• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENYELESAIAN SENGKETA NON LITIGASI ATAS PENCEMARAN AIR SUNGAI BRANTAS OLEH LIMBAH PABRIK KERTAS PT. X DI GRESIK.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PENYELESAIAN SENGKETA NON LITIGASI ATAS PENCEMARAN AIR SUNGAI BRANTAS OLEH LIMBAH PABRIK KERTAS PT. X DI GRESIK."

Copied!
84
0
0

Teks penuh

(1)

SKRIPSI

Diajukan untuk memenuhi sebagai per syaratan memperoleh Gelar

Sar jana Hukum pada Fakultas Hukum UPN ”Veter an” J atim

Oleh :

DISWO RISMI

NPM. 0771010075

YAYASAN KESEJ AHTERAAN PENDIDIKAN DAN PERUMAHAN

UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN” J ATIM

FAKULTAS HUKUM

PROGRAM STUDI ILMU HUKUM

S U R A B A Y A

(2)

J ur usan : Ilmu Hukum/Pidana

J udul Skr ipsi :

PENYELESAIAN SENGKETA NON LITIGASI ATAS PENCEMARAN

AIR SUNGAI BRANTAS OLEH LIMBAH PABRIK KERTAS PT. X DI

(3)

BAB I

(4)

BAB II

PENYELESAIAN SENGKETA NON LITIGASI ATAS

PENCEMARAN AIR SUNGAI BRANTAS OLEH

(5)

BAB III

HAMBATAN DALAM PENYELESAIAN SENGKETA

NON LITIGASI ATAS PENCEMARAN AIR

SUNGAI BRANTAS OLEH PABRIK

(6)

BAB IV

(7)
(8)
(9)

PENYELESAIN SENGKETA NON LITIGASI ATAS

PENCEMARAN AIR SUNGAI BRANTAS OLEH

LIMBAH PABRIK KERTAS PT. X DI GRESIK

Disusun Oleh :

DISWO RISMI

NPM. 0771010075

Telah disetujui untuk mengikuti Ujian Skr ipsi

Menyetujui,

PEMBIMBING UTAMA PEMBIMBING PENDAMPING

SUBANI, SH., M.Si YANA INDAWATI, SH., M.Kn NIP/NPT. 19510504 198303 1 001 NIP/NPT. 3 7901 07 0224

Mengetahui,

D E K A N

(10)

PENCEMARAN AIR SUNGAI BRANTAS OLEH

LIMBAH PABRIK KERTAS PT. X DI GRESIK

Disusun Oleh :

DISWO RISMI NPM. 0771010075

Telah diper tahankan dihadapan dan diter ima oleh Tim Penguji

Skr ipsi Pr ogram Studi Ilmu Hukum Fakultas Hukum Univer sitas

Pembangunan Nasional “Veter an” J awa Timur

Tim Penguji :

1. HARYO SULISTIYANTORO,SH., M.M

NIP. 19620625 199103 1 001 (..…...………)

2. H. SUTRISNO, SH., M.Hum

NIP. 1960212 198803 1 001 (……….……)

3. SUBANI, SH.,M.Si

NIP. 19510504 198303 1 001 (……….)

Mengetahui,

D E K A N

(11)

PENCEMARAN AIR SUNGAI BRANTAS OLEH

LIMBAH PABRIK KERTAS PT. X DI GRESIK

Oleh :

DISWO RISMI

NPM. 0771010075

Telah diper tahankan dihadapan dan diter ima oleh Tim Penguji

Skr ipsi Pr ogram Studi Ilmu Hukum Fakultas Hukum Univer sitas

Pembangunan Nasional ’Veter an” J awa Timur

Pada Tanggal 15 Mei 2012

Pembimbing Utama Tim Penguji

:

1.

SUBANI, SH., M.Si HARYO SULISTIYANTORO SH., M.M NIP/NPT. 19510504 198303 1 001 NIP/NPT. 19620625 199103 1 001

Pembimbing Pendamping

2.

YANA INDAWATI, SH., M.Kn H. SUTRISNO, SH., M.HUM NIP/NPT. 3 7901 07 0224 NIP/NPT. 19601212 198803 1 001

3.

WIWIN YULIANINGSIH, SH., M.Kn NIP/NPT. 37 507 07 0225

Mengetahui,

D E K A N

(12)

Alhamdulillah puji syukur yang sedalam-dalamnya penulis panjatkan

Kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga

dapat menyelesaikan skripsi ini yang berjudul “PENYELESAIAN SENGKETA NON

LITIGASI ATAS PENCEMARAN AIR SUNGAI BRANTAS OLEH LIMBAH

PABRIK KERTAS PT. X DI GRESIK”.

Skripsi ini disusun dalam rangka untuk melengkapi salah satu syarat guna

menyelesaikan sarjana hukum program studi Strata I Ilmu Hukum pada Fakultas

Hukum Universitas Pembangunan Nasional " Veteran " Jawa Timur. Penulis

menyadari bahwa penulisan skripsi ini jauh dari kesempurnaan dan masih banyak

terdapat kesalahan-kesalahan, untuk itu segala kritik maupun saran yang sifatnya

membangun sangat penulis perlukan demi kesempurnaan penulisan skripsi ini. Pada

kesempatan ini penulis mengucapkan banyak terima kasih atas bantuan dan

bimbingan serta saran yang sangat berharga kepada :

1. Bapak Haryo Sulistiantoro, SH., M.M., selaku Dekan Fakultas Hukum UPN

“Veteran” Jawa Timur.

2. Bapak Sutrisno, SH., M.Hum, selaku Wakil Dekan I Fakultas Hukum UPN

“Veteran” Jawa Timur.

3. Bapak Drs. Ec. Gendut Sukarno, M.S., selaku Wakil Dekan II Fakultas Hukum

(13)

Program Studi Ilmu Hukum UPN “Veteran” Jawa Timur.

5. Ibu Yana Indawati, SH., M.Kn sebagai Dosen Pembimbing II yang telah

memberikan bimbingan dan pengarahan kepada peneliti dalam pembuatan

Skripsi, sehingga peneliti dapat menyelesaikan dengan baik.

6. Bapak Kholik selaku Supervisor Pabrik dan juga warga setempat yang terus

memberikan perhatian dalam keperluan Skripsi penulis.

7. Bapak dan Ibu Dosen Fakultas Hukum Universitas Pembangunan Nasional

“Veteran” Jawa Timur.

8. Bapak Sariyanto selaku Kepala Bagian Tata Usaha Fakultas Hukum Universitas

Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.

9. Kedua Orangtua dan juga seluruh keluarga besarku yang memberikan dukungan

dari segi apapun demi kelancaran Skripsi sampai selesai.

10.Kekasihku, Adit yang selalu siap bertukar pikiran serta selalu mampu

menenangkan dikala butuh jawaban serta keluarga besar kekasihku yang terus

memberikan support dan motivasi dalam penyelesaian skripsi ini sampai selesai.

11.Sahabat-sahabatku, Andina, Joko, Irwansyah, Firdaus, Irwansyah, Illya, Brilian,

Danu serta seluruh mahasiswa/i Fakultas Hukum UPN “Veteran” Jawa Timur,

(14)

SWT. Akhir kata semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang

memerlukannya.

Surabaya, Mei 2012

(15)

HALAMAN JUDUL

HALAMAN PERSETUJUAN...ii

HALAMAN REVISI...iii

HALAMAN PENGESAHAN...iv

SURAT PERNYATAAN KEASLIAN PENULISAN SKRIPSI...v

KATA PENGANTAR...vi

DAFTAR ISI...ix

DAFTAR LAMPIRAN...xi

ABSTRAKSI...xii

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang...1

1.2 Rumusan Masalah...6

1.3 Tujuan Penelitian...7

1.4 Manfaat Penelitian...7

1.5 Kajian Pustaka...8

1.6 Metodologi Penelitian...23

1.7 Sistematika Penulisan...25

BAB II PENYELESAIAN SENGKETA NON LITIGASI ATAS PENCEMARAN AIR SUNGAI BRANTAS OLEH PABRIK KERTAS PT. X DI GRESIK 2.1 Gambaran Kasus Pencemaran Air Sungai Brantas oleh Pabrik Kertas PT. X di Gresik………...……….….28

(16)

oleh Limbah Pabrik Kertas PT. X di Gresik………..…….30

2.3 Analisa atas Penyelesaian Sengketa non litigasi atas Kasus Pencemaran Air

Sungai Brantas di Gresik dengan UUPPLH dan AMDAL………32

BAB III HAMBATAN DALAM PENYELESAIAN SENGKETA NON LITIGASI

ATAS PENCEMARAN AIR SUNGAI BRANTAS OLEH PABRIK KERTAS

PT. X GRESIK

3.1 Hambatan Secara internal penyelesaian Sengketa Pencemaran Air oleh

PT. X...42

3.2 Hambatan Secara Eksternal Penyelesaian Sengketa Pencemaran Air oleh

PT. X...43

3.3 Analisa Faktor yang menjadi Hambatan dalam Penyelesaian Sengketa non

Litigasi dalam kasus Pencemaran Air...45

BAB IV PENUTUP

4.1 Kesimpulan...52

4.2 Saran...53

DAFTAR PUSTAKA...55

(17)

1. Lampiran gambar pabrik Kertas PT. X di Gresik

2. Lampiran gambar lokasi pembuangan limbah netral ke Sungai

3. Lampiran gambar limbah pabrik yang mencemari lingkungan

4. Lampiran wawancara terhadap warga setempat pabrik Kertas PT. X di Gresik

5. Lampiran baku mutu air

6. Lampiran resume kata baku

7. Lampiran jurnal ilmiah mengenai penyelesaian sengketa pencemaran

lingkungan

8. Lampiran kartu bimbingan skripsi

9. Lampiran hasil kesepakatan mediasi

10. Lampiran PP No. 27 Th. 1999

11. Lampiran UU No. 23 Th. 1997

(18)

SURAT PERNYATAAN

Saya yang bertanda tangan dibawah ini :

Nama : Diswo Rismi

Tempat/Tgl Lahir : Gresik, 22 Desember 1988

NPM : 0771010075

Konsentrasi : Pidana

Alamat : Sidotompo III/1, Gresik

Menyatakan dengan sebenarnya bahwa skripsi saya dengan judul :

“PENYELESAIAN SENGKETA NON LITIGASI ATAS PENCEMARAN AIR

SUNGAI BRANTAS OLEH LIMBAH PABRIK KERTAS PT. X DI GRESIK”

dalam rangka memenuhi syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Hukum pada

Fakultas Hukum Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur adalah

benar-benar hasil karya cipta saya sendiri, yang saya buat sesuai ketentuan yang

berlaku, bukan hasil jiplakan (plagiat).

Apabila dikemudian hari ternyata skripsi ini hasil jiplakan (plagiat) maka

saya bersedia dituntut di depan Pengadilan dan dicabut gelar kesarjanaan (Sarjana

Hukum) yang saya peroleh.

Demikian surat pernyataan ini saya buat dengan sebenar-benarnya dengan

penuh rasa tanggung jawab atas segala akibat hukumnya.

Mengetahui, Surabaya, 8 Mei 2012

Pembimbing Utama Penulis

(19)

UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN”

J AWA TIMUR

FAKULTAS HUKUM

Nama Mahasiswa : Diswo Rismi

NPM : 0771010075

Tempat/Tgl Lahir : Gresik, 22 Desember 1988 Program Studi : Strata 1 (S 1)

Judul Skripsi :

PENYELESAIAN SENGKETA NON LITIGASI ATAS PENCEMARAN AIR SUNGAI BRANTAS OLEH LIMBAH PABRIK KERTAS PT. X DI GRESIK

ABSTRAKSI

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui penyelesaian sengketa diluar pengadilan (non litigasi) serta hambatan-hanbatan dalam proses penyelesaian sengketa atas pencemaran air Sungai Cabang Kali Brantas yang ditimbulkan oleh limbah pabrik Kertas PT. X di Gresik. Penelitian ini menggunakan metode yuridis sosiologis melalui wawancara. Sumber data diperoleh dari hasil-hasil penelitian, perilaku faktual dari masyarakat, jurnal ilmiah lingkungan hidup dan juga Undang-undang Lingkungan Hidup. Analisa data menggunakan deskriptif kualitatif yang hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa Pencemaran air Sungai Brantas yang ditimbulkan oleh pabrik Kertas PT. X baru terdeteksi sejak tahun 2005-2008, dan penyelesaian sengketa lingkungan yang dipilih adalah melalui mediasi yaitu luar pengadilann (non litigasi) dengan seorang mediator diluar sangkut pautnya dengan PT. X dan warga Wringin Anom, dimana dalam proses mediasi tersebut mengalami hambatan secara eksternal dan internal dan hambatan yang paling dominan adalah secara eksternal yaitu faktor dari bapak Lurah daerah Wringin Anom itu sendiri. Akhirnya pada tahun 2008 sengketa tersebut selesai dan hasil mediasi telah dapat disepakati oleh kedua belah pihak, yang mana PT. X harus membayar ganti rugi Rp 8.500.000,00 dan juga denda berupa pemberian barang-barang/limbah pabrik kepada warga Wringin Anom.

(20)

1.1. Latar Belakang Masalah

Suatu kehidupan sangat diharapkan adanya suatu perusahaan. Karena

perusahaan ibarat paru-paru di dalam kehidupan, dimana saat manusia sulit

bernafas akan tertolong dengan adanya perusahaan yang berperan sebagai

paru-paru tersebut. Disini bermakna bahwa perusahaan memberikan banyak manfaat

bagi setiap orang.

Namun seiring berjalannya waktu, melihat perkembangan zaman yang

semakin maju, yang tidak dapat dipungkiri bahwa perusahaan-perusahaan yang

ada telah menggunakan baik sistem, peralatan maupun peraturannya lebih

kedepan lebih canggih dan modern. Dan secara otomatis hal ini akan

memberikan banyak dampak dan kendala terhadap lingkungan hidup sekitar,

dari tingakatan paling rendah sampai kendala yang paling berat.

Masalah lingkungan pada hakekatnya adalah masalah ekologi

manusia. Masalah lingkungan timbul sebagai akibat adanya perubahan

lingkungan, lingkungan tidak atau kurang sesuai lagi untuk mendukung

kehidupan manusia. Selanjutnya manusia itu sendiri secara berkelanjutan terus

memikirkan upaya bagi perlindungan dan pelestarian fungsi lingkungan hidup,

diantaranya dengan menerapkan hukum lingkungan.

(21)

Sungguh memprihatinkan melihat adanya Pabrik Kertas di Gresik

yang memberikan dampak negatif karena tidak memperhatikan keseimbangan

lingkungan hidup. Dimana perusahaan tersebut secara sembarangan membuang

limbah kertasnya kesungai yang menyebabkan pencemaran air. Hal tersebut

sangat merugikan banyak pihak, baik warga setempat, lingkungan setempat

maupun warga dan lingkungan sekitar yang dilewati aliran sungai. Terutama

yang ikut memanfaatkan air sungai, misal untuk pengairan sawah, kebun dan

lingkungan, untuk memelihara ternak, serta terutama bagi ikan, hewan-hewan

dan kehidupan sehat air sungai.

Hal ini secara otomatis dapat menimbulkan ketegangan dan

kekesalan para warga dan pihak-pihak lain. Sebab walaupun perusahaan

tersebut sudah memiliki ijin mendirikan suatu pengusahaan terhadap kertas,

tetapi dengan adanya pencemaran air disungai dapat disimpulkan bahwa

perusahaan tersebut tidak memperhatikan Undang-undang Nomor 32 Tahun

2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (selanjutnya

disingkat dengan Undang-undang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan

Hidup).

Terbukti tahun 2005-2008 terjadi sengketa perusahaan dengan

warga. Dimana Warga menggugat perusahaan atas pencemaran air yang

dilakukan oleh perusahaan kertas tersebut. Warga menuntut Lingkungan hidup

(22)

perlindungan hak setiap orang untuk memperoleh Lingkungan hidup yang baik

dan sehat. Sebab pada waktu itu adalah puncak kekesalan warga terhadap

dampak-dampak negatif yang diberikan oleh perusahaan terhadap warga dan

lingkungan. Dimana aktivitas warga dari air sungai macet karena limbah

perusahaan yang bau dan berbahaya tersebut telah meracuni air sungai,

terbukti dengan adanya dua anak yang sakit akibat mandi dsungai serta adanya

ikan-ikan yang mati yang mengapung dpermukaan air.

Tetapi dengan adanya kejadian-kejadian seperti itu perusahaan kertas

tersebut tetap tidak mengeluarkan tindakan apapun yang diharapkan warga.

Karena Perusahaan tersebut merasa telah berjasa karena banyak warga sekitar

yang menjadikan perusahaan tersebut sebagai paru-paru kehidupan keluarga

mereka. Dan hal inilah yang menyebabkan bersitegangan antara perusahaan

dan warga dari tahun 2005-2008.

Penjelasan umum Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23

Tahun 1997 Tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup memberikan peluang yang

lebih jelas untuk melakukan penegakan hukum bagi seseorang atau penanggung

jawab usaha atau kegiatan yang melakukan pencemaran atau kerusakan

lingkungan untuk itu perlu penegakan supermasi hukum yang tegas, adil dan

bermanfaat bagi rakyat dan Bangsa Indonesia serta makhluk hidup lainnya demi

kelangsungan kualitas hidup itu sendiri.

Secara global, ilmu pengetahuan dan teknologi telah meningkatkan

(23)

ditandai oleh pemakaian produk berbasis kimia telah meningkatkan produksi

limbah berbahaya dan beracun. Hal itu merupakan tantangan yang besar

terhadap cara pembuangan yang aman dengan resiko yang kecil terhadap

lingkungan hidup, kesehatan dan kelangsungan hidup manusia dan makhluk

hidup lain. Menyadari hal tersebut di atas, bahan berbahaya dan beracun serta

limbahnya perlu dikelola dengan baik.

Pengelolaan limbah industri modern yang baik pada akhirnya akan dapat

menghilangkan atau setidaknya meminimalisir resiko dampak besar dari

pembangunan terhadap kualitas lingkungan hidup dan kesehatan manusia.

Perkembangan pembangunan menuntut pertumbuhan secara ekuivalen dengan

perkembangan masyarakat yang semakin sadar akan hak-haknya, diantaranya

hak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat.

Perusakan lingkungan dilakukan karena kurang memperhatikan

ekosistem,yang tidak jarang kita lihat disebabkan karena limbah industri.

Pengertian pencemaran itu sendiri adalah masuknya atau dimasukkannya

makhluk hidup, zat, energy dan atau komponen lai kedalam lingkungan dan atau

berubahnya tatanan lingkungan sehingga kualitas lingkungan tidak pada titik

standartnya dan menyebabkan lingkungan berubah menjadi kurang atau tidak

dapat berfungsi lagi sesuai dengan peruntukkannya.1

Sejalan dengan peningkatan kesadaran masyarakat tersebut, mendorong

munculnya tuntutan agar berbagai aktivitas pembangunan seperti aktivitas

(24)

industri dapat dijalankan secara lebih bertanggung jawab terhadap lingkungan,

melalui suatu perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi yang mengintegrasikan

prinsip-prinsip pelestarian daya dukung lingkungan, sehingga dampak buruk

yang sekiranya muncul dapat diperkirakan, diantisipasi, dikurangi atau bahkan

dihilangkan sama sekali.

Adakalanya manusia mencari kebenaran dengan melalaui pikiran yang

kritis ataupun berdasarkan pengalaman. Usaha inipun belum merupakan

kegiatan ilmiah yang seutuhnya, oleh karena itu tidak jarang mengabaikan

sistematika dan metodologi tertentu, serta juga tidak dilandaskan pada kekuatan

pemikiran yang mantap. Usaha lainya adalah melalui penelitian secara ilmiah :

artinya suatu metode yang bertujuan untuk mempelajari satu atau beberapa

gejala, dengan jalan menganalisanaya dan dengan mengadakan pemeriksaan

yang mendalam terhadap fakta tersebut, untuk kemudian mengusahakan suatu

pemecahan atas masalah-masalah yang ditimbulkan oleh fakta tersebut.2

Namun yang terjadi juga masih terdapat kecenderungan dimana

penanggung jawab usaha atau kegiatan mengabaikan berbagai

persyaratan-persyaratan lingkungan seperti Analisis Mengenai Dampak Lingkungan

(AMDAL), UPL dan pengoperasian Unit Pengolah Limbah (UPL) serta

persyaratan lainnya. Cukup banyak kasus-kasus yang terjadi dimana UPL tidak

dioperasikan dan limbah cair yang mengandung Bahan Berbahaya dan Beracun

(B3) dibuang begitu saja ke media lingkungan.

(25)

Pihak lain, masyarakat yang dirugikan atas tindakan pencemaran

lingkungan, sebagaimana yang terjadi di Desa Sumengko, Kecamatan

Wringinanom, Kabupaten Gresik pada tahun 2005, yang tidak mampu

mengajukan sendiri kompensasi, baik kompensasi berupa ganti rugi maupun

tindakan perbaikan atau pemulihan lingkungan, karena alasan ketidaktahuan

peraturan perundangan yang akan dijadikan pijakan penuntutan dan kedua faktor

biaya yang bagi mereka masih menjadi keragu-raguan karena dibayangi akan

resiko kalah bila menuntut ke Pengadilan.

Kepastian hukum menghendaki bagaimana hukumnya dilaksanakan

tanpa peduli bagaimana pahitnya hal ini dimaksudkan agar tercipta ketertiban

dalam masyarakat. Sebaliknya masyarakat menghendaki adanya manfaat dalam

pelaksanaan peraturan atau penegakan hukum lingkungan tersebut artinya

peraturan dibuat dengan tujuan untuk kepentingan masyarakat, sehingga jangan

sampai terjadi bahwa, karena dilaksanakannya peraturan tersebut masyarakat

justru menjadi resah. Keadilan dalam penegakan hukum lingkungan keadilan

harus diperhatikan namun demikian bukan tidak identik keadilan hukum itu

sifatnya umum mengikat semua orang. 3

1.2. Rumusan Masalah

1. Bagaimanakah penyelesaian sengketa non litigasi atas pencemaran air sungai

Brantas oleh pabrik kertas PT. X di Gresik?

3

(26)

2. Apakah hambatan dalam penyelesaian sengketa non litigasi atas pencemaran

air sungai Brantas oleh pabrik kertas PT. X di Gresik?

1.3 Tujuan Penelitian

1. Untuk memberikan penjelasan tentang penyelesaian sengketa non litigasi atas

pencemaran air sungai Brantas oleh pabrik kertas PT. X di Gresik.

2. Untuk mengetahui hambatan-hambatan dalam penyelesaian sengketa non

litigasi atas pencemaran air sungai Brantas oleh pabrik kertas PT, X di Gresik.

1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 Manfaat Teor itis :

a. Pengembangan ilmu pengetahuan hukum mengenai perlindungan dan

pengelolaan Lingkungan Hidup seperti yang diatur dalam UU

Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.

b. Pengembangan Pengetahuan mengenai Penyelesaian Sengketa

pencemaran air.

1.4.2 Manfaat Pr aktis :

a. Bagi Pabr ik

1.Agar tidak ada pencemaran air karena limbah yang ditimbulkan.

2. Agar lebih memperhatikan keadaan lingkungan sekitar dan juga

keseimbangan lingkungan.

3. Agar lebih memikirkan daya gerak perusahaanya supaya terhindar

dari sengketa-sengketa Lingkungan Hidup baik antara Perusahaan

(27)

b. Bagi Masyar akat

1. Agar terciptanya suatu keseimbangan Lingkungan Hidup.

2. Agar mendapatkan jaminan kepastian hukum terhadap hak tiap orang

mendapat Lingkungan hidup yang baik dan sehat bagi warga

masyarakat.

c. Bagi Pemer inta h

1. Agar lebih mengikuti, memperhatikan dan mengawasi adanya

kasus-kasus Lingkungan hidup seperti pencemaran air oleh pabrik kertas

2. Agar dipahami bahwa penjagaan terhadap lingkungan hidup

diperlukan adanya kerjasama dan peran dari pemerintah, masyarakat

dan juga perusahaan.

1.5 Kajian Pustaka

1.5.1 Tinja uan Umum tentang Pencemar an Lingkungan Hidup

Pencemaran menurut pasal 1 butir 12, adalah masuknya atau

dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi, dan atau komponen lain

kedalam lingkungan hidup oleh kegiatan manusia sehingga kualitasnya lain

sampai ke tingkat tertentu yang menyebabkan lingkungan hidup tidak dapat

berfungsi sesuai dengan peruntukannya. Jadi elemen-elemen dari

pencemaran adalah :

1. Masuknya atau dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi dan atau

(28)

2. Kualitas lingkungan turun ke tingkat tertentu.

3. Lingkungan tidak dapat berfungsi sesuai peruntukannya.

Penentuan kriteria tercemarnya atau telah rusaknya lingkungan adalah

menggunakan kriteria ilmiah dan Baku Mutu Lingkungan (BML),

lingkungan tercemar adalah:

1. Kalau suatu zat, organisme atau unsur-unsur yang lain (gas, cahaya,

energi) telah tercampur (terintroduksi) ke dalam sumber daya atau

lingkungan tertentu.

2. Karenanya menghalangi mengganggu fungsi dan atau peruntukan dari

pada sumber daya atau lingkungan tersebut.

Pencemaran air (sungai), udara dan perusakan hutan merupakan kasus

lingkungan yang acapkali dominan dan menonjol. Pencemaran secara garis

besar diklasifikasikan menjadi empat, yaitu pencemaran udara, pencemaran

air, pencemaran tanah dan pencemaran kebudayaan. Sedangkan untuk

bahan pencemarannya diklasifikasikan menjadi empat, yaitu pencemar

fisik, pencemar biologis, pencemar kimiawi dan sosial budaya. Jika

demikian, cara litigasi (melalui pengadilan) atau non litigasi (melalui luar

pengadilan) perlu untuk menjadi pilihan dalam menyelesaikan

sengketa-sengketa yang muncul di lapangan.

Penegakkan hukum Lingkungan berkaitan erat dengan aparatur dan

(29)

tiga bidang hukum yaitu administratif, perdata dan pidana. Dengan

demikian penegakkan hukum lingkunga merupakan upaya untuk mencapai

ketaatan terhadap peraturan dan persyaratan dalam ketentuan hukum yang

berlaku secara umum dan individual, melalui pengawasan dan penerapan

(ancaman) sarana administratif, keperdataan, kepidanaan.4

1.5.2 Tinjauan Umum Tenta ng Penyelesaian Sengk eta Lingkungan Hidup

UU Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup mengatur

berbagai hal mengenai jika terjadi sengketa antara para pihak, upaya

penyelesaiannya dapat dilakukan melalui 2 (dua) jalur, yaitu:

1. Penyelesaian sengk eta di luar pengadilan (non Litigasi)

Pada prinsipnya upaya penyelesaian sengketa lingkungan di luar

pengadilan diselenggarakan untuk mencapai kesepakatan mengenai:

a. Bentuk dan besarnya ganti rugi dan/atau

b. Mengenai tindakan tertentu dalam upaya tidak terulanginya dampak

negatif terhadap lingkungan hidup.

Penyelesaian sengketa di luar pengadilan, disamping melibatkan

pihak pencemar, masyarakat, pemerintah, juga membuka kemungkinan

digunakannya jasa pihak ketiga. Jasa pihak ketiga ini dapat diperoleh,

misalnya pihak yang memiliki kewenangan dalam mengambil keputusan

(pemerintah) maupun yang tidak memiliki kewenangan dalam

mengambil keputusan, misalnya Pusat Studi Lingkungan ( P S L ),

(30)

Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), dan lain-lain. Gagasan yang

tertuang dalam UU Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup ini

sangat menarik, yaitu dengan diperbolehkannya membentuk lembaga

penyedia jasa pelayanan penyelesaian sengketa lingkungan hidup yang

bersifat bebas, dan tidak berpihak. Hal ini perlu diantisipasi oleh PSL

maupun LSM-LSM sebagai alternatif tambahan kegiatan bagi

kepentingan pelestarian fungsi lingkungan hidup.

Selanjutnya dalam hal menggugat dalam kasus pencemaran dan/atau

perusakan lingkungan hidup dapat dilakukan oleh:

a. Orang perorangan atau masyarakat

b. Instansi pemerintah

c. Organisasi lingkungan hidup.

Masyarakat sebagai korban akibat pencemaran atau perusakan

lingkungan hidup memiliki hak menggugat, demikian juga instansi

pemerintah yang bertanggung jawab di bidang lingkungan hidup yang

bertindak untuk kepentingan masyarakat. Khusus hak menggugat bagi

organisasi lingkungan hidup, hak tersebut hanya terbatas pada tuntutan

atas hak melakukan tindakan tertentu tanpa adanya tuntutan ganti rugi,

kecuali biaya atau pengeluaran riil.

Cara non litigasi sering dikenal ADR (alternative dispute

(31)

yang digunakan dalam ADR cukup beragam, tetapi yang umum atau

biasa digunakan adalah : Negosiasi, Mediasi, Arbitrase. Penyelesaian

diluar jalur pengadilan atau jalur musyawarah ini dilakukan secara

sukarela oleh para pihak yang bersengketa, dimaksudkan penyelesaian

kasus lingkungan tanpa melalui putusan pengadilan. 5

a.Model Negosiasi

Negosiasi adalah penyelesaian masalah melalui diskusi

(musyawarah) secara langsung antara pihak-pihak yang bersengketa

yang hasilnya diterima oleh para pihak tersebut. Negosiasi merupakan

proses upaya untuk mencapai kesepakatan dengan pihak lain, suatu

proses interaksi dan komunikasi yang dinamis dan beraneka ragam,

dapat lembut dan bernuansa, sebagaimana manusia itu sendiri.

b.Model Mediasi

Mediasi adalah upaya menyelesaikan sengketa (lingkungan)

melalui perundingan dengan bantuan pihak ketiga netral (mediator)

guna mencari bentuk penyelesaian yang dapat disepakati para pihak.

Mediasi, Mediasi merupakan intervensi dalam sebuah sengketa

atau negosiasi oleh pihak ketiga yang bisa diterima pihak yang

bersengketa, bukan merupakan bagian dari kedua belah pihak, yang

bersifat netral. Pihak ketiga ini mempunyai wewenang untuk

mengambil keputusan. Dia bertugas untuk membantu pihak-pihak

(32)

yang bertikai agar secara sukarela mau mencapai kata sepakat yang

diterima oleh masing-masing pihak dalam sebuah persengketaan.

Contohnya seperti Penyelesaian sengketa kasus pencemaran air

yang dilakukan pabrik Kertas milik Jawa Pos terhadap cabang kali

Brantas yang memilih jalur non Litigasi melalui mediasi dengan

menunjuk sebuah mediator yang berasal dari lain daerah setempat,

yang pada akhirnya tercapai keputusan bersyarat.

c.Model Arbitrase

Arbitrase adalah cara penyelesaian satu perkara perdata di luar

pengadilan umum yang didasarkan pada perjanjian arbitrase yang

dibuat secara tertulis oleh para pihak yang bersengketa. Dari

bentuknya di Indonesia dikenal dua macam lembaga arbitrase, yaitu

arbitrase institusional dan arbitrase ad. hoc. Arbitrase institusional

adalah arbitrase yang sifatnya permanen dan melembaga, yaitu suatu

organisasi tertentu yang menyediakan jasa administrasi yang meliputi

pengawasan terhadap proses arbitrase, aturan-aturan prosedur sebagai

pedoman bagi para pihak, dan pengangkat para arbiter.

Proses sengketa non Litigasi umumnya melalui tiga atau fase, yaitu:

1) Pra konflik adalah konflik berasal dari munculnya keluhan-keluhan

dari salah satu pihak terhadap pihak lain (individu atau kelompok)

(33)

secara tidak wajar, kasar, dilukai hatinya dan lain-lain.

2) Konflik adalah pihak lain menunjukkan reaksi negatif berupa sikap

yang bermusuhan atas munculnya keluhan dari pihak yang pertama,

terjadi konfrontasi.

3) Sengketa adalah konflik antar pihak tersebut dibawa dan

ditunjukkan ke arena publik (masyarakat) yang kemudian diproses

menjadi kasus perselisihan dalam instansi penyelesaian sengketa

yang berperan maupun yang ditunjuk, maka konflik telah

meningkat menjadi sengketa dan konfrontasi antara pihak yang

berselisih.

2. Penyelesaian Sengketa Melalui J alur Pengadilan (Litigasi)

Penyelesaian sengketa melalaui pengadilan adalah suatu proses

beracara biasa. Penyelesaian sengketa melalui pengadilan dapat juga

digunakan oleh pihak yang memilih penyelesaian sengketa diluar

pengadilan, tetapi dengan satu syarat bahwa penyelesaian sengketa diluar

pengadilan itu dinyatakan tidak berhasil mencapai kesepakatan.6

Upaya penyelesaian sengketa melalui jalur pengadilan dapat

melalui aspek hukum perdata dan aspek hukum pidana :

(34)

a. Aspek hukum perdata

Dalam aspek hukum perdata, pencemar dan/ atau perusak

lingkungan wajib membayar ganti rugi dan/ atau melakukan tindakan

tertentu (Pasal 34 UUPLH 1997). Pada saat melakukan tindakan

tertentu tersebut, hakim dapat menetapkan pembayaran uang paksa

atas setiap hari keterlambatan penyelesaian tindakan tertentu itu.

Penyelesaian sengketa dalam aspek hukum perdata berupa

ganti rugi umumnya didasarkan atas:

1) T idak dipenuhinya kewajiban perjanjian sebagaimana tercantum

dalam Pasal 243 KUH Perdata

Jika dalam kegiatan usaha/industri terjadi pencemaran,

perusakkan lingkungan maka penyelesaian sengketa secara litigasi

dalam aspek hukum perdata adalah harus dipenuhi kewajiban dari

perencana usaha/pengusaha sesuai perjanjian yang berupa ganti

rugi sesuai dengan maksud dari pasal 243 KUH Perdata.

1) Perbuatan melawan hukum, sebagaimana tercantum dalam pasal

1365 KUH Perdata.

Pasal 1365 KUH Perdata berbunyi ”Tiap perbuatan

melanggar hukum, yang membawa kerugian pada orang lain,

mewajibkan orang yang karena salahnya menerbitkan kerugian

itu, mengganti kerugian tersebut”.

Pasal ini terkait dan menjadi ketentuan dalam penyelesaian

(35)

perdata. Kaitannya adalah jika ada suatu perbuatan melanggar

hukum/melawan hukum secara perdata penyelesaiannya adalah

dengan ganti rugi.

Pada kasus perdata, prinsip yang digunakan pada umumnya

adalah proses pembuktian kesalahan dari pencemar dibebankan

pada korban pencemaran atau penggugat. Dengan demikian

penggugat baru akan memperoleh ganti rugi jika ia berhasil

membuktikan adanya unsur kesalahan dari pihak pencemar /

tergugat. Kesalahan merupakan unsur yang menentukan

pertanggungjawaban, dengan demikian jika tidak terbukti

bersalah, maka tidak ada kewajiban membayar ganti kerugian.

Selanjutnya penjelasan Pasal 35 UU No. 23 Tahun 1997

menyebutkan bahwa tanggung jawab mutlak atau strict liability

berarti unsur kesalahan tidak perlu dibuktikan oleh penggugat.

Tanggung jawab mutlak ini merupakan "lex specialis" dari

perbuatan melanggar hukum pada umumnya, yaitu liability based

on fault. Dengan demikian prinsip tanggung jawab mutlak tidak

diperlakukan secara umum pada semua kegiatan yang dapat

menimbulkan pencemaran dan / atau perusakan lingkungan hidup.

Tanggung jawab mutlak tidak berlaku jika pencemaran atau

perusakan lingkungan hidup terjadi disebabkan oleh:

(36)

2) Adanya keadaan terpaksa di luar kemampuan manusia

3) Tindakan pihak ketiga.

2. Aspek Hukum Pidana

Pasal 41 UU Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup

mengisyaratkan bahwa pidana penjara dan denda dapat dikenakan

secara bersamaan bagi pencemar dan/ atau perusak lingkungan hidup,

baik secara melawan hukum atau sengaja, maupun karena kealpaan.

Namun perlu dikemukakan bahwa hukum pidana hendaknya

didayagunakan dengan memperhatikan asas subsidiaritas, yaitu jika:

1. Sanksi bidang hukum lain, yakni sanksi administratif, dan sanksi perdata serta upaya penyelesaian sengketa lingkungan hidup di luar pengadilan setelah diupayakan tidak efektif/tidak akan efektif. 2. Tingkat kesalahan pelaku relatif berat.

3. Akibat perbuatannya relatif besar.

4. Perbuatannya menimbulkan keresahan bagi masyarakat.7

Diutamakannya sanksi perdata dibanding dengan sanksi pidana

merupakan hal yang wajar karena melihat lebih dulu "akibat" yang

ditimbulkan mulai dari ringan sampai paling berat dari suatu pencemaran

atau perusakan lingkungan hidup. Delik lingkungan yang diatur dalam

pasal 41-47 UUPLH adalah delik material yang menyangkut penyiapan

alat-alat bukti serta penentuan hubungan kausal antara perbuatan pencemar

dan tercemar. Pemberian sanksi tegantung besar atau kecilnya akibat yang

ditimbulkan yang berdasar atas :

(37)

a. Bentuk dan besarnya ganti rugi

b. Mengenai tindakan tertentu atas denda dalam upaya tindak

pemulihan.

1.5.3. Tinjauan Umum tentang Analisis Mengenai Dampak Lingkungan

(AMDAL)

AMDAL yaitu singkatan dari Analisis Mengenai Dampak Lingkungan

yang diatur dalam Peraturan Pemerintah No. 27 Tahun 1999. AMDAL

merupakan suatu kajian mengenai dampak positif dan negatif dari suatu

rencana kegiatan atau usaha, yang dipakai pemerintah dalam memutuskan

apakah suatu kegiatan atau usaha layak atau tidak layak lingkungan. Indikator

atau tanda bahwa air telah tercemar adalah adanya perubahan atau tanda yang

dapat diamati melalui :

1. Adanya perubahan suhu air

2. Adanya Perubahan Ph atau konsentrasi ion Hidrogen

3. Adanya perubahan warna, baud an rasa air

4. Timbulnya endapan

5. Adanya mikroorganisme

6. Meningkatnya Radio aktif lingkungan8

Sebagai sebuah produk hukum yang mengendalikan pembangunan,

AMDAL bertujuan untuk :

1. Mewujudkan pembangunan berkelanjutan dan berwawasan lingkungan hidup dalam rangka pembangunan manusia Indonesia seutuhnya dan pembangunan masyarakat Indonesia seluruhnya

(38)

2. Melindungi wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia dari pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup

3. Menjamin keselamatan, kesehatan dan kehidupan manusia

4. Menjaga kelangsungan kehidupan makhluk hidup dan kelestarian ekosistem

5. Menjaga kelestarian fungsi lingkungan hidup

6. Menjamin terpenuhinya keadilan generasi masa kini dan generasi masa depan

7. Menjamin pemenuhan dan perlindungan hak atas lingkungan hidup sebagai bagian dari hak asasi manusia

8. Mengendalikan pemanfaatan sumber daya alam secara bijaksana

9. Mencapai keserasian, keselarasan, dan keseimbangan lingkungan hidup

10. Melibatkan publik dan menjamin keterbukaan proses pengambilan keputusan9

Sedangkan fungsi dari AMDAL itu sendiri merupakan salah satu

upaya pengendalian dampak lingkungan oleh kegiatan pembangunan yang

ditujukan bagi pengambilan keputusan kelayakan lingkungan (perijinan,

studi kelayakan, dan perencanaan pengembangan wilayah) bagi

perencanaan teknologi dan perancangan proses serta membantu

menentukan atau mengidentifikasi aktifitas-aktifitas usaha atau proyek

yang dapat menimbulkan dampak terhadap lingkungan.10

Dari sudut pembangunan nasional masuknya aspek lingkungan

dalam konsepsi pembangunan dikenal dengan prinsip pembangunan yang

berwawasan lingkungan. Untuk itu sebagai warga negara hendaknya

melakukan dan menjaga setiap pembangunan lingkungan agar berada

dalam prinsip pembangunan yang berwawasan lingkungan.11

9

UULH & AMDAL Bab II pasal 3 10 Muhammad Erwin, op.cit., Hal.87

11

Silalahi, Daud, Hukum Lingkungan, PT. Alumni, Bandung, 2001, Hal. 31

(39)

Konsep AMDAL yang mempelajari dampak pembangunan

terhadap lingkungan dan dampak lingkungan terhadap pembangunan juga

didasarkan pada konsep ekologi yang secara umum didefinisikan sebagai

ilmu yang mempelajari interaksi antara makhluk hidup dengan

lingkungannya. AMDAL merupakan bagian ilmu ekologi pembangunan

yang mempelajari hubungan timbale balik atau interaksi antara

pembangunan dan lingkungan.

Pembangunan merupakan proses perubahan yang drencanakan dan

disengaja, untuk meningkatkan tingkat hidup masyarakat. Suatu proses

pembangunan yang berwawasan lingkungan, berasumsi bahwa setiap

kegiatan akan menimbulkan dampak terhadap lingkungan hidup. Menurut

bahasa perundang-undangan yakni Undang-undang Nomor 4 Tahun 1982

Tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Pengelolaan Lingkungan Hidup,

dampak lingkungan merupakan perubahan lingkungan yang diakibatkan

oleh suatu kegiatan.

Selanjutnya Perundang-undangan lain, yakni Peraturan

Pemerintah Nomor 29 Tahun 1986 Tentang Analisa Mengenai Dampak

Lingkungan, menyatakan bahwa dampak penting merupakan perubahan

lingkungan yang sangat mendasar yang diakibatkan oleh suatu kegiatan.

Suatu rencana kegiatan dapat dinyatakan tidak layak lingkungan,

jika berdasarkan hasil kajian AMDAL, dampak negatif yang timbulkannya

tidak dapat ditanggulangi oleh teknologi yang tersedia. Demikian juga,

(40)

besar daripada manfaat dari dampak positif yang akan ditimbulkan, maka

rencana kegiatan tersebut dinyatakan tidak layak lingkungan. Suatu

rencana kegiatan yang diputuskan tidak layak lingkungan tidak dapat

dilanjutkan pembangunannya.

Analisa mengenai dampak lingkungan tersebut mencakup proses

ketatalaksanaan atau konsep, sebagai berikut :

1. Penyajian Informasi Lingkungan

Penyajian informasi lingkungan merupakan telaah secara garis besar tentang :

a. Rencana kegiatan yang akan dilaksanakan b. Rona lingkungan tempat kegiatan

c. Kemungkinan timbulnya dampak Lingkungan oleh kegiatan tersebut d. Rencana Kegiatan pengendalian dampak negatifnya

2. Kerangka Acuan Analisis Dampak Lingkungan Hidup (KA-ANDAL) KA-ANDAL yaitu suatu dokumen yang berisi tentang ruang lingkup serta kedalaman kajian ANDAL. Ruang lingkup kajian ANDAL meliputi penentuan dampak – dampak penting yang akan dikaji secara lebih mendalam dalam ANDAL dan batas-batas studi ANDAL. Sedangkan kedalaman studi berkaitan dengan penentuan metodologi yang akan digunakan untuk mengkaji dampak. Penentuan ruang lingkup dan kedalaman kajian ini merupakan kesepakatan antara Pemrakarsa Kegiatan dan Komisi Penilai AMDAL melalui proses yang disebut dengan proses pelingkupan.

3. Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup (ANDAL)

ANDAL yaitu dokumen yang penting berisi telaahan secara cermat yang cukup detail mengenai keadaan lingkungan terhadap dampak penting dari suatu rencana kegiatan. Dampak-dampak penting yang telah diindetifikasi di dalam dokumen KAANDAL kemudian ditelaah secara lebih cermat dengan menggunakan metodologi yang telah disepakati. Telaah ini bertujuan untuk menentukan besaran dampak. Setelah besaran dampak diketahui, selanjutnya dilakukan penentuan sifat penting dampak dengan cara membandingkan besaran dampak terhadap kriteria dampak penting yang telah ditetapkan oleh pemerintah.

4. Rencana Pengelolaan Lingkungan Hidup (RKL)

(41)

berdasarkan hasil arahan dasar-dasar pengelolaan dampak yang dihasilkan dari kajian ANDAL.

Adapun uraian tentang RKL terdiri dari :

a. Rencana Pengelolaan Lingkungan terdiri dari : 1. Faktor lingkungan yang terkena dampak 2. Sumber dampak

3. Bobot dan tolok ukur dampak 4. Upaya pengelolaan lingkungan b. Pelaksanaan pengelolaan lingkungan

1. Uraian mengenai kelembagaan yang akan berurusan, berkepentingan dan berkaitan dengan pengelolaan lingkungan 2. Rencana kegiatan perlu untuk membentuk unit organisasi yang

bertanggung jawab dibidang lingkungan untuk melaksanakan RKL.

3. Pembiayaan

c. Pengawasan pengelolaan Lingkungan

Uraian mengenai instansi yang akan berperan sebagai pengawas bagi telaksanya RKL.

5. Rencana Pemantauan Lingkungan Hidup (RPL)

RPL yaitu dokumen yang memuat upaya-upaya mencegah, mengendalikan, dan menanggulangi dampak penting lingkungan yang timbul sebagai akibat dari suatu rencana usaha atau kegiatan. RPL merupakan dokumen yang memuat program-program pemantauan untuk melihat perubahan lingkungan yang disebabkan oleh dampak-dampak yang berasal dari rencana kegiatan. Hasil pemantauan ini digunakan untuk mengevaluasi efektifitas upaya-upaya pengelolaan lingkungan yang telah dilakukan, ketaatan pemrakarsa terhadap peraturan lingkungan hidup dan dapat digunakan untuk mengevaluasi akurasi prediksi dampak yang digunakan dalam kajian ANDAL.12

Konsep AMDAL yang mempelajari dampak pembangunan terhadap

Lingkungan dampak lingkungan terhadap pembangunan juga didasarkan pada

konsep ekologi yang secara umum didefinisikan sebagai ilmu yang

mempelajari interaksi antara makhluk hidup dengan lingkungannya. AMDAL

merupakan bagian ilmu ekologi pembangunan yang mempelajari hubungan

timbal balik atau interaksi antara pembangunan dan lingkungan. 13

12

Soekanto, Soerjono, Pokok-pokok Sosiologi Hukum, PT. Grafindo , Jakarta, 1999, Hal.206-207

13

(42)

1.6 Metodologi Penelitian

1.6.1 J enis dan Tipe Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan yaitu Penelitian hukum yuridis

sosiologis, dimana penelitian ini mengkaji hukum yang dikonsepkan

sebagai perilaku nyata, gejala sosial yang sifatnya tertulis, yang dialami

langsung oleh setiap orang dalam hubungan hidup bermasyarakat serta

diatur dalam UU Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.

1.6.2 Sumber Data dan Bahan Hukum

Data yang digunakan dalam penelitian adalah data Primer dan

data Sekunder :

1. Data Primer

Dimana data yang diperoleh secara langsung dari sumber pertama yakni berupa perilaku faktual dari masyarakat melalui penelitian.

2. Data Sekunder

a. Bahan hukum Primer

Bahan hukum yang mempunyai kekuatan hukum mengikat contoh, dokumen hukum, kontrak, putusan hakim dan lain-lain. b. Bahan hukum Sekunder

Bahan hukum yang sifatnya memperjelas bahan hukum Primer contoh, jurnal, hasil-hasil penelitian, media cetak atau elektronik dan lain-lain.

c. Bahan hukum Tersier

Bahan hukum yang memberi petunjuk maupun penjelasan.14

1.6.3 Metode Pengumpulan Data dan Pengolahan Data

1. Data Primer

14

(43)

Data ini diperoleh dengan Wawancara, dimana dilakukan

percakapan langsung dengan pihak-pihak terkait yaitu pihak

perusahan dan pihak masyarakat yang bersangkutan. walaupun

hanya berupa interaksi biasa, yang jelas utamanya adalah ingin

mengetahui kejadian yang ada dengan sebenarnya, seperti

Penyelesaian sengketa yang timbul akibat pencemaran Air yang

dilakukan oleh pabrik kertas di Gresik terhadap lingkungan hidup

masyarakat sekitarnya.

2. Data Sekunder

a. Memahami buku-buku yang sesuai dengan penelitian

b. Mengkaji peraturan yang ada dalam perundang-undangan

c. Mencatat dan mengutip bahan-bahan hukum dari perpustakaan

misal hasil-hasil proposal dan laporan skripsi

d. Mengidentifikasi dan merumuskan hasil-hasil dari penelitian

1.6.4. Metode Analisis Data

Yaitu bersifat deskriptif analitis berupa penggambaran secara

jelas dan runtut fakta-fakta hukum yang ada dimasyarakat mengenai

hal-hal yang menyangkut pencemaran air dan penyelesaian sengketa

non litigasi oleh Perusahaan Kertas PT. X di Gresik.

Berdasarkan sifat penelitian ini yang menggunakan metode

penelitian bersifat deskriptif analistis, analisis data yang digunakan

(44)

Deskriptif tersebut meliputi isi dan struktur hukum positif,

yaitu suatu kegiatan yang dilakukan oleh penulis untuk menentukan isi

atau makna aturan hukum yang dijadikan rujukan dalam

menyelesaikan permasalahan hukum yang menjadi objek kajian.14

1.7 Sistematika Penulisan

Skripsi ini tersusun dalam empat bab. Tiap-tiap bab dibagi beberapa

subbab yang saling mendukung. Bab-bab yang tersusun merupakan suatu

kesatuan yang saling berkaitan antara yang satu dengan yang lain.

Bab Pertama, Pendahuluan. Didalamnya menguraikan tentang latar

belakang masalah, kemudian berdasarkan masalah tersebut maka dirumuskan

permasalahan. Selanjutnya disajikan tujuan dan manfaat penelitian sebagai

harapan yang ingin dicapai melalui penelitian ini. Kemudian diuraikan

mengenai kajian pustaka, dan selanjutnya diuraikan tentang metode penelitian

mengenai tipe penelitian dan pendekatan masalah, sumber data dan bahan

hukum, langkah penelitian meliputi pengumpulan data, pengolahan data dan

analisis data, lokasi penelitian, jadwal penelitian, rincian biaya dan diakhiri

dengan sistematika penulisan.

Bab kedua, akan dibahas mengenai Penyelesaian Sengketa non

Litigasi Atas Pencemaran Air Sungai Brantas oleh Pabrik Kertas PT. X di

Gresik. Didalamnya berisi mengenai tiga sub bab yang saling berhubungan.

14

(45)

Dimana sub bab pertama berisi gambaran kasus Pencemaran Lingkungan yang

dilakukan oleh Pabrik kertas PT. X karena limbah yang dihasilkan telah

mencemari air sungai ”cabang kali brantas”, yang memberikan kerugian serta

menimbulkan kemacetan aktifitas warga setempat. Kemudian sub bab kedua

mengenai Penyelesaian Sengketa Pencemaran air Sungai Brantas yang

ditimbulkan oleh limbah pabrik Kertas PT. X, tentang bagaimana mengatasi dan

cara menangani pencemaran lingkungan tersebut. Dan sub bab ketiga berisi

analisa mengenai penyelesaian sengketa non litigasi atas pencemaran

Lingkungan hidup yang terjadi pada air cabang kali Brantas yang sebagaimana

telah benar-benar memenuhi kriteria pencemaran Lingkungan sesuai dengan UU

Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup dan AMDAL.

Bab ketiga, akan dibahas mengenai Hambatan dalam Penyelesaian

Sengketa non Litigasi atas Pencemaran Air Sungai Brantas oleh Pabrik Kertas

PT. X di Gresik. Dimana terdiri dari tiga sub bab, sub bab pertama menjabarkan

tentang Hambatan secara internal. Dan di sub bab kedua memberikan penjelasan

mengenai hambatan secara eksternal, dari perusahaan maupun masyarakat

dalam menyelesaikan sengketa pencemaran lingkungan yang pada akhirnya

memilih jalur mediasi sampai keputusan yang brsyarat. Kemudian di sub bab

ketiga memberikan penjelasan mengenai analisa factor-faktor yang menonjol

baik dari masyarakat maupun pihak pabrik sendiri yang menjadi hambatan

dalam penyelesaian sengketa non litigasi “mediasi”

(46)

Bab Keempat, Berdasar uraian - uraian dalam bab dua dan bab tiga

diatas tentang jawaban dari rumusan masalah yang dijadikan obyek penulisan

yang mengenai penyelesaian sengketa non litigasi atas pencemaran air Sungai

Brantas oleh imbah pabrik Kertas PT. X, selanjutnya ditarik kesimpulan serta

saran yang mendukung keseimbangan lingkungan dan dalam penyelesaian

persengketaan lingkungan hidup, sehingga dalam bab keempat sebagai penutup.

(47)

28

BAB II

PENYELESAIAN SENGKETA NON LITIGASI ATAS

PENCEMARAN AIR SUNGAI BRANTAS OLEH LIMBAH

PABRIK K ERTAS PT. X DI GRESIK

2.1 Gambaran Kasus Pencemar an Air Sungai Br antas oleh Pabr ik Ker tas PT.X

di Gr esik

Pabrik Kertas PT. X terletak di Kecamatan Wringin Anon, Desa

Sumengko, Kabupaten Gresik, yang telah mendirikan bangunannya sejak 15

tahun yang lalu berada di kawasan strategis jalur Raya perhubungan wilayah

Mojokerto dengan wilayah Gresik bagian selatan. Sejak tahun 1997

industrialisasi ini aktif dalam produksi kertasnya, yang tidak dapat dipungkiri

hasil usahanya sangat bermanfaat bagi kita terutama dalam menyokong

perekonomian rakyat daerah setempat dan sekitar.

Di samping menghasilkan produk yang bermanfaat bagi masyarakat,

industrialisasi ini juga menimbulkan ekses, yaitu dihasilkannya limbah bahan

berbahaya dan beracun, yang apabila dibuang ke dalam media lingkungan hidup

dapat mengancam kesehatan lingkungan dan kelangsungan hidup manusia serta

makhluk hidup lain.

Pada tahun 2005 pabrik Kertas PT. X ini telah menimbulkan

pencemaran pada air Sungai cabang Kali Brantas. Karena tempat pembuangan

limbah netralnya mengalami sedikit kerusakan. Dimana dalam kegiatan

(48)

tanpa membuat tempat pengelolaan limbah sendiri yang memadai, dimana

limbah yang terbuang tersebut tanpa di sadari sedikit banyak mengandung B3

yaitu bahan beracun dan berbahaya, ini yang sangat mempengaruhi kualitas air

yang sangat jelas memberikan dampak negatif.

Tindakan Pabrik Kertas PT. X yang tidak memperhatikan

keseimbangan lingkungan hidup karena secara sembarangan membuang limbah

kertasnya ke sungai sangat merugikan banyak pihak, baik warga setempat,

lingkungan setempat maupun warga dan lingkungan sekitar yang dilewati aliran

sungai. Terutama yang ikut memanfaatkan air sungai, misal untuk pengairan

sawah, kebun dan lingkungan, untuk memelihara ternak, kegiatan memancing

serta terutama bagi ikan, hewan-hewan dan kehidupan sehat air sungai.

Hal ini secara otomatis menimbulkan ketegangan dan kekesalan para

warga dan pihak-pihak lain. Sebab walaupun perusahaan tersebut sudah

memiliki ijin mendirikan suatu pengusahaan kertas dan juga berjasa terhadap

banyak penduduk di Desa Sumengko, Kecamatan Wringin Anom dan

sekitarnya tetapi dengan adanya pencemaran air disungai serta tidak adanya

tindakan perbaikan dari tahun 2005-2008 dari pabrik, warga menyimpulkan

bahwa perusahaan tersebut tidak bertanggung jawab terhadap dampak-dampak

yang nampak jelas akibat pembuangan limbah sembarangan yang telah

dilakukan oleh Pabrik tersebut dan juga jelas Pabrik tersebut tidak

memperhatikan UU nomor 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan

(49)

Dimana warga berdemo dan berusaha menutup kegiatan usaha Pabrik tersebut,

ulah atas pencemaran air yang dilakukan terhadap cabang kali Brantas di

daerah Sumengko. Warga menuntut lingkungan hidup yang baik dan sehat,

serta agar memperoleh jaminan kepastian hukum dan perlindungan hak setiap

orang untuk memperoleh lingkungan hidup yang baik dan sehat.

Sebab pada waktu itu adalah puncak kekesalan warga terhadap

dampak-dampak negatif yang diberikan oleh perusahaan terhadap warga dan

lingkungan. Dimana aktivitas warga dari air sungai macet total karena limbah

perusahaan yang bau dan berbahaya tersebut telah meracuni air dan seluruh isi

sungai serta ada lebih dari dua anak yang sakit akibat mandi di sungai. Tetapi

dengan adanya kejadian-kejadian seperti itu perusahaan kertas tersebut tetap

tidak mengeluarkan tindakan apapun yang diharapkan warga. Karena

Perusahaan tersebut merasa telah berjasa karena banyak warga sekitar yang

menjadikan perusahaan tersebut sebagai paru-paru kehidupan keluarga mereka.

Dan hal inilah yang menyebabkan bersitegangan antara perusahaan dan warga

dari tahun 2005-2008.

2.2 Penyelesaian Sengketa Non Litigasi atas Pencemar an Air Sungai Brantas

oleh Limbah Pabr ik Ker tas PT. X di Gr esik

Meningkatnya pencemaran dan kerusakan lingkungan di Kota Gresik

salah satunya dilakukan oleh pabrik Kertas PT. X terhadap air Sungai Cabang

(50)

terhadap perusahaan kertas penghasil limbah, yang merugikan masyarakat sekitar

sungai.

Sk ema penyelesaian sengketa non litigasi :

War ga Wr ingin Anom PT. X PIHAK I PIHAK II

H. Sueb MEDIATOR

Kesepakatan : 1. Ganti Rugi 2. Denda

Kasus Pencemaran cabang Kali Brantas, antara masyarakat Kecamatan

Wringin Anom melawan pabrik Kertas PT. X, yang pada akhirnya dapat

diselesaikan dengan cara penyelesaian sengketa di luar pengadilan (non litigasi),

berupa “mediasi” yang dipilih, dimana melalui perundingan dengan bantuan

pihak ketiga netral (mediator) guna mencari bentuk solusi sengketa pencemaran

tersebut yang dapat disepakati oleh pihak Pabrik dan pihak masyarakat yang

dirugikan.

Pihak ketiga ini tak lain adalah pemuka agama di luar daerah setempat,

yang pada mediasi tersebut mempunyai wewenang untuk mengambil keputusan.

(51)

dalam persengketaan pencemaran lingkungan tersebut.

Pada akhirnya tercapailah suatu keputusan dimana proses mediasi sampai

kesepakatan didapat yang telah disaksikan oleh bapak Lurah setempat agar lebih

memiliki jaminan hukum baik bagi masyarakat maupun pabrik itu sendiri.

Dimana hasilnya tercapai sepakat selesai dengan syarat, pabrik tersebut

memberikan ganti rugi atas kerusakan-kerusakan yang terjadi akibat limbahnya

yang sembarangan dibuang dikali Brantas.

Pengambilan kesepakatan ganti rugi dalam penyelesaian sengketa air ini

memiliki banyak hambatan, antara lain kurangnya partisipasi dari bapak Lurah

setempat karena dianggap sebagai panutan warga dan paling mengerti nominal

atau berapakah jumlah yang patut yang dikenakan terhadap ulah pabrik Kertas

tersebut. Kemudian faktor dari warga, karena sebagian warga kurang

memberikan partisipasinya dalam proses penyelesaian sengketa ini karena rasa

takut kehilangan pekerjaan. Faktor dari pemerintah daerah setempat yang paling

dominan dalam penyelesaian sengketa ini mulai dari dukungan biaya, tempat

dilaksanakannya mediasi dan partisipasi-partisipasi lain yang dibutuhkan dalam

penyelesaian sengketa.

2.3Analisa atas Penyelesaian Sengketa non litigasi atas Kasus Pencemar an Air

Sungai Brantas di Gr esik dengan UUPPLH dan AMDAL

Menurut Pasal 1 butir 19 Undang-Undang No. 23 Tahun 1997, yang

(52)

perusakan lingkungan hidup. Sedangkan yang dimaksud dengan pencemaran

lingkungan hidup menurut Pasal 1 butir 12 Undang-Undang No. 23 Tahun 1997

adalah masuknya atau dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi, dan/atau

komponen lain ke dalam lingkungan hidup oleh kegiatan manusia sehingga

kualitasnya turun sampai ke tingkat tertentu yang menyebabkan lingkungan

hidup tidak dapat berfungsi sesuai dengan peruntukannya.

Untuk mengatasi permasalahan sengketa lingkungan hidup tersebut, Pasal

30 Undang-Undang No. 23 Tahun 1997 telah menentukan bahwa :

1. Penyelesaian sengketa lingkungan hidup dapat ditempuh melalui pengadilan atau di luar pengadilan berdasarkan pilihan secara sukarela pihak yang bersengketa.

2. Penyelesaian sengketa di luar pengadilan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku terhadap tindak pidana lingkungan hidup sebagaimana diatur dalam UU ini.

3. Apabila telah dipilih upaya penyelesaian sengketa lingkungan hidup di luar pengadilan, gugatan melalui pengadilan hanya dapat ditempuh apabila upaya tersebut dinyatakan tidak berhasil oleh salah satu atau para pihak yang bersengketa.

Dari sudut pembangunan nasional masuknya aspek lingkungan dalam

konsepsi pembangunan dikenal dengan prinsip pembangunan yang berwawasan

lingkungan. Untuk itu sebagai warga negara hendaknya melakukan dan menjaga

setiap pembangunan lingkungan agar berada dalam prinsip pembangunan yang

berwawasan lingkungan

Penjelasan umum Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23

Tahun 1997 Tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup memberikan gambaran

yang jelas untuk melakukan penegakan hukum bagi seseorang atau penanggung

(53)

yang banyak berdiri kegiatan usaha maupun industrialisasi, walaupun keberadaan

kegiatan usaha itu sangat dibutuhkan dan menguntungkan bagi warga karena

sedikit banyak memberikan santunan, sedikit banyak warga yang dipekerjakan

diperusahaan tersebut, tetap penanggung jawab usaha/kegiatan memerlukan

penegakan supermasi hukum yang tegas, adil dan bermanfaat bagi rakyat.

Tidak lain seperti keberadaan pabrik Kertas PT. X di desa Sumengko,

dimana keberadaannya bermanfaat bagi banyak orang, karena tidak sedikit yang

menjadikan perusahaan tersebut sebagai paru-paru kehidupan. Tetapi walaupun

sudah jelas pabrik tersebut sangat berjasa bagi warga tetap penegakkan hukum

yang tegas dan adil harus dijalankan, agar tidak terjadi kembali pencemaran

lingkungan yaitu terhadap air Sungai Cabang Kali Brantas karena limbah

perusahaan yang kurang terorganisir.

Dimana terjadinya pencemaran air didominankan karena tidak adanya

atau tidak memadainya unit pengolah limbah maupun lokasi pembuangan limbah

untuk sampai pada pernyataan limbah netral dan dapat dibuang disungai karena

aman. Ketidakpatuhan para penanggung jawab kegiatan yang disebabkan oleh

sikap “eksternalitas negatif” yaitu keengganan menanggung biaya dalam

pengolalahan limbah.

Kurangnya kesadaran, partisipasi dan juga kepedulian pabrik Kertas PT.

X akan limbah yang dihasilkan dari kegiatan industrialisasinya tidak heran

(54)

karena ulah pabrik Kertas tersebut pasti banyak dampak-dampak negatif yang

ditimbulkan dan secara otomatis hal ini menimbulkan sengketa lingkungan antara

pabrik Kertas tersebut dengan warga setempat, sehingga penyelesaian sengketa

harus dilakukan.

Apalagi melihat kurangnya kepedulian dan tanggung jawab dari pihak

pabrik akan akibat yang ditimbulkan dan melihat lembaga pemerintah daerah

yang kurang memadai, dari tahun 2005-2008, tidaklah heran apabila melalui

gerakan massa warga melakukan penekanan dan protes terhadap pabrik Kertas

PT. X dan juga terhadap pemerintah daerah Kabupaten Gresik.

Menyikapi hal tersebut karena sudah terlanjur mencemari cabang Kali

Brantas dan terbukti tidak bertanggung jawab maka warga melalui gerakan massa

melakukan demo dan berusaha menghentikan kegiatan pengusahaan kertas

tersebut. Dari sini dapat diketahui dimana bukan hanya pabrik saja yang

memberikan ulah negatif yaitu pencemaran air tetapi warga juga tidak patut

apabila langsung menghakimi sendiri perusahaan kertas PT. X. Yang lebih baik

adalah penekanan dan protes kepada Pemerintah Kabupaten Gresik atas limbah

perusahaan Kertas PT. X adalah jalan yang benar yang lebih dahulu ditempuh

apabila cara laporan secara baik-baik terhadap Pemerintah Kabupaten Gresik

tidak membuahkan hasil.

Akhirnya, Pabrik Kertas PT. X karena merasa resah dan

(55)

sengketa lingkungan ini. Atas musyawarah bersama yang dikepalai oleh Lurah

Setempat Kasus ini telah disepakati untuk diselesaikan melalui penyelesaian

sengketa di luar pengadilan, khususnya dengan cara “mediasi” dengan mediator

berasal dari lain daerah yaitu pemuka agama bernama Aba Sueb. Dengan

keputusan yang disepakati adalah pihak pabrik Kertas memberikan ganti

kerugian atas limbah pengusahaan Kertasnya yang menimbulkan pencemaran air

di cabang Kali Brantas.

Dari sini dapat diketahui bahwa pabrik Kertas PT. X telah benar-benar

melakukan pencemaran lingkungan, dengan melanggar pasal 1 butir 12 yang

mengakibatkan lingkungan hidup tidak dapat diperuntukkan lagi sesuai fungsinya

dari tahun 2005-2008. Kemudian atas kasus ini secara otomatis menimbulkan

adanya sengketa lingkungan sesuai pasal 1 butir 19 Undang-undang Nomor 23

Tahun 1997 antara warga Wringin Anom dengan pabrik Kertas PT. X. Dan pada

tahun 2008 penyelesaian sengketa non Litigasi melalui Mediasilah yang mampu

menyelesaikan kasus lingkungan hidup ini. Bahwa pabrik Kertas PT. X harus rela

merogoh uang perusahaannya sebagai biaya ganti rugi atas tindakan produksi

kertasnya.

Ganti rugi yang pertama berupa, biaya yang dikeluarkan antara lain guna

pemulihan lokasi atau pembersihan lokasi yang dijadikan tempat pembuangan

limbah yaitu emperan kali agar dapat kembalikan seperti semula sesuai

fungsinya, dapat ditanami tumbuhan pangan oleh warga sebesar Rp

(56)

berupa barang-barang atau limbah perusahaan yang tidak terpakai yang dapat

dikelolah kembali oleh warga agar diberikan kepada warga, sebagai timbal balik

bahwa perusahaan dapat membuang limbahnya kesungai dengan syarat limbah

netral dan warga juga mendapatkan ganti rugi langsung atas tindakan itu.

Penyelesaian sengketa terhadap pencemaran lingkungan oleh PT. X

tersebut akhirnya telah menemukan titik temu melalui mediasi dengan berbagai

faktor dan hambatan hingga tercapai sebuah keputusan yang disepakati dan

dianggap menguntungkan bagi kedua belah pihak. Hingga saat ini keputusan dari

penyelesaian sengketa diatas yang melalui jalur non litigasi yang diatur dalam

Undang-undang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, telah berjalan

sesuai perjanjian, dimana warga sudah menerima ganti rugi biaya sebesar RP

8.500.000,00 dan juga dari tahun 2009 warga sudah menerima barang-barang

atau limbah perusahaan yang masih bermanfaat bagi warga karena dapat

dikelolah kembali, yang dianggap patut untuk dihancurkan oleh perusahaan.

Terutama untuk saat ini, dari tahun 2009 pabrik PT. X telah mengalami

perkembangan dalam mengelolah limbahnya. Perusahaannya semakin maju,

semakin berhati-hati dalam tiap kegiatan usahanya yang menghasilkan limbah

untuk menjaga keseimbangan lingkungan, serta berpartisipasi dalam tiap

Kegiatan warga terutama yang menyangkut barang perusahaan yang

dimanfaatkan kembali oleh warga. PT. X telah memiliki lokasi yang memadai

(57)

dianggap pemborosan biaya karena pengeluaran dana untuk limbah.

Melihat keputusan yang telah disepakati dalam proses mediasi dalam

penyelesaian sengketa lingkungan tersebut telah benar-benar dilaksanakan oleh

PT. X bahkan sampai saat ini industrialisasi ini terus mengalami perkembangan,

baik dalam kemajuan industri atau kegiatannya, makin menyejahterakan

perekonomian warga terutama dalam pengelolaan limbah produksinya. Warga

juga terus berpartisipasi dalam kegiatan industri kertas tersebut, warga siap sedia

siap membantu keluhan ataupun kebutuhan dari PT. X dan hingga saat ini tidak

ada lagi pencemaran yang ditimbulkan oleh PT. X yang berada di Kecamatan

Wringin Anom.

Pada kasus pencemaran air yang terjadi tersebut, penyelesaian sengketa

non litigasi khususnya melalui mediasi yang telah dilakukan telah membawa

hasil. Dimana sesuai dengan peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 1983

bahwa setiap sengketa yang terjadi baik secara litigasi maupun non litigasi wajib

mendahulukan mediasi. Yaitu proses penyelesaian sengketa alternatif dengan

cara perundingan antara pihak-pihak yang bersengketa dengan bantuan seorang

mediator, seperti halnya penyelesaian sengketa antara pabrik Kertas PT. X

dengan warga Wringin Anom, desa Sumengko yang mendahulukan proses

mediasi atas pilihan dari kedua belah pihak yang dibantu oleh seorang mediator

yaitu pemuka agama dari lain daerah yang dianggap pihak netral, karena tidak

(58)

sebuah keputusan yang telah disepakati, dan dianggap sangat menguntungkan

oleh kedua belah pihak. Kesepakatan tersebut berupa ganti rugi yang tidak

memberatkan pihak pabrik Kertas PT. X, karena adanya kesepakatan kedua yaitu

berupa timbal balik dari PT. X kepada warga Wringin Anom.Yaitu PT. X hanya

dikenakan ganti rugi sebesar Rp. 8.500.000,00 sebagai pemulihan lokasi atau

tanah tempat dijadikannya lokasi pembuangan limbah, dan yang dimaksud

menguntungkan dalam hal ini antara kedua belah pihak adalah :

Untuk pihak pabrik :

1. Nominal sebesar itu tidak membuat perusahaan Kertas tersebut menjadi

tutup.

2. Perusahaan tidak mengalami pengeluaran uang sia-sia dalam nominal besar

dan jauh dari perkiraan bahwa usaha/kegiatannya akan bangkrut karena harus

membayar ganti rugi yang cukup besar.

Untuk pihak warga :

1. Tetap mendapatkan ganti kerugian dari ulah pabrik sesuai yang dibutuhkan

tetapi pabrik tetap buka/tidak tutup karena bangkrut, dan warga Wringin

Anon tetap terus bekerja tidak ada libur karena perusahaan yang dianggap

akan kerepotan mengurusi kasus tersebut.

2. Baik warga setempat maupun sekitar tidak akan kehilangan pekerjaan dan

(59)

timbal balik atas ganti rugi yang ringan untuk PT. X adalah warga harus

menerima barang-barang/yang dianggap tidak layak pakai produksi kertas

daripada dihancurkan oleh pabrik lebih baik diberikan kepada warga Wringin

Anom tepatnya untuk desa Sumengko, yang dianggap menguntungkan dalam hal

ini yaitu :

Untuk pihak pabrik :

1. Pabrik merasa diuntungkan karena diringankan salah satu kegiatannya

sehin

Referensi

Dokumen terkait

Adapun indikator hasil monitoring dan Evaluasi adalah: Sosialisasi dilaksanakan dengan baik, Masyarakat dan stakeholders mengikuti dan merespon kegiatan serta

Hasil pengujian identifikasi senyawa fenol dalam ekstrak maupun fraksi etil asetat daun yakon juga menghasilkan kesimpulan bahwa kedua sampel tersebut positif mengandung senyawa

Percobaan ini dilaksanakan dengan tujuan untuk mengetahui apakah jarak tanam kapas dan pemakaian jenis pupuk KG, Fosfo N dan M-Dext mempunyai pengaruh terhadap

Saran yang dapat digunakan pada penelitian selanjutnya mengenai pengembangan model berbasis agen untuk sistem ketahanan pangan pada sektor pertanian jagung adalah

Meskipun sudah ada penelitian di SDIT Nur Hidayah Surakarta, bahkan penelitiannya juga bersinggungan dengan proses pembelajaran al- Qur‟an, namun penelitian yang

Oleh karena itu dalam pelaksanaan akhlak anak banyak hal yang dilakukan oleh orang tua agar pembinaan akhlak anak lebih baik, melihat realita dilapangan bahwa masih adanya

Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah sampel kering akar gantung Hornstedtia scyphifera var fusiformis Holttum, pelarut teknis yang telah didistilasi yaitu

Penelit ian ini di dapatkan sebanyak 44 jenis tumbuhan pada 3 tingkatan dengan masing- masing individu terdapat yaitu 34 jenis pancang, yang mendo minasi adalah Klokosudang, 37 jenis