• Tidak ada hasil yang ditemukan

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Cokelat dan Perempuan (Analisis Wacana Kritis Sara Mills pada Iklan Televisi Tim-Tam dan Tango Crunch Cake) T1 362009102 BAB II

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Cokelat dan Perempuan (Analisis Wacana Kritis Sara Mills pada Iklan Televisi Tim-Tam dan Tango Crunch Cake) T1 362009102 BAB II"

Copied!
24
0
0

Teks penuh

(1)

1

BAB II

KAJIAN TEORI

Konstruksi memiliki arti menurut Kamus besar Bahasa Indonesia (KBBI)

susunan (model, tata letak) suatu bangunan (jembatan, rumah, dsb). Akan tetapi,

dalam penelitian ini konstruksi merupakan susunan (model, tata letak) atau

gambaran perempuan lewat iklan khususnya iklan makanan yang berbahan

cokelat. Iklan berupaya merepresentasikan kenyataan yang ada dalam masyarakat

melalui simbol tertentu, sehingga dalam benak konsumen bahwa citra produk

yang ditampilkan adalah bagian dari kebudayaan yang diakui walaupun yang

terjadi hanya ilusi belaka. Iklan sering kali menghadirkan gambaran palsu (pseudo reality).

Perempuan dikonstruksi dalam iklan dengan memanipulasi tubuh

perempuan sebagai tanda yang melekat seperti keanggunan, kelembutan,

kelincahan, keibuan, kemanjaan. Iklan juga menampilkan perempuan yang

memiliki struktur wajah cantik dimana, hidung mancung, bibir mungil, mata

cerah, alis mata melengkung tipis, pipi lembut, kulit halus, dan cerah. Melalui

penampilan, berlaku aturan sosial, pada saat memakai makeup kecantikan mereka bertambah, tentang rambut, perempuan selalu ditampilkan dengan rambut panjang

dan biasanya dibiarkan terurai. Pada umumnya, pakaian yang dikenakan model

merupakan potongan feminin yang memperlihatkan lekukan tubuh. Kategori

tempat yang menjadi identitas perempuan dalam sebuah iklan dimana wilayah

(2)

2

Tempat-tempat tersebut, misalnya meliputi ruang keluarga, dapur, kamar mandi,

ruang tidur, beranda rumah serta mempunyai aktivitas domestik yang melakukan

kegiatan reproduktif, seperti menyiapkan masakan, menjaga kebersihan rumah,

mengasuh anak. Perempuan secara garis besar, direpresentasikan dari aspek

kecantikan wajah dan tubuh. Sedangkan jika dibandingkan dengan laki-laki,

identitas yang dimunculkan sebuah iklan sangat bertolak- belakang dengan yang

dimiliki perempuan. Laki-laki cenderung diperlihatkan lebih “ natural “.

Menurut Widyatama (2006 : 49) bahwa sekalipun memiliki fisik wajah

yang tidak tampan, tetapi saja digunakan sebagai model iklan dalam arti laki-laki

direpresentasikan tidak pada sisi keindahan atau ketampanan fisik. Laki-laki

dalam iklan biasanya lebih condong ditampilkan dengan fisik atletis, berotot dan

kekar yang mana karakter laki-laki sebagai pelindung, pengawal dan pahlawan

dalam masyarakat. Melalui penampilan, laki-laki diperlihatkan tanpa rias wajah,

potongan rambut pendek, pakaian yang digunakan tidak menunjukkan lekukan

tubuh. Laki-laki lebih ditampilkan ke dalam wilayah dan memiliki peran publik

yang menghasilkan aktivitas berkaitan dengan kegiatan produktif yang

berhubungan dengan masyarakat luas. Dalam penelitian ini, perempuan digunakan

sebagai objek tanda dari produk makanan yang berbahan dasar cokelat dan sangat

dekat dengan perempuan. Kenikmatan sebuah produk lebih mudah digambarkan

dengan keindahan tubuh perempuan dengan mengkonstruksi identitas mereka.

Pada bab II ini, akan dipaparkan teori-teori yang dianggap peneliti

(3)

3 2.1. Konstruksi Perempuan dalam Iklan

„Pemakaian‟ perempuan sebagai substantif dekoratif dalam wacana iklan,

paling tidak secara lebih operasional dapat dibahas dalam dua hal besar dan

pokok. Yakni, pertama, dari jenis karakteristik makna kualitas isi posisi

kedudukan serta peran yang disandang perempuan sebagai aktor dari adegan iklan

yang diperankannya, baik disektor domestik maupun publik, dan kedua adalah

persoalan eksploitasi dan „pendisiplinan tubuh perempuan‟ yang berlebihan

(Kasiyan, 2001 : 126).

Pada beberapa iklan yang menonjol dalam pencitraan diperoleh beberapa

kategorisasi penggunaan pencitraan dalam iklan televisi. Salah satu diantaranya

ialah citra perempuan. Menurut Tomagola (Widyatama, 2007 : 43) citra

perempuan di dalam keseluruhan isi media dibagi menjadi 5 citra, yaitu :

1. Citra Pigura

Berdasarkan citra ini ditekankan betapa pentingnya para perempuan

selalu tampil memikat. Agar selalu tampil memikat, seorang perempuan

perlu mempertegas keperempuannya secara biologis, seperti

mempertunjukkan buah dada maupun yang terpatri secara budaya seperti

mempunyai rambut hitam dan panjang, mempunyai alis mata yang tebal,

pinggul besar dan betis yang ramping dan mulus.

2. Citra Pilar

Perempuan digambarkan sebagai pihak yang menjadi pengurus utama

(pilar) dari rumah tangganya. Citra ini jelas didasarkan atas suatu

(4)

4

sederajat, secara kodrati mereka tetap berbeda. Karena itu,

masing-masing pihak mempunyai daerah kegiatan yang tanggung jawab yang

berbeda. Laki-laki sebagai kepala keluarga, pencari nafkah, utama yang

lebih banyak berkiprah di luar rumah sedangkan perempuan sebagai

pilar rumah tangga memikul tanggung jawab domestik.

3. Citra Peraduan

Citra ini lebih banyak mendasarkan diri pada suatu anggapan tersirat

bahwa sudah sewajarnya perempuan diperlakukan sebagai objek segala

jenis pemuas laki-laki, khususnya pemuasan seksual.

4. Citra Pinggan

Terlepas dari seberapa tinggi tingkat pendidikan seorang perempuan dan

jumlah penghasil per bulan yang dibawa ke rumah, dunia dapur adalah

dunia perempuan yang mustahil dapat dihindari. Pada penggambaran

citra ini lebih banyak ditekankan pada penggunaan produk oleh kaum

perempuan dengan menyisipkan ilusi psikologis bahwa dunia dapur sama

saja dengan dunia kerja.

5. Citra Pergaulan

Berdasar citra ini perempuan dikesankan sangat “ ingin diterima “ dalam

suatu lingkungan sosial tertentu. Perempuan dikesankan sebagai makhluk

yang dalam benak dan kegiatannya disibuki oleh kekhawatiran : tidak

memikat, tidak tampil menawan, tidak presentable, tidak acceptable,

tidak dapat dibawa ke tengah dan sebagainya. Untuk itu, perempuan

(5)

5

Dimana bentuk lekuk-lekuk tubuh, aksentuasi bagian-bagian tertentu

dengan penerapan aksesoris yang harmonis, secara fisik dapat menarik

untuk dipandang dan tidak membawa implikasi rendah diri dalam arena

pergaulan luas.

Dalam penelitian ini, citra perempuan yang ada di dalam iklan Tim - Tam

dan Tango Crunch Cake adalah citra pigura, citra peradaban dan citra pergaulan. Citra Pigura disebabkan karena dalam kedua iklan, perempuan tampil memikat

dengan wajah cantik dengan kulit putih, rambut panjang digerai dan dengan kulit

putih yang mulus. Citra Peraduan dalam kedua iklan ditunjukkan dimana

sama-sama melakukan adegan menggigit bibir yang artinya menggoda , sehingga citra

ini menjadi dasar bahwa sudah sewajarnya perempuan diperlakukan sebagai objek

pemuas laki-laki. Sedangkan Citra Pergaulan disebabkan karena perempuan selalu

ditampilkan menarik untuk dipandang dan tidak membawa implikasi yang rendah

diri dimana dalam kedua iklan, perempuan ditampilkan tidak terlalu

(6)

6 2.2. Iklan Televisi

Iklan merupakan bagian dari reklame yang berasal dari bahasa Prancis,

yaitu re-clame yang berarti “ meneriakkan berulang-ulang “. Tujuan dasar iklan adalah pemberian informasi tentang suatu produk layanan dengan cara dan srategi

persuasif. Agar berita atau pesan dapat dipahami, diterima, dan disimpan ataupun

diingat, serta adanya tindakan tertentu, yaitu membeli yang ditingkatkan dengan

cara menarik perhatian konsumen serta menimbulkan asosiasi-asosiasi yang dapat

menggugah selera. Menurut Widyatama (2007: 92) bahwa tindakan cara menarik

perhatian konsumen diantaranya dengan bentuk live action yang melibatkan unsur

gambar, suara, dan gerak secara bersamaan. Gambar yang diperlihatkan sangat

beragam, meliputi cuplikan kehidupan manusia, tempat dan segala sesuatu yang

berkaitan dengannya. Begitu juga halnya dengan musik sebagai media

penyampaian pesan. Pesan iklan dikemas dalam sebuah alunan musik sebagai

kekuatan utama pesan iklan.

Sesuai medianya, iklan televisi adalah iklan yang ditayangkan melalui

media televisi. Melalui media ini, pesan dapat disampaikan dalam bentuk audio,

visual dan verbal (Widyatama, 2006: 14).

2.3. Televisi sebagai Wacana dan Ideologi

Menurut Eriyanto (2001: 65) wacana disini tidaklah dipahami sebagai

serangkaian kata atau proposisi dalam teks, melainkan sesuatu yang memproduksi

suatu ide, opini, konsep, dan pandangan hidup dibentuk dalam suatu konteks

(7)

7

juga dalam perkembangannya tidak hanya terbatas pada hubungan komunikasi

dua belah pihak semata. Dalam hal ini, ketika wacana sudah disampaikan dalam

bentuk media kepada masyarakat luas, maka kekuasaan ada dalam sebuah wacana

tersebut yang telah menjadi wacana media (media discourse).

Gagasan tentang kekuasaan dibalik wacana adalah keseluruhan tatanan

sosial dalam diskursus dan diletakkan kemudian disusun bersama sebagai sebuah

efek tersembunyi dari kekuasaan yang telah memproduksi gagasan atau efek bagi

masyarakat. Kekuasaan dipastikan tidak mungkin berdiri sendiri. Ideologi sebagai

pengikat utama kekuasaan dalam membentuk wacana. Konsep ideologi yang

penting diantaranya adalah pemikiran Althusser. Ideologi atau level suprastruktur

dalam konsep Althusser adalah dialetika yang dikarakteristikkan dengan

kekuasaan yang tidak seimbang atau dominasi (Eriyanto, 2001 : 98).

Pandangan kritis melihat media bukan hanya alat dari kelompok

dominan, tetapi juga memproduksi ideologi dominan. Media membantu kelompok

dominan menyebarkan gagasannya, mengontrol kelompok lain, dan membentuk

konsensus antaranggota komunitas. Lewat medialah, ideologi dominan, dan apa

yang buruk dimapankan (Eriyanto, 2001 : 36). Dengan pernyataan ini, televisi

termasuk media yang bukan hanya sebuah alat melainkan memproduksi ideologi

dominan. Televisi menjadi salah satu media yang dipandang sebagai agen

konstruksi sosial yang mendefenisikan realitas sesuai dengan kepentingannya.

Titik penting dalam memahami media terkhusus, televisi, menurut

paradigma kritis adalah bagaimana media melakukan politik pemaknaan. Makna,

(8)

8

sebuah pertentangan sosial (social struggle), perjuangan dalam memenangkan wacana. Perjuangan yang terjadi ini melahirkan pemaknaan untuk

mengunggulkan satu kelompok dan merendahkan kelompok lain (Eriyanto, 2001 :

37).

Ideologi dalam pandangan Althusser bukan hanya membutuhkan subjek,

tetapi juga menciptakan subjek. Dengan kata lain, bahwa ideologi menempatkan

seseorang bukan hanya posisi tertentu dalam suatu relasi sosial, tetapi juga

hubungan antara individu dengan relasi sosial tersebut. Ideologi adalah hasil

rumusan dari individu-individu tertentu. Althusser juga berpandangan bahwa

kehidupan manusia sebagai subjek identik dengan subjek bagi struktur, dimana

struktur tadi bukan ciptaannya melainkan ciptaan kelompok atau kelas tertentu.

Karena struktur itu diciptakan dengan identik kepentingan kelompok penciptanya,

individu-individu disini dikatakan sebagai subjek bagi struktur tidak lain adalah

pelayanan kepentingan dari kelas tertentu yang menciptakan struktur tersebut. 1

Dalam konteks ini, kelompok atau kelas tertentu menggunakan logika, penafsiran,

dan bahasa tertentu agar pandangannya lebih diterima oleh publik. Jika

dihubungkan dengan iklan, biro iklan turut mengambil peran dalam menciptakan

wacana sendiri yang sesuai dengan logika, penafsiran, dan bahasa mereka.

1

(9)

9 2.4. Analisis Wacana Kritis Model Sara Mills

Analisis Wacana menyerap sumbangan dari studi linguistik dimana

menggunakan bahasa dalam teks untuk dianalisis, tetapi menghubungkannya

dengan konteks dan proses produksi dan konsumsi suatu teks yang termasuk di

dalamnya praktik kekuasaan. Analisis wacana adalah salah satu alternatif dari

analisis isi selain analisis isi kuantitatif. Kalau analisis isi kuantitatif lebih

menekankan pada pernyataan “apa” (what), analisis wacana lebih melihat pada

“bagaimana” (how) dari pesan atau teks komunikasi. Lewat analasis ini kita bukan

hanya mengetahui bagaimana isi suatu teks, tetapi juga bagaimana pesan itu

disampaikan. Terdapat tiga pendekatan dalam analisis wacana yaitu, pandangan

positivisme-empiris, konstruktivisme, dan kritis atau analisis wacana kritis (AWK) yang dimana penelitian lebih condong menggunakan pandangan ini.

Analisis Wacana Kritis dipahami sebagai sebuah tindakan yang bertujuan,

apakah untuk mempengaruhi, mendebat, membujuk, menyangga, bereaksi,

sehingga dipahami sebagai sesuatu yang diekspresikan secara sadar dan

terkontrol. Teks yang digunakan dalam analisis ini bukan hanya kata-kata yang

tercetak di lembar kertas melainkan semua jenis ekspresi komunikasi, ucapan,

musik, gambar, efek suara, citra dan sebagainya dan didalamnya terdapat

kekuasaan satu orang atau kelompok mengontrol orang atau kelompok lain lewat

wacana sehingga terkandung ideologi. Misalnya dalam wacana iklan dalam

penelitian ini pencerminan dari ideologi apakah dia feminis, antifeminis, kapitalis,

sosialis, dan sebagainya. Yang menjadi titik dari perhatian analisis ini adalah

(10)

10

baik dalam cerpen, gambar, foto, maupun media dan bagaimana bentuk dan pola

pemarjinalan itu dilakukan.

Model Sara Mills agak berbeda dengan model critical linguistic, yang memusatkan perhatian pada struktur kebahasaan dan bagaimana pengaruhnya

dalam pemaknaan khalayak, sedangkan Sara Mills lebih melihat pada bagaimana

posisi-posisi aktor ditampilkan dalam teks. Titik perhatian dari perspektif wacana

feminis Sara Mills yaitu penggambaran perempuan yang bias saat ditampilkan

pada suatu teks. Yaitu posisi dalam arti siapa yang menjadi subjek penceritaan

dan siapa yang menjadi objek penceritaan akan menentukan bagaimana struktur

teks & bagaimana makna diperlakukan dalam teks secara keseluruhan.2 Sara Mills

juga menempatkan representasi sebagai bagian terpenting dari analisisnya

(Eriyanto, 2001 : 200). Ada dua hal yang perlu diperhatikan dalam analisis model

Sara Mills, dapat dilihat dari model analisis berikut ini.

2

(11)

11

Tabel 2.1.

Kerangka Analisis Wacana model Sara Mills

TINGKAT YANG INGIN DILIHAT

Posisi Subjek – Objek Bagaimana peristiwa dilihat, dari

kacamata siapa peristiwa itu dilihat.

Siapa yang diposisikan sebagai

pencerita (subjek) dan siapa yang

menjadi objek yang diceritakan. Apakah

masing-masing aktor dan kelompok

sosial mempunyai kesempatan untuk

menampilkan dirinya sendiri,

gagasannya ataukah kehadirannya,

gagasannya ditampilkan oleh kelompok/

orang lain.

Posisi Peneliti – Pembaca Bagaimana posisi pembaca ditampilkan

dalam teks. Bagaimana pembaca

memposisikan dirinya dalam teks yang

ditampilkan. Kepada kelompok

manakah pembaca mengidentifikasi

dirinya.

(12)

12

Disaat Sara Mills melihat dengan posisi aktor ditampilkan, menentukan

bentuk teks yang hadir ditengah khalayak, dalam artian siapa yang menjadi subjek

penceritaan dan siapa yang menjadi objek penceritaan akan menentukan

bagaimana struktur teks dan bagaimana makna diperlakukan dalam teks secara

keseluruhan, siapa yang memiliki “ kuasa “ untuk menafsirkan kondisi dan siapa

yang ditafsirkan olehnya. Selain posisi-posisi aktor dalam teks, Sara Mills juga

memusatkan perhatian pada bagaimana pembaca dan peneliti ditampilkan dalam

teks. Teks adalah suatu hasil negosiasi antara peneliti dan pembaca. Bagi Mills,

membangun suatu model yang menghubungkan antara teks dan peneliti di satu

sisi dengan teks dan pembaca di sisi lain, mempunyai sejumlah kelebihan :

 Akan secara komprehensif melihat teks bukan hanya berhubungan dengan

faktor produksi, tetapi juga resepsi.

 Posisi pembaca disini ditempatkan dalam posisi yang penting. Hal ini

karena teks memang ditujukan secara langsung atau tidak berkomunikasi

dengan khalayak. Pembaca dianggap bukan hanya penerima teks, tetapi

ikut berperan bagaimana nantinya teks itu ditampilkan.

Disini ada dua hal penting yang menarik untuk dibahas dari posisi

pembaca, pertama, bagaimana pembaca dominan ditujukan kepada laki-laki atau

perempuan. Dari teks berita yang disajikan mengenai peristiwa, kita bisa

menafsirkan apakah berita itu relatif ditujukan untuk laki-laki atau perempuan,

tergantung siapa berada sebagai pencerita. Kedua, bagaimana teks ditafsir oleh

(13)

13

perempuan, bisa jadi ia menempatkan dirinya pada posisi laki-laki (Eriyanto, 2006

: 210).

2.5. Teori Feminisme

Secara umum, feminisme dianggap sebagai suatu bentuk politik yang

bertujuan untuk mengintervensi dan mengubah hubungan kekuasaan yang tidak

setara antara laki-laki dan perempuan. Menurut Thornham (2010 : 264), teori

feminis didefenisikan sebagai teori yang berkembang tentang subjek sosial yang

berjenis kelamin perempuan atau berwujudkan perempuan, yang pembentukannya

dan bentuk-bentuk eksistensi sosial dan subjektifnya mencakup secara paling jelas

seks dan gender, tetapi juga mencakup ras, kelas, dan pelbagai representasi dan

pembagian sosiokultural penting lainnya; teori yang berkembang tentang subjek

sosial yang berwujudkan perempuan yang didasarkan pada sejarah spesifik, baru

terbentuk (emergent), dan konfliktual.

Beberapa hal yang saya kutip dari buku “ Teori Feminis dan Cultural Studies: Tentang Relasi yang Belum Terselesaikan oleh Sue Thornham bahwa :

1. Tubuh perempuan adalah wilayah yang di atasnya patriarki ditegakkan.

2. Penindasan perempuan bersifat budaya (dibangun dan dijalani dalam

pelbagai praktik dan teks budaya) dimana setiap perempuan yang

dilahirkan telah didehumanisasi dan diperempuankan kembali bahwa

perempuan hanya memiliki hubungan seksual, tetapi tidak memiliki

hubungan sosial sedangkan maskulinitas yang demikian dikonstruksi

(14)

14

3. Satu-satu komoditas perempuan yang dapat dijual adalah dirinya sendiri

sebagai benda dan sebagai pekerja, laki-laki adalah pasar dan permintaan.

Konsep marginalisasi perempuan tampak bahwa laki-laki adalah “ sang

Subjek, sang Absolut, sedangkan perempuan adalah sosok yang lain “. Dengan

kondisi seperti ini muncul gerakan Feminisme. Maka secara umum, istilah

feminisme adalah menunjukkan pada pengertian sebagai ideologi pembebasan

perempuan, karena yang melekat dalam semua pendekatannya adalah keyakinan

bahwa perempuan mengalami ketidakadilan karena jenis kelaminnya (Kasiyan,

2008 : 73).

Gerakan feminisme dideskripsikan sebagai berikut :

2.5.1. Feminisme Liberal

Gerakan Feminisme Liberal merupakan gerakan perjuangan proyek

kesetaraan gender . Gerakan ini muncul sebagai kritik terhadap politik liberal yang pada umumnya menjunjung tinggi nilai otonomi, persamaan, nilai moral,

serta kebebasan individu, namun pada saat yang sama dianggap

mendiskriminasikan kaum perempuan. Kaum liberal memandang bahwa tiap

orang pada dasarnya dilahirkan bebas dan memiliki nilai-nilai moral yang

berbeda. Jadi, feminisme liberal adalah gerakan perempuan yang meyakini bahwa

nilai-nilai di atas dapat digunakan untuk mengembalikan hak-hak kaum

perempuan menuju individualitasnya yang memiliki hak asasi untuk hidup layak,

otonom, dan berposisi setara dengan manusia lain (laki-laki). Feminisme liberal

lebih menekankan pada adanya kesetaraan, jadi mereka harus mendapatkan

(15)

15 2.5.2. Feminisme Radikal

Gerakan ini beranggapan bahwa faktor utama yang menjadi sebab

pembagian kerja secara seksual adalah sistem patriarkal. Para feminisme radikal

memandang dirinya revolusioner meyakini bahwa sistem seks/gender adalah

penyebab fundamental opresi terhadap perempuan. Dimana bahwa tubuh

perempuan merupakan objek utama penindasan oleh kekuasaan laki-laki. Oleh

karena itu, feminisme radikal mempermasalahkan antara lain tubuh serta hak-hak

reproduksi, seksualitas (termasuk lesbianisme), seksisme, relasi kuasa perempuan

dan laki-laki, dan dikotomi privat-publik. Gerakan ini menjadikan perempuan

terkesan membenci laki-laki.

Feminisme radikal memiliki konsep utama tentang perbedaan. Laki-laki

mendefenisikan perempuan berbeda, perempuan tidak akan pernah dapat

mencapai kesetaraan. Laki-laki mendominasi perempuan, permasalahan

sebenarnya berkaitan dengan masalah kekuasaan. Anggapan feminisme radikal,

selama ini dunia telah dibentuk oleh laki-laki. Aliran radikal feminis yang lebih

mengarah kepada dimensi negatifnya, yaitu pengobjekan seksual dari perempuan

(Irianto, 2008 : 43). Penindasan terhadap perempuan adalah yang terdalam,

karenanya paling sulit dihapuskan, dan tidak dapat dihilangkan dengan perubahan

sosial yang lain, misalnya dengan penghapusan masyarakat kelas. Para pemikir

aliran ini terbagi atas dua bagian, yaitu feminisme radikal libertarian dan

feminisme radikal kultural. Inti pemikiran feminisme radikal libertarian adalah

sistem gender menuntut laki-laki mengembangkan karakter feminin saja.

(16)

16

masyarakat atas seksualitas perempuan. Isu dan perjuangan dari aliran ini adalah

kontrol perempuan atas tubuh dan seksualitasnya (termasuk dalam penggunaan

perempuan sebagai objek tanda dalam iklan). Sedangkan feminisme radikal

kultural memiliki inti pemikiran bahwa „feminitas‟ dalam dirinya sendiri

sesungguhnya „positif‟, tetapi oleh laki-laki didefenisikan sehingga terkesan

„negatif‟.

2.5.3. Feminisme Marxis-Sosialis

Feminisme Marxis-Sosialis adalah kalangan yang sangat anti-kapitalisme

dan karenanya gagasan terpentingnya berupaya memberikan kritik terhadap

feminisme liberal. Feminisme liberal dituduh sebagai cerminan ideologi kaum

borjuis (kapitalis) yang mendukung berlangsungnya tatanan ekonomi kapitalis

yang menyengsarakan dan diwarnai penindasan kelas. Kapitalisme berdasarkan

pada peranan sedikit orang yang berkuasa yang memiliki semua sumber ekonomi

dan industri dalam hal ini setiap institusi mendukung bahwa pemerintah,

keluarga, media, dan sebagainya yang penyebab penindasan perempuan. Laki-laki

mengontrol produksi untuk pertukaran dan sebagai konsekuensinya mereka

mendominasi hubungan sosial, sedangkan perempuan direduksi menjadi bagian

(17)

17 2.5.4. Patriarki

Bagi para feminis, konsep yang paling tepat untuk menjelaskan penindasan

terhadap perempuan adalah konsep patriarki, suatu sistem dominasi laki-laki.

Patriarki merupakan konsep yang diperlukan untuk menjelaskan mengenai apa

yang tampaknya merupakan penindasan universal terhadap perempuan (Hollows,

2010 : 8).

Patriarki terbentuk secara historis dari dinamika relasi dan organisasi sosial

tempat laki laki mendominasi perempuan. Sebagai ideologi, patriarki dapat

didefenisikan secara ringkas sebagai kekuasaan laki laki, hubungan sosial dimana

laki-laki menguasai. Dalam penelitian ini hubungannya dengan teori patriarki

bahwa perempuan kebanyakan divisualisasikan selayaknya bagaimana pandangan

laki-laki menilai. Perempuan itu cantik, putih, langsing, dan feminin dengan

menggunakan pakaian yang feminin, rambut panjang digerai.

Secara luas patriarki dapat didefinisikan suatu struktur sosial yang saling

berhubungan dan disana laki-laki mengeksploitasi perempuan. Beberapa bentuk

ketidaksetaraan gender yang dikembangkan dan dilanggengkan dalam tatanan

masyarakat patriarki, antara lain sebagai berikut :

- Marjinalisasi perempuan. Laki-laki dianggap superior dan perempuan

berada di wilayah inferior (pinggiran, lebih tidak penting daripada laki-

laki). Jika ditelusuri melalui penelitian ini, perempuan sebagai objek

marjinal dalam sebuah iklan makanan yang merupakan produk tidak

(18)

18

- Subordinasi. Subordinasi terhadap perempuan terjadi akibat pandangan

bias gender yang terjadi dalam segala bentuk yang berbeda dari suatu

tempat ke tempat lain dan dari waktu ke waktu. Anggapan bahwa

perempuan itu tidak rasional, mengedepankan sifat-sifat emosional dan

lebih banyak berbicara atas dasar perasaan daripada rasionalitasnya

berakibat munculnya sikap yang menempatkan perempuan pada posisi

tidak penting, baik dalam perlakuan diskriminasi maupun kebijakan.

- Streotip. Adanya labelisasi (penandaan, cap, vonis) negatif terhadap

perempuan, terutama dalam konteks hubungan sosialnya dengan

laki-laki, sehingga selalu menimbulkan kerugian pada perempuan.

Perempuan sudah di cap sebagai makhluk yang lemah ini membuat

kaumnya merasa tidak ada gunanya berperan lebih luas maupun

meningkatkan kualitas lebih tinggi.

- Kekerasan. Penyerangan (invasi) terhadap fisik maupun integritas

mental psikologis perempuan yang disebabkan oleh anggapan gender

atau acapkali disebut dengan gender related violence. Kekerasan terjadi, baik dalam rumah tangga (KDRT) maupun di ranah publik,

seperti pemerkosaan di jalan, pelecehan di tempat kerja, dan lain-lain.

- Beban kerja. Kaum perempuan menanggung beban ganda (double burden), dalam dan luar rumah. Pembebanan pekerjaan kepada perempuan di area sekitar rumah yang cenderung dianggap rendahan

dan tidak produktif dibandingkan dengan jenis pekerjaan yang biasa

(19)

19

tidak produktif seperti ini mengakibatkan ketidakadilan terhadap

perempuan.

2.6. Penelitian Sebelumnya

Tabel 2.2.

Beberapa jurnal penelitian yang mengangkat perempuan dalam iklan

(20)

20

jawaban

kuistioner.

3. Kresna Abdi Parela, 2010. Representasi Perempuan

Dalam Iklan Televisi

4. Syulinda Fidelia Izaak Representasi Sensualitas

Dalam Iklan Televisi

Tim-Tam Slam (Studi

5. Ahmad Hartanto Analisis Wacana

(21)
(22)

22

Iklan merupakan bentuk komunikasi dimana sebuah pesan disampaikan

oleh biro iklan kepada khalayak mengenai suatu produk untuk menginformasikan,

membujuk dengan struktur wacana yang menarik. Dan dalam iklan, perempuan

sering dijadikan “ objek “ demi rating atau popularitas. Melalui media khususnya

televisi, iklan mampu menjangkau khalayak luas. Sesuai medianya, iklan televisi

adalah iklan yang ditayangkan melalui media televisi. Melalui media ini, pesan

dapat disampaikan dalam bentuk audio, visual, dan verbal. Dan disetiap iklan

(23)

23

oleh pembuat teks yakni realitas yang dibentuk oleh pihak-pihak yang terlibat

dalam proses produksi makna lewat bahasa yang dilakukan oleh pembuat teks

sehingga tercipta ideologi tertentu.

Dengan terciptanya ideologi tertentu, iklan Tim-Tam dan Tango Crunch Cake menghasilkan wacana dimana peneliti berpendapat bahwa perempuan telah dikonstruksi. Dalam penelitian ini, perempuan diposisikan sebagai objek tanda

(sign object) dibalik produksi iklan dan itu merupakan hal yang kurang menguntungkan. Fokus penelitian kedua iklan, teks dikaji dengan menggunakan

analisis wacana model Sara Mills yang lebih mengarah kepada wacana

feminisme, yakni bagaimana perempuan ditampilkan dalam teks baik dalam

cerpen, gambar, foto, maupun media. Titik perhatian dari perspektif wacana

feminis adalah menunjukkan bagaimana teks bias dalam menampilkan

(24)

24 Bagan 2.1.

Kerangka Pikir Penelitian

IKLAN TV TIM-TAM

DAN

IKLAN TV TANGO CRUNCH CAKE

KONSTRUKSI COKELAT

KONSTRUKSI PEREMPUAN

ANALISIS WACANA KRITIS SARA

MILLS

Gambar

Tabel 2.1.
Tabel 2.2.

Referensi

Dokumen terkait

Analisis Wacana Kritis Sara Mills Pada Representasi Heroine Tokoh Harley Quinn dalam Film “Suicide Squad”.. beserta perangkat yang ada (jika

Sesuai dengan analisis wacana kritis pada analisis sosio kultural, yakni hubungan wacana dengan dunia yang beada pada luar media yakni masyarakat luas, bahwa

(2) Pembatasan penelitian ini adalah Penelitian analisis wacana kritis terhadap teks berita ini dibatasi pada posisi subjek, objek, dan posisi pembaca berita

Analisis wacana kritis dengan menggunakan model sara Mills terhadap empat artikel dengan topik Vanessa di portal berita daring Detik.com menunjukkan bahwa semua

RELASI GENDER DALAM TALKSHOW (Analisis Wacana Kritis Sara Mills Mengenai Relasi Gender Dalam Talkshow Mario Teguh Golden Ways). Penelitian ini bertujuan mengungkapkan

Berdasarkan pendekatan analisis wacana kritis model Sara Mills, wacana perempuan terkait isu ketidaksetaraan gender yang ditampilkan dalam serial Peaky Blinders membuat peneliti

72 Enur Robaeti, Agus Hamdani: Wanita di Mata Media Indonesia analisis Wacana Kritis Sara Mills pada Berita Online dalam berita-berita kasus perkosaan dengan menggunakan perspektif

Analisis Wacana Kritis Perspektif Sara Mills dalam Media Sosial pada Akun Instagram @lambeturah Prinsella Balqis Lubis1, Universitas Negeri Padang, Padang, Indonesia 