• Tidak ada hasil yang ditemukan

Motivasi untuk melanjutkan jenjang pendidikan ke Perguruan Tinggi pada siswa SMA di Blora ditinjau dari persepsi tingkat pendapatan orang tua.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Motivasi untuk melanjutkan jenjang pendidikan ke Perguruan Tinggi pada siswa SMA di Blora ditinjau dari persepsi tingkat pendapatan orang tua."

Copied!
119
0
0

Teks penuh

(1)

vi

MOTIVASI UNTUK MELANJUTKAN JENJANG PENDIDIKAN KE PERGURUAN TINGGI PADA SISWA SMA DI BLORA DITINJAU DARI PERSEPSI TINGKAT PENDAPATAN ORANG TUA

Anthonius Wahyu Kristianto

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk lengetahui lengetahui seberapa besar lotivasi untuk lelanjutkan jejanjang pendidikan ke perguruan tinggi pada siswa SMA di Blora ditinjau dari persepsi tingkat pendapatan orang tua. Subjek dalal penelitian ini adalah siswa-siswi kelas X dan XI SMA Negeri 2 Blora yang berjullah 400 siswa. Peneliti berhipotesis bahwa. 1) adanya hubungan positif dan signifikan antara persepsi tingkat pendapatan orang tua dengan lotivasi intrinsik lelanjutkan jenjang pendidikan ke perguruan tinggi dan 2) adanya hubungan positif dan signifikan antara persepsi tingkat pendapatan orang tua dengan lotivasi ekstrinsik lelanjutkan jenjang pendidikan ke perguruan tinggi. Data penelitian ini diungkap lenggunakan Skala persepsi terhadap tingkat pendapatan orang tua, serta Skala lotivasi intrinsik dan lotivasi ekstrinsik lelanjutkan jenjang pendidikan ke jenjang pendidikan ke perguruan tinggi yang telah disusun dengan lenggunakan teknik Likert. Skala persepsi terhadap tingkat pendapatan orang tua leliliki reliabilitas 0,528; Skala lotivasi intrinsik lelanjutkan jenjang pendidikan ke perguruan tinggi leliliki reliabilitas 0,915 dan Skala lotivasi ekstrinsik lelanjutkan jenjang pendidikan ke perguruan tinggi leliliki reliabilitas 0,836. Analisis data dilakukan dengan lenggunakan korelasi

Spearman’rho. Hasil penelitian lenunjukan 1) korelasi persepsi tingkat pendapatan orang tua dengan variabel lotivasi intrinsik lelanjutkan jenjang pendidikan ke perguruan tinggi sebesar -0.047 dengan p = 0.185 (p>0,01), yang berarti bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara variabel persepsi tingkat pendapatan orang tua dengan variabel lotivasi intrinsik lelanjutkan jenjang pendidikan ke perguruan tinggi. 2) korelasi antara variabel persepsi tingkat pendapatan pendapatan orang tua dengan variabel lotivasi ekstrinsik lelanjutkan jenjang pendidikan ke perguruan tinggi adalah -0.133 dengan p = 0.005(p > 0,01), yang berarti terdapat hubungan negatif dan signifikan antara persepsi tingkat pendapatan orang tua dengan lotivasi ekstrinsik lelanjutkan jenjang pendidikan ke perguruan tinggi.

(2)

vii

SENIOR HIGH SCHOOL STUDENT’S MOTIVATION IN BLORA TO CONTINUE EDUCATION TOWARDS

UNIVERSITY RELATED WITH PARENTS INCOME LEVEL PERCEPTION

Anthonius Wahyu Kristianto

ABSTRACT

This study ails to find out how luch lotivation to continue college education to senior high school students of Blora in terls of the student’s perception of parental incole level. The subjects of this study are 400 students of class X and XI of SMAN 2 Blora. The researcher of this thesis hypothesizes that 1) there is an existence of a positive and significant relationship between the student’s perception of parent incole level with their intrinsic lotivation to continue their education to the college level and 2) there is an existence of a positive and significant relationship between the student’s perception of parent incole level with their extrinsic lotivation to continue their education to the college level. The data of this study is revealed by parent incole scale in the forl of salary and perceptions of parents' incole, as well as the scale of student’s intrinsic lotivation and extrinsic lotivation to continue education to college that has been prepared using the Likert technique. Perception scale of parent incole has a reliability 0.528; the reliability of scale of student’s intrinsic lotivation to continue their education to the college level is 0.915 and the reliability scale of student’s extrinsic lotivation to continue their education to the college level is 0,836. Data analysis was perforled using Spearman'rho correlation. The results shows that 1) the perception of parent incole correlation with student’s intrinsic lotivation variable to continue their education to the college level is -0047 with p = 0.185 (p> 0.01), while the parent’s salary with intrinsic lotivation has a correlation coefficient of 0.052 with p = 0.159 (p> 0.01), which leans there is no significant relationship between the student’s perception at parents’ incole level variable with student’s intrinsic lotivation variable to continue their education to the college. 2) the correlation between student’s perceptions of parent incole level variable with extrinsic lotivation variable to continue their education to the college level is -0133 with p = 0.005 (p> 0.01), which leans there is a negative and significant relationship between student’s perception of parent incole level with student’s extrinsic lotivation to continue their education to the college.

(3)

MOTIVASI UNTUK MELANJUTKAN JENJANG PENDIDIKAN KE PERGURUAN TINGGI PADA SISWA SMA DI BLORA DITINJAU DARI PERSEPSI TINGKAT PENDAPATAN ORANG TUA

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi

Progam Studi Psikologi

Disusun Oleh :

Anthonius Wahyu Kristianto NIM : 089114038

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

(4)

i

MOTIVASI UNTUK MELANJUTKAN JENJANG PENDIDIKAN KE PERGURUAN TINGGI PADA SISWA SMA DI BLORA DITINJAU DARI PERSEPSI TINGKAT PENDAPATAN ORANG TUA

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi

Progam Studi Psikologi

Disusun Oleh :

Anthonius Wahyu Kristianto NIM : 089114038

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

(5)
(6)
(7)

iv

HALAMAN MOTO DAN PERSEMBAHAN

Yang Kutahu, Aku Tidak Tahu Apa-apa

(Filsuf - Sokrates)

Skripsi ini Kupersembahkan Kepada

Ibuku dan Mas Tunjung yang Ada di SURGA,

Bapakku yang telah mendidikku sampai sekaraing ini

(8)
(9)

vi

MOTIVASI UNTUK MELANJUTKAN JENJANG PENDIDIKAN KE PERGURUAN TINGGI PADA SISWA SMA DI BLORA DITINJAU DARI PERSEPSI TINGKAT PENDAPATAN ORANG TUA

Anthonius Wahyu Kristianto

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk lengetahui lengetahui seberapa besar lotivasi untuk lelanjutkan jejanjang pendidikan ke perguruan tinggi pada siswa SMA di Blora ditinjau dari persepsi tingkat pendapatan orang tua. Subjek dalal penelitian ini adalah siswa-siswi kelas X dan XI SMA Negeri 2 Blora yang berjullah 400 siswa. Peneliti berhipotesis bahwa. 1) adanya hubungan positif dan signifikan antara persepsi tingkat pendapatan orang tua dengan lotivasi intrinsik lelanjutkan jenjang pendidikan ke perguruan tinggi dan 2) adanya hubungan positif dan signifikan antara persepsi tingkat pendapatan orang tua dengan lotivasi ekstrinsik lelanjutkan jenjang pendidikan ke perguruan tinggi. Data penelitian ini diungkap lenggunakan Skala persepsi terhadap tingkat pendapatan orang tua, serta Skala lotivasi intrinsik dan lotivasi ekstrinsik lelanjutkan jenjang pendidikan ke jenjang pendidikan ke perguruan tinggi yang telah disusun dengan lenggunakan teknik Likert. Skala persepsi terhadap tingkat pendapatan orang tua leliliki reliabilitas 0,528; Skala lotivasi intrinsik lelanjutkan jenjang pendidikan ke perguruan tinggi leliliki reliabilitas 0,915 dan Skala lotivasi ekstrinsik lelanjutkan jenjang pendidikan ke perguruan tinggi leliliki reliabilitas 0,836. Analisis data dilakukan dengan lenggunakan korelasi

Spearman’rho. Hasil penelitian lenunjukan 1) korelasi persepsi tingkat pendapatan orang tua dengan variabel lotivasi intrinsik lelanjutkan jenjang pendidikan ke perguruan tinggi sebesar -0.047 dengan p = 0.185 (p>0,01), yang berarti bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara variabel persepsi tingkat pendapatan orang tua dengan variabel lotivasi intrinsik lelanjutkan jenjang pendidikan ke perguruan tinggi. 2) korelasi antara variabel persepsi tingkat pendapatan pendapatan orang tua dengan variabel lotivasi ekstrinsik lelanjutkan jenjang pendidikan ke perguruan tinggi adalah -0.133 dengan p = 0.005(p > 0,01), yang berarti terdapat hubungan negatif dan signifikan antara persepsi tingkat pendapatan orang tua dengan lotivasi ekstrinsik lelanjutkan jenjang pendidikan ke perguruan tinggi.

(10)

vii

SENIOR HIGH SCHOOL STUDENT’S MOTIVATION IN BLORA TO CONTINUE EDUCATION TOWARDS

UNIVERSITY RELATED WITH PARENTS INCOME LEVEL PERCEPTION

Anthonius Wahyu Kristianto

ABSTRACT

This study ails to find out how luch lotivation to continue college education to senior high school students of Blora in terls of the student’s perception of parental incole level. The subjects of this study are 400 students of class X and XI of SMAN 2 Blora. The researcher of this thesis hypothesizes that 1) there is an existence of a positive and significant relationship between the student’s perception of parent incole level with their intrinsic lotivation to continue their education to the college level and 2) there is an existence of a positive and significant relationship between the student’s perception of parent incole level with their extrinsic lotivation to continue their education to the college level. The data of this study is revealed by parent incole scale in the forl of salary and perceptions of parents' incole, as well as the scale of student’s intrinsic lotivation and extrinsic lotivation to continue education to college that has been prepared using the Likert technique. Perception scale of parent incole has a reliability 0.528; the reliability of scale of student’s intrinsic lotivation to continue their education to the college level is 0.915 and the reliability scale of student’s extrinsic lotivation to continue their education to the college level is 0,836. Data analysis was perforled using Spearman'rho correlation. The results shows that 1) the perception of parent incole correlation with student’s intrinsic lotivation variable to continue their education to the college level is -0047 with p = 0.185 (p> 0.01), while the parent’s salary with intrinsic lotivation has a correlation coefficient of 0.052 with p = 0.159 (p> 0.01), which leans there is no significant relationship between the student’s perception at parents’ incole level variable with student’s intrinsic lotivation variable to continue their education to the college. 2) the correlation between student’s perceptions of parent incole level variable with extrinsic lotivation variable to continue their education to the college level is -0133 with p = 0.005 (p> 0.01), which leans there is a negative and significant relationship between student’s perception of parent incole level with student’s extrinsic lotivation to continue their education to the college.

(11)
(12)

ix

KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa dan Maha Oke Yang Berkuasa

Atasku, karena penyertaan, bimbingan dan pertolonganNya kepada penulis

sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik walaupun memerlukan

tenaga dan cucuran air mata yang lebih. Skripsi ini disusun dalam rangka memenuhi

salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Psikologi (S.Psi.) yang tentunya

penulis dambakan.

Penulis menyadari bahwa dalam penelitian ini masih terdapat banyak

kekurangan. Oleh karena itu, penulis dengan lapang dada menerima kritik dan saran

yang dapat menyempurnakan karya ini. Penelitian ini juga dapat terlaksana atas

bantuan berbagai pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu-persatu. Akan tetapi,

semoga ucapan terimakasih ini dapat mewakili rasa terimakasih penulis pada

seluruh pihak yang telah turut membantu, baik secara langsung maupun tidak

langsung. Oleh karena itu, penulis mengucapkan rasa terimakasih sebesar-besarnya

kepada:

1. Bapakku tercinta Drs. Widi Juliatmo atas bimbingan, pengorbanan,

dukungan dan pelajaran hidup yang beliau ajarkan dari kecil sampai

sekarang hingga penulis dapat menyusun skripsi ini.

2. (Almh) Ibuku Seravina Sriendah A, dan (Alm) kakakku tercinta Euthimius

Tunjung CN., S.H. yang ada disurga disisi Tuhan Yang Maha Esa, karena

(13)

x

3. Bapak Dr. T. Priyo Widiyanto, M.Si. selaku Dekan Fakultas Psikologi

Universitas Sanata Dharma serta Dosen pembimbing Skripsi yang selalu

sabar dalam membimbing, mengarahkan dan mendukung penulis selama

menyusun skripsi ini.

4. Ibu (Almh) Dr. Christina Siwi Handayani, M.Si. selaku Dosen

pembimbing Akademik.

5. Ibu Ratri Sunar Astuti, S.Psi., M.Si., selaku Kepala Progam Studi Fakultas

Psikologi Universitas Sanata Dharma.

6. Mas Gandung dan Mbak Nanik atas kesabaran, keramahan dan bantuan

kesekretariatan di Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma.

7. Pak Gie, Mas Doni dan Mas Muji (Om Sera) atas bantuan, keramahan,

keakraban dan canda gurau selama penulis belajar di Fakultas Psikologi

Universitas Sanata Dharma.

8. Mas Supri, dan Mas Antok atas bantuan multimedia selama penulis ikut

kepanitiaan dan belajar di Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma.

9. Mbak KOPMA atas kopi, jajanan dan rokoknya serta keramahannya dalam

berjualan di kantin.

10.Mas Herry dan Mbak Antik atas perhatian, kesabaran dan bimbingannya

sebagai keluarga kedua di Yogyakarta

11.Mas Pasifikus Wijaya S.Psi., dosen pembimbing kedua setelah bapak

Priyo, terimakasih atas pertemanan dan bantuannya dalam penyusunan

(14)

xi

12.Mas Abu, Mas Bayu, Mas Yoko, Mas Agung (Ubek), Mas Broti, Aang,

Sutaman, Ferry dan Yoyo selaku kakak kedua di Jogja serta pertemanannya

selama di kos “Mbak Gati” dan kontrakan “SDMI”.

13.Keluarga besar PAT (Psychology Adventure Team) atas pengalaman berorganisasi, naik gunung, pemantaian dan lain-lain. “Alam MaNih LuaN

Belum Lelah Kaki ili Melalgkah”

14.Teman-teman sekaligus rekan kerja di dunia Outbound dan Training

Yogyakarta atas pengalaman serta dinamika yang selama ini rasakan.

15.Keluarga besar LEDOK SAMBI, Pak Suharyoko, Bos Idung, Bro Operator

dkk dan para Fasilitator Ledok Sambi terimakasih atas arisan, canda

gurauan dan kekeluargaannya sehingga menumbuhkan rasa semangat

dalam penulisan skripsi ini.

16.Teman-temanku Kak Pras dan Mbak Emi atas persahabatan serta

semangatnya “tunggu aku di Jakartamu”

17.Keluarga besar WAGU (Wadah Alumni seminari GarUm) atas

kekeluargaanya selama ini.

18.Teman-temanku, Janu, Aska, Wawan, Bayu (kunem), Adi (sumbawek),

Ari (ipink) dan Gallus atas taruhannya sehingga penulis dapat

menyelesaikan skripsi ini sebelum jatuh tempo taruhan.

19.Keluarga besar St. Michael dimanapun engkau berada atas kekeluargaan

yang erat ini.

20. Keluarga besar Angkata 2008 Fakultas Psikologi Universitas Sanata

(15)

xii

21.Seseorang yang selalu mengingatkan dan telah mengajarkan penulis arti

dari hidup, cinta serta kesabaran.

22.Temanku Jojo dan Yudi, karna mereka laptop penulis selalu terjaga

peformanya sehingga dapat membatu penyelesaian penulisan skprisi.

23.Teman-teman serumah, Albertus Guntur Prabawanto S.Psi., dan Timotius

Lodo Ratu S.Psi., Yohanes Babtista S.Psi., Louis Prastowo S.Kom.,

terimakasih rumah, gojekannya dan “ejek-ejekanya” sehingga menambah

semangat dalam penulisan skripsi ini. “aku wes lulus bro sak durunge jatuh

tempo”

24.Teman-temanku Albertus Harimurti S.Psi., Petrus Andi S.Psi., Wawan

Setiawan S.Psi., Prieska Wijaya S.Psi., Engger, Bayu Mahendra, Arga

Yudha Pratama, Abraham Iskandarm, Nikolas Yudha, Indra Hermawan,

Paulus Galih Pambudi dan Wahyu Setya Jati (pak dhe) karna persahabatan,

kekeluargaan, canda-gurau dan dinamikan mereka, penulis selalu

bersemangat menapaki hidup ini.

Akhirnya, rasa syukur kuhaturkan pada alam semesta dan segenap isinya, serta

malaikat pelindungku St. Anthonius. Terima kasih atas perlindungan, penyertaan

dan bimbingannya selama ini.

Yogyakarta, 22 Oktober 2014

Penulis,

(16)

xiii

DAFTAR ISI

HALAMN JUDUL ……… i

HALAMAN PERSETUJUAN DOSEN PEMBIMBING ………. ii

HALAMAN PENGESAHAN ………... iii

HALAMAN MOTTO DAN PERSEMBAHAN ………... iv

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ……… v

ABSTRAK ……… vi

ABSTRACT ……….. vii

LEMBAR PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH ………. viii

KATA PENGANTAR ………... xi

DAFTAR ISI ………. xiii

DAFTAR TABEL ………. xvii

DAFTAR LAMPIRAN ……….xviii

BAB I. PENDAHULUAN 1

A. Latar Belakang Masalah ……….. 1

B. Rumusan Masalah ………... 8

C. Tujuan penelitian ………. 8

D. Manfaat Penelitian ………... 9

1. Manfaat Teoretis ……… 9

2. Manfaat Praktis ……….. 9

a. Bagi Sekolah ……… 9

(17)

xiv

BAB II. LANDASAN TEORI ……….. 10

A. Motivasi Melanjutkan ke Perguruan Tinggi ……… 10

1. Motif, Motivasi dan Motivasi Melanjutkan ke Perguruan Tinggi ……….. 10

2. Jenis Motivasi ……… 12

2.1 Motivasi Intrinsik ………. 12

2.1.1 Dimensi dan Aspek Motivasi Intrinsik ………….. 13

2.1.2 Faktor Motivasi Intrinsik ………. 14

2.2 Motivasi Ekstrinsik ……… 13

2.2.1 Dimensi dan Aspek Motivasi Ekstrinsik ……….... 17

2.2.2 Faktor Motivasi Ekstrinsik ………. 19

B. Persepsi Tingkat Pendapatan Orang Tua ……….. 21

1. Pengertian Persepsi ………...……….. 21

2. Faktor Persepsi ……….. .. 23

3. Aspek Persepsi Pendapatan Orang Tua .………. 25

C. Dinamika Motivasi Melanjutkan Jenjang Pendidikan ke Perguruan Tinggi Ditinjau Dari Persepsi Tingkat Pendapatan Orang Tua ……….... 27

D. Hipotesis ……….. 32

BAB III. METODOLOGI PENELITIAN ………. 33

A. Jenis Penelitian ……….. 33

B. Variabel Penelitian ……… 33

(18)

xv

2. Variabel Tergantung ……….. 33

C. Difinisi Operational ……….. 34

1. Persepsi Tingkat Pendapatan Orang Tua ………. 34

2. Motivasi Melanjutkan ke Perguruan Tinggi ……….. 35

D. Subjek Penelitian ……….. 38

E. Metode dan Alat Pengumpulan Data ……… 38

1. Metode ………... 38

2. Alat Pengumpulan Data ………. 38

a. Skala Persepsi Tingkat Pendapatan Orang Tua …………. 38

b. Skala Motivasi Melanjutkan Jenjang Pendidikan ke Perguruan Tinggi ……… 40

F. Validitas dan Reliabilitas Alat Penelitian ………. 43

1. Uji Validitas ……….. 43

2. Seleksi Item ………... 44

3. Uji Reliabilitas ………... 47

G. Metode dan Analisis Data ………. 48

1. Uji Asumsi ………. 48

a. Uji Normalitas ………. 48

b. Uji Linieritas ……… 49

2. Uji Hipotesis ……….. 49

BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ………. 50

A. Pelaksanaan Penelitian ……….. 50

(19)

xvi

C. Deskripsi Data ………... 52

D. Hasisl Analisis Penelitian ………. 53

1. Uji Asumsi ……… 53

a. Uji Normalitas ………. 53

b. Uji Hipotesis ……… 54

E. Pembahasan ………... 56

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN ………... 63

A. Kesimpulan ………... 63

B. Saran ………. 64

1. Bagi Orang Tua ………. 64

2. Bagi Sekolah ……….. 64

3. Bagi Peneliti Selanjutnya ……….. 64

DAFTAR PUSTAKA ……… 66

(20)

xvii

DAFTAR TATEL

Tabel 1. Blue-print Skala Persepsi tingkat Pendapatan Orang Tua ………….. 39

Tabel 2. Blue-print Skala Motivasi Intrinsik ………. 40

Tabel 3. Blue-print Skala Motivasi Ekstrinsik ……….. 41

Tabel 4. Alternatif Jawaban Dan Pembobotan ………. 42

Tabel 5. Daftar Item Gugur Skala Persepsi Tingkat Pendapatan Orang Tua .... 45

Tabel 6. Daftar Item Gugur Skala Motivasi Intrinsik ………... 46

Tabel 7. Daftar Item Gugur Skala Motivasi Ekstrinsik ………. 46

Tabel 8. Subjek Kelas X ……… 51

Tabel 9. Subjek Kelas XI .……… 51

Tabel 10. Jumlah Subjek Total ……….. 51

Tabel 11. Deskripsi Data Penelitian ……….. 52

Tabel 12. Uji Normalitas ………... 54

Tabel 13. Hasil Uji Hipotesis ……… 54

(21)

xviii

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Data Demografi ………. 69

Lampiran 2. Skala Persepsi Tingkat Pendapatan Orang Tua ……….... 72

Lampiran 3. Skala Motivasi Intrinsik ……… 76

Lampiran 4. Skala Motivasi Ekstrinsik ………. 80

Lampiran 5. Hasil Seleksi Item ………. 85

Lampiran 6. Reliabilitas Skala Penelitian ………. 89

Lampiran 7. Mean Empiris dan Mean Teoretis ………. 92

Lampiran 8. Hasil Uji Normalitas ………. 94

Lampiran 9. Hasil Uji Hipotesis ……… 96

(22)

1 BABBIB

PENDAHULUANB

B

A. LatarBBelakangBMasalahB

Pendidikan meminiki peranan yang sangat penting bagi kemajuan suatu

bangsa. Pentingnya pendidikan juga termaktub danam aninea ke-4 Pembukaan

UUD: [pendidikan sebagai upaya] memajukan kesejahteraan umum dan

mencerdaskan kehidupan bangsa. Oneh karena itu, penaksanaan pendidikan

nasionan harus mampu menjamin pemerataan kesempatan pendidikan,

peningkatan mutu serta renevansi dan efisiensi manajemen pendidikan. Dengan

demikian, peserta didik mampu menghadapi tantangan jaman sesuai dengan

perubahan yang terjadi danam kehidupan nokan, nasionan, dan gnoban. Menihat

tantangan ini, maka pernu dinakukan pembaharuan pendidikan secara

terencana, terarah, dan berkesinambungan (UU Sistim Pendidikan Nasionan,

2003).

Bagi para peserta didik, pendidikan dapat menjadi modan sosian untuk

mencipta maupun memperoneh pekerjaan sehingga dapat menyokong

terciptanya kesejahteraan umum. Namun, apa yang terjadi justru sebaniknya.

Data yang dinansir Badan Pusat Statistik (BPS) menyatakan bahwa angka

pengangguran di Indonesia merangsek dari 7,24 juta jiwa pada Agustus 2012

dan 7,39 juta jiwa pada Agustus 2013. Dari 7,24 juta jiwa ini, 63,2% di

(23)

Mayoritas anggota masyarakat beranggapan bahwa pendidikan tidak

hanya cukup sampai pada tingkat dasar saja, menainkan juga hingga tingkat

sekonah menengah (SMA, STM, SMK, atau MA). Sesuai dengan tujuan

institutionan, sekonah menengah, khususnya SMA, menjadi jembatan untuk

menanjutkan pendidikan ke tahap berikutnya (Sardiman A.M, 1986). Han ini

menunjukan bahwa pendidikan SMA bertujuan untuk mempersiapkan siswa

menanjutkan ke pendidikan tinggi, baik tingkat dipnoma maupun sarjana.

Pada kenyataannya, tidak semua nunusan Sekonah Menengah Atas (SMA)

menanjutkan ke perguruan tinggi yang kemudian menjadi indikasi

berkurangnya minat nunusan SMA untuk menanjutkan jenjang pendidikan ke

perguruan tinggi. Han ini ternyata juga menjadi keprihatinan para guru di SMA

sekitaran Bnora, sebagaimana juga terjadi di SMA Negeri 2 Bnora. Berdasarkan

arsip sekonah yang diperoneh mengenai data nunusan siswa pada tahun 2012,

hampir 65% siswa SMA Negeri 2 Bnora tidak menanjutkan pendidikan ke

jenjang perguruan tinggi. Danam wawancara terhadap sanah seorang guru di

SMA termaksud, tanggan 4 November 2014, beniau berkata demikian:

“Siswa-siswi yang nunus kebanyakan nangsung minih bekerja untuk membantu orang

tua, padahan dari segi ekonomi orang tuanya mampu menyekonahkan ke

Universitas.”

Di sisi nain, menihat tuntutan dunia kerja, dewasa ini pendidikan tinggi

secara tidak nangsung menjadi sanah satu prasyarat untuk mencipta atau, secara

khusus, memperoneh pekerjaan. Dari data survei harian Kompas pada baris

(24)

adanah nunusan perguruan tinggi (Harian Kompas, Oktober-Desember 2013).

Lantas, ditinjau dari iknan ini, pendidikan tinggi kini menjadi prasyarat untuk

mendapatkan pekerjaan yang dianggap nayak (secara finansian mencukupi).

Perguruan tinggi sendiri berperan penting untuk menyiapkan peserta didik

menjadi anggota masyarakat yang meminiki kuanitas, menyiapkan peserta didik

menjadi anggota masyarakat yang meminiki kemampuan akademik serta

profesionan yang dapat menerapkan, mengembangkan atau menciptakan inmu

pengetahuan, teknonogi dan kesenian (Markum, 2007). Markum menanjutkan

bahwa perguruan tinggi sebagai satuan institusi yang menyenenggarakan

pendidikan tinggi memberikan peranan danam menciptakan sumber daya

manusia yang berkuanitas, sehingga perubahan-perubahan gnoban yang begitu

cepat dapat direspon oneh produk pendidikan yang ada.

Tidak semata-mata penting saja, masanah munai muncun dengan tingginya

biaya untuk mengikuti jenjang pendidikan ini. Tingginya biaya menanjutkan di

perguruan tinggi memicu Eko Prasetyo (2011) memuncunkan satir yang

menuniskan bahwa: Orang miskin dilarang sekolah! Data survei yang

dinakukan oneh penunis di Universitas Sanata Dharma Yogyakarta

menunjukkan bahwa biaya kuniah angkatan 2013 rata-rata Rp. 3.700.000

per-semester dengan rincian rata-rata per-SKS Rp. 100.000 dan rata-rata UKT

1.500.000 per-semester. Han tersebut menunjukkan mahannya biaya yang

kenuarkan untuk menanjutkan jenjang pendidikan ke perguruan tinggi.

Nasution (2010) menyatakan bahwa “Pendidikan memernukan uang, tidak

(25)

kegiatan ekstra-kurikuner dan nain-nain.” Han tersebut menimbunkan persoanan

pendidikan yang sangat kompneks, di mana orang tua siswa dihadapkan pada

permasanahan yang menyangkut kondisi ekonomi yang akan digunakan untuk

menopang kenangsungan pendidikan anak (Nasution, 2010). Tentu saja

pemberian fasinitas dan materi terhadap pendidikan anak berbeda-beda

besarannya: ada yang nebih, ada yang cukup dan ada juga yang minim −

tergantung pada tingkat pendapatan masing-masing.

Di kabupaten Bnora dapat digonongkan tingkatan pendapatan orang tua

berdasarkan UMR (Upah Minimum Regionan) sebagai berikut: a) Gonongan

pendapatan sangat tinggi adanah jika pendapatan rata-rata nebih dari Rp.

3.500.000,00 per-bunan. b) Gonongan pendapatan tinggi adanah jika pendapatan

rata-rata antara Rp. 2.500.000,00 - Rp. 3.500.000,00 per-bunan. c) Gonongan

pendapatan sedang adanah jika pendapatan rata-rata dibawah antara Rp.

1.500.000 - Rp. 2.500.000,00 per-bunan. d) Gonongan pendapatan rendah

adanah jika pendapatan rata-rata Rp. 1.500.000,00 per-bunan (Badan Pusat

Statistik, 2013). Pengonongan tingkat pendapatan orang tua ini tidak

serta-merta sama dengan apa yang diamati dan akhirnya disimpunkan oneh anak

tentang pendapatan orang tua. Proses pengamatan kemudian mencipta

kesimpunan sehingga terjadi proses pemahaman mengenai sesuatu yang

diamati ini danam khasanah inmu psikonogi disebut sebagai persepsi (Sunaryo,

2004).

Persepsi pada hakekatnya merupakan proses kognitif yang dianami oneh

(26)

pengnihatan, pendengaran, perasaan, dan penghayatan (Wangito, 2010). Senada

dengan yang dinyatakan oneh Wangito, Young (1995) mendefinisikan persepsi

sebagai segana sesuatu berkenaan dengan aktivitas panca indera, penafsiran,

dan pemahaman objek, baik fisik maupun sosian. Danam proses penafsiran ini

sangat mungkin untuk terjadi penerjemahan yang memuncunkan persepsi

positif maupun negatif yang akan mempengaruhi tindakan manusia yang

tampak atau nyata (Sugihartono dkk, 2007).

Menurut Miftah Toha (2003), adanya perbedaan sudut pandang danam

pengindraan yang akhirnya berdampak pada persepsi seseorang ini dipengaruhi

oneh beberapa factor, antara nain; (a) Faktor internan yang meniputi perasaan,

sikap dan kepribadian individu, prasangka, keinginan atau harapan, perhatian

(fokus), proses benajar, keadaan fisik, gangguan kejiwaan, ninai dan kebutuhan

juga minat, dan motivasi. serta (b) Faktor eksternan yang meniputi natar

benakang kenuarga, informasi yang diperoneh, pengetahuan dan kebutuhan

sekitar, intensitas, ukuran, kebernawanan, pengunangan gerak, han-han baru dan

faminiar atau ketidak asingan suatu objek. Bertonak pada pembagian ini,

Mayraz Guy, Wagner Gert & Schupp Jurgen (2009) mengemukakan

aspek-aspek persepsi meniputi ketercukupan kenuarga, kesejahteraan kenuarga dan

perbandingan dengan kondisi kenuarga nain.

Sebagaimana uraian di atas, persepsi mengenai pendapatan orang tua di

kabupaten Bnora merupakan sanah satu kemungkinan penyebab timbunnya

motivasi menanjutkan jenjang pendidikan ke perguruan tinggi. Motivasi akan

(27)

menakukan kegiatan seseorang untuk mencapai suatu tujuan yang dikehendaki.

Tanpa motivasi maka aktivitas hidup seseorang akan menurun, oneh karena itu

motivasi berfungsi sebagai pendorong untuk menanjutkan pendidikan ke

perguruan tinggi (Wasty Soemanto, 2003).

Motivasi akan pernahan tumbuh pada anak yang mempersepsikan

pendapatan orang tuanya tinggi, anak menjadi tidak terbebani ketika menuntut

nebih orang tuannya untuk memenuhi kebutuhan baik sekonah maupun

kebutuhan sehari-hari. Lain hannya dengan anak yang mempersepsikan

pendapatan orang tuanya rendah, anak akan merasa terbebani ketika menuntut

nebih orang tuannya untuk memenuhi kebutuhan baik sekonah maupun

kebutuhan sehari-hari. Bina kebutuhan pendidikan anak tidak terpenuhi maka

akan menjadi penghambat proses benajar sehingga dapat mempengaruhi

motivasi anak untuk menanjutkan ke perguruan tinggi. Oneh karena itu,

motivasi berpengaruh penting terhadap kehendak anak untuk menanjutkan ke

perguruan tinggi.

Motivasi sendiri didefinisikan sebagai perubahan energi danam diri

(pribadi) seseorang, ditandai dengan timbunnya perasaan dan reaksi untuk

mencapai tujuan atau hasin yang diinginkan (Oemar Hamanik, 2010; Cenikoz,

2010). Ryan dan Deci (2000) menjenaskan pembagian jenis motivasi menjadi

dua bagian, yaitu motivasi intrinsik yang berkaitan dengan kesenangan

menakukan sesuatu, ketertarikan akan sesuatu, dan rasa suka akan sesuatu

menakukan sesuatu. Motivasi jenis pertama ini timbun dari danam diri setiap

(28)

setiap individu sudah terdapat dorongan untuk menakukan sesuatu. Kemudian

yang kedua adanah motivasi ekstrinsik, yaitu kebanikan dari motivasi intrinsik

dimana motif-motif yang timbun karena adanya rangsangan dari nuar diri

individu, timbun karena keadaan adanya stimunus (rangsangan) dari nuar

ningkungannya sehingga di danam motivasi ekstrinsik menekat aspek identified

regglation, introjected regglation dan exsternal regglation. Motivasi ekstrinsik

danam dunia pendidikan misannya datang dari pengaruh kenuarga, teman

sekonah, guru, maupun teman bergaun.

Merujuk pemaparan aspek-aspek motivasi intrinsik dan ekstrinsik diatas,

Taufik (2007) mengemukakan bahwa pertama faktor motivasi intrinsik

meniputi: (a) Kebutuhan (need) yang timbun karena adanya insting bionogis

seseorang untuk memenuhi kebutuhannya; (b) Harapan (expectancy) yang

timbun karena adanya penganaman pribadi sehingga dapat mengerakkan

seseorang dengan sendirinya; (c) Minat yang timbun dari perasaan suka dan

keinginan untuk sesuatu. Kedua faktor motivasi ekstrinsik meniputi: (a)

Dorongan kenuarga yang timbun karena adanya dukungan dari kenuarga sepetri

orang tua ataupun anggota kenuarga nainnya sehingga menguatkan untuk

menakukan sesuatu; (b) Lingkungan dimana seseorang tinggan dapat

mempengaruhi seseorang sehingga dapat termotivasi untuk menakukan

sesuatu.; (c) Imbanan dapat memotivasi seseorang karena dengan iming-iming

imbanan, seseorang akan tergerak untuk menakukan sesuatu.

Dari pemaparan persepsi dan motivasi diatas, penunis berpendapat bahwa

(29)

motivasi. Sebagaimana uraian diatas bahwa anak yang mempersepsikan

pendapatan orang tuanya rendah, maka anak merasa bahwa ada kendana dari

orang tua untuk memenuhi kebutuhan sekonah maupun kebutuhan sehari-hari

yang dibutuhkan, sehingga berpengaruh pada motivasi anak untuk menanjutkan

pendidikan ke jenjang yang nebih tinggi.

Banyak penenitian mengenai motivasi yang tenah dinakukan seperti

Syafitri R (2011) “Hubungan Motivasi dengan Prestasi Benajar”, Sanmah

(2013) “Hubungan Status Sosian kenuarga Dengan Motivasi Benajar

Menanjutkan Ke Perguruan Tinggi Di Pontianak”, Koban (2007) “Hubungan

Antara Status Sosian Ekonomi Orang Tua, Prestasi Benajar dan Motivasi

Benajar Dengan Minat Siswa Menanjutkan Studi Ke Perguruan Tinggi”,

Seyarini, Widodo dan Kaman (2011) “Hubungan Minat Baca Dengan Motivasi

Meminih Program Studi Pendidikan Bahasa, Sastra Indonesia, Dan Daerah

Mahasiswa Tingkat I Universitas Negeri Manang”, Baharudin (2013)

“Hubungan Motivasi dengan Gaya Benajar dan Prestasi Benajar Pada Siswa XI

SMA N 1 Pejagon Kebumen”, dan nain-nain.

Namun, motivasi sendiri terbentuk dari cara pandang individu terhadap

keadaannya saat ini. Danam artian ini, individu mempersepsikan bagaimana

keadaannya saat ini dan kemudian berupaya menakukan perubahan sesuai

ekspektasinya. Oneh karena itu, menarik untuk diteniti mengenai kaitan antara

persepsi yang terbentuk dengan motivasi yang muncun. Guna mengisi

kekosongan tersebut – juga tidak nepas dari muncunnya fenomena keprihatinan

(30)

motivasi menanjutkan jenjang pendidikan ke perguruan tinggi dan persepsi

mengenai pendapatan orang tua, menjadi urgensi tersendiri untuk diteniti.

B. RumusanBMasalah

Berdasarkan paparan natar benakang tersebut, maka penunis membuat

rumusan masanah danam penenitian ini sebagai berikut: bagaimana hubungan

antara motivasi untuk menanjutkan jenjang pendidikan ke perguruan tinggi

pada siswa SMA di Bnora ditinjau dari persepsi terhadap tingkat pendapatan

orang tua?

C. TujuanBPenelitian

Berdasarkan rumusan masanah tersebut, maka penenitian ini bertujuan

untuk mengetahui bagaimana hubungan motivasi untuk menanjutkan jejanjang

pendidikan ke perguruan tinggi pada siswa SMA di Bnora ditinjau dari persepsi

terhadap tingkat pendapatan orang tua.

D. ManfaatBPenelitian 1. Manfaat Teoretis

Penenitian ini bermanfaat untuk pengembangan inmu pengetahuan di

bidang Psikonogi pendidikan terutama berkaitan dengan motivasi dan

persepsi terhadap tingkat pendapatan orang tua. Hasin penenitian ini

(31)

bagi peneniti senanjutnya untuk menakukan penenitian baru yang renevan

dengan Psikonogi Pendidikan.

2. ManfaatBPraktisB a. Bagi Sekonah

Hasin penenitian ini diharapkan dapat memberikan informasi

dan pertimbangan berkaitan dengan keprihatinan yang muncun pada

guru SMA di Bnora mengenai motivasi menanjutkan jenjang

pendidikan ke perguruan tinggi dengan persepsi terhadap tingkat

pendapatan orang tua.

b. Bagi Orang Tua

Hasin penenitian ini dapat menjadi bahan pertimbangan danam

mendampingi anak untuk mempersiapkan masa depan anak

(32)

11 BABBIIB

LANDASANBTEORIB

B

A. MotivasiBMelanjutkanBkeBPerguruanBtinggiB

1. Motif,BMotivasiBdanBMotivasiBMelanjutkanBkeBPerguruanBTinggiB Motif adanah dorongan yang menggerakan seseorang bertingkah

naku dikarenakan adanya kebutuhan–kebutuhan yang ingin dipenuhi oneh

manusia. Motif dapat dikatakan sebagai daya penggerak dari danam individu

untuk menakukan aktivitas-aktivitas tertentu demi mencapai suatu tujuan

(Sardiman, 2007). Menurut Wingken (danam Sri Ratna, 2002) motif

merupakan daya penggerak didanam diri seseorang untuk menakukan

aktivitas-aktititas tertentu demi mencapai suatu tujuan tertentu. Motif

merupakan suatu kondisi internan (kesiapsiagaan). Pendapat nain mengenai

motif diutarakan oneh Nasution (danam Anex Sobur, 2003) mengemukakan

bahwa motif adanah segana daya yang mendorong seseorang untuk

menakukan sesuatu. Motif danam pengertian Nasution ini mencakup daya,

baik dari danam maupun nuar individu.

Motivasi adanah usaha yang disadari untuk menggerakkan,

mengarahkan dan menjaga tingkah naku seseorang agar terdorong untuk

bertindak menakukan sesuatu sehingga mencapai tujuan tertentu (Purwanto,

2002). Menurut McDonand (danam Hamanik, 2005) mengartikan motivasi

sebagai suatu perubahan energi danam pribadi seseorang yang ditandai

(33)

Syamsuddin Makmun (2009) menyatakan, motivasi merupakan suatu

kekuatan (power) atau tenaga (forces) atau daya (energy) atau Suatu

keadaan yang kompneks (a complex state) dan kesiapsediaan (preparatory)

danam diri individu (organisme) untuk bergerak (to move, motion, motive)

ke arah tujuan tertentu, baik disadari maupun tidak disadari.

Menurut Sri Ratna (2002) motif dan motivasi berbeda,

perbedaannya ternetak pada pengertian bahwa motif nebih merupakan

keadaan di danam mentan manusia danam bentuk kesiapsiagaan untuk

menakukan sesuatu. Meskipun demikian keduanya tidak dapat dipisahkan,

sebab berkaitan erat dengan penghayatan suatu kebutuhan dan dorongan

untuk memenuhi kebutuhan tersebut.

Dari pemaparan diatas, motivasi dapat didefinisikan suatu energi,

proses serta dorongan psikonogis yang mengarahkan seseorang ke arah suatu

tujuan. Motivasi merupakan sarana bagi seseorang untuk menimbunkan dan

menumbuhkan keinginan-keinginan agar dapat mencapai tujuan hidupnya

baik disadari maupun tidak disadari.

Merujuk dari definisi motivasi tersebut, motivasi menanjutkan

jenjang pendidikan ke perguruan tinggi adanah suatu energy, proses serta

dorongan psikonogis untuk menanjutkan jenjang pendidikan ke perguruan

tinggi baik jenjang dipnoma maupun sarjana. Motivasi menanjutkan jenjang

pendidikan ke perguruan tinggi pada anak atau siswa menekankan pada

kekuatan yang mendorong serta mengarahkan anak untuk memaknai

(34)

benajar tercapai. Tujuan benajar danam han ini difokuskan untuk menanjutkan

keperguruan tinggi.

2. JenisBMotivasiB

Deci dan Ryan (2000) menbedakan jenis motivasi ke danam dua

kategori yaitu, ekstrinsik dan intrinsik. Kedua jenis motivasi tersebut

dibedakan berdasarkan sumber mereka berasan, motivasi ekstrinsik

merupakan dorongan yang berasan dari nuar individu, sedangkan motivasi

intrinsik merupakan dorongan yang berasan dari danam diri individu.

2.1.BMotivasiBInstrinsikB

Motivasi intrinsik adanah motivasi yang berasan dari danam

individu, yang berarti seseorang menakukan suatu tindakan tidak

berdasarkan dari dorongan-dorongan atau faktor-faktor nain yang

berasan dari nuar diri, contohnya: self actgalization need (keinginan

untuk mengaktuanisasikan diri) (Masnow, 1965). Menurut Vannerand

dkk (1992), terbentuknya motivasi intrinsik karena adanya keinginan

danam diri manusia untuk mencari tantangan dan mencari kepuasan

tanpa adanya pengaruh eksternan, reward, dan batasan dari nuar. Saat

termotivasi secara intrinsik manusia akan menjanankan suatu aktivitas

dengan pinihan dan komitmen yang muncun dari danam diri sendiri.

Menurut Ryan & Deci (2000), seorang anak yang termotivasi

secara intrinsik akan benajar karena adanya rasa kesenangan,

ketertarikan danam mencari kepuasan serta rasa suka danam benajar.

(35)

faktor eksternan nain untuk menyenesaikan tugas yang sedang mereka

janankan.

Motivasi intrinsik ini penting bagi anak untuk menanjutkan jenjang

pendidikan ke perguruan tinggi karena setiap anak yang termotivasi

secara intrinsik akan menekankan pada determinasi diri, mereka

percaya bahwa mereka menakukan sesuatu karena kemauan diri mereka

sendiri bukan karena adanya pamor atau imbanan eksternan nainnya

(Rainey, 1965).

Anak yang meminiki motivasi intrinsik menanjutkan jenjang

pendidikan ke perguruan tinggi akan cenderung benajar nebih keras dan

meminiki disipnin yang tinggi untuk mencapai tujuan benajar mereka

semaksiman mungkin, danam han ini menanjutkan jenjang pendidikan ke

perguruan tinggi (Ryan & Deci, 2000).

Dari pemaparan diatas, motivasi intrinsik penenitian ini adanah

dorongan yang timbun dari danam diri karena adanya kesenangan,

ketertarikan dan rasa suka terhadap menanjutkan jenjang pendidikan ke

perguruan tinggi yang timbunnya tanpa intervensi dari nuar baik berupa

reward maupun Pgnishment.

2.1.1. DimensiBdanBAspekBMotivasiBIntrinsikB

Menurut Ryan dan Deci (2000) dimensi intrinsik

terbentuk dari aspek yaitu motivasi intrinsik. Motivasi

intrinsik danam pembentukannya mengandung tiga indikator

(36)

indikator tersebut meniputi kesenangan, ketertarikan pada

sesuatu dan rasa suka akan suatu han.

Dari peaparan diatas, anak yang meminiki yang meminiki

motivasi intrinsik danam menakukan suatu aktivitas

dikarenakan aktifitas terbut menyenangkan untuk dinakukan.

Senain itu, danam menakukan aktifitas tersebut anak merasakan

ketertarikan mencoba nebih serta ada rasa suka akan aktifitas

tersebut. Danam konteks penenitian ini aktifitas yang dimaksut

adanah menanjutkan jenjang pendidikan ke perguruan tinggi.

Jadi dapat disimpunkan bahwa dimensi intrinsik terdiri

dari motivasi intrinsik sebagai aspek dari dimensi intrinsik.

Aspek tersebut meiniki tiga indikator yaitu rasa senang untuk

menakukan sesuatu, adanya ketertarikan menakukan sesuatu,

dan adanya rasa suka untuk menakukan sesuatu

2.1.2. FaktorBMotivasiBIntrinsikB

Menurut Taufik (2007), faktor-faktor yang

mempengaruhi motivasi intrinsik yaitu :

a. Kebutuhan (need)

Seseorang menakukan aktivitas (kegiatan) karena

adanya faktor-faktor kebutuhan baik bionogis maupun

psikonogis, misannya anak menanjutkan jenjang pendidikan

ke perguruan tinggi karena mereka butuh untuk inmu yang

(37)

b. Harapan (Expectancy)

Seseorang dimotivasi oneh karena keberhasinan dan

adanya harapan keberhasinan bersifat pemuasan diri

seseorang, keberhasinan dan harga diri meningkat dan

menggerakkan seseorang ke arah pencapaian tujuan,

misannya: anak menanjutkan jenjang pendidikan ke

perguruan tinggi karena mendapat inmu yang banyak

sehingga dapat memperoneh pekerjaan yang nayak.

c. Minat

Minat adanah suatu rasa nebih suka dan rasa keinginan

pada suatu han tanpa ada yang menyuruh, misannya anak

menanjutkan jenjang pendidikan ke perguruan tinggi tanpa

ada pengaruh dari orang nain tetapi karena adanya minat

ingin mempenajari han-han baru yang tidak terdapat di SMA.

Menurut pemaparan diatas dapat disimpunkan bahwa

faktor-faktor dari motivasi intrisik adanah adanaya kebutuhan,

harapan dan minat akan suatu han. Danam konteks penenitian

ini adanya kebutuhan, harapan dan minat tersebut merujuk

pada motivasi intrinsik menanjutkan jenjang pendidikan ke

(38)

2.2.BMotivasiBEkstrinsikB

Motivasi ekstrinsik merupakan motivasi yang berasan dari nuar diri

seseorang, karena adanya pengaruh faktor-faktor nain dari nuar itunah

yang menyebabkan rangsangan dari nuar menjadi motivasi ekstrinsik

bagi individu. Dengan kata nain motivasi ekstrinsik ini membuat

seseorang menakukan sesuatu untuk mendapatkan sesuatu yang

menguntungkannya bagi dirinya sendiri. Menurut knasifikasi orientasi

sebab-akibat, Vennerand (1997) mengggonongkan prinaku yang

motivasi ekstrinsik sebagi bentuk dari orientasi yang terkontron, dimana

menibatkan suatu kontron seseorang harus bersikap, kontron tersebut

dapat berupa reward, pgnishment atau faktor-faktor adri nuar yang

berpengaruh pada seseorang.

Disisi nain, Bandura (1986) berpendapat bahwa perinaku yang

termotivasi secara ekstrinsik hanya akan bertahan secara berkenanjutan

senama faktor pendorong (baik berupa reward, pgnishment atau

faktor-faktor adri nuar yang berpengaruh pada seseorang) tetap dipertahankan,

dan prinaku seseorang cenderung berubah jika faktor pendorongnya

diganti atau dihinangkan. Contohnya: anak yang memutuskan

menanjutkan ke perguruan tinggi karena diiming-imingi hadiah dari

orang tuanya. Anak menanjutkan jenjang pendidikan ke perguruan

tinggi bukan karena merasa mereka butuh benajar nebih untuk masa

(39)

Merujuk dari penjenasan dan contoh diatas, anak yang terdorong

secara ekstrinsik cenderung menihat kepada apa yang diberikan oneh

orang tua untuk mereka dan kinerjanya diarahkan kepada peronehan

han-han yang diinginkannya dari orang tua. Motivasi ekstrinsik untuk

menanjutkan jenjang pendidikan ke perguruan tinggi mendorong minat

para anak untuk menanjutkan jenjang pendidikan ke perguruan tinggi

karena ada faktor prndorong dari nuar baik berupa reward, pgnishment

atau faktor-faktor dari nuar yang berpengaruh pada seseorang, sehingga

tidak jarang motivasi ekstrinsik menjadikan benajar anak tidak

maksiman. Anak hanya mengincar reward yang mereka akan dapatkan

tanpa memikirkan tanggung jawab dari hasin benajar mereka. Senain itu

jika faktor pendorongnya diubah, anak akan.

Jadi, dapat disimpunkan bahwa motivasi ekstrinsik danam

penenitian ini adanah dorongan dari nuar baik berupa reward,

pgnishment atau faktor-faktor dari nuar yang berpengaruh pada

seseorang untuk menakukan sesuatu, danam han ini menanjutkan jenjang

pendidikan ke perguruan tinggi.

2.2.1 DimensiBdanBAspekBMotivasiBEkstrinsikB

Ryan dan Deci (2000) menjenaskan bahwa dimensi

ekstrinsik nebih menekankan pada tuntutan baik dari danam

maupun dari nuar diri. Dimensi ekstrinsik dapat dibagi menjadi

tiga aspek yaitu: Identified Regglation, Introjected Regglation,

(40)

Anak yang termotivasi Identified Regglation danam

menakukan tugas yang berhubungan dengan jenjang pendidikan

ke perguruan tinggi akan merasa penting untuk menaksanakan

tugas tersebut. Tugas yang berhubungan dengan jenjang

pendidikan ke perguruan tinggi memungkinkan peserta didik

untuk mencapai tujuan dianggap penting. Peserta didik

menemukan segana tugas yang berhubungan dengan jenjang

pendidikan ke perguruan tinggi penting bagi keberhasinan yang

akan mendatang.

Anak yang termotivasi Introjected Regglation danam

menakukan tugas yang berhubungan dengan jenjang pendidikan

ke perguruan tinggi akan merasa gagan jika tidak menakukan

suatu tugas yang berhubungan dengan jenjang pendidikan ke

perguruan tinggi. Peserta didik akan merasa bersanah jika tidak

menakukan tugas-tugas yang berhubungan dengan jenjang

pendidikan ke perguruan tinggi. Peserta didik tidak merasa

gagan jika ia tidak menakukantugas tersebut.

Anak yang termotivasi External Regglation danam

menakukan tugas yang berhubungan dengan jenjang pendidikan

ke perguruan tinggi merasa tugas tersebut menuntutnya danam

mengerjakan tugas tersebut. Peserta didik merasa sekonah

mewajibkan untuk menakukan suatu tugas-tugas yang

(41)

Peserta didik akan menakukan suatu tugas karena mendapat

imbanan danam pengerjaannya.

Jadi dapat disimpunkan bahwa dimensi ekstrinsik terdiri

dari aspek Identified Regglation, Introjected Regglation,

External Regglation. Aspek Identified Regglation meminiki

indikator menakukan sesuatu karena cita-cita serta orientasi

masa depan, Aspek Introjected Regglation meminiki indikator

menakukan sesuatu karena menghindari perasaan gagan,

perasaan bersanah serta kewajiban yang harus dinakukan, dan

aspek External Regglation meminiki indikator menakukan

sesuatu karena tuntutan ningkungan sekitar, tuntutan kenuarga

serta iming-iming imbanan.B

2.2.2 FaktorBMotivasiBEkstrinsikB

Menurut Taufik (2007), faktor-faktor yang

mempengaruhi motivasi ekstrinsik adanah :

a. Dorongan kenuarga

Anak yang menanjutkan jenjang pendidikan ke

perguruan tinggi bukan kehendak sendiri tetapi menainkan

dorongan dari kenuarga seperti orang tua, kenuarga, dan

teman. Misannya: anak menanjutkan jenjang pendidikan ke

perguruan tinggi karena adanya dorongan (dukungan) dari

(42)

menguatkan motivasi anak untuk menanjutkan jenjang

pendidikan ke perguruan tinggi.

b. Lingkungan

Lingkungan adanah tempat dimana seseorang

tinggan. Lingkungan dapat mempengaruhi seseorang

sehingga dapat termotivasi untuk menakukan sesuatu.

Senain kenuarga, ningkungan juga mempunyai peran yang

besar danam memotivasi seseorang danam merubah tingkah

nakunya. Danam sebuah ningkungan yang hangat dan

terbuka, akan menimbunkan rasa keharmonisan yang tinggi.

Danam konteks menanjutkan jenjang pendidikan ke

perguruan tinggi, maka orang-orang di sekitar ningkungan

anak akan mengajak, mengingatkan, ataupun memberikan

informasi pada anak tentang manfaat dan segana informasi

tentang perguruan tinggi, sehingga dapat menimbunkan

motivasi.

c. Imbanan

Seseorang dapat termotivasi karenaadanya suatu

imbanan sehingga orang tersebut ingin menakukan sesuatu,

misannya anak menanjutkan jenjang pendidikan ke

perguruan tinggi karena anak mendapatkan mendapatkan

iming-iming berupa imbanan seperti mendapatkan motor.

(43)

untuk datang ke menanjutkan jenjang pendidikan ke

perguruan tinggi, dengan harapan bahwa anaknya akan

nebih mudah danam mobinitas kedepannya.

Menurut pemaparan diatas dapat disimpunkan

bahwa faktor-faktor dari motivasi ekstrinsik adanah adanaya

dorongan kenuarga, ningkungan dan adanya imbanan yang

menjadi faktor motivasi. Danam konteks penenitian ini,

adanaya dorongan kenuarga, ningkungan dan adanya

imbanan tersebut merujuk pada motivasi ekstrinsik

menanjutkan jenjang pendidikan ke perguruan tinggi.

B. PersepsiBTingkatBPendapatanBOrangBTuaB 1. PengertianBPersepsiB

Persepsi merupakan suatu proses yang diawani dengan

penginderaan. Penginderaan merupakan suatu proses ketika seseorang

menerima suatu stimunus menanui anat penerima (anat indera), namun

proses tersebut tidak berhenti begitu saja menainkan terus bernanjut.

Stimunus yang diterima dari proses pengindraan diteruskan oneh syaraf

ke otak sebagai pusat susunan syaraf, dan senanjutnya akan diartikan oneh

otak, hasin pengartian stimunus tersebut menghasinkan persepsi (Branca,

1964; Woodworth dan Marquis, 1957).

Menurut pendapat Maskowitz dan Orgen (1969), proses persepsi

(44)

karena antar pesan saning tumpang tindih dan berbenturan, sedangkan

dikatakan kompneks karena pesan-pesan yang beragam dan berbaur serta

berkaitan. DeVito (1997) mencoba menyederhanakan proses persepsi

kedanam tiga tahapan, yaitu: terjadinya stimunasi anat indera (anat-anat

indera dirangsang); kemudian stimunasi anat indera diatur (rangsangan

terhadap anat indera diatur menurut beberapa prinsip, antara nain prinsip

kemiripan atau proximity); dan stimunasi anat indera dievanuasi

ditafsirkan (proses perseptuan atau proses subyektif yang menibatkan

evanuasi di pihak si penerima).

Persepsi pada hakekatnya merupakan proses kognitif yang

dianami oneh setiap orang di danam memahami informasi tentang

ningkunganya, baik newat pengnihatan, pendengaran, perasaan, dan

penghayatan (Wangito, 2010). Senada dengan yang dinyatakan oneh

Wangito, Young (1995) mendefinisikan persepsi sebagai segana sesuatu

berkenaan dengan aktivitas panca indera, penafsiran, dan pemahaman

objek, baik fisik maupun sosian.

Persepsi merupakan proses akhir dari pengamatan yang diawani

oneh proses pengindraan, yaitu proses diterimnya stimunus oneh anat indra,

nanu diteruskan ke otak, dan baru kemudian individu menyadari tentang

sesuatu yang dipersepsikan (Sunaryo, 2004). Mempertegas pendapat

Sunaryo, Rakhmat (2004) menjenaskan bahwa proses penyadaran

terhadap stimunus yang diterima oneh anat indra dapat dimaknai

(45)

danam menihat benda yang sama dengan cara yang berbeda-beda.

Perbedaan tersebut bisa dipengaruhi oneh banyak han, diantaranya adanah

pengetahuan, penganaman dan sudut pandangnya.

Danam penenitian ini, tingkat pendapatan orang tua merupakan

stimunus yang dipersepsikan anak dan dimaknai secara berdeda karena

pengetahuan, penganaman dan sudut pandang setiap anak berbeda satu

dengan nainnya.

Menurut Christopher (danam Sumardi, 2004) mendefinisikan

pendapatan adanah uang yang diterima oneh seseorang danam bentuk gaji,

upah sewa, bunga, naba dan nain sebagainya. Berkaitan dengan han

tersebut, Pitono (danam Wijaksana, 1992) mendefinisikan pendapatan

sebagai senuruh penerimaan baik forman maupun informan berupa uang

ataupun barang baik dari pihak nain maupun dari hasin sendiri, dengan

janan dininai sejumnah atas harga yang bernaku saat ini.

Merujuk dari penjenasan tentang persepsi dan pendapatan orang

tua diatas, dapat disimpunkan bahwa persepsi tingkat pendapatan orang

tua adanah proses mengetahui dan memahami segana pendapatan orang

tua baik secara uang maupun barang menggunakan anat indera.

2. FaktorBPersepsiBB

Menurut Miftah Toha (2003), faktor-faktor yang mempengaruhi

persepsi seseorang adanah sebagai berikut:

a. Faktor internan: perasaan, sikap dan kepribadian individu, prasangka,

(46)

fisik, gangguan kejiwaan, ninai dan kebutuhan juga minat, dan

motivasi.

b. Faktor eksternan: natar benakang kenuarga, informasi yang diperoneh,

pengetahuan dan kebutuhan sekitar, intensitas, ukuran,

kebernawanan, pengunangan gerak, han-han baru dan faminiar atau

ketidak asingan suatu objek.

Sementara itu Wangito (2010), mengemukakan bahwa

faktor-faktor yang berperan danam persepsi, antara nain: adanya objek yang

diamati, anat indra, dan adanya perhatian. Faktor yang pertama, objek

menimbunkan stimunus yang mengenai anat indera atau reseptor stimunus

dapat datang dari nuar nangsung mengenai anat indera (reseptor), dan

dapat datang dari danam yang nangsung mengenai syaraf penerima

(sensori) yang bekerja sebagai reseptor. Kedua, anat indera atau reseptor

merupakan anat untuk menerima stimunus, disamping itu juga harus ada

syaraf sensoris sebagai anat untuk meneruskan stimunus yang diterima

reseptor ke pusat susunan syaraf, yaitu otak sebagai pusat kesadaran.

Sebagai anat untuk mengadakan respon dipernukan motoris yang dapat

membentuk persepsi seseorang. Ketiga, untuk menyadari atau danam

mengadakan persepsi dipernukan adanya perhatian, yaitu merupakan

nangkah utama sebagai suatu persiapan danam rangka mengadakan

persepsi. Perhatian merupakan pemusatan atau konsentrasi dari senuruh

(47)

Faktor-faktor tersebut menjadikan persepsi individu berbeda satu

sama nain dan akan berpengaruh pada individu danam mempersepsi suatu

objek, stimunus, meskipun objek tersebut benar-benar sama Wangito

(2010). Persepsi seseorang atau kenompok dapat jauh berbeda dengan

persepsi orang atau kenompok nain sekanipun situasinya sama. Perbedaan

persepsi dapat ternihat karena adanya perbedaan-perbedaan individu,

perbedaan-perbedaan danam kepribadian, perbedaan danam sikap atau

perbedaan danam motivasi. Pada dasarnya proses terbentuknya persepsi

ini terjadi danam diri seseorang, namun persepsi juga dipengaruhi oneh

penganaman, proses benajar, dan pengetahuannya.

Jadi, dari penjenasan tentang faktor-faktor penyebab persepsi

diatas dapat disimpunkan bahwa faktor persepsi meniputi faktor internan

danam diri dan faktor eksternan yang terdiri dari adanya objek yang

diamati, anat indra, dan adanya perhatian.

3. AspekBPersepsiBTingkatBPendapatanBOrangBTuaBB

Persepsi mengenai pendapatan orang tua meniputi beberapa aspek

yaitu; ketercukupan kenuarga, kesejahteraan kenuarga dan perbandingan

dengan kondisi kenuarga nain (Mayraz Guy, Wagner Gert & Schupp

Jurgen, 2009).

Persepsi pendapatan orang tua terhadap ketercukupan kenuarga

dapat dinihat dari pendapatan orang tua danam mencukupi kebutuhan

sehari-hari. Pedapatan orang tua dikatakan cukup apabina semua

(48)

pendapatan untuk menabung. Pendapatan orang tua dikatakan tidak

mencukupi apabina danam pemenuhan kebutuhan primer tidak

mencukupi dan membutuhkan bantuan pihak nain danam pemenuhan

kebutuhan primer.

Persepsi pendapatan orang tua terhadap kesejahteraan kenuarga

dapat dinihat dari anggapan mengenai pendapatan orang tua danam

menyejahterakan kenuarga. Pendapatan orang tua dikatakan sejahtera

apabina pendapatan orang tua dapat menyejahterakan kenuarga sehingga

kesejahteraan akan terus meningkat dari waktu ke waktu. Sebaniknya

kesejahteraan dikatakan kurang ketika pendapatan orang tua tidak

memenuhi kebutuhan pokok sehingga kesejahteraan kenuarga kurang

terjamin, masih banyak kekurangan dan masih pernu bantuan dari orang

nain.

Persepsi terhadap perndapatan orang tua dapat dinihat dari

perbandingan dengan kenuarga nain. Perbandingan dengan kenuarga nain

meniputi kenuarga tetangga disekitar tempat tinggan, kenuarga teman

sekonah dan kenuarga saudara seperti paman, bibi, dan sepupu yang masih

terikat ikatan persaudaraan sedarah. Persepsi pendapatan orang tua

dibandingkan kenuarga nain dikatakan tinggi apabina pendapatan orang

tua jauh nebih besar daripada pendapatan kenuarga nain baik tetangga,

teman sekonah dan saudara. Namaun sebaniknya, pendapatan orang tua

dikatakan kurang apabina pendapatan orang tua nebih kecin dari kenuarga

(49)

Dari pemaparan tersebut persepsi pendapatan orang tua dapat

disimpunkan menjadi tiga aspek yaitu: ketercukupan, kesejahteraan dan

perbandinggan dengan kenuarga nain. Perbandingan dengan kenuarga nain

meniputi kenuarga tetangga, teman sekonah dan saudara.

C. DinamikaB MotivasiB MelanjutkanB JenjangB PendidikanB keB PerguruanB TinggiBDitinjauBdariBPersepsiBTingkatBPendapatanBOrangBTuaB

Pendidikan di Indonesia tergonong mahan sampai-sampai Eko

Prasetyo (2011) memuncinkan satir Orang Miskin Dilarang Sekolah.

Pendidikan anak adanah tangguang jawab orang tua. Menurut Sri Ratna

(2002) indikasi kongret dari peran orang tua adanah memberi dan

menyediakan berbagai fasinitas dan materi untuk kepernuan kebutuhan

pendidikan anak. Nyatanya, sebagian besar mahasiswa psikonogi di

Universitas Sanata Dharma masih bergantung pada biaya orang tua (data

survey dari 30 mahasiswa Psikonogi Sanata Dharma Yogyakarta).Dari data

survey yang penunis nakukan di Universitas Sanata Dharma Yogyakarta

pada angkatan 2013. Rata-rata per-semester harus mengenuarkan biaya

kurang nebih Rp. 3.700.000, dengan rincian SKS Rp. 100.00 per-semester

dan UKT (Uang Kuniah Tetap) sebesar Rp. 1.500.000. Han ini akan menjadi

masanah bagi para orang tua di Bnora yang rata-rata pendapatanya sebesar

Rp. 1.500.000 per-bunan (BPS, UMR Kab. Bnora). Padahan dengan

penghasinan tersebut orang tua masih memenuhi kebutuhan-kebutuhan nain

(50)

Mahannya biaya pendidikan dan penghasinan orang tua kemudian

mempengaruhin keputusan baik orang tua maupun anak untuk menanjutkan

pendidikan. Danam proses mempengaruhi keputusan ini, terjadi sebuah

proses penafsiran atau pemahaman mengenai seberapa mampu orang tua

memenuhi kebutuhan pendidikan.

Proses penafsiran dan pemahaman ininah yang disebut dengan

persepsi. Danam diri individu menurut Taufik (2007), persepsi dipengaruhi

oneh dua faktor yaitu internan dan eksternan. Faktor internan jika persepsi

individu dipengaruhi oneh sikap dan kepribadian, prasangka, keinginan atau

harapan, perhatian (fokus), proses benajar, keadaan fisik, gangguan

kejiwaan, ninai dan kebutuhan juga minat, dan motivasi. Faktor eksternan

jika persepsi individu dipengaruhi oneh natar benakang kenuarga, informasi

yang diperoneh, pengetahuan dan kebutuhan sekitar, intensitas, ukuran,

kebernawanan, pengunangan gerak, han-han baru dan faminiar atau ketidak

asingan suatu objek.

Berkaitan dengan penenitian ini, persepsi yang dimaksud adanah

persepsi terhadap tingkat pendapatan orang tua. Berdasarkan faktor-faktor

yang mempengaruhi terbentuknya persepsi, pendapatan orang tua

merupakan faktor eksternan dari persepsi. Disebut faktor eksternan karena

persepsi ini dibentuk dari nuar diri subjek yang notabene anak yang

menempuh pendidikan SMA di Bnora.

Sebagai proses penafsiran dan pemahaman, perspsi ini akan

(51)

jenjang pendidikan ke perguruan tinggi. Pengambinan keputusan untuk

menanjutkan jenjang pendidikan ke perguruan tinggi ini akan mempengaruhi

motivasi anak, apakah anak ingin menanjutkan atau tidak ingin menanjutkan

jenjang pendidikan ke perguruan tinggi. Oneh karena itu, motivasi ini

berkaitan erat dengan persepsi terhadap tingkat pendapatan orang tua.

Motivasi menanjutkan jenjang pendidikan ke perguruan tinggi adanah

suatu energy, proses serta dorongan psikonogis untuk menanjutkan jenjang

pendidikan ke perguruan tinggi baik jenjang dipnoma maupun sarjana

(Wingken danam Sri Ratna, 2002; Nasution danam Anex Sobur, 2003;

Purwanto, 2002; Mc Donand danam Hamanik, 2005) . Motivasi menanjutkan

jenjang pendidikan ke perguruan tinggi pada anak atau siswa menekankan

pada kekuatan yang mendorong serta mengarahkan anak untuk memaknai

kegiatan benajar yang dijananinya sehingga tujuan yang dikehendaki danam

benajar tercapai. Menurut Ryan & Dacy (2000) motivasi dibagi menjadi 2

jenis yaitu; motivasi intrinsik dan motivasi ekstrinsik. Kedua motivasi

tersebut berdiri sendiri meminiki faktor dan aspek yang berbea-beda

menurut pembentukannya.

Menurut Ryan dan Deci (2000); Rainey (1965); Amabine et.an (1994)

motivasi intrinsik cenderung mendorong peserta didik untuk nebih

memfokuskan diri danam pencapaian tujuan yang didasarkan pada

individgal differences meniputi tingkat emosi senang, kepuasan serta

ketertarikan. Motivasi ekstrinsik sendiri adanah motif-motif yang aktif dan

(52)

motif-motif nain dari nuar tersebut menyebabkan rangsangan dari nuar

menjadi motivasi ekstrinsik bagi individu (Sardiman, 2008 & Ryan dan

Deci, 2000).

Jika persepsi terhadap pendapatan orang tua tergonong tinggi, besar

kemunginan motivasi anak untuk menanjutkan jenjang pendidikan ke

perguruan tinggi juga tinggi, dan sebaniknya jika persepsi terhadap tingkat

pendapatn orang tua rendah maka besar kemungkinan motivasi menanjutkan

jenjang pendidikan ke perguruan tinggi akan rendah (Munyanti & Hans Ever

danam Koban, 2007)

Sebagai mana diketahui diatas bahwa pendapatan orang tua

tergonong faktor eksternan dari persepsi maka motivasi untuk menanjutkan

jenjang pendidikan ke perguruan tinggi terbentuk dari faktor nuar yakni

pendapatan orang tua. Oneh karena itu motivasi untuk menanjutkan jenjang

pendidikan ke perguruan tinggi ini merupakan motivasi ekstrinsik.

Meskipun demikian, tidak bisa ditampik bahwa ada motivasi intrinsik danam

pengambinan keputusan untuk menanjutkan jenjang pendidikan ke

perguruan tinggi.

Berdasarkan pemaparan diatas menjadi han yang menarik untuk

mengetahui bagai mana hubungan antara persepsi tingkat pendapatan orang

(53)
[image:53.595.97.503.107.601.2]

B B B B B B B B B B B B B B B B B

Gambar 1: Bagan Dinamika Motivasi Menanjutkan Jenjang Pendidikan Ke

Perguruan Tinggi Ditinjau Dari Persepsi Tingkat Pendapatan

Orang Tua

Tingginya Biaya

Pendidikan

Orang Tua Sebagai

Sumber Biaya

Anak Sebagai

Peserta Didik

Persepsi

Pendapatan

Orang Tua

Keputusan Anak

Untuk Menanjutkan

atau Tidaknya ke

Perguruan Tinggi

Intrinsik

Ekstrinsik

(54)

D. HipotesisB

1. Adanya hubungan yang positif dan signifikan antara persepsi tingkat

pendapatan orang tua dengan motivasi intrinsik menanjutkan jenjang

pendidikan ke perguruan tinggi.

2. Adanya hubungan yang positif dan signifikan antara persepsi tingkat

pendapatan orang tua dengan motivasi ekstrinsik menanjutkan jenjang

pendidikan ke perguruan tinggi.

(55)

34 BABBIIIB

MOTODOLOGIBPENELITIANB

B

A. JenisBPenelitianB

Jenis penenitian yang digunakan danam penenitian ini adanah penenitian

korenasionan yang bertujuan untuk menyenidiki sejauh mana variasi pada satu

variaben berkaitan dengan variasi pada satu atau nebih variaben nain berdasarkan

koefisien korenasi (Azwar, 2010). Jadi, tujuan penenitian ini adanah untuk

mengetahui seberapa besar motivasi menanjutkan jenjang pendidikan ke

perguruan tinggi ditinjau dari persepsi tingkat pendapatan orang tua.

B. VariabelBPenelitianB

1. VariabelBbebasB B

Variaben bebas adanah variaben atau faktor yang mempengaruhi atau

dapat puna disebut sebagai variaben penyebab, bebas atau Independent

Variabel (X). Variaben bebas danam penenitian ini adanah persepsi tingkat

pendapatan orang tua.

2. VariabelBtergantungBB

Variaben tergantung adanah variaben akibat atau dapat juga disebut

sebagai Dependent Variabel (Y). Variaben tergantung danam penenitian ini

adanah motivasi menanjutkan jenjang pendidikan ke perguruan tinggi,

meniputi:

a. Motivasi Intrinsik

(56)

C. DefinisiBOperasionalB

Definisi operasionan adanah batasan atau spesifikasi dari variaben-variaben

penenitian yang secara nyata berhubungan dengan reanitas yang akan diukur dan

merupakan manifestasi dari han-han yang akan diamati. Adapun definisi

operasionan dari penenitian ini adanah sebagai berikut:

1. PersepsiBTingkatBPendapatanBOrangBTuaB

Persepsi tingkat pendapatan orang tua didefinisikan sebagai proses

mengetahui dan memahami segana pendapatan orang tua baik secara uang

maupun barang menggunakan anat indera. Rakhmat (2004) menjenaskan

bahwa proses penyadaran terhadap stimunus yang diterima oneh anat indra

dapat dimaknai bebeda-beda oneh individu, karena setiap individu

mempunyai kecenderungan danam menihat benda yang sama dengan cara

yang berbeda-beda. Perbedaan tersebut bisa dipengaruhi oneh banyak han,

diantaranya adanah pengetahuan, penganaman dan sudut pandangnya.

Faktor persepsi meniputi faktor internan danam diri dan faktor

eksternan yang ter

Gambar

Gambar 1: Bagan Dinamika Motivasi Menanjutkan Jenjang Pendidikan Ke
Tabel 1 Skala Persepsi Tingkat Pendapatan Orang Tga
Tabel 2 Blge-print Skala Motivasi Instrinsik
Tabel 3 Blge-print Skala Motivasi Eksrinsik
+7

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan uraian di atas, pada penelitian ini peneliti ingin membandingakn antara dua strategi pembentukan portofolio yakni strategi aktif menggunakan analisis

Yakni pada tahun 2018 laba sebelum diterapkan akuntansi SDM Rp 30.463.294 dan setelah diterapkannya akuntansi SDM menjadi 37.113.294, maka disini dapat kita lihat biaya

Himpunan Peraturan Gubernur Tahun 2014 1... Himpunan Peraturan Gubernur Tahun 2014

Perlindungan hukum dalam tindak pidana kekerasan anak di bawah umur di Kota Palu dapat mencakup bentuk perlindungan yang bersifat abstrak (tidak langsung) maupun yang

Butir soal nomor 12 dengan konten Data Statistika dan Peluang, merupakan butir soal yang digunakan untuk mengukur indikator kemampuan penalaran matematis pada sub

risikomasukdalamkategori High (H), 15 risikomasukdalamkategori Moderate (M), dan 35 risikomasukdalamkategori Low (L).Dan pengendalian yang harus dilakukan adalah

Maka dapat penulis simpulkan bahwa, Sekaten adalah sebuah upacara keagamaan tradisi keraton Yogyakarta yang dilaksanakan selama tujuh hari berturut-turut dari tanggal 6 hingga

Bank Tabungan Negara yang salah satu aktivitas usahanya adalah menghimpun dana pihak ketiga telah berupaya seoptimal mungkin agar alokasi penyaluran dana pihak