ABSTRAK
Menuju tahun 2050, konsumsi minyak nabati dunia diproyeksikan mencapai 27 kg/kapita, sehingga diperlukan tambahan minyak nabati dunia sebesar 170 juta ton dari volume produksi tahun 2014. Jika tambahan minyak nabati tersebut dari minyak kedelai, akan meningkatkan emisi karbon sebesar 34 milyar ton. Namun jika masyarakat dunia mengalihkan konsumsi minyak nabatinya ke minyak sawit, akan terjadi penghematan emisi karbon sebesar 32,1 milyar ton karbon tanpa mengurangi kesejahteraan masyarakat dunia dan kehilangan hutan alam yang lebih besar. Sebagai dari bagian tanggungjawab global untuk menurunkan emisi karbon, masyarakat dunia sudah saatnya harus memilih minyak nabati yang hemat emisi karbon untuk memenuhi kebutahan minyak nabati kedepan.
Keywords : minyak kedelai, minyak sawit, hemat emisi, konsumsi
WORLD FOOD DAY 2016 DAN
MINYAK NABATI HEMAT EMISI KARBON
Oleh
Tim Riset PASPI
m nitor
Analisis Isu Strategis Sawit Vol. II, No. 39/10/2016
PASPI
Palm Oil Agribusiness Strategic Policy Institute www.paspimonitor.or.id
“Dapat dikutip untuk pemberitaan”
PENDAHULUAN
Sejak tahun 1979 FAO (Badan PBB urusan pangan dan pertanian dunia) pada bulan Oktober selalu memperingati hari pangan sedunia (World Food Day) setiap tahun dan dengan tema yang kontekstual.
Selama masa MDGs (Millenium Development Goals) 2000-2015, FAO mengambil tema Halving Poverty and Hunger. Memasuki era SDGs (Sustainable Development Goals) yakni 2015-2030 FAO mengusung tema End Poverty and Zero Hunger. Untuk Hari pangan sedunia tahun 2016 diperingati dengan tema
"Climate is Changing, Food and Agriculture Must Too".
Dengan tema tersebut FAO ingin mengingatkan dan menghimbuan semua masyarakat dunia setidaknya untuk dua hal yakni. Pertama, Perubahan iklim secara global merupakan hal yang nyata dihadapi oleh masyarakat dunia dan dimanapun. Oleh karena itu, pertanian dan pangan dunia harus menyesuaikan diri dengan perubahan iklim global yang sedang dan akan terjadi kedepan. Kedua, Perubahan lingkungan global yang makin parah harus dicegah bersama antara lain dengan melakukan perubahan pola pangan dan pertanian yang menyumbang pada upaya mencegah makin buruknya perubahan iklim global. Pola konsumsi pangan global perlu berubah kepada bahan pangan yang hemat emisi karbon.
Sebagaimana diketahui, bahwa perubahan iklim dunia (global climate change) yang ditandai antara lain oleh anomali iklim, badai, pola musim, banjir, kekeringan ekstrim, merupakan sesuatu yang nyata dihadapi seluruh masyarakat dunia akibat pemanasan temperatur atmosfir bumi (global warming).
Penyebabnya sudah diketahui yakni akibat peningkatan konsentrasi gas rumah kaca, khususnya emisi karbon dioksida (IEA, 2014) di atmosfir bumi sedemikian rupa sehingga makin banyak panas matahari yang terperangkap pada atmosfir bumi IPCC (1991, 2001). Oleh karena itu, untuk mencegah makin parahnya perubahan iklim, memerlukan perubahan dalam seluruh aspek kehidupan masyarakat global termasuk pola konsumsi pangan yang makin hemat atau minimum emisi karbon.
Minyak nabati merupakan bahan pangan yang diperlukan seluruh masyarakat dunia. Empat sumber utama minyak nabati dunia adalah minyak sawit, minyak kedelai, minyak bunga matahari dan minyak rapeseed. Diproyeksikan secara moderat konsumsi per kapita minyak nabati dunia menuju tahun 2050 akan mencapai 25 Kg, sehingga diperlukan ketersedian minyak nabati total sebesar 230 juta ton atau perlu tambahan 60 juta ton lagi dari produksi tahun 2015.
Tulisan ini mendiskusikan, sumber minyak nabati mana yang paling hemat emisi karbon untuk memenuhi kebutuhan minyak nabati dunia yang makin meningkat tersebut.
SUMBER MINYAK NABATI GLOBAL
Luas areal 4 tanaman penghasil minyak nabati utama dunia (kelapa sawit, kedelai, bunga matahari dan rapeseed) pada tahun 2015 adalah sekitar 196.87 juta Ha. Dari luasan tersebut, 61 persen (120,8 juta Ha) adalah areal kebun kedelai. Sedangkan luas areal perkebunan kelapa sawit hanya 10 persen (Tabel 1).Tabel 1. Luas Areal, Produksi dan Produktivitas Minyak Nabati Utama Dunia 1965-2015 Tanaman Minyak Nabati Luas Areal (juta ha) Produksi 2015
(juta ton) Produktivitas Minyak (ton/ha)
1965 2015
Kedelai 25.82 120.80 51,36 0.45
Rapeseed 7.07 33.78 26,31 0.69
Bunga Matahari 7.54 22.50 15,13 0.52
Kelapa Sawit 3.62 19.79 62,67 4.27
Sumber : Oil World
Namun dari segi produksi minyak, dengan areal 120,8 juta Ha kedelai hanya menghasilkan minyak sebesar 51,3 juta ton atau hanya 33 persen dari produksi 4 minyak nabati utama dunia. Sebaliknya kelapa sawit dengan area seluas 19,7 juta Ha mampu menghasilkan minyak sebesar 62,6 juta ton atau 40 persen dari produksi 4 minyak nabati utama dunia. Besarnya produksi minyak sawit tersebut disebabkan tingginya produktivitas minyak perkebunan kelapa sawit yang jauh lebih tinggi dibandingkan produktivitas minyak tanaman penghasil minyak nabati lainnya.
Produktivitas minyak kelapa sawit per hektar lahan jauh lebih tinggi (8-10 kali lipat) dari produktivitas minyak nabati lainnya. Sehingga, dengan lahan yang lebih sedikit mampu menghasilkan minyak nabati yang lebih besar. Data produktivitas minyak nabati tersebut juga mengungkapkan bahwa perkebunan kelapa sawit merupakan tanaman yang paling efisien memanen energi surya menjadi minyak nabati.
Dalam periode 1965-2015, luas areal tanaman kedelai dunia meningkat seluas 95 juta hektar. Demikian juga tanaman rapeseed dan tanaman bunga matahari berturut-turut meningkat 26 juta dan 15 juta hektar pada periode yang sama. Sedangkan peningkatan luas areal kelapa sawit hanya sekitar 16 juta hektar. Dengan demikian, tanaman penghasil minyak nabati yang paling ekspansif adalah kedelai, rapeseed dan bunga matahari. Sedangkan perkebunan kelapa sawit kurang ekspansif dan relatif kecil dibandingkan dengan perkebunan penghasil minyak nabati tersebut. Data di atas juga menunjukkan bahwa secara internasional, perubahan tata guna tanah termasuk didalamnya deforestasi (Land Use Land Use Change Forestry/LULUCF) yang terbesar terjadi pada perkebunan kedelai, kemudian disusul perkebunan rapeseed dan perkebunan bunga matahari.
PROYEKSI PEMENUHAN KONSUMSI MINYAK NABATI 2050
Untuk memperkirakan kebutuhan minyak nabati global ke depan diperlukan perkiraan jumlah penduduk dunia dan konsumsi per kapita minyak nabati dunia menuju 2050. Untuk proyeksi populasi penduduk dunia digunakan data proyeksi medium yang dikeluarkan UNPD yakni penduduk dunia tahun 2050 akan mencapai 9.2 miliar orang.
Proyeksi konsumsi per kapita minyak minyak nabati dunia 2050 diperagakan dalam tiga skenario berikut: Skenario pertama, kebutuhan didasarkan pada rekomendasi gizi FAO (1994) edible use dan non edible use (di luar biofuel) yakni 21 kg/kapita/tahun. Skenario kedua, diasumsikan konsumsi minyak nabati dunia (pangan dan non pangan, selain biofuel) mengikuti proyeksi rataan konsumsi minyak nabati India dan China, yakni 25 kg/kapita/tahun pada tahun 2050. Namun skenario pertama dan kedua tersebut kurang realistis karena negara maju (USA dan Eropa) konsumsinya tahun 2008 sudah lebih dari 37 kg/kapita/tahun. Tentu masyarakat negara maju tidak bersedia menurunkan
konsumsinya/kesejahteraannya.
Dan skenario ketiga, diasumsikan seluruh negara dunia akan mencapai rata- rata konsumsi minyak nabati (pangan dan non pangan, selain biofuel) negara Eropa dan USA tahun 2008 yakni 37 kg/kapita/tahun pada tahun 2050. Skenario ketiga ini mengasumsikan negara-negara maju tersebut tidak lagi menambah konsumsi minyak nabatinya menuju 2050.
Dengan skenario di atas, maka kebutuhan minyak nabati dunia tahun 2050 adalah sebagaimana disajikan pada Tabel 2.
Tambahan produksi minyak nabati dunia menuju 2050 berkisar antara 24-170 juta ton. Menuju tahun 2050 diasumsikan produksi minyak nabati lain (selain minyak kedelai dan minyak sawit) tidak mungkin lagi ditingkatkan dari produksi tahun 2014 (produksi tetap) sehingga tambahan konsumsi minyak nabati dunia dipenuhi dari minyak kedelai dan minyak sawit.
Tabel 2. Proyeksi Kebutuhan Minyak Nabati Dunia dan Tambahan Areal Baru Menuju 2050 Skenario 2050
Konsumsi Perkapita (kg/kapita)
Kebutuhan Minyak Nabati
Dunia 2050 (juta ton)
Tambahan Produksi Minyak Nabati
2014-2050 (juta ton)
Tambahan Areal Baru untuk Memenuhi Tambahan Produksi Minyak Nabati Dunia 2050
Jika Hanya Dari Minyak Kedelai
(juta Ha)
Jika Hanya Dari Minyak Sawit (juta Ha) Protas 5 ton/Ha Protas 7 ton/Ha
21 194 24 48 4.8 0
25 230 60 120 12 3
37 340 170 340 34 19
Sumber : PASPI, data diolah
Peningkatan produksi minyak kedelai khususnya melalui perluasan areal masih mungkin terjadi di kawasan Amerika Selatan khususnya Brazil dan Argentina sebagaimana terjadi dalam sepuluh tahun terakhir. Demikian juga perluasan areal kebun sawit masih mungkin dilakukan di Indonesia maupun di kawasan Afrika Tengah.
Pertanyaannya adalah untuk memenuhi tambahan kebutuhan minyak nabati 2050 sebesar 170 juta ton tersebut, apakah masyarakat dunia memilih meningkatkan produksi minyak kedelai atau minyak sawit?
Jika masyarakat dunia memilih cara pemenuhan tambahan minyak nabati menuju 2050 dari peningkatan produksi minyak kedelai maka diperlukan tambahan areal baru kebun kedelai dunia seluas 340 juta hektar (dengan asumsi produktivitas 0.5 ton minyak/hektar). Hal ini berarti masyarakat dunia akan kehilangan hutan (deforestasi) seluas 340 juta hektar di Amerika Selatan.
Jika masyarakat dunia memilih pemenuhan tambahan kebutuhan minyak nabati dunia menuju 2050 dari minyak sawit, maka ekspansi kebun sawit (tambahan) yang diperlukan jika produktivitas tetap 5 ton minyak/hektar cukup seluas 34 juta hektar. Namun dengan peningkatan produktivitas kebun sawit menjadi 7 ton minyak/hektar, tambahan areal sawit dunia cukup 19 juta hektar.
MINYAK NABATI HEMAT EMISI
Berdasarkan data di atas, pemenuhan tambahan kebutuhan minyak nabati dunia menuju tahun 2050 melalui ekspansi kebun sawit jauh lebih menghemat deforestasi(hanya 19 juta hektar) dibandingkan dengan melalui ekspansi kebun kedelai (340 juta hektar). Ekspansi kebun sawit dunia jauh lebih menguntungkan bagi dunia daripada ekspansi kebun kedelai. Bahkan ekspansi kebun sawit dapat menghindari deforestasi global yang lebih besar khususnya di Amerika Selatan.
Penghematan deforestasi sama juga artinya penghematan emisi karbon. Jika masyarakat dunia memilih memperluas kebun kedelai sebesar 340 juta hektar, maka akan terjadi deforestasi hutan global 340 juta hektar menuju 2050. Jika faktor emisi konversi hutan setiap hektar menjadi pertanian sekitar 100 ton karbon per hektar saja maka tambahan emisi karbon yang dihasilkan dari ekspansi kebun kedelai adalah 34 milyar ton karbon.
Sebaliknya jika masyarakat dunia memilih minyak sawit, berarti hanya memerlukan tambahan lahan baru sebesar 19 juta hektar. Berarti tambahan emisi hanya sekitar 1.9 milyar ton karbon. Dengan kata lain, terjadi penghematan emisi karbon sebesar 32,1 milyar ton karbon tanpa mengurangi kesejahteraan masyarakat dunia.
Penghematan emisi dari minyak sawit juga terjadi jika biodiesel sawit (FAME) digunakan untuk menggantikan BBM solar fosil. Berbagai penelitian baik di Indonesia maupun di Eropa, menunjukkan bahwa dengan menggunakan Life Cycle Analysis penggantian bahan bakar diesel/solar dengan biodiesel sawit akan mengurangi emisi gas rumah kaca dari mesin diesel sekitar 50-60 persen. Bahkan menurut European Commission, apabila biodiesel sawit yang dihasilkan dari PKS dengan methane capture pengurangan emisi GHG dapat mencapai 62 persen (Gambar 1).
Gambar 1. Pengurangan Emisi CO2 dari Berbagai Jenis Bahan Baku Biodiesel dibandingkan dengan Emisi Diesel (Sumber: European Commission Joint Research Centre)
Hasil penelitian Mathews and Ardyanto (2015), juga mendukung temuan Uni Eropa tersebut bahwa penggunaan biodiesel sawit sebagai pengganti diesel dapat menurunkan GHG di atas 60 persen.
Penghematan emisi GHG akibat penggunaan biodiesel berbahan baku sawit tersebut, lebih tinggi dibandingkan dengan penghematan emisi yang diperoleh dari biodiesel berbahan baku minyak rapeseed, minyak kedelai maupun minyak bunga matahari. Dengan kata lain, penggunaan biodiesel minyak sawit sebagai pengganti diesel dapat menurunkan emisi GHG yang lebih besar dibandingkan dengan jika digunakan biodiesel berbahan baku kacang kedelai, rapeseed maupun minyak bunga matahari.
KESIMPULAN
Menuju tahun 2050, konsumsi minyak nabati dunia diproyeksikan mencapai 27 kg/kapita, sehingga diperlukan tambahan minyak nabati dunia sebesar 170 juta ton dari produksi tahun 2014. Sebagai dari bagian tanggungjawab global untuk menurunkan emisi karbon, masyarakat dunia sudah saatnya harus memilih minyak nabati yang hemat emisi karbon untuk memenuhi kebutahan minyak nabati kedepan.
Jika masyarakat dunia memilih cara pemenuhan tambahan minyak nabati menuju 2050 dari peningkatan produksi
minyak kedelai maka diperlukan tambahan areal baru kebun kedelai dunia seluas 340 juta hektar (dengan asumsi produktivitas 0.5 ton minyak/hektar). Hal ini berarti masyarakat dunia akan kehilangan hutan (deforestasi) seluas 340 juta hektar di Amerika Selatan, dan meningkatkan emisi karbon sebesar 34 milyar ton.
Namun jika masyarakat dunia memilih pemenuhan tambahan kebutuhan minyak nabati dunia menuju 2050 dari minyak sawit apalagi disertai dengan peningkatan produktivitas kebun sawit menjadi 7 ton minyak/hektar, tambahan areal sawit dunia cukup 19 juta hektar. Berarti tambahan emisi hanya sekitar 1.9 milyar ton karbon.
Dengan kata lain, jika masyarakat dunia mengalihkan konsumsi minyak nabatinya ke minyak sawit, akan terjadi penghematan emisi karbon sebesar 32,1 milyar ton karbon tanpa mengurangi kesejahteraan masyarakat dunia dan kehilangan hutan alam yang lebih besar.
DAFTAR PUSTAKA
Corley, R.H.V, 2009. How Much Palm Oil do We Need? Environmental Science and Policy 12 (2009): 134-139.
European Commission. 2012. GLOBAL EMISSION EDGAR. Joint Research Centre European Centre: HTTP://
WWW. GLOBALCARBO European Commission NPROJECT.ORG/
CARBONBUDGET/12/DATA.HTML
45 40
58 62
88
0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100
Rapeseed Biodiesel
Soybean Biodiesel
Sunflower Biodiesel
Palm Oil Biodiesel (methane capture)
Waste Cooking Oil/Vegetable
Oil
Intergovernmental Panel on Climate Change.
1991. The IPCC Scientific Assesment.
Cambridge University Press.
Intergovernmental Panel on Climate Change.
2001. Concentration of Atmospheric Green House Gase. Cambridge University Press.
International Energy Agency. 2014. Emission from Fuel Combustion. www.iea.org.
Oil World. 2009-2015. Oil World Statistic.
ISTA Mielke GmBh. Hamburg.
PASPI. 2016. Mitos vs Fakta: Industri Minyak Sawit dalam Isu Sosial, Ekonomi dan Lingkungan Global. Edisi Kedua. Palm Oil Agribusiness Strategic Policy Institute. Bogor.
United States Department of Agriculture.
2016. World Agriculture Outlook 2025.
USDA. Washington.