• Tidak ada hasil yang ditemukan

Keberadaan Geisha Pada jaman Showa Yang Tercermin Dalam Film Geisha House(おもちゃ).

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Keberadaan Geisha Pada jaman Showa Yang Tercermin Dalam Film Geisha House(おもちゃ)."

Copied!
20
0
0

Teks penuh

(1)

昭和時代

芸者

生活

0142022

タキ

教大学

本語文学学科

バン

(2)

映画 昭和時代 芸者 関 分析 序論

芸者 いう言葉 知 い人 い い う 芸者 いう

文字通 芸 人 あ 現在 芸者 言え 人 特 外 国人 売春 いうイメー 結 多い

いう映画 昭和時代 芸者 テーマ 上 あ 映画 芸者 生 方 い 描写し い

本論分 いう映画 通し 芸者 い 生

方 し い 分析 あ アプロ- 濃 理論 現象学 いう 使う

Universitas Kristen Marantha

(3)

本論

現在 芸者 言え マイ イメー 頭 浮

あ 女性 手入 身 売 い

うイメー あ し し 時代 溯 芸者 何 あ わ

芸者 簡単 い あ 芸者 う 女性

職業学校 入 そ 舞踊 茶 湯 学ぶ あ

さ う 楽器 い そ

う 学校 五年間学習し 舞子 あ 舞子 芸者見習 い う あ 芸者 本 伝統的 御茶屋 働 彼女

そ 客 踊 見 話し柤手 歌

あ 誰 性 渉 いうイメー う あ 彼 女 性 渉 自分 邦あ い 生活費 出し

生活 さ 男性 あ そ う 男性

芸者 本得 得 寝

芸者 過 本妻 い 補充し あ

いう映画 主人公 芸者

毎朝職業学校 舞踊 歌 さ 生 花 習い い う 給仕 し 働 彼女 先輩 芸者 給仕 あ

苦汁 彼女 頑張 生 い あ そし

(4)

結論

現象学 いうアプロー 使 いう映画

芸者 関し 分析し 結果 次 結論 引 出 ― 昭和時代 芸者 いう職業 マイ イメー い

― 芸者 さ さ 詩綶 い

― 芸者 茶屋 来 客 踊 見 君 歌 歌

し祖子 性 渉 し い

― 芸者 自分 生活 援助し 男性 性

渉柤手 場合 あ

Universitas Kristen Marantha

(5)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ……….i

DAFTAR ISI ………iii

BAB I PENDAHULUAN ………1

1.1 Latar Belakang Masalah ………..1

1.2 Pembatasan Masalah ………3

1.3 Tujuan Penelitian ……….4

1.4 Metode Penelitian ………...4

1.5 Organisasi Penelitian………10

BAB II LANDASAN TEORI ………..11

2.1 Sejarah Geisha ………..11

2.2 Penghidupan Geisha ……….18

BAB III KEBERADAAN GEISHA DI JAMAN SHOWA………26

3.1 Geisha Sebagai Pemuas Seks ………....26

3.2 Geisha Sebagai Teman Minum ……….31

3.3 Geisha Sebagai Wanita Simpanan ………....38

BAB IV KESIMPULAN ………..47

SINOPSIS ………...iv

DAFTAR PUSTAKA ………...viii

(6)

RIWAYAT HIDUP PENULIS

Nama : Rinaldi Sutjiadi

Tempat, Tanggal lahir : Bandung, 4 Mei 1982

Nama Orang Tua : Hendrik Tjia

Hermina Halim

Alamat : Komp. Parakan Mas Jl Parakan Mas Indah no

A13, Parakan Saat Bandung 40293

Telepon : 022 – 91756442

Pendidikan yang telah ditempuh penulis :

1989 – 1995………SD Gita Kirti

1995 – 1998………SMP Taruna Bhakti

1998 – 2001………SMU Taruna Bhakti

2001 – 2007………Universitas Kristen

Maranatha

Universitas Kristen Maranatha

(7)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG MASALAH

Jepang merupakan negara Asia Timur yang kemajuannya berkembang

pesat. Jepang sangat maju dalam bidang teknologi dan perekonomiannya, contoh

kemajuan dalam bidang teknologi adalah mampu membuat mobil dan motor

produksi dalam negeri dan mampu memasarkannya ke negara-negara yang

membutuhkannya. Contoh kemajuan dalam bidang ekonomi adalah mampu

membuat mata uang Jepang (Yen) bersaing dengan mata uang negara lain seperti

Dolar Amerika Serikat.

(http://id.wikipedia.org/wiki/japan)

Di samping itu, Jepang, mempunyai kebudayaan atau tradisi yang unik,

misalnya Kabuki (

歌舞伎

), Sumo

相撲

, dan juga yang tidak kalah uniknya

adalah Geisha (

芸者

)

(http://id.wikipedia.org/wiki/japan)

Geisha adalah wanita yang mahir dalam seni. Bertugas untuk

menghibur dengan memainkan alat musik Samisen (alat musik Jepang) dan

bernyanyi sekaligus menari.

(http://id.wikipedia.org/wiki/geisha)

Geisha sudah ada sejak jaman Edo , dahulu mereka bertugas untuk

menghibur pejabat-pejabat dengan cara menemani minum sake, dan menari.

(8)

Latar belakang masalah prostitusi. Gadis yang menjadi Geisha adalah gadis

yang berasal dari keluarga miskin dan mereka direkrut oleh senior Geisha yang

biasa dipanggil Okamisan みさん) Di dalam rumah Geisha yang disebut

Okiya (

), gadis yang akan menjadi Geisha dididik selama 5 tahun oleh

ibu Geisha atau biasa disebut Okaasan (

さん

) yaitu yang mengelola rumah Geisha.Gadis tersebut yang dalam masa latihan disebut Maiko (舞子).

Masyarakat Jepang tahun 1980-an pada umumnya terutama

pemerintah Jepang menentang keberadaan Geisha. Karena Geisha selalu

berkaitan dengan seks bebas sehingga Geisha dianggap merusak kebudayaan

tradisional Jepang.

(http://en.wikipedia.org/wiki/geisha)

Keberadaan Geisha pada jaman Showa digambarkan dalam film

ち . Film ini dibuat oleh Kinji Fukasaku yang bertindak pula selaku sutradara.

Film berdurasi 2 jam 28 menit ini menceritakan tentang seorang Maiko yang

bernama Tokiko yang diperankan oleh Maki Miyamoto yang bekerja pada

seorang Geisha senior yang sering dipanggil Okamisan (

み さ ん

).

Okamisan juga mendidik Geisha lain yang sekaligus bekerja sebagai anak

buahnya. Di tempat ini Tokiko bekerja untuk melayani senior-seniornya mulai

dari membersihkan rumah, mempersiapkan makanan, mempersiapkan

perlengkapan bekerja Geisha sampai membangunkan senior-seniornya di pagi

hari. Ia juga tidak lupa untuk belajar menari dan merangkai bunga (生け花) di

Universitas Kristen Maranatha

(9)

sebuah tempat kursus menari. Sampai pada suatu waktu Okaasan merasa

Tokiko sudah siap untuk menjadi Geisha yang sesungguhnya, dan mencarikan

laki-laki yang mau memakai jasa Tokiko laki-laki yang memakai Geisha biasa

dipanggil Danna. Dan laki-laki yang menjadi Danna Tokiko. bernama Tamura

yang sudah berumur 55 tahun. Tokiko dijanjikan akan dibayar tiga juta yen

setiap bulannya. Dengan begitu Tokiko sudah menjadi Geisha.

Dalam film ini terlihat keberadaan Geisha yang cukup terorganisir.

Yang masing-masing kelompok Geisha diatur oleh Okiya-Okiya yang ada dalam

film tersebut.

1.2 PEMBATASAN MASALAH

Masalah yang akan dibahas dalam karya tulis ini dibatasi pada hal yang

keberadaan Geisha pada jaman Showa yang terdapat pada film

mengenai keberadaan Geisha.

Disini keberadaan Geisha sangat menarik karena geisha dipandang

sebagai suatu pekerjaan halal atau dengan kata lain seperti pekerjaan pada

umumnya misalnya di perkantoran atau wiraswasta meskipun bertentangan

dengan norma-norma masyarakat Jepang. Geisha begitu dihormati layaknya artis.

Penulis ingin melihat Geisha di mata masyarakat Jepang melalui buku-buku

yang sudah beredar atau film-film sebagai referensi terutama dari film ち .

(10)

1.3 TUJUAN PENELITIAN

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Untuk mengetahui bagaimana status / fungsi Geisha menurut pandangan

masyarakat Jepang jaman Showa yang terdapat dalam film ち .

.2. Untuk mengetahui apakah keberadaan Geisha yang sebenarnya sesuai dengan

yang ada dalam film

.

1.4 METODE PENELITIAN

Dalam penyusunan skripsi penulis menggunakan pendekatan metode

Fenomenologi. Fenomenologi berasal dari bahasa Yunani, yaitu “phainomenon”,

yang berarti apa yang terlihat atau yang menampakkan diri. Menampakkan diri

itu macam-macam, misalnya perasaan, benda, peristiwa, pikiran, lembaga sosial

dan seterusnya.

Kita cenderung menafsirkan fenomen yang kita lihat, maka fenomen tidak

selalu menampakkan diri apa adanya. Bukan hanya itu, fenomen yang kita lihat,

misalnya operasi jantung, sering sudah dimuati anggapan-anggapan masyarakat

sehingga operasi jantung tidak tampak adanya. Maksudnya disini adalah operasi

jantung menurut anggapan masyarakat itu mengerikan karena jantung yang ada

di tubuh kita di otak-atik memakai pisau bedah dan alat lainnya. Padahal

kenyataannya tidak nampak mengerikan karena kita sebagai pasien operasi

jantung akan dibius sehingga tidak akan merasa kesakitan ketika dioperasi.

Fenomenologi tidak puas dengan cara mendekati fenomen seperti yang kita

lakukan sehari-hari. Pendekatan ini menyingkap fenomen asli sebelum

Universitas Kristen Maranatha

(11)

ditafsirkan oleh masyarakat atau kebudayaan, yakni fenomen apa adanya.

Operasi jantung, misalnya jangan pertama-tama dilihat sebagai aktivitas

merubah fisik manusia, yakni sebagai sesuatu yang netral dari

penilaian-penilaian. Sebab itu, Fenomenologi adalah suatu pendekatan deskriptif murni,

bukan normatif.

(Martin Heidegger dan Mistik Keseharian. F Budi Hardiman, 2003, hal 21)

Fenomenologi adalah studi dalam bidang filsafat yang mempelajari

manusia sebagai sebuah fenomena. Maksudnya pengalaman manusia itu

dihubungkan dengan yang ada di luar benda itu sendiri, tanpa perlu bergantung

pada teori, logika ataupun pendapat subyektif dari aturan-aturan yang sudah ada

sebelumnya seperti, ilmu alam dan menyingkirkan segala prasangka untuk

mencapai pengetahuan yang jernih atau tidak ternoda oleh prasangka itu sendiri

tentang kenyataan yang sebenarnya. Kita bisa melihat pengalaman kita sebagai

sesuatu fenomena yang terjadi di depan mata kita. Pada saat itu kita melihat

sebagai kejadian biasa tanpa mengaitkan dengan berbagai macam teori, logika

ataupun pendapat orang lain yang bersifat subjektif atau sepihak.

(http://id.wikipedia.org/wiki/fenomenologi)

Edmund Husserl merupakan ilmuwan Jerman yang pertama kali

menemukan Fenomenologi dipertengahan tahun 1890-an. Hurssel menyebutkan

bahwa memulai karyanya dengan dua metode, satu positif dan satu negatif.

Metode positif disebut dengan zu den Sachen selbst (kembali ke halnya sendiri).

Metode ini dimaksudkan untuk melepaskan jalan pikiran dari apa saja yang

(12)

adalah masalahnya sendiri, bukan gagasan tentang hal tersebut. Maksudnya bagi

Hurssel yang terpenting adalah hasil dari proses yang terjadi bukan proses yang

terjadi. Metode yang negatif disebut Voraussetzungslosigkeit yang mutlak

(terjemahan bebas: kekurangan pengandaian yang mutlak). Dalam kaitan ini,

Hurssel mendekatkan diri pada metode yang dikemukakan oleh Descartes,

walaupun terdapat perbedaannya juga. Descartes mulai dengan sikap ragu-ragu,

ia menyangkal segala sesuatu dan ingin memulai proses pemikirannya dari titik

yang benar-benar nol. Hurssel ingin memberikan tanda petik pada

keragu-raguannya atau memberikan kualitas dipertanyakan pada objek-objek. Sebagai

contoh misalnya: eksistensi objek adalah tidak esensial bagi objek itu sendiri,

atau sebuah segitiga akan tetap merupakan segitiga. Melalui dua metode yang

diketengahkan di atas, “yaitu kembali kepada halnya itu sendiri” dan

“kekurangan pengandaian yang mutlak”, ia boleh dikatakan memulai karyanya

dengan tepat. Ketika ia membicarakan tentang tiga tingkatan kesadaran, terutama

pada tingkatan ketiga dimana orang memperhitungkan phenomenologisches

Residuum atau ‘objek murni’ atau ‘esensi murni’, Hurssel mengemukakan

pendapatnya tentang tiga tingkatan kesadaran yang dapat dihubungkan dengan

tiga jenis objek, yaitu :

1. Tingkatan pertama atau tingkatan yang dangkal adalah kesadaran alamiah.

Kesadaran ini berhubungan dengan objek-objek alamiah.

2. Tingkatan kedua adalah tingkat kesadaran refleksi, yaitu kesadaran yang

muncul setelah memberi ‘tanda petik’ pada tingkat yang dangkal. Bila seseorang

memusatkan perhatiannya pada sebuah objek saja tanpa mempedulikan hal-hal

Universitas Kristen Maranatha

(13)

lain, ia sebenarnya sudah meningkat pada kesadaran yang lebih dalam. Di sini

objek muncul lebih jelas dan lebih tajam.

3. Tingkatan ketiga atau tingkat ‘kedalaman ego’, bila perhatian seseorang

difokuskan lebih jauh lagi pada objek, ia akan mencapai tingkat kesadaran jauh

lebih dalam lagi. Dalam keadaan kesadaran pada tingkat ini objek yang murni

atau yang sejati mengejawantah. Jadi sebenarnya setiap kesadaran itu bersifat

correlatum atau “diperhubungkan” (dengan sesuatu yang lain). Kiranya inilah

yang dimaksudkan Hurssel dengan istilah Bewusstsein von Etwas atau

“kesadaran tentang sesuatu”.

Kesadaran memang tidak pernah dalam keadaan ‘kosong’, selalu ada

isinya. Hurssel menyatakan bahwa kepastian atau ketentuan kita temukan bukan

pada tingkatan kesadaran pertama atau yang kedua, melainkan pada tingkat

ketiga di mana ‘yang individual’ telah memberi tanda petik pada ‘yang tidak

esensial’ dan ‘yang individual’ itu berhadapan muka dengan Wesenchau atau

esensi objek. Pada tingkatan kesadaran yang ketiga ini, yaitu tingkat kedalaman

ego, kita dalam keadaan lepas dari kerengka ruang dan waktu. Dimensi ruang

dan waktu ini ‘ditinggal’ pada tingkatan kesadaran pertama dan kedua, sekarang

yang tinggal hanyalah objek murni.

Fenomenologi mencoba untuk memahami bahwa masih ada objek-objek

yang yang berada didunia ini yang menjadikan hidup lebih jelas dan nyata.

(www.phenomenologycenter.org/phenom.htm)

Seorang filsuf sekaligus kritikus terkenal yang berasal dari Jerman,

(14)

dan menunjukkan yang tersembunyi dari hal-hal yang biasa, pengalaman

kehidupan sehari-hari. Ia juga menambahkan untuk dapat mengerti konsep dari

Fenomenologi, kita perlu menelusuri masalah dari konsep Fenomenologi itu.

Karena konsep Fenomenologi itu memiliki konsep yang bermacam-macam.

Tetapi, untuk membatasi masalah tersebut secara konkrit, kita tidak perlu

memotong habis dan mengerti sepenuhnya dari konsep Fenomenologi.

Maksudnya untuk dapat mengambil inti dari faham Fenomenologi, kita harus

mengikuti dan mengerti permasalahan dari masalah Fenomenologi itu sendiri.

Tetapi kita jangan mementingkan masalah itu, karena kita tidak akan bisa

mengambil inti permasalahannya, kita cukup mengerti setengahnya saja.

(http://phenomenologyonline.com/inquiry/49.htm)

Fenomenologi mempunyai slogan: “kembali pada kenyataan itu sendiri!”. Dengan kata lain tunda dulu semua keputusanmu tentang kenyataan. Biarlah kenyataan, atau istilah filosofisnya, fenomen, mewujudkan kebenarannya sendiri.

Misalnya fenomen-fenomen seperti keadilan, cinta, dan simpati. Ketiganya jangan diukur berdasarkan utilitarianime dan hedonisme (faham yang meagung-agungkan kebebasan). Diukur berdasarkan untung-rugi, nikmat-sakit, dan lain sebagainya. Persahabatan yang tulus tetap sebuah kemungkinan terbuka

(Martin Heidegger. Donny Gahral Adian terj., 2002, hal 13)

Disini Fenomenologi lebih mengutamakan kenyataan yang terlihat

daripada prasangka-prasangka yang dibuat dari pemikiran yang sudah ada. Dan

menjelaskannya masalah tersebut secara rasional.

Para ahli fenomenologi terus mengembangkan Fenomenologi tersebut

hingga dapat dipakai untuk meneliti masalah-masalah yang ada. Contohnya,

Edith Stein meneliti filosofi tentang hak asasi manusia yang menggunakan

Universitas Kristen Maranatha

(15)

berbagai macam sumber (pengalaman hidup, ilmu bahasa, batasan arti). Dalam

penelitian ini penulis memilih metode Fenomenologi yang digunakan oleh

Martin Heidegger.

Hubungan antara Geisha dan metode penelitian Fenomenologi adalah

penulis mengharapkan keberadaan Geisha di Jepang dapat dilihat sebagai suatu

fenomen yang terjadi di masyarakat Jepang. Fenomena Geisha tersebut dapat

mengundang pendapat negatif dan positif. Dalam hal ini penulis ingin melihat

fenomen Geisha tersebut dilihat secara negatif. Yang disorot hanya yang negatif,

karena setelah melihat data-data yang didapatkan ternyata keberadaan Geisha

dipandang sebagai suatu pekerjaan yang halal meskipun itu bertentangan dengan

norma-norma masyarakat Jepang. Geisha begitu dihormati layaknya artis.

Penulis ingin melihat apakah ada sisi gelap atau negatifnya dari keberadaan

Geisha dan apakah pandangan negatif masyarakat Jepang dari Geisha dan

membuat mereka menentangnya atau menganggap sebagai suatu fenomen biasa

yang terjadi di kehidupan sehari-hari. Karena setiap masalah yang ada di dunia

ini pasti ada positif dan negatifnya. Dalam penelitian ini melalui metode

penelitian Fenomenologi, penulis berharap dapat menemukan inti dari

permasalahan Geisha tersebut. Penulis memakai metode Fenomenologi Hurssel.

Dalam skripsi ini tehnik pengumpulan data yang penulis gunakan adalah

studi pustaka, yaitu untuk mendapatkan penjelasan mengenai teori dan metode

(16)

1.5 ORGANISASI PENULISAN

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang masalah mengenai referensi film

dan sedikit

penjelasan mengenai Geisha.

1.2. Pembatasan masalah, yaitu Jepang mengenai keberadaan Geisha pada Jaman

Showa yang tercermin dalam film

.

1.3. Tujuan penelitian.

1.4. Metode penelitian yang akan dipakai.

1.5. Organisasi Penulisan.

BAB II LANDASAN TEORI

2.1. Sejarah Geisha pertama kali muncul di Jepang dan asal-usulnya Geisha.

2.2. Penghidupan Geisha

BAB III ANALISIS

Menganalisis keberadaan Geisha pada Jaman Showa dan yang tercermin dalam

Geisha House (

).

BAB IV KESIMPULAN

Bab ini berisi tentang kesimpulan dari bab satu sampai bab tiga.

Universitas Kristen Maranatha

(17)

BAB IV

KESIMPULAN

Dalam film Omocha (Geisha House), Geisha pada jaman Showa

memperlihatkan bahwa profesinya itu tidak seperti anggapan orang-orang

awam pada umumnya. Geisha tidak berkaitan dengan prostitusi. Begitu pula

dengan Geisha yang ada di Jepang sekarang.

Geisha merupakan wanita yang mahir dalam bidang seni dalam hal

yang berhubungan dengan dunia seni. Ia mempunyai profesi menghibur

laki-laki yang datang padanya di rumah minum teh atau yang disebut dengan

Ochaya. Geisha biasanya sebelum menjalankan profesinya diminta

kehadirannya ke Okiya melalui telepon. Karena profesi inilah masyarakat

khususnya masyarakat di luar negara Jepang menganggap Geisha sama

dengan pelacur yang menghibur laki-laki dengan berbagai cara seperti

berhubungan seks atau minum-minum bersama. Padahal profesi yang

sebenarnya tidak seperti apa yang dianggap oleh masyarakat Jepang dan

masyarakat di luar Jepang itu.

Geisha dalam melayani laki-laki tamunya tersebut bukan dengan

berhubungan seks tetapi hanya mengobrol biasa sambil minum-minum

layaknya seorang teman. Geisha tidak pernah berhubungan seks dengan

sembarang laki-laki. Geisha hanya mau berhubungan seks dengan Danna

nya atau laki-laki yang bersedia menanggung biaya penghidupannya dengan

(18)

menikah Geisha bisa dianggap sebagai istri yang menggantikan peran istri.

Dan bagi laki-laki yang sudah menikah, Geisha hanya melengkapi kebutuhan

suami yang tidak didapati dari istri dan hanya ada di dalam diri Geisha.

Seperti membicarakan hal-hal atau kejadian yang terjadi di kantor yang

riskan untuk diceritakan pada istri, bisa dibicarakan dengan Geisha tanpa

takut kejadian-kejadian tersebar luas itu karena Geisha dituntut untuk

menjaga rahasia setiap laki-laki yang datang padanya

Geisha mempunyai tiga fungsi yaitu pemuas seks bagi Danna atau

penyokong Geisha, teman minum-minum bagi laki-laki yang datang padanya,

dan wanita simpanan bagi Danna. Pemuas seks bagi Danna ini maksudnya

adalah balasan dari Geisha atas sikap Danna yang telah memberinya

penghidupan yang layak dan nyaman dengan memberinya kepuasan seks

secara batiniah dan lahiriah yang mungkin tidak didapati dari istrinya bagi

yang sudah menikah. Teman minum-minum maksudnya adalah Geisha

menjadi teman mengobrol sekaligus minum sake di Ochaya bagi laki-laki

yang memintanya datang. Ia di sana berusaha menghibur dengan nyanyian,

tarian ataupun menceritakan lelucon-lelucon yang lucu dan menjadi teman

untuk tempat curahan hati. Sebagai wanita simpanan, Geisha menjadi wanita

yang mempunyai fungsi yang sama seperti istri dan melengkapi kebutuhan

suami yang tidak didapati dari istrinya. Geisha tidak dinikahi karena itu

merupakan salah satu hukum tradisi Geisha.

Universitas Kristen Maranatha

(19)

Dalam film Omocha (Geisha House), Geisha memperlihatkan tiga

fungsi statusnya dengan jelas. Geisha yang bisa menjadi teman

minum-minum, wanita simpanan, dan pemuas seks laki-laki bagi Danna.

Kesimpulannya, Geisha pada jaman Showa yang ada di film Omocha

(Geisha House) dengan Geisha yang ada sekarang mempunyai kesamaan

dalam statusnya. Mereka bekerja sebagai penghibur bagi laki-laki yang

datang padanya sekaligus sebagai wanita simpanan bagi laki-laki yang

membiayai penghidupannya.

(20)

DAFTAR PUSTAKA

Gahral Adian, Donny. 2002, Martin Heidegger (terjemahan), Kanisius:

Yogyakarta

Hardiman, F.Budi. 2003, Heidegger dan Mistik Keseharian: Suatu Pengantar

Menuju Sein und Zeit, KPG (Kepustakaan Populer Gramedia): Jakarta.

Golden, Arthur. 2002, Memoars Seorang Geisha, PT.Gramedia Pustaka

Utama: Jakarta.

E. Sumaryono. 1999, Hermeneutik: Sebuah Metode Filsafat, Kanisius:

Yogyakarta.

Film Omocha (Geisha House)

Film Secret Life of Geisha

http://id.wikipedia.org/wiki/fenomenologi, 28 Mei 2006

www.phenomenologycenter.org/phenom.htm, 28 Mei 2006

Http://en.wikipedia.org/wiki/Geisha, 2 Juli 2006

www.japan-zone.com, Http://honyaku.yahoo.jp, 2 Juli 2006

www.immortalgeisha.com, 2 Juli 2006

Universitas Kristen Maranatha

Referensi

Dokumen terkait

Pada bab ini berisi kesimpulan yang didapatkan selama perancangan, perealisasian serta pengujian skripsi dan beberapa saran yang dapat dipertimbangkan

Hasil eksperimen menunjukkan bahwa nilai akurasi hasil prediksi menggunakan algoritma BPNN adalah 96,65 % dan algoritma BPNN dengan metode Adaboost menjadi 99,29 %, sehingga

[r]

[r]

Pembahasan arsitektur tidak akan lepas dari pembahasan ruang, baik ruang semu maupun ruang masif. Hasil-hasil pemaknaan dan pemahaman akan “ruang” mengakomodasi juga

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui daya tetas kokon cacing tanah ( Lumbricus rubellus ) di bawah pengaruh pemberian insektisida organofosfat.. Jenis penelitian

Proton Pump Inhibitor (PPI) terapi LPR yang utama dan paling efektif dalam menangani kasus refluks disamping modifikasi gaya hidup. Rekomendasi dosis PPI adalah 2

administrasi Kabupaten Tanah Datar terdiri dari 14 Kecamatan dan pada.