantuan, dan pengarahan dari berbagai pihak. Pada kesempatan ini
penulis menghanturkan banyak terima kasih kepada :
1. Tuhan Yang Maha Esa atas berkat, rahmat dan penyertaan-Nya selama ini.
2. Bapak Ipang Djunarko, M.Sc., Apt. Dekan Fakultas Farmasi Universitas
Sanata Dharma dan sebagai Dosen Penguji skripsi atas bantuan, masukan,
dan perhatian kepada penulis demi kemajuan skripsi ini.
3. Ibu Yunita Linawati, M.Sc., Apt. sebagai Dosen Pembimbing Utama atas
segala kesabaran dan perhatian dalam memberikan bimbingan,
pengarahan, tuntunan, dukungan dan motivasi selama penelitian dan
penyusunan skripsi.
4. Ibu Phebe Hendra, M.Si., Ph.D., Apt. sebagai Dosen Penguji skripsi yang
telah banyak memberikan bantuan, masukan dan saran demi kemajuan
skripsi ini.
5. Ibu Rini Dwiastuti, M.Sc., Apt. selaku Kepala Laboratorium Farmasi yang
telah memberikan izin penggunaan semua fasilitas laboratorium guna
penelitian skripsi ini.
6. Pak Heru, Pak Parjiman, Pak Kayat, Mas Yuono dan semua staf
laboratorium Farmasi yang bersedia membantu dan menemani selama
penelitian berlangsung.
7. Papa Hie Thu Hiung, Mama Ngan Tet Chai, Cece Revi Iradianti, Koko
Hermanto, Kakak Ipar Tresiana dan Sun Kwet Tan yang telah memberikan
perhatian, semangat, motivasi, doa dan dukungan selama proses
penyusunan skripsi.
8. F. Eki Suprabawati dan Katherine Jessica Ariani sebagai sahabat
seperjalanan dalam skripsi atas dukungan, semangat, perhatian, dan
doanya.
9. Teman-teman FSM B 2009, FKK B 2009 dan semua teman-teman
Fakultas Farmasi USD atas kebersamaanya selama kuliah S1 di Fakultas
Farmasi Universitas Sanata Dharma.
10.Teman-teman Memory Kos atas kebersamaan, dukungan, bantuannya
selama tinggal di Yogyakarta.
11.Semua pihak yang penulis tidak dapat sebutkan satu persatu yang turut
membantu selama penyusunan skripsi ini.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan, karena itu
penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun dan bermanfaat demi
viii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
pengembangan ilmu pengetahuan, serta menjadi acuan bagi penelitian-penelitian
selanjutnya.
Yogyakarta, 24 Mei 2013
Penulis
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ... i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii
HALAMAN PENGESAHAN ... iii
HALAMAN PERSEMBAHAN ... iv
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... v
LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ... vi
PRAKATA ... vii
DAFTAR ISI ... x
DAFTAR TABEL ... xiv
DAFTAR GAMBAR ... xv
DAFTAR LAMPIRAN ... xvi
INTISARI ... xvii
ABSTRACT ... xviii
BAB I. PENGANTAR ... 1
A. Latar Belakang ... 1
1. Perumusan masalah ... 3
2. Keaslian penelitian ... 4
3. Manfaat penelitian ... 4
B. Tujuan penelitian ... 5
BAB II. PENELAAHAN PUSTAKA... 6
A. Diabetes Mellitus ... 6
x
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
1. Definisi ... 6
2. Klasifikasi ... 6
3. Gejala ... 8
4. Diagnosis ... 9
B. Metabolisme Karbohidrat... 11
C. Terapi Diabetes Mellitus ... 13
D. Glibenkamida ... 17
E. Metode Uji Efek Antidiabetes ... 19
1. Metode uji toleransi glukosa ... 19
2. Metode uji dengan perusakan pankreas ... 20
3. Metode resistensi insulin ... 20
F. Metode Enzimatik GOD-PAP ... 20
G. Pare ... 21
1. Nama daerah... 21
2. Sistematika tanaman pare ... 22
3. Morfologi tanaman pare ... 22
4. Kandungan kimia tanaman pare ... 23
H. Buah Naga Merah ... 24
1. Nama daerah... 24
2. Sistematika tanaman buah naga ... 25
3. Morfologi tanaman buah naga ... 25
4. Kandungan kimia tanaman buah naga ... 27
I. Interaksi Obat ... 28
1. Interaksi farmakokinetik ... 28
2. Interaksi farmakodimamik ... 28
J. Landasan Teori ... 29
K. Hipotesis ... 30
BAB III. METODE PENELITIAN ... 31
A. Jenis dan Rancangan Penelitian ... 31
B. Variabel dan Definisi Operasional ... 32
1. Variabel utama ... 32
2. Variabel pengacau ... 32
3. Definisi operasional ... 33
C. Bahan dan Alat Penelitian ... 34
1. Bahan penelitian ... 34
2. Alat penelitian ... 35
D. Tata Cara Penelitian ... 36
1. Determinasi tanaman ... 36
2. Pengumpulan bahan ... 36
3. Pembuatan jus buah pare dan jus buah naga merah ... 36
4. Perhitungan dosis campuran jus buah pare dan jus buah naga merah ... 37
5. Preparasi bahan ... 38
6. Percobaan pendahuluan ... 39
7. Tahap percobaan ... 40
E. Tatacara Analisis Hasil ... 43
xii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 44
A. Hasil Determinasi Tanaman ... 44
B. Hasil Percobaan Pendahuluan ... 44
1. Penetapan waktu pemberian kontrol positif ... 46
C. Efek Hipoglikemik Campuran Jus Buah Pare dan Jus Buah Naga Merah ... 48
BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 60
A. Kesimpulan ... 60
B. Saran ... 60
DAFTAR PUSTAKA ... 61
LAMPIRAN ... 65
BIOGRAFI PENULIS ... 79
DAFTAR TABEL
Tabel I. Isi Pereaksi Enzim Glucose GOD-PAP ... 34
Tabel II. Keseragaman Bobot Tablet ... 39
Tabel III. Volume Pengukuran Kadar Glukosa Darah ... 42
Tabel IV. Hasil Uji Post Hoc Scheffe LDDK0-240 Glukosa Darah Tikus
yang Terbebani Glukosa ... 47
Tabel V. Nilai LDDK0-240 Larutan Glibenklamida Sebelum UTGO ... 47
Tabel VI. Rerata Kadar Glukosa Darah dan LDDK0-240 pada Setiap
Kelompok Perlakuan ... 49
Tabel VII. Hasil Analisis Kolmogorof-Smirnov LDDK0-240 Semua
Kelompok Perlakuan ... 52
Tabel VIII. Hasil Uji Homogenity Of Variance One Way ANOVA LDDK0-240
Glukosa Darah Tikus yang Terbebani Glukosa ... 52
Tabel IX. Hasil Uji One Way ANOVA LDDK0-240 Glukosa Darah Tikus
yang Terbebani Glukosa ... 53
Tabel X. Hasil Uji Post Hoc Scheffe LDDK0-240 Glukosa Darah
Tikus yang Terbebani Glukosa ... 53
Tabel XI. Pengaruh Praperlakuan Kombinasi Jus Buah Pare (Momordica
charantia L.) dan Jus Buah Naga Merah (Hylocereus polyrhizus L.)
Terhadap LDDK0-240 Kadar Glukosa Darah Tikus dan Persentase
Perbedaan Terhadap Kontrol Positif dan Kontrol Negatif ... 59
xiv
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Tingkat Kadar Glukosa Darah Untuk Diagnosis DM dan
Prediabetes ... 9
Gambar 2. Sekresi Insulin Pada Saat Kadar Glukosa Naik Setelah Makan ... 12
Gambar 3. Struktur Glibenklamida ... 17
Gambar 4. Buah Pare ... 21
Gambar 5. Buah Naga Merah... 24
Gambar 6. Reaksi Enzimatik Antara Glukosa dan Reagen GOD-PAP ... 46
Gambar 7. Nilai LDDK0-240 Larutan Glibenklamida Sebelum UTGO ... 48
Gambar 8. Kurva Hubungan Antara Waktu Sampling dan Kadar Rata-Rata Glukosa Darah Akibat Pemberian CMC, Glibenklamida, Kontrol Pare, Kontrol Buah Naga, dan Kombinasi Jus Buah Pare dan Jus Buah Naga Merah ... 51
Gambar 9. Diagram LDDK0-240 ± SE Glukosa Darah Masing-Masing Perlakuan ... 56
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Surat Determinasi Tanaman ... 65
Lampiran 2. Surat Ethical Clearance... 67
Lampiran 3. Foto Tumbuhan Momordica charantia L. dan Hylocereus
purpusii L. ... 68
Lampiran 4. Foto Alat Penelitian ... 69
Lampiran 5. Preparasi Bahan ... 70
Lampiran 6. Analisis Statistik Orientasi Waktu Pemberian Glibenklamida
Menggunakan SPSS 16 ... 72
Lampiran 7. Analisis Statistik Semua Kelompok Perlakuan Menggunakan
SPSS 16 ... 74
Lampiran 9. Leaflet GOD-PAP ... 77
xvi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
INTISARI
Buah pare merupakan salah satu alternatif obat tradisional untuk mengobati Diabetes Mellitus (DM). Buah naga yang diberikan sebagai bagian dari diet Diabetes, memberikan pengaruh positif dalam mengontrol kadar gula darah penderita DM tipe 2. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efek hipoglikemik campuran jus buah pare (Momordica charantia L.) dan jus buah naga merah (Hylocereus purpusii L.) serta untuk mengetahui kombinasi dosis yang paling efektif dalam menurunkan kadar glukosa darah.
Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental murni rancangan acak lengkap pola searah menggunakan 35 ekor tikus putih jantan galur Wistar umur 2-3 bulan, berat 175-250 gram, dibagi secara acak ke dalam 7 kelompok. Kelompok I (kontrol negatif) diberi CMC 1% 25 mL/Kg BB, kelompok II (kontrol positif) diberi Glibenklamida dosis 0,63 mg/Kg BB, kelompok III diberi dosis maksimal jus buah pare 5 mL/Kg BB, kelompok IV diberi dosis maksimal jus buah naga merah 20 mL/Kg BB, kelompok V, VI, VII diberi kombinasi jus buah pare dan jus buah naga merah berturut-turut (pare 1,25 mL/Kg BB : naga 15 mL/Kg BB); (pare 2,5 mL/Kg BB : naga 10 mL/Kg BB) dan (pare 3,75 mL/Kg BB : naga 5 mL/Kg BB). Pengujian hipoglikemik campuran jus buah pare dan buah naga merah dilakukan dengan metode uji toleransi glukosa oral, cuplikan darah diambil pada menit ke-0, 15, 30, 45, 60, 90, 120, 180 dan 240 setelah pemberian glukosa oral. Kadar glukosa darah akan ditetapkan dengan metode enzimatis menggunakan enzim GOD-PAP “Diasys”. Luas Daerah di Bawah Kurva (LDDK 0-240
) diperoleh dengan metode Trapezoid lalu dianalisis menggunakan uji statistik ANOVA satu arah dan uji Scheffe bertaraf kepercayaan 95%.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa campuran jus buah pare dan jus buah naga merah dapat menurunkan kadar glukosa darah pada tikus yang terbebani glukosa oral. Semua kombinasi jus buah pare dan jus buah naga merah memiliki efek yang sama dalam menurunkan kadar glukosa darah.
Kata kunci : Momordica charantia L., Hylocereus purpusii L., kadar glukosa darah, UTGO, GOD-PAP
xviii ABSTRACT
Bitter melon is one alternative traditional medicine for Diabetes Mellitus (DM). Dragon fruit is given as part of a diabetes diet, positive influence in controlling blood glucose levels people with type 2 DM. This study aims to determine the hypoglycemic effect of bitter melon fruit juice (Momordica charantia L.) and red dragon fruit juice (Hylocereus purpusii L.) and to determine dose combinations are most effective in lowering blood glucose levels.
This research is purely experimental completely randomized design unidirectional pattern using 35 white male Wistar rats age 2-3 months, weighing 175-250 g, were randomly divided into 7 groups. Group I (negative control) were given CMC 1 % 25 mL/Kg BB, group II (positive control) were given Glibenclamide dose 0.63 mg / kg BB, group III was given maximum dosage bitter melon fruit juice 5 mL/Kg BB, group IV was given maximum dosage red dragon fruit juice 20 mL/Kg BB, group V, VI, VII were given a combination of bitter melon fruit juice and red dragon fruit juice in a row (bitter melon 1,25 mL/Kg BB : red dragon 15 mL/Kg BB); (bitter melon 2,5 mL/Kg BB : red dragon 10 mL/Kg BB) dan (bitter melon 3,75 mL/Kg BB : red dragon 5 mL/Kg BB). Testing hypoglycemic mixture of bitter melon fruit juice and red dragon fruit juice was conducted by an oral glucose tolerance test, blood samples were taken at minute 0, 15, 30, 45, 60, 90, 120, 180 and 240 minutes after administration of oral glucose. Blood glucose levels will be determined by enzymatic method using enzyme GOD-PAP "Diasys". Regional Area Under the Curve (LDDK0-240) obtained by the method of Trapezoid then analyzed statistically using one-way ANOVA test and Scheffe test standard of 95%.
The results showed that a mixture of bitter melon fruit juice and red dragon fruit juice can lower blood glucose levels in the mice were burdened glucose. All combination of bitter melon fruit juice and red dragon fruit juice have the same effect in lowering blood glucose level.
Keywords : Momordica charantia L., Hylocereus purpusii L., blood glucose levels, OGTT, GOD-PAP
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
BAB I PENGANTAR
A. Latar Belakang
Berdasarkan bukti epidemiologi terkini, jumlah penderita Diabetes
Mellitus (DM) diseluruh dunia saat ini mencapai 200 juta, dan diperkirakan
meningkat lebih dari 330 juta pada tahun 2025. Alasan peningkatan ini karena
pertumbuhan populasi yang tinggi yaitu dua kali lipat disertai peningkatan angka
obesitas dikaitkan dengan gaya hidup dan ketergantungan terhadap makanan
olahan (Corwin, 2009).
Secara epidemiologi, diperkirakan bahwa pada tahun 2030 prevalensi DM
di Indonesia mencapai 21,3 juta orang (Wild, Roglic, King, Green, Sicree, 2004).
Hasil riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2007, diperoleh bahwa proporsi
penyebab kematian akibat DM pada kelompok usia 45-54 tahun didaerah
perkotaan menduduki ranking ke 2 yaitu 14,7%, dan daerah perdesaan menduduki
ranking ke-6 yaitu 5,8% (Anonim a, 2011).
DM didefinisikan sebagai penyakit kronis, yang terjadi ketika pankreas
tidak menghasilkan insulin yang cukup, atau ketika tubuh tidak dapat secara
efektif menggunakan insulin yang dihasilkan. Hal ini menyebabkan peningkatan
konsentrasi glukosa dalam darah atau disebut hiperglikemia (WHO, 2013).
Pengobatan penyakit DM biasanya tergantung dari keparahan penyakit.
Pengobatan secara individual biasanya dilakukan dengan diet saja atau dengan
gabungan antara diet dengan antidiabetik oral dan ada kalanya juga dengan
2
gabungan antara diet dengan insulin. Mahalnya harga obat DM yang
beredar di pasaran nampaknya cukup berdampak pada daya beli masyarakat
(Colazzo, 2009). Oleh karena itu, perlu dicari alternatif pengobatan yang berasal
dari alam. Penggunaan obat tradisional/obat herbal di Indonesia merupakan
bagian dari budaya bangsa dan banyak dimanfaatkan oleh masyarakat sejak
berabad-abad yang lalu. Namun, pada umunya efektivitas dan keamanannya
belum sepenuhnya didukung oleh penelitian yang memadai (Prichatin, 2011).
Beberapa tanaman obat telah terbukti secara empiris mampu menurunkan
kadar glukosa darah. Tanaman pare merupakan salah satu alternatif obat
tradisional DM yang bisa digunakan untuk mengatasi Diabetes. Beberapa studi
klinis menunjukkan bahwa ekstrak dari buah, biji, dan daun pare mengandung
senyawa bioaktif yang memiliki aktifitas hipoglikemik pada hewan dan manusia.
Senyawa utama yang telah di isolasi dari pare dan diidentifikasi sebagai agen
hipoglikemik adalah charantin, polipeptida-p dan vicine (Harris, 2009).
Berdasarkan penelitian Parmar et al (2011), pemberian jus buah pare memiliki
efek menurunkan kadar glukosa darah pada toleransi glukosa dan profil lipid pada
tikus diabetes tipe 2 yang diinduksi streptozocin.
Journal of Agricultural and Food Chemistry (2006) membandingkan
tanaman tropis buah naga merah dan putih yang tumbuh di Florida, dibandingkan
dengan buah-buahan lain seperti apel, blueberi, peach, dan sebagainya. Buah
tropis ini ternyata memiliki lebih banyak kapasitas antioksidan, vitamin C, dan
serat bila dibandingkan dengan buah-buahan lain. Itulah sebabnya buah naga
sangat baik dikonsumsi oleh penderita DM sebagai bagian dari diet yang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
memberikan pengaruh positif dalam mengontrol kadar gula darah penderita DM
tipe 2 (Ide, 2009).
Masyarakat sekarang sering mengkombinasikan lebih dari 1 macam buah
dalam membuat jus, bahkan mengkombinasikan buah dan sayur-sayuran dimana
dipercaya memiliki khasiat yang lebih baik dalam membantu menjaga kesehatan
dan membantu mengobati berbagai penyakit. Penggunaan kombinasi jus buah
pare dan jus buah naga merah pada percobaan ini untuk melihat apakah kombinasi
jus buah pare dan jus buah naga merah mampu menurunkan kadar glukosa darah
bila dibandingkan dengan penggunaan secara tunggal dan untuk melihat apakah
buah pare dapat mempengaruhi buah naga merah dalam menurunkan kadar
glukosa darah atau sebaliknya. Penggunaan buah naga merah pada kombinasi ini
juga diharapkan dapat mengurangi rasa pahit yang dihasilkan oleh buah pare.
Berdasarkan keuntungan dari buah pare dan buah naga merah, maka
peneliti berinisiatif untuk melakukan penelitian tentang Interaksi Jus Buah Pare
(Momordica charantia L.) dan Jus Buah Naga Merah (Hylocereus purpusii L.)
Terhadap Tikus Jantan Galur Wistar Yang Terbebani Glukosa.
1. Perumusan masalah
a. Apakah campuran jus buah pare dan jus buah naga merah dapat
menurunkan kadar gula darah pada tikus jantan galur Wistar?
b. Berapakah kombinasi dosis jus buah pare dan jus buah naga merah yang
paling efektif dalam menurunkan kadar glukosa darah pada tikus jantan
4
2. Keaslian penelitian
Penelitian yang pernah dilakukan oleh Lola, Liben, Soemartojo (2008)
adalah “Efek Hipoglikemik Jus Daging Buah Pare (Momordica charantia L.)
dan Jus Umbi Bawang Putih (Allium sativum L.) Terhadap Penurunan Kadar
Glukosa Darah”. Persamaan dalam penelitian ini adalah bentuk sediaan yang
digunakan yaitu jus, persentase kombinasi jus untuk kelompok perlakuan dan
metode yang digunakan. Perbedaan dalam penelitian ini terletak pada jenis
buah yang digunakan dimana pada penelitian kali ini menggunakan kombinasi
jus buah pare dan jus buah naga merah, kontrol positif dan negatif yang
digunakan dimana pada penelitian Lola menggunakan kontrol positif
Metformin dan kontrol negatif aquadest sedangkan pada penelitian ini
menggunakan kontrol positif Glibenklamida dan kontrol negatif CMC 1%.
Sejauh penelusuran penulis, penelitian mengenai interaksi jus buah
pare (Momordica charantia L.) dan jus buah naga merah (Hylocereus purpusii
L.) terhadap tikus jantan galur Wistar yang terbebani glukosa belum pernah
dilakukan.
3. Manfaat penelitian
a. Manfaat teoritis
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi ilmiah mengenai
manfaat buah pare dan buah naga merah sebagai obat tradisional yang
berkhasiat untuk menurunkan kadar glukosa darah.
b. Manfaat praktis
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi, tambahan wawasan
dan pengetahuan, khususnya bagi para penderita DM mengenai
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
penggunaan buah pare dan buah naga merah untuk menurunkan kadar
glukosa darah.
B. Tujuan Penelitian 1. Tujuan umum
Memperoleh informasi mengenai efek dan dosis efektif pemberian
kombinasi jus buah pare (Momordica charantia L.) dan jus buah naga
merah (Hylocereus purpusii L.) untuk menurunkan kadar glukosa darah.
2. Tujuan khusus
a. Memperoleh informasi mengenai efek pemberian jus buah pare
(Momordica charantia L.) dan jus buah naga merah (Hylocereus
purpusii L.) untuk menurunkan kadar glukosa darah tikus jantan galur
Wistar.
b. Memperoleh informasi mengenai kombinasi dosis jus buah pare
(Momordica charantia L.) dan jus buah naga merah (Hylocereus
purpusii L.) yang paling efektif dalam menurunkan kadar glukosa
BAB II
PENELAAHAN PUSTAKA
A. Diabetes Mellitus 1. Definisi
Diabetes Mellitus (DM) berasal dari bahasa Yunani yang berarti
“mengalirkan atau mengalihkan”. Mellitus berasal dari bahasa Latin yang
bermakna manis atau madu. Penyakit DM dapat diartikan individu yang
mengalirkan volume urine yang banyak dengan kadar glukosa tinggi
(Corwin,2009). Menurut American Diabetes Mellitus Association (ADA)
(2003), DM merupakan kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik
hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau
kedua-duanya (Soegondo, 2005). Seseorang yang terkena DM, pankreas tidak
memproduksi insulin atau memproduksi insulin terlalu sedikit sehingga kadar
glukosa darah meningkat (Tjay dan Rahardja, 2002).
2. Klasifikasi
a. DM Tipe 1
DM tipe 1 ditandai oleh destruksi sel β secara selektif dan
defisiensi insulin absolut atau berat. Pemberian insulin sangat penting pada
pasien dengan DM tipe 1. DM tipe 1 selanjutnya dibagi menjadi yang
memiliki penyebab imun atau idiopatik. DM tipe 1 biasanya disebabkan
oleh gangguan sistem imun. Meskipun sebagian besar pasien lebih muda
dari 30 tahun pada saat diagnosis dibuat, onset penyakit tersebut dapat
6
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
terjadi pada semua usia. DM tipe 1 ditemukan pada semua grup etnik,
namun insiden tertinggi terjadi pada orang Eropa utara dan Sardinia
(Katzung, 2010).
b. DM Tipe 2
DM tipe 2 ditandai oleh resistensi jaringan terhadap kerja insulin
disertai defisiensi relatif pada sekresi insulin. Meskipun insulin diproduksi
oleh sel β, namun hal tersebut tidak cukup untuk mengatasi resistensi dan
peningkatan kadar gula darah (Katzung, 2010).
Sel-sel kelenjar pankreas mensekresi insulin dalam dua fase. Fase
pertama, sekresi insulin terjadi segera setelah stimulasi glukosa yang
ditandai dengan meningkatnya kadar glukosa darah, sedangkan sekresi
fase kedua terjadi sekitar 29 menit sesudahnya. Perkembangan awal DM
tipe 2 sel-sel menunjukkan gangguan pada sekresi insulin fase pertama,
artinya sekresi insulin gagal mengkompensasi retensi insulin. Kondisi ini
apabila tidak ditangani dengan baik maka individu dengan DM tipe 2 akan
mengalami kerusakan sel-sel pankreas secara progresif dan seringkali akan
mengakibatkan defisiensi insulin, sehingga akhirnya penderita
memerlukan insulin eksogen (Anonim b, 2005).
c. DM Tipe Lain
Pada DM tipe lain, hiperglikemia berkaitan dengan
penyakit-penyakit lain. Penyakit tersebut meliputi penyakit-penyakit eksokrin pankreas,
8
karena obat/zat kimia, infeksi, imunologi, dan sindrom genetik (Soegondo,
2005).
d. DM Gestasional
DM Gestasional (GDM) didefinisikan berupa setiap kelainan kadar
gula yang ditemukan pertama kali pada saat kehamilan. DM gestasional
didiagnosis pada sekitar 4% dari semua kehamilan di Amerika Serikat.
Selama kehamilan, plasenta dan hormon plasenta menimbulkan resistensi
insulin yang paling mencolok pada trimester ketiga (Katzung, 2010).
3. Gejala
Gejala utama pada DM adalah :
a. Polifagia (meningkatnya rasa lapar)
Polifagia terjadi karena berkurangnya kadar glukosa dalam tubuh
walaupun kadar glukosa darah tinggi. Hal ini karena tubuh berusaha
memperoleh tambahan cadangan glukosa dari makanan.
b. Polidipsia (meningkatnya rasa haus)
Terjadinya polifagia akibat tubuh banyak mengeluarkan urin. Untuk
menghindari dehidrasi, maka tubuh akan merespon secara otomatis.
Respon ini akan menimbulkan rasa haus pada pasien selama glukosa darah
belum terkontrol.
c. Poliuria (meningkatnya buang air kecil)
Hal ini disebabkan kadar glukosa darah yang berlebihan, sehingga
merangsang tubuh untuk mengeluarkannya melalui ginjal bersama air dan
urin. Gejala ini umumnya timbul pada malam hari (Lanywati, 2001).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
4. Diagnosis
Gambar 1. Tingkat Kadar Glukosa Darah Untuk Diagnosis DM dan Prediabetes (Anonim d, 2012).
Tes darah digunakan untuk diagnosis awal DM dan Prediabetes karena
penyakit DM tipe 2 mungkin tidak memiliki gejala. Salah satu dari tes berikut
dapat digunakan untuk diagnosis DM :
a. Uji Hemoglobin A1C
Tes A1C digunakan untuk mendeteksi DM tipe 2 dan Prediabetes.
Tes A1C adalah tes darah yang mencerminkan rata-rata kadar glukosa
darah seseorang selama 3 bulan terakhir dan tidak menunjukkan fluktuasi
harian. Tes A1C lebih nyaman bagi pasien dibandingkan dengan tes
glukosa tradisional karena tidak memerlukan puasa dan dapat dilakukan
setiap saat sepanjang hari. Hasil pengujian A1C dilaporkan sebagai
persentase (Gambar 1), semakin tinggi persentase maka tingkat kadar
glukosa darah seseorang juga tinggi. Normalnya kadar A1C adalah di
10
Prediabetes. Orang yang didiagnosis dengan Prediabetes dapat diuji
kembali dalam 1 tahun. Orang dengan A1C di bawah 5,7 persen mungkin
masih berisiko untuk DM, tergantung pada kehadiran karakteristik lain
yang menempatkan mereka pada risiko, juga dikenal sebagai faktor risiko.
Orang dengan A1C di atas 6,0 persen harus dianggap berisiko sangat
tinggi terkena DM. jika nilai A1C 6,5 persen atau di atas berarti seseorang
mengalami DM (Anonim d, 2012).
b. Uji Fasting Plasma Glucose (FPG)
Uji FPG digunakan untuk mendeteksi DM dan Prediabetes. Uji
FPG telah menjadi tes yang paling umum digunakan untuk mendiagnosis
DM karena lebih nyaman daripada OGTT dan lebih murah. Tes FPG
mengukur glukosa darah pada orang yang telah berpuasa selama minimal
8 jam dan paling dapat diandalkan ketika diberikan di pagi hari.
Orang dengan kadar glukosa puasa 100 sampai 125 mg/dL
memiliki gangguan glukosa puasa (IFG), atau Prediabetes (Gambar 1).
Tingkat dari 126 mg/dL atau di atas, dikonfirmasi dengan mengulangi tes
pada hari lain, berarti seseorang mengalami DM (Anonim d, 2012).
c. Oral Glucose Tolerance Test (OGTT)
OGTT dapat digunakan untuk mendiagnosa DM, Prediabetes dan
DM gestasional. Ketika digunakan untuk menguji DM atau Pradiabetes,
diukur kadar glukosa darah setelah pasien dipuasakan minimal 8 jam dan 2
jam setelah orang minum cairan yang mengandung 75 gram glukosa
(Anonim d, 2012).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Pasien dinyatakan mengalami gangguan toleransi glukosa (IGT)
apabila kadar glukosa darah 2 jam setelah minum cairan yang
mengandung 75 gram glukosa antara 140-199 mg/dL (Gambar 1).
Konfirmasi pada tes kedua, 2 jam kadar glukosa 200 mg/dL atau di atas
berarti seseorang mengalami DM (Anonim d, 2012).
B. Metabolisme Karbohidrat
Sumber energi terbesar manusia berasal dari karbohidrat. Karbohidrat dari
makanan dirombak di usus halus dan diubah menjadi glukosa, kemudian dilepas
ke aliran darah dan diangkut ke sel – sel tubuh (Tjay dan Raharja, 2002).
Kadar glukosa dalam darah diatur oleh beberapa hormon. Hormon insulin
yang dihasilkan oleh kelenjar pankreas menurunkan kadar glukosa dan
pembentukan glikogen dari glukosa. Diantara beberapa penyakit kelainan
metabolisme karbohidrat, yang paling banyak diketahui adalah DM (Tjay dan
Raharja, 2002).
Sekresi insulin oleh sel β tergantung oleh 3 faktor utama yaitu kadar
glukosa darah, ATP-sensitive K+ channels dan Voltage-sensitive Calsium
Channels sel β pankeas. Mekanisme kerja faktor-faktor tersebut yakni pada
keadaan puasa, kadar glukosa dalam darah turun. ATP-sensitive K+ channels pada
membran sel β akan terbuka sehingga ion kalium akan meninggalkan sel β dan
Ca-channels tertutup, akibatnya kalsium tidak dapat masuk ke sel β, dan
12
Gambar 2. Sekresi Insulin Pada Saat Kadar Glukosa Naik Setelah Makan (Cartailler,2004)
Kadar glukosa darah meningkat setelah makan, kemudian ditangkap oleh
sel β melalui glucose transporter 2 (GLUT2) dan dibawa ke dalam sel β (Gambar
2). Didalam sel, glukosa mengalami fosforilase menjadi glukosa-6-fosfat (G6P)
dengan bantuan enzim glukokinase. Glukosa-6-fosfat akan mengalami glikolisis
menjadi asam piruvat. Proses glikolisis juga akan menghasilkan produk 6-8 ATP.
Penambahan ATP dari proses glikolisis ini akan meningkatkan rasio ATP/ADP
dan menutup kanal kalium. Penumpukan kalium dalam sel ini akan
mengakibatkan depolarisasi membran sel sehingga membuka kanal kalsium dan
kalsium akan masuk ke dalam sel dan insulin akan dilepaskan (Merentek, 2006).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Sekresi insulin pada orang normal meliputi 2 fase, yakni early peak (fase
1) yang terjadi dalam 3-10 menit pertama setelah makan. Insulin yang disekresi
pada fase 1 adalah insulin yang disimpan dalam sel β (siap pakai). Fase 2 atau
disebut fase lanjut adalah sekresi insulin yang dimulai 20 menit setelah stimulasi
glukosa. Sekresi insulin pada fase 1 bertujuan untuk mencegah kenaikan kadar
glukosa dalam darah, dan kenaikan glukosa selanjutnya akan merangsang fase 2
untuk meningkatkan produksi insulin. Sekresi insulin DM tipe 2 pada fase 1 tidak
mampu untuk menurunkan kadar glukosa dalam darah sehingga merangsang fase
2 untuk menghasilkan insulin lebih banyak, tetapi sudah tidak mampu untuk
meningkatkan sekresi insulin seperti orang normal (Merentek, 2006).
C. Terapi Diabetes Mellitus
Pengobatan DM bertujuan untuk menormalkan kadar glukosa darah secara
konsisten. Penelitian terakhir memperlihatkan bahwa mempertahankan kadar
glukosa darah senormal mungkin dapat mengurangi angka kesakitan dan
kematian. Tujuan ini dicapai melalui berbagai cara, disesuaikan dengan individu
dan tipe DMnya (Corwin, 2009). Terapi DM dibagi menjadi 2, yakni terapi
non-farmakologi dan non-farmakologi.
1. Terapi Non-farmakologi
Tahap pertama pengobatan DM tipe 2 yaitu dengan perbaikan sensitivitas dan
sekresi insulin melalui diet, penurunan berat badan, dan olahraga. Penelitian
memperlihatkan bahwa dengan modifikasi diet dan inisiasi program olahraga,
14
darahnya. Obat hipoglikemik oral dapat digunakan jika kadar gula darah
normal tidak dapat dicapai hanya dengan diet dan olahraga (Corwin, 2009).
2. Terapi Farmakologi
Terapi farmakologi pada pengobatan DM menggunakan obat hipoglikemik
oral. Berikut ini beberapa obat hipoglikemik oral yang ada dipasaran :
a. Sulfonilurea
Obat golongan Sulfonilurea seperti Glibenklamid, Tolbutamid,
Glipizid, dan Glikazid merupakan pemblok selektif terhadap kanal K+
yang sensitif terhadap ATP (ATP-sensitive K channel, KATP ) pada sel β
pankreatik. Pembukaan kanal KATP diregulasi oleh konsentrasi intraseluler
ATP. Peningkatan ATP akan menyebabkan kanal menutup dan jika kadar
ATP menurun kanal akan terbuka. Aktivitas kanal KATP di sel β pankreas
diregulasi oleh konsentrasi glukosa dalam darah. Glukosa darah yang
meningkat akan ditransport ke dalam sel β pankreas dan mengalami
metabolisme. Metabolisme glukosa menghasilkan peningkatan kadar ATP
yang menyebabkan penutupan kanal KATP. Penutupan kanal ini memicu
depolarisasi. Depolarisasi yang terjadi akan mengstimulasi influk Ca2+
intraseluler yang akan menginduksi sekresi insulin. Obat golongan ini
tidak bisa digunakan pada pasien DM tipe 1 ( Reents dan Seymour, 2002).
b. Glinid
Glinid merupakan obat yang cara kerjanya sama dengan
Sulfonilurea, dengan cara penekanan pada peningkatan sekresi insulin fase
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
pertama. Golongan ini terdiri dari dua macam obat, yaitu Repaglinid
(derivat asam benzoat) dan Nateglinid (derivat fenilalanin). Obat ini
diabsorpsi dengan cepat setelah pemberian oral dan disekresi dengan cepat
melalui hati. Aktivitas obat golongan ini, terutama Repaglinid tergantung
dosis dan juga kadar glukosa. Dari penelitian in vitro pada sel pankreas
tikus diketahui bahwa kadar glukosa yang moderate , Repaglinid kurang
poten dibanding Glibenklamid dalam menstimulasi sekresi insulin. Pada
Glibenklamid, meskipun tidak terdapat glukosa, obat ini tetap memicu
sekresi insulin, sementara pada Repaglinid hal ini tidak terjadi (Reents dan
Seymour, 2002).
c. Tiazolidindion (TZD)
Senyawa golongan Tiazolidindion bekerja meningkatkan kepekaan
tubuh terhadap insulin dengan jalan berikatan dengan PPAR-ϒ (peroxisome proliferation activated receptor-gamma) di otot, jaringan
lemak dan hati untuk menurunkan retensi insulin. Senyawa-senyawa TZD
juga menurunkan kecepatan glukoneogenesis. Tiazolidindion adalah obat
baru yang mempunyai efek meningkatkan sensitivitas reseptor insulin,
sehingga bisa mengatasi masalah resistensi insulin dan berbagai masalah
akibat resistensi insulin tanpa menyebabkan hipoglikemik. Aktifitas
farmakologinya luas dan berupa penurunan kadar glukosa dan insulin
16
dan hati. Peningkatan penyerapan glukosa ke dalam jaringan lemak dan
otot memberikan efek pada kegiatan farmakologi lainnya, antara lain dapat
menurunkan kadar trigliserid atau asam lemak bebas dan mengurangi
glukoneogenesis dalam hati. Zat ini tidak mendorong pankreas untuk
meningkatkan pelepasan insulin seperti sulfonilurea (Tjay dan Raharja,
2002). Efek samping utama dari Tiazolidindion adalah udem, terutama
pada pasien hipertensi dan congestive cardiac failure (Walker dan
Edward, 2003).
d. Biguanidin
Biguanidin meningkatkan kepekaan reseptor insulin, sehingga
absorpsi glukosa di jaringan perifer meningkat dan menghambat
glukoneogenesis dalam hati dan meningkatkan penyerapan glukosa di
jaringan perifer (Tjay dan Rahardja, 2002). Preparat yang ada dan aman
adalah Metformin. Metformin tidak meningkatkan berat badan seperti
insulin sehingga bisa digunakan, khususnya pada pasien dengan obesitas
(Schteingart, 2005). Metformin juga dapat menurunkan kadar trigliserida
hingga 16%, LDL kolesterol hingga 8% dan total kolesterol hingga 5%
dan juga dapat meningkatkan HDL kolesterol hingga 2%. Metformin
dalam dosis tunggal dapat menurunkan kadar glukosa darah sampai 20%.
Efek samping yang sering terjadi adalah mual, muntah, kadang-kadang
diare dan dapat menyebabkan asidosis laktat (Anonim b, 2005).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
e. Penghambat glukosidase alfa (Acarbose)
Golongan ini merupakan penghambat alfa-glukosidase pada
brush-border yang terletak pada bagian proximal usus halus. Alfa-glukosidase
memecah polisakarida menjadi monosakarida (misalnya glukosa) sehingga
karena adanya penurunan produksi monosakarida intraluminal, kenaikan
glukosa plasma postprandial akan tertunda dan menjadi lebih lama.
Acarbose memiliki efek minimal terhadap glukosa darah puasa dan efek
yang sedang terhadap penurunan HbA1c (Reents dan Seymour, 2002).
f. DPP-4 Inhibitor
Glucagon-like peptide (GLP-1) merupakan suatu hormon peptida
yang dihasilkan oleh sel L di mukosa usus. Peptida ini disekresi oleh sel
mukosa usus bila ada makanan yang masuk ke dalam saluran pencernaan.
GLP-1 merupakan perangsang kuat pelepasan insulin dan sekaligus
sebagai penghambat sekresi glukagon. Namun demikian, GLP-1 diubah
oleh enzim dipeptidyl peptidase-4 (DPP-4), menjadi metabolit
GLP-1-(9,36)-amide yang tidak aktif. Sekresi GLP-1 menurun pada DM tipe 2
(Perkeni,2011).
D. Glibenklamida
18
Glibenklamida (Gambar 3) merupakan obat anti-diabetika oral golongan
Sulfonilurea. Glibenklamida mempunyai efek farmakologik jangka pendek dan
panjang seperti golongan Sulfonilurea pada umumnya. Selama pengobatan jangka
pendek, Glibenklamida meningkatkan sekresi insulin dari sel β pulau langerhans,
sedangkan pengobatan jangka panjang efek utamanya adalah meningkatkan efek
insulin terhadap jaringan perifer dan penurunan pengeluaran glukosa oleh hati.
a. Dosis dan cara penggunaan
Pengobatan dengan Glibenklamida umumnya dimulai dengan dosis
tunggal 5 mg pagi hari, tetapi pada pasien usia lanjut atau pasien dengan
gangguan fungsi ginjal, dosis awal harus dikurangi menjadi 2,5 mg atau
bahkan 1,25 mg sehari. Apabila kadar glukosa darah tidak dapat terkontrol
secara adekuat setelah 2-4 minggu, dosis dapat ditingkatkan menjadi 2,5-5 mg
dengan interval yang sama sampai tercapai kontrol yang diinginkan atau
tercapai dosis maksimum 15-20 mg sehari. Dosis total sehari dapat diminum
bersama makan pagi atau setengah jam sebelumnya.
b. Indikasi dan cara penggunaan
a) Kontrol hiperglikemia pada DM tipe 2 yang tidak dapat dikontrol dengan
diet saja.
b) Pengganti obat hipoglikemik oral yang lain disebabkan efek samping atau
kegagalan respons.
c) Pengganti insulin pada pasien DM tipe 2 yang tidak memerlukan insulin
untuk jangka panjang.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
c. Kontra Indikasi
a) Diabetes Mellitus Tipe 1
b) Penyakit hati
c) Gagal ginjal berat
d) Kehamilan atau menyusui
e) Hipersensitivitas terhadap obat
d. Efek samping
Glibenklamida secara relatif mempunyai efek samping yang rendah.
Hal ini umum terjadi pada golongan Sulfonilurea dan biasanya bersifat ringan
dan hilang sendiri setelah obat dihentikan. Hipoglikemia merupakan efek
samping utama Glibenklamida yang biasanya bersifat ringan, tetapi
kadang-kadang dapat menjadi berat dan berkepanjangan (Anonim c, 2008).
E. Metode Uji Efek Antidiabetes
1. Metode Uji Toleransi Glukosa
Kemampuan tubuh untuk mentoleransi gula yang dikonsumsi diukur dengan
uji toleransi glukosa sesuai dengan pedoman WHO (1985). Uji toleransi
glukosa ini dilakukan sebelum dan sesudah menjalani pengobatan. Malam
sebelum dilakukannya UTGO hewan uji dipuasakan selama 10-16 jam,
kemudian diberikan larutan glukosa yang diberikan secara per oral dan pada
awal percobaan sebelum pemberian obat dilakukan pengambilan cuplikan
darah sebagai kadar glukosa awal. Pengambilan cuplikan darah diulangi
setelah perlakuan pada waktu tertentu. Keadaan hiperglikemia pada uji
toleransi glukosa oral hanya berlangsung beberapa jam setelah pemberian
20
2. Metode Uji Dengan Perusakan Pankreas
Metode ini dilakukan dengan memberikan diabetogen yang dapat
menyebabkan pankreas hewan uji rusak sehingga terkondisi seperti pada
penderita DM. Diabetogen yang banyak digunakan adalah aloksan karena obat
ini cepat menimbulkan hiperglikemi yang permanen dalam waktu dua sampai
tiga hari. Zat-zat diabetogen yang lain seperti streptozosin, diaksosida dan
adrenalin. Prinsip metode ini adalah induksi DM yang diberikan pada hewan
uji dengan disuntikkan aloksan monohidrat. Penyuntikan dilakukan secara
intravena. Perkembangan keadaan hiperglikemia diperiksa setiap hari
(Permatasari, 2008).
3. Metode Resistensi Insulin
Metode ini dilakukan dengan memberikan pakan kaya lemak dengan
komposisi pakan (80%), lemak babi (15%), kuning telur bebek (5%) dengan
jumlah konsumsi setiap hari 15g/tikus, dan fruktosa sebesar 1,8g/Kg BB tikus
secara peroral selama 50 hari. Resistensi insulin pada tikus diuji menggunakan
3 parameter, yaitu uji kadar glukosa darah preprandial dan postprandial,
aktifitas hipoglikemik glibenklamida dan pengamatan ekspresi protein
GLUT-4 pada jaringan otot (Syamsul, Nugroho, Pramono, 2011).
F. Metode Enzimatik GOD-PAP
Menurut Widowati, Dzulkarnain, dan Sa’aroni (1997), glukosa dapat
ditentukan dengan menggunakan enzim glukosa oksidase (GOD). Prinsip
metode ini adalah dengan adanya glukosa oksidase (GOD) maka glukosa
dioksidasi oleh udara (O2) menjadi asam glukoronat dan terbentuk hidrogen
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
peroksida (H2O2). Dengan adanya enzim peroksidase (POD) bereaksi dengan
4-amino-antypirine dan 2,4-dichlorophenol akan membebaskan O2 yang
mengoksidai akseptor kromogen dan memberikan warna merah . Jumlah zat
warna merah (kuinonimin) yang terjadi sebanding dengan konsentrasi glukosa
(Widowati, Dzulkarnain, Sa’aroni, 1997).
G. Pare
Gambar 4. Buah Pare (Gunawan, 2013)
1. Nama daerah
Wilayah penyebaran pare (Gambar 4) yang sangat luas menyebabkan
tanaman ini dikenal dengan berbagai nama daerah. Masyarakat jawa menyebut
tanaman ini dengan nama pare. Berbeda dengan masyarakat Batak, Bugis, Bima,
Makasar, dan Sunda yang menyebutnya paria. Di beberapa wilayah di Sumatra,
pare dikenal dengan nama prieu, paria, folia, dan kembeh. Nama lainnya adalah
papare (Jakarta); pepareh (Madura); paya (Bali); prien (Gayo); popare (Manado);
papare, papalia(Maluku); paya,pariak (Nusa Tenggara) dan foria (Nias) (Tati,
22
2. Sistematika tanaman pare
Divisi (division) : Spermatophyta
Anak divisi (subdivision) : Angiospermae
Kelas (class) : Dicotyledoneae
Bangsa (ordo) : Cucurbitales
Suku (family) : Cucurbitaceae
Marga (genus) : Momordica
Jenis (spesies) : Momordica charantia (Tati, 2002).
3. Morfologi tanaman pare
Pare merupakan jenis tanaman semak semusim yang tumbuh menjalar
atau merambat dengan menggunakan sulur yang panjang. Sulur tumbuh
disamping daun yang sering membentuk spiral. Tanaman ini memiliki aroma
atau bau langu yang khas. Akarnya berupa akar tunggang berwarna putih.
Struktur batang pare tidak berkayu. Batangnya tegak berusuk lima dan
berwarna hijau. Batang mudanya berambut dan akan menghilang setelah tua
(Tati, 2002).
Daun pare berbentuk bulat telur, berbulu dan berlekuk. Susunan tulang
daun menjari. Tangkai daun tumbuh dari ketiak daun. Panjang tangkai daun
pare mencapai 7-12 cm. Daun pare berwarna hijau tua dibagian permukaan
atas dan bawahnya berwarna hijau muda atau kekuningan, letak daun pare
berseling dengan panjang tangkai 1,5-5,3 cm (Tati, 2002).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Bunga pare tumbuh dari ketiak daun dan berwarna kuning menyala.
Bunga pare terdiri dari bunga jantan dan bunga betina yang berduri, halus dan
berambut. Kelopak bunga berbentuk lonceng dan berusuk banyak. Panjang
tangkai bunga jantan mencapai 2-5,5 cm, sedangkan tangkai bunga betina
panjangnya 1-10 cm (Tati, 2002).
Buah pare berasal dari bunga pare betina yang telah mengalami proses
penyerbukan. Buah ini berbentuk bulat memanjang dengan permukaan
berbintil-bintil dan berasa pahit. Bagian buah yang masak berwarna jingga.
Daging buahnya tebal dan didalamnya terdapat biji yang banyak. Biji pare
berbentuk bulat pipih dan permukaannya tidak rata. Biji pare keras karena
memiliki kulit yang tebal dengan warna coklat kekuningan, biji-biji ini dapat
digunakan sebagai alat perbanyakan tanaman pare secara generatif (Tati,
2002).
4. Kandungan kimia tanaman pare
Beberapa studi klinis menunjukkan bahwa ekstrak dari buah, biji, dan
daun pare mengandung senyawa bioaktif yang memiliki aktifitas hipoglikemik
pada hewan dan manusia. Senyawa utama yang telah di isolasi dari pare dan
diidentifikasi sebagai agen hipoglikemik adalah charantin, polipeptida-p dan
vicine. Charantin adalah glikosida steroid yang diisolasi dari biji, daun dan
buah, dan terbukti memiliki sifat hipoglikemik yang kuat. Apabila diberikan
secara oral dan intravena, charantin secara signifikan mengurangi kadar
24
protein yang memiliki efek hipoglikemik seperti insulin atau sering disebut
dengan p-insulin. Vicine merupakan senyawa glikoalkaloid yang terbukti
menginduksi hipoglikemia non-diabetes tikus puasa (Harris, 2009).
H. Buah Naga Merah
Gambar 5. Buah Naga Merah (Gunawan, 2013)
1. Nama daerah
Banyak orang mengira buah naga (Gambar 5) ini berasal dari Cina.
Buah yang dianggap membawa berkah ini hampir selalu hadir di setiap
upacara pemujaan mereka. Buah naga adalah buah dari beberapa jenis kaktus
dari marga Hylocereus dan Selenicereus. Asal buah ini dari Amerika Latin
yang kemudian menyebar ke Israel, Australia, Cina, dan negara Asia Timur
lainnya, Srilanka, dan akhirnya Asia Tenggara. Di Amerika Latin, buah naga
dikenal dengan nama phitahaya, orang Inggris menyebutnya pitaya, di
Vietnam dikenal sebagai thanh long, sementara orang Cina menyebutnya hu
long gu atau long zhu gu (Wardayati dan Tatik, 2011).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
2. Sistematika tanaman buah naga
Buah naga termasuk dalam kelompok tanaman kaktus atau family
Cactaceae dan Subfamili Hylocereanea. Dalam subfamili ini terdapat
beberapa genus, sedangkan buah naga termasuk dalam genus Hylocereus.
Genus ini pun terdiri dari sekitar 16 spesies, dua diantaranya memiliki buah
yang komersial, yaitu Hylocereus undatus (berdaging putih) dan Hylocereus
purpusii (buah berdaging merah). Adapun klasifikasi buah naga tersebut
sebagai berikut :
Kingdom : Plantae
Sub Kingdom : Trachcobionta
Super Division : Spermatophyta
Dision : Magnoliophyta
Kelas : Magnoliophyta
Kelas : Magnoliopsida (Dicotyledon)
Ordo : Caryophyllales
Famili : Cactaceae
Sub Famili : Cactoideae
Suku : Hylocereae
Genus : Hylocereus
Spesies : Hylocereus spp. (Waristo, 2007).
3. Morfologi buah naga
Akar tanaman buah naga bersifat epifit, yaitu merambat dan menempel
26
kekeringan dan tidak tahan genangan yang cukup lama. Kalaupun tanaman ini
di cabut dari tanah, tanaman ini masih hidup terus sebagai tanaman epifit
karena menyerap air dan mineral melalui akar udara yang ada pada batangnya
(Kristanto, 2008).
Batang tanaman buah naga mengandung air dalam bentuk lendir dan
berlapiskan lilin bila sudah dewasa. Warnanya hijau kebiru-biruan atau ungu,
batang tersebut berukuran panjang dan bentuknya siku atau segi tiga. Batang
tanaman ini banyak tumbuh cabang yang bentuk dan warnanya sama dengan
batang. Batang dan cabang ini berfungsi sebagai daun dalam proses asimilasi.
Batang dan cabang mengandung kambium yang berfungsi untuk pertumbuhan
tanaman. Batang dan cabang ditumbuhi duri-duri yang keras, tetapi sangat
pendek sehingga tidak mencolok. Biasanya jumlah duri disetiap titik tumbuh
pada batang sekitar 4-5 buah. Letak duri tersebut pada tepi siku-siku batang
maupun cabang. Ukuran tanaman buah naga sangat pendek maka tanaman ini
sering dianggap sebagai kaktus tidak berduri (Kristanto, 2008).
Kuncup bunga yang sudah berukuran panjang sekitar 30 cm akan
mulai mekar pada sore hari. Ini terjadi karena pada siang hari kuncup bunga
dirangsang untuk mekar oleh sinar matahari dan perubahan suhu yang agak
tajam antara siang dan malam hari. Bunga ini mekar penuh pada sekitar
tengah malam. Itulah sebabnya tanaman ini dijuluki sebagai night blooming
cereus. Bunga pada saat mulai mekar penuh akan menyebarkan bau yang
harum sehingga mengundang kelelawar untuk hinggap dan menyerbukkan
bunganya (Kristanto, 2008).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Buah berbentuk bulat panjang serta berdaging warna merah dan sangat
tebal. Letak buah pada umumnya mendekati ujung cabang atau batang.
Cabang atau batang dapat ditumbuhi lebih dari satu buah, kadang bersamaan
atau berhimpitan. Bentuk buah bulat lonjong. Ketebalan kulit buah 2-3 cm.
permukaan kulit buah terdapat jumbai atau jambul berukuran 1-2 cm
(Kristanto, 2008).
Biji berbentuk bulat berukuran kecil dengan warna hitam. Kulit biji
sangat tipis, tetapi keras. Biji ini dapat digunakan untuk perbanyakan tanaman
secara generatif. Biji merupakan organ perkembangbiakan, tetapi jarang
digunakan. Umumnya biji hanya digunakan dikalangan peneliti dalam upaya
mencari varietas baru karena dibutuhkan waktu relative lama untuk
mendapatkan tanaman bereproduksi. Setiap buah terdapat sekitar 1200-2300
biji (Kristanto, 2008).
4. Kandungan kimia buah naga
Berbagai hasil penelitian ilmiah menunjukkan buah naga berfaedah
bagi kesehatan. Berdasarkan Journal of Agricultural and Food Chemistry
tahun 2006, telah dibandingkan tanaman tropis buah naga merah dan putih
yang tumbuh di Florida, dibandingkan buah-buahan lain seperti apel, blueberi,
peach, dan sebagainya. Buah tropis ini memiliki lebih banyak kapasitas
antioksidan, vitamin C, serat dibandingkan buah-buahan tersebut. Itulah
sebabnya buah naga sangat baik dikonsumsi oleh penderita DM untuk
28
I. Interaksi Obat
Interaksi obat merupakan suatu peristiwa yang terjadi saat efek suatu obat
diubah oleh keberadaan obat lain, obat herbal, makanan, minuman, atau beberapa
zat kimia lingkungan (Baxter, 2006). Interaksi obat di dalam tubuh dapat terjadi
melalui berbagai mekanisme. Pada dasarnya ada dua jenis mekanisme interaksi
obat, yaitu mekanisme interaksi farmakokinetik dan interaksi farmakodinamik.
1. Interaksi farmakokinetik
Interaksi farmakokinetik merupakan interaksi yang mempengaruhi
proses absorpsi, distribusi, metabolisme dan eliminasi obat di dalam tubuh
(Baxter, 2006). Interaksi ini biasanya diukur dari perubahan satu atau lebih
parameter farmakokinetik, seperti konsentrasi serum maksimum, AUC (Area
Under Curve), half-life, dan jumlah obat yang disekresikan dalam urin (Tarto,
2001).
2. Interaksi farmakodinamik
Interaksi farmakodinamik terjadi dimana suatu obat memacu
perubahan respon pasien terhadap obat lain tanpa mengubah farmakokinetik
obat objek. Oleh karena itu, suatu interaksi obat dapat terjadi tanpa perubahan
konsentrasi obat dalam plasma (Tatro, 2001). Interaksi farmakodinamik terjadi
saat efek dari suatu obat diubah oleh keberadaan obat lain pada tempat
aksinya. Efek dari interaksi farmakodinamik ini dapat bersifat sinergis (aditif)
atau antagonis (Baxter, 2006).
Dua obat yang mempunyai efek farmakologi yang sama maka efeknya
dapat bersifat aditif. Sebagai contohnya adalah alkohol yang sifatnya menekan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
sistem saraf pusat bila dikonsumsi dalam jumlah yang banyak bersama obat
lain seperti obat sedatif dalam rentang dosis terapetik akan menyebabkan
drowsiness yang berlebihan (Baxter, 2006). Sebaliknya, jika dua obat
menghasilkan efek farmakodinamik yang berbeda (antagonis), akan
mengurangi respon salah satu atau kedua obat. Sebagai contohnya obat-obat
yang cenderung menaikkan tekanan darah seperti NSAID (Nonsteroid
Anti-inflammatory Drugs) dapat menghambat efek obat-obat antihipertensi seperti
ACE-Inhibitor (Hansten and Horn, 2003).
J. Landasan Teori
DM merupakan kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik
hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau
keduanya. Seseorang yang terkena DM menyebabkan pankreas tidak mampu
memproduksi insulin atau memproduksi insulin terlalu sedikit sehingga kadar
glukosa darah meningkat. Gejala utama pada DM adalah polifagia, polidipsia, dan
poliuria. Berdasarkan penelitian Parmar et al (2011), pemberian jus buah pare
memiliki efek menurunkan kadar glukosa darah pada toleransi glukosa dan profil
lipid pada tikus diabetes tipe 2 yang diinduksi streptozocin. Buah naga yang
diberikan sebagai bagian dari diet DM juga memberikan pengaruh positif dalam
mengontrol kadar gula darah penderita DM tipe 2.
Kandungan utama buah pare yang diketahui memiliki sifat hipoglikemik
adalah charantin, polipeptida-p (p-insulin), dan vicine. Buah naga kaya akan
30
penderita DM untuk membantu mengontrol kadar gula darah. Penggunaan
kombinasi jus buah pare dan jus buah naga merah pada percobaan ini untuk
melihat apakah kombinasi jus buah pare dan jus buah naga merah mampu
menurunkan kadar glukosa darah bila dibandingkan dengan penggunaan secara
tunggal dan untuk melihat apakah buah pare dapat mempengaruhi buah naga
merah dalam menurunkan kadar glukosa darah atau sebaliknya. Penggunaan buah
naga merah pada kombinasi ini juga diharapkan dapat mengurangi rasa pahit yang
dihasilkan oleh buah pare.
Pada dasarnya ada dua jenis mekanisme interaksi obat, yaitu mekanisme
interaksi farmakokinetik dan interaksi farmakodinamik. Interaksi farmakokinetik
merupakan interaksi yang mempengaruhi proses absorpsi, distribusi, metabolisme
dan eliminasi obat di dalam tubuh. Interaksi farmakodinamik terjadi saat efek dari
suatu obat diubah oleh keberadaan obat lain pada tempat aksinya. Efek dari
interaksi farmakodinamik ini dapat bersifat sinergis (aditif) atau antagonis.
Berdasarkan keterangan di atas maka peneliti berinisiatif melakukan
penelitian tentang interaksi jus buah pare dan jus buah naga merah terhadap tikus
jantan galur Wistar yang terbebani glukosa. Percobaan ini digunakan bentuk
sediaan jus karena disesuaikan dengan masyarakat yang lebih sering
mengkonsumsi jus dibandingkan mengkonsumsi buah secara utuh.
K. Hipotesis
Campuran jus buah pare (Momordica charantia L.) dan jus buah naga
merah (Hylocereus purpusii L.) dapat menurunkan kadar glukosa darah pada tikus
jantan galur Wistar.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis dan Rancangan Penelitian
Penelitian ini merupakan jenis penelitian eksperimental murni, yaitu
penelitian dengan melakukan percobaan terhadap kelompok perlakuan dan
dibandingkan dengan kelompok kontrol yang tidak dikenai perlakuan. Rancangan
penelitian yang digunakan adalah rancangan penelitian acak lengkap pola searah,
yaitu cara menetapkan sampel dalam kelompok perlakuan dan kelompok kontrol
dengan pengacakan agar setiap sampel punya kesempatan yang sama untuk dapat
masuk ke dalam kelompok perlakuan maupun kelompok kontrol. Lengkap berarti
bahwa pada penelitian ini terdapat kelompok kontrol positif, kelompok kontrol
negatif dan kelompok perlakuan. Pola searah ditunjukkan dengan adanya
perlakuan yang sama pada setiap kelompok perlakuan, yaitu pemberian kombinasi
jus buah pare (Momordica charantia L.) dan jus buah naga merah (Hylocereus
purpusii L.).
Penelitian ini dilakukan pada subjek uji tikus jantan galur Wistar. Kriteria
inklusi pada penelitian ini adalah tikus putih jantan galur Wistar dengan umur 2-3
bulan dan bobot hewan uji 175-250 gram. Kriteria eksklusi pada penelitian ini
adalah tikus putih jantan galur Wistar dengan umur diluar 2-3 bulan dan berat
badan diluar 175-250 gram.
32
B. Variabel dan Definisi Operasional 1. Variabel Utama
a) Variabel bebas. Variabel bebas dari penelitian ini adalah kombinasi dosis
antara jus buah pare dengan jus buah naga merah. Dosis yang digunakan
adalah jumlah mililiter jus buah pare (Momordica charantia L.) dan jus
buah naga merah (Hylocereus purpusii L.) tiap kilogram berat badan
hewan uji.
b) Variabel tergantung. Variabel tergantung pada penelitian ini adalah efek
hipoglikemik setelah pemberian jus buah pare dan jus buah naga dilihat
dari kadar LDDK0-240 glukosa dalam darah tikus jantan galur Wistar.
2. Variabel Pengacau
a) Variabel pengacau terkendali. Variabel pengacau terkendali pada
penelitian ini yaitu :
1) Subjek uji : tikus putih
2) Jenis Kelamin : jantan
3) Galur spesies subjek uji : Galur Wistar
4) Umur hewan uji : 2-3 bulan
5) Bobot hewan uji : 175-250 gram
6) Cara pemberian jus : per oral
b) Variabel pengacau tak terkendali. Variabel pengacau tak terkendali dalam
penelitian ini yaitu:
1) Variabel biologis tikus putih jantan yaitu proses absorbsi, distribusi,
biotransformasi, dan ekskresi dari tikus jantan terhadap campuran jus
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
buah pare (Momordica charantia L.) dan jus buah naga merah
(Hylocereus purpusii L.).
2) Umur tanaman buah pare (Momordica charantia L.) dan buah naga
merah (Hylocereus purpusii L.) serta jumlah kandungan kimia buah
pare (Momordica charantia L.) dan buah naga merah (Hylocereus
purpusii L.).
3. Definisi Operasional
a. Jus campuran buah pare dan buah naga merah adalah campuran buah pare
dan buah naga merah yang dilumatkan menggunakan mesin jus ekstraktor
menjadi cairan yang berisi saripati untuk diminum dan umumnya memiliki
manfaat yang baik bagi kesehatan.
b. Dosis kombinasi jus buah pare (Momordica charantia L.) dan jus buah naga
merah (Hylocereus purpusii L.) adalah sejumlah volume jus buah pare dan
jus buah naga merah yang dicampur dengan perbandingan tertentu dengan
satuan mL/kg BB.
c. Uji Toleransi Glukosa Oral (UTGO) merupakan suatu metode penetapan
kadar glukosa darah dengan cara memberikan beban glukosa terhadap tikus
dengan larutan glukosa secara oral dengan dosis 1,75 g/kg BB.
d. LDDK0-240 kadar glukosa dalam darah adalah besaran yang menggambarkan
jumlah kadar glukosa dalam darah pada rentang waktu mulai menit ke-0
34
C. Bahan dan Alat Penelitian 1. Bahan Penelitian
a. Hewan uji. Tikus jantan galur Wistar dengan umur 2-3 bulan dan berat
badan 175-250 gram yang diperoleh dari Laboratorium Imono Fakultas
Farmasi Universitas Sanata Dharma.
b. Bahan Uji. Buah pare yang diperoleh di pasar Pakem Yogyakarta dengan
waktu panen 2,5 bulan sejak tanam benih, panen selanjutnya dengan interval
7 hari. Buah naga merah yang diperoleh dari salah satu perkebunan di
Bangka Belitung dengan waktu panen 30-50 hari setelah bunga mekar.
c. Senyawa pembanding. Senyawa pembanding berupa kaplet generik
Glibenklamida yang diproduksi oleh PT. Indofarma.
d. Pereaksi untuk pengukuran kadar glukosa darah. Pereaksi yang digunakan
adalah enzim Glucose GOD FS*(DiaSys®, Germany), yang komposisinya
terdiri atas:
Tabel I. Isi pereaksi enzim Glucose GOD-PAP
Reagen :
Phosphat buffer pH 7,5 250 mmol/l
Phenol 5 mmol/l
4-aminoantipyrine 0,5 mmol/l
Glukosa oksidase (GOD) ≥ 10 kU/l
Phenol Amino Antipirin Peroksidase
(PAP) ≤ 1 kU/l
Glukosa standar 100mg/dl (5,5 mmol/dl)
e. Lain-lain
1) Heparin sebagai antikoagulan.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
2) Glukosa monohidrat p.a (Merck®) dengan dosis 1,75 g/kg BB sebagai
larutan untuk uji toleransi glukosa oral.
3) CMC 1 % sebagai kontrol negatif dan pelarut Glibenklamida.
4) Aquadest sebagai cairan pelarut untuk pembuatan sediaan uji yang
diperoleh dari Laboratorium Farmakologi - Toksikologi Fakultas Farmasi
Universitas Sanata Dharma.
5) Parafin cair sebagai pelancar aliran darah dalam pengambilan sampel
darah dari hewan uji.
2. Alat Penelitian
a. Seperangkat alat gelas Pyrex (Beaker glass, labu takar, gelas ukur,
pengaduk)
b. Mortir dan stamper
c. Jarum suntik (injeksi peroral) yaitu jarum suntik yang ujungnya diberi
bulatan kecil dengan lubang ditengahnya agar tidak melukai hewan uji
d. Mikropipet
e. Sentrifuge (Hettich WBA SS®, Germany), yellow tipe, microtube
f. MicroVitalab
g. Alat timbang elektrik (Mettler Toledo AB 204®, Switzerland)
h. Vortex (Janke-Kankel IKA® - Labortechnik)
i. Jus extractor
36
D. Tata Cara Penelitian
1. Determinasi tanaman
Determinasi dilakukan dengan menyamakan ciri - ciri buah pare dan
buah naga merah berdasarkan buku Flora Untuk Sekolah di Indonesia (1988)
dan jurnal Pithaya (Hylocereus spp.) : a new fruit crop, a market with a future
(Bellec, Vaillant, Imbert, 2006).
2. Pengumpulan bahan
Buah pare dan buah naga merah yang digunakan dalam penelitian ini
adalah buah yang masih segar yang diperoleh dari pasar Pakem Yogyakarta
(buah pare) dengan waktu panen pertama 2,5 bulan setelah tanam benih, panen
berikutnya dilakukan secara periodik dua kali dalam seminggu dan perkebunan
buah naga di Bangka Belitung (buah naga merah) dengan waktu panen 30-50
hari setelah bunga mekar.
3. Pembuatan jus buah pare dan jus buah naga merah
Daging buah pare dan buah naga merah dijus secara terpisah dengan jus
extractor sehingga didapatkan sari buah pare dan buah naga merah secara
terpisah. Pencampuran jus buah pare dan jus buah naga merah dilakukan
didalam spuit injeksi oral.
Pembuatan stok jus buah pare yakni sebanyak 145 gram buah pare dijus
menggunakan jus ekstraktor menghasilkan 75 mL. Hasil sari buah pare yang di
dapat selanjutnya digunakan sebagai bahan percobaan. Stok buah naga merah
di dapat dari 125 gram buah naga merah dijus menggunakan jus ekstraktor
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
menghasilkan 87 mL. Hasil sari buah naga merah tersebut kemudian digunakan
sebagai bahan percobaan.
4. Perhitungan dosis pemberian campuran jus buah pare dan jus buah naga merah
Penentuan dosis kombinasi jus buah pare dan jus buah naga merah
didasarkan pada volume maksimal pemberian untuk tikus secara oral. Buah
pare dan buah naga merah dijus secara terpisah menggunakan jus ekstraktor.
Volume maksimal yang dapat dipejankan secara oral yakni 5 mL/200g BB =
25 mL/Kg BB.
Berdasarkan hasil studi Welihinda (Wiart, 2002), pemberian jus segar
Momordica charantia L. 50-60 mL (rata-rata 55 mL) dapat memperbaiki 73%
nilai toleransi glukosa pada penderita DM tipe 2. Perhitungan dosis untuk tikus
= 55 mL x 0,018 = 0,99 mL dibulatkan menjadi 1 mL/200g BB = 5 mL/Kg BB
sebagai dosis maksimal buah pare dalam penelitian ini.
Dosis buah naga ditentukan berdasarkan volume maksimal yang dapat
diberikan untuk tikus. Volume pemberian maksimal untuk tikus adalah
25 mL/Kg BB. Dosis maksimal jus buah pare yang digunakan dalam penelitian
ini adalah 5 mL/Kg BB tikus, maka dosis maksimal jus buah naga yang
digunakan sebesar 20 mL/Kg BB tikus, sehingga didapatkan volume maksimal
kombinasi jus buah pare dan jus buah naga merah sebesar 25 mL/Kg BB.
Peringkat dosis kombinasi untuk buah pare dalam percobaan ini adalah
3,75 mL/Kg BB; 2,5 mL/Kg BB dan 1,25 mL/Kg BB. Peringkat dosis untuk