• Tidak ada hasil yang ditemukan

oleh: Drs. M. Nurdin, M.M 1

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "oleh: Drs. M. Nurdin, M.M 1"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

Efektivitas Pencegahan dan Pemberantasan Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap Narkoba melalui Penguatan Lembaga Badan Narkotika Nasional sebagai Amanat

UU Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika oleh: Drs. M. Nurdin, M.M1

Sekitar dua ratus tiga puluh juta orang dari seluruh dunia atau sekitar lima persen dari populasi dunia diperkirakan telah menyalahgunakan narkoba minimal sekali menurut data dunia pada 2010. Angka ini anehnya terus merangkak naik pada tahun berikutnya padahal berbagai upaya telah dilakukan dari pemberantasan terhadap pelaku, pengedar, maupun produsennya.2 Tren figur tersebut berlanjut secara stabil di tahun 2012 dan tidak menutup kemungkinan akan menjadi sebuah eskalasi di tahun 2013. Dari sejarah perjalanan peredaran Narkoba di dunia dapat dibuktikan bahwa bahaya penyalahgunaan Narkotika dan peredaran gelapnya mengancam dan merugikan kehidupan manusia; hal yang diamini oleh seluruh negara di dunia. Sejarah panjang tersebut menjadi pengalaman berarti bagi seluruh bangsa dan negara dalam menciptakan sebuah komitmen untuk memberantas Narkotika secara menyeluruh.

Berangkat dari permasalahan tersebut dan sebagai bagian dari kesadaran dan komitmen bersama secara nasional dan transnational, Indonesia telah memiliki sejarah dalam upaya penanggulangan bahaya Narkotika. Dimulai dari dikeluarkannya Instruksi Presiden Republik Indonesia (Inpres) Nomor 6 Tahun 1971 kepada Kepala Badan Koordinasi Intelijen Nasional (BAKIN) untuk menanggulangi 6 (enam) permasalahan nasional yang menonjol, yakni yang salah satunya adalah penanggulangan penyalahgunaan Narkoba.3Namun tindak lanjut yang dilakukan dengan pembentukan Bakolak Inpres di seluruh departemen tersebut belum memiliki komando dan alokasi anggaran yang jelas. Hal ini masih dapat dimengerti karena memang pada masa itu permasalahan Narkoba di Indonesia belum sebesar saat ini. Pemerintah saat itu memandang bahwa permasalahan Narkoba tidak akan menjadi besar mengingat kultur atau kebudayaan masyarakat di Indonesia yang Pancasilais dan agamis. Hal ini yang kemudian mengakibatkan lengahnya pemerintah dan masyarakat Indonesia pada saat itu menghadapi bahaya narkoba. Sehingga pada tahun 1997, yang merupakan juga masa dimana krisis mata uang terjadi, permasalahan narkoba justru meledak.

Menghadapi permasalahan tersebut kemudian, Pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) mengesahkan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1997 tentang Psikotropika dan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1997 tentang Narkotika. Berdasarkan kedua ketentuan tersebut maka dibentuklah

1 Anggota Komisi III DPR RI dari Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (F-PDIP). 2 United Nations Office on Drugs and Crime (UNODC), World Drug Report 2012, New York, 2012, hal. iii – Preface.

3 Enam permasalahan nasional yang menonjol tersebut adalah, yaitu pemberantasan uang palsu, penanggulangan penyalahgunaan narkoba, penanggulangan penyelundupan, penanggulangan kenakalan remaja, penanggulangan subversi, pengawasan orang asing. Diambil dari Wikipedia, Badan Narkotika Nasional pada

(2)

Badan Koordinasi Narkotika Nasional (BKNN) dengan Keputusan Presiden Nomor 116 Tahun 1999, yang beranggotakan 25 (dua puluh lima) Instansi Pemerintah terkait.4 BKNN diketuai oleh Kepala Kepolisian Republik Indonesia (Kapolri) secara ex-officio, namun masih belum memiliki personel yang jelas dan alokasi anggaran sendiri. Pada saat itu anggaran BKNN masih dialokasikan dari anggaran Kepolisian RI.

Fakta di lapangan yang terjadi saat itu adalah kecenderungan peningkatan penyalahgunaan Narkoba secara kuantitatif dan kualitatif dengan perluasan korban terutama di kalangan anak-anak, remaja, dan generasi muda pada umumnya. BKNN kemudian dinilai tidak memadai lagi untuk menghadapi ancaman bahaya narkoba yang makin serius. Oleh karenanya, berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 17 Tahun 2002 tentang Badan Narkotika Nasional (BNN), maka sejak tahun 2003 BNN mendapat alokasi anggaran dari Anggaran dan Pendapatan Belanja Negara (APBN). BNN memiliki tugas utama untuk mengkoordinasikan instansi pemerintah terkait dalam perumusan dan pelaksanaan kebijakan nasional penanggulangan Narkoba dan mengkoordinasikan pelaksanaan kebijakan nasional penanggulangan narkoba. Upaya optimalisasi BNN kemudian juga dilakukan dengan penerbitan Peraturan Presiden Nomor 83 Tahun 2007 tentang Badan Narkotika Nasional, Badan Narkotika Propinsi (BNP) dan Badan Narkotika Kabupaten/Kota (BNK).

Selanjutnya pada Sidang Umum Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Tahun 2002 melalui Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Nomor VI/MPR/2002 telah merekomendasikan kepada Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia dan Presiden RI untuk melakukan perubahan atas Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1997 tentang Narkotika yang direspon dengan pembentukan dan pengesahan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika. Secara umum, BNN dalam UU No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika diberikan kewenangan penyelidikan dan penyidikan tindak pidana Narkotika dan precursor Narkotika yang saat ini dilakukan dengan cara pemiskinan para Bandar dan pengedar Narkoba di segala bidang. BNN dipimpin oleh seorang Kepala BNN yang bertanggungjawab kepada Presiden, yang dibantu oleh seorang Sekretaris Utama, Inspektur Utama dan 5 (lima) deputi yakni Pencegahan, Pemberdayaan Masyarakat, Rehabilitasi, Pemberantasan, dan Hukum dan Kerjasama.5

Berangkat dari hal-hal tersebut di atas dan judul atau tema yang diberikan dalam seminar ini, maka dalam paparan ini akan mendiskusikan mengenai kinerja dan ketentuan terkait dengan kelembagaan, tugas dan fungsi, dan tujuan BNN sesuai dengan basis UU Narkotika. Paparan kajian kualitatif ini kemudian terbagi secara garis besar dalam diskusi mengenai evaluasi terhadap tugas pokok, fungsi, dan kewenangan BNN dalam Undang-Undang dan arah kebijakan serta strategi BNN. Tugas Pokok, Fungsi, dan Kewenangan BNN

Sebelum pendalaman lebih jauh, perlu diketahui bahwa tugas BNN telah diatur dalam Pasal 70 UU Narkotika dan Pasal 2 Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 23 Tahun 2010 tentang Badan Narkotika Nasional. Kemudian kewenangannya diatur

(3)

dalam Pasal 71 serta kewenangan penyidik BNN yang menjadi ketentuan derivatifnya diatur dalam Pasal 75 dan 80 UU Narkotika. Sedangkan mengenai fungsi BNN, diatur secara umum dalam Pasal 3 Perpres No. 23 Tahun 2010 tentang Badan Narkotika Nasional.

Tugas BNN (Pasal 70 UU Narkotika jo. Pasal 2 Perpres No. 23 Tahun 2010):

a. Menyusun dan melaksanakan kebijakan nasional mengenai pencegahan dan pemberantasan penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika;

b. Mencegah dan memberantas penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika;

c. Berkoordinasi dengan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia dalam pencegahan dan pemberantasan penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika;

d. Meningkatkan kemampuan lembaga rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial pecandu Narkotika, baik yang diselenggarakan oleh pemerintah maupun masyarakat;

e. Memberdayakan masyarakat dalam pencegahan penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika;

f. Memantau, mengarahkan dan meningkatkan kegiatan masyarakat dalam pencegahan penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkotika dan Psikotropika Narkotika;

g. Melalui kerja sama bilateral dan multiteral, baik regional maupun internasional, guna mencegah dan memberantas peredaran gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika;

h. Mengembangkan laboratorium Narkotika dan Prekursor Narkotika;

i. Melaksanakan administrasi penyelidikan dan penyidikan terhadap perkara penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika; dan;

j. Membuat laporan tahunan mengenai pelaksanaan tugas dan wewenang. Selain tugas sebagaimana diatas, BNN juga bertugas menyusun dan melaksanakan kebijakan nasional mengenai pencegahan dan pemberantasan penyalahgunaan dan peredaran gelap psikotropika, prekursor dan bahan adiktif lainnya kecuali bahan adiktif untuk tembakau dan alkohol.

Fungsi BNN (Pasal 3 Perpres No. 23 Tahun 2010):

1. Penyusunan dan perumusan kebijakan nasional di bidang pencegahan dan pemberantasan penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika, psikotropika dan prekursor serta bahan adiktif lainnya kecuali bahan adiktif untuk tembakau dan alkohol yang selanjutnya disingkat dengan P4GN.

2. Penyusunan, perumusan dan penetapan norma, standar, kriteria dan prosedur P4GN.

(4)

4. Penyusunan dan perumusan kebijakan teknis pencegahan, pemberdayaan masyarakat, pemberantasan, rehabilitasi, hukum dan kerjasama di bidang P4GN.

5. Pelaksanaan kebijakan nasional dan kebijakan teknis P4GN di bidang pencegahan, pemberdayaan masyarakat, pemberantasan, rehabilitasi, hukum dan kerjasama.

6. Pelaksanaan pembinaan teknis di bidang P4GN kepada instansi vertikal di lingkungan BNN.

7. Pengkoordinasian instansi pemerintah terkait dan komponen masyarakat dalam rangka penyusunan dan perumusan serta pelaksanaan kebijakan nasional di bidang P4GN.

8. Penyelenggaraan pembinaan dan pelayanan administrasi di lingkungan BNN. 9. Pelaksanaan fasilitasi dan pengkoordinasian wadah peran serta masyarakat. 10. Pelaksanaan penyelidikan dan penyidikan penyalahgunaan dan peredaran

gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika.

11. Pelaksanaan pemutusan jaringan kejahatan terorganisasi di bidang narkotika, psikotropika dan prekursor serta bahan adiktif lainnya, kecuali bahan adiktif untuk tembakau dan alkohol.

12. Pengkoordinasian instansi pemerintah terkait maupun komponen masarakat dalam pelaksanaan rehabilitasi dan penyatuan kembali ke dalam masyarakat serta perawatan lanjutan bagi penyalahguna dan/atau pecandu narkotika dan psikotropika serta bahan adiktif lainnya kecuali bahan adiktif untuk tembakau dan alkohol di tingkat pusat dan daerah.

13. Pengkoordinasian peningkatan kemampuan lembaga rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial pecandu narkotika dan psikotropika serta bahan adiktif lainnya, kecuali bahan adiktif untuk tembakau dan alkohol yang diselenggarakan oleh pemerintah dan masyarakat.

14. Peningkatan kemampuan lembaga rehabilitasi penyalahguna dan/atau pecandu narkotika dan psikotropika serta bahan adiktif lainnya, kecuali bahan adiktif tembakau dan alkohol berbasis komunitas terapeutik atau metode lain yang telah teruji keberhasilannya.

15. Pelaksanaan penyusunan, pengkajian dan perumusan peraturan perundang-undangan serta pemberian bantuan hukum di bidang P4GN.

16. Pelaksanaan kerjasama nasional, regional dan internasional di bidang P4GN. 17. Pelaksanaan pengawasan fungsional terhadap pelaksanaan P4GN di

lingkungan BNN.

18. Pelaksanaan koordinasi pengawasan fungsional instansi pemerintah terkait dan komponen masyarakat di bidang P4GN.

19. Pelaksanaan penegakan disiplin, kode etik pegawai BNN dan kode etik profesi penyidik BNN.

20. Pelaksanaan pendataan dan informasi nasional penelitian dan pengembangan, serta pendidikan dan pelatihan di bidang P4GN.

21. Pelaksanaan pengujian narkotika, psikotropika dan prekursor serta bahan adiktif lainnya, kecuali bahan adiktif untuk tembakau dan alkohol.

(5)

23. Pelaksanaan evaluasi dan pelaporan pelaksanaan kebijakan nasional di bidang P4GN. 6

Kewenangan BNN (Pasal 71 UU No. 35 Tahun 2010) :

BNN berwenang melakukan penyelidikan dan penyidikan penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika.

Kewenangan Penyidik BNN (Pasal 75 jo Pasal 80 UU No. 35 Tahun 2010) : Pasal 75:

a. Melakukan penyelidikan atas kebenaran laporan serta keterangan tentang adanya penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika;

b. Memeriksa orang atau korporasi yang diduga melakukan penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika;

c. Memanggil orang untuk didengar keterangannya sebagai saksi;

d. Menyuruh berhenti orang yang diduga melakukan penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika serta memeriksa tanda pengenal diri tersangka;

e. Memeriksa, menggeledah, dan menyita barang bukti tindak pidana dalam penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika; f. Memeriksa surat dan/atau dokumen lain tentang penyalahgunaan dan

peredaran gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika;

g. Menangkap dan menahan orang yang diduga melakukan penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika;

h. Melakukan interdiksi terhadap peredaran gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika di seluruh wilayah juridiksi nasional;

i. Melakukan penyadapan yang terkait dengan penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika setelah terdapat bukti awal yang cukup;

j. Melakukan teknik penyidikan pembelian terselubung dan penyerahan di bawah pengawasan;

k. Memusnahkan Narkotika dan Prekursor Narkotika;

l. Melakukan tes urine, tes darah, tes rambut, tes asam dioksiribonukleat (DNA), dan/atau tes bagian tubuh lainnya;

m. Mengambil sidik jari dan memotret tersangka;

n. Melakukan pemindahan terhadap orang, barang, binatang, dan tanaman; o. Membuka dan memeriksa setiap barang kiriman melalui pos dan alat-alat

perhubungan lainnya yang diduga mempunyai hubungan dengan penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika; p. Melakukan penyegelan terhadap Narkotika dan Prekursor Narkotika yang

disita;

6 Lihat pula WEBSITE BNN di:

http://www.bnn.go.id/portal/index.php/konten/detail/bnn-pusat/profil/8007/tujuan-pokok-dan-fungsi

(6)

q. Melakukan uji laboratorium terhadap sampel dan barang bukti Narkotika dan Prekursor Narkotika;

r. Meminta bantuan tenaga ahli yang diperlukan dalam hubungannya dengan tugas penyidikan penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika; dan

s. Menghentikan penyidikan apabila tidak cukup bukti adanya dugaan penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika. Pasal 80:

a. Mengajukan langsung berkas perkara, tersangka, dan barang bukti, termasuk harta kekayaan yang disita kepada jaksa penuntut umum;

b. Memerintahkan kepada pihak bank atau lembaga keuangan lainnya untuk memblokir rekening yang diduga dari hasil penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika milik tersangka atau pihak lain yang terkait;

c. Untuk mendapat keterangan dari pihak bank atau lembaga keuangan lainnya tentang keadaan keuangan tersangka yang sedang diperiksa;

d. Untuk mendapat informasi dari Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan yang terkait dengan penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika;

e. Meminta secara langsung kepada instansi yang berwenang untuk melarang seseorang bepergian ke luar negeri;

f. Meminta data kekayaan dan data perpajakan tersangka kepada instansi terkait;

g. Menghentikan sementara suatu transaksi keuangan, transaksi perdagangan, dan perjanjian lainnya atau mencabut sementara izin, lisensi, serta konsesi yang dilakukan atau dimiliki oleh tersangka yang diduga berdasarkan bukti awal yang cukup ada hubungannya dengan penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika yang sedang diperiksa; dan

h. Meminta bantuan interpol Indonesia atau instansi penegak hukum negara lain untuk melakukan pencarian, penangkapan, dan penyitaan barang bukti di luar negeri.

Dalam UU Narkotika tersebut diatur pula mengenai penanganan seluruh harta kekayaan atau harta benda yang merupakan hasil tindak pidana Narkotika dan Prekursor Narkotika dan tindak pidana pencucian uang hasil dari tindak pidana Narkotika dan Prekursor Narkotika yang akan digunakan untuk kepentingan pelaksanaan pencegahan dan pemberantasan penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika, serta upaya rehabilitasi medis dan sosial. Dalam menyikapi perkembangan modus operandinya, perlu diperhatikan secara khusus pula dalam UU Narkotika tersebut yakni mengenai perluasan teknik penyidikan penyadapan (wiretapping), teknik pembelian terselubung (undercover buy), dan teknik penyerahan yang diawasi (controlled delivery), serta teknik penyidikan lainnya guna melacak dan mengungkap penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkotika.7

(7)

Kewenangan BNN juga kemudian diperkuat dengan dimungkinkannya kerja sama baik bilateral, regional, maupun internasional, serta adanya peran serta masyarakat.

BNN selama ini dapat dinilai berhasil dalam pencapaian target maupun sasaran nasional pemberantasan Narkoba. Kinerja yang bagus dan fantastis, pengungkapan, dan penangkapan terhadap pelaku-pelaku tindak pidana Narkotika yang terus dilakukan dapat diketahui publik dari berbagai media massa sehingga perlu sangat diapresiasi. Begitu pula upaya pembentukan instrumen hukum yang memberikan efek jera, atau dengan kata lain, hukuman yang sangat berat telah diatur dalam undang-undang. Namun keberhasilan tersebut nampaknya tidak berbanding lurus dengan pengurangan jumlah peredaran gelap dan penyalahgunaan Narkoba, malah cenderung semakin meningkat. Misalnya saja, berdasarkan 2012 INCSR Country Reports, pada 2011, terdapat 4,1 juta penyalahguna Narkoba yang meningkat sekitar 500.000 dari 2009 (yang dikemukakan pula oleh Direktur BNN dengan sebuah peningkatan 6 (enam) persen dari perbandingan enam bulan pertama di tahun 2011 dan enam bulan sebelumnya).8 Dalam laporan tersebut juga dikemukakan bahwa angka peningkatan penyalahguna yang lebih cepat dibandingkan dengan angka peningkatan populasi yang ada, dapat dideteksi menjadi salah satu indikator masih belum berhasilnya pemberantasan Narkoba di masyarakat Indonesia.

Harus diakui banyak hal yang menjadi latar belakang pada kenyataan di lapangan, alasan ketidaksiapan instrumen pemerintah dan BNN dari semua kewenangan, fungsi, dan beban kerja dituding menjadi salah satu faktor penyebab.9 Permasalahan ini tentu perlu sebuah penelitian yang lebih mendalam lagi dan memang tidak bisa semata-mata menyalahkan peraturan maupun pihak-pihak berwenang, mengingat banyaknya faktor-faktor yang mempengaruhi. Tingkat stres dalam kehidupan ekonomi, budaya koruptif atau KKN (Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme) yang memudahkan penyalahgunaan Narkoba, maupun budaya yang berubah yang dinilai dapat masuk secara damai ke dalam budaya lokal, perkembangan teknologi dan informasi yang mempengaruhi perkembangan teknik dan modus operandi daripada gembong narkoba baik dari dalam maupun luar negeri. Sisi finansial dari peredaran Narkoba yang menggiurkan dan dapat dijadikan sumber pendanaan dapat menjadi faktor kontribusi atau penyebab semakin tingginya peredaran dan penyalahgunaan Narkoba. Namun juga, persiapan para personel dengan pembangunan sumber daya manusia di BNN yang terus menerus ditempa dan strategi program pencegahan yang terpadu dalam koordinasi dan kerja sama dengan berbagai pihak dalam penanganan dapat terus ditingkatkan.

Arah Kebijakan dan Strategi BNN

Berdasarkan Keputusan Kepala Badan Narkotika Nasional Nomor: KEP/37/X/2010/BNN tentang Rencana Strategis Badan Narkotika Nasional Tahun

8 Bureau of International Narcotics and Law Enforcement Affairs, “2012 International Narcotics Control Strategy Report (INCSR) – Country Reports, 7 Maret 2012 – Indonesia” pada http://www.state.gov/j/inl/rls/nrcrpt/2012/vol1/184100.htm (diakses 23 April 2013). 9 Lihat juga Artikel oleh Vanda Felbab-Brown, “Indonesia Field Report II- Bali High, Rainforest Low: The Illicit Drug Trade in Indonesia”, dalam Brookings pada

http://www.brookings.edu/research/reports/2013/02/06-indonesia-drugs-felbabbrown

(8)

2010-2013 maka ditetapkanlah Arah Kebijakan BNN yang terkait dengan penyalahgunaan dan peredaran gelap narkoba yakni:

a. Ekstensifikasi dan intensifikasi pencegahan penyalahgunaan narkoba.

b. Penyediaan fasilitas terapi dan rehabilitasi bagi korban penyalahgunaan narkoba yang dapat terjangkau seluruh lapisan masyarakat.

c. Pemberantasan jaringan narkoba.

Sedangkan strategi-strategi yang ditempuh dalam melaksanakan kebijakan tersebut adalah sebagai berikut:

a. Mendorong masyarakat menjadi imun narkotika.

b. Membantu korban penyalahgunaan narkoba agar pulihkembali. c. Memberantas jaringan pengedar narkoba.

Strategi-strategi ini utamanya akan menggunakan pendekatan yang bersifat pemberdayaan, baik di lingkungan kerja, keluarga, dan pendidikan.

Sehingga Arah Kebijakan dan Strategi BNN pada keputusan tersebut adalah:

a. Melakukan ekstensifikasi dan intensifikasi pencegahan penyalahgunaan dan peredaran gelap narkoba. Strategi yang dilakukan dengan cara membangun dan meningkatkan pengetahuan, pemahaman, dan kesadaran masyarakat terhadap bahaya penyalahgunaan dan peredaran gelap narkoba

b. Melakukan ekstensifikasi dan intensifikasi pemberdayaan masyarakat dalam pencegahan dan pemberantasan penyalahgunaan dan peredaran gelap narkoba. Strategi yang dilakukan dengan cara mendorong peran serta masyarakat dalam menciptakan lingkungan bebas narkoba.

c. Memfasilitasi penyediaan sarana terapi dan rehabilitasi bagi penyalahguna dan/atau pecandu narkoba. Strategi yang dilakukan dengan cara meningkatkan kemampuan pelayanan terapi dan rehabilitasi bagi penyalahguna dan/atau pecandu narkoba.

d. Memberantas sindikat jaringan penyalahgunaan dan peredaran gelap narkoba baik dari Luar maupun Dalam Negeri. Strategi yang dilakukan dengan cara memetakan dan mengungkap sindikat jaringan penyalahgunaan dan peredaran gelap narkoba serta menyita aset pelaku tindak kejahatan narkoba.

e. Meningkatkan tata kelola pemerintahan di Lingkungan Badan Narkotika Nasional. Strategi yang dilakukan dengan cara membangun budaya organisasi yang menjunjung tinggi Good Governance di lingkungan Badan Narkotika Nasional.

Kemudian pelaksanaan Rencana Strategis tersebut diatur dalam Instruksi Presiden (Inpres) Republik Indonesia tentang Pelaksanaan Kebijakan dan Strategi Nasional Pencegahan dan Pemberantasan Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap Narkoba (P4GN) Tahun 2011-2015. Di tingkat regional, persiapan pencapaian sasaran atau tujuan daripada promosi “Drug-free ASEAN 2015” atau ASEAN bebas Narkoba 2015 telah dicanangkan.

(9)

yang menyesuaikan dengan perkembangan teknologi, perkembangan masyarakat, maupun instrumen hukum nasional dan internasional, yang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia. Melihat dari tugas pokok, kewenangan, dan fungsi BNN yang telah dipaparkan sebelumnya, maka seharusnya tidak ada hal yang menghambat pelaksanaan dan pencapaian sasaran dan arah kebijakan nasional oleh BNN. Dukungan, sarana, dan fasilitas yang dapat diberikan oleh semua pihak terutama pemerintah tentu menjadi hal krusial bagi implementasi kebijakan tersebut.

Mempelajari rencana arah kebijakan BNN tersebut, maka dapat disimpulkan juga bahwa strategi tersebut telah memadai dan implementatif. Peningkatan peran serta masyarakat dan kerja sama dalam pengungkapan sindikat Narkoba dari sisi eksternal BNN adalah sebuah strategi yang prospektif, sedangkan penyelenggaraan sistem manajemen yang baik di lembaga BNN secara internal adalah suatu pendekatan yang memiliki arah yang benar. Akan tetapi, berbagai alur ini perlu terus diawasi selain pemberian dukungan dan fasilitas, terutama penyelenggaraan intern dan pelaksanaan tugas dan kewenangan BNN yang disesuaikan dengan ketentuan perundang-undangan dan asas kemanfaatan.

Alur strategi ini mungkin dapat kembali difokuskan pada pembangunan sistem komunikasi dan koordinasi yang terpadu terutama pada program pencegahan, rehabilitasi, dan promosi hak-hak asasi manusia.10 Update terhadap perluasan pasar dari berbagai jenis Narkoba di Indonesia, kawasan regional, dan internasional perlu diteliti dan diawasi lebih ketat sehingga kelengahan tidak terjadi kembali. Fasilitas rehabilitasi juga dapat menjadi perhatian tersendiri karena dibutuhkan sebuah sarana dan proses rehabilitasi yang memadai dan mampu mengembalikan para penyalahguna tersebut secara efektif dan menyeluruh kepada keluarga dan masyarakat. Pengawasan terhadap berbagai jenis fasilitas kesehatan yang secara legal dapat memproduksi maupun memiliki dan menggunakan obat-obat jenis narkotika perlu dilakukan secara ketat sehingga angka penyalahgunaan dapat terus ditekan atau diminimalisasi. BNN dalam hal ini dapat terus berperan di kebijakan maupun pelaksanaan bidang kesehatan dan terus membangun komunikasi dengan berbagai pihak di bidang kesehatan. Barulah kemudian, dapat dilakukan evaluasi terhadap berbagai sektor yang rentan terhadap pemulusan jalan bagi penyalahgunaan dan peredaran Narkoba, seperti peredaran Narkoba di berbagai LAPAS yang telah terdeteksi dalam periode waktu saat ini.

Hal-hal baru seperti Narco-Terrorism (Terorisme dan Narkoba) dan pencucian uang hasil tindak pidana kejahatan Narkotika dan berbagai bentuk kegiatan sindikat kejahatan terorganisasi mungkin dapat menjadi alur baru yang dapat dideteksi dan disikapi lebih lanjut. Partisipasi dalam penelitian dan penegakan hukum terhadap jaringan terutama di jalur-jalur “emas” Narkoba secara internasional mungkin perlu untuk ditingkatkan sehingga memberi fungsi preventif. Selain itu, Drug Control atau pengendalian produksi obat baik dari dalam maupun luar negeri, tren penyebaran penyakit menular sebagai dampak resiko Narkoba, serta pengawasan terhadap penggunaan obat dan stimulan non resep perlu untuk dilakukan secara ketat. Strategi kebijakan dan peredarannya yang dapat mencakup jenis-jenis obat baru yang menyebabkan ketergantungan dan merugikan kesehatan secara signifikan juga

(10)

dapat menjadi catatan tersendiri. Pola-pola inilah yang kemudian dapat menjadi arah strategi yang baru selain dari yang telah dirumuskan.

Penutup

Dari berbagai hal yang telah didiskusikan di atas, dapat kita lihat bahwa upaya pengaturan mengenai tugas pokok, fungsi, dan kewenangan BNN telah dilakukan secara maksimal yang didukung dengan pengaturan mengenai tindak pidana kejahatan Narkoba yang ketat dan memberi efek jera. Arah kebijakan dan strategi BNN dalam menganalisa perkembangan dari tipologi penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkoba telah dilakukan secara progresif dan realistis untuk implementasinya. Masyarakat tentu terus berharap akan meningkatnya angka penanggulangan Narkoba oleh BNN, yang sejauh ini telah mempromosikan sebuah kemajuan yang stabil dalam pelaksanaan tugasnya.

Bentuk reaktif dan preventif yang telah dilakukan BNN terhadap kasus-kasus Narkoba yang terjadi di Indonesia maupun dunia masih menjadi pola utama untuk terus ditingkatkan. Peningkatan secara internal terhadap sistem manajemen dan tata kelola lembaga BNN adalah juga kunci utama dalam penanganan permasalahan Narkoba. Dukungan terhadap implementasi kebijakan dan strategi dari BNN oleh semua pihak baik pemerintah, lembaga, maupun masyarakat juga perlu untuk terus dilakukan bahkan ditingkatkan. Sejauh ini framework kebijakan dan pengaturan mengenai BNN dalam UU Narkotika belum memerlukan sebuah revisi, namun pengawasan terhadap pelaksanaan undang-undang dan berbagai demografi dan kendala di lapangan perlu untuk terus diteliti.

Oleh sebab itu, dapat pula menjadi sebuah saran dalam paparan ini yakni mengingat perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang demikian pesatnya, yang juga dapat terkait dengan perkembangan modus maupun jenis Narkotika dan Prekursor Narkotika, maka BNN perlu untuk terus mengawasi dan mengkaji dengan membuat suatu penelitian khusus yang berkesinambungan, dengan bekerja sama dengan Departemen Kesehatan dan Departemen Hukum dan HAM atau instansi-instansi terkait lainnya, terhadap kemungkinan adanya modus operandi baru dan jenis-jenis Narkotika dan Prekursor Narkotika yang baru atau obat-obat berbahaya lainnya, yang belum diatur dalam peraturan seperti pada golongan-golongan Narkotika dan Prekursor Narkotika yang terdapat dalam Lampiran UU Narkotika. Hal ini dimaksudkan agar langkah dan strategi antisipatif terhadap jenis-jenis Narkotika baru dan perkembangannya di lapangan dapat dilakukan dan bersifat preventif. Hasil penelitian terhadap perkembangan tersebut kemudian juga dapat diajukan kepada Pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat yang selanjutnya dapat dimasukkan atau diatur dalam peraturan perundang-undangan, yang kesemuanya demi mendukung kinerja BNN secara efektif dan sesuai dengan tata hukum yang berlaku.

Referensi

Dokumen terkait

Lima dari 17 aksesi terpilih (B3570, Mlg2521, Engopa 305, UFV-10, dan Taichung) bereaksi tahan menurut ha- sil analisis Dot-ELISA, tidak memperlihatkan ge- jala serangan virus

Adapun tujuannya adalah memberikan arahan Adapun tujuannya adalah memberikan arahan tata cara reklamasi dan pengelolaan tata cara reklamasi dan pengelolaan lingkungan

Penelitian bertujuan menganalisa penyebab munculnya persamaan nomor sertipikat pada obyek tanah yang berbeda dan mengetahui upaya perlindungan hukum terhadap

Pembuatan aplikasi game ini terdiri dari beberapa tahapan yaitu tahap perancangan dengan UML (Unified Modeling Language), tahap pembuatan source program dengan Python, dan

Hendro Gunawan, MA Pembina Utama Muda

Hendro Gunawan, MA Pembina Utama Muda

Desain penelitian adalah kuantitatif dengan hipotesis yang bertujuan untuk menguji pengaruh excess cash flow , price earning ratio , dan leverage terhadap stock repurchase

Berdasarkan beberapa pengertian yang telah diuraikan oleh beberapa ahli dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran Discovery Learning adalah suatu model pembelajaran