KEDUDUKAN HUKUM DUDA DARI PERKAWINAN
SENTANA
YANG AKAN MELAKSANAKAN PERKAWINAN
DITINJAU DARI HUKUM ADAT BALI DI TABANAN-BALI DAN
UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN
ABSTRAK
Ni Made Prastiti Wiguna
110110090117
Perkawinan merupakan ikatan lahir batin antara seorang pria dan seorang wanita sebagai suami istri, dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan KeTuhanan Yang Maha Esa. Dalam hukum adat perkawinan bukan hanya peristiwa penting bagi mereka yang masih hidup saja, tetapi juga merupakan peristiwa yang sangat berarti serta sepenuhnya mendapat perhatian dan diikuti oleh arwah-arwah para leluhur kedua belah pihak. Perkawinan sentana menjadi pengecualian dan ciri khas dari sistem patrilineal yang dianut masyarakat Hindu di Bali karena perkawinan ini dilakukan apabila dalam sebuah keluarga hanya memiliki seorang atau beberapa anak wanita tanpa adanya anak laki-laki. Putusnya perkawinan sentana baik karena kematian istri maupun putusan pengadilan (cerai gugat) akan berdampak pada kedudukan hukum duda di lingkungan almarhumah istrinya maupun lingkungan asalnya, serta menimbulkan suatu akibat hukum dari kedudukan duda apabila perkawinannya putus karena kematian.
Metode penelitian yang digunakan berupa pendekatan yuridis normatif yaitu dengan menganalisis aturan hukum Adat Bali dan Undang-Undang Perkawinan. Spesifikasi penelitian yang digunakan berupa deskriptif analitis yaitu dengan menggambarkan, menelaah yang berhubungan dengan permasalahan kemudian dianalisis. Teknik pengumpulan yang dilakukan melalui penelaahan terhadap bahan hukum primer, sekunder, studi lapangan, kemudian dianalisis secara yuridis kualitatif untuk mendapatkan hasil penelitian yang dimaksud dengan mengkaji data berdasarkan aspek hukum tanpa menggunakan data statistik.