i
HUBUNGAN ANTARA KEADILAN DISTRIBUTIF DAN DIMENSI PERILAKU KERJA KONTRAPRODUKTIF
Rima Octavia Tambunan
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengenai hubungan antara keadilan distributif dan dimensi perilaku kerja kontraproduktif. Subjek penelitian ini berjumlah 220 karyawan yang terdiri dari 171 laki-laki dan 49 perempuan dengan masa kerja minimal 1 tahun. Instrumen penelitian ini menggunakan skala keadilan distributif yang terdiri dari 4 aitem dengan reliabilitas α = 0,790 dan skala perilaku kerja kontraproduktif terdiri dari 64 aitem, dengan reliabilitas penyimpangan
properti α = 0,694, Penyimpangan Produksi α = 0,743, Agresi Individu α = 0,670 Penyimpangan Politik α = 0,833. Teknik analisis data yang digunakan adalah teknik korelasi sprearman Rho karena sebaran data tidak normal. Hasil analisis menunjukkan bahwa terdapat hubungan negatif dan cukup kuat antara keadilan distributif (M = 16,65; SD = 2,01) dengan 4 dimensi perilaku kerja kontraproduksi yaitu penyimpangan properti (M= 14,00; SD = 3.279) r = -0,379, penyimpangan produksi (M = 16,66; SD =3,811) r = -0,438, agresi individu (M = 12,30; SD = 3,151) r = -0, 420, dan penyimpangan politik (M = 24,60; SD = 5,463) r = -0,452. Artinya semakin tinggi keadilan distributif, semakin rendah dimensi perilaku kerja kontraproduktif. Sebaliknya, semakin rendah keadilan distributif, semakin tinggi dimensi perilaku kerja kontraproduktif.
ii
THE CORRELATION BETWEEN DISTRIBUTIVE JUSTICEAND DIMENSIONS OF COUNTERPRODUCTIVE WORK BEHAVIOR
Rima Octavia Tambunan ABSTRACT
This research was aims to understand the relationship between distributive justice with the dimension counterproductive work behavior. This research has 220 employee consisting of 171 men and 49 woman who have worked at least 1 years. the instruments that used in this research were distributive justice scale which consist of 4 items whit reliability α = 0,790 and counter productive work behavior scale which consist of 64 items whit reliability of property deviance was α = 0,694, Production deviance was α = 0,743, personal agression was α = 0,670, and political deviance was α = 0,833. Analytical data in this research used Spearman correlation because the abnormal on data distribution. the result showed that there were negative and quite strong correlation between distributive justice (M = 16,65; SD = 2,01) whit four dimensions of counter productive work behavior named property deviance was (M = 14,00; SD = 3.279) r =
-0,379, Production deviance was (M = 16,66; SD =3,811) r = -0,438, personal agression was (M =
12,30; SD = 3,151) r = -0, 420, and political deviance(M = 24,60; SD = 5,463 r = -0,452). Which mean higher distributive justice will have the lower dimensions of counterproductive work behavior. On the contrary, the lower distributive justice will have the high dimensions of counterproductive work behavior.
Key words: distributive justice, counterproductive work behavior, dimensions of counterproductive work behavior, property deviance, production deviance, personal agression and political deviance.
i
HUBUNGAN ANTARA KEADILAN DISTRIBUTIF DAN DIMENSI PERILAKU KERJA KONTRAPRODUKTIF
Skripsi
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi
Program Studi Psikologi
Disusun Oleh : Rima Octavia Tambunan
NIM : 099114112
PROGRAM STUDI PSIKOLOGI JURUSAN PSIKOLOGI FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA
iv
HALAMAN MOTTO DAN PERSEMBAHAN
“
Philippians 4 : 13
”
I can do all things things thorough Christ who strengthens me
Keberhasilan adalah kemampuan untuk
melewati dan mengatasi dari satu kegagalan
kegagalan berikutnya tanpa kehilangan semangat
(Winston Chuchill)
Dedicated for..
My Faher Jesus
vi
HUBUNGAN ANTARA KEADILAN DISTRIBUTIF DAN DIMENSI PERILAKU KERJA KONTRAPRODUKTIF
Rima Octavia Tambunan
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengenai hubungan antara keadilan distributif dan dimensi perilaku kerja kontraproduktif. Subjek penelitian ini berjumlah 220 karyawan yang terdiri dari 171 laki-laki dan 49 perempuan dengan masa kerja minimal 1 tahun. Instrumen penelitian ini menggunakan skala keadilan distributif yang terdiri dari 4 aitem dengan reliabilitas α = 0,790 dan skala perilaku kerja kontraproduktif terdiri dari 64 aitem, dengan reliabilitas penyimpangan properti α = 0,694, Penyimpangan Produksi α = 0,743, Agresi Individu α = 0,670 Penyimpangan Politik α = 0,833. Teknik analisis data yang digunakan adalah teknik korelasi sprearman Rho karena sebaran data tidak normal. Hasil analisis menunjukkan bahwa terdapat hubungan negatif dan cukup kuat antara keadilan distributif (M = 16,65; SD = 2,01) dengan 4 dimensi perilaku kerja kontraproduksi yaitu penyimpangan properti (M= 14,00; SD = 3.279) r = -0,379, penyimpangan produksi (M = 16,66; SD =3,811) r = -0,438, agresi individu (M = 12,30; SD = 3,151) r = -0, 420, dan penyimpangan politik (M = 24,60; SD = 5,463) r = -0,452. Artinya semakin tinggi keadilan distributif, semakin rendah dimensi perilaku kerja kontraproduktif. Sebaliknya, semakin rendah keadilan distributif, semakin tinggi dimensi perilaku kerja kontraproduktif.
vii
THE CORRELATION BETWEEN DISTRIBUTIVE JUSTICEAND DIMENSIONS OF COUNTERPRODUCTIVE WORK BEHAVIOR
Rima Octavia Tambunan ABSTRACT
This research was aims to understand the relationship between distributive justice with the dimension counterproductive work behavior. This research has 220 employee consisting of 171 men and 49 woman who have worked at least 1 years. the instruments that used in this
research were distributive justice scale which consist of 4 items whit reliability α = 0,790 and
counter productive work behavior scale which consist of 64 items whit reliability of property
deviance was α = 0,694, Production deviance was α = 0,743, personal agression was α = 0,670, and political deviance was α = 0,833. Analytical data in this research used Spearman correlation
because the abnormal on data distribution. the result showed that there were negative and quite strong correlation between distributive justice (M = 16,65; SD = 2,01) whit four dimensions of counter productive work behavior named property deviance was (M = 14,00; SD = 3.279) r =
-0,379, Production deviance was (M = 16,66; SD =3,811) r = -0,438, personal agression was (M =
12,30; SD = 3,151) r = -0, 420, and political deviance(M = 24,60; SD = 5,463 r = -0,452). Which mean higher distributive justice will have the lower dimensions of counterproductive work behavior. On the contrary, the lower distributive justice will have the high dimensions of counterproductive work behavior.
ix
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Kuasa karena penyertaan dan
tuntunanNya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsinya yang berjudul
“Hubungan Antara Keadilan Distributif Dan Dimensi Perilaku Kerja
Kontraproduktif”. Skripsi ini disusun guna memenuhi salah satu syarat untuk
memperoleh gelar Sarjana Psikologi di Fakultas Psikologi Universitas Sanata
Dharma Yogyakarta.
Saya juga memohon maaf apabila dalam pengerjaan skripsi ini masih
terdapat kesalahan yang tidak semestinya dilakukan. Oleh karena itu, saya sangat
mengharapkan saran, masukan dan koreksi yang bersifat membangun kearah yang
lebih baik demi kesempurnaan ilmuu yang telah diperoleh di Fakultas Psikologi.
Tugas akhir ini dapat terselesaikan berkat dukungan dan bantuan banyak
pihak. Maka dari pada itu, pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih
yang sebesar-besarnya kepada:
1. Bapak Dr. T. Priyo widiyanto, M.Si selaku Dekan Fakultas Psikologi
Universitas Sanata Dharma
2. Bapak P.Eddy Suhartanto, M.Si selaku Kepala Program Studi Fakultas
Psikologi Universitas Sanata Dharma
3. Bapak TM. Raditya Hernawa, M.Si selaku dosen pembimbing skripsi yang
telah banyak membantu dan membimbing dalam proses pengerjaan skripsi
x
menjadi mahasiswa di Fakultas Psikologi. Terimakasih untuk waktu, tenaga
dan berbagai pemikiran yang membantu dalam pengerjaan skripsi ini.
4. Mbak Etta dan Pak Eddy selaku dosen penguji skripsi, sehingga ujian skripsi
saya tidak menyeramkan seperti yang saya bayangkan.
5. Bapak Siswa Widiatmoko, M.Psi selaku dosen pembimbing akademik
Terimakasih atas kesediaan bapak dalam mendampingi saya khususnya untuk
masalah akademik dan membantu dalam administrasi akedemik.
6. Dosen-dosen fakultas Psikologi yang telah banyak memberikan ilmu selama
saya menempuh bangku kuliah.
7. Segenap karyawan Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma : Mas
Muji, Mas Doni, Mas Gandung, dan Bu Nanik yang telah berkenan
membantu saya dan memfasilitasi dalam mencari informasi permasalahan di
Fakultas Psikologi.
8. Seluruh karyawan PT Sago Prima Pratama Nunukan Kalimantan Utara yang
telah membantu saya dalam penelitian
9. Terima kasih yang tak terhingga untuk Bapak dan Mama yang selalu
mendoakan, mendukung dan memberikan semangat kepada saya dalam
proses pengerjaan skripsi ini. Terima kasih untuk kesabarannya untuk mau
menunggu saya menyelesaikan skripsi hingga selesai.
10. Terima kasih kepada abang dan kakak Elno untuk doa dan dukungannya
selama saya mengerjakan skripsi ini.
11. Terima kasih kepada Bapak, Ibu, Mbak Eko, Mas Dodot dan Daffa yang
xi
12. Terima kasih kepada Tante dan Uda Cervin yang setia mendukung,
menyemangati, mengingatkan dan mendoakan hingga skripsi ini bisa selesai.
13. Terimakasih kepada kak Narwastu, Tity, adek Cervin dan adek Silvi untuk
seluruh perhatian, semangat dan dukungannya.
14. Teman-teman saya Rani, Chisty, Laksmi, Karlina, Rio, Richard, Eka, dan
Engger. Terimakasih sudah membantu saya.
15. Temen-temen satu bimbingan skripsi Pak Tius dimana kita saling berbagi
informasi untuk bimbingan dan mensupport satu sama lain.
16. Teman-teman Psikologi angkatan 2009 yang tidak bisa saya sebutkan
satu-persatu.
17. Terimakasih kepada seluruh pihak yang telah mendukung dan mendoakan
untuk kesuksesan dalam menyelesaikan tugas sebagai mahasiswa yang tidak
bisa disebutkan satu persatu. Terima kasih.
Akhir kata, semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi para pembaca maupun
penulis sendiri untuk bahan studi selanjutnya.
Penulis,
xii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ... i
HALAMAN PERSETUJUAN DOSEN PEMBIMBING ... ii
HALAMAN PENGESAHAN ... iii
HALAMAN MOTTO DAN PERSEMBAHAN ... iv
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... v
ABSTRAK ... vi
ABSTRACT ... vii
LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN ... viii
KATA PENGANTAR ... ix
1. Definisi Keadilan Distributif ... 9
2. Dampak Keadilan Distributif ... 10
3. Pengukuran Keadilan Distributif ... 12
B. Perilaku Kerja Kontraproduktif ... 13
1. Definisi Perilaku Kerja Kontraproduktif ... 13
2. Dimensi Perilaku Kerja Kontraproduktif ... 14
3. Kategori Perilaku Kerja Kontraproduktif ... 18
xiii
C. Dinamika Hubungan Keadilan Dsitributif dan Perilaku
Kerja Kontraproduktif ... 20
D. Kerangka Penelitian ... 24
E. Hipotesis ... 28
BAB III. METODE PENELITIAN... 29
A. Jenis Penelitian ... 29
B. Variabel Penelitian ... 29
C. Definisi Operasional ... 30
1. Keadilan Distributif ... 30
2. Perilaku Kerja Kontraproduktif ... 31
D. Subjek Penelitian ... 32
E. Metode Pengumpulan Data ... 33
1. Skala Keadilan Distributif ... 33
2. Skala Perilaku Kerja Kontraproduktif ... 35
F. Validitas dan Reliabilitas ... 36
1. Validitas ... 36
2. Seleksi Aitem ... 37
a. Skala Keadilan Distributif ... 39
b. Skala Perilaku Kerja Kontraproduktif ... 40
3. Reliabilitas ... 41
BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 45
A. Pelaksanaan Penelitian ... 45
B. Deskripsi Subjek Penelitian ... 45
C. Deskripsi Hasil Penelitian ... 46
D. Hasil Penelitian ... 50
xiv
a. Uji Normalitas ... 50
b. Uji Linearitas ... 54
1) Uji Linearitas Penyimpangan Properti dengan Keadilan Distributif ... 55
2) Linearitas Penyimpangan Produksi dengan Keadilan Distributif ... 55
3) Uji Linearitas Agresi Individu dengan Keadilan Distributif... 56
4) Linearitas Penyimpangan Politik dengan Keadilan Distributif ... 56
2. Uji Hipotesis ... 57
E. Pembahasan ... 61
BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 68
A. Kesimpulan ... 68
B. Saran ... 68
1. Bagi Subjek Penelitian ... 69
2. Bagi Perusahaan ... 69
xv
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Blue Print Skala Keadilan Distributif ... 34
Tabel 2. Penskoran Skala Keadilan Distributif ... 34
Tabel 3. Blue Print Skala Perilaku Kerja Kontraproduktif ... 36
Tabel 4. Penskoran Skala Perilaku Kerja Kontraproduktif ... 36
Tabel 5. Sebaran Aitem Skala Keadilan Distributif ... 39
Tabel 6. Skala Keadilan Distributif ... 39
Tabel 7. Sebaran Aitem Perilaku Kerja Kontraproduktif... 40
Tabel 8. Skala Perilaku Kerja Kontraproduktif... 40
Tabel 9. Kriteria Korelasi ... 44
Tabel 10. Data Demografi Subjek Penelitian ... 46
Tabel 11. Deskripsi Data Penelitian ... 47
Tabel 12. Hasil Uji T Mean Skala Penyimpangan Properti ... 48
Tabel 13. Hasil Uji T Mean Skala Penyimpangan Produksi ... 48
Tabel 14. Hasil Uji T Mean Skala Agresi Individu ... 49
Tabel 15. Hasil Uji T Mean Skala Penyimpangan Politik ... 49
Tabel 16. Hasil Uji T Mean Skala Keadilan Distributif... 50
Tabel 17. Hasil Uji Normalitas ... 51
Tabel 18. Hasil Uji Linearitas 1 ... 55
Tabel 19. Hasil Uji Linearitas 2 ... 55
Tabel 20. Hasil Uji Linearitas 3 ... 56
Tabel 21. Hasil Uji Linearitas 4 ... 56
Tabel 22. Uji Korelasi Skala Keadilan Distributif dengan Penyimpangan Properti ... 58
Tabel 23. Uji Korelasi Skala Keadilan Distributif dengan Penyimpangan Produksi ... 59
Tabel 24. Uji Korelasi Skala Keadilan Distributif dengan Agresi Individu .. 60
xvi
DAFTAR BAGAN
Bagan 1. Tipologi Perilaku Kerja Menyimpang ... 16
Bagan 2. Hubungan Keadilan Distributif dengan Penyimpangan Properti.... 24
Bagan 3. Hubungan Keadilan Distributif dengan Penyimpangan Produksi .. 25
Bagan 4. Hubungan Keadilan Distributif dengan Agresi Individu ... 26
xvii
DAFTAR GRAFIK
Gravik 1. Kurva Penyimpangan Properti ... 52
Gravik 2. Kurva Penyimpangan Produksi ... 52
Gravik 3. Kurva Agresi Individu ... 53
xviii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Skala Penelitian ... 75
Lampiran 2. Uji Reliabilitas ... 88
Lampiran 3. Deskripsi Data Penelitian ... 99
Lampiran 4. Uji Normalitas ... 102
Lampiran 5. Uji Linearitas ... 103
1 BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Perilaku kerja kontraproduktif adalah perilaku yang dilakukan secara sengaja
yang bisa merugikan kepentingan organisasi baik secara langsung maupun tidak
langsung yang akhirnya mengurangi efektivitas mereka (McShane & Glinow
dalam Bibi, Karim & Din 2013). Sedangkan menurut Sackett (dalam Firdousiya
& Jayan, 2013) mengungkapkan bahwa perilaku kerja kontraproduktif
merupakan perilaku yang dilakukan secara sengaja oleh anggota organisasi
perilaku tersebut dilihat oleh organisasi sebagai perilaku yang bertentangan
dengan kepentingan organisasi.
Heyde, Miebach dan Kluger (2014) menyatakan bahwa beberapa tahun
terakhir perilaku kerja kontraproduktif menjadi topik penting dalam bidang
Psikologi Organisasi atauhuman factors research. Perilaku kerja kontraproduktif
menjadi sesuatu hal yang penting karena hal itu merupakan perilaku yang
melanggar norma-norma organisasi, merugikan organisasi dan menghambat
tujuan organisasi (Mount, Ilies & Jhonson, 2006). Beberapa perilaku kerja
kontraproduktif yang biasa terjadi dalam organisasi: menggunakan internet tidak
berkaitan dengan pekerjaan, membuang sampah sembarangan (Mount, Ilies &
Jhonson, 2006), pelecehan seksual, kekerasan, menyebarkan gosip, mencuri
seperti lambat dalam bekerja, sabotase properti perusahaan dan berbagi informasi
rahasia perusahaan (Robinson, Avey dkk dalam Roxana, 2013).
Sampai saat ini cukup banyak karyawan yang terlibat dalam perilaku kerja
kontraproduktif. Thomas (2012) menyatakan bahwa lebih dari 40% karyawan di
Selandia Baru melakukan bullyingdi tempat kerja. Selain bullying, masalah lain
yang terjadi di tempat kerja adalah pelecehan seksual. Sebuah artikel berisi data
menyebutkan bahwa di Jakarta terdapat sekitar 80.000 orang buruh. Sebanyak
90% dari angka tersebut merupakan buruh wanita dan 75% buruh wanita yang
ada di Jakarta pernah mengalami kekerasan seksual
(http://megapolitan.kompas.com/read/2013/04/19/16235648/75.Persen.Tenaga).
Selain itu, artikel tersebut juga menyebutkan bahwa pada tahun 2012 sebanyak
2.521 kasus kekerasan seksual terjadi pada buruh wanita. Kasus pelecehan
seksual yang diterima oleh para buruh wanita sering kali diterima di dalam
pabrik.
Perilaku kerja kontraproduktif dibagi menjadi dua tipe yaitu : Perilaku kerja
kontraproduktif interpersonal dan perilaku kerja kontraproduktif yang ditujukan
kepada organisasi. Perilaku kerja kontraproduktif interpersonal merupakan
perilaku kerja kontraproduktif yang ditujukan kepada individu, sedangkan
perilaku kerja kontraproduktif organisasi merupakan perilaku kerja
kontraproduktif yang ditujukan kepada organisasi (Klotz & Buckley, 2013).
Robbinson dan Baneett (dalam Anderson, Ones, Sinangis, & Viswesvaran, 2001)
Penyimpangan Properti (Property Deviance), Penyimpangan Produksi
(Production Deviance), Agresi Individu (Personal Agression) dan Penyimpangan
Politik (Politic Deviance).
Perilaku kerja kontraproduktif menjadi perhatian penting bagi organisasi
karena dampaknya terhadap organisasi dan karyawan. Beberapa penelitian
mencatat bahwa perilaku kerja kontraproduktif memiliki efek keuangan
(Fagbohungbe dalam Kanten & Ulker, 2013). Murphy (dalam Hafidz, 2012)
menyatakan bahwa penyimpangan dan kecurangan yang dilakukan oleh
karyawan merugikan organisasi antara $ 6 Miliar hingga $ 200 miliar setiap
tahunnya. Sebuah artikel menyebutkan tiga karyawan Alfamart melakukan
pencurian di tempat kerja mereka. Akibat kejadian itu, kerugian diperkirakan
mencapai Rp 100.000.000 (http://kabar-banten.com/news/detail/20578). Selain
berpengaruh terhadap keuangan perilaku kerja kontraproduktif menimbulkan
peningkatan biaya organisasi, mengurangi komitmen dan produktivitas dan
turnover (Brooks dalam Kanten & Ulker, 2013). Berdasarkan
penelitian-penelitian tersebut dapat disimpulkan bahwa perilaku kerja kontraproduktif
penting untuk diperhatikan karena dampaknya yang merugikan bagi organisasi
maupun anggota organisasi.
Menurut Vardi dan Wiener (1996), perilaku kerja kontraproduktif dapat
terjadi di seluruh sektor organisasi. Hal ini didukung oleh pernyataan Nurfianti
dan Handoyo (2013) karyawan dengan profesi apapun memiliki potensi untuk
Ulker, 2013) perilaku kerja kontraproduktif dapat disebabkan dua faktor yaitu:
terkait faktor individu (individual-related factors) dan terkait faktor organisasi
(organizational-related factors). Faktor individu yakni kesadaran, efektivitas
negatif, keramahan, filsafat moral, umur, jenis kelamin, tingkat pendidikan,
senioritas, status perkawinan, dan kecerdasan emosi. Faktor organisasi yakni:
keadilan organisasi, dukungan organisasi yang dirasakan, tekanan sosial untuk
menyesuaikan diri, sikap negatif dan untrusting dari manajer / rekan kerja,
perselisihan dengan tujuan organisasi dan harapan, ambiguitas tentang pekerjaan,
gaya manajemen, iklim etika organisasi, iklim organisasi.
Salah satu faktor yang mempengaruhi perilaku kerja kontraproduktif adalah
keadilan organisasi. Menurut Harder dalam Afianto (2012) keadilan organisasi
merupakan hal yang penting karena keadilan merupakan penentu yang kuat dari
perilaku seseorang dalam organisasi. Keadilan organisasi adalah Jenis keadilan
yang terdiri dari prosedur organisasi, hasil, dan interaksi antar pribadi (Landy &
Conte 2010). Menurut Cropanzano dan Greenberg (dalam Muhammad &
Fajrianthi 2013) keadilan organisasi adalah persepsi keadilan menurut karyawan
tentang perlakuan yang diterima dari organisasi. Keadilan organisasi
mencerminkan bagaimana masing-masing individu merasa bahwa mereka
diperlakukan secara adil di tempat kerja (Kreitner & Kinicki, 2014). Karyawan
yang merasa diperlakukan secara adil, motivasi kerja mereka akan terpelihara,
secara tidak adil, mereka berusaha meminimalkan ketidakadilan tersebut dengan
berbagai cara yang beresiko menurunkan kinerjanya (Riggio, 2008).
Colquitt (2001) membagi keadilan organisasi menjadi tiga yaitu: keadilan
distributif (distributive justice), keadilan prosedural (procedural justice) dan
keadilan interaksional (interpersonal justice). Keadilan distributif adalah adalah
seberapa jauh keluaran yang diperoleh individu sesuai dengan apa yang sudah
dilakukan. Keadilan prosedural adalah suatu keadilan prosedur yang digunakan
untuk membuat keputusan. Keadilan interaksional melibatkan kualitas perlakuan
pengalaman interpersonal karyawan ketika prosedur dilaksanakan.
Mulyati (2002) Karyawan sering membandingkan imbalan yang didapat
dengan pengorbanan yang telah diberikan kepada kelompok maupun kepada
perusahaan. Selain itu karyawan juga berharap agar imbalan yang ia terima
sebanding dengan imbalan yang didapat oleh karyawan lain. Menurut Adam
(dalam Mulyati, 2002). Karyawan yang merasa imbalan yang didapat diberikan
secara adil maka karyawan akan merasa puas terhadap pemberian imbalan
tersebut. Kepuasan karyawan tersebut akan mampu memotivasi karyawan untuk
meningkatkan kinerjanya. Hal ini didukung oleh pernyataan Madura (2007) yang
menyatakan bahwa imbalan dapat memotivasi karyawan dalam bekerja. Menurut
Greenberg (dalam Colquitt, 2001) Riset-riset terkait dengan imbalan merujuk
pada konsep yang kita kenal sekarang sebagai keadilan distributif .
Skarlicki dan Folger (dalam Pareke, 2002) menemukan bahwa ketika
memberikan reaksi-reaksi positif seperti kepuasan dan komitmen. Sebaliknya
ketidakadilan dalam pendistribusian hasil-hasil organisasi akan mendorong
karyawan untuk melakukan tindakan-tindakan balas dendam (retaliatory
behavior), seperti tindakan merusak peralatan atau proses kerja, mengambil
perlengkapan tanpa izin dan lain sebagainya.
Grace (2011) melakukan penelitian yang berjudul “Perilaku Kepemimpinan,
Keadilan Distributif, Keadilan Prosedural dan Perilaku kerja Kontraproduktif di
Kepolisian Uganda : Studi Kasus Kampala”. Salah satu hasil penelitiannya yaitu:
hubungan keadilan distributif dengan perilaku kerja kontraproduktif memiliki
koefisien r = -0.021, P < 0.05. hal ini berarti kedua variabel tidak berpengaruh
satu sama lain. Sedangkan penelitian yang dilakukan oleh Nurfianti dan Handoyo
(2013) yang berjudul “Hubungan Antara Keadilan Distributif dan Perilaku
Kerja Kontraproduktif dengan Mengontrol Leader Member Exchange (LMX)”
menyatakan ada hubungan negatif antara keadilan distributi dan perilaku kerja
kontraprodukti. Keadilan distributif memiliki nilai koefisien r = -0.373. Pada
penelitian tersebut jumlah subjek sebanyak 43 sales. Nurfianti dan Handoyo
(2013) memberikan saran untuk penelitian selanjutnya yaitu peneliti selanjutnya
diharapkan menggunakan lebih banyak subjek agar hasil penelitian dapat
digeneralisasikan pada karakteristik subjek yang lebih luas dan tidak hanya untuk
sales. Menurut Azwar (2009) semakin banyak subjek yang dipakai dalam sebuah
Berdasarkan keterbatasan tersebut maka peneliti ingin melihat secara lebih
luas dan lebih banyak sampel berharap penelitian ini mampu memperbaiki
kelemahan sebelumnya. Oleh karena itu peneliti tertarik untuk mengkaji kembali
hubungan antara keadilan distributif dan kecenderungan perilaku kerja
kontraproduktif.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan rumusan masalah tersebut, maka rumusan masalah dalam
penelitian ini adalah apakah ada hubungan keadilan distributif dan dimensi
perilaku kerja kontraproduktif?
C. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara keadilan
distributif dan dimensi perilaku kerja kontraproduktif
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoritis
Manfaat teoritis dari penelitian ini adalah memberikan sumbangan kepada
pengembangan ilmu pengetahuan khususnya psikologi industri mengenai
2. Manfaat Praktis
a. Bagi Subjek
Penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan bagi subjek dalam
memahami keadilan distributif dan dimensi perilaku kerja yang terjadi pada
diri sendiri. Selain itu juga, subjek dapat mempunyai pemahaman dan
mampu melihat keadilan distributif yang dimilikinya.
b. Bagi Organisasi
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangsih untuk membantu
organisasi dalam memahami keadilan distributif dan dimensi perilaku kerja
kontraproduktif
c. Bagi Peneliti Selanjutnya
Penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan bahkan untuk penelitian
selanjutnya yang berkaitan dengan keadilan distributif dan dimensi
9 BAB II
LANDASAN TEORI
A. Keadilan Organisasi
Menurut Cropanzano dan Greenberg (dalam Muhammad & Fajrianthi 2013)
keadilan organisasi adalah persepsi keadilan menurut karyawan tentang
perlakuan yang diterima dari organisasi. Keadilan organisasi mencerminkan
bagaimana masing-masing individu merasa bahwa mereka diperlakukan secara
adil di tempat kerja (Kreitner & Kinicki, 2014). Keadilan organisasi adalah Jenis
keadilan yang terdiri dari prosedur organisasi, hasil, dan interaksi antar pribadi
(Landy & Conte 2010).
Colquitt (2001) membagi keadilan organisasi menjadi tiga yaitu: keadilan
distributif (distributive justice), keadilan prosedural (procedural justice) dan
keadilan interaksional (interpersonal justice). Keadilan distributif adalah adalah
seberapa jauh keluaran yang diperoleh individu sesuai dengan apa yang sudah
dilakukan. Keadilan prosedural adalah suatu keadilan prosedur yang digunakan
untuk membuat keputusan. Keadilan interaksional melibatkan kualitas perlakuan
pengalaman interpersonal karyawan ketika prosedur dilaksanakan.
1. Definisi Keadilan Distributif
Sejarah keadilan organisasional berawal dari teori keadilan (Adams
yang diperoleh individu sesuai dengan apa yang sudah dilakukan (Colqitt,
2001). Colquit dkk (2001) menyatakan bahwa keadilan distributif mengacu
kepada persepsi keadilan yang berhubungan dengan pembagian hasil yang
diterima.
Landy & Conte (2010) mendefinisikan keadilan distributif sebagai
keadilan yang dirasakan dari alokasi hasil atau imbalan kepada anggota
organisasi. Menurut Handi dan Suhariandi (dalam Febriani & Nurtjahjanti,
2006) keadilan distributif adalah keadilan yang diterima seseorang sebagai
hasil akhir dari proses alokasi, misalnya yaitu standar gaji, ganjaran atau
keuntungan.
Berdasarkan pendapat para ahli tersebut dapat disimpulkan bahwa
keadilan distributif adalah keadilan yang dirasakan dari pemberian hasil yang
diterima oleh karyawan.
2. Dampak Keadilan Distributif
Keadilan distributif mempunyai beberapa pengaruh terhadap anggota
organisasi. Menurut Raza, Rana, Qadir dan Rana, (2013) keadilan distributif
memiliki hubungan dengan komitmen organisasi. Penelitian tersebut
menyebutkan bahwa setiap kali merasa keadilan distributif maka karyawan
akan lebih berkomitmen.
Hasmarini dan Yuniawan (2008) menyatakan bahwa keadilan distributif
karyawan merasa keadilan atas pengalokasian imbalan di perusahaan kepada
para karyawannya maka akan semakin puas mereka atas pekerjaan mereka,
begitu sebaliknya. Hasil ini konsisten dengan penelitian sebelumnya yang
dilakukan Rifai (2005), Begley dkk (2002), dan Pillai dkk (2001) yang
menyatakan bahwa keadilan distributif berpengaruh positif dan signifikan
terhadap kepuasan kerja. Selain itu menurut Hasmarini dan Yuniawan (2008)
keadilan distributif berpengaruh terhadap komitmen afektif. Hal ini berarti
bahwa jika karyawan merasa adil terhadap pengalokasian imbalan pada
perusahaan, maka mereka akan cenderung setia pada perusahaan karena telah
memiliki keterkaitan emosional dengan perusahaan dan merasa bahwa
perusahaan tersebut sesuai dengan nilai dan tujuan mereka. Hasil ini konsisten
dengan penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Ramamoorthy, Flood dan
Pareke yang menyatakan bahwa keadilan distributif berpengaruh positif dan
signifikan terhadap komitmen afektif.
Skarlicki dan Folger (dalam Pareke, 2002) menemukan bahwa
ketidakadilan dalam pendistribusian hasil-hasil organisasi akan mendorong
karyawan untuk melakukan tindakan-tindakan balas dendam (retaliatory
behavior), seperti tindakan merusak peralatan atau proses kerja, mengambil
perlengkapan tanpa izin dan lain sebagainya. Sebaliknya, apabila karyawan
mempersepsikan bahwa kontribusi mereka terhadap organisasi seimbang
dengan imbalan yang mereka terima, maka para karyawan cenderung
Berdasarkan penjelasan dari beberapa pendapat tersebut, peneliti
menyimpulkan bahwa dampak adanya keadilan distributif maka karyawan
akan memiliki komitmen organisasi dan kepuasan kerja. Sebaliknya
ketidakadilan dalam pendistribusian hasil-hasil organisasi akan mendorong
karyawan untuk melakukan tindakan-tindakan balas dendam (retaliatory
behavior), seperti tindakan merusak peralatan atau proses kerja, mengambil
perlengkapan tanpa izin dan lain sebagainya.
3. Pengukuran Keadilan Distributif
Didalam keadilan distributif terdapat 3 aturan alokasi, yaitu : ekuitas atau
equity (adam, dalam Colquitt 2001), persamaan atau equality dan kebutuhan
atau need (Leeventhal, 2001). Ekuitas adalah imbalan dan sumber daya yang
pendistribusiannya sesuai dengan kontribusi penerima (Leventhal dalam
Colquit, 2001). Persamaan adalah pemberian imbalan yang sama rata tanpa
menghitung tingkat kontribusi yang diberikan (Leventhal dalam Colquitt,
2001). Need adalah pengalokasian berdasarkan kebutuhan (Adams dalam
Colquitt dkk, 2001).
Aitem keadilan distributif (Leventhat dalam Colquitt, 2001) yaitu :
1) Imbalan yang saya terima mencerminkan usaha yang saya berikan dalam
pekerjaan
2) Imbalan yang saya terima sesuai dengan pekerjaan yang saya selesaikan
4) Imbalan yang saya terima sesuai dengan kinerja yang saya hasilkan
B. Perilaku Kerja Kontraproduktif
1. Definisi Perilaku Kerja Kontraproduktif
Menurut Spector & Fox (2002) dalam Penney & Spector (2005)
pengertian perilaku kerja kontraproduktif mengacu pada perilaku kerja
menyimpang karyawan yang merugikan organisasi maupun anggota
organisasi. Spector & Fox (2005) dalam Spector dkk (2006) mengemukakan
kembali definisi ini menjadi perilaku dalam organisasi yang sengaja dilakukan
oleh karyawan untuk mengurangi efektifitas & merugikan kepentingan
organisasi maupun anggota organisasi lainnya.
Perilaku kerja kontraproduktif didefinisikan sebagai tindakan sukarela
yang berniat untuk menyakiti atau mempengaruhi organisasi atau orang-orang
dalam organisasi (Spector & fox dalam Roxana, 2013). Menurut Fox, Spector
& Miles, 2001 Perilaku kerja kontraproduktif adalah perilaku yang
dimaksudkan untuk memiliki efek yang merugikan organisasi dan
anggotanya.
Perilaku kerja kontraproduktif pada dasarnya adalah perilaku yang
dilakukan secara sengaja yang bisa merugikan kepentingan organisasi baik
secara langsung maupun tidak langsung dengan menyakiti karyawan yang
akhirnya mengurangi efektivitas mereka (McShane & Glinow dalam Bibi,
perilaku yang dilakukan secara sengaja oleh anggota organisasi dimana
perilaku tersebut dilihat oleh organisasi sebagai perilaku yang bertentangan
dengan kepentingan organisasi (Sackett dalam firdousiya & Jayan, 2013).
Berdasarkan beberapa definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa
perilaku kerja kontraproduktif adalah perilaku yang dilakukan secara sengaja
oleh karyawan dimana perilaku tersebut bertentangan dengan kepentingan
organisasi yang berdampak merugikan organisasi dan anggota organisasi.
2. Dimensi Perilaku Kerja Kontraproduktif
Bennett dan Robinson (dalam Mount, Ilies & Johnson 2006)
membedakan dimensi perilaku kerja kontraproduktif ke dalam dua arah
dimensi berdasarkan pada target atau sasaran yang dituju. Kedua arah dimensi
tersebut adalah : perilaku kerja kontraproduktif individu (Interpersonal
counterproductive behaviors) dan perilaku kerja kontraproduktif organisasi
(Organizational counterproductive behavior). Perilaku kerja kontraproduktif
individu ditujukan karyawan kepada individu lain atau karyawan lain
sedangkan perilaku kerja kontraproduktif organisasi ditujukan karyawan
kepada organisasi.
Berdasarkan hal tersebut maka Robbinson dan Baneett (dalam Anderson,
Ones, Sinangis, & Viswesvaran, 2001) membagi perilaku kerja kontraprodutif
a. Dimensi Penyimpangan Properti (Property Deviance)
Target dari penyimpangan properti adalah organisasi. Perilaku
penyimpangan properti seperti sabotase peralatan (wikis, 2014), memakai
barang-barang miliki perusahaan untuk kepentingan pribadi dan mencuri
properti perusahaan (Robbinson & Benet dalam Keloway, Francis, Prosser,
& Cameron, 2010)
b. Dimensi Penyimpangan Produksi (Production Deviance)
Target dari perilaku penyimpangan produksi ialah organisai. Robbins dan
Banett (dalam Keloway, Francis, Prosser, & Cameron, 2010) menyatakan
bahwa perilaku yang termasuk dalam penyimpangan produksi misalnya,
datang terlambat atau mengambil terlalu banyak waktu untuk beristirahat.
Selain itu menurut wiki (2014) yang termasuk dalam penyimpangan
produksi adalah meninggalkan pekerjaan sebelum jam bekerja selesai dan
sengaja bekerja secara lambat.
c. Dimensi Agresi Individu (Personal Agression)
Target dalam agresi individu adalah individunya atau rekan kerja. Perilaku
yang ternasuk dalam agresi individu seperti pelecehan seksual, agresi non
verbal dan agresi verbal.
d. Dimensi Penyimpangan Politik (Politic Deviance)
Menurut Robbinson dan Banett (dalam Anderson, Ones, Sinangil, &
Viswesvaran, 2011) yang menjadi target dari penyimpangan politik adalah
tindakan memilih kasih antara karyawan, bergosip, dan menyalahkan atau
menuduh seseorang atas suatu perbuatan yang tidak dilakukannya.
Robbinson dan Bennet (dalam Novrianti, 2014) menggambarkan
dengan lebih sederhana mengenai pengelompokan masing-masing jenis
perilaku kerja kontraproduktif berdasarkan dimensi sifat dari target dan
tingkat keseriusan perilaku kerja kontraproduktif melalui bagan di bawah ini:
Bagan 1
Tipologi Perilaku Kerja Menyimpang
Organisasi
Penyimpangan Produksi Penyimpangan Properti
- Pulang lebih awal - Sabotase
- Mengambil waktu lebih banyak - Menerima suap
untuk istirahat - Berbohong tentang
- Sengaja bekerja lambat jam kerja
- membagikan informasi - Mencuri dari perusahaan
Ringan Berat
Penyimpangan Politik Agresi Individu
- Pilih kasih - Pelecehan seksual
- Bergosip tentang rekan kerja - Kekerasan verbal
- Menyalahkan rekan kerja - Mencuri rekan kerja
- berkompetisi untuk hal-hal - Membahayakan rekan
yang tidak menguntungkan Kerja
Interpersonal
Adapun penjelasan dari bagan perilaku kerja kontraproduktif tersebut
adalah sebagai berikut : kuadrat pertama adalah penyimpangan produksi atau
production deviance, yaitu mengandung pengertian penyimpangan perilaku
merugikan organisasi karena karyawan melanggar norma-norma yang secara
formal dilarang menggambarkan kualitas minimal dan kualias pekerjaan yang
harus diselesaikan sehingga dapat berdampak pada produktivitas organisasi.
Contoh penyimpangan kerja karyawan dalam hal ini adalah meninggalkan
pekerjaan lebih awal, menyalahgunakan waktu istirahat.
Berikutnya, kuadrat kedua adalah penyimpangan properti atau
property deviance, yaitu mengandung pengertian penyimpangan perilaku
kerja karyawan yang dinilai serius dan dapat membahayakan organisasi
karena karyawan memperoleh barang-barang milik organisasi tanpa izin, serta
melakukan tindakan yang bersifat merusak peralatan dan perlengkapan milik
organisasi. Contoh penyimpangan perilaku kerja karyawan dalam hal ini
adalah melakukan sabotase peralatan kantor, menerima suap, berbohong
mengenai jam kerja, mencuri sesuatu dari organisasi, dan lain sebagainya.
Selanjutnya, kuadrat ketiga adalah penyimpanga politik atau political
deviance, yaitu mengandung pengertian penyimpangan perilaku kerja
karyawan yang dapat merugikan individu lainnya dalam organisasi, namun
tidak sampai membahayakan pribadi individu tersebut, dan juga dapat
didefinisikan sebagai bentuk perilaku yang terlibat dalam interaksi sosial yang
menempatkan individu lain dalam situasi pribadi atau politik yang tidak
menguntungkan. Contoh penyimpangan perilaku kerja karywan dalam hal ini
mengkambinghiamkan kesalahan pada atasan atau rekan kerja, berkompetisi
untuk hal-hal yang tidak menguntungkan, dan lain sebagainya.
Terakhir, kuadran keempat adalah agresi pribadi atau personal
aggression, yaitu mengandung pengertian penyimpangan perilaku kerja
karyawan yang dinilai serius karena dapat membahayakan pribadi individu
lainnya dalam organisasi, dan juga dapat didefinisikan sebagai bentuk perilaku
dalam cara yang agresif atau menciptakan permusuhan terhadap anggota
organisasi lainnya. Contoh penyimpangan perilaku kerja karyawan dalam hal
ini adalah melakukan pelecehan seksual, pelecehan verbal, mencuri
barang-barang milik atasan atau rekan kerja, mengancam atasan atau rekan kerja, dan
lain sebagainya.
3. Kategori Perilaku Kerja Kontraproduktif
Gruys (dalam Anderson, Ones, Sinangil, & Viswesvaran, 2001)
mengemukakan 11 kategori dari perilaku kerja kontraproduktif. 11 kategori
perilaku kerja kontraproduktif ini merupakan gambaran dari perilaku yang
masuk ke dalam perilaku kerja kontraproduktif:
a. Pencurian dan perilaku yang terkait (theft and related behavior) yaitu
pencurian uang tunai atau barang milik perusahaan/organisasi,
memberikan pelayanan atau barang tanpa seijin organisasi/perusahaanm
b. Merusak barang (destruction of property) yaitu merusak atau
mengahancurkan barang-barang milik perusahaan/organisasi serta
sabotase produksi dari organisasi/perusahaan.
c. Menyalahgunakan informasi (misuse of information) yaitu
mengungkapkan atau menyebarkan rahasia organisasi/perusahaan serta
memalsukan informasi mengenai organisasi/perusahaan.
d. Menyalahgunakan waktu dan sumber daya(misuse of time and resources)
yaitu membuang-buang waktu, memalsukan jam kerja, dan melakukan
pekerjaan pribadi di waktu bekerja.
e. Perilaku tidak aman yang membahayakan organisasi/perusahaan (unsafe
behavior) seperti gagal mengikuti atau gagal mempelajari prosedur yang
benar.
f. Tingkat kehadiran yang rendah (pool attendance) seperti absen atau
datang terlambat tanpa alasan yang jelas serta menyalahgunakan ijin
sakit.
g. Rendahnya kualitas kerja (poor quality work) seperti dengan sengaja
bekerja secara lambat atau melakukan suatu pekerjaan dengan tidak rapi.
h. Penggunaan alkohol (alcohol use) seperti meminum alkohol pada saat
bekerja atau darang ke kantor dalam keadaan mabuk akibat penggunaan
alkohol.
i. Penggunaan obat-obat terlarang (drug use) seperti memiliki,
j. Berbicara kasar (inappropriate verbal actions) seperti berdebat dengan
pelanggan atau secara lisan melecehkan teman kerja.
k. Kekerasan fisik (inapprovite physical actions) seperti menyerang sesama
teman kerja dan melakukan pelecehan seksual kepada sesama pekerja.
4. Faktor Penyebab Perilaku Kerja Kontraproduktif
Vardi dkk (dalam Kanten & Ulker 2013) mengemukakan ada dua
faktor penyebab perilaku kontraproduktif yaitu faktor individu dan faktor
organisasi. Faktor individu yakni kesadaran, efektivitas negatif, keramahan,
filsafat moral, umur, jenis kelamin, tingkat pendidikan, senioritas, status
perkawinan, dan kecerdasan emosi. Faktor organisasi yakni : keadilan
organisasi, dukungan organisasi yang dirasakan, tekanan sosial untuk
menyesuaikan diri, sikap negatif dan untrusting dari manajer / rekan kerja,
perselisihan dengan tujuan organisasi dan harapan, ambiguitas tentang
pekerjaan, gaya manajemen, iklim etika organisasi, iklim organisasi.
C. Dinamika Hubungan Antara Keadilan Distributif dan Perilaku Kerja
Kontraproduktif
Landy dan Conte (2010) menyatakan bahwa keadilan distributif didefinisikan
sebagai keadilan yang dirasakan dari alokasi hasil atau imbalan kepada anggota
organisasi. Menurut Greenberg dan Colquitt (dalam Nurfianti & Handoyo, 2013)
yang diterima adil atau tidak. Penilaian ini disebut sebagai penilaian keadilan
distributif, karena hal ini merupakan sebuah assesment tentang bagaimana
sumber daya didistribusikan atau dialokasikan kepada individu. Cropanzo,
Bowen dan Gililand (dalam Usmani & Jamal, 2013) membagi keadilan distributif
kedalam tiga komponen, yaitu : kewajaran (equity), persamaan (equality), dan
kebutuhan (need). Kewajaran yaitu menghargai karyawan berdasarkan
kontribusinya, persamaan yaitu memberikan kompensasi kepada setiap karyawan
yang secara garis besar sama, dan kebutuhan yaitu menyediakan benefit
berdasarkan pada kebutuhan personal seseorang.
Keadilan distributif berfokus pada persepsi seseorang tentang adil atau
tidaknya outcome atau hasil yang mereka terima (Handi & Suhariandi dalam
Febriani & Nurtjahjanti, 2006). Menurut Cowherd dan Levine (dalam Pareke,
Bachri & Astuti, 2003) pada saat individu mempersepsikan bahwa rasio
masukan-masukan yang mereka berikan terhadap imbalan yang mereka terima
adalah seimbang, maka mereka akan merasakan adanya kewajaran(equity). Pada
saat individu mempersepsikan bahwa rasio masukan-masukan yang mereka
berikan terhadap imbalan yang mereka terima tidak seimbang, maka mereka akan
merasakan adanya ketidakwajaran.
Keadilan distributif mempunyai pengaruh terhadap anggota organisasi.
Menurut Raza, Rana, Qadir dan Rana, (2013) keadilan distributif memiliki
setiap kali ada penggunaan adil keadilan distributif maka karyawan akan lebih
berkomitmen untuk organisasi.
Menurut Rifai, Begley, dan Pillai dalam (Hasmarini & Yuniawan, 2008) yang
menyatakan bahwa keadilan distributif berpengaruh positif dan signifikan
terhadap kepuasan kerja. Hasil ini konsisten dengan penelitian yang dilakukan
Hasmarini dan Yuniawan (2008) menyatakan bahwa keadilan distributif
berpengaruh positif terhadap kepuasan kerja. Hal ini berarti semakin karyawan
merasa keadilan atas pengalokasian imbalan di perusahaan kepada para
karyawannya maka akan semakin puas mereka atas pekerjaan mereka, begitu
sebaliknya.
Penelitian yang dilakukan oleh Ramamoorthy, Flood dan Pareke yang
menyatakan bahwa keadilan distributif berpengaruh positif dan signifikan
terhadap komitmen afektif (dalam Hasmarini & Yuniawan 2008). Penelitian
serupa juga dilakukan oleh Hasmarini dan Yuniawan (2008) dimana hasil
tersebut menyatakan bahwa keadilan distributif berpengaruh terhadap komitmen
afektif. Hal ini berarti bahwa jika karyawan merasa adil terhadap pengalokasian
imbalan pada perusahaan, maka mereka akan cenderung setia pada perusahaan
karena telah memiliki keterkaitan emosional dengan perusahaan dan merasa
bahwa perusahaan tersebut sesuai dengan nilai dan tujuan mereka.
Skarlicki dan Folger (dalam Pareke, 2002) menemukan bahwa ketidakadilan
dalam pendistribusian hasil-hasil organisasi akan mendorong karyawan untuk
tindakan merusak peralatan atau proses kerja, mengambil perlengkapan tanpa
izin dan lain sebagainya. Sebaliknya, apabila karyawan mempersepsikan bahwa
kontribusi mereka terhadap organisasi seimbang dengan imbalan yang mereka
terima, maka para karyawan cenderung memberikan reaksi-reaksi positif seperti
kepuasan dan komitmen.
Perilaku merusak peralatan, mengambil perlengkapan organisasi miliki sendiri
merupakan perilaku yang termasuk dalam perilaku kerja kontraproduktif.
Beberapa perilaku kerja kontraproduktif yaitu : memakai barang-barang
perusahaan untuk kepentingan pribadi, mencuri properti perusahaan, datang
terlambat, mengambil terlalu banyak waktu untuk beristirahat, agresi verbal dan
non verbal, pelecehan seksual, dan bergosip (Robbinson & Benet dalam
D. Kerangka Penelitian
Bagan 2
Hubungan Keadilan Distributif dengan Penyimpangan Properti
Hubungan Keadilan Distributif dengan Penyimpangan Produksi
Adil (saat individu mempersepsikan bahwa rasio
masukan-masukan yang mereka berikan terhadap imbalan yang mereka terima
seimbang)
Tidak adil (saat individu mempersepsikan bahwa rasio
masukan-masukan yang mereka berikan terhadap imbalan yang mereka terima
tidak seimbang)
Penyimpangan produksi rendah
Penyimpangan produksi tinggi
Keadilan Distributif
- Datang tepat waktu - Memakai waktu istirahat
sesuai waktunya
- Datang terlambat
Bagan 4
Hubungan Keadilan Distributif dengan Agresi Individu
Adil (saat individu mempersepsikan bahwa rasio
masukan-masukan yang mereka berikan terhadap imbalan yang mereka terima
seimbang)
Tidak adil (saat individu mempersepsikan bahwa rasio
masukan-masukan yang mereka berikan terhadap imbalan yang mereka terima
tidak seimbang)
Agresi individu rendah Agresi individu tinggi
Keadilan Distributif
Berbicara sopan pada karyawan lain
Bagan 5
Hubungan Keadilan Distributif dengan Penyimpangan Politik
Adil (saat individu mempersepsikan bahwa rasio
masukan-masukan yang mereka berikan terhadap imbalan yang mereka terima
seimbang)
Tidak adil (saat individu mempersepsikan bahwa rasio
masukan-masukan yang mereka berikan terhadap imbalan yang mereka terima
tidak seimbang) k Adil
Penyimpangan politik rendah Penyimpangan politik tinggi
Keadilan Distributif
Bertanggung jawab atas kesalahan yang dilakukan
Menyalahkan seseorang atas suatu perbuatan yang tidak
E. Hipotesis
Berdasarkan uraian-uraian yang telah dipaparkan, maka hipotesis
dalam penelititan ini, yaitu:
1. Terdapat hubungan negatif antara keadilan distributif dengan
penyimpangan properti. Semakin rendah keadilan distributif maka
semakin tinggi penyimpangan properti, sebaliknya semakin tinggi
keadilan distributif maka semakin rendah penyimpangan properti.
2. Terdapat hubungan negatif antara keadilan distributif dengan
penyimpangan produksi. Semakin rendah keadilan distributif maka
semakin tinggi penyimpangan produksi, sebaliknya semakin tinggi
keadilan distributif maka semakin rendah penyimpangan produksi.
3. Terdapat hubungan negatif antara keadilan distributif dengan agresi
individu. Semakin rendah keadilan distributif maka semakin tinggi agresi
individu, sebaliknya semakin tinggi keadilan distributif maka semakin
rendah agresi individu.
4. Terdapat hubungan negatif antara keadilan distributif dengan
penyimpangan politik.Semakin rendah keadilan distributif maka semakin
tinggi penyimpangan politik, sebaliknya semakin tinggi keadilan
29 BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Penelitian ini adalah penelitian kuantitatif dengan metode korelasional.
Penelitian korelasional bertujuan menyelidiki sejauh mana variasi pada suatu
variabel berkaitan dengan variasi dari variabel lainnya yang dilihat berdasarkan
koefisien korelasi (azwar, 2012). Pada penelitian ini, peneliti ingin melihat
hubungan antara dua variabel, yaitu variabel keadilan distributif dan perilaku
kerja kontraproduktif
B. Variabel Penelitian
Penelitian ini memiliki dua variabel yang dapat diidentifikasikan sebagai
berikut:
1. Variabel Bebas (Independent)
Variabel bebas merupakan variabel yang yang menjadi sebab perubahan
atau timbulnya variabel terikat. Variabel bebas merupakan sebab yang
diperkirakan dari beberapa perubahan dalam variabel terikat (Robbins, dalam
Noor, 2011). Berdasarkan uraian tersebut maka variabel bebas dalam
2. Variabel Terikat (Dependent)
Variabel terikat adalah variabel penelitian yang diukur untuk mengetahui
besarnya efek atau pengaruh variabel lain (Azwar, 2012). Variabel terikat
merupakan fakor utama yang ingin dijelaskan atau diprediksi dan dipengaruhi
oleh beberapa faktor lain (Robbins, dalam Noor, 2011). Berdasarkan uraian
tersebut, maka variabel terikat dalam penelitian ini adalah perilaku kerja
kontraproduktif.
C. Definisi Operasional
Definisi operasional adalah suatu definisi mengenai variabel yang
dirumuskan berdasarkan karakteristik-karakteristik variabel yang dapat diamati
(Azwar, 2012). Menurut Sekaran (2006) definisi operasional merupakan bagian
yang mendefinisikan sebuah konsep / variabel agar dapat diukur, dengan cara
melihat pada dimensi atau indikator dari suatu konsep / variabel. Berdasarkan
uraian tersebut, maka definisi operasional variabel-variabel sebagai berikut :
1. Keadilan Distributif
Keadilan distributif adalah keadilan yang dirasakan dari pemberian hasil
yang diterima oleh karyawan dimana didalam pendistribusian terdapat 3
aturan yaitu: ekuitas atau equity, persamaan atauequality dan kebutuhan atau
need. Keadilan distributif dapat diukur dengan menggunakan skala keadilan
distributif. Semakin tinggi skor total keadilan distributif berarti semakin
2. Perilaku Kerja Kontraproduktif
Perilaku kerja kontraproduktif adalah perilaku yang dilakukan secara
sengaja oleh karyawan, perilaku tersebut bertentangan dengan kepentingan
organisasi yang berdampak merugikan organisasi dan anggota organisasi.
Perilaku kerja konraproduktif dapat diukur dengan menggunakan skala
perilaku kerja kontraproduktif. Semakin tinggi skor total pada perilaku kerja
kontraproduktif berarti semakin tinggi perilaku kerja kontraproduktif yang
ada di dalam organisasi tersebut.
Skala ini terdiri dari bebrapa dimensi, yaitu :
a. Dimensi Penyimpangan Properti (Property Deviance)
Target dari penyimpangan properti adalah organisasi. Perilaku
penyimpangan properti seperti sabotase peralatan (wikis, 2014), memakai
barang-barang miliki perusahaan untuk kepentingan pribadi dan mencuri
properti perusahaan (Robbinson & Benet dalam Keloway, Francis,
Prosser, & Cameron, 2010)
b. Dimensi Penyimpangan Produksi (Production Deviance)
Target dari perilaku penyimpangan produksi ialah organisai. Robbins dan
Banett (dalam Keloway, Francis, Prosser, & Cameron, 2010) menyatakan
bahwa perilaku yang termasuk dalam penyimpangan prosuksi misalnya,
datang terlambat atau mengambil terlalu banyak waktu untuk beristirahat.
produksi adalah meninggalkan pekerjaan sebelum jam bekerja selesai dan
sengaja bekerja secara lambat.
c. Dimensi Agresi Individu (Personal Agression)
Target dalam agresi individu adalah individunya atau rekan kerja. Perilaku
yang ternasuk dalam agresi individu seperti pelecehan seksual, agresi non
verbal dan agresi verbal.
d. Dimensi Penyimpangan Politik (Politic Deviance)
Menurut Robbinson dan Banett (dalam Anderson, Ones, Sinangil, &
Viswesvaran, 2011) yang menjadi target dari penyimpangan politik adalah
interpersonal. Perilaku yang termasuk dalam penyimpangan politik adalah
tindakan memilih kasih antara karywan, bergosip, dan menyalahkan atau
menuduh seseorang atas suatu perbuatan yang tidak dilakukannya.
D. Subjek penelitian
Pada penelitan ini populasi subjek adalah karyawan perusahaan. Pada
pengambilan sampel terdapat beberapa kriteria yang digunakan. Kriteria subjek
yang dijadikan subjek dalam penelitian ini adalah karyawan yang bekerja
dengan minimal masa kerja 1 tahun
Pengambilan subjek dalam penelitan ini menggunakan teknik Accidental /
Conviniece sampling, yaitu teknik penentuan sampel berdasarkan kebetulan/
diberikan kepada subjek yang sesuai dalam kebutuhan penelitian dan
E. Metode Pengumpulan Data
Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan teknik pengumpulan data dengan
penyebaran angket (questionnair) karena questionnair lebih fleksibel dan mudah
digunakan (Azwar, 2009). Pada penelitian ini peneliti menggunakan dua skala.
Skala tersebut adalah skala yang mengukur keadilan distributif dan skala yang
mengukur perilaku kerja kontraproduktif.
1. Skala Keadilan Distributif
Jenis skala yang digunakan dalam pengumpulan data keadilan
distributif yaitu dengan skala Likert. Skala keadilan distributif ini diukur
dengan menggunakan skala yang sudah diadaptasikan oleh Kristanto
(2012). Nilai koefisien reliabilitas skala keadilan distributif pada penelitian
Kristanto yaitu α = 0,8424. Skala ini awalnya merupakan skala yang
dikembangkan oleh Colquitt (2001).
Pada skala ini terdapat 4 butir soal. Selain itu, penyataan dalam skala
ini hanya ada pernyataan favorable. Pernyataan favorable adalah
pernyataan-pernyataan yang bila disetujui atau diiyakan menunjukkan
sikap positif atau menyukai objek yang menjadi sasaran perhatian
(Anderson, dalam Supratiknya, 2014). Pada skala Likert ini, subjek
diminta untuk menyatakan kesetujuan-ketidaksetujuannya dalam sebuah
kontinum yang terdiri dari 5 respon: Sangat Tidak Setuju (1), Tidak Setuju
Penilaian pada jawab favorable Sangat Tidak Setuju (1) adalah 1,
Tidak Setuju (2) adalah 2, Netral (3) adalah 3, Setuju (4) adalah 4, Sangat
Setuju (5) adalah 5. Pada pernyataan favorable skor tinggi mengindikasi
bahwa subjek mempunyai tanggapan yang positif atau baik terhadap
keadilan distributif sedangkan skor rendah mengindikasi bahwa subjek
cenderung mempunyai tanggapan yang negatif atau buruk terhadap
keadilan distributif.
Distribusi atau penyebaran aitem pada skala tersebut dapat dilihat pada
tabel 1 berikut ini:
Tabel 1
Blue Print Skala Keadilan Distributif
No Indikator Komponen Item Total Persentase Favorable
1. Distributive Justice1 1 1 25 %
2. Distributive Justice2 2 1 25 %
3. Distributive Justice3 3 1 25 %
4. Distributive Justice4 4 1 25 %
Total 4 100 %
Tabel 2
Penskoran Skala Keadilan Distributif
Alternatif Jawaban Skor
Sangat Tidak Setuju (1) 1
Tidak Setuju (2) 2
Netral (3) 3
Setuju (4) 4
2. Skala Perilaku Kerja Kontraproduktif
Jenis skala yang digunakan dalam pengumpulan data perilaku kerja
kontraproduktif yaitu dengan skala Likert, yang dibuat berdasarkan empat
dimensi yaitu: penyimpangan properti, penyimpangan produksi, agresi
individu, dan penyimpangan politik.
Pada skala Likert ini, subjek diminta untuk menyatakan
kesetujuan-ketidaksetujuannya dalam sebuah kontinum yang terdiri dari 5 respon:
Selalu (SL), Sering (SR), Kadang-kadang (K), Jarang (J), Tidak Pernah
(TP). Selain itu, penyataan dalam skala ini terbagi menjadi dua, yaitu
pernyataan favorabe dan penyataan unfavorable.
Penilaian pada jawab favorable Selalu (SL) adalah 5, Sering (SR)
adalah 4, Kadang-kadang (K) adalah 3, Jarang (J) adalah 2, TP (Tidak
Pernah) adalah 1. Pada pernyataan favorable skor tinggi mengindikasi
bahwa subjek memiliki kecenderungan perilaku kerja kontraproduktif
yang tinggi sedangkan skor rendah mengindikasi bahwa subjek memiliki
kecenderungan perilaku kerja kontraproduktif yang rendah.
Penilaian pada jawaban unfavorable, yaitu Selalu (SL) adalah 1,
Sering (SR) adalah 2, Kadang-kadang (K) adalah 3, Jarang (J) adalah 4,
TP (Tidak Pernah) adalah 5. Pada pernyataan unfavorable skor tinggi
mengindikasi bahwa subjek memiliki kecenderungan perilaku kerja
subjek memiliki kecenderungan perilaku kerja kontraproduktif yang
tinggi.
Tabel 3
Blue Print Skala Perilaku Kerja Kontraproduktif
No Aspek Komponen Aitem Total Persentase
Favorable Unfavorable
3. Agresi Individu 8, 15, 17, 22,
29, 41, 42,
Penskoran Skala Perilaku Kerja Kontraproduktif Alternatif Jawaban Favorable Unfavorable
TP (Tidak Pernah) 1 5
J (Jarang) 2 4
Validitas merupakan sejauhmana tes mampu mengukur atribut yang
tersebut menjalankan fungsi ukurnya dan memberikan hasil ukur sesuai
dengan maksud dilakukannya pengukuran tersebut (Azwar, 2008).
Pada penelitian ini pengukuran validitas alat tes yang digunakan
menggunakan validitas isi. Validitas isi adalah kesesuaian antara isi tes dan
konstruk yang diukurnya. Evidensi terkait isi ini berupa penilaian pakar atau
ahli (professional judgment) yaitu dosen pembimbing skripsi terhadap
kesesuaian antara bagian-bagian tes dan konstruk yang diukur (Supratiknya,
2014).
2. Seleksi Aitem
Seleksi aitem dilakukan dengan memilih aitem-aitem yang akan
membentuk sebuah skala yang homogen dan berdaya diskriminasi tinggi
(Azwar, 2012). Daya diskriminasi aitem adalah sejauh mana aitem mampu
membedakan antara individu atau kelompok individu yang memiliki dan
tidak memiliki atribut yang diukur (Azwar, 2012). Perhitungan daya
diskriminasi aitem dilakukan dengan cara mengkorelasikan skor aitem
dengan skor aitem total sehingga didapatkan koefisien korelasi aitem total
(rix). Aitem dipandang memiliki daya diskriminasi koefisien yang baik
apabila aitem tersebut memiliki koefisien korelasi aitem total minimal 0,3
(Azwar, 2009).
Berdasarkan koefisien korelasi aitem-aitem bergerak dari 0 sampai
dengan 1,00 dengan tanda positif atau negatif. Jika daya diskriminasi
Namun jika daya diskriminasi aitem tidak baik maka koefisien korelasinya
akan mendekati angka 0 (Azwar, 2009).
Pemilihan aitem berdasarkan korelasi aitem total, biasanya digunakan
batasan rix ≥ 0,30. Semua aitem yang mencapai koefisien korelasi minimal
0,30 daya bedanya dianggap memuaskan. Sedangkan aitem yang mempunyai
daya beda kurang dari 0.30 dianggap mempunyai daya diskriminasi yang
rendah. Jika jumlah aitem yang lolos masih tidak mencukupi jumlah yang
diinginkan maka kita dapat mempertimbangkan untuk menurunkan sedikit
batasan kriteria 0,30 menjadi 0,25 sehingga jumlah aitem yang diinginkan
dapat tercapai (Azwar, 2009)
Penelitian ini menggunakan nilai rix 0,30 dan taraf signifikasi 0,05. Hal
ini menandakan bahwa aiem yang digunakan mempunyai korelasi aitem total
≥ 0,30. Penggujian menggunakan SPSS versi 16. Data penelitian yang
digunakan dalam penelitian ini adalah data try out terpakai. Try out terpakai
merupakan istilah yang digunakan untuk proses penelitian yang
menggunakan sampel yang sama denan sampel dalam uji validitas dan
reliabilitasnya (Setiadi, Matindas, & Chairy, 1998). Peneliti menggunakan
try out terpakai dikarenakan keterbatasan waktu.
Pada skala keadilan distributif, terdapat 4 item, keempat aitem tersebut
merupakan aitem favorable. Aitem yang memiliki rix≥ 0,30 dianggap sebagai
aitem baik sedangkan aitem yang mempunyai rix ≤ 0,30 dianggap sebagai
a. Skala Keadilan Distributif
Tabel 5
Sebaran Aitem Skala Keadilan Distributif
No Keadilan Distributif Nomor Aitem Jumlah
Favorable
1 Distributive Justice1 1 1
2 Distributive Justice2 2 1
3 Distributive Justice3 3 1
4 Distributive Justice4 4 1
Total 4 4
Berdasarkan seleksi aitem, keempat aitem pada skala keadilan
distributif memiliki korelasi aitem total > 0.30. Berdasarkan empat
dimensi yang terdapat pada skala keadilan distributif tidak ada aitem yang
gugur dan tidak ada yang hilang.
Tabel 6
Skala Keadilan Distributif
No Keadilan Distributif Nomor Aitem Jumlah
Favorable
1 Distributive Justice1 1 1
2 Distributive Justice2 2 1
3 Distributive Justice3 3 1
4 Distributive Justice4 4 1
b. Skala Perilaku Kerja Kontraproduktif Tabel 7
Sebaran Aitem Perilaku Kerja Kontraproduktif
No Aspek Komponen Aitem Jumlah
Favorable Unfavorable
3. Agresi Individu 8, 15, 17, 22, 29,
41, 42, 52*
Berdasarkan seleksi aitem, maka didapatkan 32 aitem yang gugur dan
32 aitem yang memiliki korelasi aitem total > 0.30 pada skala perilaku
kerja kontraproduktif. Berdasarkan empat dimensi yang terdapat pada
skala perilaku kerja kontraproduktif, tidak ada yang hilang. Berikut adalah
tabel hasil akhit Skala Perilaku Kerja Kontraproduktif:
Tabel 8
Skala Perilaku Kerja Kontraproduktif
No Aspek Komponen Aitem Jumlah
Favorable Unfavorable
3. Agresi Individu 8, 15, 17, 22, 29,
3. Reliabilitas
Reliabilitas adalah ketepatan pengukuran tanpa menghiraukan atribut apa
yang diukur (Nunnally dalam Supraktiknya, 2014). Pemeriksaan reliabilitas
pada penelitian ini menggunakan program SPSS versi 16, dengan cara
melihat nilai Cronbach Alpha (α) untuk mengukur konsistensi internal antar
item dalam tes (Azwar, 2007). Reliabel dalam hal ini berarti tingginya
konsistensi di antara komponen-komponen yang membentuk tes secara
keseluruhan.
Tinggi-rendahnya reliabilitas ditunjukan oleh suatu angka yang disebut
koefisien reliabilitas (rxx’). Reliabilitas dinyatakan oleh koefisien reliabilitas
(rxx’) yang angkanya berada dari rentang 0 sampai dengan 1,00. Semakin
tinggi koefisien reliabilitas mendekati 1,00 berarti semakin tinggi
reliabilitasnya. Sebaliknya koefisien yang semakin rendah mendekati angka 0
berarti semakin rendah reliabilitasnya. Guilford (dalam Supratiknya, 2014)
koefisien minimum yang dipandang memuaskan untuk reliabilitas tes adalah
0,7. Di bawa angka tersebut sebuah tes menjadi kurang memadai untuk
digunakan. Sehingga semakin tinggi angka koefisien reliabilitas
menunjukkan reliabilitas yang tinggi sebaliknya semakin rendah angka
realibilitas menunjukkan semakin rendah pula reliabilitasnya.
Pada penelitian ini pengukuran koefisien reliabilitas α pada skala
keadilan distributif yaitu α = 0,790 sedangkan koefisien reliabilitas pada skala