• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Hasil Penelitian Terdahulu Nama Judul Penelitian Rumusan Masalah Hasil Penelitian - SANKSI PIDANA TERHADAP ANAK DI BAWAH UMUR YANG MELAKUKAN PERSETUBUHAN DENGAN KEKERASAN (Studi terhadap Penerapan Pasal 81 UU Nomor 35 Tahun 2014

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Hasil Penelitian Terdahulu Nama Judul Penelitian Rumusan Masalah Hasil Penelitian - SANKSI PIDANA TERHADAP ANAK DI BAWAH UMUR YANG MELAKUKAN PERSETUBUHAN DENGAN KEKERASAN (Studi terhadap Penerapan Pasal 81 UU Nomor 35 Tahun 2014"

Copied!
33
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Hasil Penelitian Terdahulu

Nama Judul Penelitian Rumusan

(2)

Handar

Dari hasil penelitian terdahulu di atas terdapat beberapa persamaan dengan

penelitian ini, yaitu penerapan sanksi pidana terhadap anak dan pertimbangan

Hakim dalam menjatuhkan pidana terhadap anak harus memantapkan kepastian

(3)

dalam hal ini masih berjalan tidak efektif. Selanjutnya perbedaan dengan

penelitian ini, yaitu ketidaksesuaian batas hukuman dimana penelitian ini

merujuk ke arah ketidaksesuaian putusan oleh Hakim.

B. Landasan Teori

1.1. Pengertian Persetubuhan

Tindak pidana kesopanan dalam hal persetubuhan tidak ada yang

masuk pada jenis pelanggaran, semuanya masuk pada jenis kejahatan.

Kejahatan yang digolongkan dalam lima pasal dalam KUHP yakni, 284

(perzinahan), 285 (perkosaan bersetubuh), 286 (bersetubuh dengan

perempuan bukan istrinya yang dalam keadaan pingsan), 287 (bersetubuh

dengan perempuan yang belum berumur lima belas tahun yang bukan

istrinya), dan Pasal 288 (bersetubuh dalam perkawinan dengan

perempuan yang belum waktunya dikawin dan menimbulkan luka atau

kematian).

Persetubuhan adalah perpaduan antara alat kelamin laki-laki dengan

alat kelamin perempuan yang biasanya dilakukan untuk memperoleh

anak, dimana alat kelamin laki-laki masuk kedalam alat kelamin

perempuan yang kemudian mengeluarkan air mani4.

4

(4)

Apabila alat penis tidak sampai masuk kedalam vagina walaupun

telah mengeluarkan sperma, atau masuk tetapi tidak sampai keluar

sperma, menurut pengertian bersetubuh seperti itu, maka belum terjadi

persetubuhan. Namun telah terjadi percobaan persetubuhan, dan menurut

ketentuan Pasal 53 telah dapat dipidana karena telah masuk percobaan

berzina5.

Pengertian persetubuhan tersebut masih pengertian dari aliran klasik

dan menurut teori modern, tanpa mengeluarkan air mani pun, maka hal

tersebut sudah dapat dikatakan sebagai persetubuhan sehingga tidak tepat

jika disebut hanya sebagai percobaan.

Persetubuhan sendiri telah diatur dalam KUHP buku II dengan

tindak pidana kesusilaan. Dalam Pasal 285 dirumuskan bahwa :

“Barangsiapa dengan kekerasan atau ancaman kekerasan

memaksa seseorang wanita bersetubuh dengan dia diluar pernikahan, diancam karena melakukan perkosaan, dengan

pidana penjara paling lama 12 (dua belas tahun)”.

Dalam pembahasan tentang persetubuhan anak terdapat dua sudut

pandang dari segi sudut pandang KUHP sebagai lex generalis lalu dari sudut pandang Undang-undang Perlindungan Anak sebagai lex spesialis

yaitu sebagai berikut :

a. Persetubuhan Anak Menurut KUHP

5

(5)

Menurut Pasal 287 Ayat (1) KUHP, persetubuhan adalah :

“Barangsiapa bersetubuh dengan seorang perempuan diluar

perkawinan, yang diketahui atau sepatutnya harus diduganya, bahwa umurnya tidak jelas, bahwa belum waktunya untuk dikawin, diancam dengan pidana penjara paling lama 9

(sembilan) tahun”.

Bagian inti delik dari pasal diatas adalah :

1) Bersetubuh dengan perempuan diluar perkawinan.

2) Yang diketahui atau sepatutnya harus diduganya bahwa umurnya

belum 15 (lima belas) tahun, atau jika umurnya tidak jelas,

belum waktunya untuk dikawin.

Selanjutnya dalam Pasal 287 Ayat (2) KUHP disebutkan :

“penuntutan hanya berdasarkan pengaduan, kecuali jika perempuan

belum sampai 12 (dua belas) tahun atau jika ada salah satu hal

berdasarkan Pasal 291 dan Pasal 294 KUHP”. Apabila dicermati, maka

tindak pidana yang diatur dalam Pasal 287 KUHP sebenarnya terdiri dari

dua macam tindak pidana, yaitu :

1) Tindak pidana persetubuhan atau cabul dengan orang yang masih

di bawah umur 15 (lima belas) tahun tetapi lebih dari 12 (dua

belas) tahun. Tindak pidana ini merupakan delik aduan yang

hanya bisa dituntut atas pelanggarannya karena adanya

pengaduan.

2) Tindak pidana persetubuhan atau cabul dengan orang di bawah

umur 15 (lima belas) tahun tetapi kurang dari 12 (dua belas)

(6)

sehingga untuk penentuannya tidak dibutuhkan adanya

pengaduan.

Adapun tindak pidana yang diatur dalam Pasal 287 KUHP memuat

unsur-unsur berikut :

a) Unsur subjektif :

- Diketahui, dan

- Sepatutnya harus diduga.

b) Unsur Objektif :

- Bersetubuh.

- Seorang wanita.

- Diluar pernikahan.

- Belum berumur 15 (lima belas) tahun, dan

- Belum mampu kawin.

Kejahatan Pasal 287 KUHP merupakan tindakan pidana aduan

relatif karena pengaduan itu berlaku atau diperlakukan hanya dalam hal

persetubuhan yang dilakukan pada anak perempuan yang umurnya 12

(dua belas) tahun sampai 15 (lima belas) tahun atau jika dalam

persetubuhan itu tidak ada unsur-unsur yang terdapat pada Pasal 291

KUHP dan Pasal 294 KUHP. Akan tetapi, apabila persetubuhan itu

(7)

terdapat unsur-unsur yang disebutkan pada Pasal 291 KUHP dan Pasal

294 KUHP, kejahatan itu bukan merupakan tindak pidana aduan.

Unsur yang terkandung dalam Pasal 291 KUHP adalah akibat dari

persetubuhan itu, diantaranya luka-luka, luka berat dan luka ringan, serta

kematian. Sedangkan dalam Pasal 294 KUHP adalah persetubuhan yang

dilakukan terhadap anak kandung, anak tiri, anak angkat, anak di bawah

pengawasannya, pembantu atau bawahannya6.

b. Persetubuhan Anak Menurut Undang-undang Perlindungan

Anak

Pasal 1 angka 2 Undang-undang Nomor 35 Tahun 2014 Tentang

Perlindungan Anak menentukan bahwa :

“Perlindungan Anak adalah segala kegiatan untuk menjamin dan

melindungi anak dan hak-haknya agar dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari

kekerasan dan diskriminasi”.

Perlindungan Anak dapat juga diartikan sebagai segala upaya yang

ditujukan untuk mencegah, rehabilitasi, dan memberdayakan anak yang

mengalami tindak perlakuan salah (child abused), eksploitasi, dan penelantaran agar dapat menjamin kelangsungan hidup dan tumbuh

kembang anak secara wajar, baik fisik, mental, dan sosialnya.

6

(8)

Dalam Undang-undang Perlindungan Anak Nomor 35 Tahun 2014,

tindak pidana pesetubuhan terhadap seorang anak diatur secara tegas

dalam Pasal 81 Ayat (1) dan (2) yang rumusannya sebagai berikut :

1) Setiap orang yang dengan sengaja melakukan kekerasan atau

memaksa anak untuk melakukan persetubuhan dengannya atau

dengan orang lain, dipidana dengan pidana penjara paling

singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun dan

denda paling banyak Rp. 5.000.000.000,- (lima miliar rupiah).

2) Ketentuan pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku

pula bagi Setiap Orang yang dengan sengaja melakukan tipu

muslihat, serangkaian kebohongan, atau membujuk anak untuk

melakukan persetubuhan dengannya atau dengan orang lain.

Dalam hukum pidana berlaku asas “lex specialis derogate lex generalis”, dimana asas ini mengatakan bahwa aturan khusus

mengesampingkan aturan umum. Hal ini untuk menjamin adanya

kepastian hukum bagi aparat penegak hukum dalam menerapkan suatu

peraturan perundang-undangan.

Dengan adanya Undang-undang Perlindungan Anak khususnya

Pasal 81, maka dapat dikatakan bahwa Pasal 287 KUHP sudah tidak

dapat diterapkan lagi bagi pelaku persetubuhan yang dilakukan terhadap

(9)

diatur secara khusus mengenai ketentuan pidana materiil delik

persetubuhan yang dilakukan terhadap anak.

Pasal 81 Undang-undang Perlindungan Anak merupakan “lex specialis derogate lex generalis” dari Pasal 287 KUHP dimana dalam

penerapan hukum bagi delik persetubuhan yang dilakukan terhadap anak

di bawah umur, penggunaan Pasal 81 Undang-undang Perlindungan

Anak harus didahulukan dari Pasal 287 KUHP.

Saat ini dinamika yang terjadi dalam proses pencarian keadilan

pada pranata hukum kita ternyata telah berkembang menjadi begitu

kompleks. Masalah-masalah hukum dan keadilan bukan lagi sekedar

masalah teknis prosedural untuk menentukan apakah suatu perbuatan

bertentangan atau tidak dengan peraturan perUndang-undangan, atau

apakah sesuai atau tidak dengan hukum kebiasaan yang berlaku dalam

masyarakat, akan tetapi, masalah hukum yang menjadi polemik adalah

seputar bagaimana mempersiapkan yang belum ada dan menyesuaikan

yang tidak lagi cocok dalam rangka proses transplantasi hukum secara

besar-besaran yang berjalan mengiringi proses pertumbuhan tatanan baru

globalisasi7.

1.2. Tinjauan Umum Tentang Kekerasan

7

(10)

Menurut Ricard J. Gelles kekerasan terhadap anak merupakan perbuatan disengaja yang menimbulkan kerugian atau bahaya terhadap anak-anak (baik secara fisik maupun emosional). Bentuk kekerasan terhadap anak-anak dapat diklasifikasikan menjadi kekerasan secara fisik, kekerasan secara psikologi, kekerasan secara seksual dan kekerasan secara sosial.

Kekerasan seksual terhadap anak adalah apabila seseorang menggunakan anak untuk mendapatkan kenikmatan atau kepuasan seksual. Tidak terbatas pada hubungan seks saja, tetapi juga tindakan-tindakan yang mengarah kepada aktivitas seksual terhadap anak-anak, seperti: menyentuh tubuh anak secara seksual, baik si anak memakai pakaian atau tidak; segala bentuk penetrasi seks, termasuk penetrasi ke mulut anak menggunakan benda atau anggota tubuh yang membuat atau memaksa anak terlibat dalam aktivitas seksual yang secara sengaja melakukan aktivitas seksual di hadapan anak, atau tidak melindungi dan mencegah anak menyaksikan aktivitas seksual yang dilakukan orang lain yang membuat, mendistribusikan dan menampilkan gambar atau film yang mengandung adegan anak-anak dalam pose atau tindakan tidak senonoh, serta memperlihatkan kepada anak, gambar, foto atau film yang menampilkan aktivitas seksual8.

Tindak kekerasan seringkali dipertontonkan ditengah masyarakat

yang dapat saja berakibat fatal yang menimbulkan korban. Karena itu,

8

(11)

perlu rumusan pengertian tentang apa yang dimaksud dengan kekerasan

dan jenis-jenis kekerasan atau ancaman kekerasan yang sering menimpa

perempuan dan anak di bawah umur. Yang dimaksud melakukan

kekerasan itu membuat orang pingsan atau tidak berdaya lagi (lemah).

Pingsan artinya tidak ingat atau tidak sadar akan dirinya, orang yang

pingsan tidak dapat mengetahui apa yang terjadi atas dirinya. Sedangkan

tidak berdaya artinya tidak mempunyai kekuatan atau tenaga sama sekali,

sehingga ia tidak dapat mengadakan perlawanan sedikitpun, orang yang

tidak berdaya dapat mengetahui apa yang terjadi atas dirinya. Melakukan

kekerasan mempergunakan tenaga atau kekuatan jasmani yang tidak kecil

secara tidak sah. Misalnya memukul dengan tangan atau dengan segala

macam senjata, menyepak, menendang, dan lain sebagainya9.

Istilah kekerasan juga berkonotasi kecenderungan agresif untuk

melakukan perilaku yang merusak. Kekerasan terjadi ketika seseorang

menggunakan kekuatan, kekuasaan, dan posisinya untuk menyakiti orang

lain dengan sengaja, bukan karena kebetulan. Kekerasan juga meliputi

ancaman, dan tindakan yang bisa mengakibatkan luka dan kerugian. Luka

yang diakibatkan bisa berupa luka fisik, perasaan, pikiran, yang

merugikan kesehatan dan mental.

9

(12)

Ada empat macam kekerasan yaitu “kekerasan emosional

(emotional abuse), kekerasan fisik (verbal abuse), kekerasan psikis (physical abuse), dan kekerasan seksual (sexual abuse)”. Jenis kekerasan atau ancaman kekerasan dalam hal tindak pidana atau perbuatan

kesusilaan yang telah diatur dalam peraturan perundang-undangan.

Antara lain dalam KUHP, tindak kekerasan kesusilaan terdapat dalam

Pasal 55 ke 2, 120, 145, 170, ke 1, 175, 285, 289, 300 Ayat (1) ke 3, 330,

dan Pasal 332 Ayat (1) ke 2. Semuanya dapat dijelaskan secara singkat

sebagai berikut :

a) Pasal 55 ayat 2 KUHP menyebutkan mereka yang dengan

memberi atau menjanjikan sesuatu, dengan menyalahgunakan

kekuasaan atau martabat dengan kekerasan, ancaman kekerasan

atau penyesatan dengan memberi kesempatan, sarana atau

keterangan, sengaja menganjurkan orang lain supaya melakukan

perbuatan.

b) Pasal 120 KUHP menyebutkan jika kejahatan tersebut Pasal 113,

115, 117, 118, dan Pasal 119 dilakukan dengan akal curang,

seperti penyesatan, penyamaran, pemakaian nama atau

kedudukan palsu, atau dengan menawarkan, menerima,

membayangkan, atau menjanjikan hadiah, keuntungan dalam

bentuk apapun; atau dilakukan dengan kekerasan atau ancaman

(13)

c) Pasal 170 ayat 1 KUHP menyebutkan barangsiapa dengan

terang-terangan dan dengan tenaga bersama menggunakan

kekerasan atau ancaman kekerasan terhadap orang atau barang,

diancam dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun 6

(enam) bulan.

d) Pasal 285 KUHP menyebutkan barangsiapa dengan kekerasan

atau ancaman kekerasan memaksa seorang wanita bersetubuh

dengan dia diluar perkawinan, diancam karena melakukan

perkosaan, diancam dengan pidana penjara paling lama 12 (dua

belas) tahun.

e) Pasal 289 KUHP menyebutkan barangsiapa dengan kekerasan

atau ancaman kekerasan memaksa seseorang untuk melakukan

atau membiarkan dilakukan perbuatan cabul, diancam karena

perbuatan menyerang kehormatan kesusilaan, dengan pidana

penjara paling lama 9 (sembilan) tahun.

f) Pasal 330 ayat 1 KUHP menyebutkan barangsiapa dengan

sengaja menarik seseorang yang belum cukup umur dari

kekuasaan menurut Undang-undang ditentukan atas dirinya, atau

dari pengawasan oleh orang yang berwenang untuk itu, diancam

pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun.

g) Pasal 330 ayat 2 KUHP menyebutkan bilamana dalam hal ini

(14)

bilamana anaknya belum cukup umur 12 (dua belas) tahun,

dijatuhkan pidana penjara paling lama 9 (Sembilan) tahun.

1.3. Tinjauan Umum Tentang Anak

a. Pengertian Anak

Mengenai penjelasan tentang pengertian anak tidak ada

keseragaman, bahkan sangat variatif tergantung dari sudut pandang mana kita melihatnya, sehingga dalam perumusannya masih ditemukan

pengertian yang berbeda-beda.

Darwan Prints menguraikan beberapa pengertian anak sebagai

berikut :

a) Undang-undang Peradilan Anak

Undang-undang Nomor 11 tahun 2012 tentang Peradilan Anak

(perubahan dari Undang-undang Nomor 3 tahun 1997 tentang

Pengadilan Anak) Pasal 1 (3) merumuskan bahwa anak adalah

anak yang telah berumur 12 (dua belas) tahun, tetapi belum

berumur 18 (delapan belas) tahun.

b) Anak menurut KUHP

Pasal 45 KUHP, mendefinisikan anak yang belum dewasa

apabila belum berumur 16 (enam belas) tahun. Oleh karena itu,

apabila ia tersangkut dalam perkara pidana hakim boleh

memerintahkan supaya si tersalah itu dikembalikan kepada orang

(15)

suatu hukuman. Atau memerintahkannya supaya diserahkan

kepada pemerintah dengan tidak dikenakan hukuman. Ketentuan

Pasal 35, 46 dan 47 KUHP ini sudah dihapuskan dengan lahirnya

Undang-undang Nomor 3 Tahun 1997.

c) Anak menurut Hukum Perdata

Pasal 330 KUH Perdata menjelaskankan, orang belum dewasa

adalah mereka yang belum mencapai umur 21 (dua puluh satu)

tahun dan tidak lebih dahulu telah kawin.

d) Anak menurut Undang-undang Perkawinan

Pasal 7 (1) Undang-undang Pokok Perkawinan (Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974) mengatakan, seorang pria diizinkan kawin apabila telah mencapai usia 19 (sembilan belas) tahun dan pihak wanita telah mencapai umur 16 (enam belas) tahun. Penyimpangan atas hal tersebut hanya dapat diminta dispensasi kepada pengadilan negeri10.

Anak merupakan generasi penerus bangsa dan penerus perjuangan

pembangunan yang ada. Anak adalah amanah sekaligus karunia Tuhan

yang Maha Esa yang senantiasa harus kita jaga karena dalam dirinya

melekat harkat, martabat dan hak-hak sebagai manusia yang harus

dijunjung tinggi. Anak adalah generasi penerus bangsa dan penerus

10

(16)

pembangunan, yaitu generasi yang dipersiapkan sebagai subjek pelaksana

pembangunan yang berkelanjutan dan pemegang kendali masa depan

suatu negara, tidak terkecuali Indonesia. Sehingga setiap anak berhak atas

kelangsungan hidup, tumbuh, dan berkembang, berpartisipasi serta berhak

atas perlindungan dari tindak kekerasan dan diskriminasi serta hak sipil

dan kebebasan11.

Perilaku seksual yang menyimpang dapat dianggap tidak diinginkan

karena mereka terkait dengan keadaan atau hasil yang kurang diinginkan.

Kita lanjutkan dengan contoh gadis-gadis yang terlibat dalam hubungan

seksual pada usia dini. Gadis-gadis seperti itu menunjukkan lebih banyak

masalah perilaku dan mengalami lebih banyak hasil negatif dari pada

anak perempuan dengan usia yang sama yang belum aktif secara

seksual12.

Perlindungan anak Indonesia berarti melindungi potensi sumber

daya insani dan membangun manusia Indonesia seutuhnya, menuju

masyarakat yang adil dan makmur, materil spiritual berdasarkan

Pancasila dan UUD 1945. Dalam Pasal 2 ayat (3) dan (4) Undang-undang

Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 1979 tentang Kesejahteraan Anak,

11

Angger Sigit Pramukti, dkk. Sistem Peradilan Pidana Anak. Jakarta : Pustaka Yustisia. 2015. hlm 5.

12

(17)

ditentukan bahwa : “Anak berhak atas pemeliharaan dan perlindungan

baik semasa kandungan maupun sesudah dilahirkan. Anak berhak atas

perlindungan-perlindungan lingkungan hidup yang dapat membahayakan

atau menghambat pertumbuhan dan perkembangan dengan wajar”. Kedua

ayat tersebut memberikan dasar pemikiran bahwa perlindungan anak

bermaksud untuk mengupayakan perlakuan yang benar dan adil, untuk

mencapai kesejahteraan anak.

Pengertian anak dalam kaitan dengan perilaku anak nakal (juvenile delinguency), biasanya dilakukan dengan mendasarkan pada tingkatan usia, dalam arti tingkat usia berapakah seseorang dikategorikan sebagai

anak. Selain itu adapula yang melakukan pendekatan psikososial dalam

usahanya merumuskan tentang anak13.

Ketika seorang anak tidak mau interaksi seksual atau dipaksakan

padanya, kejahatan seksual disebut sebagai pemerkosaan anak, atau hanya

sebagai serangan seksual. Ketika anak mau dan setuju untuk seksual

interaksi dengan orang dewasa, kejahatan seksual kadang-kadang disebut

sebagai pemerkosaan menurut hukum14.

13

Nashriana. Perlindungan Hukum Pidana Bagi Anak Di Indonesia. Jakarta : PT Raja Grafindo Persada. 2014. hlm 1 – 8.

14

(18)

Pengertian anak menurut Undang-undang Nomor 11 Tahun 2012

tentang sistem peradilan anak diungkapkan bahwa sistem peradilan anak

merupakan seluruh proses penyelesaian perkara anak yang berhadapan

dengan hukum, yakni mulai dari tahap penyelidikan sampai dengan tahap

pembimbingan setelah menjalani pidana. Anak yang berhadapan hukum

adalah anak yang berkonflik dengan hukum, anak yang menjadi korban

tindak pidana dan anak yang menjadi saksi tindak pidana15.

Perlindungan terhadap anak pada suatu masyarakat bangsa,

merupakan tolak ukur peradaban bangsa tersebut, karenanya wajib

diusahakan sesuai dengan kemampuan nusa dan bangsa. Kegiatan

perlindungan anak merupakan suatu tindakan hukum yang berakibat

hukum16.

Karena itu, untuk melakukan perlindungan terhadap hak-hak anak,

tentu saja diawali pertanyaan : Apa yang dimaksud dengan anak ? batasan

tentang anak sangat urgen dilakukan untuk melaksanakan kegiatan perlindungan anak dengan benar dan terarah, semata – mata untuk mempersiapkan generasi mendatang yang tangguh dan dapat menghadapi

segala tantangan dunia. Dalam kaitan itu, pengaturan tentang batasan

anak dapat dilihat pada :

15

Angger Sigit Pramukti, dkk. Sistem Peradilan Pidana Anak. Jakarta : Pustaka Yustisia. 2015. hlm 6.

16

(19)

1) Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP)

merumuskan secara eksplisit tentang pengertian anak, tetapi

dapat dijumpai antara lain pada Pasal 45 dan Pasal 72 yang

memakai batasan usia 16 tahun.

2) Undang-undang Nomor 35 tahun 2014 tentang Perlindungan

Anak

Dalam Pasal 1 butir 1 menyatakan bahwa anak adalah seseorang

yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun, termasuk anak

yang masih dalam kandungan17.

Berbagai pengertian anak seperti yang disebutkan di atas

menggunakan kategori usia. Anak yang melakukan tindak pidana

disebutkan halnya dengan Undang-undang Nomor 11 tahun 2012 yang

menggantikan penyebutan menjadi anak yang berkonflik dengan hukum.

Dalam kebiasaan Internasional sering disebut dengan kenakalan remaja

atau juvenile delinquency.

juvenile delinquency ditentukan atas dasar umur para pelaku dan atas dasar macam tingkah laku para pelaku untuk diajukan ke Pengadilan

anak. Kebanyakan negara mempunyai batas umur minimum dan

17

(20)

maksimum seorang anak untuk dapat diajukan di muka sidang

pengadilan, di antaranya :

1) Amerika Serikat ada 27 negara bagian yang mempunyai batas

umur maksimum 18 tahun, 6 negara bagian 17 tahun dan negara

bagian lainnya 16 tahun. Batas umur minimum rata – rata adalah 8 tahun.

2) Inggris batas usia minimum 12 tahun dan maksimum 16 tahun.

3) Australia kebanyakan negara bagian batas umur minimum 8

tahun, batas umur maksimum 16 tahun untuk child dan 16 tahun untuk young person.

4) Belanda batas umur minimum 12 tahun dan batas umur

maksimum 18 tahun.

5) Negara ASEAN lain, antara lain Filipina (antara 7 sampai 16

tahun), Malaysia (antara 7 sampai 18 tahun) dan singapura

(antara 7 sampai 18 tahun)18.

b. Hak Anak

Anak tetaplah anak, dengan segala ketidakmandirian yang ada

mereka sangatlah membutuhkan perlindungan dan kasih sayang dari

18

Soekito, Sri Widoyowati Wiratmo. Anak dan Wanita dalam Hukum. Jakarta : LP3ES. 1983. hlm 10

(21)

orang dewasa disekitarnya. Anak mempunyai berbagai hak yang harus

diimplementasikan dalam kehidupan dan penghidupan mereka19.

Anak adalah pribadi yang sangat unik dan memiliki ciri yang khas.

Meski tidak dapat bertindak berdasarkan perasaan, pikiran, dan kehendak

sendiri, ternyata lingkungan sekitar berpengaruh cukup besar dalam

membentuk perilaku seorang anak. Untuk itu bimbingan, pembinaan dan

perlindungan dari orang tua, guru serta orang dewasa lainnya amat

dibutuhkan oleh anak dalam perkembangannya20.

Hak-hak anak adalah upaya sinkronisasi hak dan kebebasan anak

yang diakui sebagai hak dasar, serta yang melekat sejak lahir sebagai

bagian dari hak asasi manusia. Hak mana memang diakui dan dilindungi,

baik secara universal bagi semua bangsa-bangsa di dunia, maupun

pengakuan dan perlindungannya menurut hukum nasional suatu negara.

Pengakuan dan perlindungan hukum terhadap berbagai hak dan

kebebasan anak (fundamental rights and freedom of children) ini dimaksudkan untuk memenuhi berbagai kepentingan yang berhubungan

dengan kesejahteraan dan masa depan anak21.

19

Nashriana. Perlindungan Hukum Pidana Bagi Anak Di Indonesia. Jakarta : PT Raja Grafindo Persada. 2014. hlm 13.

20

Angger Sigit Pramukti, dkk. Sistem Peradilan Pidana Anak. Jakarta : Pustaka Yustisia. 2015. hlm 10.

21

(22)

Hak-hak anak dalam Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002

tentang Perlindungan Anak (Pasal 4 – Pasal 18) :

1) Setiap anak berhak untuk dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan

berpartisipasi secara wajar sesuai dengan harkat dan martabat

kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan

diskriminasi.

2) Setiap anak berhak atas suatu nama sebagai identitas diri dan

status kewarganegaraan.

3) Setiap anak berhak untuk beribadah menurut agamanya, berpikir,

dan berekspresi sesuai dengan tingkat kecerdasan dan usianya,

dalam bimbingan orang tua.

4) Setiap anak berhak untuk mengetahui orang tuanya, dibesarkan,

dan diasuh oleh orang tuanya sendiri.

5) Setiap anak berhak memperoleh pelayanan kesehatan dan

jaminan sosial sesuai dengan kebutuhan fisik, mental, spiritual,

dan sosial.

6) Setiap anak berhak memperoleh pendidikan dan penggajaran

dalam rangka pengembangan pribadinya dan tingkat

kecerdasannya sesuai dengan minat dan bakatnya.

7) Setiap anak berhak menyatakan dan didengar pendapatnya,

menerima, mencari, dan memberikan informasi sesuai dengan

(23)

sesuai dengan tingkat kecerdasan dan usianya demi

pengembangan dirinya sesuai dengan nilai – nilai kesusilaan dan kepatutan.

8) Setiap anak berhak memperoleh perlindungan dari sarana

penganiayaan, penyiksaan, atau penjatuhan hukum yang tidak

manusiawi.

9) Setiap anak berhak untuk memperoleh kebebasan sesuai dengan

hukum.

10) Penangkapan, penahanan, atau tindak pidana penjara anak hanya

dilakukan apabila sesuai dengan hukum yang berlaku dan hanya

dilakukan sebagai upaya terakhir.

11) Setiap anak yang menjadi korban atau pelaku kekerasan seksual

atau yang berhadapan dengan hukum berhak dirahasiakan22.

c. Kewajiban Anak

Setelah memahami mengenai hak anak yang dilindungi oleh

peraturan perundang – undangan, selanjutnya akan dibahas mengenai kewajiban anak. Kewajiban dan hak adalah suatu pasangan yang sulit

terpisahkan antaa satu dan lainnya. Kewajiban adalah sesuatu yang harus

dilakukan. Kebanyakan hak akan muncul apabila sudah melakukan

22

(24)

kewajiban terlebih dahulu. Berdasarkan Undang-undang Nomor 23 tahun

2002 tentang Perlindungan Anak, terdapat lima kewajiban anak yang

harus dilakukan, yaitu :

1) Menghormati orang tua, wali dan guru.

2) Mencintai keluarga, masyarakat dan menyayangi temannya.

3) Mencintai tanah air, bangsa dan negara.

4) Menunaikan ibadah sesuai dengan ajaran agamanya.

5) Melaksanakan etika dan akhlak mulia23. 1.4. Perlindungan Hukum Terhadap Anak

a. Pengertian Perlindungan Hukum

Perlindungan hukum adalah memberikan pengayoman terhadap hak

asasi manusia (HAM) yang dirugikan orang lain dan perlindungan itu di

berikan kepada masyarakat agar dapat menikmati semua hak-hak yang

diberikan oleh hukum. Hukum dapat difungsikan untuk mewujudkan

perlindungan yang sifatnya tidak sekedar adaptif dan fleksibel, melainkan

juga prediktif dan antisipatif. Hukum dibutuhkan untuk mereka yang

lemah dan belum kuat secara sosial, ekonomi dan politik untuk

memperoleh keadilan sosial24.

23

Angger Sigit Pramukti, dkk. Sistem Peradilan Pidana Anak. Jakarta : Pustaka Yustisia. 2015. hlm 15.

24

(25)

Perlindungan anak adalah segala usaha yang dilakukan untuk

menciptakan kondisi agar setiap anak dapat melaksanakan hak dan

kewajibannya demi perkembangan dan pertumbuhan anak secara wajar

baik fisik, mental dan sosial. Perlindungan anak merupakan perwujudan

adanya keadilan dalam suatu masyarakat, dengan demikian perlindungan

anak diusahakan dalam berbagai bidang kehidupan bernegara dan

bermasyarakat. Arif Gosita mengemukakan bahwa kepastian hukum perlu

diusahakan demi kelangsungan kegiatan perlindungan anak dan

mencegah penyelewengan yang membawa akibat negatif yang tidak

diinginkan dalam pelaksanaan perlindungan anak25.

Perlindungan anak dalam penjelasan UU No. 23 Tahun 2002 yaitu

segala kegiatan untuk menjamin dan melindungi anak dan hak-haknya

agar dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi, secara optimal

sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat

perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi26. b. Hak – hak Tersangka / Terdakwa Anak

Pada bagian ini diuraikan bagaimana sebenarnya Undang-undang

memberikan perlindungan hukum terhadap anak yang berhadapan dengan

25

Gultom, Maidin. Perlindungan Hukum Terhadap Anak dalam Sistem Peradilan Pidana Anak di Indonesia. Bandung : Refika Aditama. 2008. hlm 34.

26

(26)

hukum, baik ketika ia menjadi tersangka maupun ketika telah didakwa

dalam persidangan anak. Hak-hak tersangka / terdakwa anak dalam

Undang-undang Pengadilan Anak diatur dalam Pasal 45 ayat (4), dan

Pasal 51 ayat (1) dan (3). Selain itu hak-haknya juga diatur dalam Bab IV

Pasal 50 sampai dengan Pasal 68 KUHAP, Kecuali Pasal 64 nya. Ini

menunjukan bahwa hak-hak anak selain mengacu pada hukum yang

umum (KUHAP), tetapi juga diatur dalam hukum pidana anak (UU

Pengadilan Anak), karena UU Pengadilan Anak tidak mencabut hak-hak

tersangka / terdakwa dalam KUHAP, tetapi melengkapi apa yang diatur

dalam Undang-undang Pengadilan Anak.

Mengenai apa saja hak – hak tersangka / terdakwa anak, dapat dirinci pada berikut ini :

a) Setiap anak nakal sejak saat ditangkap atau ditahan berhak

mendapat bantuan hukum dari seseorang atau lebih penasihat

hukum selama dalam waktu dan pada setiap tingkat pemeriksaan.

b) Setiap anak nakal yang ditangkap atau ditahan berhak

berhubungan langsung dengan penasihat hukum dengan diawasi

tanpa didengar oleh pejabat berwenang.

c) Selama anak ditahan, kebutuhan jasmani, rohani, dan sosial anak

tetap dipenuhi.

d) Tersangka anak berhak segera mendapat pemeriksaan oleh

(27)

e) Tersangka anak berhak perkaranya segera diajukan ke

pengadilan oleh penuntut umum.

f) Tersangka anak berhak segera diadili oleh pengadilan.

g) Untuk mempersiapkan pembelaan, tersangka anak berhak untuk

diberitahukan dengan jelas dengan bahasa yang dimengerti

olehnya tentang apa yang disangkakan padanya pada waktu

pemeriksaan dimulai.

h) Untuk mempersiapkan pembelaan, tersangka anak berhak untuk

diberitahukan dengan jelas dengan bahasa yang dimengerti

olehnya tentang apa yang didakwakan kepadanya.

i) Dalam pemeriksaan pada tingkat penyidikan dan pengadilan,

tersangka atau terdakwa anak berhak memberikan keterangan

secara bebas kepada penyidik atau Hakim.

j) Tersangka atau terdakwa anak berhak menghubungi dan

menerima kunjungan rohaniawan.

k) Tersangka atau terdakwa anak berhak untuk mengusahakan dan

mengajukan saksi atau seseorang yang mempunyai keahlian

khusus guna memberikan keterangan yang menguntungkan bagi

dirinya.

l) Tersangka atau terdakwa anak tidak dibebani kewajiban

(28)

m)Terdakwa anak berhak untuk minta banding terhadap putusan

pengadilan tingkat pertama kecuali terhadap putusan bebas, lepas

dari segala tuntutan hukum yang menyangkut masalah kurang

tepatnya penerapan hukum dan putusan pengadilan dalam acara

cepat.

n) Tersangka atau terdakwa anak berhak menuntut ganti kerugian

dan rehabilitasi sebagaimana diatur dalam Pasal 95 KUHAP dan

selanjutnya. Dengan diaturnya hak-hak diatas walaupun

tersangka atau terdakwanya adalah anak-anak, petugas

pemeriksa tidak boleh untuk menghalangi dipenuhinya hak-hak

tersebut, bahkan sebaliknya sejak awal pemeriksaan hak-hak

tersebut diberitahukan kepada si anak27.

1.5. Sanksi Pidana Anak

Dalam ilmu hukum pidana, seorang hakim tidak boleh menjatuhkan

hukuman pidana penjara yang melebihi batas maksimal yang di tetapkan

oleh suatu ketentuan Undang-undang. Dalam perkara anak dalam

Undang-undang sistem perlindungan anak telah mengatur batas

maksimal ancaman pidana penjara yang di bedakan dengan orang dewasa.

Pidana yang di berlakukan terhadap anak terbagi 2 (dua) yaitu :

27

(29)

1) Pidana Pokok :

a) Pidana Peringatan (Pasal 72 UU No.11 Tahun 2012)

Pidana Peringatan merupakan pidana ringan yang tidak

mengakibatkan pembatasan kebebasan anak. Dengan kata lain

pidana peringatan berupa teguran dan peringatan yang di

terima anak agar tidak mengulangi kesalahan / pelanggaran

yang mungkin dapat merugikan orang lain.

b) Pidana dengan syarat

Pidana dengan syarat tersebut pasal 73 dalam Undang-undang

Peradilan Pidana Anak mengatur maksimal penjatuhan pidana

oleh hakim dalam hal pidana penjara yang dijatuhkan paling

lama 2 (dua) tahun. Namun memiliki persyaratan umum dan

khusus. Persyaratan umum ialah anak tidak akan melakukan

tindak pidana lagi selama menjalani masa pidana dengan

syarat. Sementara itu persyaratan khusus adalah persyaratan

yang di keluarkan Hakim untuk melakukan atau tidak

melakukan tindak pidana tertentu yang telah di tetapkan oleh

Hakim. Tindak pidana tertentu yang tidak dapat dilanggar

anak merupakan syarat utama, selain itu ada beberapa hal

yang akan di keluarkan Hakim sebagai syarat yang harus

dilakukan anak antara lain wajib lapor dan syarat lainnya

(30)

Pidana dengan syarat yang di jatuhkan oleh hakim memiliki

beberapa jenis penahanan bagi anak dengan tujuan pembinaan anak, yaitu

berupa :

a) Pembinaan diluar lembaga (Pasal 75)

Pembinaan di luar lembaga dapat berupa mengikuti program

pembimbingan dan penyuluhan yang dilakukan oleh pejabat

pembina maupun dari organisasi sosial masyarakat.

b) Pelayanan masyarakat (Pasal 76)

Pidana pelayanan masyarakat dimaksudkan untuk mendidik

anak dengan meningkatkan kepedulian dalam hal kegiatan

positif yang ada di masyarakat.

c) Pengawasan (Pasal 77)

Pengawasan bagi anak di tempatkan di bawah pengawasan

penuntut umum dan di bimbing oleh pembimbing

kemasyarakatan.

d) Pelatihan kerja (Pasal 78 UU No.11 Tahun 2012)

Pidana pelatihan kerja sebagaimana dimaksud dilakukan

dalam lembaga yang melaksanakan pelatihan kerja yang

sesuai dengan usia anak dengan pelatihan kerja paling singkat

3 (tiga) bulan dan paling lama 1 (satu) tahun.

(31)

Pidana pembinaan di dalam lembaga dilakukan di tempat

pelatihan yang di selenggarakan oleh pemerintah maupun

swasta. Pembinaan ini dijatuhkan apabila keadaan dan perbuatan yang dilakukan anak tidak membahayakan masyarakat, dengan pembinaan paling singkat 3 (tiga) bulan dan paling lama 24 (dua puluh empat) bulan. Namun dengan syarat anak yang berkelakuan baik yang telah menjalani ½ (satu perdua) masa pembinaan yang lebih dari 3 (tiga) bulan mendapatkan pembebasan bersyarat.

f) Penjara (Pasal 81 UU No.11 Tahun 2012)

Dalam hal pidana penjara terhadap anak hanya dapat di

lakukan sebagai upaya terakhir dan Anak yang dijatuhi pidana

penjara di LPKA hanya apabila keadaan anak dapat

membahayakan masyarakat, dengan ancaman pidana penjara

yang dapat dijatuhkan paling lama ½ (satu perdua) dari

maksimum ancaman pidana penjara bagi orang dewasa.

Lamanya pembinaan anak dilaksanakan sampai anak berumur

18 (delapan belas) tahun, dan anak yang telah menjalani ½

(satu perdua) dari lamnya pembinaan dan memiliki catatan

berkelakuan baik berhak mendapatkan pembebasan bersyarat.

(32)

dapat diancam seumur hidup maka anak hanya dapat

dijatuhkan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun.

2) Pidana tambahan :

a) Perampasan keuntungan yang di peroleh dari tindak pidana.

b) Pemenuhan kewajiban adat.

Tindakan yang berlaku dalam Undang-undang Sistem Peradilan

Pidana Anak, tindakan itu meliputi :

a) Pengembalian kepada orang tua.

b) Penyerahan kepada seseorang.

c) Perawatan dirumah sakit jiwa.

d) Perawatan di LPKS.

e) Kewajiban mengikuti pendidikan formal dan / atau pelatihan

yang diadakan oleh pemerintah atau badan swasta.

f) Pencabutan surat ijin mengemudi.

g) Perbaikan akibat tindak pidana28.

28

(33)

C.

Kerangka Pemikiran

Tahun 2002 sebagaimana telah diubah dalam Undang-undang Nomor 35 Tahun 2014 Tentang Perlindungan Anak.

3. Undang-undang Nomor 11 Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Anak.

Rumusan Masalah

1. Bagaimana penerapan sanksi pidana terhadap anak di bawah umur yang melakukan persetubuhan dengan kekerasan dalam Putusan Nomor 09/pid.sus-anak/2016/PN Bms ? 2. Bagaimana pertimbangan Hakim

dalam Putusan Nomor 09/pid.sus-anak/2016/PN Bms ?

Landasan Teori

1. Pengertian Persetubuhan 2. Tinjauan Umum tentang

Kekerasan

3. Tinjauan Umum tentang Anak 4. Perlindungan tentang

Perlindungan Hukum terhadap Anak

5. Sanksi Pidana Anak Latar Belakang Masalah :

Referensi

Dokumen terkait

Dari tabel tersebut terlihat bahwa kemurnian DNA sampel ubi jalar yang diekstraksi menggunakan metode CTAB dari Tanaka dan Nakatani mempunyai kemurnian yang lebih baik dibandingkan

Gambar 1.2 Proses Komunikasi dengan Media.. dicapai, dilakukan melalui kegiatan yang dapat mendekatkan siswa dengan kondisi yang sebenarnya. Hal lain, penyampaian informasi

Piutang merupakan salah satu unsur aktiva lancar yang akan menjadi salah satu komponen dalam modal kerja perusahaan, mengingat betapa pentingnya arti piutang sebagai aktiva

Keutuhan perineum tidak hanya berperan atau menjadi bagian penting dari proses persalinan, tetapi juga diperlukan untuk mengontrol proses buang air kecil, menjaga

Faktor kepuasan kerja pegawai honorer Kantor Unit Pelaksana Teknis Dinas (UPTD) Kecamatan Watopute Kabupaten Muna yaitu faktor penghargaan berupa gaji atau insentif,

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah kombinasi produk dan tingkat penjualan yang telah dihasilkan dapat mendatangkan laba maksimal bagi Perusahaan Roti

The stages of the lesson and its activities reveal the essence and practical execution of CL’s five key components: positive interdependence, collaborative skills,

Tujuan penelitian yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah : (1) menganalisis kesesuaian rancangan sistem remunerasi di tiga PTNbh dengan tahapan dan prinsip