• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hubungan antara keadilan distributif dan dimensi perilaku kerja kontraproduktif.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Hubungan antara keadilan distributif dan dimensi perilaku kerja kontraproduktif."

Copied!
126
0
0

Teks penuh

(1)

i

HUBUNGAN ANTARA KEADILAN DISTRIBUTIF DAN DIMENSI PERILAKU KERJA KONTRAPRODUKTIF

Rima Octavia Tambunan

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengenai hubungan antara keadilan distributif dan dimensi perilaku kerja kontraproduktif. Subjek penelitian ini berjumlah 220 karyawan yang terdiri dari 171 laki-laki dan 49 perempuan dengan masa kerja minimal 1 tahun. Instrumen penelitian ini menggunakan skala keadilan distributif yang terdiri dari 4 aitem dengan reliabilitas α = 0,790 dan skala perilaku kerja kontraproduktif terdiri dari 64 aitem, dengan reliabilitas penyimpangan

properti α = 0,694, Penyimpangan Produksi α = 0,743, Agresi Individu α = 0,670 Penyimpangan Politik α = 0,833. Teknik analisis data yang digunakan adalah teknik korelasi sprearman Rho karena sebaran data tidak normal. Hasil analisis menunjukkan bahwa terdapat hubungan negatif dan cukup kuat antara keadilan distributif (M = 16,65; SD = 2,01) dengan 4 dimensi perilaku kerja kontraproduksi yaitu penyimpangan properti (M= 14,00; SD = 3.279) r = -0,379, penyimpangan produksi (M = 16,66; SD =3,811) r = -0,438, agresi individu (M = 12,30; SD = 3,151) r = -0, 420, dan penyimpangan politik (M = 24,60; SD = 5,463) r = -0,452. Artinya semakin tinggi keadilan distributif, semakin rendah dimensi perilaku kerja kontraproduktif. Sebaliknya, semakin rendah keadilan distributif, semakin tinggi dimensi perilaku kerja kontraproduktif.

(2)

ii

THE CORRELATION BETWEEN DISTRIBUTIVE JUSTICEAND DIMENSIONS OF COUNTERPRODUCTIVE WORK BEHAVIOR

Rima Octavia Tambunan ABSTRACT

This research was aims to understand the relationship between distributive justice with the dimension counterproductive work behavior. This research has 220 employee consisting of 171 men and 49 woman who have worked at least 1 years. the instruments that used in this research were distributive justice scale which consist of 4 items whit reliability α = 0,790 and counter productive work behavior scale which consist of 64 items whit reliability of property deviance was α = 0,694, Production deviance was α = 0,743, personal agression was α = 0,670, and political deviance was α = 0,833. Analytical data in this research used Spearman correlation because the abnormal on data distribution. the result showed that there were negative and quite strong correlation between distributive justice (M = 16,65; SD = 2,01) whit four dimensions of counter productive work behavior named property deviance was (M = 14,00; SD = 3.279) r =

-0,379, Production deviance was (M = 16,66; SD =3,811) r = -0,438, personal agression was (M =

12,30; SD = 3,151) r = -0, 420, and political deviance(M = 24,60; SD = 5,463 r = -0,452). Which mean higher distributive justice will have the lower dimensions of counterproductive work behavior. On the contrary, the lower distributive justice will have the high dimensions of counterproductive work behavior.

Key words: distributive justice, counterproductive work behavior, dimensions of counterproductive work behavior, property deviance, production deviance, personal agression and political deviance.

(3)

i

HUBUNGAN ANTARA KEADILAN DISTRIBUTIF DAN DIMENSI PERILAKU KERJA KONTRAPRODUKTIF

Skripsi

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi

Program Studi Psikologi

Disusun Oleh : Rima Octavia Tambunan

NIM : 099114112

PROGRAM STUDI PSIKOLOGI JURUSAN PSIKOLOGI FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA

(4)
(5)
(6)

iv

HALAMAN MOTTO DAN PERSEMBAHAN

Philippians 4 : 13

I can do all things things thorough Christ who strengthens me

Keberhasilan adalah kemampuan untuk

melewati dan mengatasi dari satu kegagalan

kegagalan berikutnya tanpa kehilangan semangat

(Winston Chuchill)

Dedicated for..

My Faher Jesus

(7)
(8)

vi

HUBUNGAN ANTARA KEADILAN DISTRIBUTIF DAN DIMENSI PERILAKU KERJA KONTRAPRODUKTIF

Rima Octavia Tambunan

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengenai hubungan antara keadilan distributif dan dimensi perilaku kerja kontraproduktif. Subjek penelitian ini berjumlah 220 karyawan yang terdiri dari 171 laki-laki dan 49 perempuan dengan masa kerja minimal 1 tahun. Instrumen penelitian ini menggunakan skala keadilan distributif yang terdiri dari 4 aitem dengan reliabilitas α = 0,790 dan skala perilaku kerja kontraproduktif terdiri dari 64 aitem, dengan reliabilitas penyimpangan properti α = 0,694, Penyimpangan Produksi α = 0,743, Agresi Individu α = 0,670 Penyimpangan Politik α = 0,833. Teknik analisis data yang digunakan adalah teknik korelasi sprearman Rho karena sebaran data tidak normal. Hasil analisis menunjukkan bahwa terdapat hubungan negatif dan cukup kuat antara keadilan distributif (M = 16,65; SD = 2,01) dengan 4 dimensi perilaku kerja kontraproduksi yaitu penyimpangan properti (M= 14,00; SD = 3.279) r = -0,379, penyimpangan produksi (M = 16,66; SD =3,811) r = -0,438, agresi individu (M = 12,30; SD = 3,151) r = -0, 420, dan penyimpangan politik (M = 24,60; SD = 5,463) r = -0,452. Artinya semakin tinggi keadilan distributif, semakin rendah dimensi perilaku kerja kontraproduktif. Sebaliknya, semakin rendah keadilan distributif, semakin tinggi dimensi perilaku kerja kontraproduktif.

(9)

vii

THE CORRELATION BETWEEN DISTRIBUTIVE JUSTICEAND DIMENSIONS OF COUNTERPRODUCTIVE WORK BEHAVIOR

Rima Octavia Tambunan ABSTRACT

This research was aims to understand the relationship between distributive justice with the dimension counterproductive work behavior. This research has 220 employee consisting of 171 men and 49 woman who have worked at least 1 years. the instruments that used in this

research were distributive justice scale which consist of 4 items whit reliability α = 0,790 and

counter productive work behavior scale which consist of 64 items whit reliability of property

deviance was α = 0,694, Production deviance was α = 0,743, personal agression was α = 0,670, and political deviance was α = 0,833. Analytical data in this research used Spearman correlation

because the abnormal on data distribution. the result showed that there were negative and quite strong correlation between distributive justice (M = 16,65; SD = 2,01) whit four dimensions of counter productive work behavior named property deviance was (M = 14,00; SD = 3.279) r =

-0,379, Production deviance was (M = 16,66; SD =3,811) r = -0,438, personal agression was (M =

12,30; SD = 3,151) r = -0, 420, and political deviance(M = 24,60; SD = 5,463 r = -0,452). Which mean higher distributive justice will have the lower dimensions of counterproductive work behavior. On the contrary, the lower distributive justice will have the high dimensions of counterproductive work behavior.

(10)
(11)

ix

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Kuasa karena penyertaan dan

tuntunanNya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsinya yang berjudul

“Hubungan Antara Keadilan Distributif Dan Dimensi Perilaku Kerja

Kontraproduktif”. Skripsi ini disusun guna memenuhi salah satu syarat untuk

memperoleh gelar Sarjana Psikologi di Fakultas Psikologi Universitas Sanata

Dharma Yogyakarta.

Saya juga memohon maaf apabila dalam pengerjaan skripsi ini masih

terdapat kesalahan yang tidak semestinya dilakukan. Oleh karena itu, saya sangat

mengharapkan saran, masukan dan koreksi yang bersifat membangun kearah yang

lebih baik demi kesempurnaan ilmuu yang telah diperoleh di Fakultas Psikologi.

Tugas akhir ini dapat terselesaikan berkat dukungan dan bantuan banyak

pihak. Maka dari pada itu, pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih

yang sebesar-besarnya kepada:

1. Bapak Dr. T. Priyo widiyanto, M.Si selaku Dekan Fakultas Psikologi

Universitas Sanata Dharma

2. Bapak P.Eddy Suhartanto, M.Si selaku Kepala Program Studi Fakultas

Psikologi Universitas Sanata Dharma

3. Bapak TM. Raditya Hernawa, M.Si selaku dosen pembimbing skripsi yang

telah banyak membantu dan membimbing dalam proses pengerjaan skripsi

(12)

x

menjadi mahasiswa di Fakultas Psikologi. Terimakasih untuk waktu, tenaga

dan berbagai pemikiran yang membantu dalam pengerjaan skripsi ini.

4. Mbak Etta dan Pak Eddy selaku dosen penguji skripsi, sehingga ujian skripsi

saya tidak menyeramkan seperti yang saya bayangkan.

5. Bapak Siswa Widiatmoko, M.Psi selaku dosen pembimbing akademik

Terimakasih atas kesediaan bapak dalam mendampingi saya khususnya untuk

masalah akademik dan membantu dalam administrasi akedemik.

6. Dosen-dosen fakultas Psikologi yang telah banyak memberikan ilmu selama

saya menempuh bangku kuliah.

7. Segenap karyawan Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma : Mas

Muji, Mas Doni, Mas Gandung, dan Bu Nanik yang telah berkenan

membantu saya dan memfasilitasi dalam mencari informasi permasalahan di

Fakultas Psikologi.

8. Seluruh karyawan PT Sago Prima Pratama Nunukan Kalimantan Utara yang

telah membantu saya dalam penelitian

9. Terima kasih yang tak terhingga untuk Bapak dan Mama yang selalu

mendoakan, mendukung dan memberikan semangat kepada saya dalam

proses pengerjaan skripsi ini. Terima kasih untuk kesabarannya untuk mau

menunggu saya menyelesaikan skripsi hingga selesai.

10. Terima kasih kepada abang dan kakak Elno untuk doa dan dukungannya

selama saya mengerjakan skripsi ini.

11. Terima kasih kepada Bapak, Ibu, Mbak Eko, Mas Dodot dan Daffa yang

(13)

xi

12. Terima kasih kepada Tante dan Uda Cervin yang setia mendukung,

menyemangati, mengingatkan dan mendoakan hingga skripsi ini bisa selesai.

13. Terimakasih kepada kak Narwastu, Tity, adek Cervin dan adek Silvi untuk

seluruh perhatian, semangat dan dukungannya.

14. Teman-teman saya Rani, Chisty, Laksmi, Karlina, Rio, Richard, Eka, dan

Engger. Terimakasih sudah membantu saya.

15. Temen-temen satu bimbingan skripsi Pak Tius dimana kita saling berbagi

informasi untuk bimbingan dan mensupport satu sama lain.

16. Teman-teman Psikologi angkatan 2009 yang tidak bisa saya sebutkan

satu-persatu.

17. Terimakasih kepada seluruh pihak yang telah mendukung dan mendoakan

untuk kesuksesan dalam menyelesaikan tugas sebagai mahasiswa yang tidak

bisa disebutkan satu persatu. Terima kasih.

Akhir kata, semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi para pembaca maupun

penulis sendiri untuk bahan studi selanjutnya.

Penulis,

(14)

xii

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN DOSEN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMAN MOTTO DAN PERSEMBAHAN ... iv

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... v

ABSTRAK ... vi

ABSTRACT ... vii

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN ... viii

KATA PENGANTAR ... ix

1. Definisi Keadilan Distributif ... 9

2. Dampak Keadilan Distributif ... 10

3. Pengukuran Keadilan Distributif ... 12

B. Perilaku Kerja Kontraproduktif ... 13

1. Definisi Perilaku Kerja Kontraproduktif ... 13

2. Dimensi Perilaku Kerja Kontraproduktif ... 14

3. Kategori Perilaku Kerja Kontraproduktif ... 18

(15)

xiii

C. Dinamika Hubungan Keadilan Dsitributif dan Perilaku

Kerja Kontraproduktif ... 20

D. Kerangka Penelitian ... 24

E. Hipotesis ... 28

BAB III. METODE PENELITIAN... 29

A. Jenis Penelitian ... 29

B. Variabel Penelitian ... 29

C. Definisi Operasional ... 30

1. Keadilan Distributif ... 30

2. Perilaku Kerja Kontraproduktif ... 31

D. Subjek Penelitian ... 32

E. Metode Pengumpulan Data ... 33

1. Skala Keadilan Distributif ... 33

2. Skala Perilaku Kerja Kontraproduktif ... 35

F. Validitas dan Reliabilitas ... 36

1. Validitas ... 36

2. Seleksi Aitem ... 37

a. Skala Keadilan Distributif ... 39

b. Skala Perilaku Kerja Kontraproduktif ... 40

3. Reliabilitas ... 41

BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 45

A. Pelaksanaan Penelitian ... 45

B. Deskripsi Subjek Penelitian ... 45

C. Deskripsi Hasil Penelitian ... 46

D. Hasil Penelitian ... 50

(16)

xiv

a. Uji Normalitas ... 50

b. Uji Linearitas ... 54

1) Uji Linearitas Penyimpangan Properti dengan Keadilan Distributif ... 55

2) Linearitas Penyimpangan Produksi dengan Keadilan Distributif ... 55

3) Uji Linearitas Agresi Individu dengan Keadilan Distributif... 56

4) Linearitas Penyimpangan Politik dengan Keadilan Distributif ... 56

2. Uji Hipotesis ... 57

E. Pembahasan ... 61

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 68

A. Kesimpulan ... 68

B. Saran ... 68

1. Bagi Subjek Penelitian ... 69

2. Bagi Perusahaan ... 69

(17)

xv

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Blue Print Skala Keadilan Distributif ... 34

Tabel 2. Penskoran Skala Keadilan Distributif ... 34

Tabel 3. Blue Print Skala Perilaku Kerja Kontraproduktif ... 36

Tabel 4. Penskoran Skala Perilaku Kerja Kontraproduktif ... 36

Tabel 5. Sebaran Aitem Skala Keadilan Distributif ... 39

Tabel 6. Skala Keadilan Distributif ... 39

Tabel 7. Sebaran Aitem Perilaku Kerja Kontraproduktif... 40

Tabel 8. Skala Perilaku Kerja Kontraproduktif... 40

Tabel 9. Kriteria Korelasi ... 44

Tabel 10. Data Demografi Subjek Penelitian ... 46

Tabel 11. Deskripsi Data Penelitian ... 47

Tabel 12. Hasil Uji T Mean Skala Penyimpangan Properti ... 48

Tabel 13. Hasil Uji T Mean Skala Penyimpangan Produksi ... 48

Tabel 14. Hasil Uji T Mean Skala Agresi Individu ... 49

Tabel 15. Hasil Uji T Mean Skala Penyimpangan Politik ... 49

Tabel 16. Hasil Uji T Mean Skala Keadilan Distributif... 50

Tabel 17. Hasil Uji Normalitas ... 51

Tabel 18. Hasil Uji Linearitas 1 ... 55

Tabel 19. Hasil Uji Linearitas 2 ... 55

Tabel 20. Hasil Uji Linearitas 3 ... 56

Tabel 21. Hasil Uji Linearitas 4 ... 56

Tabel 22. Uji Korelasi Skala Keadilan Distributif dengan Penyimpangan Properti ... 58

Tabel 23. Uji Korelasi Skala Keadilan Distributif dengan Penyimpangan Produksi ... 59

Tabel 24. Uji Korelasi Skala Keadilan Distributif dengan Agresi Individu .. 60

(18)

xvi

DAFTAR BAGAN

Bagan 1. Tipologi Perilaku Kerja Menyimpang ... 16

Bagan 2. Hubungan Keadilan Distributif dengan Penyimpangan Properti.... 24

Bagan 3. Hubungan Keadilan Distributif dengan Penyimpangan Produksi .. 25

Bagan 4. Hubungan Keadilan Distributif dengan Agresi Individu ... 26

(19)

xvii

DAFTAR GRAFIK

Gravik 1. Kurva Penyimpangan Properti ... 52

Gravik 2. Kurva Penyimpangan Produksi ... 52

Gravik 3. Kurva Agresi Individu ... 53

(20)

xviii

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Skala Penelitian ... 75

Lampiran 2. Uji Reliabilitas ... 88

Lampiran 3. Deskripsi Data Penelitian ... 99

Lampiran 4. Uji Normalitas ... 102

Lampiran 5. Uji Linearitas ... 103

(21)

1 BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Perilaku kerja kontraproduktif adalah perilaku yang dilakukan secara sengaja

yang bisa merugikan kepentingan organisasi baik secara langsung maupun tidak

langsung yang akhirnya mengurangi efektivitas mereka (McShane & Glinow

dalam Bibi, Karim & Din 2013). Sedangkan menurut Sackett (dalam Firdousiya

& Jayan, 2013) mengungkapkan bahwa perilaku kerja kontraproduktif

merupakan perilaku yang dilakukan secara sengaja oleh anggota organisasi

perilaku tersebut dilihat oleh organisasi sebagai perilaku yang bertentangan

dengan kepentingan organisasi.

Heyde, Miebach dan Kluger (2014) menyatakan bahwa beberapa tahun

terakhir perilaku kerja kontraproduktif menjadi topik penting dalam bidang

Psikologi Organisasi atauhuman factors research. Perilaku kerja kontraproduktif

menjadi sesuatu hal yang penting karena hal itu merupakan perilaku yang

melanggar norma-norma organisasi, merugikan organisasi dan menghambat

tujuan organisasi (Mount, Ilies & Jhonson, 2006). Beberapa perilaku kerja

kontraproduktif yang biasa terjadi dalam organisasi: menggunakan internet tidak

berkaitan dengan pekerjaan, membuang sampah sembarangan (Mount, Ilies &

Jhonson, 2006), pelecehan seksual, kekerasan, menyebarkan gosip, mencuri

(22)

seperti lambat dalam bekerja, sabotase properti perusahaan dan berbagi informasi

rahasia perusahaan (Robinson, Avey dkk dalam Roxana, 2013).

Sampai saat ini cukup banyak karyawan yang terlibat dalam perilaku kerja

kontraproduktif. Thomas (2012) menyatakan bahwa lebih dari 40% karyawan di

Selandia Baru melakukan bullyingdi tempat kerja. Selain bullying, masalah lain

yang terjadi di tempat kerja adalah pelecehan seksual. Sebuah artikel berisi data

menyebutkan bahwa di Jakarta terdapat sekitar 80.000 orang buruh. Sebanyak

90% dari angka tersebut merupakan buruh wanita dan 75% buruh wanita yang

ada di Jakarta pernah mengalami kekerasan seksual

(http://megapolitan.kompas.com/read/2013/04/19/16235648/75.Persen.Tenaga).

Selain itu, artikel tersebut juga menyebutkan bahwa pada tahun 2012 sebanyak

2.521 kasus kekerasan seksual terjadi pada buruh wanita. Kasus pelecehan

seksual yang diterima oleh para buruh wanita sering kali diterima di dalam

pabrik.

Perilaku kerja kontraproduktif dibagi menjadi dua tipe yaitu : Perilaku kerja

kontraproduktif interpersonal dan perilaku kerja kontraproduktif yang ditujukan

kepada organisasi. Perilaku kerja kontraproduktif interpersonal merupakan

perilaku kerja kontraproduktif yang ditujukan kepada individu, sedangkan

perilaku kerja kontraproduktif organisasi merupakan perilaku kerja

kontraproduktif yang ditujukan kepada organisasi (Klotz & Buckley, 2013).

Robbinson dan Baneett (dalam Anderson, Ones, Sinangis, & Viswesvaran, 2001)

(23)

Penyimpangan Properti (Property Deviance), Penyimpangan Produksi

(Production Deviance), Agresi Individu (Personal Agression) dan Penyimpangan

Politik (Politic Deviance).

Perilaku kerja kontraproduktif menjadi perhatian penting bagi organisasi

karena dampaknya terhadap organisasi dan karyawan. Beberapa penelitian

mencatat bahwa perilaku kerja kontraproduktif memiliki efek keuangan

(Fagbohungbe dalam Kanten & Ulker, 2013). Murphy (dalam Hafidz, 2012)

menyatakan bahwa penyimpangan dan kecurangan yang dilakukan oleh

karyawan merugikan organisasi antara $ 6 Miliar hingga $ 200 miliar setiap

tahunnya. Sebuah artikel menyebutkan tiga karyawan Alfamart melakukan

pencurian di tempat kerja mereka. Akibat kejadian itu, kerugian diperkirakan

mencapai Rp 100.000.000 (http://kabar-banten.com/news/detail/20578). Selain

berpengaruh terhadap keuangan perilaku kerja kontraproduktif menimbulkan

peningkatan biaya organisasi, mengurangi komitmen dan produktivitas dan

turnover (Brooks dalam Kanten & Ulker, 2013). Berdasarkan

penelitian-penelitian tersebut dapat disimpulkan bahwa perilaku kerja kontraproduktif

penting untuk diperhatikan karena dampaknya yang merugikan bagi organisasi

maupun anggota organisasi.

Menurut Vardi dan Wiener (1996), perilaku kerja kontraproduktif dapat

terjadi di seluruh sektor organisasi. Hal ini didukung oleh pernyataan Nurfianti

dan Handoyo (2013) karyawan dengan profesi apapun memiliki potensi untuk

(24)

Ulker, 2013) perilaku kerja kontraproduktif dapat disebabkan dua faktor yaitu:

terkait faktor individu (individual-related factors) dan terkait faktor organisasi

(organizational-related factors). Faktor individu yakni kesadaran, efektivitas

negatif, keramahan, filsafat moral, umur, jenis kelamin, tingkat pendidikan,

senioritas, status perkawinan, dan kecerdasan emosi. Faktor organisasi yakni:

keadilan organisasi, dukungan organisasi yang dirasakan, tekanan sosial untuk

menyesuaikan diri, sikap negatif dan untrusting dari manajer / rekan kerja,

perselisihan dengan tujuan organisasi dan harapan, ambiguitas tentang pekerjaan,

gaya manajemen, iklim etika organisasi, iklim organisasi.

Salah satu faktor yang mempengaruhi perilaku kerja kontraproduktif adalah

keadilan organisasi. Menurut Harder dalam Afianto (2012) keadilan organisasi

merupakan hal yang penting karena keadilan merupakan penentu yang kuat dari

perilaku seseorang dalam organisasi. Keadilan organisasi adalah Jenis keadilan

yang terdiri dari prosedur organisasi, hasil, dan interaksi antar pribadi (Landy &

Conte 2010). Menurut Cropanzano dan Greenberg (dalam Muhammad &

Fajrianthi 2013) keadilan organisasi adalah persepsi keadilan menurut karyawan

tentang perlakuan yang diterima dari organisasi. Keadilan organisasi

mencerminkan bagaimana masing-masing individu merasa bahwa mereka

diperlakukan secara adil di tempat kerja (Kreitner & Kinicki, 2014). Karyawan

yang merasa diperlakukan secara adil, motivasi kerja mereka akan terpelihara,

(25)

secara tidak adil, mereka berusaha meminimalkan ketidakadilan tersebut dengan

berbagai cara yang beresiko menurunkan kinerjanya (Riggio, 2008).

Colquitt (2001) membagi keadilan organisasi menjadi tiga yaitu: keadilan

distributif (distributive justice), keadilan prosedural (procedural justice) dan

keadilan interaksional (interpersonal justice). Keadilan distributif adalah adalah

seberapa jauh keluaran yang diperoleh individu sesuai dengan apa yang sudah

dilakukan. Keadilan prosedural adalah suatu keadilan prosedur yang digunakan

untuk membuat keputusan. Keadilan interaksional melibatkan kualitas perlakuan

pengalaman interpersonal karyawan ketika prosedur dilaksanakan.

Mulyati (2002) Karyawan sering membandingkan imbalan yang didapat

dengan pengorbanan yang telah diberikan kepada kelompok maupun kepada

perusahaan. Selain itu karyawan juga berharap agar imbalan yang ia terima

sebanding dengan imbalan yang didapat oleh karyawan lain. Menurut Adam

(dalam Mulyati, 2002). Karyawan yang merasa imbalan yang didapat diberikan

secara adil maka karyawan akan merasa puas terhadap pemberian imbalan

tersebut. Kepuasan karyawan tersebut akan mampu memotivasi karyawan untuk

meningkatkan kinerjanya. Hal ini didukung oleh pernyataan Madura (2007) yang

menyatakan bahwa imbalan dapat memotivasi karyawan dalam bekerja. Menurut

Greenberg (dalam Colquitt, 2001) Riset-riset terkait dengan imbalan merujuk

pada konsep yang kita kenal sekarang sebagai keadilan distributif .

Skarlicki dan Folger (dalam Pareke, 2002) menemukan bahwa ketika

(26)

memberikan reaksi-reaksi positif seperti kepuasan dan komitmen. Sebaliknya

ketidakadilan dalam pendistribusian hasil-hasil organisasi akan mendorong

karyawan untuk melakukan tindakan-tindakan balas dendam (retaliatory

behavior), seperti tindakan merusak peralatan atau proses kerja, mengambil

perlengkapan tanpa izin dan lain sebagainya.

Grace (2011) melakukan penelitian yang berjudul “Perilaku Kepemimpinan,

Keadilan Distributif, Keadilan Prosedural dan Perilaku kerja Kontraproduktif di

Kepolisian Uganda : Studi Kasus Kampala”. Salah satu hasil penelitiannya yaitu:

hubungan keadilan distributif dengan perilaku kerja kontraproduktif memiliki

koefisien r = -0.021, P < 0.05. hal ini berarti kedua variabel tidak berpengaruh

satu sama lain. Sedangkan penelitian yang dilakukan oleh Nurfianti dan Handoyo

(2013) yang berjudul “Hubungan Antara Keadilan Distributif dan Perilaku

Kerja Kontraproduktif dengan Mengontrol Leader Member Exchange (LMX)”

menyatakan ada hubungan negatif antara keadilan distributi dan perilaku kerja

kontraprodukti. Keadilan distributif memiliki nilai koefisien r = -0.373. Pada

penelitian tersebut jumlah subjek sebanyak 43 sales. Nurfianti dan Handoyo

(2013) memberikan saran untuk penelitian selanjutnya yaitu peneliti selanjutnya

diharapkan menggunakan lebih banyak subjek agar hasil penelitian dapat

digeneralisasikan pada karakteristik subjek yang lebih luas dan tidak hanya untuk

sales. Menurut Azwar (2009) semakin banyak subjek yang dipakai dalam sebuah

(27)

Berdasarkan keterbatasan tersebut maka peneliti ingin melihat secara lebih

luas dan lebih banyak sampel berharap penelitian ini mampu memperbaiki

kelemahan sebelumnya. Oleh karena itu peneliti tertarik untuk mengkaji kembali

hubungan antara keadilan distributif dan kecenderungan perilaku kerja

kontraproduktif.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan rumusan masalah tersebut, maka rumusan masalah dalam

penelitian ini adalah apakah ada hubungan keadilan distributif dan dimensi

perilaku kerja kontraproduktif?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara keadilan

distributif dan dimensi perilaku kerja kontraproduktif

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoritis

Manfaat teoritis dari penelitian ini adalah memberikan sumbangan kepada

pengembangan ilmu pengetahuan khususnya psikologi industri mengenai

(28)

2. Manfaat Praktis

a. Bagi Subjek

Penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan bagi subjek dalam

memahami keadilan distributif dan dimensi perilaku kerja yang terjadi pada

diri sendiri. Selain itu juga, subjek dapat mempunyai pemahaman dan

mampu melihat keadilan distributif yang dimilikinya.

b. Bagi Organisasi

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangsih untuk membantu

organisasi dalam memahami keadilan distributif dan dimensi perilaku kerja

kontraproduktif

c. Bagi Peneliti Selanjutnya

Penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan bahkan untuk penelitian

selanjutnya yang berkaitan dengan keadilan distributif dan dimensi

(29)

9 BAB II

LANDASAN TEORI

A. Keadilan Organisasi

Menurut Cropanzano dan Greenberg (dalam Muhammad & Fajrianthi 2013)

keadilan organisasi adalah persepsi keadilan menurut karyawan tentang

perlakuan yang diterima dari organisasi. Keadilan organisasi mencerminkan

bagaimana masing-masing individu merasa bahwa mereka diperlakukan secara

adil di tempat kerja (Kreitner & Kinicki, 2014). Keadilan organisasi adalah Jenis

keadilan yang terdiri dari prosedur organisasi, hasil, dan interaksi antar pribadi

(Landy & Conte 2010).

Colquitt (2001) membagi keadilan organisasi menjadi tiga yaitu: keadilan

distributif (distributive justice), keadilan prosedural (procedural justice) dan

keadilan interaksional (interpersonal justice). Keadilan distributif adalah adalah

seberapa jauh keluaran yang diperoleh individu sesuai dengan apa yang sudah

dilakukan. Keadilan prosedural adalah suatu keadilan prosedur yang digunakan

untuk membuat keputusan. Keadilan interaksional melibatkan kualitas perlakuan

pengalaman interpersonal karyawan ketika prosedur dilaksanakan.

1. Definisi Keadilan Distributif

Sejarah keadilan organisasional berawal dari teori keadilan (Adams

(30)

yang diperoleh individu sesuai dengan apa yang sudah dilakukan (Colqitt,

2001). Colquit dkk (2001) menyatakan bahwa keadilan distributif mengacu

kepada persepsi keadilan yang berhubungan dengan pembagian hasil yang

diterima.

Landy & Conte (2010) mendefinisikan keadilan distributif sebagai

keadilan yang dirasakan dari alokasi hasil atau imbalan kepada anggota

organisasi. Menurut Handi dan Suhariandi (dalam Febriani & Nurtjahjanti,

2006) keadilan distributif adalah keadilan yang diterima seseorang sebagai

hasil akhir dari proses alokasi, misalnya yaitu standar gaji, ganjaran atau

keuntungan.

Berdasarkan pendapat para ahli tersebut dapat disimpulkan bahwa

keadilan distributif adalah keadilan yang dirasakan dari pemberian hasil yang

diterima oleh karyawan.

2. Dampak Keadilan Distributif

Keadilan distributif mempunyai beberapa pengaruh terhadap anggota

organisasi. Menurut Raza, Rana, Qadir dan Rana, (2013) keadilan distributif

memiliki hubungan dengan komitmen organisasi. Penelitian tersebut

menyebutkan bahwa setiap kali merasa keadilan distributif maka karyawan

akan lebih berkomitmen.

Hasmarini dan Yuniawan (2008) menyatakan bahwa keadilan distributif

(31)

karyawan merasa keadilan atas pengalokasian imbalan di perusahaan kepada

para karyawannya maka akan semakin puas mereka atas pekerjaan mereka,

begitu sebaliknya. Hasil ini konsisten dengan penelitian sebelumnya yang

dilakukan Rifai (2005), Begley dkk (2002), dan Pillai dkk (2001) yang

menyatakan bahwa keadilan distributif berpengaruh positif dan signifikan

terhadap kepuasan kerja. Selain itu menurut Hasmarini dan Yuniawan (2008)

keadilan distributif berpengaruh terhadap komitmen afektif. Hal ini berarti

bahwa jika karyawan merasa adil terhadap pengalokasian imbalan pada

perusahaan, maka mereka akan cenderung setia pada perusahaan karena telah

memiliki keterkaitan emosional dengan perusahaan dan merasa bahwa

perusahaan tersebut sesuai dengan nilai dan tujuan mereka. Hasil ini konsisten

dengan penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Ramamoorthy, Flood dan

Pareke yang menyatakan bahwa keadilan distributif berpengaruh positif dan

signifikan terhadap komitmen afektif.

Skarlicki dan Folger (dalam Pareke, 2002) menemukan bahwa

ketidakadilan dalam pendistribusian hasil-hasil organisasi akan mendorong

karyawan untuk melakukan tindakan-tindakan balas dendam (retaliatory

behavior), seperti tindakan merusak peralatan atau proses kerja, mengambil

perlengkapan tanpa izin dan lain sebagainya. Sebaliknya, apabila karyawan

mempersepsikan bahwa kontribusi mereka terhadap organisasi seimbang

dengan imbalan yang mereka terima, maka para karyawan cenderung

(32)

Berdasarkan penjelasan dari beberapa pendapat tersebut, peneliti

menyimpulkan bahwa dampak adanya keadilan distributif maka karyawan

akan memiliki komitmen organisasi dan kepuasan kerja. Sebaliknya

ketidakadilan dalam pendistribusian hasil-hasil organisasi akan mendorong

karyawan untuk melakukan tindakan-tindakan balas dendam (retaliatory

behavior), seperti tindakan merusak peralatan atau proses kerja, mengambil

perlengkapan tanpa izin dan lain sebagainya.

3. Pengukuran Keadilan Distributif

Didalam keadilan distributif terdapat 3 aturan alokasi, yaitu : ekuitas atau

equity (adam, dalam Colquitt 2001), persamaan atau equality dan kebutuhan

atau need (Leeventhal, 2001). Ekuitas adalah imbalan dan sumber daya yang

pendistribusiannya sesuai dengan kontribusi penerima (Leventhal dalam

Colquit, 2001). Persamaan adalah pemberian imbalan yang sama rata tanpa

menghitung tingkat kontribusi yang diberikan (Leventhal dalam Colquitt,

2001). Need adalah pengalokasian berdasarkan kebutuhan (Adams dalam

Colquitt dkk, 2001).

Aitem keadilan distributif (Leventhat dalam Colquitt, 2001) yaitu :

1) Imbalan yang saya terima mencerminkan usaha yang saya berikan dalam

pekerjaan

2) Imbalan yang saya terima sesuai dengan pekerjaan yang saya selesaikan

(33)

4) Imbalan yang saya terima sesuai dengan kinerja yang saya hasilkan

B. Perilaku Kerja Kontraproduktif

1. Definisi Perilaku Kerja Kontraproduktif

Menurut Spector & Fox (2002) dalam Penney & Spector (2005)

pengertian perilaku kerja kontraproduktif mengacu pada perilaku kerja

menyimpang karyawan yang merugikan organisasi maupun anggota

organisasi. Spector & Fox (2005) dalam Spector dkk (2006) mengemukakan

kembali definisi ini menjadi perilaku dalam organisasi yang sengaja dilakukan

oleh karyawan untuk mengurangi efektifitas & merugikan kepentingan

organisasi maupun anggota organisasi lainnya.

Perilaku kerja kontraproduktif didefinisikan sebagai tindakan sukarela

yang berniat untuk menyakiti atau mempengaruhi organisasi atau orang-orang

dalam organisasi (Spector & fox dalam Roxana, 2013). Menurut Fox, Spector

& Miles, 2001 Perilaku kerja kontraproduktif adalah perilaku yang

dimaksudkan untuk memiliki efek yang merugikan organisasi dan

anggotanya.

Perilaku kerja kontraproduktif pada dasarnya adalah perilaku yang

dilakukan secara sengaja yang bisa merugikan kepentingan organisasi baik

secara langsung maupun tidak langsung dengan menyakiti karyawan yang

akhirnya mengurangi efektivitas mereka (McShane & Glinow dalam Bibi,

(34)

perilaku yang dilakukan secara sengaja oleh anggota organisasi dimana

perilaku tersebut dilihat oleh organisasi sebagai perilaku yang bertentangan

dengan kepentingan organisasi (Sackett dalam firdousiya & Jayan, 2013).

Berdasarkan beberapa definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa

perilaku kerja kontraproduktif adalah perilaku yang dilakukan secara sengaja

oleh karyawan dimana perilaku tersebut bertentangan dengan kepentingan

organisasi yang berdampak merugikan organisasi dan anggota organisasi.

2. Dimensi Perilaku Kerja Kontraproduktif

Bennett dan Robinson (dalam Mount, Ilies & Johnson 2006)

membedakan dimensi perilaku kerja kontraproduktif ke dalam dua arah

dimensi berdasarkan pada target atau sasaran yang dituju. Kedua arah dimensi

tersebut adalah : perilaku kerja kontraproduktif individu (Interpersonal

counterproductive behaviors) dan perilaku kerja kontraproduktif organisasi

(Organizational counterproductive behavior). Perilaku kerja kontraproduktif

individu ditujukan karyawan kepada individu lain atau karyawan lain

sedangkan perilaku kerja kontraproduktif organisasi ditujukan karyawan

kepada organisasi.

Berdasarkan hal tersebut maka Robbinson dan Baneett (dalam Anderson,

Ones, Sinangis, & Viswesvaran, 2001) membagi perilaku kerja kontraprodutif

(35)

a. Dimensi Penyimpangan Properti (Property Deviance)

Target dari penyimpangan properti adalah organisasi. Perilaku

penyimpangan properti seperti sabotase peralatan (wikis, 2014), memakai

barang-barang miliki perusahaan untuk kepentingan pribadi dan mencuri

properti perusahaan (Robbinson & Benet dalam Keloway, Francis, Prosser,

& Cameron, 2010)

b. Dimensi Penyimpangan Produksi (Production Deviance)

Target dari perilaku penyimpangan produksi ialah organisai. Robbins dan

Banett (dalam Keloway, Francis, Prosser, & Cameron, 2010) menyatakan

bahwa perilaku yang termasuk dalam penyimpangan produksi misalnya,

datang terlambat atau mengambil terlalu banyak waktu untuk beristirahat.

Selain itu menurut wiki (2014) yang termasuk dalam penyimpangan

produksi adalah meninggalkan pekerjaan sebelum jam bekerja selesai dan

sengaja bekerja secara lambat.

c. Dimensi Agresi Individu (Personal Agression)

Target dalam agresi individu adalah individunya atau rekan kerja. Perilaku

yang ternasuk dalam agresi individu seperti pelecehan seksual, agresi non

verbal dan agresi verbal.

d. Dimensi Penyimpangan Politik (Politic Deviance)

Menurut Robbinson dan Banett (dalam Anderson, Ones, Sinangil, &

Viswesvaran, 2011) yang menjadi target dari penyimpangan politik adalah

(36)

tindakan memilih kasih antara karyawan, bergosip, dan menyalahkan atau

menuduh seseorang atas suatu perbuatan yang tidak dilakukannya.

Robbinson dan Bennet (dalam Novrianti, 2014) menggambarkan

dengan lebih sederhana mengenai pengelompokan masing-masing jenis

perilaku kerja kontraproduktif berdasarkan dimensi sifat dari target dan

tingkat keseriusan perilaku kerja kontraproduktif melalui bagan di bawah ini:

Bagan 1

Tipologi Perilaku Kerja Menyimpang

Organisasi

Penyimpangan Produksi Penyimpangan Properti

- Pulang lebih awal - Sabotase

- Mengambil waktu lebih banyak - Menerima suap

untuk istirahat - Berbohong tentang

- Sengaja bekerja lambat jam kerja

- membagikan informasi - Mencuri dari perusahaan

Ringan Berat

Penyimpangan Politik Agresi Individu

- Pilih kasih - Pelecehan seksual

- Bergosip tentang rekan kerja - Kekerasan verbal

- Menyalahkan rekan kerja - Mencuri rekan kerja

- berkompetisi untuk hal-hal - Membahayakan rekan

yang tidak menguntungkan Kerja

Interpersonal

Adapun penjelasan dari bagan perilaku kerja kontraproduktif tersebut

adalah sebagai berikut : kuadrat pertama adalah penyimpangan produksi atau

production deviance, yaitu mengandung pengertian penyimpangan perilaku

(37)

merugikan organisasi karena karyawan melanggar norma-norma yang secara

formal dilarang menggambarkan kualitas minimal dan kualias pekerjaan yang

harus diselesaikan sehingga dapat berdampak pada produktivitas organisasi.

Contoh penyimpangan kerja karyawan dalam hal ini adalah meninggalkan

pekerjaan lebih awal, menyalahgunakan waktu istirahat.

Berikutnya, kuadrat kedua adalah penyimpangan properti atau

property deviance, yaitu mengandung pengertian penyimpangan perilaku

kerja karyawan yang dinilai serius dan dapat membahayakan organisasi

karena karyawan memperoleh barang-barang milik organisasi tanpa izin, serta

melakukan tindakan yang bersifat merusak peralatan dan perlengkapan milik

organisasi. Contoh penyimpangan perilaku kerja karyawan dalam hal ini

adalah melakukan sabotase peralatan kantor, menerima suap, berbohong

mengenai jam kerja, mencuri sesuatu dari organisasi, dan lain sebagainya.

Selanjutnya, kuadrat ketiga adalah penyimpanga politik atau political

deviance, yaitu mengandung pengertian penyimpangan perilaku kerja

karyawan yang dapat merugikan individu lainnya dalam organisasi, namun

tidak sampai membahayakan pribadi individu tersebut, dan juga dapat

didefinisikan sebagai bentuk perilaku yang terlibat dalam interaksi sosial yang

menempatkan individu lain dalam situasi pribadi atau politik yang tidak

menguntungkan. Contoh penyimpangan perilaku kerja karywan dalam hal ini

(38)

mengkambinghiamkan kesalahan pada atasan atau rekan kerja, berkompetisi

untuk hal-hal yang tidak menguntungkan, dan lain sebagainya.

Terakhir, kuadran keempat adalah agresi pribadi atau personal

aggression, yaitu mengandung pengertian penyimpangan perilaku kerja

karyawan yang dinilai serius karena dapat membahayakan pribadi individu

lainnya dalam organisasi, dan juga dapat didefinisikan sebagai bentuk perilaku

dalam cara yang agresif atau menciptakan permusuhan terhadap anggota

organisasi lainnya. Contoh penyimpangan perilaku kerja karyawan dalam hal

ini adalah melakukan pelecehan seksual, pelecehan verbal, mencuri

barang-barang milik atasan atau rekan kerja, mengancam atasan atau rekan kerja, dan

lain sebagainya.

3. Kategori Perilaku Kerja Kontraproduktif

Gruys (dalam Anderson, Ones, Sinangil, & Viswesvaran, 2001)

mengemukakan 11 kategori dari perilaku kerja kontraproduktif. 11 kategori

perilaku kerja kontraproduktif ini merupakan gambaran dari perilaku yang

masuk ke dalam perilaku kerja kontraproduktif:

a. Pencurian dan perilaku yang terkait (theft and related behavior) yaitu

pencurian uang tunai atau barang milik perusahaan/organisasi,

memberikan pelayanan atau barang tanpa seijin organisasi/perusahaanm

(39)

b. Merusak barang (destruction of property) yaitu merusak atau

mengahancurkan barang-barang milik perusahaan/organisasi serta

sabotase produksi dari organisasi/perusahaan.

c. Menyalahgunakan informasi (misuse of information) yaitu

mengungkapkan atau menyebarkan rahasia organisasi/perusahaan serta

memalsukan informasi mengenai organisasi/perusahaan.

d. Menyalahgunakan waktu dan sumber daya(misuse of time and resources)

yaitu membuang-buang waktu, memalsukan jam kerja, dan melakukan

pekerjaan pribadi di waktu bekerja.

e. Perilaku tidak aman yang membahayakan organisasi/perusahaan (unsafe

behavior) seperti gagal mengikuti atau gagal mempelajari prosedur yang

benar.

f. Tingkat kehadiran yang rendah (pool attendance) seperti absen atau

datang terlambat tanpa alasan yang jelas serta menyalahgunakan ijin

sakit.

g. Rendahnya kualitas kerja (poor quality work) seperti dengan sengaja

bekerja secara lambat atau melakukan suatu pekerjaan dengan tidak rapi.

h. Penggunaan alkohol (alcohol use) seperti meminum alkohol pada saat

bekerja atau darang ke kantor dalam keadaan mabuk akibat penggunaan

alkohol.

i. Penggunaan obat-obat terlarang (drug use) seperti memiliki,

(40)

j. Berbicara kasar (inappropriate verbal actions) seperti berdebat dengan

pelanggan atau secara lisan melecehkan teman kerja.

k. Kekerasan fisik (inapprovite physical actions) seperti menyerang sesama

teman kerja dan melakukan pelecehan seksual kepada sesama pekerja.

4. Faktor Penyebab Perilaku Kerja Kontraproduktif

Vardi dkk (dalam Kanten & Ulker 2013) mengemukakan ada dua

faktor penyebab perilaku kontraproduktif yaitu faktor individu dan faktor

organisasi. Faktor individu yakni kesadaran, efektivitas negatif, keramahan,

filsafat moral, umur, jenis kelamin, tingkat pendidikan, senioritas, status

perkawinan, dan kecerdasan emosi. Faktor organisasi yakni : keadilan

organisasi, dukungan organisasi yang dirasakan, tekanan sosial untuk

menyesuaikan diri, sikap negatif dan untrusting dari manajer / rekan kerja,

perselisihan dengan tujuan organisasi dan harapan, ambiguitas tentang

pekerjaan, gaya manajemen, iklim etika organisasi, iklim organisasi.

C. Dinamika Hubungan Antara Keadilan Distributif dan Perilaku Kerja

Kontraproduktif

Landy dan Conte (2010) menyatakan bahwa keadilan distributif didefinisikan

sebagai keadilan yang dirasakan dari alokasi hasil atau imbalan kepada anggota

organisasi. Menurut Greenberg dan Colquitt (dalam Nurfianti & Handoyo, 2013)

(41)

yang diterima adil atau tidak. Penilaian ini disebut sebagai penilaian keadilan

distributif, karena hal ini merupakan sebuah assesment tentang bagaimana

sumber daya didistribusikan atau dialokasikan kepada individu. Cropanzo,

Bowen dan Gililand (dalam Usmani & Jamal, 2013) membagi keadilan distributif

kedalam tiga komponen, yaitu : kewajaran (equity), persamaan (equality), dan

kebutuhan (need). Kewajaran yaitu menghargai karyawan berdasarkan

kontribusinya, persamaan yaitu memberikan kompensasi kepada setiap karyawan

yang secara garis besar sama, dan kebutuhan yaitu menyediakan benefit

berdasarkan pada kebutuhan personal seseorang.

Keadilan distributif berfokus pada persepsi seseorang tentang adil atau

tidaknya outcome atau hasil yang mereka terima (Handi & Suhariandi dalam

Febriani & Nurtjahjanti, 2006). Menurut Cowherd dan Levine (dalam Pareke,

Bachri & Astuti, 2003) pada saat individu mempersepsikan bahwa rasio

masukan-masukan yang mereka berikan terhadap imbalan yang mereka terima

adalah seimbang, maka mereka akan merasakan adanya kewajaran(equity). Pada

saat individu mempersepsikan bahwa rasio masukan-masukan yang mereka

berikan terhadap imbalan yang mereka terima tidak seimbang, maka mereka akan

merasakan adanya ketidakwajaran.

Keadilan distributif mempunyai pengaruh terhadap anggota organisasi.

Menurut Raza, Rana, Qadir dan Rana, (2013) keadilan distributif memiliki

(42)

setiap kali ada penggunaan adil keadilan distributif maka karyawan akan lebih

berkomitmen untuk organisasi.

Menurut Rifai, Begley, dan Pillai dalam (Hasmarini & Yuniawan, 2008) yang

menyatakan bahwa keadilan distributif berpengaruh positif dan signifikan

terhadap kepuasan kerja. Hasil ini konsisten dengan penelitian yang dilakukan

Hasmarini dan Yuniawan (2008) menyatakan bahwa keadilan distributif

berpengaruh positif terhadap kepuasan kerja. Hal ini berarti semakin karyawan

merasa keadilan atas pengalokasian imbalan di perusahaan kepada para

karyawannya maka akan semakin puas mereka atas pekerjaan mereka, begitu

sebaliknya.

Penelitian yang dilakukan oleh Ramamoorthy, Flood dan Pareke yang

menyatakan bahwa keadilan distributif berpengaruh positif dan signifikan

terhadap komitmen afektif (dalam Hasmarini & Yuniawan 2008). Penelitian

serupa juga dilakukan oleh Hasmarini dan Yuniawan (2008) dimana hasil

tersebut menyatakan bahwa keadilan distributif berpengaruh terhadap komitmen

afektif. Hal ini berarti bahwa jika karyawan merasa adil terhadap pengalokasian

imbalan pada perusahaan, maka mereka akan cenderung setia pada perusahaan

karena telah memiliki keterkaitan emosional dengan perusahaan dan merasa

bahwa perusahaan tersebut sesuai dengan nilai dan tujuan mereka.

Skarlicki dan Folger (dalam Pareke, 2002) menemukan bahwa ketidakadilan

dalam pendistribusian hasil-hasil organisasi akan mendorong karyawan untuk

(43)

tindakan merusak peralatan atau proses kerja, mengambil perlengkapan tanpa

izin dan lain sebagainya. Sebaliknya, apabila karyawan mempersepsikan bahwa

kontribusi mereka terhadap organisasi seimbang dengan imbalan yang mereka

terima, maka para karyawan cenderung memberikan reaksi-reaksi positif seperti

kepuasan dan komitmen.

Perilaku merusak peralatan, mengambil perlengkapan organisasi miliki sendiri

merupakan perilaku yang termasuk dalam perilaku kerja kontraproduktif.

Beberapa perilaku kerja kontraproduktif yaitu : memakai barang-barang

perusahaan untuk kepentingan pribadi, mencuri properti perusahaan, datang

terlambat, mengambil terlalu banyak waktu untuk beristirahat, agresi verbal dan

non verbal, pelecehan seksual, dan bergosip (Robbinson & Benet dalam

(44)

D. Kerangka Penelitian

Bagan 2

Hubungan Keadilan Distributif dengan Penyimpangan Properti

(45)

Hubungan Keadilan Distributif dengan Penyimpangan Produksi

Adil (saat individu mempersepsikan bahwa rasio

masukan-masukan yang mereka berikan terhadap imbalan yang mereka terima

seimbang)

Tidak adil (saat individu mempersepsikan bahwa rasio

masukan-masukan yang mereka berikan terhadap imbalan yang mereka terima

tidak seimbang)

Penyimpangan produksi rendah

Penyimpangan produksi tinggi

Keadilan Distributif

- Datang tepat waktu - Memakai waktu istirahat

sesuai waktunya

- Datang terlambat

(46)

Bagan 4

Hubungan Keadilan Distributif dengan Agresi Individu

Adil (saat individu mempersepsikan bahwa rasio

masukan-masukan yang mereka berikan terhadap imbalan yang mereka terima

seimbang)

Tidak adil (saat individu mempersepsikan bahwa rasio

masukan-masukan yang mereka berikan terhadap imbalan yang mereka terima

tidak seimbang)

Agresi individu rendah Agresi individu tinggi

Keadilan Distributif

Berbicara sopan pada karyawan lain

(47)

Bagan 5

Hubungan Keadilan Distributif dengan Penyimpangan Politik

Adil (saat individu mempersepsikan bahwa rasio

masukan-masukan yang mereka berikan terhadap imbalan yang mereka terima

seimbang)

Tidak adil (saat individu mempersepsikan bahwa rasio

masukan-masukan yang mereka berikan terhadap imbalan yang mereka terima

tidak seimbang) k Adil

Penyimpangan politik rendah Penyimpangan politik tinggi

Keadilan Distributif

Bertanggung jawab atas kesalahan yang dilakukan

Menyalahkan seseorang atas suatu perbuatan yang tidak

(48)

E. Hipotesis

Berdasarkan uraian-uraian yang telah dipaparkan, maka hipotesis

dalam penelititan ini, yaitu:

1. Terdapat hubungan negatif antara keadilan distributif dengan

penyimpangan properti. Semakin rendah keadilan distributif maka

semakin tinggi penyimpangan properti, sebaliknya semakin tinggi

keadilan distributif maka semakin rendah penyimpangan properti.

2. Terdapat hubungan negatif antara keadilan distributif dengan

penyimpangan produksi. Semakin rendah keadilan distributif maka

semakin tinggi penyimpangan produksi, sebaliknya semakin tinggi

keadilan distributif maka semakin rendah penyimpangan produksi.

3. Terdapat hubungan negatif antara keadilan distributif dengan agresi

individu. Semakin rendah keadilan distributif maka semakin tinggi agresi

individu, sebaliknya semakin tinggi keadilan distributif maka semakin

rendah agresi individu.

4. Terdapat hubungan negatif antara keadilan distributif dengan

penyimpangan politik.Semakin rendah keadilan distributif maka semakin

tinggi penyimpangan politik, sebaliknya semakin tinggi keadilan

(49)

29 BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Penelitian ini adalah penelitian kuantitatif dengan metode korelasional.

Penelitian korelasional bertujuan menyelidiki sejauh mana variasi pada suatu

variabel berkaitan dengan variasi dari variabel lainnya yang dilihat berdasarkan

koefisien korelasi (azwar, 2012). Pada penelitian ini, peneliti ingin melihat

hubungan antara dua variabel, yaitu variabel keadilan distributif dan perilaku

kerja kontraproduktif

B. Variabel Penelitian

Penelitian ini memiliki dua variabel yang dapat diidentifikasikan sebagai

berikut:

1. Variabel Bebas (Independent)

Variabel bebas merupakan variabel yang yang menjadi sebab perubahan

atau timbulnya variabel terikat. Variabel bebas merupakan sebab yang

diperkirakan dari beberapa perubahan dalam variabel terikat (Robbins, dalam

Noor, 2011). Berdasarkan uraian tersebut maka variabel bebas dalam

(50)

2. Variabel Terikat (Dependent)

Variabel terikat adalah variabel penelitian yang diukur untuk mengetahui

besarnya efek atau pengaruh variabel lain (Azwar, 2012). Variabel terikat

merupakan fakor utama yang ingin dijelaskan atau diprediksi dan dipengaruhi

oleh beberapa faktor lain (Robbins, dalam Noor, 2011). Berdasarkan uraian

tersebut, maka variabel terikat dalam penelitian ini adalah perilaku kerja

kontraproduktif.

C. Definisi Operasional

Definisi operasional adalah suatu definisi mengenai variabel yang

dirumuskan berdasarkan karakteristik-karakteristik variabel yang dapat diamati

(Azwar, 2012). Menurut Sekaran (2006) definisi operasional merupakan bagian

yang mendefinisikan sebuah konsep / variabel agar dapat diukur, dengan cara

melihat pada dimensi atau indikator dari suatu konsep / variabel. Berdasarkan

uraian tersebut, maka definisi operasional variabel-variabel sebagai berikut :

1. Keadilan Distributif

Keadilan distributif adalah keadilan yang dirasakan dari pemberian hasil

yang diterima oleh karyawan dimana didalam pendistribusian terdapat 3

aturan yaitu: ekuitas atau equity, persamaan atauequality dan kebutuhan atau

need. Keadilan distributif dapat diukur dengan menggunakan skala keadilan

distributif. Semakin tinggi skor total keadilan distributif berarti semakin

(51)

2. Perilaku Kerja Kontraproduktif

Perilaku kerja kontraproduktif adalah perilaku yang dilakukan secara

sengaja oleh karyawan, perilaku tersebut bertentangan dengan kepentingan

organisasi yang berdampak merugikan organisasi dan anggota organisasi.

Perilaku kerja konraproduktif dapat diukur dengan menggunakan skala

perilaku kerja kontraproduktif. Semakin tinggi skor total pada perilaku kerja

kontraproduktif berarti semakin tinggi perilaku kerja kontraproduktif yang

ada di dalam organisasi tersebut.

Skala ini terdiri dari bebrapa dimensi, yaitu :

a. Dimensi Penyimpangan Properti (Property Deviance)

Target dari penyimpangan properti adalah organisasi. Perilaku

penyimpangan properti seperti sabotase peralatan (wikis, 2014), memakai

barang-barang miliki perusahaan untuk kepentingan pribadi dan mencuri

properti perusahaan (Robbinson & Benet dalam Keloway, Francis,

Prosser, & Cameron, 2010)

b. Dimensi Penyimpangan Produksi (Production Deviance)

Target dari perilaku penyimpangan produksi ialah organisai. Robbins dan

Banett (dalam Keloway, Francis, Prosser, & Cameron, 2010) menyatakan

bahwa perilaku yang termasuk dalam penyimpangan prosuksi misalnya,

datang terlambat atau mengambil terlalu banyak waktu untuk beristirahat.

(52)

produksi adalah meninggalkan pekerjaan sebelum jam bekerja selesai dan

sengaja bekerja secara lambat.

c. Dimensi Agresi Individu (Personal Agression)

Target dalam agresi individu adalah individunya atau rekan kerja. Perilaku

yang ternasuk dalam agresi individu seperti pelecehan seksual, agresi non

verbal dan agresi verbal.

d. Dimensi Penyimpangan Politik (Politic Deviance)

Menurut Robbinson dan Banett (dalam Anderson, Ones, Sinangil, &

Viswesvaran, 2011) yang menjadi target dari penyimpangan politik adalah

interpersonal. Perilaku yang termasuk dalam penyimpangan politik adalah

tindakan memilih kasih antara karywan, bergosip, dan menyalahkan atau

menuduh seseorang atas suatu perbuatan yang tidak dilakukannya.

D. Subjek penelitian

Pada penelitan ini populasi subjek adalah karyawan perusahaan. Pada

pengambilan sampel terdapat beberapa kriteria yang digunakan. Kriteria subjek

yang dijadikan subjek dalam penelitian ini adalah karyawan yang bekerja

dengan minimal masa kerja 1 tahun

Pengambilan subjek dalam penelitan ini menggunakan teknik Accidental /

Conviniece sampling, yaitu teknik penentuan sampel berdasarkan kebetulan/

diberikan kepada subjek yang sesuai dalam kebutuhan penelitian dan

(53)

E. Metode Pengumpulan Data

Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan teknik pengumpulan data dengan

penyebaran angket (questionnair) karena questionnair lebih fleksibel dan mudah

digunakan (Azwar, 2009). Pada penelitian ini peneliti menggunakan dua skala.

Skala tersebut adalah skala yang mengukur keadilan distributif dan skala yang

mengukur perilaku kerja kontraproduktif.

1. Skala Keadilan Distributif

Jenis skala yang digunakan dalam pengumpulan data keadilan

distributif yaitu dengan skala Likert. Skala keadilan distributif ini diukur

dengan menggunakan skala yang sudah diadaptasikan oleh Kristanto

(2012). Nilai koefisien reliabilitas skala keadilan distributif pada penelitian

Kristanto yaitu α = 0,8424. Skala ini awalnya merupakan skala yang

dikembangkan oleh Colquitt (2001).

Pada skala ini terdapat 4 butir soal. Selain itu, penyataan dalam skala

ini hanya ada pernyataan favorable. Pernyataan favorable adalah

pernyataan-pernyataan yang bila disetujui atau diiyakan menunjukkan

sikap positif atau menyukai objek yang menjadi sasaran perhatian

(Anderson, dalam Supratiknya, 2014). Pada skala Likert ini, subjek

diminta untuk menyatakan kesetujuan-ketidaksetujuannya dalam sebuah

kontinum yang terdiri dari 5 respon: Sangat Tidak Setuju (1), Tidak Setuju

(54)

Penilaian pada jawab favorable Sangat Tidak Setuju (1) adalah 1,

Tidak Setuju (2) adalah 2, Netral (3) adalah 3, Setuju (4) adalah 4, Sangat

Setuju (5) adalah 5. Pada pernyataan favorable skor tinggi mengindikasi

bahwa subjek mempunyai tanggapan yang positif atau baik terhadap

keadilan distributif sedangkan skor rendah mengindikasi bahwa subjek

cenderung mempunyai tanggapan yang negatif atau buruk terhadap

keadilan distributif.

Distribusi atau penyebaran aitem pada skala tersebut dapat dilihat pada

tabel 1 berikut ini:

Tabel 1

Blue Print Skala Keadilan Distributif

No Indikator Komponen Item Total Persentase Favorable

1. Distributive Justice1 1 1 25 %

2. Distributive Justice2 2 1 25 %

3. Distributive Justice3 3 1 25 %

4. Distributive Justice4 4 1 25 %

Total 4 100 %

Tabel 2

Penskoran Skala Keadilan Distributif

Alternatif Jawaban Skor

Sangat Tidak Setuju (1) 1

Tidak Setuju (2) 2

Netral (3) 3

Setuju (4) 4

(55)

2. Skala Perilaku Kerja Kontraproduktif

Jenis skala yang digunakan dalam pengumpulan data perilaku kerja

kontraproduktif yaitu dengan skala Likert, yang dibuat berdasarkan empat

dimensi yaitu: penyimpangan properti, penyimpangan produksi, agresi

individu, dan penyimpangan politik.

Pada skala Likert ini, subjek diminta untuk menyatakan

kesetujuan-ketidaksetujuannya dalam sebuah kontinum yang terdiri dari 5 respon:

Selalu (SL), Sering (SR), Kadang-kadang (K), Jarang (J), Tidak Pernah

(TP). Selain itu, penyataan dalam skala ini terbagi menjadi dua, yaitu

pernyataan favorabe dan penyataan unfavorable.

Penilaian pada jawab favorable Selalu (SL) adalah 5, Sering (SR)

adalah 4, Kadang-kadang (K) adalah 3, Jarang (J) adalah 2, TP (Tidak

Pernah) adalah 1. Pada pernyataan favorable skor tinggi mengindikasi

bahwa subjek memiliki kecenderungan perilaku kerja kontraproduktif

yang tinggi sedangkan skor rendah mengindikasi bahwa subjek memiliki

kecenderungan perilaku kerja kontraproduktif yang rendah.

Penilaian pada jawaban unfavorable, yaitu Selalu (SL) adalah 1,

Sering (SR) adalah 2, Kadang-kadang (K) adalah 3, Jarang (J) adalah 4,

TP (Tidak Pernah) adalah 5. Pada pernyataan unfavorable skor tinggi

mengindikasi bahwa subjek memiliki kecenderungan perilaku kerja

(56)

subjek memiliki kecenderungan perilaku kerja kontraproduktif yang

tinggi.

Tabel 3

Blue Print Skala Perilaku Kerja Kontraproduktif

No Aspek Komponen Aitem Total Persentase

Favorable Unfavorable

3. Agresi Individu 8, 15, 17, 22,

29, 41, 42,

Penskoran Skala Perilaku Kerja Kontraproduktif Alternatif Jawaban Favorable Unfavorable

TP (Tidak Pernah) 1 5

J (Jarang) 2 4

Validitas merupakan sejauhmana tes mampu mengukur atribut yang

(57)

tersebut menjalankan fungsi ukurnya dan memberikan hasil ukur sesuai

dengan maksud dilakukannya pengukuran tersebut (Azwar, 2008).

Pada penelitian ini pengukuran validitas alat tes yang digunakan

menggunakan validitas isi. Validitas isi adalah kesesuaian antara isi tes dan

konstruk yang diukurnya. Evidensi terkait isi ini berupa penilaian pakar atau

ahli (professional judgment) yaitu dosen pembimbing skripsi terhadap

kesesuaian antara bagian-bagian tes dan konstruk yang diukur (Supratiknya,

2014).

2. Seleksi Aitem

Seleksi aitem dilakukan dengan memilih aitem-aitem yang akan

membentuk sebuah skala yang homogen dan berdaya diskriminasi tinggi

(Azwar, 2012). Daya diskriminasi aitem adalah sejauh mana aitem mampu

membedakan antara individu atau kelompok individu yang memiliki dan

tidak memiliki atribut yang diukur (Azwar, 2012). Perhitungan daya

diskriminasi aitem dilakukan dengan cara mengkorelasikan skor aitem

dengan skor aitem total sehingga didapatkan koefisien korelasi aitem total

(rix). Aitem dipandang memiliki daya diskriminasi koefisien yang baik

apabila aitem tersebut memiliki koefisien korelasi aitem total minimal 0,3

(Azwar, 2009).

Berdasarkan koefisien korelasi aitem-aitem bergerak dari 0 sampai

dengan 1,00 dengan tanda positif atau negatif. Jika daya diskriminasi

(58)

Namun jika daya diskriminasi aitem tidak baik maka koefisien korelasinya

akan mendekati angka 0 (Azwar, 2009).

Pemilihan aitem berdasarkan korelasi aitem total, biasanya digunakan

batasan rix ≥ 0,30. Semua aitem yang mencapai koefisien korelasi minimal

0,30 daya bedanya dianggap memuaskan. Sedangkan aitem yang mempunyai

daya beda kurang dari 0.30 dianggap mempunyai daya diskriminasi yang

rendah. Jika jumlah aitem yang lolos masih tidak mencukupi jumlah yang

diinginkan maka kita dapat mempertimbangkan untuk menurunkan sedikit

batasan kriteria 0,30 menjadi 0,25 sehingga jumlah aitem yang diinginkan

dapat tercapai (Azwar, 2009)

Penelitian ini menggunakan nilai rix 0,30 dan taraf signifikasi 0,05. Hal

ini menandakan bahwa aiem yang digunakan mempunyai korelasi aitem total

≥ 0,30. Penggujian menggunakan SPSS versi 16. Data penelitian yang

digunakan dalam penelitian ini adalah data try out terpakai. Try out terpakai

merupakan istilah yang digunakan untuk proses penelitian yang

menggunakan sampel yang sama denan sampel dalam uji validitas dan

reliabilitasnya (Setiadi, Matindas, & Chairy, 1998). Peneliti menggunakan

try out terpakai dikarenakan keterbatasan waktu.

Pada skala keadilan distributif, terdapat 4 item, keempat aitem tersebut

merupakan aitem favorable. Aitem yang memiliki rix≥ 0,30 dianggap sebagai

aitem baik sedangkan aitem yang mempunyai rix ≤ 0,30 dianggap sebagai

(59)

a. Skala Keadilan Distributif

Tabel 5

Sebaran Aitem Skala Keadilan Distributif

No Keadilan Distributif Nomor Aitem Jumlah

Favorable

1 Distributive Justice1 1 1

2 Distributive Justice2 2 1

3 Distributive Justice3 3 1

4 Distributive Justice4 4 1

Total 4 4

Berdasarkan seleksi aitem, keempat aitem pada skala keadilan

distributif memiliki korelasi aitem total > 0.30. Berdasarkan empat

dimensi yang terdapat pada skala keadilan distributif tidak ada aitem yang

gugur dan tidak ada yang hilang.

Tabel 6

Skala Keadilan Distributif

No Keadilan Distributif Nomor Aitem Jumlah

Favorable

1 Distributive Justice1 1 1

2 Distributive Justice2 2 1

3 Distributive Justice3 3 1

4 Distributive Justice4 4 1

(60)

b. Skala Perilaku Kerja Kontraproduktif Tabel 7

Sebaran Aitem Perilaku Kerja Kontraproduktif

No Aspek Komponen Aitem Jumlah

Favorable Unfavorable

3. Agresi Individu 8, 15, 17, 22, 29,

41, 42, 52*

Berdasarkan seleksi aitem, maka didapatkan 32 aitem yang gugur dan

32 aitem yang memiliki korelasi aitem total > 0.30 pada skala perilaku

kerja kontraproduktif. Berdasarkan empat dimensi yang terdapat pada

skala perilaku kerja kontraproduktif, tidak ada yang hilang. Berikut adalah

tabel hasil akhit Skala Perilaku Kerja Kontraproduktif:

Tabel 8

Skala Perilaku Kerja Kontraproduktif

No Aspek Komponen Aitem Jumlah

Favorable Unfavorable

3. Agresi Individu 8, 15, 17, 22, 29,

(61)

3. Reliabilitas

Reliabilitas adalah ketepatan pengukuran tanpa menghiraukan atribut apa

yang diukur (Nunnally dalam Supraktiknya, 2014). Pemeriksaan reliabilitas

pada penelitian ini menggunakan program SPSS versi 16, dengan cara

melihat nilai Cronbach Alpha (α) untuk mengukur konsistensi internal antar

item dalam tes (Azwar, 2007). Reliabel dalam hal ini berarti tingginya

konsistensi di antara komponen-komponen yang membentuk tes secara

keseluruhan.

Tinggi-rendahnya reliabilitas ditunjukan oleh suatu angka yang disebut

koefisien reliabilitas (rxx’). Reliabilitas dinyatakan oleh koefisien reliabilitas

(rxx’) yang angkanya berada dari rentang 0 sampai dengan 1,00. Semakin

tinggi koefisien reliabilitas mendekati 1,00 berarti semakin tinggi

reliabilitasnya. Sebaliknya koefisien yang semakin rendah mendekati angka 0

berarti semakin rendah reliabilitasnya. Guilford (dalam Supratiknya, 2014)

koefisien minimum yang dipandang memuaskan untuk reliabilitas tes adalah

0,7. Di bawa angka tersebut sebuah tes menjadi kurang memadai untuk

digunakan. Sehingga semakin tinggi angka koefisien reliabilitas

menunjukkan reliabilitas yang tinggi sebaliknya semakin rendah angka

realibilitas menunjukkan semakin rendah pula reliabilitasnya.

Pada penelitian ini pengukuran koefisien reliabilitas α pada skala

keadilan distributif yaitu α = 0,790 sedangkan koefisien reliabilitas pada skala

Gambar

tabel 1 berikut ini:
Tabel 3Blue Print Skala Perilaku Kerja Kontraproduktif
Tabel 5Sebaran Aitem Skala Keadilan Distributif
Tabel 7Sebaran Aitem Perilaku Kerja Kontraproduktif
+7

Referensi

Dokumen terkait

Sistem Pengendalian Intern (SPI) adalah proses yang integral pada tindakan dan kegiatan yang dilakukan secara terus menerus oleh pimpinan dan seluruh pegawai untuk memberikan

Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa transfeksi memperlihatkan metode yang paling sesuai pada udang vaname berdasarkan alasan ukuran telur yang relatif kecil, daya tetas

Untuk memenuhi mandat ini, proses reformasi perlu disesuaikan untuk mempertimbangkan kebutuhan keamanan dan keadilan yang berbeda bagi semua anggota populasi (lihat Kotak

Alasan memilih faktor tersebut karena diduga memiliki pengaruh yang kuat terhadap prestasi belajar mahasiswa angkatan 2009/2010 Program Studi Pendidikan Akuntansi,

Analisis penulis, reusam adalah kebiasaan, adat yang sudah menjadi peraturan, ketika masyarakat memasuki kawasan gampong Lamgugob, maka dia harus mengikuti semua

Model pendekatan kesehatan ..... Sonya

Inflasi perbankan tidak berpengaruh secara signifikan terhadap harga saham bank pemerintah di Bursa Efek Indonesia dengan nilai t- hitung (0,739) lebih kecil dari t-

Masih sedikit kajian atau penelitian yang dilakukan oleh instansi atau individu mengenai masalah stress kerja terhadap event organizer, sedangkan banyak pekerja yang