• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

4

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

II.1 Tinjauan Pustaka II.1.1 Beras

Beras adalah biji-bijan dari famili rumput-rumputan (gramine) yang kaya akan karbohidrat sehingga menjadi makanan pokok bagi manusia. Beras berasal dari tanaman padi. Beras giling (milled rice) adalah proses pengelupasan lapisan kulit ari sehingga sebagian besar terdiri dari pati (Dianti, R. W. 2010). Beras sebagai bahan makanan mengandung nilai gizi yang cukup tinggi. Sebagai bahan pangan pokok bagi sekitar 90% penduduk Indonesia, beras menyumbang antara 40 – 80% kalori dan 45 – 55 % protein.

Menurut Winarno (2004) beras yang mengandung kadar amilosa rendah (10-15%) memiliki nasi yang pulen dan agak lengket. Beras yang mengandung kadar amilosa sedang (16-24%) memiliki karakteristik nasi yang tidak pera namun tidak pulen dan agak lengket. Beras yang mengandung kadar amilosa tinggi (25-35%) memiliki karakteristik pera dan tidak lengket.

Kandungan amilosa mempengaruhi sifat pemekaran volume nasi dan keempukan serta kepulenan nasi. Semakin tinggi kandungan amilosanya, semakin mekar nasinya. Sebaliknya, semakin rendah amilosa, semakin pulen nasi tersebut.

II.1.2 Beras Ciherang

Beras adalah buah padi (Oryza sativa L.) yang berasal dari tumbuh- tumbuhan golongan rumput-rumputan (Gramineae). Padi terdiri dari 3 golongan ecogeographic yaitu Indica, Japonica, dan Javanica (Ambarwati, 1992). Padi Ciherang termasuk dalam padi Indica. Padi Ciherang merupakan hasil persilangan antara varietas padi IR64 dengan varietas/galur lain. Sebagian sifat IR 64 juga dimiliki oleh Ciherang termasuk hasil dan mutu berasnya yang tinggi.

commit to user commit to user

(2)

5 Padi varietas Ciherang memiliki keistimewaan antara lain kandungan glikemik rendah yaitu 54. Beras dengan indeks glikemik rendah umumnya beramilosa tinggi, tetapi untuk varietas Ciherang beramilosa sedang yaitu 23%

sehingga nasinya pulen dan cocok dikonsumsi oleh penderita diabetes dan banyak diminati oleh konsumen. (Suprihatno,dkk., 2010).

II.1.3 Nasi Instan

Di Indonesia beras adalah penyumbang kalori dan protein yang terbesar bagi masyarakat. Sekitar 52 – 55% kalori dan 45 – 48% protein bagi sebagian besar penduduk Indonesia berasal dari beras. Beras merupakan makanan pokok yang mengandung karbohidrat. Secara umum, cara pengolahan beras membutuhkan waktu 45-60 menit agar dapat di konsumsi.

Persiapan nasi yang begitu lama untuk golongan masyarakat tertentu, terutama yang sibuk, menjadi penghambat utama sehingga mereka malas memasak nasi. Karenanya banyak usaha-usaha telah dilakukan untuk memproduksi nasi cepat masak atau quick cooking rice atau disebut juga nasi instan, nasi cepat saji atau beras pasca tanak, dengan tujuan untuk mempercepat waktu pemasakan. Nasi instan adalah nasi cepat saji yang dapat disajikan dengan menambahkan air panas (rehidrasi) saja.

Nasi instan diproduksi dengan cara memberi penanganan pada beras untuk membuatnya menjadi pourus sehingga air dan panas lebih cepat tersesap ke dalam biji beras. Teknologi bagaimana membuat beras menjadi porous dan cara pengeringannya menentukan jenis dan mutu nasi instan yang dihasilkan.

Nasi yang telah dikeringkan masih mampu menyerap air kembali dalam jumlah yang besar. Sifat inilah yang digunakan dalam pembuatan nasi dan bubur instan dengan cara memasak lebih dahulu nasi sampai tanak lalu dikeringkan. Setelah dimasak, diharapkan nasi instan tetap mempunyai rasa, aroma, tekstur, warna dan kenampakan seperti nasi biasa. Begitu pula nilai gizi dan komposisi seimbang serta dapat diproduksi dalam jumlah banyak (Pamungkas, dkk., 2013).

commit to user commit to user

(3)

6 II.1.4 Jenis dan Proses Pembuatan Beras Cepat Masak (Nasi Instan)

a. Motode Rendam-Rebus-Kukus-Keringkan

Metode ini pertama kali dikembangkan oleh Ozai dan Durrani tahun 1948 sehingga disebut metode Ozai-Durrani. Metode ini digunakan oleh General Foods Corporation untuk membuat produk Minute Rice yang merupakan nasi instan pertama dari jenis ini.

Mula-mula beras direndam dalam air pada suhu kamar. Kadar air beras meningkat menjadi 30%. Kemudian perebusan dilanjutkan selama 8 – 10 menit sehingga kadar airnya menjadi 65 – 70 %. Setelah itu dilakukan penirisan, pendinginan dan pencucian dalam air dingin selama 1 – 2 menit, dan dihamparkan untuk dikeringkan. Ruang pengering harus mempunyai suhu yang relatif tinggi dengan udara yang mengalir di dalamnya. Suhu yang digunakan adalah 140oC dengan kecepatan aliran udara yang melewati beras 61 m/menit. Pengeringan dilakukan sampai kadar air beras menjadi 8 – 14%. Kondisi pengeringan dalam hal ini suhu dan kecepatan aliran udara sangat penting untuk menghasilkan struktur nasi kering yang berpori.

b. Penggunaan Bahan Kimia

Pembuatan beras pasca tanak dengan perlakuan kimia antara lain dapat dilakukan dengan penambahan senyawa posfat. Tujuannya adalah untuk menjadikan butir-butir beras menjadi porous, sehingga proses penyerapan air menjadi lebih cepat pada waktu penambahan air panas atau pemasakan. Pada pembuatannya beras direndam dalah 0,2 % larutan Na2HPO4 dengan perbandingan 1 : 3 selama 18 jam.

Perendaman ini menyebabkan pH menjadi agak asam yaitu sekitar 5,2. Selanjutnya harus dinetralkan dengan penambahan NaOH 2 N sampai mencapai pH 7.0-7.3. Selain itu bahan kimia lain yang digunakan adalah larutan Natrium sitrat atau larutan Kalsium klorida, baik sendiri maupun kombinasinya dengan perbandingan 1 : 1.

commit to user commit to user

(4)

7 c. Metode Pembekuan

Selain dengan perlakuan kimia cara lain pembuatan beras pasca tanak yang mudah adalah cara pembekuan atau pengeringan beku.

Pembekuan dan penyimpanan beku akan meningkatkan pengembangan molekul-molekul pati melalui ikatan hidrogen. Proses ini akan melepaskan air yang ada di dalam system gel. Pemerasan setelah proses thawing akan meninggalkan padatan butir-butir beras dengan struktur mikrosponge. Setelah proses pengeringan, padatan kering yang porous ini dapat dengan cepat tergelatinisasi pada waktu rehidrasi atau penambahan dengan air panas.

Pada proses pembuatan beras pasca tanak dengan proses freeze- thaw, selama pembekuan kristal es yang terbentuk akan memecahkan struktur koloid pati, sehingga butiran beras menjadi porous. Beras pasca tanak ini dapat dengan cepat menyerap air pada waktu pemasakan kembali. Sebagai contoh bubur nasi kering dengan sifat organoleptik yang lebih baik dari bubur nasi yang beredar di pasaran dapat dibuat dengan cara sebagai berikut :

1. Beras direndam dalam larutan 1 persen Na-Sitrat dan Ca(H2PO4)2 (1 : 1) selama 2 jam.

2. Beras dicuci, diganti air baru dan dimasak selama 35 menit menjadi bubur nasi.

3. Bubur nasi yang diperoleh kemudian didinginkan, dan selanjutnya dibekukan pada suhu -20oC selama 19 jam.

4. Selanjutnya dicairkan dalam air dingin yang mengalir selama 45 menit, diperas dan dikeringkan pada suhu 60 oC sampai kering.

5. Bubur kering ini dapat dimasak selama 5 menit dengan penambahan air 1 : 10.

d. Nilai Gizi

Dilihat dari komposisi kimianya, yaitu kadar protein, lemak, serat kasar, kadar abu dan karbohidrat nasi instan dan bubur nasi kering relatif commit to user commit to user

(5)

8 sama dengan nasi yang dimasak dengan cara biasa. Hal ini misalnya dapat ditunjukkan dari salah satu hasil penelitian yang menunjukkan bahwa beras biasa mempunyai kadar protein 7,35%, lemak 0,61%, serat kasar 1,20%, abu 0,53% dan karbohidrat 91,51%, sedangkan beras instan mempunyai kadar kadar protein 7,81%, lemak 0,58%, serat kasar 0,98%, abu 0,69% dan karbohidrat 90,92%. (Koeswara. S., 2009)

Kemungkinan hilangnya zat gizi selama pembuatan nasi instan antara lain dapat terjadi karena larut atau rusak yang disebabkan adanya perendaman dan perlakuan dengan bahan kimia (jika pengolahannya menggunakan bahan kimia). Senyawa yang hilang umumnya berupa vitamin dan mineral. Dalam pembuatannya kehilangan vitamin tersebut dapat diperbaiki lagi dengan penambahan vitamin, khususnya kelompok vitamin B. Tetapi karena nasi atau beras pada umumnya dimaksudkan sebagai sumber karbohidrat (energi) dan protein, maka manfaat yang diiperoleh dengan mengkonsumsi nasi instan sama dengan nasi biasa.

II.1.5 Indeks Glikemik

Menurut Rimbawan dan Siagan (2004) dalam Arif, A. B. (2013) , Indeks Glikemik (IG) adalah tingkatan pangan menurut efeknya terhadap gula darah. Indeks glikemik tersebut dapat digunakan untuk mengklasifikasikan karbohidrat berdasarkan dampaknya terhadap respon glukosa darah. Kadar glukosa darah normal berkisar antara 55-140 mg/dl.

Perhitungan IG menggunakan metode Incremental Area Under The Blood Glucose Response Curve (Istiqomah. A., 2015). Nilai IG dihitung berdasarkan perbandingan antara luas kurva kenaikan glukosa darah setelah mengkonsumsi pangan yang di uji dengan kenaikan glukosa darah setelah mengkonsumsi pangan rujukan terstandar, seperti glukosa dan roti (Marsono dkk., 2002). Respon glikemik ditunjukan oleh kurva fluktuasi dari penyerapan glukosa dalam darah. Kurva fluktuasi dan area dibawah kurva tersebut dijadikan acuan dalam perhitungan nilai IG suatu produk pangan. Rumus perhitungan nilai IG adalah sebagai berikut : commit to user commit to user

(6)

9 𝐼𝐺 = 𝐿𝑢𝑎𝑠 𝑎𝑟𝑒𝑎 𝑘𝑢𝑟𝑣𝑎 𝑝𝑎𝑛𝑔𝑎𝑛 𝑢𝑗𝑖

𝐿𝑢𝑎𝑠 𝑎𝑟𝑒𝑎 𝑑𝑖𝑏𝑎𝑤𝑎ℎ 𝑘𝑢𝑟𝑣𝑎 𝑝𝑎𝑛𝑔𝑎𝑛 𝑠𝑡𝑎𝑛𝑑𝑎𝑟 𝑥 100%

Nilai IG pangan berkisar antara 1-100 dan dibagi dalam tiga level, yaitu rendah (<55), sedang (55-70) dan tinggi (>70). (Septianingrum, 2016).

Perhitungan indeks glikemik ini dilakukan dengan cara pengambilan sampel darah responden menggunakan metode finger-prick capillary blood samples. Menurut Susanti (2018), kriteria inklusi responden untuk uji indeks glikemik adalah responden yang memiliki indeks massa tubuh (IMT) normal yaitu 18,5 – 25,0 kg/m2, berusia 20-30 tahun. Sedangkan kriteria eksklusi penelitian ini adalah responden yang mengkonsumsi obat-obatan, perokok, sedang hamil atau menyusui, alergi terhadap makanan uji.

II.1.6 Evaluasi Ekonomi Sederhana

Potensi ekonomi pembuatan nasi instan dengan indeks glikemik rendah dapat dianalisa melalui evaluasi ekonomi sederhana meliputi perhitungan biaya produksi spesifik, Return On Investment (ROI), Pay Out Time (POT) dan Break Even Point (BEP).

1) Biaya Produksi Spesifik

Biaya produksi spesifik menggambarkan total biaya yang diperlukan per satuan produk dan dapat digunakan untuk memperkirakan harga jual produk.

Biaya tersebut didasarkan pada biaya bahan baku, pengemasan, utilitas, tenaga kerja, dan depresiasi alat.

2) Return on Investment (ROI)

ROI merupakan kemampuan suatu usaha untuk menghasilkan keuntungan yang digunakan untuk mengembalikan nilai investasi yang telah dikeluarkan.

Nilai ROI dapat dihitung dengan persamaan:

ROI = 𝑘𝑒𝑢𝑛𝑡𝑢𝑛𝑔𝑎𝑛 𝑝𝑒𝑟𝑡𝑎ℎ𝑢𝑛

𝑖𝑛𝑣𝑒𝑠𝑡𝑚𝑒𝑛𝑡 x 100% (1)

3) Pay Out Time (POT)

POT adalah waktu pengembalian modal sebagai hasil pembagian total investasi terhadap keuntungan dan depresiasi. Nilai POT dapat dihitung dengan commit to user commit to user

(7)

10 persamaan:

POT = 𝑖𝑛𝑣𝑒𝑠𝑡𝑚𝑒𝑛𝑡

𝑘𝑒𝑢𝑛𝑡𝑢𝑛𝑔𝑎𝑛+𝑑𝑒𝑝𝑟𝑒𝑠𝑖𝑎𝑠𝑖 (2)

4) Break Even Point (BEP)

BEP atau titik impas adalah kapasitas dimana produsen tidak mendapatkan keuntungan maupun mengalami kerugian atau dengan kata lain hasil penjualan sama dengan biaya produksi.

II.2 Kerangka Pemikiran

1. Potensi nasi instan yang cukup besar karena nasi instan merupakan inovasi makanan yang dapat dijadikan alternatif logistik pada saat bencana alam. Hal tersebut dikarenakan nasi instan memerlukan waktu yang singkat dan dalam hal penyajian nasi instan dilakukan dengan sederhana yaitu menambahkan air panas (rehidrasi) saja. Selain bertujuan untuk membuat produk yang cepat saji, pada penelitian ini menghasilkan nasi instan dengan indeks glikemik rendah. Hal tersebut diharapkan dapat membantu para penderita diabetes miletus agar tetap bisa menikmati nasi putih.

2. Bahan yang diperlukan dalam pembuatan nasi instan yaitu : Beras, Air mineral, Air Kran, dan Na-Sitrat. Adapun peralatan yang diperlukan yaitu : Rice cooker, kompor listrik, gelas beaker, loyang, timbangan digital, pengaduk kaca, sendok, alumunium foil, dan termometer.

commit to user commit to user

Referensi

Dokumen terkait

[r]

berkemampuan akademik atas mampu memperkecil kesenjangan keterampilan proses sains siswa berkemampuan akademik atas, sedang, dan bawah (Wood, 2009). Interaksi kemampuan

Berdasarkan uji paired sample T-test terhadap nilai pretest dan posttest kemampuan penalaran matematis pada kelas eksperimen-2 (dengan perlakuan model pembelajaran

Pleuritis dengan efusi terjadi bila rongga pleura terinfeksi oleh M. Setelah infeksi primer perifer, rongga pleura dapat terkontaminasi dengan organisme yang

Kawasan prioritas yang telah ditetapkan pada Kawasan Pecinan memiliki unit bangunan cagar budaya Klenteng Xiang Ma (Vihara Istana Naga Sakti), Klenteng “ Ma Tjo Poh ”

Anak yang ada dalam kondisi dipertanyakan, abnormal atau menolak kemampuan tes yang diberikan. Perlu tes kemampuan ulang satu sampai dua minggu kemudian dan berikan kesempatan kepada

Untuk mengetahui pola hujan di Gunungapi Sinabung, data curah hujan bulanan yang disajikan dalam diagram batang, sedangkan analisis trend menggunakan

Pembuatan database menggunakan aplikasi PostgreSQL 8.2. Tabel-tabel yang dibuat pada database berasal dari data shapefile yang telah dibuat dan data LBB yang berasal