• Tidak ada hasil yang ditemukan

Korelasi lingkar pinggang dan rasio lingkar pinggang panggul terhadap HbA1c pada karyawan pria dewasa sehat di Universitas Sanata Dharma.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Korelasi lingkar pinggang dan rasio lingkar pinggang panggul terhadap HbA1c pada karyawan pria dewasa sehat di Universitas Sanata Dharma."

Copied!
102
0
0

Teks penuh

(1)

INTISARI

Antropometri adalah teknik pengukuran parameter-parameter tubuh untuk mengetahui status gizi pada suatu individu atau populasi. Metode pengukuran antropometri lingkar pinggang (LP) dan rasio lingkar pinggang-panggul (RLPP) dapat digunakan untuk mendeteksi adanya obesitas sentral. Obesitas sentral dapat memicu terjadinya resistensi insulin dalam tubuh. Adanya resistensi insulin dapat menyebabkan risiko penyakit diabetes melitus tipe 2. HbA1c digunakan sebagai skrinning dini adanya resiko penyakit diabetes melitus tipe 2. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui korelasi lingkar pinggang (LP) dan rasio lingkar pinggang-panggul (RLPP) terhadap kadar HbA1c pada karyawan pria dewasa sehat di Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

Penelitian ini merupakan penelitian survei analitik dengan rancangan cross-sectional. Pengambilan sampel dilakukan secara non-random sampling. Dengan jumlah responden yaitu 66 orang. Pengukuran yang dilakukan yaitu lingkar pinggang, rasio lingkar pinggang panggul, dan kadar HbA1c. Analisis data dengan uji normalitas Kolmogorov-Smirov, uji komparatif Man-Whitney serta uji korelasi Spearman’s dengan taraf kepercayaan 95%.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa adanya korelasi positif bermakna antara lingkar pinggang dengan kadar HbA1c (r=0,296; p=0,016), serta antara rasio lingkar pinggang panggul dengan kadar HbA1c (r=0327; p=0,007) pada karyawan pria dewasa sehat usia 40-50 tahun di Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

(2)

ABSTRACT

Anthropometry is the parameter measurement technique of the body to determine the nutrient status of an individual or a population. Anthropometric measurement method can be used in the measurement of waist circumference and waist-to-hip circumference ratio (waist hip ratio) which will be used to detect the central obesity. Central obesity can lead to insulin resistance in the body. The resistance insulin can lead to the risk of Diabetes Melitus type 2. HbA1c is used as an early screening of the risk of Diabetes Melitus type 2. The purpose of this study is to determine the correlation of waist circumference and waist-to-hip circumference ratio (waist hip ratio) on HbA1c to the healthy adult male staff in Sanata Dharma University.

This study is survey analytic with cross-sectional design. The sampling is done by non-random sampling. The number of respondents are 66 employees. The measurement is focusing on waist circumference, waist to hip circumference ratio, and HbA1c. Analysis of the data by the Kolmogorov-Smirov normality test, and the, comparative test using Mann-Whitney and correlation test using Spearman’s with a level of certainty 95%.

The conclusion of this research is, significant positive correlation with the weakness between the waist circumference and HbA1c levels (r=0.296; p=0,016) also between the ratio of waist to hip circumference with HbA1c levels (r=0.327; p=0.007) to the healthy adults male staff in Sanata Dharma University in Yogyakarta.

(3)

KORELASI LINGKAR PINGGANG DAN RASIO LINGKAR PINGGANG PANGGUL TERHADAP HbA1c PADA KARYAWAN PRIA DEWASA

SEHAT DI UNIVERSITAS SANATA DHARMA

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm)

Program Studi Farmasi

Oleh: Deby Darmayanti NIM : 118114051

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA

(4)

KORELASI LINGKAR PINGGANG DAN RASIO LINGKAR PINGGANG PANGGUL TERHADAP HbA1c PADA KARYAWAN PRIA DEWASA

SEHAT DI UNIVERSITAS SANATA DHARMA

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm)

Program Studi Farmasi

Oleh: Deby Darmayanti NIM : 118114051

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA

(5)
(6)
(7)

HALAMAN PERSEMBAHAN

TUHAN , INILAH HIDUPKU

KUSERAHKAN PADAMU

SEGALA CITA-CITAKU, MASA DEPANKU

MENJADI MILIK-MU ...

“Tetapi orang-orang yang menanti-nantikan TUHAN mendapat kekuatan baru: mereka seumpama rajawali yang naik terbang dengan

kekuatan sayapnya; mereka berlari dan tidak menjadi lesu, mereka berjalan dan tidak menjadi lelah.”

Yesaya 40:31

Karya untuk semua perjuangan ini, Kupersembahkan kepada

Tuhan Yesus atas semua kasihNya Papa, Mama, Saudara atas doa

(8)
(9)
(10)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Pengasih atas bimbingan dan penyertaan-Nya yang tidak berkesudahan, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dan memenuhi salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.) Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

Dalam proses penyusunan skripsi ini penulis banyak memperoleh bantuan dan dorongan semangat dari berbagai pihak. Untuk itu penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih kepada berbagai pihak atas bantuan yang telah diberikan, baik waktu maupun tenaga, hingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada:

1. Dr. Rita Suhadi, M.Si., Apt. selaku Wakil Rektor I Universitas Sanata Dharma Yogyakarta yang telah memberikan izin untuk melakukan penelitian. 2. dr. Fenty, M.Kes., Sp.PK. selaku dosen pembimbing utama dan dosen pembimbing akademik, yang telah mendampingi penulis sejak awal menjadi keluarga besar Fakultas Farmasi USD dan telah menyediakan waktu dan dukungan untuk berdiskusi dan memberi masukan dari awal hingga akhir proses penyusunan skripsi.

3. Dr. Rita Suhadi, M.Si., Apt. dan Aris Widayati, M.Si., Ph.D., Apt. selaku dosen penguji, atas dukungan dan masukan yang berharga.

(11)

5. Seluruh karyawan pria Universitas Sanata Dharma yang terlibat dalam penelitian, yang telah membantu berlangsungnya penelitian baik langsung maupun tidak langsung.

6. Laboratorium Patologi Klinik Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta, serta tenaga medis Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta yang telah membantu pemeriksaan darah responden penelitian.

7. Seluruh dosen Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma yang telah mendampingi dan membagikan ilmu kepada penulis.

8. Papa (Husin Tandi), Mama (Meme), Saudara dan adik-adiku (Wahyu Pratama, Christin Natalia, dan Puja Kusuma) yang selalu senantiasa memberikan doa, kasih sayang dan dukungan baik moril maupun materil. Doa dan motivasi kalian selalu menjadi sumber semangat untuk menyelesaian studi hingga garis akhir.

9. Anthony Timo Hartono, sebagai pasangan yang selalu memberikan semangat dukungan, motivasi, bantuan dan doa serta penghibur disaat jenuh maupun lelah kepada penulis.

10. Teman-teman sepayungan seperjuanganku Lisa, Shinta, Bagas, Vento, Detha, Sarry Nala, Asri, Arvita, Bona, Tika, Avis, Ocha yang senantiasa bertukar pikiran dan saling membantu dari awal membentuk anggota payung skripsi hingga akhir serta selalu memberikan dukungan dan semangat selama proses penyusunan skripsi.

(12)

teman-teman kelas FSM B dan FKK A 2011 yang senantiasa memberikan dukungan.

12. Teman-teman rohani Gereja Mawar Sharon Yogyakarta serta keluarga Connect Group dalam memberikan doa.

13. Teman-teman kost Difa (Jl.Paingan 3 no.7777), yang telah memberikan dukungan dan doa

14. Semua pihak yang telah membantu dan tidak dapat penulis sebutkan satu per satu. Dukungan kalian berharga untuk penulis hingga dapat menyelesaikan skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna, oleh sebab itu penulis terbuka terhadap kritik dan saran dari pembaca. Kritik dan saran yang membangun menjadi pembelajaran bagi penulis untuk menjadi lebih baik. Semoga skripsi ini bermanfaat dan dapat menjadi sumbangan ilmu pengetahuan untuk meningkatkan perhatian masyarakat terhadap kesehatan.

(13)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMANPERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN SKRIPSI ... iii

HALAMAN PERSEMBAHAN ... iv

HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... v

HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI ... vi

PRAKATA ... vii

DAFTAR ISI ... x

DAFTAR TABEL ... xiv

DAFTAR GAMBAR ... xv

DAFTAR LAMPIRAN ... xvi

INTISARI ... xviii

ABSTRACT ... xix

BAB I. PENGANTAR ... 1

A. Latar Belakang ... 1

1. Rumusan Masalah ... 4

2. Keaslian Penelitian ... 4

3. Manfaat Penelitian ... 8

B. Tujuan Penelitian ... 9

1. Tujuan umum ... 9

(14)

BAB II. PENELAAHAN PUSTAKA... 10

A. Pengukuran Antropometri ... 10

1. Lingkar Pinggang ... 10

2. Rasio lingkar pinggang panggul... 12

B. Obesitas Sentral ... 13

C. Resistensi Insulin dan DM Tipe 2...14

D. Kadar HbA1c ... 16

E. Landasan Teori ... 18

F. Hipotesis ... 19

BAB III. METODE PENELITIAN... 20

A. Jenis dan Rancangan Penelitian ... 20

B. Variabel Penelitian ... 21

1. Variabel bebas ... 21

2. Variabel tergantung ... 21

3. Variabel pengacau ... 21

C. Definisi Operasional... 21

D. Responden Penelitian ... 22

E. Tempat dan Waktu Penelitian ... 23

F. Ruang Lingkup Penelitian ... 25

G. Teknik Pengambilan Sampel... 25

H. Instrumen Penelitian... 25

I. Tata Cara Penelitian ... 26

(15)

2. Permohonan izin dan kerjasama ... 26

3. Pembuatan informed consent dan leaflet... 27

4. Data Responden...27

5. Pencarian Responden ... 28

6. Validitas dan reliabilitas instrumen penelitian ... 29

7. Pengukuran parameter antropometri dan pengambilan darah .... 29

8. Analisis Darah Responden...30

9. Pembagian hasil pemeriksaan ... 30

10. Pengolahan data ... 30

J. Analisis data ... 30

K. Keterbatasan Penelitian ... 32

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 33

A. Karakteristik Penelitian ... 33

1. Usia ... 35

2. Lingkar Pinggang ... 35

3. Rasio Lingkar Pinggang Panggul ... 36

4. HbA1c ... 37

B. Komparatif Lingkar Pinggang dan Rasio Lingkar Pinggang Panggul terhadap Kadar HbA1c...39

1. Perbandingan Rerata HbA1c pada LP ≥ 94cm dan LP< 94cm responden pria...39

(16)

C. Korelasi antara Lingkar Pinggang dan Rasio Lingkar Pinggang Panggul

terhadap Kadar HbA1c Responden Pria...41

1. Korelasi LP terhadap kadar Hba1c Responden Pria...42

2. Korelasi RLPP terhadap kadar Hba1c Responden Pria...44

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN...47

DAFTAR PUSTAKA...48

LAMPIRAN...55

(17)

DAFTAR TABEL

Tabel I. Ukuran Lingkar Pinggang Ideal... 11 Tabel II. Ukuran Rasio Lingkar Pinggang panggul yang Ideal ... 13 Tabel III. Klasifikasi Nilai HbA1c ...16

Tabel IV. Interpretasi Hasil Uji Hipotesis Berdasarkan Kekuatan Korelasi, Nilai p,

dan Arah Korelasi ...32

Tabel V. Profil Karakteristik Responden ... ...33

Tabel VI. Perbandingan Lingkar Pinggang ≤94cm dan Lingkar Pinggang <94cm

terhadap Kadar HbA1c Responden Pria ... ...39

Tabel VII. Perbandingan Rasio Lingkar Pinggang Panggul ≥0,90 dan Rasio Lingkar

Pinggang Panggul <0,90 terhadap Kadar HbA1c Responden Pria...40

(18)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Posisi Pita Pengukur dalam Pengukuran Lingkar Pinggang ... 11

Gambar 2. Cara Mengukur Rasio Lingkar Pinggang Panggul ... 12

Gambar 3. Skema Pencarian Responden ... 23

Gambar 4. Bagan Kajian Penelitian Payung ... 24

Gambar 5.Grafik Korelasi antara LP dan Kadar HbA1c Responden ... 42

(19)

Daftar Lampiran

Lampiran 1. Surat Ethical Clearance... 56

Lampiran 2. Surat Izin Penelitian... 57

Lampiran 3. Informed Consent ... 58

Lampiran 4. Form Pengukuran Antropometri ... 59

Lampiran 5. Leaflet ... 60

1. Leaflet tampak depan ... 60

2. Leaflet tampak belakang ... 60

Lampiran 6. Surat Izin Peminjaman Tempat Penelitian ... 61

Lampiran 7. Reliabilitas dan Validitas Instrumen Penelitian... 62

1. Reliabilitas Instrumen Penelitian ... 62

2. Validitas Instrumen Penelitian ... 63

Lampiran 8. Surat Undangan ... 64

Lampiran 9. Pedoman Wawancara ... 65

Lampiran 10. Dokumentasi Pengukuran Lingkar Pinggang dan Lingkar Panggul ... 66

1. Dokumentasi Pengukuran Lingkar Pinggang ... 66

2. Dokumentasi Pengukuran Lingkar Panggul ... 66

Lampiran 11. Dokumentasi Pengambilan Darah Responden ... 67

Lampiran 12. Deskriptif dan Uji Normalitas Usia Responden Pria ... 68

(20)

Lampiran 14. Deskriptif dan Uji Normalitas Rasio Lingkar Pinggang Panggul Responden Pria ... 70 Lampiran 15. Deskriptif dan Uji Normalitas HbA1c Responden Pria... 71 Lampiran 16. Deskriptif dan Uji Normalitas HbA1c pada Kelompok Lingkar

Pinggang ≥ 94 cm dan < 94 cm ... 72

Lampiran 17. Deskriptif dan Uji Normalitas HbA1c pada Rasio Lingkar Pinggang Panggul ≥ 0,90 dan < 0,90 ... 73 Lampiran 18. Uji Perbandingan Rerata HbA1c pada Kelompok Lingkar Pinggang

≥ 94 cm dan < 94 cm ... 74

Lampiran 19. Uji Perbandingan Rerata HbA1c pada Kelompok Rasio Lingkar Pinggang Panggul ≥ 0,90 dan < 0,90 ... 75 Lampiran 20. Uji Korelasi Pearson Lingkar Pinggang terhadap HbA1c .... 76 Lampiran 21. Uji Korelasi Pearson Rasio Lingkar Pinggang Panggul terhadap

HbA1c... 77 Lampiran 22. Koefisien Determinasi Lingkar Pinggang terhadap Kadar HbA1c

Responden Pria...78 Lampiran 23. Koefisien Determinasi Rasio Lingkar Pinggang Panggul terhadap

(21)

INTISARI

Antropometri adalah teknik pengukuran parameter-parameter tubuh untuk mengetahui status gizi pada suatu individu atau populasi. Metode pengukuran antropometri lingkar pinggang (LP) dan rasio lingkar pinggang-panggul (RLPP) dapat digunakan untuk mendeteksi adanya obesitas sentral. Obesitas sentral dapat memicu terjadinya resistensi insulin dalam tubuh. Adanya resistensi insulin dapat menyebabkan risiko penyakit diabetes melitus tipe 2. HbA1c digunakan sebagai skrinning dini adanya resiko penyakit diabetes melitus tipe 2. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui korelasi lingkar pinggang (LP) dan rasio lingkar pinggang-panggul (RLPP) terhadap kadar HbA1c pada karyawan pria dewasa sehat di Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

Penelitian ini merupakan penelitian survei analitik dengan rancangan cross-sectional. Pengambilan sampel dilakukan secara non-random sampling. Dengan jumlah responden yaitu 66 orang. Pengukuran yang dilakukan yaitu lingkar pinggang, rasio lingkar pinggang panggul, dan kadar HbA1c. Analisis data dengan uji normalitas Kolmogorov-Smirov, uji komparatif Man-Whitney serta uji korelasi Spearman’s dengan taraf kepercayaan 95%.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa adanya korelasi positif bermakna antara lingkar pinggang dengan kadar HbA1c (r=0,296; p=0,016), serta antara rasio lingkar pinggang panggul dengan kadar HbA1c (r=0327; p=0,007) pada karyawan pria dewasa sehat usia 40-50 tahun di Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

(22)

ABSTRACT

Anthropometry is the parameter measurement technique of the body to determine the nutrient status of an individual or a population. Anthropometric measurement method can be used in the measurement of waist circumference and waist-to-hip circumference ratio (waist hip ratio) which will be used to detect the central obesity. Central obesity can lead to insulin resistance in the body. The resistance insulin can lead to the risk of Diabetes Melitus type 2. HbA1c is used as an early screening of the risk of Diabetes Melitus type 2. The purpose of this study is to determine the correlation of waist circumference and waist-to-hip circumference ratio (waist hip ratio) on HbA1c to the healthy adult male staff in Sanata Dharma University.

This study is survey analytic with cross-sectional design. The sampling is done by non-random sampling. The number of respondents are 66 employees. The measurement is focusing on waist circumference, waist to hip circumference ratio, and HbA1c. Analysis of the data by the Kolmogorov-Smirov normality test, and the, comparative test using Mann-Whitney and correlation test using Spearman’s with a level of certainty 95%.

The conclusion of this research is, significant positive correlation with the weakness between the waist circumference and HbA1c levels (r=0.296; p=0,016) also between the ratio of waist to hip circumference with HbA1c levels (r=0.327; p=0.007) to the healthy adults male staff in Sanata Dharma University in Yogyakarta.

(23)

BAB 1 PENGANTAR A. Latar Belakang

Menurut World Health Organization (WHO) pada tahun 2000 diperkirakan 170 orang diseluruh dunia menderita Diabetes Melitus (DM) atau sekitar 2,8% dari total populasi, peningkatan angka kejadian terus meningkat dengan cepat dan diperkirakan tahun 2030 angka ini menjadi 366 juta jiwa atau sekitar 4,4% dari populasi dunia. Prevalensi DM makin hari makin meningkat baik di negara berkembang seperti Indonesia, maupun di negara maju. DM terdapat diseluruh dunia, 90% adalah jenis Diabetes Melitus tipe 2 terjadi di negara berkembang, peningkatan prevalensi terbesar kemungkinan akan meningkat pada tahun 2030 (World Health Organization, 2006).

(24)

selama bulan Oktober 2004 sampai dengan Mei 2005. Kelebihan berat badan hingga obesitas sering dihubungkan dengan beberapa penyakit kronis seperti diabetes melitus tipe-2. Hal ini disebabkan karena gangguan pengendalian gula darah yang disebut resistensi insulin. Pada keadaan resistensi insulin jumlah insulin yang ada jauh lebih banyak dibandingkan dengan reseptor insulin sehingga glukosa darah tidak dapat masuk kedalam sel akibatnya terjadi penumpukan glukosa didalam darah. Hal ini membuat kadar gula darah tinggi yang dapat memicu terjadinya penyakit diabetes melitus tipe 2 (Cahyono, 2008). Diabetes Melitus merupakan penyakit kronis yang disebabkan oleh ketidakmampuan tubuh untuk memproduksi hormon insulin atau karena penggunaan yang tidak efektif dari produksi insulin. Hal ini ditandai dengan tingginya kadar gula dalam darah (Tjandra, 2009). Menurut Center for Disease Control (2012), prevalensi obesitas telah mencapai lebih dari 72 juta jiwa dan mencakup 17% populasi anak-anak. Menurut World Health Organization (WHO), Indonesia menempati urutan ke-4 terbesar dalam jumlah penderita diabetes melitus dengan prevalensi 8,6% dari total penduduk. Hal ini membuktikan bahwa penyakit diabetes melitus merupakan masalah kesehatan masyarakat yang sangat serius (Depkes RI, 2008).

(25)

pemeriksaan yang bertujuan untuk mengetahui apakah penyakit DM terkendali dengan baik atau tidak, serta dapat digunakan sebagai prediksi terhadap timbulnya penyakit DM. Berdasarkan American Diabetic Association (ADA) menetapkan nilai normal HbA1c adalah <6,5%. Kadar HbA1C yang rendah bukan berarti penderita DM bebas dari risiko komplikasi, namun tingkat risiko akan lebih rendah dibanding penderita DM dengan kadar HbA1C yang tinggi. Pemeriksaan HbA1C tidak perlu puasa dan dapat diperiksa kapan saja. International Expert Committe menetapkan pentingnya pemeriksaan HbA1C dalam skrining diagnosa penyakit DM (America Diabetic Association, 2014).

(26)

Penelitian ini digunakan untuk mengetahui korelasi antara lingkar pinggang dan rasio lingkar pinggang panggul pada karyawan pria dewasa sehat di Universitas Sanata Dharma Yogyakarta. Oleh karena itu pada penelitian ini dimaksudkan untuk mengetahui adanya korelasi antara lingkar pinggang dan rasio lingkar pinggang-panggul terhadap kadar HbA1c untuk mengidentifikasi kelebihan berat badan atau obesitas sentral yang diasosiasikan dengan sindrom metabolik. Kadar HbA1c merupakan indikator adanya risiko diabetes melitus. Penelitian ini ditujukan kepada karyawan di Universitas Sanata Dharma Yogyakarta sebagai deteksi dini terjadinya obesitas dan pemicu munculnya penyakit diabetes melitus tipe 2 dengan melakukan pengukuran lingkar pinggang dan rasio lingkar pinggang panggul.

1. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian dalam latar belakang tersebut di atas, permasalahan penelitian ini adalah : apakah terdapat korelasi yang bermakna antara lingkar pinggang dan rasio lingkar pinggang-panggul terhadap kadar HbA1c pada karyawan pria dewasa sehat Universitas Sanata Dharma Yogyakarta ?

2. Keaslian Penelitian

Penelitian sejenis yang pernah dilakukan adalah :

a.Waist Circumference and Waist-hip Ratio Predictors of Type 2 Diabetes Mellitus in the Nepalese Population of Kavre District” (Shah, Bhandary,

(27)

mengetahui Waist Circumference dan Waist Hip Ratio sebagai prediktor DM tipe 2. Penelitian ini melibatkan 100 responden (53 laki-laki dan 47 perempuan) dengan 65 responden diabetes dan 35 responden tidak diabetes. Hasil yang didapatkan pada penelitian ini untuk WC laki-laki menunjukkan hasil signifikan (p<0,001) sedangkan perempuan tidak signifikan (p>0,05) dan hasil untuk WHC laki-laki dan perempuan menunjukkan hasil yang signifikan (p<0,0001 dan p<0,01). Hasil dari penelitian ini memperlihatkan bahwa Waist Circumference dan Waist Hip Ratio merupakan prediktor untuk mengidentifikasi DM tipe 2 baik pada pria dan wanita populasi Kavre.

b. “Hubungan faktor risiko obesitas dengan rasio lingkar pinggang pinggul mahasiswa FKM UI” (Hidayatulloh, Agus, Nurhasanah, Ani, Irawan,

(28)

c. “Korelasi Lingkar Pinggang dan Rasio Lingkar Pinggang panggul Terhadap Rasio Kadar Glukosa Darah Puasa pada Mahasiswa dan

Mahasiswi Kampus III Universitas Sanata Dharma Yogyakarta”

(Putri, 2013). Pada penelitian ini Lingkar pinggang dan rasio lingkar pinggang panggul memiliki korelasi positif yang tidak bermakna dengan kekuatan korelasi sangat lemah terhadap kadar glukosa darah puasa pada mahasiswa dan mahasiswi kampus III Universitas Sanata Dharma Yogyakarta. Hal ini dapat dilihat pada responden pria memiliki nilai r= 0,034 dan p= 0,795 pada lingkar pinggang, serta nilai r= 0,168 dan p= 0,204 pada RLPP. Pada responden wanita, memiliki nilai r= 0,102 dan p= 0,406 pada lingkar pinggang, serta nilai r= 0,014 dan p= 0,909 pada RLPP.

d. “Hubungan Lingkar Pinggang dengan Kadar Gula Darah, Trigliserida dan Tekanan Darah pada Etnis Minang di Kabupaten Padang Pariaman, Sumatera Barat” (Jalal, Indrawaty, Susanti, Oenzil, 2008). Pada

(29)

e. “Korelasi Lingkar Pinggang dan Rasio Lingkar Pinggang-Panggul Terhadap Rasio Kadar LDL/HDL pada Diabetes Melitus Tipe 2 di RSUD Kabupaten Temanggung“ (Anjani, 2013). Pada penelitian ini didapatkan

korelasi sangat lemah antara lingkar pinggang terhadap rasio kadar LDL/HDL (r= 0,127) dan korelasi lemah antara rasio lingkar pinggang-panggul terhadap rasio kadar LDL/HDL (r= 0,304). Perbedaan penelitian tersebut dengan penelitian sekarang adalah pada penelitian sebelumnya, responden yang diteliti mengidap penyakit Diabetes Melitus tipe 2, sedangkan pada penelitian sekarang, responden yang diteliti harus sehat tanpa penyakit degeneratif apapun.

f. “Hubungan Obesitas dengan Kadar HbA1c Pasien Diabetes Melitus Tipe 2 di Laboratorium Patologi Klinik Rumah Sakit Umum Daerah Abdul Moeloek Provinsi Lampung” (Putri dan Larasati, 2013). Pengolahan data

menggunakan uji analisis Chi Square tidak memenuhi syarat untuk data ini karena terdapat 25% sel yang memiliki expected value <5. Pengolahan data ini menggunakan uji Fisher dengan angka kemaknaan atau α=0,05. Analisis data dengan uji Fisher menghasilkan p-value

(30)

penduduk dewasa yang berusia 20 tahun ke atas di kabupaten Padang Pariaman. Nilai antropometri yang diukur adalah Indeks Massa Tubuh (IMT), Lingkar Pinggang (LP) dan Rasio Lingkar Pinggang-panggul (RLPP). Kadar glukosa darah puasa diukur secara enzimatik. Hasil penelitian menunjukkan jumlah penderita obese berdasarkan IMT (lebih dari 25) adalah 34,3%, berdasarkan LP berjumlah 38,6% dan berdasarkan RLPP berjumlah 24,4%. Dari hasil analisa korelasi didapatkan nilai korelasi (r) kadar glukosa darah dengan BMI adalah 0,101 (p>0,05), dengan LP adalah 0,168 (p>0,05) dan dengan RLPP adalah 0,186 (p>0,05). Perbedaan penelitian ini dengan penelitian yang dilakukan sekarang adalah untuk melihat hubungan antropometri dengan kadar HbA1c responden.

3. Manfaat Penelitian

a. Manfaat teoritis. Penelitian ini dapat memberikan informasi mengenai korelasi lingkar pinggang dan rasio lingkar pinggang panggul terhadap kadar HbA1c pada karyawan Universitas Sanata Dharma Yogyakarta. b. Manfaat praktis. Pengukuran lingkar pinggang dan rasio lingkar

(31)

B. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum

Penelitian ini adalah untuk mengetahui korelasi antara lingkar pinggang dan rasio lingkar pinggang panggul terhadap HbA1c karyawan pria dewasa di Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

2. Tujuan Khusus

a. Untuk mengetahui adanya obesitas sentral berdasarkan pengukuran lingkar pinggang dan rasio lingkar pinggang panggul.

(32)

BAB II

PENELAAHAN PUSTAKA A. Pengukuran Antropometri

Antropometri merupakan kajian pengukuran tubuh manusia yang meliputi bagian tulang, otot, dan jaringan adiposa. Hasil pengukuran antropometri dapat menggambarkan dan mengevaluasi status gizi dan status kesehatan seseorang atau suatu populasi, sesuai dengan indikator antropometri yang diinginkan (NHANES, 2007). Pengukuran antropometri yang biasanya digunakan adalah indeks massa tubuh (body mass index), lingkar pinggang (waist circumference), rasio pinggang panggul (waist to hip ratio), rasio lingkar pinggang terhadap tinggi (waist to stature ratio) yang disarankan untuk mendefinisikan obesitas (Nyamdorj, 2010). Pengukuran antropometri mempunyai teknik yang sederhana untuk dilakukan, berlaku secara universal, dan tidak membutuhkan biaya besar untuk menilai ukuran proporsi dan komposisi tubuh manusia (Khanna, Sharma, and Shidu, 2011).

1. Lingkar Pinggang

(33)

Lingkar pinggang dapat digunakan sebagai prediktor risiko munculnya penyakit kardiovaskular (Coulston, Boushey, and Ferruzzi, 2013). Hal ini didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Brenner, Tepylo, Eny, Cahill, and Elsohemy (2010). Penelitian tersebut menemukan bahwa pengukuran LP merupakan prediktor yang lebih baik dibanding pengukuran BMI, dalam memprediksi munculnya risiko penyakit kardiovaskular dikalangan pria.

Lokasi pengukuran lingkar pinggang yang tepat dapat dilakukan pada titik tengah antara tulang rusuk terbawah dan iliac crest menggunakan pita pengukur. Pita pengukur harus menempel pada kulit, namun tidak sampai menekan (WHO, 2008). Pengukuran dilakukan pada keadaan ekspirasi dengan posisi subyek berdiri tegak, dengan kaki rapat dan lengan menggantung bebas di sisi (Candido, Alosta, Oliveira, Freitas and Caelho 2012). Kriteria lingkar pinggang menurut WHO (2008) dapat dilihat pada tabel dibawah ini.

Tabel I. Ukuran Lingkar Pinggang yang Ideal (World Health Organization, 2008) Jenis Kelamin Lingkar Pinggang Laki-laki 94 cm

Perempuan 80 cm

(34)

2. Rasio Lingkar Pinggang Panggul

Rasio lingkar pinggang panggul merupakan indeks praktis dari distribusi lemak pada jaringan tubuh. Rasio lingkar pinggang panggul memperkirakan jumlah lemak abdominal pada individu, apabila perbandingan antara lingkar pinggang dan panggul semakin besar maka semakin besar pula lemak abdominal individu tersebut (International Chair on Cardiometabolic Risk, 2011). Hal ini didukung oleh penelitian yang dilakukan Esmaillzadeh, Mirmiran, and Azizi (2004) ditunjukkan bahwa nilai rasio lingkar pinggang panggul yang tinggi berkaitan dengan peningkatan luas lemak visceral.

Rasio lingkar pinggang panggul adalah indikator untuk menentukan obesitas abdominal yang diperoleh dengan cara menghitung perbandingan antara lingkar pinggang (cm) dibagi dengan lingkar panggul (cm) (Jenkins, 2011). Pengukuran lingkar pinggang adalah pada titik tengah antara tulang rusuk

terbawah dan iliac crest (WHO, 2008) dan lingkar panggul pada titik di atas

greather trochanters dengan bantuan pita pengukur (Sandhu, Koley, and Sandhu,

2008). Pengukuran lingkar pinggang dan lingkar panggul dapat dilihat pada

gambar dibawah ini.

(35)

Kriteria rasio lingkar pinggang panggul menurut WHO (2008) dapat dilihat pada tabel dibawah ini.

Tabel II. Nilai Rasio Lingkar Pinggang-Panggul yang Ideal (World Health Organization, 2008)

Jenis Kelamin Ukuran RLPP Ideal Laki-laki < 0,90

Perempuan < 0,85

Menurut de Koning, et al. (2007) antara individu obesitas dan tidak obesitas dapat memiliki nilai rasio lingkar pinggang panggul yang sama. Penelitian yang dilakukan oleh Lear, Humphries, Kohli, Chockalingam, and Birmingham (2007) menunjukkan bahwa populasi Asia memiliki jaringan adiposa viseral yang lebih banyak dibandingkan dengan populasi Eropa, sehingga untuk menentukan batas nilai lingkar pinggang dan rasio lingkar pinggang panggul perlu disesuaikan untuk tiap populasi. Berdasarkan penelitian lain yang dilakukan oleh Chan, et al. (2003) menemukan bahwa adanya korelasi positif antara rasio lingkar pinggang panggul terhadap jaringan lemak intraabdomen yang menyebabkan terjadinya obesitas sentral.

B. Obesitas Sentral

(36)

dalam rongga perut (Mahan, Adair, Popkin, 2002). Obesitas sentral berkorelasi erat dengan peningkatan mortalitas dan dapat menimbulkan risiko penyakit seperti diabetes melitus, hipertensi, sindroma metabolik, dan penyakit jantung koroner (Adam, 2006).

Obesitas dapat dinilai dengan berbagai cara, antara lain pengukuran Indeks Massa Tubuh (IMT), lingkar pinggang, serta perbandingan lingkar pinggang dan lingkar panggul (Caballero, 2005). Berdasarkan National Institute of Health (2008), obesitas terjadi ketika seseorang mengkonsumsi makanan yang memiliki kalori yang lebih banyak daripada kalori yang dibakar. Tubuh membutuhkan kalori untuk bertahan hidup dan aktif secara fisik tetapi untuk menjaga berat badan, seseorang perlu menyeimbangkan asupan energi yang dimakan dengan energi yang digunakan karena keseimbangan energi ini akan berujung pada penambahan berat badan, bahkan obesitas. Ketidakseimbangan antara kalori yang masuk dan kalori yang keluar akan berbeda pada masing-masing orang. Faktor genetik, lingkungan, dan faktor sosial juga berpengaruh terhadap terjadinya obesitas. Obesitas sentral berperan besar pada perkembangan penyakit degeneratif seperti penyakit diabetes melitus tipe 2. Pada obesitas sentral terjadi keadaan resistensi insulin (Hidayatulloh, et al., 2011).

C. Resistensi Insulin dan DM Tipe 2

(37)

Fungsi insulin adalah untuk mengatur kadar normal glukosa darah. Insulin bekerja memperantarai uptake glukosa seluler, regulasi metabolisme karbohidrat, lemak, dan protein, serta mendorong pemisahan dan pertumbuhan sel melalui efek motigenik pada insulin (Wilcox, Gisela, 2005).

Keadaan resistensi insulin adalah suatu kondisi di mana tubuh memproduksi insulin, tetapi tidak dapat digunakan secara efektif sehingga glukosa tidak dapat diserap oleh sel dan terjadi penumpukan glukosa dalam darah. Pada keadaan resistensi insulin, otot, lemak, dan hati tidak dapat merespon insulin dengan baik sehingga tidak dapat menyerap glukosa dari aliran darah, akibatnya, dibutuhkan insulin yang lebih banyak untuk membantu glukosa masuk kedalam sel. Perubahan pada sensitifitas reseptor insulin akan menyebabkan insulin tidak terikat pada reseptor sehingga glukosa tidak dapat masuk ke dalam sel. Keadaan ini dapat memicu terjadinya penyakit diabetes melitus tipe 2 . Hal ini disebabkan oleh ketidakmampuan sel-sel beta pankreas untuk menghasilkan insulin yang cukup untuk memenuhi peningkatan kebutuhan insulin dalam tubuh (National Diabetes Information Clearinghouse, 2012). Keadaan konsentrasi insulin yang tinggi secara terus menerus akan mengakibatkan perubahan pada sensitifitas reseptor insulin (McFarlane, Banerji, and Sowers, 2001).

(38)

Keadaan resistensi insulin lama-kelamaan dapat menyebabkan penyakit diabetes melitus tipe 2. Kasus diabetes melitus menunjukkan bahwa jumlah penderita diabetes melitus tahun 2011 telah mencapau 366 juta orang, jumlah ini akan diperkirakan meningkat menjadi 552 juta pada tahun 2030 (IDF, 2011). Diabetes melitus (DM) adalah suatu kelompok penyakit metabolik yang ditandai dengan keadaan hiperglikemia (Powers, 2001). Diabetes melitus tipe 2 merupakan suatu keadaan hiperglikemi kronik dengan etiologi yang kompleks, yang timbul sebagai respons terhadap pengaruh genetik dan lingkungan. Berdasarkan Centers for Disease Control and Prevention (2013) diabetes melitus tipe 2 umumnya terjadi pada usia lebih dari 40 tahun. Obesitas, khususnya obesitas sentral atau viseral merupakan keadaan yang umum dijumpai pada DM tipe 2 (Powers, 2001).

D. Kadar HbA1c

HbA1c atau disebut juga dengan hemoglobin A1c atau glikohemoglobin adalah suatu indikator untuk mengetahui kondisi gula darah. HbA1c merupakan hemoglobin non enzimatis yang dikombinasikan dengan gula (Acton, 2013). HbA1c adalah suatu pemeriksaan yang bertujuan untuk mengetahui apakah penyakit DM terkendali dengan baik atau tidak. HbA1c dapat digunakan untuk memperkirakan kadar rata-rata glukosa darah seseorang selama 3 bulan terakhir (Reinhold and Earl, 2014). Menurut American Diabetes Association membagi klasifikasi kadar HbA1c dapat dilihat pada tabel II di bawah ini :

Tabel III. Klasifikasi nilai HbA1c (American Diabetes Association, 2014)

Klasifikasi Nilai HbA1c (%)

Normal < 5,7

Prediabetes 5,7-6,4

(39)

Kadar HbA1C yang rendah bukan berarti penderita DM bebas dari risiko komplikasi, namun tingkat risiko akan lebih rendah dibanding penderita DM dengan kadar HbA1C yang tinggi, oleh sebab itu International Expert Committe menetapkan pentingnya pemeriksaan HbA1C dalam skrining diagnosa penyakit DM (America Diabetic Association, 2014). Beberapa faktor yang menjadi alasan mendukung penggunaan HbA1c sebagai alat skrining dan diagnosis diabetes antara lain responden tidak perlu puasa, pemeriksaan dapat dilakukan kapan saja, dapat memperkirakan keadaan glukosa darah dalam waktu yang lebih lama serta tidak dipengaruhi oleh perubahan gaya hidup jangka pendek, kesalahan yang disebabkan faktor nonglikemik yang dapat mempengaruhi nilai HbA1c sangat jarang ditemukan dan dapat diminimalisasi dengan melakukan pemeriksaan konfirmasi diagnosis dengan glukosa plasma, lebih stabil dalam penyimpanan, serta HbA1c berkorelasi dengan komplikasi diabetes. Faktor-faktor yang menjadi kekurangan HbA1c sebagai alat skrining atau diagnosis antara lain perubahan karena faktor-faktor selain glukosa misalnya perubahan masa hidup eritrosit dan

etnis, kondisi yang dapat menggangu pengukuran seperti selected hemoglobinopathies, pengujian HbA1c belum tersedia di beberapa laboratorium

di dunia, dan biaya yang mahal (Sacks, 2011).

(40)

salah satu pemeriksaan untuk skrining maupun diagnosis diabetes. Dengan demikian, deteksi dini dan tindakan pencegahan yang efektif dapat dilakukan (Stump, Clark, Sowers, 2005).

E. Landasan Teori

Metode antropometri adalah salah satu metode teknik pengukuran parameter-parameter tubuh untuk mengetahui status gizi pada suatu individu atau populasi. Metode ini memiliki kelebihan dalam hal mudah untuk dilakukan oleh semua orang karena bersifat universal serta metode yang sederhana untuk dilakukan dan tidak memerlukan biaya yang terlalu besar, sehingga pengukuran metode antropometri digunakan dalam penelitian. Pengukuran antropometri yang akan digunakan yaitu teknik pengukuran lingkar pinggang (LP) dan pengukuran rasi lingkar pinggang panggul (RLPP). Dengan mendapatkan hasil pengukuran lingkar pinggang dan rasio lingkar pinggang panggul dapat untuk memprediksi keadaan obesitas sentral pada seseorang.

(41)

pemeriksaan yang bertujuan untuk mengetahui apakah penyakit diabetes melitus terkendali dengan baik atau tidak. Jadi hal ini dapat digunakan untuk memberi gambaran mengenai kadar HbA1c yang menjadi faktor risiko penyakit diabetes melitus tipe 2.

F. Hipotesis

(42)

BAB III

METODE PENELITIAN A. Jenis dan Rancangan Penelitian

Penelitian ini merupakan jenis penelitian survei analitik dengan pendekatan rancangan secara cross-sectional (potong lintang). Penelitian survei analitik berarti penelitian yang menggali bagaimana dan mengapa fenomena kesehatan itu terjadi. Dilakukan juga analisis korelasi antara variabel bebas dan variabel tergantung (Notoatmodjo, 2010). Variabel bebas adalah suatu fenomena yang mengakibatkan terjadinya suatu efek, sedangkan variabel tergantung adalah akibat dari adanya variabel bebas. Data penelitian yang diperoleh diolah secara komputerisasi untuk mengetahui korelasi dari data penelitian. Pada rancangan penelitian potong lintang, peneliti melakukan observasi variabel pada satu waktu tertentu, responden penelitian hanya diteliti satu kali saja tanpa adanya tindak lanjut atau pengulangan pengukuran (Saryono, 2011).

(43)

B. Variabel Penelitian 1. Variabel bebas : LP dan RLPP

2. Variabel tergantung : kadar HbA1c 3. Variabel pengacau :

a. terkendali : Usia dan jenis kelamin

b. tak terkendali: Aktivitas, gaya hidup responden, dan kondisi fisiologi.

C. Definisi Operasional

1. Responden penelitian karyawan pria dewasa sehat di Kampus I,II, dan III Universitas Sanata Dharma yang masih aktif dan bersedia ikut serta dalam penelitian ini, serta memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi yang telah ditetapkan dalam penelitian.

2. Karakteristik penelitian meliputi pengukuran antropometri dan pemeriksaan laboratorium. Pengukuran antropometri meliputi pengukuran lingkar pinggang (LP) serta rasio lingkar pinggang panggul (RLPP). Hasil pemeriksaan laboratorium yang dianalisis adalah nilai kadar HbA1c.

3. Kadar HbA1c didapat dari hasil pemeriksaan laboratorium Rumah Sakit Bethesda, dinyatakan dalam %.

4. Kriteria nilai HbA1c yaitu glukosa darah tidak terkontrol bila HbA1c mencapai 8% atau lebih, sedangkan glukosa darah terkontrol bila HbA1c kurang dari 7% menurut American Diabetes Association (ADA, 2014). 5. Kriteria lingkar pinggang, lingkar panggul, dan rasio lingkar pinggul

(44)

D. Responden Penelitian

Responden penelitian yaitu karyawan edukatif dan administratif pria dewasa sehat di Kampus I, II, dan III Universitas Sanata Dharma Yogyakarta yang masih aktif, serta telah memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi.

Kriteria inklusi yang ditetapkan adalah responden harus berumur antara 40-50 tahun, tidak mengkonsumsi obat-obatan kadar glukosa atau obat diabetes, serta tidak mengidap penyakit degeneratif seperti diabetes dan hipertensi. Kriteria eksklusi yang ditentukan antara lain, tidak hadir saat pengambilan data serta hasil pemeriksaan responden yang tidak lengkap.

Jumlah calon responden penelitian diperoleh dengan cara pengambilan data dari bagian biro personalia dan diperoleh jumlah keseluruhan karyawan pria sebanyak 446 orang. Kemudian data keseluruhan karyawan pria tersebut diurutkan menurut umur (40-50 tahun) dan didapat populasi sebanyak 194 orang.

(45)

antropometri dan uji laboratorium. Perolehan total jumlah responden pria yang bersedia untuk bekerja sama dalam penelitian ini sebanyak 66 orang. Skema responden dapat dilihat pada gambar 3.

Gambar 3. Skema Pencarian Responden E. Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian payung Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta yang berjudul “Korelasi Pengukuran Antropometri

terhadap Rasio Lipid dan HBA1c pada Karyawan Pria dan Wanita Dewasa Sehat di Universitas Sanata Dharma”, serta “Laju Filtrasi Glomerulus Pada Karyawan

dan Karyawan Pria dan Pria Dewasa Sehat dengan Formula Cockroft-Gault, Modification of Diet in Renal Disease, dan Chronic Kidney Disease Epidemiology di Universitas Sanata Dharma”. Penelitian ini berfokus pada korelasi LP dan

RLPP terhadap kadar HbA1c pada karyawan pria dewasa sehat. Kajian yang diteliti dalam penelitian ini tergambar dalam bagan berikut :

446 karyawan pria USD

12 orang tidak hadir dalam penelitian

78 orang menandatangani informed consent 194 orang berusia

40-50 tahun

(46)

Gambar 4. Bagan Kajian Penelitian Payung

Laju Filtrasi Glomerolus dengan Metode CG, MDRD, CKD-EPI

(47)

F. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan selama dua hari dengan perincian waktu penelitian sebagai berikut :

1. Tanggal 25 September 2014 bertempat di Hall Utara Kampus III Universitas Sanata Dharma Yogyakarta, pukul 07.00 – 12.00.

2. Tanggal 26 September 2014 bertempat di Ruang Seminar LPPM Kampus II Mrican Universitas Sanata Dharma Yogyakarta, pukul 07.00 – 10.00.

G. Teknik Sampling

Teknik sampling pada penelitian ini adalah non-random sampling dengan jenis purposive sampling. Pengertian non-random sampling adalah tidak semua orang memiliki kesempatan yang sama untuk menjadi responden, ada kriteria-kriteria tertentu yang dinyatakan dalam kriteria-kriteria inklusi dan eksklusi. Jenis purposive sampling adalah sampling berdasarkan ciri atau sifat populasi yang sudah diketahui sebelumnya (Notoadmodjo, 2010). Pada penelitian korelasional, sampel yang digunakan minimal 30 sampel tiap kelompok (Lodico, Spaulding, and Voegtle, 2006).

H. Instrumen Penelitian

(48)

I. Tata Cara Penelitian 1. Observasi Awal

Pada observasi awal ini dilakukan pencarian informasi mengenai jumlah karyawan pria yang berusia 40-50 tahun dan yang masih aktif bekerja di Universitas Sanata Dharma Yogyakarta dan menentukan tempat yang tepat untuk dilakukan penelitian. Lalu pencarian laboratorium untuk menganalisis sampel darah responden. Dilakukan diskusi dengan anggota penelitian yang lainnya serta dosen pembimbing, maka dipilih Laboratorium Patologi Klinik Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta. Alasan pemilihan penggunaan laboratorium tersebut dikarenakan laboratorium Rumah Sakit Bethesda sudah terakreditasi.

2. Permohonan izin dan kerjasama

Permohonan izin untuk melakukan penelitian ini ditujukan kepada Komisi Etik Penelitian Kedokteran dan Kesehatan Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada Yogyakarta untuk memperoleh ethical clearance KE/FK/896/EC. Hal ini bertujuan untuk memenuhi etika penelitian menggunakan sampel darah dan hasil penelitian dapat dipublikasikan. Permohonan izin kedua ditujukan kepada Wakil Rektor I nomor 068c/WR I/F/VIII/2014 Universitas Sanata Dharma. Permohonan izin ini bertujuan untuk memperoleh izin melakukan penelitian di lingkup Universitas Sanata Dharma, yang selanjutnya izin tersebut diteruskan ke Bagian Personalia untuk menggunakan responden karyawan Universitas Sanata Dharma.

(49)

kerjasama juga ditujukan kepada responden penelitian dengan menggunakan informed consent.

3. Pembuatan informed consent dan leaflet

Leaflet bertujuan untuk membantu responden dalam memahami gambaran mengenai penelitian ini. Konten/isi dari leaflet ini antara lain berisi tujuan penelitian, manfaat penelitian yang diterima responden, pengukuran antropometri meliputi pengukuran lingkar pinggang, rasio lingkar panggul-panggul, body fat percentage, dan body mass index, serta pemeriksaan laboratorium yang meliputi, kadar LDL, HDL, total kolesterol, HbA1c, dan serum kreatinin.

Informed consent ditujukan sebagai bukti mengenai kesediaan calon responden untuk dapat mengikuti penelitian ini. Pembuatan informed consent ini sesuai dengan standar yang dikeluarkan Komisi Etik Penelitian Kedokteran dan Kesehatan Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada Yogyakarta. Responden penelitian yang menyetujui untuk ikut serta dalam penelitian ini diminta untuk mengisi data nama, usia, dan alamat pada informed consent, serta menandatangani informed consent.

4. Data responden

(50)

kegiatan. Dilakukan juga wawancara dengan pasien dan memberikan penjelasan secara lisan mengenai penelitian yang akan dilakukan. Pasien juga diberikan kesempatan untuk bertanya mengenai hal-hal yang bersangkutan dengan penelitian yang akan dilakukan.

5. Pencarian responden

(51)

Pada tahap selanjutnya, calon responden yang telah bersedia mengikuti penelitian akan diberi informed consent yang akan diisi dan ditandatangani sebagai bentuk persetujuan responden untuk mengikuti penelitian ini dari awal sampai akhir. Responden diberi informasi mengenai waktu penelitian serta tempat penelitian.

6. Validitas dan reliabilitas instrumen penelitian

Instrumen yang digunakan pada penelitian ini adalah pita pengukur Butterfly®. Suatu instrumen dapat dikatakan baik dan reliable, serta memiliki presisi yang baik apabila nilai CV (coefficient of variation) ≤ 5% (Direktorat Bina Pelayanan Penunjang Medik, 2011). Instrumen yang telah tervalidasi dan dikatakan reliable dalam penelitian ini diharapkan mampu menunjukkan hasil pengukuran yang pasti dan sesuai dengan kenyataan yang ada.

Pengujian reliabilitas dan validitas dilakukan pada dua pita pengukur dengan replikasi pengukuran sebanyak lima kali. Nilai CV dari pita pengukur pertama sebesar 0,551%, sedangkan untuk nilai CV dari pita pengukur kedua sebesar 0,677%. Dari dua nilai CV tersebut, dapat dikatakan bahwa kedua pita pengukur tersebut valid dan reliable, karena kedua pita pengukur memiliki nilai CV yang ≤ 5%.

7. Pengukuran parameter antropometri dan pengambilan darah

(52)

oleh peneliti, meliputi pengukuran lingkar pinggang dan rasio lingkar pinggang panggul.

8. Analisis darah responden

Darah responden yang sudah diambil kemudian akan dibawa ke Laboratorium Patologi Klinik Rumah Sakit Bethesda untuk dianalisis kadar HbA1c.

9. Pembagian hasil pemeriksaan

Hasil pengukuran antropometri dan analisis darah diberikan kepada responden segera setelah peneliti mendapatkan hasil analisis darah dari Laboratorium Patologi Klinik Rumah Sakit Bethesda. Peneliti memberikan penjelasan mengenai hasil pengukuran antropometri dan hasil analisis darah, disertai dengan penjelasan mengenai terapi non farmakologi yang dapat dilakukan responden jika terdapat hasil yang tidak normal.

10. Pengelolaan Data

Data diolah pertama kali dengan menyusun data yang sejenis, kemudian menggolongkan data yang diperoleh ke dalam kategori yang telah ditetapkan, lalu melakukan analisis data.

J. Analisis Data

(53)

p<0,05. Selanjutnya, dilakukan uji komparatif jika nilai p>0,05 maka kedua kelompok data yang dianalisis tidak berbeda bermakna. Terakhir adalah uji korelasi, untuk data terdistribusi normal, digunakan uji Pearson, sedangkan jika data terdistribusi tidak normal, menggunakan uji Spearman. Suatu korelasi dianggap bermakna jika nilai p<0,05 (Ahmad, 2011).

Pertama kali yang dilakukan pada analisis data adalah mendeskripsikan data. Data yang dianalisis meliputi, umur, lingkar pinggang, rasio lingkar pinggang panggul, dan kadar HbA1c. Data tersebut dianalisis dengan cara menghitung rata-rata, simpangan deviasi, serta normalitas tiap-tiap kelompok data data. Uji normalitas menggunakan uji Kolmogorov-Smirnov, dikarenakan seluruh data lebih dari 50 data.

Analisis selanjutnya dilakukan uji komparatif, pada uji ini diawali dengan mengelompokkan data kadar HbA1c berdasarkan nilai lingkar pinggang ≥94 cm

dan < 94cm, serta berdasarkan rasio lingkar pinggang panggul ≥0,90 dan <0,90. Tiap-tiap kelompok diuji normalitasnya, jika kedua kelompok data terdistribusi normal, maka dilanjutkan dengan uji t tidak berpasangan, jika kedua kelompok data tidak terdistribusi normal, maka dilanjutkan dengan uji Mann-Whitney.

(54)

Tabel IV. Interpretasi Hasil Uji Hipotesis Berdasarkan Kekuatan Korelasi, Nilai p, dan Arah Korelasi (Dahlan, 2011)

Parameter Nilai Interpretasi

Terdapat korelasi yang bermakna antara dua variabel

Tidak terdapat korelasi bermakna antara dua variabel

Berlawanan arah. Semakin besar nilai satu variabel, semakin besar pula variabel lainnya

K. Keterbatasan Penelitian

(55)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN A. Karakteristik Responden

Penelitian ini mengikutsertakan karyawan pria dewasa sehat dengan usia 40-50 tahun di kampus Universitas Sanata Dharma. Jumlah responden pada penelitian ini sebanyak 66 orang pria yang bersedia mengikuti penelitian dan telah memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi. Analisis deskriptif digunakan untuk mendeskripsikan dan mengetahui karakteristik data yang diperoleh. Profil karakteristik responden yang dianalisis meliputi, usia, lingkar pinggang (LP), rasio lingkar pinggang panggul (RLPP), dan kadar HbA1c. Teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah non-random sampling. Data yang didapat kemudian diuji normalitasnya dengan menggunakan uji Kolmogorov-Smirnov karena data lebih dari 50 dengan taraf kepercayaan 95%.

Tabel V. Karakteristik responden penelitian

No. Karakteristik Distribusi data (n=63) P

1. Umur (tahun) 44,48±2,931* 0,070

2. LP (cm) 86,13±7,934* 0,200*

3. RLPP (cm) 0,88±0,057* 0,200*

4. HbA1c 5,62(4,66-9,94)** 0,000

*Nilai signifikansi >0,05 berarti terdistribusi normal (Mean±SD)

**Nilai signifikansi <0,05 berarti tidak terdistribusi normal (Median (minimum-maksimum)

1. Usia

(56)

dewasa pertengahan. Menurut Sanrock (2004) usia yang tergolong kategori dewasa pertengahan adalah dari umur 40-60 tahun, dewasa pertengahan merupakan umur transisi antara usia dewasa dini dengan usia dewasa lanjut. Data usia responden diuji dengan menggunakan uji normalitas Kolmogorov-Smirnov dengan taraf kepercayaan 95%. Rerata usia responden pria pada penelitian ini adalah 44,48 dan nilai SD± 2,931 dengan nilai signifikasi (p=0,070) yang menunjukkan bahwa usia responden pria dalam penelitian terdistribusi normal.

Pada penelitian yang lain menyatakan bahwa peningkatan umur biasanya terkait dengan kejadian obesitas sentral disebabkan oleh meningkatnya penumpukan lemak tubuh, terutama lemak pusat (Martins dan Marinho, 2003). Berdasarkan penelitian Pujiati (2007) yang melibatkan responden dengan rentang umur 20 sampai 64 tahun sebanyak 448.352 individu mendapatkan hasil bahwa umur (>40 tahun) berpengaruh terhadap risiko obesitas sentral. Sehingga pada penelitian tersebut disimpulkan faktor risiko obesitas sentral dikota adalah umur diatas 40 tahun (OR2,309), sedangkan di kabupaten faktor risiko obesitas sentral adalah umur diatas 40 tahun (OR 3,409).

(57)

menunjukkan nilai p= 0,001. Pada umur ≥50 terjadi peningkatan angka kejadian DM tipe 2 karena penuaan hal ini menyebabkan terjadinya penurunan sensitivitas insulin dan menurunnya fungsi tubuh untuk metabolisme glukosa. Menurut American Diabetic Association (2013), semakin bertambah tua atau umur manusia, semakin menambah berkembangnya risiko penyakit diabetes. American Heart Association (2002) dan Federasi Diabetes Internasional (IDF, 2006) telah merekomendasikan bahwa obesitas sentral merupakan salah satu kriteria untuk mendiagnosis sindrom metabolik pada orang dewasa dimana individu dengan sindrom metabolisme berisiko lebih besar menderita diabetes dan penyakit kardiovaskular.

2. Lingkar Pinggang

Dari hasil uji normalitas menggunakan Kolmogorov-Smirnov dengan taraf kepercayaan 95% menunjukkan data lingkar pinggang untuk responden pria pada penelitian ini terdistribusi normal. Hal ini ditunjukkan dengan perolehan nilai signifikasi (p=0,200). Data lingkar pinggang untuk responden pria menunjukkan nilai rerata lingkar pinggang sebesar 86,13 dan nilai SD±9,934 yang mengidentifikasikan bahwa lingkar pinggang responden pria masuk range normal karena nilai lingkar pinggang normal untuk pria adalah < 94 cm berdasarkan WHO (2008). Namun, nilai simpangan deviasi yang cukup besar, menunjukkan data semakin bervariasi.

(58)

pengukur distribusi lemak abdominal yang mempunyai hubungan erat dengan indeks massa tubuh (Bell, Popkin, 2001). Hal tersebut mengindikasikan bahwa lingkar pinggang dan pinggul sebagai salah satu indeks distribusi lemak tubuh bagian atas dan bawah serta dapat digunakan untuk mengidentifikasi individu yang memiliki kelebihan berat badan dan obesitas. Dalam sebuah studi prospektif diungkapkan bahwa obesitas tubuh bagian atas (obesitas abdominal) berhubungan kuat dengan intoleransi glukosa / diabetes melitus, hiperinsulinemia, hipertensi, hipertrigliseridemia, dan gout dibandingkan obesitas tubuh bagian bawah (Boivin, Bronchu, Marceau, 2007). Berdasarkan beberapa studi terkini terbukti bahwa pengukuran lingkar perut jauh lebih baik daripada Indeks Massa Tubuh (IMT) dan pengukuran obesitas lainnya (Soegih, 2004). Penelitian lain yang sejalan dengan penelitian ini menunjukkan nilai p=0,001 berarti lingkar pinggang merupakan variabel yang paling dominan meningkatkan risiko DM tipe 2 di Puskesmas III Denpasar Selatan (Trisnawati, et al., 2013).

3. Rasio Lingkar Pinggang Panggul

(59)

panggul responden pria sebesar (p=0,200) menunjukkan bahwa data rasio lingkar pinggang panggul responden pria terdistribusi normal.

Rasio lingkar pinggang panggul adalah pembeda yang lebih baik dari daripada ukuran umum lainnya dari obesitas, seperti indeks massa tubuh (BMI) atau lingkar pinggang saja. Rasio Lingkar pinggang panggul merupakan nilai indeks untuk menurunkan lingkar tubuh dan memberikan penilaian yang lebih tepat dari adiposit sentral relatif (obesitas viseral) di seluruh ukuran tubuh dibandingkan dengan lingkar pinggang. Berdasarkan penelitian lain mengenai distribusi kategori BMI dan RLPP pada laki-laki 40-60 tahun menunjukkan hasil studi subjek obesitas 40-50 tahun memiliki presentase 31,7% sedangkan subjek obesitas 50-60 tahun dengan presentase 35% memiliki nilai yang meningkat pada BMI dan rasio lingkar pinggang panggul (Nayak and Suresh, 2014). Menurut penelitian yang dilakukan oleh Odenigbo, Odenigbo, Oguejiofor, and Adogu (2011) yang melibatkan 400 subyek sehat (196 laki-laki dan 204 perempuan) diperoleh hasil bahwa lingkar pinggang memiliki indeks prediksi yang lebih baik untuk obesitas daripada rasio lingkar pinggang panggul. Rasio lingkar pinggang panggul menunjukkan kemampuan prediktif yang rendah pada laki-laki dan perempuan obesitas (nilai prediksi positif 33,3% pada pria dan 54,8% pada wanita).

4. HbA1c

(60)

rerata sebesar 5,73 dan nilai SD± 0,757. Dilihat dari rata-rata HbA1c yaitu 5,59% dapat dikatakan bahwa kadar HbA1c responden masih dalam kisaran normal. Menurut American Diabetes Association (2010), standar diabetes yaitu jika nilai HbA1c ≥6,5%.

(61)

B. Komparatif Lingkar Pinggang dan Rasio Lingkar Pinggang Panggul terhadap Kadar HbA1c

Tujuan dilakukan uji komparatif adalah untuk mengetahui adakah perbedaan bermakna antara masing-masing variabel independen seperti lingkar pinggang dan rasio lingkar pinggang panggul dengan kadar HbA1c.

Data pada lingkar pinggang responden pria dibedakan menjadi 2

kelompok yaitu kelompok dengan lingkar pinggang ≥94 cm (mengalami obesitas

sentral) dan kelompok <94 cm (tidak mengalami obesitas sentral). Pada kelompok lingkar pinggang ≥94 cm dilakukan uji normalitas dengan menggunakan shapiro

wilk karena jumlah responden sebanyak 14 orang dan kelompok lingkar pinggang <94 cm dilakuakan uji normalitas dengan menggunakan kolmogorov smirnov karena jumlah responden sebanyak 52 orang. Setelah itu data tersebut dinilai perbandingan dengan menggunakan uji T tidak berpasangan jika data tersebut terdistribusi normal dan menggunakan uji Mann-Whitney jika data tersebut salah satu tidak terdistribusi normal atau kedua data tersebut tidak terdistrbusi normal.

1. Perbandingan rerata kadar HbA1c pada LP ≥94 cm dan LP <94 cm responden pria

Tabel VI. Perbandingan Lingkar Pinggang ≤94cm dan Lingkar Pinggang <94cm terhadap Kadar HbA1c Responden Pria

Kadar HbA1c LP≥94 cm (n=14) LP<94 (n=52) Signifikansi 5,98 ± 0,937 5,66 ± 0,696 0,276* * p >0,05 menunjukkan tidak adanya perbedaan yang bermakna

(62)

pria. Jumlah responden pria dengan lingkar pinggang ≥94 cm sebanyak 14 orang, sedangkan jumlah responden pria dengan lingkar pinggang <94 cm sebanyak 52 orang. Uji normalitas yang digunakan pada responden pria dengan lingkar pinggang ≥94cm menggunakan Shapiro-Wilk karena data <50 orang sedangkan untuk uji normalitas responden pria dengan lingkar pinggang ≤94 cm

menggunakan Kolmogorov-Smirnov karena data yang digunakan >50 orang. Nilai signifikasi pada kelompok lingkar pinggang ≥94 cm terdistribusi tidak normal

(p=0,003) sedangkan kelompok lingkar pinggang <94 cm hasil terdistribusi tidak normal (p=0,000). Hasil uji normalitas menunjukkan data terdistribusi tidak normal, maka itu dilakukan uji komparatif Man-Whitney untuk membandingkan rata-rata tiap kelompok. Hasil uji Man-Whitney menghasilkan nilai signifikasi (p=0,276) yang menunjukkan tidak ada perbedaan yang bermakna antar kelompok LP ≥94 cm dengan LP <94 cm.

2. Perbandingan rerata kadar Hba1c pada RLPP ≥0,90 dan RLPP <0,90 responden pria

Tabel VII. Perbandingan Rasio Lingkar Pinggang Panggul ≥0,90 dan Rasio Lingkar Pinggang Panggul <0,90 terhadap Kadar HbA1c Responden Pria

Kadar HbA1c

RLPP ≥0,90 (n=24) RLPP <0,90 (n=42) Signifikansi 5,90± 0,729 5,63 ± 0,764 0,015* *p >0,05 menunjukkan adanya perbedaan yang bermakna

Pada penelitian ini, dilakukan perbandingan antara rasio lingkar pinggang panggul ≥0,90 dan rasio lingkar pinggang panggul >0,90 terhadap kadar HbA1c

(63)

panggul <0,90 sebanyak 42 orang. Uji normalitas yang digunakan adalah Shapiro-Wilk karena jumlah responden <50. Didapatkan nilai signifikasi pada kelompok rasio lingkar pinggang panggul ≥0,90 tidak terdistribusi normal (p=0,000) dan

kelompok rasio lingkar pinggang panggul <0,90 juga tidak terdistribusi normal. Hasil uji normalitas menunjukkan data tidak terdistribusi normal, maka itu dilakukan uji komparatif Man-Whiney untuk membandingkan rata-rata tiap kelompok. Hasil uji Man-Whiney menghasilkan nilai signifikasi (p=0,015) yang menunjukkan adanya perbedaan yang bermakna antar kelompok RLPP ≥0,90

RLLP <0,90.

C. Korelasi antara Lingkar Pinggang dan Rasio Lingkar Pinggang Panggul terhadap Kadar HbA1c Responden Pria

Pada penelitian ini, uji hipotesis korelasi lingkar pinggang dan rasio lingkar pinggang panggul terhadap kadar HbA1c menggunakan uji korelasi Spearman’s. Uji ini digunakan dalam uji korelasi karena kedua variabel yang akan

(64)

Tabel VIII. Korelasi Lingkar Pinggang dan Rasio Lingkar Pinggang Panggul Terhadap Kadar HbA1c pada Responden Pria

Variabel Bebas Variabel Tergantung

p r r2

LP

RLPP HbA1c

0,016* 0,296 0,058 0,007* 0,327 0,046 * p <0,05 menunjukkan adanya perbedaan yang bermakna

1. Korelasi Lingkar Pinggang terhadap kadar Hba1c Responden Pria Pada penelitian ini menggunakan uji korelasi Spearman’s, nilai korelasi

lingkar pinggang terhadap kadar HbA1c pada responden pria yaitu r=0,296. Nilai korelasi ini menunjukkan korelasi positif dengan kekuatan yang

lemah. Menurut Dahlan (2012) nilai korelasi antara 0,2 sampai dengan 0,4 kekuatan korelasinya tergolong lemah. Nilai signifikansi yang diperoleh dari uji signifikansi (p=0,016) dengan demikian terdapat korelasi positif yang bermakna dengan kekuatan lemah antara lingkar pinggang dengan kadar HbA1c responden. Hal ini dapat disebabkan oleh beberapa faktor anta lain ada responden yang memiliki lingkar pinggang kecil (< 94cm), tetapi memiliki nilai HbA1c yang

tinggi (> 6,5%), serta ada responden yang memiliki lingkar pinggang besar (≥ 94cm), tetapi memiliki nilai HbA1c yang normal.

(65)

Pada gambar diatas dapat dilihat persebaran titik. Persebaran titik-titik menunjukkan kekuatan korelasi, jika persebaran titik-titik-titik-titik ini semakin mendekati garis linear maka korelasinya akan semakin kuat (Dahlan,2012). Pada penelitian ini banyak titik-titik yang menjahui garis linear korelasi sehingga kekuatan variabel dari lingkar pinggang dan kadar HbA1c memiliki korelasi yang lemah.

Hasil dari penelitian ini didukung oleh penelitian lain yang menyerupai dengan hasil penelitian ini yaitu pada penelitian yang dilakukan oleh Tsenkova, Carr, Schoeller, and Ryff (2010) menunjukkan bahwa BMI, lingkar pinggang dan rasio pinggang pinggul memiliki nilai yang signifikan dengan HbA1c (p<0,001) orang yang memiliki nilai rasio pinggang pinggul tinggi memiliki tingkat HbA1c yang tinggi.

Adapun hasil penelitian lain yang tidak sejalan dengan hasil pada penelitian ini yaitu penelitian yang dilakakukan Ismail, Hanafiah, Saadia, Salmiah, Huda, and Yunus (2011) menunjukkan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara tingkat HbA1c dengan BMI (p=0,348). Pada penelitian yang dilakukan oleh Lipoeto, Yerizel, Edward, Widuri (2007) yang melihat hubungan nilai antropometri dengan kadar gula darah pada 70 responden dewasa di kabupaten Padang Pariaman menunjukkan hasil uji korelasi tidak bermakna secara statistik antara lingkar pinggang dan kadar glukosa darah pada kelompok pria dengan r=0,009 dan p>0,05 pada kelompok pria.

(66)

Schoeller, and Ryff (2010), menggunakan 938 responden, sedangkan pada penelitian yang dilakukan oleh Lipoeto, Yerizel, Edward, Widuri (2007), berjumlah 70 responden dengan usia 20 tahun ke atas. Pada penelitian ini hasil penelitian yang didapatkan sesuai dengan hipotesis, namun dengan hasil kekuatan korelasi yang didapatkan lemah. Hal ini dapat disebabkan oleh beberapa variabel yang tidak dapat dikendalikan pada penelitian ini seperti gaya hidup responden, aktifitas fisik responden, dan keadaan patologis dari responden, selain itu pada penelitian ini hasil juga dapat dipengaruhi oleh jumlah responden yang masih terlalu sedikit walaupun sudah memenuhi jumlah minimal responden untuk uji korelasi dan juga jumlah responden yang tidak seimbang antara yang memiliki lingkar pinggang ≥ 94cm dan lingkar pinggang < 94cm responden pria.

2. Korelasi Rasio Lingkar Pinggang Panggul terhadap kadar Hba1c Responden Pria

(67)

Gambar 6. Grafik Korelasi antara Rasio Lingkar Pinggang Panggul dan Kadar HbA1c Responden

Pada gambar di atas dapat dilihat persebaran titik-titik yang menunjukkan kekuatan korelasi, jika persebaran titik-titik ini semakin mendekati garis linear maka korelasinya akan semakin kuat (Dahlan,2012). Pada penelitian ini banyak titik-titik yang menjahui garis linear korelasi sehingga kekuatan variabel dari lingkar pinggang dan kadar HbA1c memiliki korelasi yang lemah. Hasil sebaran menunjukkan korelasi positif artinya semakin besar rasio lingkar pinggang panggul, maka kadar HbA1c semakin meningkat. Hasil ini sesuai dengan hipotesis, sehingga dapat dikatakan adanya korelasi RLPP terhadap HbA1c yang dapat dilihat jika nilai RLPP meningkat, maka nilai HbA1c meningkat pula, tetapi kekuatan korelasi sangat lemah. Berdasarkan hasil penelitian Tsenkova, Carr,

Schoeller, and Ryff (2010) hasil yang didapatkan sejalan dengan hasil yang

dilakukan pada penelitian ini bahwa adanya korelasi yang bermakna (p<0,001)

antara LP dan RLPP dengan HbA1c dengan kekuatan korelasi sangat lemah

(r=0,164 pada LP, r=0,157 pada RLPP). Hal ini didukung dengan penelitian

(68)
(69)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Kesimpulan yang diperoleh dari uji korelasi dalam penelitian ini menunjukkan hasil bahwa terdapat korelasi positif bermakna dengan kekuatan lemah antara lingkar pinggang dengan kadar HbA1C (r=0,296; p=0,016) serta rasio lingkar pinggang panggul dengan kadar HbA1c (r=0,327; p=0,007) pada karyawan pria dewasa sehat di Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

B. Saran

1. Pada penelitian selanjutnya, diharapkan jumlah sampel seimbang antara yang memiliki LP ≥94 cm dan <94 cm, serta yang memiliki RLPP ≥0,90

dan <0,90.

2. Pada penelitian selanjutnya, juga diharapkan dapat mengecek terlebih dahulu kadar hemoglobin sebelum melakukan tes HbA1c supaya pada tes HbA1c menunjukkan hasil yang baik (tidak bias) dan bisa memberikan hasil yang berkorelasi.

Gambar

Tabel III. Klasifikasi Nilai HbA1c .........................................................................16
Gambar 4. Bagan Kajian Penelitian Payung ...............................................
Tabel I. Ukuran Lingkar Pinggang yang Ideal (World Health Organization, 2008)
gambar dibawah ini.
+7

Referensi

Dokumen terkait

Observasi pra-PPL menyangkut perangkat pembelajaran (meliputi kurikulum, silabus, dan RPP), proses pembelajaran (cara membuka pelajaran, menyajikan materi, metode

[r]

43 Total regulatory adjustments to Additional Tier 1 capital Jumlah faktor pengurang (regulatory adjustment) terhadap AT1. 44 Additional Tier 1 capital (AT1) Jumlah AT 1 setelah

Hasil yang didapatkan dari penelitian ini yaitu implementasi kebijakan UMKM di Kabupaten Sragen ternyata belum efektif, dilihat dari 13 variabel kebijakan yang

[r]

Prosesnya dimulai dari bagian stok barang memasukkan atau mengubah data jenis bahan baku, kemudian aplikasi bertugas menyimpan data kedalam data master jenis dan

Hasil Perancangan ini adalah Mesin Pelurus Kawat, dengan kapasitas mesin yang dirancang adalah 30 cm/s kawat lurus.. Rancangan menggunakan

Dari analisa permasalahan di temukan bahwa penggunaan kartu dalam pembuatan data pasien dan rekam medik, serta tidak terintegrasinya sistem administrasi yang ada