BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Hasil Penelitian Terdahulu
Nama Judul Penelitian Rumusan
Handar
Dari hasil penelitian terdahulu di atas terdapat beberapa persamaan dengan
penelitian ini, yaitu penerapan sanksi pidana terhadap anak dan pertimbangan
Hakim dalam menjatuhkan pidana terhadap anak harus memantapkan kepastian
dalam hal ini masih berjalan tidak efektif. Selanjutnya perbedaan dengan
penelitian ini, yaitu ketidaksesuaian batas hukuman dimana penelitian ini
merujuk ke arah ketidaksesuaian putusan oleh Hakim.
B. Landasan Teori
1.1. Pengertian Persetubuhan
Tindak pidana kesopanan dalam hal persetubuhan tidak ada yang
masuk pada jenis pelanggaran, semuanya masuk pada jenis kejahatan.
Kejahatan yang digolongkan dalam lima pasal dalam KUHP yakni, 284
(perzinahan), 285 (perkosaan bersetubuh), 286 (bersetubuh dengan
perempuan bukan istrinya yang dalam keadaan pingsan), 287 (bersetubuh
dengan perempuan yang belum berumur lima belas tahun yang bukan
istrinya), dan Pasal 288 (bersetubuh dalam perkawinan dengan
perempuan yang belum waktunya dikawin dan menimbulkan luka atau
kematian).
Persetubuhan adalah perpaduan antara alat kelamin laki-laki dengan
alat kelamin perempuan yang biasanya dilakukan untuk memperoleh
anak, dimana alat kelamin laki-laki masuk kedalam alat kelamin
perempuan yang kemudian mengeluarkan air mani4.
4
Apabila alat penis tidak sampai masuk kedalam vagina walaupun
telah mengeluarkan sperma, atau masuk tetapi tidak sampai keluar
sperma, menurut pengertian bersetubuh seperti itu, maka belum terjadi
persetubuhan. Namun telah terjadi percobaan persetubuhan, dan menurut
ketentuan Pasal 53 telah dapat dipidana karena telah masuk percobaan
berzina5.
Pengertian persetubuhan tersebut masih pengertian dari aliran klasik
dan menurut teori modern, tanpa mengeluarkan air mani pun, maka hal
tersebut sudah dapat dikatakan sebagai persetubuhan sehingga tidak tepat
jika disebut hanya sebagai percobaan.
Persetubuhan sendiri telah diatur dalam KUHP buku II dengan
tindak pidana kesusilaan. Dalam Pasal 285 dirumuskan bahwa :
“Barangsiapa dengan kekerasan atau ancaman kekerasan
memaksa seseorang wanita bersetubuh dengan dia diluar pernikahan, diancam karena melakukan perkosaan, dengan
pidana penjara paling lama 12 (dua belas tahun)”.
Dalam pembahasan tentang persetubuhan anak terdapat dua sudut
pandang dari segi sudut pandang KUHP sebagai lex generalis lalu dari sudut pandang Undang-undang Perlindungan Anak sebagai lex spesialis
yaitu sebagai berikut :
a. Persetubuhan Anak Menurut KUHP
5
Menurut Pasal 287 Ayat (1) KUHP, persetubuhan adalah :
“Barangsiapa bersetubuh dengan seorang perempuan diluar
perkawinan, yang diketahui atau sepatutnya harus diduganya, bahwa umurnya tidak jelas, bahwa belum waktunya untuk dikawin, diancam dengan pidana penjara paling lama 9
(sembilan) tahun”.
Bagian inti delik dari pasal diatas adalah :
1) Bersetubuh dengan perempuan diluar perkawinan.
2) Yang diketahui atau sepatutnya harus diduganya bahwa umurnya
belum 15 (lima belas) tahun, atau jika umurnya tidak jelas,
belum waktunya untuk dikawin.
Selanjutnya dalam Pasal 287 Ayat (2) KUHP disebutkan :
“penuntutan hanya berdasarkan pengaduan, kecuali jika perempuan
belum sampai 12 (dua belas) tahun atau jika ada salah satu hal
berdasarkan Pasal 291 dan Pasal 294 KUHP”. Apabila dicermati, maka
tindak pidana yang diatur dalam Pasal 287 KUHP sebenarnya terdiri dari
dua macam tindak pidana, yaitu :
1) Tindak pidana persetubuhan atau cabul dengan orang yang masih
di bawah umur 15 (lima belas) tahun tetapi lebih dari 12 (dua
belas) tahun. Tindak pidana ini merupakan delik aduan yang
hanya bisa dituntut atas pelanggarannya karena adanya
pengaduan.
2) Tindak pidana persetubuhan atau cabul dengan orang di bawah
umur 15 (lima belas) tahun tetapi kurang dari 12 (dua belas)
sehingga untuk penentuannya tidak dibutuhkan adanya
pengaduan.
Adapun tindak pidana yang diatur dalam Pasal 287 KUHP memuat
unsur-unsur berikut :
a) Unsur subjektif :
- Diketahui, dan
- Sepatutnya harus diduga.
b) Unsur Objektif :
- Bersetubuh.
- Seorang wanita.
- Diluar pernikahan.
- Belum berumur 15 (lima belas) tahun, dan
- Belum mampu kawin.
Kejahatan Pasal 287 KUHP merupakan tindakan pidana aduan
relatif karena pengaduan itu berlaku atau diperlakukan hanya dalam hal
persetubuhan yang dilakukan pada anak perempuan yang umurnya 12
(dua belas) tahun sampai 15 (lima belas) tahun atau jika dalam
persetubuhan itu tidak ada unsur-unsur yang terdapat pada Pasal 291
KUHP dan Pasal 294 KUHP. Akan tetapi, apabila persetubuhan itu
terdapat unsur-unsur yang disebutkan pada Pasal 291 KUHP dan Pasal
294 KUHP, kejahatan itu bukan merupakan tindak pidana aduan.
Unsur yang terkandung dalam Pasal 291 KUHP adalah akibat dari
persetubuhan itu, diantaranya luka-luka, luka berat dan luka ringan, serta
kematian. Sedangkan dalam Pasal 294 KUHP adalah persetubuhan yang
dilakukan terhadap anak kandung, anak tiri, anak angkat, anak di bawah
pengawasannya, pembantu atau bawahannya6.
b. Persetubuhan Anak Menurut Undang-undang Perlindungan
Anak
Pasal 1 angka 2 Undang-undang Nomor 35 Tahun 2014 Tentang
Perlindungan Anak menentukan bahwa :
“Perlindungan Anak adalah segala kegiatan untuk menjamin dan
melindungi anak dan hak-haknya agar dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari
kekerasan dan diskriminasi”.
Perlindungan Anak dapat juga diartikan sebagai segala upaya yang
ditujukan untuk mencegah, rehabilitasi, dan memberdayakan anak yang
mengalami tindak perlakuan salah (child abused), eksploitasi, dan penelantaran agar dapat menjamin kelangsungan hidup dan tumbuh
kembang anak secara wajar, baik fisik, mental, dan sosialnya.
6
Dalam Undang-undang Perlindungan Anak Nomor 35 Tahun 2014,
tindak pidana pesetubuhan terhadap seorang anak diatur secara tegas
dalam Pasal 81 Ayat (1) dan (2) yang rumusannya sebagai berikut :
1) Setiap orang yang dengan sengaja melakukan kekerasan atau
memaksa anak untuk melakukan persetubuhan dengannya atau
dengan orang lain, dipidana dengan pidana penjara paling
singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun dan
denda paling banyak Rp. 5.000.000.000,- (lima miliar rupiah).
2) Ketentuan pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku
pula bagi Setiap Orang yang dengan sengaja melakukan tipu
muslihat, serangkaian kebohongan, atau membujuk anak untuk
melakukan persetubuhan dengannya atau dengan orang lain.
Dalam hukum pidana berlaku asas “lex specialis derogate lex generalis”, dimana asas ini mengatakan bahwa aturan khusus
mengesampingkan aturan umum. Hal ini untuk menjamin adanya
kepastian hukum bagi aparat penegak hukum dalam menerapkan suatu
peraturan perundang-undangan.
Dengan adanya Undang-undang Perlindungan Anak khususnya
Pasal 81, maka dapat dikatakan bahwa Pasal 287 KUHP sudah tidak
dapat diterapkan lagi bagi pelaku persetubuhan yang dilakukan terhadap
diatur secara khusus mengenai ketentuan pidana materiil delik
persetubuhan yang dilakukan terhadap anak.
Pasal 81 Undang-undang Perlindungan Anak merupakan “lex specialis derogate lex generalis” dari Pasal 287 KUHP dimana dalam
penerapan hukum bagi delik persetubuhan yang dilakukan terhadap anak
di bawah umur, penggunaan Pasal 81 Undang-undang Perlindungan
Anak harus didahulukan dari Pasal 287 KUHP.
Saat ini dinamika yang terjadi dalam proses pencarian keadilan
pada pranata hukum kita ternyata telah berkembang menjadi begitu
kompleks. Masalah-masalah hukum dan keadilan bukan lagi sekedar
masalah teknis prosedural untuk menentukan apakah suatu perbuatan
bertentangan atau tidak dengan peraturan perUndang-undangan, atau
apakah sesuai atau tidak dengan hukum kebiasaan yang berlaku dalam
masyarakat, akan tetapi, masalah hukum yang menjadi polemik adalah
seputar bagaimana mempersiapkan yang belum ada dan menyesuaikan
yang tidak lagi cocok dalam rangka proses transplantasi hukum secara
besar-besaran yang berjalan mengiringi proses pertumbuhan tatanan baru
globalisasi7.
1.2. Tinjauan Umum Tentang Kekerasan
7
Menurut Ricard J. Gelles kekerasan terhadap anak merupakan perbuatan disengaja yang menimbulkan kerugian atau bahaya terhadap anak-anak (baik secara fisik maupun emosional). Bentuk kekerasan terhadap anak-anak dapat diklasifikasikan menjadi kekerasan secara fisik, kekerasan secara psikologi, kekerasan secara seksual dan kekerasan secara sosial.
Kekerasan seksual terhadap anak adalah apabila seseorang menggunakan anak untuk mendapatkan kenikmatan atau kepuasan seksual. Tidak terbatas pada hubungan seks saja, tetapi juga tindakan-tindakan yang mengarah kepada aktivitas seksual terhadap anak-anak, seperti: menyentuh tubuh anak secara seksual, baik si anak memakai pakaian atau tidak; segala bentuk penetrasi seks, termasuk penetrasi ke mulut anak menggunakan benda atau anggota tubuh yang membuat atau memaksa anak terlibat dalam aktivitas seksual yang secara sengaja melakukan aktivitas seksual di hadapan anak, atau tidak melindungi dan mencegah anak menyaksikan aktivitas seksual yang dilakukan orang lain yang membuat, mendistribusikan dan menampilkan gambar atau film yang mengandung adegan anak-anak dalam pose atau tindakan tidak senonoh, serta memperlihatkan kepada anak, gambar, foto atau film yang menampilkan aktivitas seksual8.
Tindak kekerasan seringkali dipertontonkan ditengah masyarakat
yang dapat saja berakibat fatal yang menimbulkan korban. Karena itu,
8
perlu rumusan pengertian tentang apa yang dimaksud dengan kekerasan
dan jenis-jenis kekerasan atau ancaman kekerasan yang sering menimpa
perempuan dan anak di bawah umur. Yang dimaksud melakukan
kekerasan itu membuat orang pingsan atau tidak berdaya lagi (lemah).
Pingsan artinya tidak ingat atau tidak sadar akan dirinya, orang yang
pingsan tidak dapat mengetahui apa yang terjadi atas dirinya. Sedangkan
tidak berdaya artinya tidak mempunyai kekuatan atau tenaga sama sekali,
sehingga ia tidak dapat mengadakan perlawanan sedikitpun, orang yang
tidak berdaya dapat mengetahui apa yang terjadi atas dirinya. Melakukan
kekerasan mempergunakan tenaga atau kekuatan jasmani yang tidak kecil
secara tidak sah. Misalnya memukul dengan tangan atau dengan segala
macam senjata, menyepak, menendang, dan lain sebagainya9.
Istilah kekerasan juga berkonotasi kecenderungan agresif untuk
melakukan perilaku yang merusak. Kekerasan terjadi ketika seseorang
menggunakan kekuatan, kekuasaan, dan posisinya untuk menyakiti orang
lain dengan sengaja, bukan karena kebetulan. Kekerasan juga meliputi
ancaman, dan tindakan yang bisa mengakibatkan luka dan kerugian. Luka
yang diakibatkan bisa berupa luka fisik, perasaan, pikiran, yang
merugikan kesehatan dan mental.
9
Ada empat macam kekerasan yaitu “kekerasan emosional
(emotional abuse), kekerasan fisik (verbal abuse), kekerasan psikis (physical abuse), dan kekerasan seksual (sexual abuse)”. Jenis kekerasan atau ancaman kekerasan dalam hal tindak pidana atau perbuatan
kesusilaan yang telah diatur dalam peraturan perundang-undangan.
Antara lain dalam KUHP, tindak kekerasan kesusilaan terdapat dalam
Pasal 55 ke 2, 120, 145, 170, ke 1, 175, 285, 289, 300 Ayat (1) ke 3, 330,
dan Pasal 332 Ayat (1) ke 2. Semuanya dapat dijelaskan secara singkat
sebagai berikut :
a) Pasal 55 ayat 2 KUHP menyebutkan mereka yang dengan
memberi atau menjanjikan sesuatu, dengan menyalahgunakan
kekuasaan atau martabat dengan kekerasan, ancaman kekerasan
atau penyesatan dengan memberi kesempatan, sarana atau
keterangan, sengaja menganjurkan orang lain supaya melakukan
perbuatan.
b) Pasal 120 KUHP menyebutkan jika kejahatan tersebut Pasal 113,
115, 117, 118, dan Pasal 119 dilakukan dengan akal curang,
seperti penyesatan, penyamaran, pemakaian nama atau
kedudukan palsu, atau dengan menawarkan, menerima,
membayangkan, atau menjanjikan hadiah, keuntungan dalam
bentuk apapun; atau dilakukan dengan kekerasan atau ancaman
c) Pasal 170 ayat 1 KUHP menyebutkan barangsiapa dengan
terang-terangan dan dengan tenaga bersama menggunakan
kekerasan atau ancaman kekerasan terhadap orang atau barang,
diancam dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun 6
(enam) bulan.
d) Pasal 285 KUHP menyebutkan barangsiapa dengan kekerasan
atau ancaman kekerasan memaksa seorang wanita bersetubuh
dengan dia diluar perkawinan, diancam karena melakukan
perkosaan, diancam dengan pidana penjara paling lama 12 (dua
belas) tahun.
e) Pasal 289 KUHP menyebutkan barangsiapa dengan kekerasan
atau ancaman kekerasan memaksa seseorang untuk melakukan
atau membiarkan dilakukan perbuatan cabul, diancam karena
perbuatan menyerang kehormatan kesusilaan, dengan pidana
penjara paling lama 9 (sembilan) tahun.
f) Pasal 330 ayat 1 KUHP menyebutkan barangsiapa dengan
sengaja menarik seseorang yang belum cukup umur dari
kekuasaan menurut Undang-undang ditentukan atas dirinya, atau
dari pengawasan oleh orang yang berwenang untuk itu, diancam
pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun.
g) Pasal 330 ayat 2 KUHP menyebutkan bilamana dalam hal ini
bilamana anaknya belum cukup umur 12 (dua belas) tahun,
dijatuhkan pidana penjara paling lama 9 (Sembilan) tahun.
1.3. Tinjauan Umum Tentang Anak
a. Pengertian Anak
Mengenai penjelasan tentang pengertian anak tidak ada
keseragaman, bahkan sangat variatif tergantung dari sudut pandang mana kita melihatnya, sehingga dalam perumusannya masih ditemukan
pengertian yang berbeda-beda.
Darwan Prints menguraikan beberapa pengertian anak sebagai
berikut :
a) Undang-undang Peradilan Anak
Undang-undang Nomor 11 tahun 2012 tentang Peradilan Anak
(perubahan dari Undang-undang Nomor 3 tahun 1997 tentang
Pengadilan Anak) Pasal 1 (3) merumuskan bahwa anak adalah
anak yang telah berumur 12 (dua belas) tahun, tetapi belum
berumur 18 (delapan belas) tahun.
b) Anak menurut KUHP
Pasal 45 KUHP, mendefinisikan anak yang belum dewasa
apabila belum berumur 16 (enam belas) tahun. Oleh karena itu,
apabila ia tersangkut dalam perkara pidana hakim boleh
memerintahkan supaya si tersalah itu dikembalikan kepada orang
suatu hukuman. Atau memerintahkannya supaya diserahkan
kepada pemerintah dengan tidak dikenakan hukuman. Ketentuan
Pasal 35, 46 dan 47 KUHP ini sudah dihapuskan dengan lahirnya
Undang-undang Nomor 3 Tahun 1997.
c) Anak menurut Hukum Perdata
Pasal 330 KUH Perdata menjelaskankan, orang belum dewasa
adalah mereka yang belum mencapai umur 21 (dua puluh satu)
tahun dan tidak lebih dahulu telah kawin.
d) Anak menurut Undang-undang Perkawinan
Pasal 7 (1) Undang-undang Pokok Perkawinan (Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974) mengatakan, seorang pria diizinkan kawin apabila telah mencapai usia 19 (sembilan belas) tahun dan pihak wanita telah mencapai umur 16 (enam belas) tahun. Penyimpangan atas hal tersebut hanya dapat diminta dispensasi kepada pengadilan negeri10.
Anak merupakan generasi penerus bangsa dan penerus perjuangan
pembangunan yang ada. Anak adalah amanah sekaligus karunia Tuhan
yang Maha Esa yang senantiasa harus kita jaga karena dalam dirinya
melekat harkat, martabat dan hak-hak sebagai manusia yang harus
dijunjung tinggi. Anak adalah generasi penerus bangsa dan penerus
10
pembangunan, yaitu generasi yang dipersiapkan sebagai subjek pelaksana
pembangunan yang berkelanjutan dan pemegang kendali masa depan
suatu negara, tidak terkecuali Indonesia. Sehingga setiap anak berhak atas
kelangsungan hidup, tumbuh, dan berkembang, berpartisipasi serta berhak
atas perlindungan dari tindak kekerasan dan diskriminasi serta hak sipil
dan kebebasan11.
Perilaku seksual yang menyimpang dapat dianggap tidak diinginkan
karena mereka terkait dengan keadaan atau hasil yang kurang diinginkan.
Kita lanjutkan dengan contoh gadis-gadis yang terlibat dalam hubungan
seksual pada usia dini. Gadis-gadis seperti itu menunjukkan lebih banyak
masalah perilaku dan mengalami lebih banyak hasil negatif dari pada
anak perempuan dengan usia yang sama yang belum aktif secara
seksual12.
Perlindungan anak Indonesia berarti melindungi potensi sumber
daya insani dan membangun manusia Indonesia seutuhnya, menuju
masyarakat yang adil dan makmur, materil spiritual berdasarkan
Pancasila dan UUD 1945. Dalam Pasal 2 ayat (3) dan (4) Undang-undang
Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 1979 tentang Kesejahteraan Anak,
11
Angger Sigit Pramukti, dkk. Sistem Peradilan Pidana Anak. Jakarta : Pustaka Yustisia. 2015. hlm 5.
12
ditentukan bahwa : “Anak berhak atas pemeliharaan dan perlindungan
baik semasa kandungan maupun sesudah dilahirkan. Anak berhak atas
perlindungan-perlindungan lingkungan hidup yang dapat membahayakan
atau menghambat pertumbuhan dan perkembangan dengan wajar”. Kedua
ayat tersebut memberikan dasar pemikiran bahwa perlindungan anak
bermaksud untuk mengupayakan perlakuan yang benar dan adil, untuk
mencapai kesejahteraan anak.
Pengertian anak dalam kaitan dengan perilaku anak nakal (juvenile delinguency), biasanya dilakukan dengan mendasarkan pada tingkatan usia, dalam arti tingkat usia berapakah seseorang dikategorikan sebagai
anak. Selain itu adapula yang melakukan pendekatan psikososial dalam
usahanya merumuskan tentang anak13.
Ketika seorang anak tidak mau interaksi seksual atau dipaksakan
padanya, kejahatan seksual disebut sebagai pemerkosaan anak, atau hanya
sebagai serangan seksual. Ketika anak mau dan setuju untuk seksual
interaksi dengan orang dewasa, kejahatan seksual kadang-kadang disebut
sebagai pemerkosaan menurut hukum14.
13
Nashriana. Perlindungan Hukum Pidana Bagi Anak Di Indonesia. Jakarta : PT Raja Grafindo Persada. 2014. hlm 1 – 8.
14
Pengertian anak menurut Undang-undang Nomor 11 Tahun 2012
tentang sistem peradilan anak diungkapkan bahwa sistem peradilan anak
merupakan seluruh proses penyelesaian perkara anak yang berhadapan
dengan hukum, yakni mulai dari tahap penyelidikan sampai dengan tahap
pembimbingan setelah menjalani pidana. Anak yang berhadapan hukum
adalah anak yang berkonflik dengan hukum, anak yang menjadi korban
tindak pidana dan anak yang menjadi saksi tindak pidana15.
Perlindungan terhadap anak pada suatu masyarakat bangsa,
merupakan tolak ukur peradaban bangsa tersebut, karenanya wajib
diusahakan sesuai dengan kemampuan nusa dan bangsa. Kegiatan
perlindungan anak merupakan suatu tindakan hukum yang berakibat
hukum16.
Karena itu, untuk melakukan perlindungan terhadap hak-hak anak,
tentu saja diawali pertanyaan : Apa yang dimaksud dengan anak ? batasan
tentang anak sangat urgen dilakukan untuk melaksanakan kegiatan perlindungan anak dengan benar dan terarah, semata – mata untuk mempersiapkan generasi mendatang yang tangguh dan dapat menghadapi
segala tantangan dunia. Dalam kaitan itu, pengaturan tentang batasan
anak dapat dilihat pada :
15
Angger Sigit Pramukti, dkk. Sistem Peradilan Pidana Anak. Jakarta : Pustaka Yustisia. 2015. hlm 6.
16
1) Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP)
merumuskan secara eksplisit tentang pengertian anak, tetapi
dapat dijumpai antara lain pada Pasal 45 dan Pasal 72 yang
memakai batasan usia 16 tahun.
2) Undang-undang Nomor 35 tahun 2014 tentang Perlindungan
Anak
Dalam Pasal 1 butir 1 menyatakan bahwa anak adalah seseorang
yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun, termasuk anak
yang masih dalam kandungan17.
Berbagai pengertian anak seperti yang disebutkan di atas
menggunakan kategori usia. Anak yang melakukan tindak pidana
disebutkan halnya dengan Undang-undang Nomor 11 tahun 2012 yang
menggantikan penyebutan menjadi anak yang berkonflik dengan hukum.
Dalam kebiasaan Internasional sering disebut dengan kenakalan remaja
atau juvenile delinquency.
juvenile delinquency ditentukan atas dasar umur para pelaku dan atas dasar macam tingkah laku para pelaku untuk diajukan ke Pengadilan
anak. Kebanyakan negara mempunyai batas umur minimum dan
17
maksimum seorang anak untuk dapat diajukan di muka sidang
pengadilan, di antaranya :
1) Amerika Serikat ada 27 negara bagian yang mempunyai batas
umur maksimum 18 tahun, 6 negara bagian 17 tahun dan negara
bagian lainnya 16 tahun. Batas umur minimum rata – rata adalah 8 tahun.
2) Inggris batas usia minimum 12 tahun dan maksimum 16 tahun.
3) Australia kebanyakan negara bagian batas umur minimum 8
tahun, batas umur maksimum 16 tahun untuk child dan 16 tahun untuk young person.
4) Belanda batas umur minimum 12 tahun dan batas umur
maksimum 18 tahun.
5) Negara ASEAN lain, antara lain Filipina (antara 7 sampai 16
tahun), Malaysia (antara 7 sampai 18 tahun) dan singapura
(antara 7 sampai 18 tahun)18.
b. Hak Anak
Anak tetaplah anak, dengan segala ketidakmandirian yang ada
mereka sangatlah membutuhkan perlindungan dan kasih sayang dari
18
Soekito, Sri Widoyowati Wiratmo. Anak dan Wanita dalam Hukum. Jakarta : LP3ES. 1983. hlm 10
orang dewasa disekitarnya. Anak mempunyai berbagai hak yang harus
diimplementasikan dalam kehidupan dan penghidupan mereka19.
Anak adalah pribadi yang sangat unik dan memiliki ciri yang khas.
Meski tidak dapat bertindak berdasarkan perasaan, pikiran, dan kehendak
sendiri, ternyata lingkungan sekitar berpengaruh cukup besar dalam
membentuk perilaku seorang anak. Untuk itu bimbingan, pembinaan dan
perlindungan dari orang tua, guru serta orang dewasa lainnya amat
dibutuhkan oleh anak dalam perkembangannya20.
Hak-hak anak adalah upaya sinkronisasi hak dan kebebasan anak
yang diakui sebagai hak dasar, serta yang melekat sejak lahir sebagai
bagian dari hak asasi manusia. Hak mana memang diakui dan dilindungi,
baik secara universal bagi semua bangsa-bangsa di dunia, maupun
pengakuan dan perlindungannya menurut hukum nasional suatu negara.
Pengakuan dan perlindungan hukum terhadap berbagai hak dan
kebebasan anak (fundamental rights and freedom of children) ini dimaksudkan untuk memenuhi berbagai kepentingan yang berhubungan
dengan kesejahteraan dan masa depan anak21.
19
Nashriana. Perlindungan Hukum Pidana Bagi Anak Di Indonesia. Jakarta : PT Raja Grafindo Persada. 2014. hlm 13.
20
Angger Sigit Pramukti, dkk. Sistem Peradilan Pidana Anak. Jakarta : Pustaka Yustisia. 2015. hlm 10.
21
Hak-hak anak dalam Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002
tentang Perlindungan Anak (Pasal 4 – Pasal 18) :
1) Setiap anak berhak untuk dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan
berpartisipasi secara wajar sesuai dengan harkat dan martabat
kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan
diskriminasi.
2) Setiap anak berhak atas suatu nama sebagai identitas diri dan
status kewarganegaraan.
3) Setiap anak berhak untuk beribadah menurut agamanya, berpikir,
dan berekspresi sesuai dengan tingkat kecerdasan dan usianya,
dalam bimbingan orang tua.
4) Setiap anak berhak untuk mengetahui orang tuanya, dibesarkan,
dan diasuh oleh orang tuanya sendiri.
5) Setiap anak berhak memperoleh pelayanan kesehatan dan
jaminan sosial sesuai dengan kebutuhan fisik, mental, spiritual,
dan sosial.
6) Setiap anak berhak memperoleh pendidikan dan penggajaran
dalam rangka pengembangan pribadinya dan tingkat
kecerdasannya sesuai dengan minat dan bakatnya.
7) Setiap anak berhak menyatakan dan didengar pendapatnya,
menerima, mencari, dan memberikan informasi sesuai dengan
sesuai dengan tingkat kecerdasan dan usianya demi
pengembangan dirinya sesuai dengan nilai – nilai kesusilaan dan kepatutan.
8) Setiap anak berhak memperoleh perlindungan dari sarana
penganiayaan, penyiksaan, atau penjatuhan hukum yang tidak
manusiawi.
9) Setiap anak berhak untuk memperoleh kebebasan sesuai dengan
hukum.
10) Penangkapan, penahanan, atau tindak pidana penjara anak hanya
dilakukan apabila sesuai dengan hukum yang berlaku dan hanya
dilakukan sebagai upaya terakhir.
11) Setiap anak yang menjadi korban atau pelaku kekerasan seksual
atau yang berhadapan dengan hukum berhak dirahasiakan22.
c. Kewajiban Anak
Setelah memahami mengenai hak anak yang dilindungi oleh
peraturan perundang – undangan, selanjutnya akan dibahas mengenai kewajiban anak. Kewajiban dan hak adalah suatu pasangan yang sulit
terpisahkan antaa satu dan lainnya. Kewajiban adalah sesuatu yang harus
dilakukan. Kebanyakan hak akan muncul apabila sudah melakukan
22
kewajiban terlebih dahulu. Berdasarkan Undang-undang Nomor 23 tahun
2002 tentang Perlindungan Anak, terdapat lima kewajiban anak yang
harus dilakukan, yaitu :
1) Menghormati orang tua, wali dan guru.
2) Mencintai keluarga, masyarakat dan menyayangi temannya.
3) Mencintai tanah air, bangsa dan negara.
4) Menunaikan ibadah sesuai dengan ajaran agamanya.
5) Melaksanakan etika dan akhlak mulia23. 1.4. Perlindungan Hukum Terhadap Anak
a. Pengertian Perlindungan Hukum
Perlindungan hukum adalah memberikan pengayoman terhadap hak
asasi manusia (HAM) yang dirugikan orang lain dan perlindungan itu di
berikan kepada masyarakat agar dapat menikmati semua hak-hak yang
diberikan oleh hukum. Hukum dapat difungsikan untuk mewujudkan
perlindungan yang sifatnya tidak sekedar adaptif dan fleksibel, melainkan
juga prediktif dan antisipatif. Hukum dibutuhkan untuk mereka yang
lemah dan belum kuat secara sosial, ekonomi dan politik untuk
memperoleh keadilan sosial24.
23
Angger Sigit Pramukti, dkk. Sistem Peradilan Pidana Anak. Jakarta : Pustaka Yustisia. 2015. hlm 15.
24
Perlindungan anak adalah segala usaha yang dilakukan untuk
menciptakan kondisi agar setiap anak dapat melaksanakan hak dan
kewajibannya demi perkembangan dan pertumbuhan anak secara wajar
baik fisik, mental dan sosial. Perlindungan anak merupakan perwujudan
adanya keadilan dalam suatu masyarakat, dengan demikian perlindungan
anak diusahakan dalam berbagai bidang kehidupan bernegara dan
bermasyarakat. Arif Gosita mengemukakan bahwa kepastian hukum perlu
diusahakan demi kelangsungan kegiatan perlindungan anak dan
mencegah penyelewengan yang membawa akibat negatif yang tidak
diinginkan dalam pelaksanaan perlindungan anak25.
Perlindungan anak dalam penjelasan UU No. 23 Tahun 2002 yaitu
segala kegiatan untuk menjamin dan melindungi anak dan hak-haknya
agar dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi, secara optimal
sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat
perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi26. b. Hak – hak Tersangka / Terdakwa Anak
Pada bagian ini diuraikan bagaimana sebenarnya Undang-undang
memberikan perlindungan hukum terhadap anak yang berhadapan dengan
25
Gultom, Maidin. Perlindungan Hukum Terhadap Anak dalam Sistem Peradilan Pidana Anak di Indonesia. Bandung : Refika Aditama. 2008. hlm 34.
26
hukum, baik ketika ia menjadi tersangka maupun ketika telah didakwa
dalam persidangan anak. Hak-hak tersangka / terdakwa anak dalam
Undang-undang Pengadilan Anak diatur dalam Pasal 45 ayat (4), dan
Pasal 51 ayat (1) dan (3). Selain itu hak-haknya juga diatur dalam Bab IV
Pasal 50 sampai dengan Pasal 68 KUHAP, Kecuali Pasal 64 nya. Ini
menunjukan bahwa hak-hak anak selain mengacu pada hukum yang
umum (KUHAP), tetapi juga diatur dalam hukum pidana anak (UU
Pengadilan Anak), karena UU Pengadilan Anak tidak mencabut hak-hak
tersangka / terdakwa dalam KUHAP, tetapi melengkapi apa yang diatur
dalam Undang-undang Pengadilan Anak.
Mengenai apa saja hak – hak tersangka / terdakwa anak, dapat dirinci pada berikut ini :
a) Setiap anak nakal sejak saat ditangkap atau ditahan berhak
mendapat bantuan hukum dari seseorang atau lebih penasihat
hukum selama dalam waktu dan pada setiap tingkat pemeriksaan.
b) Setiap anak nakal yang ditangkap atau ditahan berhak
berhubungan langsung dengan penasihat hukum dengan diawasi
tanpa didengar oleh pejabat berwenang.
c) Selama anak ditahan, kebutuhan jasmani, rohani, dan sosial anak
tetap dipenuhi.
d) Tersangka anak berhak segera mendapat pemeriksaan oleh
e) Tersangka anak berhak perkaranya segera diajukan ke
pengadilan oleh penuntut umum.
f) Tersangka anak berhak segera diadili oleh pengadilan.
g) Untuk mempersiapkan pembelaan, tersangka anak berhak untuk
diberitahukan dengan jelas dengan bahasa yang dimengerti
olehnya tentang apa yang disangkakan padanya pada waktu
pemeriksaan dimulai.
h) Untuk mempersiapkan pembelaan, tersangka anak berhak untuk
diberitahukan dengan jelas dengan bahasa yang dimengerti
olehnya tentang apa yang didakwakan kepadanya.
i) Dalam pemeriksaan pada tingkat penyidikan dan pengadilan,
tersangka atau terdakwa anak berhak memberikan keterangan
secara bebas kepada penyidik atau Hakim.
j) Tersangka atau terdakwa anak berhak menghubungi dan
menerima kunjungan rohaniawan.
k) Tersangka atau terdakwa anak berhak untuk mengusahakan dan
mengajukan saksi atau seseorang yang mempunyai keahlian
khusus guna memberikan keterangan yang menguntungkan bagi
dirinya.
l) Tersangka atau terdakwa anak tidak dibebani kewajiban
m)Terdakwa anak berhak untuk minta banding terhadap putusan
pengadilan tingkat pertama kecuali terhadap putusan bebas, lepas
dari segala tuntutan hukum yang menyangkut masalah kurang
tepatnya penerapan hukum dan putusan pengadilan dalam acara
cepat.
n) Tersangka atau terdakwa anak berhak menuntut ganti kerugian
dan rehabilitasi sebagaimana diatur dalam Pasal 95 KUHAP dan
selanjutnya. Dengan diaturnya hak-hak diatas walaupun
tersangka atau terdakwanya adalah anak-anak, petugas
pemeriksa tidak boleh untuk menghalangi dipenuhinya hak-hak
tersebut, bahkan sebaliknya sejak awal pemeriksaan hak-hak
tersebut diberitahukan kepada si anak27.
1.5. Sanksi Pidana Anak
Dalam ilmu hukum pidana, seorang hakim tidak boleh menjatuhkan
hukuman pidana penjara yang melebihi batas maksimal yang di tetapkan
oleh suatu ketentuan Undang-undang. Dalam perkara anak dalam
Undang-undang sistem perlindungan anak telah mengatur batas
maksimal ancaman pidana penjara yang di bedakan dengan orang dewasa.
Pidana yang di berlakukan terhadap anak terbagi 2 (dua) yaitu :
27
1) Pidana Pokok :
a) Pidana Peringatan (Pasal 72 UU No.11 Tahun 2012)
Pidana Peringatan merupakan pidana ringan yang tidak
mengakibatkan pembatasan kebebasan anak. Dengan kata lain
pidana peringatan berupa teguran dan peringatan yang di
terima anak agar tidak mengulangi kesalahan / pelanggaran
yang mungkin dapat merugikan orang lain.
b) Pidana dengan syarat
Pidana dengan syarat tersebut pasal 73 dalam Undang-undang
Peradilan Pidana Anak mengatur maksimal penjatuhan pidana
oleh hakim dalam hal pidana penjara yang dijatuhkan paling
lama 2 (dua) tahun. Namun memiliki persyaratan umum dan
khusus. Persyaratan umum ialah anak tidak akan melakukan
tindak pidana lagi selama menjalani masa pidana dengan
syarat. Sementara itu persyaratan khusus adalah persyaratan
yang di keluarkan Hakim untuk melakukan atau tidak
melakukan tindak pidana tertentu yang telah di tetapkan oleh
Hakim. Tindak pidana tertentu yang tidak dapat dilanggar
anak merupakan syarat utama, selain itu ada beberapa hal
yang akan di keluarkan Hakim sebagai syarat yang harus
dilakukan anak antara lain wajib lapor dan syarat lainnya
Pidana dengan syarat yang di jatuhkan oleh hakim memiliki
beberapa jenis penahanan bagi anak dengan tujuan pembinaan anak, yaitu
berupa :
a) Pembinaan diluar lembaga (Pasal 75)
Pembinaan di luar lembaga dapat berupa mengikuti program
pembimbingan dan penyuluhan yang dilakukan oleh pejabat
pembina maupun dari organisasi sosial masyarakat.
b) Pelayanan masyarakat (Pasal 76)
Pidana pelayanan masyarakat dimaksudkan untuk mendidik
anak dengan meningkatkan kepedulian dalam hal kegiatan
positif yang ada di masyarakat.
c) Pengawasan (Pasal 77)
Pengawasan bagi anak di tempatkan di bawah pengawasan
penuntut umum dan di bimbing oleh pembimbing
kemasyarakatan.
d) Pelatihan kerja (Pasal 78 UU No.11 Tahun 2012)
Pidana pelatihan kerja sebagaimana dimaksud dilakukan
dalam lembaga yang melaksanakan pelatihan kerja yang
sesuai dengan usia anak dengan pelatihan kerja paling singkat
3 (tiga) bulan dan paling lama 1 (satu) tahun.
Pidana pembinaan di dalam lembaga dilakukan di tempat
pelatihan yang di selenggarakan oleh pemerintah maupun
swasta. Pembinaan ini dijatuhkan apabila keadaan dan perbuatan yang dilakukan anak tidak membahayakan masyarakat, dengan pembinaan paling singkat 3 (tiga) bulan dan paling lama 24 (dua puluh empat) bulan. Namun dengan syarat anak yang berkelakuan baik yang telah menjalani ½ (satu perdua) masa pembinaan yang lebih dari 3 (tiga) bulan mendapatkan pembebasan bersyarat.
f) Penjara (Pasal 81 UU No.11 Tahun 2012)
Dalam hal pidana penjara terhadap anak hanya dapat di
lakukan sebagai upaya terakhir dan Anak yang dijatuhi pidana
penjara di LPKA hanya apabila keadaan anak dapat
membahayakan masyarakat, dengan ancaman pidana penjara
yang dapat dijatuhkan paling lama ½ (satu perdua) dari
maksimum ancaman pidana penjara bagi orang dewasa.
Lamanya pembinaan anak dilaksanakan sampai anak berumur
18 (delapan belas) tahun, dan anak yang telah menjalani ½
(satu perdua) dari lamnya pembinaan dan memiliki catatan
berkelakuan baik berhak mendapatkan pembebasan bersyarat.
dapat diancam seumur hidup maka anak hanya dapat
dijatuhkan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun.
2) Pidana tambahan :
a) Perampasan keuntungan yang di peroleh dari tindak pidana.
b) Pemenuhan kewajiban adat.
Tindakan yang berlaku dalam Undang-undang Sistem Peradilan
Pidana Anak, tindakan itu meliputi :
a) Pengembalian kepada orang tua.
b) Penyerahan kepada seseorang.
c) Perawatan dirumah sakit jiwa.
d) Perawatan di LPKS.
e) Kewajiban mengikuti pendidikan formal dan / atau pelatihan
yang diadakan oleh pemerintah atau badan swasta.
f) Pencabutan surat ijin mengemudi.
g) Perbaikan akibat tindak pidana28.
28
C.
Kerangka Pemikiran
Tahun 2002 sebagaimana telah diubah dalam Undang-undang Nomor 35 Tahun 2014 Tentang Perlindungan Anak.3. Undang-undang Nomor 11 Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Anak.
Rumusan Masalah
1. Bagaimana penerapan sanksi pidana terhadap anak di bawah umur yang melakukan persetubuhan dengan kekerasan dalam Putusan Nomor 09/pid.sus-anak/2016/PN Bms ? 2. Bagaimana pertimbangan Hakim
dalam Putusan Nomor 09/pid.sus-anak/2016/PN Bms ?
Landasan Teori
1. Pengertian Persetubuhan 2. Tinjauan Umum tentang
Kekerasan
3. Tinjauan Umum tentang Anak 4. Perlindungan tentang
Perlindungan Hukum terhadap Anak
5. Sanksi Pidana Anak Latar Belakang Masalah :