• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Isu Strategis Sawit Vol. II, No. 26/7/2016 POLA PERSAINGAN ANTAR MINYAK NABATI DI KAWASAN UNI EROPA DAN IMPLIKASINYA. Oleh Tim Riset PASPI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "Analisis Isu Strategis Sawit Vol. II, No. 26/7/2016 POLA PERSAINGAN ANTAR MINYAK NABATI DI KAWASAN UNI EROPA DAN IMPLIKASINYA. Oleh Tim Riset PASPI"

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

ABSTRAK

Konsumsi minyak sawit dengan minyak kedelai di kawasan Uni Eropa saling bersaing (subsitusi) yang makin mendesak minyak kedelai. Sementara konsumsi minyak sawit dengan minyak rapeseed mauupun minyak bunga matahari bersifat komplementer/dikonsumsi secara bersama-sama. Hubungan komplementer dengan kisaran yang luas antara minyak rapeseed, minyak bunga matahari dengan minyak sawit tersebut, menguntungkan Uni Eropa yakni (1) melestarikan tanaman minyak nabati lokal baik tanaman rapeseed maupun tanaman bunga matahari, (2) mencegah konversi lahan pertanian pangan berlebihan ke tanaman minyak nabati tersebut dan (3) masyarakat Uni Eropa dapat menikmati harga minyak nabati komposit yang lebih murah. Gerakan anti sawit di kawasan Eropa yang dimotori oleh politisi dan LSM tidak mencerminkan bahkan merugikan kepentingan rakyat Uni Eropa. Indonesia khususnya asosiasi minyak sawit perlu membangun kerja sama dengan asosiasi minyak nabati Eropa, karena minyak sawit, minyak rapeseed dan minyak bunga matahari merupakan produk yang saling "bersahabat" dan menguntungkan masyarakat Uni Eropa. Kedua asosiasi tersebut secara bersama-sama memerangi gerakan anti sawit di kawasan Uni Eropa yang justru merugikan masyarakat Uni Eropa maupun Indonesia.

Keywords : subsitusi, komplementer, rasio konsumsi, pangsa konsumsi

POLA PERSAINGAN ANTAR MINYAK NABATI DI KAWASAN UNI EROPA DAN IMPLIKASINYA

Oleh

Tim Riset PASPI

m nitor

Analisis Isu Strategis Sawit Vol. II, No. 26/7/2016

PASPI

Palm Oil Agribusiness Strategic Policy Institute www.paspimonitor.or.id

“Dapat dikutip untuk pemberitaan”

(2)

PENDAHULUAN

Kawasan Uni Eropa merupakan salah satu pasar tradisional ekspor minyak sawit Indonesia. Di kawasan tersebut, minyak sawit merupakan salah satu dari empat jenis minyak nabati dunia yang dikonsumsi masyarakat Uni Eropa. Tiga jenis minyak nabati lainnya adalah minyak kedelai, minyak rapeseed dan minyak bunga matahari.

Minyak sawit untuk konsumsi Uni Eropa semuanya diimpor dari negara produsen minyak sawit terutama Indonesia dan Malaysia. Sedangkan minyak kedelai, rapeseed dan minyak bunga matahari selain diimpor juga sebagian dihasilkan di kawasan Eropa. Perbedaan sumber penyediaan keempat minyak nabati tersebut juga mempengaruhi kebijakan Uni Eropa dan perilaku konsumsi di kawasan tersebut.

Setidaknya dalam 20 tahun terakhir ini kampanye negatif bahkan tidak jarang kampanye hitam terhadap minyak sawit berkembang dan datang dari kawasan Uni Eropa ini. Labelisasi "Palm Oil Free" atau "No Palm Oil" berkembang di dan dari kawasan tersebut. Selain itu, kebijakan impor minyak nabati Uni Eropa juga sering merugikan minyak sawit. Contoh terakhir adalah rencana kebijakan Perancis yang akan menaikkan tarif impor regresif dan progresif atas impor minyak sawit. Hal ini memunculkan pertanyaan empiris apakah perilaku kebijakan pemerintah dan sikap masyarakat kawasan Uni Eropa terkait dengan perubahan persaingan antar minyak nabati di kawasan tersebut.

Kajian ini menganalisis perubahan pola persaingan antar minyak nabati utama di kawasan Uni Eropa (EU) dan apa implikasinya bagi strategi perluasan pasar minyak sawit di kawasan Eropa kedepan.

Untuk menangkap kecenderungan historis, kajian ini menggunakan data pola dan komposisi konsumsi empat minyak nabati tahun 1980-2015.

PERUBAHAN POLA KONSUMSI MINYAK NABATI EU

Menurut data Oil World, volume konsumsi empat minyak nabati utama di kawasan EU mengalami peningkatan hampir 8 kali lipat dalam periode tahun 1980-2015.

Pada tahun 1980 volume konsumsi EU untuk keempat minyak nabati tersebut masih sekitar 3.7 juta ton, meningkat menjadi sekitar 23 juta ton tahun 2015. Volume konsumsi masing-masing minyak nabati tersebut mengalami peningkatan konsisten yang menunjukkan bahwa keempat jenis minyak nabati tersebut dikonsumsi EU secara komposit dengan proporsi tertentu.

Untuk konsumsi minyak sawit di kawasan EU meningkat dari 0.3 juta ton (1980) menjadi 6.8 juta ton (2015).

Dalam periode tersebut, pangsa konsumsi keempat jenis minyak nabati tersebut mengalami perubahan (Gambar1).

Pangsa minyak sawit (CPO) mengalami peningkatan dari sekitar 8 persen (1980) menjadi sekitar 30 persen (2015) atau meningkat hampir empat kali lipat.

Demikian juga minyak rapeseed (RSO) meningkat dari 20 persen menjadi sekitar 44 persen dalam periode yang sama. Sementara minyak bunga matahari (SFO) pangsanya relatif stabil yakni dari sekitar 17 persen menjadi 16.45 persen. Satu-satunya minyak nabati yang pangsanya turun drastis adalah minyak kedelai (SBO) yang konsisten turun dari sekitar 55.8 persen tahun 1980 menjadi hanya 9 persen tahun 2015.

(3)

Gambar 1. Volume dan Pangsa Konsumsi Empat Minyak Nabati Utama di Uni Eropa (Sumber : Oil World)

Data perkembangan pangsa tersebut, menunjukkan bahwa tiga minyak nabati utama yakni CPO, RSO dan SFO bukan hanya volume konsumsinya meningkat, tetapi juga bertumbuh lebih cepat dari konsumsi SBO.

Dengan perubahan pangsa yang demikian, pola komposit konsumsi minyak nabati di kawasan EU telah berubah dari semula (1980) : SBO, RSO, SFO, CPO, kemudian setelah tahun 2000 sampai tahun 2015 menjadi RSO, CPO, SFO, SBO.

PERSAINGAN ANTAR MINYAK NABATI DI EU

Persaingan antar jenis minyak nabati berawal dari hubungan konsumsi antar jenis minyak nabati. Secara teoritis terdapat tiga hubungan konsumsi antar barang yakni hubungan subsitusi (pengganti), hubungan komplementer (dikonsumsi bersamaan secara komposit) dan hubungan independen (memiliki segmen konsumen tersendiri).

Dalam ilmu ekonomi hubungan tersebut dapat di deteksi dengan berbagai alat seperti elastisitas permintaan/konsumsi maupun analisis rasio konsumsi.

Dengan menggunakan pendekatan rasio konsumsi antar jenis minyak nabati di kawasan EU (Tabel 1) memperlihatkan hal yang menarik tentang hubungan antar minyak nabati di pasar EU.

Tabel 1. Perkembangan Rasio Volume Konsumsi CPO dengan Minyak Nabati Lain di Uni Eropa 1965-2015

Rasio 1965 1980 1990 2000 2010 2011 2012 2013 2014 2015

CPO/SBO 0,03 0,16 0,28 1,57 1,55 2,27 2,95 2,98 3,04 3,11

CPO/RSO 0,40 0,41 0,37 0,54 0,55 0,59 0,70 0,68 0,65 0,67

CPO/SFO 55,00 0,50 0,29 1,36 1,44 1,58 1,94 1,86 1,81 1,81

Sumber : Oil World

0 5.000 10.000 15.000 20.000 25.000

1965 1980 1990 2000 2010 2011 2012 2013 2014 2015

ribu ton

CPO SBO RSO SFO

(4)

Pertama, rasio volume konsumsi CPO terhadap SBO menunjukkan perubahan yang drastis selama periode 1980-2015. Rasio konsumsi CPO dengan SBO tahun 1980 masih sekitar 0.28 berubah menjadi 3.8 tahun 2015. Peningkatan rasio tersebut menunjukkan bahwa konsumsi CPO dengan SBO di kawasan EU saling bersaing (subsitusi) yang makin mendesak konsumsi SBO. Jika tahun 1980 setiap ton CPO hanya mendesak sekitar 0.28 ton SBO maka tahun 2015 setiap ton CPO mendesak 3.8 ton SBO.

Kenaikan pangsa CPO yang disertai dengan penurunan pangsa SBO dalam konsumsi minyak nabati EU (Gambar 1) juga cerminan hubungan subsitusi tersebut.

Kedua, rasio konsumsi CPO dengan RSO di kawasan EU relatif stabil khususnya setelah tahun 2000 yakni berkisar antara 0.54-0.7. Rasio konsumsi tersebut mencerminkan bahwa konsumsi CPO dengan RSO di kawasan EU cenderung bersifat komplementer dari pada subsitusi.

Setiap peningkatan konsumsi CPO disertai dengan peningkatan konsumsi RSO dengan proporsi relatif konstan, atau sebaliknya dimana peningkatan konsumsi RSO memerlukan peningkatan konsumsi CPO.

Hubungan komplementer ini juga terkonfirmasi dengan perkembangan pangsa CPO dan RSO dalam konsumsi EU yang sama-sama meningkat (Gambar 1).

Ketiga, rasio konsumsi CPO dengan SFO di kawasan EU juga relatif stabil khususnya setelah tahun 2000 yakni pada kisaran 1.36- 1.94. Hal ini juga mencerminkan bahwa konsumsi CPO dan SFO bersifat cenderung komplementer di kawasan EU. Setiap kenaikan volume konsumsi SFO diikuti dengan peningkatan konsumsi CPO atau sebaliknya. Hubungan komplementer antara SFO dengan CPO di kawasan EU tersebut juga tercermin dari pangsa CPO dan SFO yang sama-sama meningkat dalam konsumsi minyak nabati EU (Gambar 1).

IMPLIKASI KEBIJAKAN

Berdasarkan perubahan pangsa konsumsi dan rasio konsumsi empat minyak nabati utama di kawasan Uni Eropa yang demikian memiliki implikasi penting baik bagi pemerintah EU maupun Indonesia.

Pandangan politisi EU selama ini yang mengatakan bahwa masuknya minyak sawit ke Uni Eropa akan mendesak minyak nabati Eropa (SFO, RSO) tidak didukung fakta. Pada masyarakat EU, konsumsi CPO, SFO maupun RSO dilakukan secara komplementer dan tidak saling bersaing (subsitusi).

Peningkatan konsumsi CPO juga disertai dengan peningkatan konsumsi SFO maupun RSO secara proporsional.

Hubungan komplementer antara RSO, SFO dengan CPO pada konsumsi EU dengan kisaran komplementasi yang relatif luas, justru menguntungkan Uni Eropa. Pertama, kehadiran minyak sawit di EU tidak akan menghilangkan tanaman RSO maupun SFO karena diperlukan sebagai blending dalam konsumsi CPO. Kedua, EU yang telah menghadapi keterbatasan lahan, kehadiran CPO juga akan menghindarkan tanaman RSO dan SFO terlalu ekspansif, yang menggerogoti lahan pangan lainnya yang dapat mengancam penyediaan pangan EU, sebagaimana dikhawatirkan selama ini (OECD/FAO, 2007) dan Ketiga, Masyarakat EU justru diuntungkan dengan kehadiran CPO di pasar EU karena dapat menikmati harga minyak nabati komposit yang lebih murah dibandingkan jika hanya ada SFO dan RSO. Manfaat ekonomi kehadiran CPO di pasar EU sudah dibuktikan secara emperis oleh studi komisi EU (Europe Economic, 2014).

Sebaliknya, hubungan konsumsi RSO, SFO dan CPO terhadap minyak kedelai (SBO) adalah susbsitusi atau saling bersaing.

Kahadiran SBO di pasar EU justru berpotensi menggeser tanaman SFO maupun RSO.

Selain itu, sebagai mana studi Komisi Eropa (European Commission, 2013) bahwa produksi SBO dunia dihasilkan dari deforestasi hutan yang lebih luas (dibandingkan CPO), sehingga kehadiran SBO di pasar Eropa selain akan mendesak tanaman minyak nabati Eropa juga mensponsori deforestasi yang lebih besar untuk produksi SBO.

Dengan fakta tersebut menjelaskan bahwa anti sawit di kawasan EU dengan labelisasi "Palm Oil Free", atau "NO Palm Oil"

bukanlah cerminan keingingan dan kepentingan masyarakat EU bahkan merugikan konsumen minyak nabati Eropa (PASPI Monitor, 2015; Kumar, et.al 2015).

(5)

Gerakan anti sawit tersebut hanya retorika pencitraan para politisi dan cara LSM untuk memperoleh dana dari masyarakat.

Sebaliknya gerakan tersebut justru bertentangan dengan kepentingan masyarakat EU secara keseluruhan.

Kepentingan masyarakat EU adalah mempertahankan tanaman minyak nabati EU pada proporsi tertentu, memperoleh minyak nabati yang lebih murah dan komposisi jenis minyak nabati yang mengandung minyak lokal (local content) dan tidak menjadi pemicu deforestasi yang lebih besar di belahan dunia. Kepentingan masyarakat EU tersebut ternyata sudah ditemukan sendiri oleh masyarakat EU yakni blending CPO, RSO dan SFO sebagai konsumsi komposit minyak nabati EU (selera EU).

Dengan demikian strategi dan kebijakan Indonesia kedepan perlu berubah. Indonesia khususnya asosiasi minyak sawit perlu membangun kerja sama dengan asosiasi minyak nabati Eropa, karena CPO, RSO, SFO merupakan produk yang saling "bersahabat"

dalam "selera EU". Kedua asosiasi tersebut secara bersama-sama memerangi gerakan anti sawit (POF, NPO) di kawasan EU yang justru merugikan masyarakat EU maupun Indonesia.

KESIMPULAN

Pangsa konsumsi empat jenis minyak nabati di Uni Eropa mengalami perubahan.

Pangsa CPO meningkat dari sekitar 8 persen (1980) menjadi sekitar 30 persen (2015) atau meningkat hampir empat kali lipat.

Demikian juga RSO meningkat dari 20 persen menjadi sekitar 44 persen dalam periode yang sama. Sementara SFO pangsanya relatif stabil yakni dari sekitar 17 persen menjadi 16.45 persen. Satu-satunya minyak nabati yang pangsanya turun drastis adalah SBO yang konsisten turun dari sekitar 55.8 persen tahun 1980 menjadi hanya 9 persen tahun 2015.

Konsumsi CPO dengan SBO di kawasan EU saling bersaing (subsitusi) yang makin mendesak SBO. Sementara konsumsi CPO dengan RSO mauupun SFO di kawasan EU cenderung bersifat komplementer.

Hubungan komplementer antara RSO, SFO

dengan CPO pada konsumsi EU dengan kisaran komplementasi yang relatif luas, justru menguntungkan Uni Eropa yakni melestarikan tanaman minyak nabati lokal, mencegah konversi lahan pertanian pangan ke tanaman biofuel berlebihan dan menikmati harga minyak nabati secara komposit lebih murah.

Indonesia khususnya asosiasi minyak sawit perlu membangun kerja sama dengan asosiasi minyak nabati Eropa, karena CPO, RSO, SFO merupakan produk yang saling

"bersahabat" dalam "selera EU". Kedua asosiasi tersebut secara bersama-sama memerangi gerakan anti sawit (POF, NPO) di kawasan EU yang justru merugikan masyarakat EU maupun Indonesia.

DAFTAR PUSTAKA

Europe Economies, 2014. The Economic Impact of Palm Oil Imports in The EU.

Europe Economics Chancery House.

London

European Commision. 2013. The Impact of EU Consumption on Deforestation : Identification of Critical Areas Where Commmunity Policies and Legislation Could be Review. Final Report.

Kumar, U.M, C Diaconu, Y Basiron, K.

Sundram. 2015. Why “No Palm Oil”

Labeling Misleads the Consumer. Journal of Oil Palm, Environment and Health.

MPOC

OECD. 2007. Agricultural Outlook 2007-2016.

OECD. Paris.

Oil World. 2009-2015. Oil World Statistic.

ISTA Mielke GmBh. Hamburg.

PASPI. 2015. Labelisasi Produk "Palm Oil Free": Gerakan Boikot Minyak Sawit?.

Jurnal PASPI Monitor Vol. 1 No. 15 : p 103-108.

(6)

Referensi

Dokumen terkait

2 Pelaksanaan program penelitian (dosen dan mahasiswa) dalam lingkup teknologi kendaraan efisien yang berdasar pada roadmap penelitian Program Studi, skenario

Dengan diberlakukannya kebijakan RED II yang mempersulit masuknya minyak kelapa sawit Indonesia ke pasar Uni Eropa, maka dari kebijakan tersebut penulis menemukan sebuah

nabati UE dan LSM lingkungan terhadap kebijakan pembatasan impor minyak sawit oleh Uni Eropa, maka digunakan model politik birokratik untuk menggambarkan bahwa politik

PERUBAHAN ATAS PERATURAN WALIKOTA SURAKARTA NOMOR 58 - A TAHUN 2 01 23. TENTANG PERLIN

Pemerintah India terus berupaya meningkatkan produksi domestik namun laju konsumsi meningkat dengan laju yang lebih besar, sehingga terjadi widening gap atau

Sedangkan komposisi minyak nabati yang diimpor oleh Cina adalah minyak sawit dengan kontribusi sebesar 68,31%, minyak kedelai 23,75%, minyak biji lobak 6,91% dan minyak bunga

Jika masyarakat dunia memilih cara pemenuhan tambahan minyak nabati menuju 2050 dari peningkatan produksi minyak kedelai maka diperlukan tambahan areal baru kebun

Perbaikan kolesterol darah tersebut, terkait dengan kandungan minyak sawit yang mengandung komposisi asam lemak yang seimbang, mengandung asam lemak esensial,