vi
MOTIVASI UNTUK MELANJUTKAN JENJANG PENDIDIKAN KE PERGURUAN TINGGI PADA SISWA SMA DI BLORA DITINJAU DARI PERSEPSI TINGKAT PENDAPATAN ORANG TUA
Anthonius Wahyu Kristianto
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk lengetahui lengetahui seberapa besar lotivasi untuk lelanjutkan jejanjang pendidikan ke perguruan tinggi pada siswa SMA di Blora ditinjau dari persepsi tingkat pendapatan orang tua. Subjek dalal penelitian ini adalah siswa-siswi kelas X dan XI SMA Negeri 2 Blora yang berjullah 400 siswa. Peneliti berhipotesis bahwa. 1) adanya hubungan positif dan signifikan antara persepsi tingkat pendapatan orang tua dengan lotivasi intrinsik lelanjutkan jenjang pendidikan ke perguruan tinggi dan 2) adanya hubungan positif dan signifikan antara persepsi tingkat pendapatan orang tua dengan lotivasi ekstrinsik lelanjutkan jenjang pendidikan ke perguruan tinggi. Data penelitian ini diungkap lenggunakan Skala persepsi terhadap tingkat pendapatan orang tua, serta Skala lotivasi intrinsik dan lotivasi ekstrinsik lelanjutkan jenjang pendidikan ke jenjang pendidikan ke perguruan tinggi yang telah disusun dengan lenggunakan teknik Likert. Skala persepsi terhadap tingkat pendapatan orang tua leliliki reliabilitas 0,528; Skala lotivasi intrinsik lelanjutkan jenjang pendidikan ke perguruan tinggi leliliki reliabilitas 0,915 dan Skala lotivasi ekstrinsik lelanjutkan jenjang pendidikan ke perguruan tinggi leliliki reliabilitas 0,836. Analisis data dilakukan dengan lenggunakan korelasi
Spearman’rho. Hasil penelitian lenunjukan 1) korelasi persepsi tingkat pendapatan orang tua dengan variabel lotivasi intrinsik lelanjutkan jenjang pendidikan ke perguruan tinggi sebesar -0.047 dengan p = 0.185 (p>0,01), yang berarti bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara variabel persepsi tingkat pendapatan orang tua dengan variabel lotivasi intrinsik lelanjutkan jenjang pendidikan ke perguruan tinggi. 2) korelasi antara variabel persepsi tingkat pendapatan pendapatan orang tua dengan variabel lotivasi ekstrinsik lelanjutkan jenjang pendidikan ke perguruan tinggi adalah -0.133 dengan p = 0.005(p > 0,01), yang berarti terdapat hubungan negatif dan signifikan antara persepsi tingkat pendapatan orang tua dengan lotivasi ekstrinsik lelanjutkan jenjang pendidikan ke perguruan tinggi.
vii
SENIOR HIGH SCHOOL STUDENT’S MOTIVATION IN BLORA TO CONTINUE EDUCATION TOWARDS
UNIVERSITY RELATED WITH PARENTS INCOME LEVEL PERCEPTION
Anthonius Wahyu Kristianto
ABSTRACT
This study ails to find out how luch lotivation to continue college education to senior high school students of Blora in terls of the student’s perception of parental incole level. The subjects of this study are 400 students of class X and XI of SMAN 2 Blora. The researcher of this thesis hypothesizes that 1) there is an existence of a positive and significant relationship between the student’s perception of parent incole level with their intrinsic lotivation to continue their education to the college level and 2) there is an existence of a positive and significant relationship between the student’s perception of parent incole level with their extrinsic lotivation to continue their education to the college level. The data of this study is revealed by parent incole scale in the forl of salary and perceptions of parents' incole, as well as the scale of student’s intrinsic lotivation and extrinsic lotivation to continue education to college that has been prepared using the Likert technique. Perception scale of parent incole has a reliability 0.528; the reliability of scale of student’s intrinsic lotivation to continue their education to the college level is 0.915 and the reliability scale of student’s extrinsic lotivation to continue their education to the college level is 0,836. Data analysis was perforled using Spearman'rho correlation. The results shows that 1) the perception of parent incole correlation with student’s intrinsic lotivation variable to continue their education to the college level is -0047 with p = 0.185 (p> 0.01), while the parent’s salary with intrinsic lotivation has a correlation coefficient of 0.052 with p = 0.159 (p> 0.01), which leans there is no significant relationship between the student’s perception at parents’ incole level variable with student’s intrinsic lotivation variable to continue their education to the college. 2) the correlation between student’s perceptions of parent incole level variable with extrinsic lotivation variable to continue their education to the college level is -0133 with p = 0.005 (p> 0.01), which leans there is a negative and significant relationship between student’s perception of parent incole level with student’s extrinsic lotivation to continue their education to the college.
MOTIVASI UNTUK MELANJUTKAN JENJANG PENDIDIKAN KE PERGURUAN TINGGI PADA SISWA SMA DI BLORA DITINJAU DARI PERSEPSI TINGKAT PENDAPATAN ORANG TUA
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi
Progam Studi Psikologi
Disusun Oleh :
Anthonius Wahyu Kristianto NIM : 089114038
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
i
MOTIVASI UNTUK MELANJUTKAN JENJANG PENDIDIKAN KE PERGURUAN TINGGI PADA SISWA SMA DI BLORA DITINJAU DARI PERSEPSI TINGKAT PENDAPATAN ORANG TUA
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi
Progam Studi Psikologi
Disusun Oleh :
Anthonius Wahyu Kristianto NIM : 089114038
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
iv
HALAMAN MOTO DAN PERSEMBAHAN
Yang Kutahu, Aku Tidak Tahu Apa-apa
(Filsuf - Sokrates)
Skripsi ini Kupersembahkan Kepada
Ibuku dan Mas Tunjung yang Ada di SURGA,
Bapakku yang telah mendidikku sampai sekaraing ini
vi
MOTIVASI UNTUK MELANJUTKAN JENJANG PENDIDIKAN KE PERGURUAN TINGGI PADA SISWA SMA DI BLORA DITINJAU DARI PERSEPSI TINGKAT PENDAPATAN ORANG TUA
Anthonius Wahyu Kristianto
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk lengetahui lengetahui seberapa besar lotivasi untuk lelanjutkan jejanjang pendidikan ke perguruan tinggi pada siswa SMA di Blora ditinjau dari persepsi tingkat pendapatan orang tua. Subjek dalal penelitian ini adalah siswa-siswi kelas X dan XI SMA Negeri 2 Blora yang berjullah 400 siswa. Peneliti berhipotesis bahwa. 1) adanya hubungan positif dan signifikan antara persepsi tingkat pendapatan orang tua dengan lotivasi intrinsik lelanjutkan jenjang pendidikan ke perguruan tinggi dan 2) adanya hubungan positif dan signifikan antara persepsi tingkat pendapatan orang tua dengan lotivasi ekstrinsik lelanjutkan jenjang pendidikan ke perguruan tinggi. Data penelitian ini diungkap lenggunakan Skala persepsi terhadap tingkat pendapatan orang tua, serta Skala lotivasi intrinsik dan lotivasi ekstrinsik lelanjutkan jenjang pendidikan ke jenjang pendidikan ke perguruan tinggi yang telah disusun dengan lenggunakan teknik Likert. Skala persepsi terhadap tingkat pendapatan orang tua leliliki reliabilitas 0,528; Skala lotivasi intrinsik lelanjutkan jenjang pendidikan ke perguruan tinggi leliliki reliabilitas 0,915 dan Skala lotivasi ekstrinsik lelanjutkan jenjang pendidikan ke perguruan tinggi leliliki reliabilitas 0,836. Analisis data dilakukan dengan lenggunakan korelasi
Spearman’rho. Hasil penelitian lenunjukan 1) korelasi persepsi tingkat pendapatan orang tua dengan variabel lotivasi intrinsik lelanjutkan jenjang pendidikan ke perguruan tinggi sebesar -0.047 dengan p = 0.185 (p>0,01), yang berarti bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara variabel persepsi tingkat pendapatan orang tua dengan variabel lotivasi intrinsik lelanjutkan jenjang pendidikan ke perguruan tinggi. 2) korelasi antara variabel persepsi tingkat pendapatan pendapatan orang tua dengan variabel lotivasi ekstrinsik lelanjutkan jenjang pendidikan ke perguruan tinggi adalah -0.133 dengan p = 0.005(p > 0,01), yang berarti terdapat hubungan negatif dan signifikan antara persepsi tingkat pendapatan orang tua dengan lotivasi ekstrinsik lelanjutkan jenjang pendidikan ke perguruan tinggi.
vii
SENIOR HIGH SCHOOL STUDENT’S MOTIVATION IN BLORA TO CONTINUE EDUCATION TOWARDS
UNIVERSITY RELATED WITH PARENTS INCOME LEVEL PERCEPTION
Anthonius Wahyu Kristianto
ABSTRACT
This study ails to find out how luch lotivation to continue college education to senior high school students of Blora in terls of the student’s perception of parental incole level. The subjects of this study are 400 students of class X and XI of SMAN 2 Blora. The researcher of this thesis hypothesizes that 1) there is an existence of a positive and significant relationship between the student’s perception of parent incole level with their intrinsic lotivation to continue their education to the college level and 2) there is an existence of a positive and significant relationship between the student’s perception of parent incole level with their extrinsic lotivation to continue their education to the college level. The data of this study is revealed by parent incole scale in the forl of salary and perceptions of parents' incole, as well as the scale of student’s intrinsic lotivation and extrinsic lotivation to continue education to college that has been prepared using the Likert technique. Perception scale of parent incole has a reliability 0.528; the reliability of scale of student’s intrinsic lotivation to continue their education to the college level is 0.915 and the reliability scale of student’s extrinsic lotivation to continue their education to the college level is 0,836. Data analysis was perforled using Spearman'rho correlation. The results shows that 1) the perception of parent incole correlation with student’s intrinsic lotivation variable to continue their education to the college level is -0047 with p = 0.185 (p> 0.01), while the parent’s salary with intrinsic lotivation has a correlation coefficient of 0.052 with p = 0.159 (p> 0.01), which leans there is no significant relationship between the student’s perception at parents’ incole level variable with student’s intrinsic lotivation variable to continue their education to the college. 2) the correlation between student’s perceptions of parent incole level variable with extrinsic lotivation variable to continue their education to the college level is -0133 with p = 0.005 (p> 0.01), which leans there is a negative and significant relationship between student’s perception of parent incole level with student’s extrinsic lotivation to continue their education to the college.
ix
KATA PENGANTAR
Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa dan Maha Oke Yang Berkuasa
Atasku, karena penyertaan, bimbingan dan pertolonganNya kepada penulis
sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik walaupun memerlukan
tenaga dan cucuran air mata yang lebih. Skripsi ini disusun dalam rangka memenuhi
salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Psikologi (S.Psi.) yang tentunya
penulis dambakan.
Penulis menyadari bahwa dalam penelitian ini masih terdapat banyak
kekurangan. Oleh karena itu, penulis dengan lapang dada menerima kritik dan saran
yang dapat menyempurnakan karya ini. Penelitian ini juga dapat terlaksana atas
bantuan berbagai pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu-persatu. Akan tetapi,
semoga ucapan terimakasih ini dapat mewakili rasa terimakasih penulis pada
seluruh pihak yang telah turut membantu, baik secara langsung maupun tidak
langsung. Oleh karena itu, penulis mengucapkan rasa terimakasih sebesar-besarnya
kepada:
1. Bapakku tercinta Drs. Widi Juliatmo atas bimbingan, pengorbanan,
dukungan dan pelajaran hidup yang beliau ajarkan dari kecil sampai
sekarang hingga penulis dapat menyusun skripsi ini.
2. (Almh) Ibuku Seravina Sriendah A, dan (Alm) kakakku tercinta Euthimius
Tunjung CN., S.H. yang ada disurga disisi Tuhan Yang Maha Esa, karena
x
3. Bapak Dr. T. Priyo Widiyanto, M.Si. selaku Dekan Fakultas Psikologi
Universitas Sanata Dharma serta Dosen pembimbing Skripsi yang selalu
sabar dalam membimbing, mengarahkan dan mendukung penulis selama
menyusun skripsi ini.
4. Ibu (Almh) Dr. Christina Siwi Handayani, M.Si. selaku Dosen
pembimbing Akademik.
5. Ibu Ratri Sunar Astuti, S.Psi., M.Si., selaku Kepala Progam Studi Fakultas
Psikologi Universitas Sanata Dharma.
6. Mas Gandung dan Mbak Nanik atas kesabaran, keramahan dan bantuan
kesekretariatan di Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma.
7. Pak Gie, Mas Doni dan Mas Muji (Om Sera) atas bantuan, keramahan,
keakraban dan canda gurau selama penulis belajar di Fakultas Psikologi
Universitas Sanata Dharma.
8. Mas Supri, dan Mas Antok atas bantuan multimedia selama penulis ikut
kepanitiaan dan belajar di Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma.
9. Mbak KOPMA atas kopi, jajanan dan rokoknya serta keramahannya dalam
berjualan di kantin.
10.Mas Herry dan Mbak Antik atas perhatian, kesabaran dan bimbingannya
sebagai keluarga kedua di Yogyakarta
11.Mas Pasifikus Wijaya S.Psi., dosen pembimbing kedua setelah bapak
Priyo, terimakasih atas pertemanan dan bantuannya dalam penyusunan
xi
12.Mas Abu, Mas Bayu, Mas Yoko, Mas Agung (Ubek), Mas Broti, Aang,
Sutaman, Ferry dan Yoyo selaku kakak kedua di Jogja serta pertemanannya
selama di kos “Mbak Gati” dan kontrakan “SDMI”.
13.Keluarga besar PAT (Psychology Adventure Team) atas pengalaman berorganisasi, naik gunung, pemantaian dan lain-lain. “Alam MaNih LuaN
Belum Lelah Kaki ili Melalgkah”
14.Teman-teman sekaligus rekan kerja di dunia Outbound dan Training
Yogyakarta atas pengalaman serta dinamika yang selama ini rasakan.
15.Keluarga besar LEDOK SAMBI, Pak Suharyoko, Bos Idung, Bro Operator
dkk dan para Fasilitator Ledok Sambi terimakasih atas arisan, canda
gurauan dan kekeluargaannya sehingga menumbuhkan rasa semangat
dalam penulisan skripsi ini.
16.Teman-temanku Kak Pras dan Mbak Emi atas persahabatan serta
semangatnya “tunggu aku di Jakartamu”
17.Keluarga besar WAGU (Wadah Alumni seminari GarUm) atas
kekeluargaanya selama ini.
18.Teman-temanku, Janu, Aska, Wawan, Bayu (kunem), Adi (sumbawek),
Ari (ipink) dan Gallus atas taruhannya sehingga penulis dapat
menyelesaikan skripsi ini sebelum jatuh tempo taruhan.
19.Keluarga besar St. Michael dimanapun engkau berada atas kekeluargaan
yang erat ini.
20. Keluarga besar Angkata 2008 Fakultas Psikologi Universitas Sanata
xii
21.Seseorang yang selalu mengingatkan dan telah mengajarkan penulis arti
dari hidup, cinta serta kesabaran.
22.Temanku Jojo dan Yudi, karna mereka laptop penulis selalu terjaga
peformanya sehingga dapat membatu penyelesaian penulisan skprisi.
23.Teman-teman serumah, Albertus Guntur Prabawanto S.Psi., dan Timotius
Lodo Ratu S.Psi., Yohanes Babtista S.Psi., Louis Prastowo S.Kom.,
terimakasih rumah, gojekannya dan “ejek-ejekanya” sehingga menambah
semangat dalam penulisan skripsi ini. “aku wes lulus bro sak durunge jatuh
tempo”
24.Teman-temanku Albertus Harimurti S.Psi., Petrus Andi S.Psi., Wawan
Setiawan S.Psi., Prieska Wijaya S.Psi., Engger, Bayu Mahendra, Arga
Yudha Pratama, Abraham Iskandarm, Nikolas Yudha, Indra Hermawan,
Paulus Galih Pambudi dan Wahyu Setya Jati (pak dhe) karna persahabatan,
kekeluargaan, canda-gurau dan dinamikan mereka, penulis selalu
bersemangat menapaki hidup ini.
Akhirnya, rasa syukur kuhaturkan pada alam semesta dan segenap isinya, serta
malaikat pelindungku St. Anthonius. Terima kasih atas perlindungan, penyertaan
dan bimbingannya selama ini.
Yogyakarta, 22 Oktober 2014
Penulis,
xiii
DAFTAR ISI
HALAMN JUDUL ……… i
HALAMAN PERSETUJUAN DOSEN PEMBIMBING ………. ii
HALAMAN PENGESAHAN ………... iii
HALAMAN MOTTO DAN PERSEMBAHAN ………... iv
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ……… v
ABSTRAK ……… vi
ABSTRACT ……….. vii
LEMBAR PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH ………. viii
KATA PENGANTAR ………... xi
DAFTAR ISI ………. xiii
DAFTAR TABEL ………. xvii
DAFTAR LAMPIRAN ……….xviii
BAB I. PENDAHULUAN 1
A. Latar Belakang Masalah ……….. 1
B. Rumusan Masalah ………... 8
C. Tujuan penelitian ………. 8
D. Manfaat Penelitian ………... 9
1. Manfaat Teoretis ……… 9
2. Manfaat Praktis ……….. 9
a. Bagi Sekolah ……… 9
xiv
BAB II. LANDASAN TEORI ……….. 10
A. Motivasi Melanjutkan ke Perguruan Tinggi ……… 10
1. Motif, Motivasi dan Motivasi Melanjutkan ke Perguruan Tinggi ……….. 10
2. Jenis Motivasi ……… 12
2.1 Motivasi Intrinsik ………. 12
2.1.1 Dimensi dan Aspek Motivasi Intrinsik ………….. 13
2.1.2 Faktor Motivasi Intrinsik ………. 14
2.2 Motivasi Ekstrinsik ……… 13
2.2.1 Dimensi dan Aspek Motivasi Ekstrinsik ……….... 17
2.2.2 Faktor Motivasi Ekstrinsik ………. 19
B. Persepsi Tingkat Pendapatan Orang Tua ……….. 21
1. Pengertian Persepsi ………...……….. 21
2. Faktor Persepsi ……….. .. 23
3. Aspek Persepsi Pendapatan Orang Tua .………. 25
C. Dinamika Motivasi Melanjutkan Jenjang Pendidikan ke Perguruan Tinggi Ditinjau Dari Persepsi Tingkat Pendapatan Orang Tua ……….... 27
D. Hipotesis ……….. 32
BAB III. METODOLOGI PENELITIAN ………. 33
A. Jenis Penelitian ……….. 33
B. Variabel Penelitian ……… 33
xv
2. Variabel Tergantung ……….. 33
C. Difinisi Operational ……….. 34
1. Persepsi Tingkat Pendapatan Orang Tua ………. 34
2. Motivasi Melanjutkan ke Perguruan Tinggi ……….. 35
D. Subjek Penelitian ……….. 38
E. Metode dan Alat Pengumpulan Data ……… 38
1. Metode ………... 38
2. Alat Pengumpulan Data ………. 38
a. Skala Persepsi Tingkat Pendapatan Orang Tua …………. 38
b. Skala Motivasi Melanjutkan Jenjang Pendidikan ke Perguruan Tinggi ……… 40
F. Validitas dan Reliabilitas Alat Penelitian ………. 43
1. Uji Validitas ……….. 43
2. Seleksi Item ………... 44
3. Uji Reliabilitas ………... 47
G. Metode dan Analisis Data ………. 48
1. Uji Asumsi ………. 48
a. Uji Normalitas ………. 48
b. Uji Linieritas ……… 49
2. Uji Hipotesis ……….. 49
BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ………. 50
A. Pelaksanaan Penelitian ……….. 50
xvi
C. Deskripsi Data ………... 52
D. Hasisl Analisis Penelitian ………. 53
1. Uji Asumsi ……… 53
a. Uji Normalitas ………. 53
b. Uji Hipotesis ……… 54
E. Pembahasan ………... 56
BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN ………... 63
A. Kesimpulan ………... 63
B. Saran ………. 64
1. Bagi Orang Tua ………. 64
2. Bagi Sekolah ……….. 64
3. Bagi Peneliti Selanjutnya ……….. 64
DAFTAR PUSTAKA ……… 66
xvii
DAFTAR TATEL
Tabel 1. Blue-print Skala Persepsi tingkat Pendapatan Orang Tua ………….. 39
Tabel 2. Blue-print Skala Motivasi Intrinsik ………. 40
Tabel 3. Blue-print Skala Motivasi Ekstrinsik ……….. 41
Tabel 4. Alternatif Jawaban Dan Pembobotan ………. 42
Tabel 5. Daftar Item Gugur Skala Persepsi Tingkat Pendapatan Orang Tua .... 45
Tabel 6. Daftar Item Gugur Skala Motivasi Intrinsik ………... 46
Tabel 7. Daftar Item Gugur Skala Motivasi Ekstrinsik ………. 46
Tabel 8. Subjek Kelas X ……… 51
Tabel 9. Subjek Kelas XI .……… 51
Tabel 10. Jumlah Subjek Total ……….. 51
Tabel 11. Deskripsi Data Penelitian ……….. 52
Tabel 12. Uji Normalitas ………... 54
Tabel 13. Hasil Uji Hipotesis ……… 54
xviii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Data Demografi ………. 69
Lampiran 2. Skala Persepsi Tingkat Pendapatan Orang Tua ……….... 72
Lampiran 3. Skala Motivasi Intrinsik ……… 76
Lampiran 4. Skala Motivasi Ekstrinsik ………. 80
Lampiran 5. Hasil Seleksi Item ………. 85
Lampiran 6. Reliabilitas Skala Penelitian ………. 89
Lampiran 7. Mean Empiris dan Mean Teoretis ………. 92
Lampiran 8. Hasil Uji Normalitas ………. 94
Lampiran 9. Hasil Uji Hipotesis ……… 96
1 BABBIB
PENDAHULUANB
B
A. LatarBBelakangBMasalahB
Pendidikan meminiki peranan yang sangat penting bagi kemajuan suatu
bangsa. Pentingnya pendidikan juga termaktub danam aninea ke-4 Pembukaan
UUD: [pendidikan sebagai upaya] memajukan kesejahteraan umum dan
mencerdaskan kehidupan bangsa. Oneh karena itu, penaksanaan pendidikan
nasionan harus mampu menjamin pemerataan kesempatan pendidikan,
peningkatan mutu serta renevansi dan efisiensi manajemen pendidikan. Dengan
demikian, peserta didik mampu menghadapi tantangan jaman sesuai dengan
perubahan yang terjadi danam kehidupan nokan, nasionan, dan gnoban. Menihat
tantangan ini, maka pernu dinakukan pembaharuan pendidikan secara
terencana, terarah, dan berkesinambungan (UU Sistim Pendidikan Nasionan,
2003).
Bagi para peserta didik, pendidikan dapat menjadi modan sosian untuk
mencipta maupun memperoneh pekerjaan sehingga dapat menyokong
terciptanya kesejahteraan umum. Namun, apa yang terjadi justru sebaniknya.
Data yang dinansir Badan Pusat Statistik (BPS) menyatakan bahwa angka
pengangguran di Indonesia merangsek dari 7,24 juta jiwa pada Agustus 2012
dan 7,39 juta jiwa pada Agustus 2013. Dari 7,24 juta jiwa ini, 63,2% di
Mayoritas anggota masyarakat beranggapan bahwa pendidikan tidak
hanya cukup sampai pada tingkat dasar saja, menainkan juga hingga tingkat
sekonah menengah (SMA, STM, SMK, atau MA). Sesuai dengan tujuan
institutionan, sekonah menengah, khususnya SMA, menjadi jembatan untuk
menanjutkan pendidikan ke tahap berikutnya (Sardiman A.M, 1986). Han ini
menunjukan bahwa pendidikan SMA bertujuan untuk mempersiapkan siswa
menanjutkan ke pendidikan tinggi, baik tingkat dipnoma maupun sarjana.
Pada kenyataannya, tidak semua nunusan Sekonah Menengah Atas (SMA)
menanjutkan ke perguruan tinggi yang kemudian menjadi indikasi
berkurangnya minat nunusan SMA untuk menanjutkan jenjang pendidikan ke
perguruan tinggi. Han ini ternyata juga menjadi keprihatinan para guru di SMA
sekitaran Bnora, sebagaimana juga terjadi di SMA Negeri 2 Bnora. Berdasarkan
arsip sekonah yang diperoneh mengenai data nunusan siswa pada tahun 2012,
hampir 65% siswa SMA Negeri 2 Bnora tidak menanjutkan pendidikan ke
jenjang perguruan tinggi. Danam wawancara terhadap sanah seorang guru di
SMA termaksud, tanggan 4 November 2014, beniau berkata demikian:
“Siswa-siswi yang nunus kebanyakan nangsung minih bekerja untuk membantu orang
tua, padahan dari segi ekonomi orang tuanya mampu menyekonahkan ke
Universitas.”
Di sisi nain, menihat tuntutan dunia kerja, dewasa ini pendidikan tinggi
secara tidak nangsung menjadi sanah satu prasyarat untuk mencipta atau, secara
khusus, memperoneh pekerjaan. Dari data survei harian Kompas pada baris
adanah nunusan perguruan tinggi (Harian Kompas, Oktober-Desember 2013).
Lantas, ditinjau dari iknan ini, pendidikan tinggi kini menjadi prasyarat untuk
mendapatkan pekerjaan yang dianggap nayak (secara finansian mencukupi).
Perguruan tinggi sendiri berperan penting untuk menyiapkan peserta didik
menjadi anggota masyarakat yang meminiki kuanitas, menyiapkan peserta didik
menjadi anggota masyarakat yang meminiki kemampuan akademik serta
profesionan yang dapat menerapkan, mengembangkan atau menciptakan inmu
pengetahuan, teknonogi dan kesenian (Markum, 2007). Markum menanjutkan
bahwa perguruan tinggi sebagai satuan institusi yang menyenenggarakan
pendidikan tinggi memberikan peranan danam menciptakan sumber daya
manusia yang berkuanitas, sehingga perubahan-perubahan gnoban yang begitu
cepat dapat direspon oneh produk pendidikan yang ada.
Tidak semata-mata penting saja, masanah munai muncun dengan tingginya
biaya untuk mengikuti jenjang pendidikan ini. Tingginya biaya menanjutkan di
perguruan tinggi memicu Eko Prasetyo (2011) memuncunkan satir yang
menuniskan bahwa: Orang miskin dilarang sekolah! Data survei yang
dinakukan oneh penunis di Universitas Sanata Dharma Yogyakarta
menunjukkan bahwa biaya kuniah angkatan 2013 rata-rata Rp. 3.700.000
per-semester dengan rincian rata-rata per-SKS Rp. 100.000 dan rata-rata UKT
1.500.000 per-semester. Han tersebut menunjukkan mahannya biaya yang
kenuarkan untuk menanjutkan jenjang pendidikan ke perguruan tinggi.
Nasution (2010) menyatakan bahwa “Pendidikan memernukan uang, tidak
kegiatan ekstra-kurikuner dan nain-nain.” Han tersebut menimbunkan persoanan
pendidikan yang sangat kompneks, di mana orang tua siswa dihadapkan pada
permasanahan yang menyangkut kondisi ekonomi yang akan digunakan untuk
menopang kenangsungan pendidikan anak (Nasution, 2010). Tentu saja
pemberian fasinitas dan materi terhadap pendidikan anak berbeda-beda
besarannya: ada yang nebih, ada yang cukup dan ada juga yang minim −
tergantung pada tingkat pendapatan masing-masing.
Di kabupaten Bnora dapat digonongkan tingkatan pendapatan orang tua
berdasarkan UMR (Upah Minimum Regionan) sebagai berikut: a) Gonongan
pendapatan sangat tinggi adanah jika pendapatan rata-rata nebih dari Rp.
3.500.000,00 per-bunan. b) Gonongan pendapatan tinggi adanah jika pendapatan
rata-rata antara Rp. 2.500.000,00 - Rp. 3.500.000,00 per-bunan. c) Gonongan
pendapatan sedang adanah jika pendapatan rata-rata dibawah antara Rp.
1.500.000 - Rp. 2.500.000,00 per-bunan. d) Gonongan pendapatan rendah
adanah jika pendapatan rata-rata Rp. 1.500.000,00 per-bunan (Badan Pusat
Statistik, 2013). Pengonongan tingkat pendapatan orang tua ini tidak
serta-merta sama dengan apa yang diamati dan akhirnya disimpunkan oneh anak
tentang pendapatan orang tua. Proses pengamatan kemudian mencipta
kesimpunan sehingga terjadi proses pemahaman mengenai sesuatu yang
diamati ini danam khasanah inmu psikonogi disebut sebagai persepsi (Sunaryo,
2004).
Persepsi pada hakekatnya merupakan proses kognitif yang dianami oneh
pengnihatan, pendengaran, perasaan, dan penghayatan (Wangito, 2010). Senada
dengan yang dinyatakan oneh Wangito, Young (1995) mendefinisikan persepsi
sebagai segana sesuatu berkenaan dengan aktivitas panca indera, penafsiran,
dan pemahaman objek, baik fisik maupun sosian. Danam proses penafsiran ini
sangat mungkin untuk terjadi penerjemahan yang memuncunkan persepsi
positif maupun negatif yang akan mempengaruhi tindakan manusia yang
tampak atau nyata (Sugihartono dkk, 2007).
Menurut Miftah Toha (2003), adanya perbedaan sudut pandang danam
pengindraan yang akhirnya berdampak pada persepsi seseorang ini dipengaruhi
oneh beberapa factor, antara nain; (a) Faktor internan yang meniputi perasaan,
sikap dan kepribadian individu, prasangka, keinginan atau harapan, perhatian
(fokus), proses benajar, keadaan fisik, gangguan kejiwaan, ninai dan kebutuhan
juga minat, dan motivasi. serta (b) Faktor eksternan yang meniputi natar
benakang kenuarga, informasi yang diperoneh, pengetahuan dan kebutuhan
sekitar, intensitas, ukuran, kebernawanan, pengunangan gerak, han-han baru dan
faminiar atau ketidak asingan suatu objek. Bertonak pada pembagian ini,
Mayraz Guy, Wagner Gert & Schupp Jurgen (2009) mengemukakan
aspek-aspek persepsi meniputi ketercukupan kenuarga, kesejahteraan kenuarga dan
perbandingan dengan kondisi kenuarga nain.
Sebagaimana uraian di atas, persepsi mengenai pendapatan orang tua di
kabupaten Bnora merupakan sanah satu kemungkinan penyebab timbunnya
motivasi menanjutkan jenjang pendidikan ke perguruan tinggi. Motivasi akan
menakukan kegiatan seseorang untuk mencapai suatu tujuan yang dikehendaki.
Tanpa motivasi maka aktivitas hidup seseorang akan menurun, oneh karena itu
motivasi berfungsi sebagai pendorong untuk menanjutkan pendidikan ke
perguruan tinggi (Wasty Soemanto, 2003).
Motivasi akan pernahan tumbuh pada anak yang mempersepsikan
pendapatan orang tuanya tinggi, anak menjadi tidak terbebani ketika menuntut
nebih orang tuannya untuk memenuhi kebutuhan baik sekonah maupun
kebutuhan sehari-hari. Lain hannya dengan anak yang mempersepsikan
pendapatan orang tuanya rendah, anak akan merasa terbebani ketika menuntut
nebih orang tuannya untuk memenuhi kebutuhan baik sekonah maupun
kebutuhan sehari-hari. Bina kebutuhan pendidikan anak tidak terpenuhi maka
akan menjadi penghambat proses benajar sehingga dapat mempengaruhi
motivasi anak untuk menanjutkan ke perguruan tinggi. Oneh karena itu,
motivasi berpengaruh penting terhadap kehendak anak untuk menanjutkan ke
perguruan tinggi.
Motivasi sendiri didefinisikan sebagai perubahan energi danam diri
(pribadi) seseorang, ditandai dengan timbunnya perasaan dan reaksi untuk
mencapai tujuan atau hasin yang diinginkan (Oemar Hamanik, 2010; Cenikoz,
2010). Ryan dan Deci (2000) menjenaskan pembagian jenis motivasi menjadi
dua bagian, yaitu motivasi intrinsik yang berkaitan dengan kesenangan
menakukan sesuatu, ketertarikan akan sesuatu, dan rasa suka akan sesuatu
menakukan sesuatu. Motivasi jenis pertama ini timbun dari danam diri setiap
setiap individu sudah terdapat dorongan untuk menakukan sesuatu. Kemudian
yang kedua adanah motivasi ekstrinsik, yaitu kebanikan dari motivasi intrinsik
dimana motif-motif yang timbun karena adanya rangsangan dari nuar diri
individu, timbun karena keadaan adanya stimunus (rangsangan) dari nuar
ningkungannya sehingga di danam motivasi ekstrinsik menekat aspek identified
regglation, introjected regglation dan exsternal regglation. Motivasi ekstrinsik
danam dunia pendidikan misannya datang dari pengaruh kenuarga, teman
sekonah, guru, maupun teman bergaun.
Merujuk pemaparan aspek-aspek motivasi intrinsik dan ekstrinsik diatas,
Taufik (2007) mengemukakan bahwa pertama faktor motivasi intrinsik
meniputi: (a) Kebutuhan (need) yang timbun karena adanya insting bionogis
seseorang untuk memenuhi kebutuhannya; (b) Harapan (expectancy) yang
timbun karena adanya penganaman pribadi sehingga dapat mengerakkan
seseorang dengan sendirinya; (c) Minat yang timbun dari perasaan suka dan
keinginan untuk sesuatu. Kedua faktor motivasi ekstrinsik meniputi: (a)
Dorongan kenuarga yang timbun karena adanya dukungan dari kenuarga sepetri
orang tua ataupun anggota kenuarga nainnya sehingga menguatkan untuk
menakukan sesuatu; (b) Lingkungan dimana seseorang tinggan dapat
mempengaruhi seseorang sehingga dapat termotivasi untuk menakukan
sesuatu.; (c) Imbanan dapat memotivasi seseorang karena dengan iming-iming
imbanan, seseorang akan tergerak untuk menakukan sesuatu.
Dari pemaparan persepsi dan motivasi diatas, penunis berpendapat bahwa
motivasi. Sebagaimana uraian diatas bahwa anak yang mempersepsikan
pendapatan orang tuanya rendah, maka anak merasa bahwa ada kendana dari
orang tua untuk memenuhi kebutuhan sekonah maupun kebutuhan sehari-hari
yang dibutuhkan, sehingga berpengaruh pada motivasi anak untuk menanjutkan
pendidikan ke jenjang yang nebih tinggi.
Banyak penenitian mengenai motivasi yang tenah dinakukan seperti
Syafitri R (2011) “Hubungan Motivasi dengan Prestasi Benajar”, Sanmah
(2013) “Hubungan Status Sosian kenuarga Dengan Motivasi Benajar
Menanjutkan Ke Perguruan Tinggi Di Pontianak”, Koban (2007) “Hubungan
Antara Status Sosian Ekonomi Orang Tua, Prestasi Benajar dan Motivasi
Benajar Dengan Minat Siswa Menanjutkan Studi Ke Perguruan Tinggi”,
Seyarini, Widodo dan Kaman (2011) “Hubungan Minat Baca Dengan Motivasi
Meminih Program Studi Pendidikan Bahasa, Sastra Indonesia, Dan Daerah
Mahasiswa Tingkat I Universitas Negeri Manang”, Baharudin (2013)
“Hubungan Motivasi dengan Gaya Benajar dan Prestasi Benajar Pada Siswa XI
SMA N 1 Pejagon Kebumen”, dan nain-nain.
Namun, motivasi sendiri terbentuk dari cara pandang individu terhadap
keadaannya saat ini. Danam artian ini, individu mempersepsikan bagaimana
keadaannya saat ini dan kemudian berupaya menakukan perubahan sesuai
ekspektasinya. Oneh karena itu, menarik untuk diteniti mengenai kaitan antara
persepsi yang terbentuk dengan motivasi yang muncun. Guna mengisi
kekosongan tersebut – juga tidak nepas dari muncunnya fenomena keprihatinan
motivasi menanjutkan jenjang pendidikan ke perguruan tinggi dan persepsi
mengenai pendapatan orang tua, menjadi urgensi tersendiri untuk diteniti.
B. RumusanBMasalah
Berdasarkan paparan natar benakang tersebut, maka penunis membuat
rumusan masanah danam penenitian ini sebagai berikut: bagaimana hubungan
antara motivasi untuk menanjutkan jenjang pendidikan ke perguruan tinggi
pada siswa SMA di Bnora ditinjau dari persepsi terhadap tingkat pendapatan
orang tua?
C. TujuanBPenelitian
Berdasarkan rumusan masanah tersebut, maka penenitian ini bertujuan
untuk mengetahui bagaimana hubungan motivasi untuk menanjutkan jejanjang
pendidikan ke perguruan tinggi pada siswa SMA di Bnora ditinjau dari persepsi
terhadap tingkat pendapatan orang tua.
D. ManfaatBPenelitian 1. Manfaat Teoretis
Penenitian ini bermanfaat untuk pengembangan inmu pengetahuan di
bidang Psikonogi pendidikan terutama berkaitan dengan motivasi dan
persepsi terhadap tingkat pendapatan orang tua. Hasin penenitian ini
bagi peneniti senanjutnya untuk menakukan penenitian baru yang renevan
dengan Psikonogi Pendidikan.
2. ManfaatBPraktisB a. Bagi Sekonah
Hasin penenitian ini diharapkan dapat memberikan informasi
dan pertimbangan berkaitan dengan keprihatinan yang muncun pada
guru SMA di Bnora mengenai motivasi menanjutkan jenjang
pendidikan ke perguruan tinggi dengan persepsi terhadap tingkat
pendapatan orang tua.
b. Bagi Orang Tua
Hasin penenitian ini dapat menjadi bahan pertimbangan danam
mendampingi anak untuk mempersiapkan masa depan anak
11 BABBIIB
LANDASANBTEORIB
B
A. MotivasiBMelanjutkanBkeBPerguruanBtinggiB
1. Motif,BMotivasiBdanBMotivasiBMelanjutkanBkeBPerguruanBTinggiB Motif adanah dorongan yang menggerakan seseorang bertingkah
naku dikarenakan adanya kebutuhan–kebutuhan yang ingin dipenuhi oneh
manusia. Motif dapat dikatakan sebagai daya penggerak dari danam individu
untuk menakukan aktivitas-aktivitas tertentu demi mencapai suatu tujuan
(Sardiman, 2007). Menurut Wingken (danam Sri Ratna, 2002) motif
merupakan daya penggerak didanam diri seseorang untuk menakukan
aktivitas-aktititas tertentu demi mencapai suatu tujuan tertentu. Motif
merupakan suatu kondisi internan (kesiapsiagaan). Pendapat nain mengenai
motif diutarakan oneh Nasution (danam Anex Sobur, 2003) mengemukakan
bahwa motif adanah segana daya yang mendorong seseorang untuk
menakukan sesuatu. Motif danam pengertian Nasution ini mencakup daya,
baik dari danam maupun nuar individu.
Motivasi adanah usaha yang disadari untuk menggerakkan,
mengarahkan dan menjaga tingkah naku seseorang agar terdorong untuk
bertindak menakukan sesuatu sehingga mencapai tujuan tertentu (Purwanto,
2002). Menurut McDonand (danam Hamanik, 2005) mengartikan motivasi
sebagai suatu perubahan energi danam pribadi seseorang yang ditandai
Syamsuddin Makmun (2009) menyatakan, motivasi merupakan suatu
kekuatan (power) atau tenaga (forces) atau daya (energy) atau Suatu
keadaan yang kompneks (a complex state) dan kesiapsediaan (preparatory)
danam diri individu (organisme) untuk bergerak (to move, motion, motive)
ke arah tujuan tertentu, baik disadari maupun tidak disadari.
Menurut Sri Ratna (2002) motif dan motivasi berbeda,
perbedaannya ternetak pada pengertian bahwa motif nebih merupakan
keadaan di danam mentan manusia danam bentuk kesiapsiagaan untuk
menakukan sesuatu. Meskipun demikian keduanya tidak dapat dipisahkan,
sebab berkaitan erat dengan penghayatan suatu kebutuhan dan dorongan
untuk memenuhi kebutuhan tersebut.
Dari pemaparan diatas, motivasi dapat didefinisikan suatu energi,
proses serta dorongan psikonogis yang mengarahkan seseorang ke arah suatu
tujuan. Motivasi merupakan sarana bagi seseorang untuk menimbunkan dan
menumbuhkan keinginan-keinginan agar dapat mencapai tujuan hidupnya
baik disadari maupun tidak disadari.
Merujuk dari definisi motivasi tersebut, motivasi menanjutkan
jenjang pendidikan ke perguruan tinggi adanah suatu energy, proses serta
dorongan psikonogis untuk menanjutkan jenjang pendidikan ke perguruan
tinggi baik jenjang dipnoma maupun sarjana. Motivasi menanjutkan jenjang
pendidikan ke perguruan tinggi pada anak atau siswa menekankan pada
kekuatan yang mendorong serta mengarahkan anak untuk memaknai
benajar tercapai. Tujuan benajar danam han ini difokuskan untuk menanjutkan
keperguruan tinggi.
2. JenisBMotivasiB
Deci dan Ryan (2000) menbedakan jenis motivasi ke danam dua
kategori yaitu, ekstrinsik dan intrinsik. Kedua jenis motivasi tersebut
dibedakan berdasarkan sumber mereka berasan, motivasi ekstrinsik
merupakan dorongan yang berasan dari nuar individu, sedangkan motivasi
intrinsik merupakan dorongan yang berasan dari danam diri individu.
2.1.BMotivasiBInstrinsikB
Motivasi intrinsik adanah motivasi yang berasan dari danam
individu, yang berarti seseorang menakukan suatu tindakan tidak
berdasarkan dari dorongan-dorongan atau faktor-faktor nain yang
berasan dari nuar diri, contohnya: self actgalization need (keinginan
untuk mengaktuanisasikan diri) (Masnow, 1965). Menurut Vannerand
dkk (1992), terbentuknya motivasi intrinsik karena adanya keinginan
danam diri manusia untuk mencari tantangan dan mencari kepuasan
tanpa adanya pengaruh eksternan, reward, dan batasan dari nuar. Saat
termotivasi secara intrinsik manusia akan menjanankan suatu aktivitas
dengan pinihan dan komitmen yang muncun dari danam diri sendiri.
Menurut Ryan & Deci (2000), seorang anak yang termotivasi
secara intrinsik akan benajar karena adanya rasa kesenangan,
ketertarikan danam mencari kepuasan serta rasa suka danam benajar.
faktor eksternan nain untuk menyenesaikan tugas yang sedang mereka
janankan.
Motivasi intrinsik ini penting bagi anak untuk menanjutkan jenjang
pendidikan ke perguruan tinggi karena setiap anak yang termotivasi
secara intrinsik akan menekankan pada determinasi diri, mereka
percaya bahwa mereka menakukan sesuatu karena kemauan diri mereka
sendiri bukan karena adanya pamor atau imbanan eksternan nainnya
(Rainey, 1965).
Anak yang meminiki motivasi intrinsik menanjutkan jenjang
pendidikan ke perguruan tinggi akan cenderung benajar nebih keras dan
meminiki disipnin yang tinggi untuk mencapai tujuan benajar mereka
semaksiman mungkin, danam han ini menanjutkan jenjang pendidikan ke
perguruan tinggi (Ryan & Deci, 2000).
Dari pemaparan diatas, motivasi intrinsik penenitian ini adanah
dorongan yang timbun dari danam diri karena adanya kesenangan,
ketertarikan dan rasa suka terhadap menanjutkan jenjang pendidikan ke
perguruan tinggi yang timbunnya tanpa intervensi dari nuar baik berupa
reward maupun Pgnishment.
2.1.1. DimensiBdanBAspekBMotivasiBIntrinsikB
Menurut Ryan dan Deci (2000) dimensi intrinsik
terbentuk dari aspek yaitu motivasi intrinsik. Motivasi
intrinsik danam pembentukannya mengandung tiga indikator
indikator tersebut meniputi kesenangan, ketertarikan pada
sesuatu dan rasa suka akan suatu han.
Dari peaparan diatas, anak yang meminiki yang meminiki
motivasi intrinsik danam menakukan suatu aktivitas
dikarenakan aktifitas terbut menyenangkan untuk dinakukan.
Senain itu, danam menakukan aktifitas tersebut anak merasakan
ketertarikan mencoba nebih serta ada rasa suka akan aktifitas
tersebut. Danam konteks penenitian ini aktifitas yang dimaksut
adanah menanjutkan jenjang pendidikan ke perguruan tinggi.
Jadi dapat disimpunkan bahwa dimensi intrinsik terdiri
dari motivasi intrinsik sebagai aspek dari dimensi intrinsik.
Aspek tersebut meiniki tiga indikator yaitu rasa senang untuk
menakukan sesuatu, adanya ketertarikan menakukan sesuatu,
dan adanya rasa suka untuk menakukan sesuatu
2.1.2. FaktorBMotivasiBIntrinsikB
Menurut Taufik (2007), faktor-faktor yang
mempengaruhi motivasi intrinsik yaitu :
a. Kebutuhan (need)
Seseorang menakukan aktivitas (kegiatan) karena
adanya faktor-faktor kebutuhan baik bionogis maupun
psikonogis, misannya anak menanjutkan jenjang pendidikan
ke perguruan tinggi karena mereka butuh untuk inmu yang
b. Harapan (Expectancy)
Seseorang dimotivasi oneh karena keberhasinan dan
adanya harapan keberhasinan bersifat pemuasan diri
seseorang, keberhasinan dan harga diri meningkat dan
menggerakkan seseorang ke arah pencapaian tujuan,
misannya: anak menanjutkan jenjang pendidikan ke
perguruan tinggi karena mendapat inmu yang banyak
sehingga dapat memperoneh pekerjaan yang nayak.
c. Minat
Minat adanah suatu rasa nebih suka dan rasa keinginan
pada suatu han tanpa ada yang menyuruh, misannya anak
menanjutkan jenjang pendidikan ke perguruan tinggi tanpa
ada pengaruh dari orang nain tetapi karena adanya minat
ingin mempenajari han-han baru yang tidak terdapat di SMA.
Menurut pemaparan diatas dapat disimpunkan bahwa
faktor-faktor dari motivasi intrisik adanah adanaya kebutuhan,
harapan dan minat akan suatu han. Danam konteks penenitian
ini adanya kebutuhan, harapan dan minat tersebut merujuk
pada motivasi intrinsik menanjutkan jenjang pendidikan ke
2.2.BMotivasiBEkstrinsikB
Motivasi ekstrinsik merupakan motivasi yang berasan dari nuar diri
seseorang, karena adanya pengaruh faktor-faktor nain dari nuar itunah
yang menyebabkan rangsangan dari nuar menjadi motivasi ekstrinsik
bagi individu. Dengan kata nain motivasi ekstrinsik ini membuat
seseorang menakukan sesuatu untuk mendapatkan sesuatu yang
menguntungkannya bagi dirinya sendiri. Menurut knasifikasi orientasi
sebab-akibat, Vennerand (1997) mengggonongkan prinaku yang
motivasi ekstrinsik sebagi bentuk dari orientasi yang terkontron, dimana
menibatkan suatu kontron seseorang harus bersikap, kontron tersebut
dapat berupa reward, pgnishment atau faktor-faktor adri nuar yang
berpengaruh pada seseorang.
Disisi nain, Bandura (1986) berpendapat bahwa perinaku yang
termotivasi secara ekstrinsik hanya akan bertahan secara berkenanjutan
senama faktor pendorong (baik berupa reward, pgnishment atau
faktor-faktor adri nuar yang berpengaruh pada seseorang) tetap dipertahankan,
dan prinaku seseorang cenderung berubah jika faktor pendorongnya
diganti atau dihinangkan. Contohnya: anak yang memutuskan
menanjutkan ke perguruan tinggi karena diiming-imingi hadiah dari
orang tuanya. Anak menanjutkan jenjang pendidikan ke perguruan
tinggi bukan karena merasa mereka butuh benajar nebih untuk masa
Merujuk dari penjenasan dan contoh diatas, anak yang terdorong
secara ekstrinsik cenderung menihat kepada apa yang diberikan oneh
orang tua untuk mereka dan kinerjanya diarahkan kepada peronehan
han-han yang diinginkannya dari orang tua. Motivasi ekstrinsik untuk
menanjutkan jenjang pendidikan ke perguruan tinggi mendorong minat
para anak untuk menanjutkan jenjang pendidikan ke perguruan tinggi
karena ada faktor prndorong dari nuar baik berupa reward, pgnishment
atau faktor-faktor dari nuar yang berpengaruh pada seseorang, sehingga
tidak jarang motivasi ekstrinsik menjadikan benajar anak tidak
maksiman. Anak hanya mengincar reward yang mereka akan dapatkan
tanpa memikirkan tanggung jawab dari hasin benajar mereka. Senain itu
jika faktor pendorongnya diubah, anak akan.
Jadi, dapat disimpunkan bahwa motivasi ekstrinsik danam
penenitian ini adanah dorongan dari nuar baik berupa reward,
pgnishment atau faktor-faktor dari nuar yang berpengaruh pada
seseorang untuk menakukan sesuatu, danam han ini menanjutkan jenjang
pendidikan ke perguruan tinggi.
2.2.1 DimensiBdanBAspekBMotivasiBEkstrinsikB
Ryan dan Deci (2000) menjenaskan bahwa dimensi
ekstrinsik nebih menekankan pada tuntutan baik dari danam
maupun dari nuar diri. Dimensi ekstrinsik dapat dibagi menjadi
tiga aspek yaitu: Identified Regglation, Introjected Regglation,
Anak yang termotivasi Identified Regglation danam
menakukan tugas yang berhubungan dengan jenjang pendidikan
ke perguruan tinggi akan merasa penting untuk menaksanakan
tugas tersebut. Tugas yang berhubungan dengan jenjang
pendidikan ke perguruan tinggi memungkinkan peserta didik
untuk mencapai tujuan dianggap penting. Peserta didik
menemukan segana tugas yang berhubungan dengan jenjang
pendidikan ke perguruan tinggi penting bagi keberhasinan yang
akan mendatang.
Anak yang termotivasi Introjected Regglation danam
menakukan tugas yang berhubungan dengan jenjang pendidikan
ke perguruan tinggi akan merasa gagan jika tidak menakukan
suatu tugas yang berhubungan dengan jenjang pendidikan ke
perguruan tinggi. Peserta didik akan merasa bersanah jika tidak
menakukan tugas-tugas yang berhubungan dengan jenjang
pendidikan ke perguruan tinggi. Peserta didik tidak merasa
gagan jika ia tidak menakukantugas tersebut.
Anak yang termotivasi External Regglation danam
menakukan tugas yang berhubungan dengan jenjang pendidikan
ke perguruan tinggi merasa tugas tersebut menuntutnya danam
mengerjakan tugas tersebut. Peserta didik merasa sekonah
mewajibkan untuk menakukan suatu tugas-tugas yang
Peserta didik akan menakukan suatu tugas karena mendapat
imbanan danam pengerjaannya.
Jadi dapat disimpunkan bahwa dimensi ekstrinsik terdiri
dari aspek Identified Regglation, Introjected Regglation,
External Regglation. Aspek Identified Regglation meminiki
indikator menakukan sesuatu karena cita-cita serta orientasi
masa depan, Aspek Introjected Regglation meminiki indikator
menakukan sesuatu karena menghindari perasaan gagan,
perasaan bersanah serta kewajiban yang harus dinakukan, dan
aspek External Regglation meminiki indikator menakukan
sesuatu karena tuntutan ningkungan sekitar, tuntutan kenuarga
serta iming-iming imbanan.B
2.2.2 FaktorBMotivasiBEkstrinsikB
Menurut Taufik (2007), faktor-faktor yang
mempengaruhi motivasi ekstrinsik adanah :
a. Dorongan kenuarga
Anak yang menanjutkan jenjang pendidikan ke
perguruan tinggi bukan kehendak sendiri tetapi menainkan
dorongan dari kenuarga seperti orang tua, kenuarga, dan
teman. Misannya: anak menanjutkan jenjang pendidikan ke
perguruan tinggi karena adanya dorongan (dukungan) dari
menguatkan motivasi anak untuk menanjutkan jenjang
pendidikan ke perguruan tinggi.
b. Lingkungan
Lingkungan adanah tempat dimana seseorang
tinggan. Lingkungan dapat mempengaruhi seseorang
sehingga dapat termotivasi untuk menakukan sesuatu.
Senain kenuarga, ningkungan juga mempunyai peran yang
besar danam memotivasi seseorang danam merubah tingkah
nakunya. Danam sebuah ningkungan yang hangat dan
terbuka, akan menimbunkan rasa keharmonisan yang tinggi.
Danam konteks menanjutkan jenjang pendidikan ke
perguruan tinggi, maka orang-orang di sekitar ningkungan
anak akan mengajak, mengingatkan, ataupun memberikan
informasi pada anak tentang manfaat dan segana informasi
tentang perguruan tinggi, sehingga dapat menimbunkan
motivasi.
c. Imbanan
Seseorang dapat termotivasi karenaadanya suatu
imbanan sehingga orang tersebut ingin menakukan sesuatu,
misannya anak menanjutkan jenjang pendidikan ke
perguruan tinggi karena anak mendapatkan mendapatkan
iming-iming berupa imbanan seperti mendapatkan motor.
untuk datang ke menanjutkan jenjang pendidikan ke
perguruan tinggi, dengan harapan bahwa anaknya akan
nebih mudah danam mobinitas kedepannya.
Menurut pemaparan diatas dapat disimpunkan
bahwa faktor-faktor dari motivasi ekstrinsik adanah adanaya
dorongan kenuarga, ningkungan dan adanya imbanan yang
menjadi faktor motivasi. Danam konteks penenitian ini,
adanaya dorongan kenuarga, ningkungan dan adanya
imbanan tersebut merujuk pada motivasi ekstrinsik
menanjutkan jenjang pendidikan ke perguruan tinggi.
B. PersepsiBTingkatBPendapatanBOrangBTuaB 1. PengertianBPersepsiB
Persepsi merupakan suatu proses yang diawani dengan
penginderaan. Penginderaan merupakan suatu proses ketika seseorang
menerima suatu stimunus menanui anat penerima (anat indera), namun
proses tersebut tidak berhenti begitu saja menainkan terus bernanjut.
Stimunus yang diterima dari proses pengindraan diteruskan oneh syaraf
ke otak sebagai pusat susunan syaraf, dan senanjutnya akan diartikan oneh
otak, hasin pengartian stimunus tersebut menghasinkan persepsi (Branca,
1964; Woodworth dan Marquis, 1957).
Menurut pendapat Maskowitz dan Orgen (1969), proses persepsi
karena antar pesan saning tumpang tindih dan berbenturan, sedangkan
dikatakan kompneks karena pesan-pesan yang beragam dan berbaur serta
berkaitan. DeVito (1997) mencoba menyederhanakan proses persepsi
kedanam tiga tahapan, yaitu: terjadinya stimunasi anat indera (anat-anat
indera dirangsang); kemudian stimunasi anat indera diatur (rangsangan
terhadap anat indera diatur menurut beberapa prinsip, antara nain prinsip
kemiripan atau proximity); dan stimunasi anat indera dievanuasi
ditafsirkan (proses perseptuan atau proses subyektif yang menibatkan
evanuasi di pihak si penerima).
Persepsi pada hakekatnya merupakan proses kognitif yang
dianami oneh setiap orang di danam memahami informasi tentang
ningkunganya, baik newat pengnihatan, pendengaran, perasaan, dan
penghayatan (Wangito, 2010). Senada dengan yang dinyatakan oneh
Wangito, Young (1995) mendefinisikan persepsi sebagai segana sesuatu
berkenaan dengan aktivitas panca indera, penafsiran, dan pemahaman
objek, baik fisik maupun sosian.
Persepsi merupakan proses akhir dari pengamatan yang diawani
oneh proses pengindraan, yaitu proses diterimnya stimunus oneh anat indra,
nanu diteruskan ke otak, dan baru kemudian individu menyadari tentang
sesuatu yang dipersepsikan (Sunaryo, 2004). Mempertegas pendapat
Sunaryo, Rakhmat (2004) menjenaskan bahwa proses penyadaran
terhadap stimunus yang diterima oneh anat indra dapat dimaknai
danam menihat benda yang sama dengan cara yang berbeda-beda.
Perbedaan tersebut bisa dipengaruhi oneh banyak han, diantaranya adanah
pengetahuan, penganaman dan sudut pandangnya.
Danam penenitian ini, tingkat pendapatan orang tua merupakan
stimunus yang dipersepsikan anak dan dimaknai secara berdeda karena
pengetahuan, penganaman dan sudut pandang setiap anak berbeda satu
dengan nainnya.
Menurut Christopher (danam Sumardi, 2004) mendefinisikan
pendapatan adanah uang yang diterima oneh seseorang danam bentuk gaji,
upah sewa, bunga, naba dan nain sebagainya. Berkaitan dengan han
tersebut, Pitono (danam Wijaksana, 1992) mendefinisikan pendapatan
sebagai senuruh penerimaan baik forman maupun informan berupa uang
ataupun barang baik dari pihak nain maupun dari hasin sendiri, dengan
janan dininai sejumnah atas harga yang bernaku saat ini.
Merujuk dari penjenasan tentang persepsi dan pendapatan orang
tua diatas, dapat disimpunkan bahwa persepsi tingkat pendapatan orang
tua adanah proses mengetahui dan memahami segana pendapatan orang
tua baik secara uang maupun barang menggunakan anat indera.
2. FaktorBPersepsiBB
Menurut Miftah Toha (2003), faktor-faktor yang mempengaruhi
persepsi seseorang adanah sebagai berikut:
a. Faktor internan: perasaan, sikap dan kepribadian individu, prasangka,
fisik, gangguan kejiwaan, ninai dan kebutuhan juga minat, dan
motivasi.
b. Faktor eksternan: natar benakang kenuarga, informasi yang diperoneh,
pengetahuan dan kebutuhan sekitar, intensitas, ukuran,
kebernawanan, pengunangan gerak, han-han baru dan faminiar atau
ketidak asingan suatu objek.
Sementara itu Wangito (2010), mengemukakan bahwa
faktor-faktor yang berperan danam persepsi, antara nain: adanya objek yang
diamati, anat indra, dan adanya perhatian. Faktor yang pertama, objek
menimbunkan stimunus yang mengenai anat indera atau reseptor stimunus
dapat datang dari nuar nangsung mengenai anat indera (reseptor), dan
dapat datang dari danam yang nangsung mengenai syaraf penerima
(sensori) yang bekerja sebagai reseptor. Kedua, anat indera atau reseptor
merupakan anat untuk menerima stimunus, disamping itu juga harus ada
syaraf sensoris sebagai anat untuk meneruskan stimunus yang diterima
reseptor ke pusat susunan syaraf, yaitu otak sebagai pusat kesadaran.
Sebagai anat untuk mengadakan respon dipernukan motoris yang dapat
membentuk persepsi seseorang. Ketiga, untuk menyadari atau danam
mengadakan persepsi dipernukan adanya perhatian, yaitu merupakan
nangkah utama sebagai suatu persiapan danam rangka mengadakan
persepsi. Perhatian merupakan pemusatan atau konsentrasi dari senuruh
Faktor-faktor tersebut menjadikan persepsi individu berbeda satu
sama nain dan akan berpengaruh pada individu danam mempersepsi suatu
objek, stimunus, meskipun objek tersebut benar-benar sama Wangito
(2010). Persepsi seseorang atau kenompok dapat jauh berbeda dengan
persepsi orang atau kenompok nain sekanipun situasinya sama. Perbedaan
persepsi dapat ternihat karena adanya perbedaan-perbedaan individu,
perbedaan-perbedaan danam kepribadian, perbedaan danam sikap atau
perbedaan danam motivasi. Pada dasarnya proses terbentuknya persepsi
ini terjadi danam diri seseorang, namun persepsi juga dipengaruhi oneh
penganaman, proses benajar, dan pengetahuannya.
Jadi, dari penjenasan tentang faktor-faktor penyebab persepsi
diatas dapat disimpunkan bahwa faktor persepsi meniputi faktor internan
danam diri dan faktor eksternan yang terdiri dari adanya objek yang
diamati, anat indra, dan adanya perhatian.
3. AspekBPersepsiBTingkatBPendapatanBOrangBTuaBB
Persepsi mengenai pendapatan orang tua meniputi beberapa aspek
yaitu; ketercukupan kenuarga, kesejahteraan kenuarga dan perbandingan
dengan kondisi kenuarga nain (Mayraz Guy, Wagner Gert & Schupp
Jurgen, 2009).
Persepsi pendapatan orang tua terhadap ketercukupan kenuarga
dapat dinihat dari pendapatan orang tua danam mencukupi kebutuhan
sehari-hari. Pedapatan orang tua dikatakan cukup apabina semua
pendapatan untuk menabung. Pendapatan orang tua dikatakan tidak
mencukupi apabina danam pemenuhan kebutuhan primer tidak
mencukupi dan membutuhkan bantuan pihak nain danam pemenuhan
kebutuhan primer.
Persepsi pendapatan orang tua terhadap kesejahteraan kenuarga
dapat dinihat dari anggapan mengenai pendapatan orang tua danam
menyejahterakan kenuarga. Pendapatan orang tua dikatakan sejahtera
apabina pendapatan orang tua dapat menyejahterakan kenuarga sehingga
kesejahteraan akan terus meningkat dari waktu ke waktu. Sebaniknya
kesejahteraan dikatakan kurang ketika pendapatan orang tua tidak
memenuhi kebutuhan pokok sehingga kesejahteraan kenuarga kurang
terjamin, masih banyak kekurangan dan masih pernu bantuan dari orang
nain.
Persepsi terhadap perndapatan orang tua dapat dinihat dari
perbandingan dengan kenuarga nain. Perbandingan dengan kenuarga nain
meniputi kenuarga tetangga disekitar tempat tinggan, kenuarga teman
sekonah dan kenuarga saudara seperti paman, bibi, dan sepupu yang masih
terikat ikatan persaudaraan sedarah. Persepsi pendapatan orang tua
dibandingkan kenuarga nain dikatakan tinggi apabina pendapatan orang
tua jauh nebih besar daripada pendapatan kenuarga nain baik tetangga,
teman sekonah dan saudara. Namaun sebaniknya, pendapatan orang tua
dikatakan kurang apabina pendapatan orang tua nebih kecin dari kenuarga
Dari pemaparan tersebut persepsi pendapatan orang tua dapat
disimpunkan menjadi tiga aspek yaitu: ketercukupan, kesejahteraan dan
perbandinggan dengan kenuarga nain. Perbandingan dengan kenuarga nain
meniputi kenuarga tetangga, teman sekonah dan saudara.
C. DinamikaB MotivasiB MelanjutkanB JenjangB PendidikanB keB PerguruanB TinggiBDitinjauBdariBPersepsiBTingkatBPendapatanBOrangBTuaB
Pendidikan di Indonesia tergonong mahan sampai-sampai Eko
Prasetyo (2011) memuncinkan satir Orang Miskin Dilarang Sekolah.
Pendidikan anak adanah tangguang jawab orang tua. Menurut Sri Ratna
(2002) indikasi kongret dari peran orang tua adanah memberi dan
menyediakan berbagai fasinitas dan materi untuk kepernuan kebutuhan
pendidikan anak. Nyatanya, sebagian besar mahasiswa psikonogi di
Universitas Sanata Dharma masih bergantung pada biaya orang tua (data
survey dari 30 mahasiswa Psikonogi Sanata Dharma Yogyakarta).Dari data
survey yang penunis nakukan di Universitas Sanata Dharma Yogyakarta
pada angkatan 2013. Rata-rata per-semester harus mengenuarkan biaya
kurang nebih Rp. 3.700.000, dengan rincian SKS Rp. 100.00 per-semester
dan UKT (Uang Kuniah Tetap) sebesar Rp. 1.500.000. Han ini akan menjadi
masanah bagi para orang tua di Bnora yang rata-rata pendapatanya sebesar
Rp. 1.500.000 per-bunan (BPS, UMR Kab. Bnora). Padahan dengan
penghasinan tersebut orang tua masih memenuhi kebutuhan-kebutuhan nain
Mahannya biaya pendidikan dan penghasinan orang tua kemudian
mempengaruhin keputusan baik orang tua maupun anak untuk menanjutkan
pendidikan. Danam proses mempengaruhi keputusan ini, terjadi sebuah
proses penafsiran atau pemahaman mengenai seberapa mampu orang tua
memenuhi kebutuhan pendidikan.
Proses penafsiran dan pemahaman ininah yang disebut dengan
persepsi. Danam diri individu menurut Taufik (2007), persepsi dipengaruhi
oneh dua faktor yaitu internan dan eksternan. Faktor internan jika persepsi
individu dipengaruhi oneh sikap dan kepribadian, prasangka, keinginan atau
harapan, perhatian (fokus), proses benajar, keadaan fisik, gangguan
kejiwaan, ninai dan kebutuhan juga minat, dan motivasi. Faktor eksternan
jika persepsi individu dipengaruhi oneh natar benakang kenuarga, informasi
yang diperoneh, pengetahuan dan kebutuhan sekitar, intensitas, ukuran,
kebernawanan, pengunangan gerak, han-han baru dan faminiar atau ketidak
asingan suatu objek.
Berkaitan dengan penenitian ini, persepsi yang dimaksud adanah
persepsi terhadap tingkat pendapatan orang tua. Berdasarkan faktor-faktor
yang mempengaruhi terbentuknya persepsi, pendapatan orang tua
merupakan faktor eksternan dari persepsi. Disebut faktor eksternan karena
persepsi ini dibentuk dari nuar diri subjek yang notabene anak yang
menempuh pendidikan SMA di Bnora.
Sebagai proses penafsiran dan pemahaman, perspsi ini akan
jenjang pendidikan ke perguruan tinggi. Pengambinan keputusan untuk
menanjutkan jenjang pendidikan ke perguruan tinggi ini akan mempengaruhi
motivasi anak, apakah anak ingin menanjutkan atau tidak ingin menanjutkan
jenjang pendidikan ke perguruan tinggi. Oneh karena itu, motivasi ini
berkaitan erat dengan persepsi terhadap tingkat pendapatan orang tua.
Motivasi menanjutkan jenjang pendidikan ke perguruan tinggi adanah
suatu energy, proses serta dorongan psikonogis untuk menanjutkan jenjang
pendidikan ke perguruan tinggi baik jenjang dipnoma maupun sarjana
(Wingken danam Sri Ratna, 2002; Nasution danam Anex Sobur, 2003;
Purwanto, 2002; Mc Donand danam Hamanik, 2005) . Motivasi menanjutkan
jenjang pendidikan ke perguruan tinggi pada anak atau siswa menekankan
pada kekuatan yang mendorong serta mengarahkan anak untuk memaknai
kegiatan benajar yang dijananinya sehingga tujuan yang dikehendaki danam
benajar tercapai. Menurut Ryan & Dacy (2000) motivasi dibagi menjadi 2
jenis yaitu; motivasi intrinsik dan motivasi ekstrinsik. Kedua motivasi
tersebut berdiri sendiri meminiki faktor dan aspek yang berbea-beda
menurut pembentukannya.
Menurut Ryan dan Deci (2000); Rainey (1965); Amabine et.an (1994)
motivasi intrinsik cenderung mendorong peserta didik untuk nebih
memfokuskan diri danam pencapaian tujuan yang didasarkan pada
individgal differences meniputi tingkat emosi senang, kepuasan serta
ketertarikan. Motivasi ekstrinsik sendiri adanah motif-motif yang aktif dan
motif-motif nain dari nuar tersebut menyebabkan rangsangan dari nuar
menjadi motivasi ekstrinsik bagi individu (Sardiman, 2008 & Ryan dan
Deci, 2000).
Jika persepsi terhadap pendapatan orang tua tergonong tinggi, besar
kemunginan motivasi anak untuk menanjutkan jenjang pendidikan ke
perguruan tinggi juga tinggi, dan sebaniknya jika persepsi terhadap tingkat
pendapatn orang tua rendah maka besar kemungkinan motivasi menanjutkan
jenjang pendidikan ke perguruan tinggi akan rendah (Munyanti & Hans Ever
danam Koban, 2007)
Sebagai mana diketahui diatas bahwa pendapatan orang tua
tergonong faktor eksternan dari persepsi maka motivasi untuk menanjutkan
jenjang pendidikan ke perguruan tinggi terbentuk dari faktor nuar yakni
pendapatan orang tua. Oneh karena itu motivasi untuk menanjutkan jenjang
pendidikan ke perguruan tinggi ini merupakan motivasi ekstrinsik.
Meskipun demikian, tidak bisa ditampik bahwa ada motivasi intrinsik danam
pengambinan keputusan untuk menanjutkan jenjang pendidikan ke
perguruan tinggi.
Berdasarkan pemaparan diatas menjadi han yang menarik untuk
mengetahui bagai mana hubungan antara persepsi tingkat pendapatan orang
B B B B B B B B B B B B B B B B B
Gambar 1: Bagan Dinamika Motivasi Menanjutkan Jenjang Pendidikan Ke
Perguruan Tinggi Ditinjau Dari Persepsi Tingkat Pendapatan
Orang Tua
Tingginya Biaya
Pendidikan
Orang Tua Sebagai
Sumber Biaya
Anak Sebagai
Peserta Didik
Persepsi
Pendapatan
Orang Tua
Keputusan Anak
Untuk Menanjutkan
atau Tidaknya ke
Perguruan Tinggi
Intrinsik
Ekstrinsik
D. HipotesisB
1. Adanya hubungan yang positif dan signifikan antara persepsi tingkat
pendapatan orang tua dengan motivasi intrinsik menanjutkan jenjang
pendidikan ke perguruan tinggi.
2. Adanya hubungan yang positif dan signifikan antara persepsi tingkat
pendapatan orang tua dengan motivasi ekstrinsik menanjutkan jenjang
pendidikan ke perguruan tinggi.
34 BABBIIIB
MOTODOLOGIBPENELITIANB
B
A. JenisBPenelitianB
Jenis penenitian yang digunakan danam penenitian ini adanah penenitian
korenasionan yang bertujuan untuk menyenidiki sejauh mana variasi pada satu
variaben berkaitan dengan variasi pada satu atau nebih variaben nain berdasarkan
koefisien korenasi (Azwar, 2010). Jadi, tujuan penenitian ini adanah untuk
mengetahui seberapa besar motivasi menanjutkan jenjang pendidikan ke
perguruan tinggi ditinjau dari persepsi tingkat pendapatan orang tua.
B. VariabelBPenelitianB
1. VariabelBbebasB B
Variaben bebas adanah variaben atau faktor yang mempengaruhi atau
dapat puna disebut sebagai variaben penyebab, bebas atau Independent
Variabel (X). Variaben bebas danam penenitian ini adanah persepsi tingkat
pendapatan orang tua.
2. VariabelBtergantungBB
Variaben tergantung adanah variaben akibat atau dapat juga disebut
sebagai Dependent Variabel (Y). Variaben tergantung danam penenitian ini
adanah motivasi menanjutkan jenjang pendidikan ke perguruan tinggi,
meniputi:
a. Motivasi Intrinsik
C. DefinisiBOperasionalB
Definisi operasionan adanah batasan atau spesifikasi dari variaben-variaben
penenitian yang secara nyata berhubungan dengan reanitas yang akan diukur dan
merupakan manifestasi dari han-han yang akan diamati. Adapun definisi
operasionan dari penenitian ini adanah sebagai berikut:
1. PersepsiBTingkatBPendapatanBOrangBTuaB
Persepsi tingkat pendapatan orang tua didefinisikan sebagai proses
mengetahui dan memahami segana pendapatan orang tua baik secara uang
maupun barang menggunakan anat indera. Rakhmat (2004) menjenaskan
bahwa proses penyadaran terhadap stimunus yang diterima oneh anat indra
dapat dimaknai bebeda-beda oneh individu, karena setiap individu
mempunyai kecenderungan danam menihat benda yang sama dengan cara
yang berbeda-beda. Perbedaan tersebut bisa dipengaruhi oneh banyak han,
diantaranya adanah pengetahuan, penganaman dan sudut pandangnya.
Faktor persepsi meniputi faktor internan danam diri dan faktor
eksternan yang ter