• Tidak ada hasil yang ditemukan

APRIYANTI MANDASARI SIAHAAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "APRIYANTI MANDASARI SIAHAAN"

Copied!
111
0
0

Teks penuh

(1)

PERAN PROGRAM KEMITRAAN DAN BINA LINGKUNGAN PT. PERTAMINA (PERSERO) MEDAN

DALAM PENGEMBANGAN

USAHA KECIL DAN MENENGAH (UKM)

(Studi Pada Mitra Binaan PKBL PT. Pertamina (Persero) Medan)

S K R I P S I

diajukan sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Sosial

Oleh

APRIYANTI MANDASARI SIAHAAN 070903021

DEPARTEMEN ILMU ADMINISTRASI NEGARA FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

2011

(2)

Lembar Pengesahan Skripsi ini disetujui untuk dipertahankan oleh :

Nama : APRIYANTI MANDASARI SIAHAAN

NIM : 070903021

Departemen : Ilmu Administrasi Negara

Judul : PERAN PROGRAM KEMITRAAN DAN BINA LINGKUNGAN PT. PERTAMINA (PERSERO) MEDAN DALAM PENGEMBANGAN USAHA KECIL DAN MENENGAH (UKM)

(Studi Pada Mitra Binaan PKBL PT. Pertamina (Persero) Medan)

Disetujui oleh :

Dosen Pembimbing Ketua Departemen

Dra. Asima Yanty Siahaan, M. A., Ph. D. Drs. M. Husni Thamrin Nst., M. Si.

NIP. 19640126 198803 2 002 NIP. 19640108 199102 1 001

Dekan

Prof. Dr. Badaruddin, M. Si.

NIP. 19680525 199203 1 002

(3)

ABSTRAK

Nama : APRIYANTI MANDASARI SIAHAAN NIM : 070903021

Judul Skripsi : Peran Program Kemitraan dan Bina Lingkungan PT.

Pertamina (Persero) Medan Dalam Pengembangan Usaha Kecil dan Menengah (UKM) (Studi Pada Mitra Binaan PT. Pertamina (Persero) Medan)

Dosen Pembimbing : Dra. Asima Yanti S. Siahaan, M. A., Ph. D.

CSR merupakan salah satu kewajiban yang harus dilaksanakan oleh perusahaan sesuai dengan isi Undang-Undang Republik Indonesia No. 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas (UUPT) Pasal 74. Usaha kecil dan Menengah (UKM) merupakan salah satu program pengembangan perilaku kewirausahaan yang dijadikan acuan oleh PT. Pertamina (Persero) Medan untuk menerapkan CSR. Meningkatnya persaingan pasar dagang membuat produk-produk hasil olahan pelaku Usaha Kecil Menengah (UKM) kurang mendapat tempat di masyarakat. Tidak hanya itu, kurangnya perhatian pemerintah menambah kesulitan mereka untuk memasarkan setiap produk tersebut. Kegiatan yang berada di bawah naungan Program Kemitraan Bina Lingkungan (PKBL) ini sebenarnya bertujuan untuk membantu usaha kecil dan menengah dengan meningkatkan pertumbuhan bisnis mereka.

Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh pemahaman tentang pengelolaan dan peran yang dihadapi oleh PKBL PT Pertamina (Persero). Penelitian dilakukan pada bulan Desember 2010 di PT. Pertamina (Persero) Medan. Penentuan lokasi penelitian dilakukan secara purposive, yaitu lokasi dipilih secara cermat, sehingga sesuai dengan tujuan penelitian.

Adapun penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif. Oleh sebab itu untuk mengumpulkan data yang demikian perlu dialog secara terus- menerus sehingga peneliti dapat memahami makna dari uraian mereka. Dengan wawancara berulang-ulang diharapkan akan semakin mendapat tanggapan dari subyek yang diteliti. Teknik penelitian subjek penelitian yaitu dengan menggunakan teknik snowball dengan jumlah sebanyak sembilan orang informan yang terdiri dari empat orang staf PT. Pertamina (Persero) Medan dan lima orang mitra binaan PKBL PT. Pertamina (Persero) Medan. Studi pada mitra binaan PKBL PT. Pertamina (Persero) Medan berguna untuk menambah pemahaman tentang bagaimana peran PKBL sejauh ini dapat dirasakan oleh pelaku UKM.

Dari penelitian yang dilakukan diperoleh kesimpulan bahwa Program Kemitraan dan Bina Lingkungan PT. Pertamina (Persero) Medan merupakan suatu program yang disentralisasi oleh pemerintah berdasarkan Peraturan Menteri BUMN No. Per-05/MBU/2007 tentang Program Kemitraan BUMN dengan Usaha Kecil dan Program Bina Lingkungan. Jadi dalam pelaksanaannya tidak terkait (tidak ada campur tangan) oleh pemerintah daerah. Penelitian juga menunjukkan bahwa Program Kemitraan dan Bina Lingkungan memiliki beberapa peran penting bagi masyarakat khususnya para mitraan binaan (pelaku UKM) antara lain dalam permodalan, penyediaan aset, menciptakan lapangan pekerjaan, ilmu manajemen serta ekspansi usaha.

Kata Kunci: Program Kemitraan dan Bina Lingkungan, UKM

(4)

RIWAYAT HIDUP

APRIYANTI MANDASARI SIAHAAN, lahir pada tanggal 27 April 1988 di Medan, Sumatera Utara, anak kelima dari lima bersaudara, dari Ayahanda Alm. Saut M. Siahaan dan Ibunda Manur Nainggolan.

Pendidikan yang pernah ditempuh penulis adalah sebagai berikut : Tahun 2000, menyelesaikan pendidikan formal di Sekolah Dasar Negeri No. 064983 Medan. Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama Negeri 18 Medan pada tahun 2003, dan Sekolah Menengah Atas Negeri 4 Medan pada tahun 2006. Tahun 2006 menempuh Pendidikan Diploma 1 di Manajemen Informatika Komputer AMIK MBP, Medan. Pada tahun 2007, diterima di Departemen Ilmu Administrasi Negara, Program Studi Ilmu Administrasi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik – Universitas Sumatera Utara melalui jalur Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB). Tahun 2010, tepatnya di bulan Februari melakukan penelitian secara berkelompok tentang Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM- Mandiri) di Kecamatan Patumbak Kabupaten Deli Serdang. Kemudian pada September mengikuti Praktik Kerja Lapangan (PKL) di Desa Kuala Lama, Kecamatan Pantai Cermin, Kabupaten Serdang Bedagai. Tahun 2010, melakukan penelitian skripsi di PT. Pertamina (Persero) Medan.

Selama mengikuti perkuliahan, penulis mengikuti organisasi Ikatan Mahasiswa Departemen Ilmu Administrasi Negara (IMDIAN) di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, USU.

(5)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala berkat dan karunia–Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan judul “Peran Program Kemitraan dan Bina Lingkungan PT. Pertamina (Persero) Medan Dalam Pengembangan Usaha Kecil dan Menengah (UKM) (Studi pada Mitra Binaan PT. Pertamina (Persero) Medan)”.

Penyusunan skripsi ini diajukan sebagai salah syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sosial dalam proses penilaian untuk menyelesaikan Program Pendidikan S1 pada Departemen Ilmu Administrasi Negara. Penulis menyadari sepenuhnya, penulisan skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan, baik dari segi isi maupun teknik penyusunannya.

Skripsi ini merupakan hasil penelitian lapangan dengan bantuan berbagai pihak. Oleh karena itu penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada :

1. Bapak Prof. DR. Baddarudin, M. Si. selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik USU;

2. Bapak Drs. M. Husni Thamrin Nasution, M. Si. selaku Ketua Departemen Ilmu Administrasi Negara;

3. Ibu Dra. Asima Yanti S. Siahaan, M. A., Ph. D. selaku dosen pembimbing dalam proses penulisan skripsi ini yang telah memberikan masukan dan pengarahan;

4. Ibu Dra. Elita Dewi, M.SP. selaku Sekretaris Departemen Ilmu Administrasi Negara;

5. Bapak/Ibu Dosen dan Staf Pegawai Departemen Ilmu Administrasi Negara;

(6)

6. Bapak Ricardo Leo Runtuwene selaku Koordinator PKBL PT. Pertamina (Persero) Region I beserta staf pegawainya yang telah mengizinkan penulis untuk mengadakan penelitian;

7. Orangtua tercinta Ibu Manur Nainggolan serta yang telah memberikan bantuan baik moril maupun materil serta doa dan semangat hingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik;

8. Rekan-rekan mahasiswa/i Departemen Ilmu Administrasi Negara yang memberikan dorongan dan masukan khususnya Pebryani P. S. Munthe dan Kak Deviyanti Karosekali.

9. Para sahabat dekat penulis yang telah memberikan doa dan semangat kepada penulis selama proses penulisan skripsi ini antara lain Yenny L.

Butar-butar, Pretty N. Hutagalung, Christy L. Tobing, Esther I. Napitupulu, Felix Tambunan dan Novita Pasaribu.

10. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu yang telah membantu dalam penulisan skripsi ini.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa dalam skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan, baik isi maupun teknik penyusunannya, untuk itu penulis mengharapkan saran dan kritik yang bersifat membangun demi menyempurnakan skripsi ini. Akhir kata penulis mengharapkan semoga skripsi ini dapat bermanfaat di kemudian hari bagi penulis maupun oleh pihak-pihak yang memerlukannya.

Medan, Februari 2011 Penulis

(7)

DAFTAR ISI

LEMBARAN JUDUL

LEMBARAN PENGESAHAN

ABSTRAK ... i

RIWAYAT HIDUP ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR TABEL ... viii

DAFTAR GAMBAR ... ix

BAB I PENDAHULUAN ………... 1

1.1. Latar Belakang ...……..…………. 1

1.2. Fokus Penelitian ………... 5

1.3. Rumusan Masalah ………... 7

1.4. Tujuan Penelitian ... 7

1.5. Manfaat Hasil Penelitian ... 8

1.6. Sistematika Penulisan ... 8

BAB II STUDI KEPUSTAKAAN ………... 10

2.1. Paradigma Global Corporate Social Responsibility .... 10

2.1.1. Definisi Corporate Social Responsibility ... 13

2.1.2. Kritik Terhadap Corporate Social Responsibility ... 18

2.1.3. Sejarah Perkembangan Corporate Social Respon- sibility di Indonesia ... 19

2.1.4. Corporate Social Responsibility dan Perusahaan …... 22

2.1.5. Corporate Social Responsibility dan Masyarakat ….... 23

2.1.6. Corporate Social Responsibility dan Pemerintah ... 24

2.2. Pengertian dan Kriteria Usaha Kecil dan Menengah ... 29

2.2.1. Kekuatan dan Kelemahan dalam Menjalankan Usaha Kecil dan Menengah ... 31

2.2.2. Teori Motivasi dalam Menjalankan Usaha Kecil dan Menengah ... 33

2.2.3. Faktor-Faktor yang Menyebabkan Wirausahawan Berhasil ... 35

2.2.4. Faktor-Faktor yang Menyebabkan Wirausahawan Gagal ... 35

(8)

2.2.5. Peranan Usaha Kecil dan Menengah dalam

Pembangunan ... 37

2.3. Peran Program Kemitraan dan Bina Lingkungan PT. Pertamina (Persero) Medan dalam Pengembangan Usaha Kecil dan Menengah ... 38

BAB III METODE PENELITIAN ………... 41

3.1 Alasan Menggunakan Metode Penelitian Kualitatif ... 41

3.2. Lokasi Penelitian ... 42

3.3. Teknik Penelitian Subjek Penelitian ... 43

3.4. Instrumen Penelitian ... 44

3.5. Teknik Pengumpulan Data ... 44

3.6. Teknik Analisis Data ... 45

3.7. Pengujian Keabsahan Data ... 46

3.8. Jadwal Waktu dan Tahap Pelaksanaan Penelitian ... 47

3.9. Implementasi Metode Penelitian ……….. 48

BAB IV TEMUAN PENELITIAN ……… 49

4.1. Kebijakan Corporate Social Responsibility PT. Pertamina (Persero) ...……….. 49

4.1.1. Pedoman Pelaksanaan Corporate Social Responsibility PT. Pertamina (Persero) ... 49

4.1.2. Organisasi Corporate Social Responsibility PT. Pertamina (Persero)... 52

4.1.3. Komitmen Anggaran Corporate Social Responsibility PT. Pertamina (Persero) Dan Implementasinya ... 55

4.2. Program Kemitraan Bina Lingkungan PT. Pertamina (Persero) ... 55

4.2.1. Syarat Bagi Calon Mitra Binaan Program Kemitraan Bina Lingkungan PT. Pertamina (Persero) ... 59

4.2.2. Tata Cara Pemberian Pinjaman ... 61

4.2.3. Proses Kegiatan Mitra Binaan dalam Program Kemitraan PT. Pertamina (Persero) ... 64

BAB V ANALISIS TEMUAN ... 69

5.1. Corporate Social Responsibility PT. Pertamina (Persero) ... 69

5.2. Program Kemitraan dan Bina Lingkungan PT. Pertamina (Persero) ………. 70

5.3. Karakteristik Pelaku Usaha Kecil dan Menengah (Mitra Binaan) ……….………. 73

5.4. Peran Program Kemitraan dan Bina Lingkungan dalam mengembangkan Usaha Kecil dan Menengah .. 77

5.4.1. Peran Program Kemitraan dan Bina Lingkungan dalam Permodalan ……… 74

5.4.2. Peran Program Kemitraan dan Bina Lingkungan dalam Penyediaan Aset ……… 76

(9)

5.4.3. Peran Program Kemitraan dan Bina Lingkungan

dalam Menciptakan Lapangan Pekerjaan ………. 77

5.4.4. Peran Program Kemitraan dan Bina Lingkungan dalam Ilmu Manajemen dan Ekspansi Usaha ……….. 78

Studi Pada Mitra Binaan PKBL PT. Pertamina (Persero) Medan ………... 79

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN ………... 84

6.1. Kesimpulan ………... 85

6.2. Saran ………. 85 DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

(10)

DAFTAR TABEL

No. Judul Hal.

Tabel II.1. Karakteristik Utama dari Usaha Kecil dan Usaha Menengah ... 29 Tabel III.1. Daftar Nama Informan PT. Pertamina (Persero) Medan ... 43 Tabel III.2. Daftar Nama Informan Mitra Binaan PT. Pertamina

(Persero) Medan ... 44 Tabel III.3. Peran Program Kemitraan dan Bina Lingkungan PT.

Pertamina (Persero) Medan Dalam Pengembangan Usaha Kecil Dan Menengah (UKM) ... 47 Tabel IV.1. Tugas Pihak yang Mengurusi CSR PT. Pertamina

(Persero) ... 54 Tabel V.1. Perbedaan antara CSR dan PKBL PT. Pertamina (Persero) 72 Tabel V.2. Karakteristik Pelaku Usaha Kecil dan Menengah (UKM) .. 73

(11)

DAFTAR GAMBAR

No. Judul Hal.

Gambar 3.1. Gedung Utama PT. Pertamina (Persero) Medan ... 42

Gambar 3.2. Gedung PKBL PT. Pertamina (Persero) Medan ... 42

Gambar 4.1. Struktur Organisasi PT. Pertamina (Persero) ... 53

Gambar 4.2. Bagan Mekanisme Perkembangan Unit PKBL ... 56

Gambar 4.3. Alur Kegiatan Mitra Binaan dalam Program Kemitraan PT. Pertamina (Persero) ... 65

Gambar 5.1. Syamsir, Agen Gas Elpiji 3 kg ... 74

Gambar 5.2. Gudang tempat penyimpanan Gas ... 74

Gambar 5.3. Masrukin dan isterinya di tempat usaha mereka ... 75

Gambar 5.4. Hasil olahan kayu jepara dan tempat pengolahan furniture 75 Gambar 5.5. Toko Roti milik Mahmud Yang berlokasi di Jl. T.Cik Ditiro Medan ... 76

Gambar 5.6. Aneka roti buatan Mahmud dan kue lain yang dititip oleh orang lain ... 76

Gambar 5.7. Zakaria Silaen, mitra binaan yang membuka usaha PIONEER PONSEL Di daerah Pancing-Aksara ... 77

Gambar 5.8. Pekerja yang bekerja di PIONEER PONSEL dan tempat usaha & service HP ... 77

Gambar 5.9. Aradi, Pengusaha Industri Batu ... 78

Gambar 5.10. Hasil Kerajinan Tangan dan usaha aksesoris yang ada di galeri milik Aradi ... 78

(12)

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Indonesia adalah salah satu negara yang sangat kaya akan sumber daya alamnya, termasuk sumber daya alam yang berdampingan bahkan milik langsung dari masyarakatnya. Dengan demikian, banyak perusahaan beroperasi pada lahan yang bersentuhan langsung dengan kehidupan hajat hidup orang banyak. Dalam keadaan seperti ini, perusahaan akan dengan mudah memberikan kemampuan tanggung jawab sosial kepada masyarakat.

Corporate social responsibility (CSR) adalah sebuah program dimana perusahaan mengintegrasikan kepedulian sosial dalam operasi bisnis mereka. CSR bisa dikatakan sebagai komitmen yang berkesinambungan dari kalangan bisnis, untuk berperilaku secara etis dan memberi kontribusi bagi perkembangan ekonomi seraya meningkatkan kualitas kehidupan dari karyawan dan keluarganya, serta komunitas lokal dan masyarakat luas pada umumnya.

Yang dimaksudkan CSR dalam hal ini adalah tanggung jawab sosial moral perusahaan terhadap masyarakat. Tanggung jawab moral perusahaan dapat diarahkan kepada banyak hal seperti kepada diri sendiri, kepada karyawan, kepada perusahaan lain, dan seterusnya. Jika kita berbicara tentang tanggung jawab sosial, yang disoroti adalah tanggung jawab moral terhadap masyarakat dimana perusahaan menjalankan kegiatannya, apakah masyarakat dalam arti sempit seperti lingkungan di sekitar sebuah pabrik atau masyarakat luas.1

1 K. Bertens, Pengantar Etika Bisnis, (Yogyakarta : Kanisius, 2000), hal. 292.

1

(13)

CSR merupakan salah satu kewajiban yang harus dilaksanakan oleh perusahaan sesuai dengan isi Undang-Undang Republik Indonesia No. 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas (UUPT) Pasal 74. Dengan adanya undang- undang ini, maka perusahaan-industri atau korporasi-korporasi wajib untuk melaksanakannya atau dengan kata lain sebuah korporasi juga dituntut untuk memperhatikan aspek sosial dan lingkungan selain dari aspek keuangannya.

Program CSR yang dilaksanakan seringkali kurang menyentuh akar permasalahan komunitas (masyarakat) sesungguhnya. Seringkali perusahaan masih menganggap dirinya pihak yang paling memahami kebutuhan komunitas, sementara komunitas dianggap sebagai kelompok pinggiran yang menderita sehingga memerlukan bantuan perusahaan. Selain itu, aktivitas CSR dianggap hanya semata-mata dilakukan demi terciptanya reputasi perusahaan (citra) yang positif, bukan demi perbaikan kualitas hidup komunitas dalam jangka panjang.2

Kasus CSR PT Freeport Indonesia adalah salah satu kasus yang menunjukkan kurangnya tanggung jawab perusahaan kepada masyarakat yang telah terkena dampak akibat eksploitas pertambangan yang dilakukan. Selain itu kasus PT. Newmont Minahasa Raya yang sampai saat ini masih belum terselesaikan yang mengungkapkan bahwa PT. Newmont belum memiliki ijin permanen pembuangan limbah di Teluk Buyat, Kabupaten Minahasa, Sulawesi Utara. Sementara PT. Newmont hanya memiliki ijin penempatan bagian akhir (tailing) di dasar teluk.3 Sebagai perusahaan yang menggali kekayaan alam sudah

2 Implementasi Corporate Social responsibility (CSR) Sebagai Modal Sosial Pada PT.

Newmont eprints.undip.ac.id/17529/1/HASAN_ASY‟ARI.pdf Diakses pada Senin 1 November 2010 Jam 13.45 WIB

3 CSR Pada Korporasi (oleh Permata Wulandari)

http://vibizmanagement.com/journal/index/category/leadership_corp_culture/28/190 Diakses pada Rabu 26 Januari 2011 Jam 17.00 WIB

(14)

seharusnya untuk mau peduli terhadap kelestarian alam sekitarnya. Disinilah letak pentingnya pengaturan CSR di Indonesia, agar memiliki daya atur, daya ikat, dan daya dorong. Dengan demikian dapat diharapkan kontribusi dunia usaha yang terukur dan sistematis dalam ikut meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

Kebijakan yang promasyarakat dan lingkungan seperti ini sangat dibutuhkan di tengah arus neoliberalisme seperti sekarang ini.

CSR dapat dikatakan sebagai parameter kedekatan era kebangkitan masyarakat (civil society). Maka dari itu, sudah seharusnya CSR tidak hanya bergerak dalam aspek philanthropy (yakni dorongan kemanusiaan yang biasanya bersumber dari norma dan etika universal untuk menolong sesama dan memperjuangkan pemerataan sosial).

Di banyak tempat, CSR merupakan langkah jitu dari perusahaan untuk menarik simpati dan kepercayaan negara dan masyarakat terhadap aktivitas yang dilakukan perusahaan tersebut di satu tempat. Salah satu perusahaan yang telah menerapkan CSR ini adalah PT. Pertamina (Persero) Medan dimana dalam hal ini PT. Pertamina (Persero) Medan bertujuan untuk mengembangkan dan mempertahankan hubungan harmonis dengan masyarakat sekitarnya di mana pun beroperasi dan bekerja bahu membahu dengan pemerintah untuk memberikan manfaat terbesar kepada masyarakat.

PT. Pertamina (Persero) Medan berkomitmen untuk menjadi perusahaan bertanggung jawab atas kewajiban sosial dan lingkungan dengan terus menyesuaikan dengan prinsip pembangunan berkelanjutan lingkungan. Semua aktivitas PT. Pertamina (Persero) Medan harus dilakukan secara ekonomis, sosial dan lingkungan secara bertanggung jawab.

(15)

Usaha kecil dan Menengah (UKM) merupakan salah satu program pengembangan perilaku kewirausahaan yang dijadikan acuan oleh PT. Pertamina (Persero) Medan untuk menerapkan CSR. Meningkatnya persaingan pasar dagang membuat produk-produk hasil olahan pelaku Usaha Kecil Menengah (UKM) kurang mendapat tempat di masyarakat. Tidak hanya itu, kurangnya perhatian pemerintah menambah kesulitan mereka untuk memasarkan setiap produk tersebut.4 Kegiatan yang berada di bawah naungan Program Kemitraan Bina Lingkungan (PKBL) ini sebenarnya bertujuan untuk membantu usaha kecil dan menengah dengan meningkatkan pertumbuhan bisnis mereka.

PT. Pertamina (Persero) telah menerapkan saham pemerintah dari keuntungan sebesar 2% dari laba bersih setiap tahun yang akan dialokasikan untuk program ini. Hal ini tersebut didasarkan pada Peraturan Menteri BUMN No. Per-05/MBU/2007 tentang Program Kemitraan BUMN dengan Usaha Kecil dan Program Bina Lingkungan Pasal 9 ayat (1) yang mengatur tentang penetapan dab penggunaan dana program kemitraan dan bina lingkungan. Salah satu misi dari PKBL yaitu menjadikan usaha kecil dan menengah mitra binaan Pertamina sebagai unit usaha penghasil produk berkualitas dan inovatif yang mampu bersaing di pasar lokal, regional, dan global.5

Berdasarkan data Program Kemitraan Bina Lingkungan (PKBL) PT.

Pertamina (Persero) Unit Pemasaran (UPms) I Medan bahwa PKBL akan menargetkan pertumbuhan wirausaha baru sebanyak 1000 orang di wilayah pemasaran Sumatera Bagian Utara (Sumbagut). Hal tersebut akan diraih melalui

4UKM Medan Butuh Tempat Khusus Pemasaran Produk.

http://www.portalsumut.com/index.php/Post,27,0.html. Diakses pada Senin 1 November 2010, Jam 13.30 WIB

5 Visi, Misi, dan Strategi PUKK. www.pertamina.com/../VisiMisi.asp. Diakses pada Kamis 4 November 2010, Jam 13.30 WIB

(16)

pengucuran bantuan permodalan senilai Rp 20 miliar kepada pelaku usaha. Selain menyalurkan kredit memperkuat akses permodalan dengan jasa administrasi yang cukup rendah yakni 6 % per tahun dibandingkan dengan program sejenis lainnya, pelaku UKM juga dibantu dengan fasilitas dana hibah tak kembali. PKBL PT.

Pertamina (Persero) umumnya didominasi oleh sektor perdagangan dan jasa.6 Seperti diketahui bahwa sektor usaha kecil dan menengah (UKM) kini telah menjadi penopang penting bagi perekonomian di Indoensia. Oleh karena itu, selanjutnya PT. Pertamina (Persero) Medan dapat terus mendorong kemajuan usaha kecil dan menengah (UKM) melalui kegiatan yang dilaksanakan oleh Program Kemitraan dan Bina Lingkungan (PKBL).

Berdasarkan uraian di atas maka penulis merasa tertarik untuk melakukan penelitian dalam rangka melihat bagaimanakah peran Program Kemitraan dan Bina Lingkungan PT. Pertamina (Persero) Medan dalam pengembangan Usaha Kecil dan Menengah (UKM). Oleh sebab itu penulis memilih PT. Pertamina (Persero) yang berlokasi di Jalan Yos Sudarso 8-10 Medan sebagai lokasi penelitian.

1.2. Fokus Penelitian

Corporate Social Responsibility (CSR) adalah komitmen PT Pertamina (persero) sebagai aset nasional untuk turut memajukan masyarakat Indonesia.

Semangat pemberdayaan masyarakat yang telah berlangsung seiring berdirinya perusahaan ini adalah komitmen untuk memberikan nilai tambah lebih terhadap masyarakat Indonesia. Program CSR diselaraskan dengan kebutuhan komunitas di

6 PKBL Pertamina Targetkan 1000 Wirausaha (Penulis Eva Simanjuntak). www.harian- global.com/index.php. Diakses pada Senin 8 November 2010, Jam 09.24 WIB

(17)

sekitar wilayah operasi Pertamina, sebagai salah satu stakeholder penting, sekaligus untuk mendukung keberhasilan bisnis Pertamina secara berkelanjutan.

Adapun yang menjadi fokus penelitian adalah untuk mengetahui sejauh mana peran Program Kemitraan Bina Lingkungan (PKBL) PT. Pertamina (Persero) Medan dalam pengembangan usaha kecil dan menengah (UKM). Oleh sebab itu peneliti dalam hal ini akan melakukan penelitian dengan mengobservasi dan mewawancarai informan yaitu pihak yang berkaitan dalam hal ini seperti staf PKBL di PT. Pertamina (Persero) Medan mengetahui segala hal tentang kegiatan Program Kemitraan Bina Lingkungan (PKBL) serta beberapa anggota masyarakat sebagai pelaku UKM.

Pihak-pihak yang terkait di PKBL PT. Pertamina (Persero) Medan akan dimintai pendapat atau tanggapan dengan program dan tindakan apa saja yang sudah dan akan dilakukan untuk mengembangkan UKM. Beberapa anggota masyarakat tersebut juga akan diminta pendapat atau tanggapan tentang program dan tindakan yang telah dilaksanakan oleh PKBL PT. Pertamina (Persero) Medan, yaitu apakah mereka puas dengan apa yang telah diberikan (seperti usaha yang mereka rintis semakin berkembang), apakah harapan mereka seperti keuntungan (laba) sudah tercapai dan pemasaran produk mereka telah terbantu.

Selain itu peneliti ingin mencari tahu informasi melalui observasi apakah kegiatan yang dilakukan oleh PKBL PT. Pertamina (Persero) ini bukan hanya sekadar „gengsi‟ untuk menaikkan citra perusahaan di mata publik sebab kegiatan yang dilakukan oleh PKBL ini bukanlah kegiatan yang bersifat mencari untung (profit oriented). Selain itu peneliti juga ingin mengetahui dampak yang

(18)

ditimbulkan baik secara langsung maupun tidak langsung dari program kegiatan yang dilakukan oleh PKBL PT. Pertamina (Persero).

Pembahasan (temuan) lain yang berkaitan dengan masalah ini kemungkin besar akan muncul saat melakukan wawancara di lapangan yaitu dari jawaban- jawaban yang diberikan oleh informan. Sehingga dengan melakukan observasi dan wawancara yang mendalam (in-dept interview) dalam penelitian ini akan semakin menyempurnakan penelitian ini.

1.3. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah maka dirumuskan permasalahan penelitian sebagai berikut:

1. Bagaimanakah pengelolaan (governance) Program Kemitraan Bina Lingkungan (PKBL) PT. Pertamina (Persero) Medan dalam pengembangan Usaha Kecil dan Menengah (UKM)?

2. Bagaimanakah peran Program Kemitraan Bina Lingkungan (PKBL) PT.

Pertamina (Persero) Medan dalam pengembangan Usaha Kecil dan Menengah (UKM)?

1.4. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk memperoleh pemahaman tentang:

1. Pengelolaan (Governance) Program Kemitraan Bina Lingkungan (PKBL) PT.

Pertamina (Persero) Medan dalam pengembangan Usaha Kecil dan Menengah (UKM).

(19)

2. Peran Program Kemitraan Bina Lingkungan (PKBL) PT. Pertamina (Persero) Medan dalam pengembangan Usaha Kecil dan Menengah (UKM).

1.5. Manfaat Hasil Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat melengkapi ragam penelitian yang telah dibuat oleh mahasiswa dan dapat menjadi bahan referensi bagi terciptanya suatu karya ilimiah.

Selanjutnya secara lebih spesifik kegunaan penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Dapat memberi sumbangan pemikiran tentang peran Program Kemitraan Bina Lingkungan (PKBL) PT. Pertamina (Persero) Medan dalam pengembangan Usaha Kecil dan Menengah (UKM) bagi banyak pihak.

2. Sebagai bahan penetapan kebijakan bagi Pemerintah Propinsi Sumatera Utara dalam menentukan peraturan mengenai pengelolaan PKBL di masa depan.

1.6. Sistematika Penulisan

Setelah data-data diperoleh, untuk dapat menjelaskan lebih rinci maka penulisan ini dibuat ke dalam beberapa bab dan subbab dengan sistematika penulisan sebagai berikut:

Bab I PENDAHULUAN

Bab ini terdiri atas Latar Belakang, Fokus Penelitian, Rumusan Masalah, Tujuan Penelitian, Manfaat Penelitian, dan Sistematika Penulisan.

(20)

Bab II STUDI KEPUSTAKAAN

Bab ini berisi teori-teori dan referensi lain yang dipakai selama penelitian. Teori-teori di sini tidak berfungsi untuk membangun kerangka berpikir, tetapi lebih berfungsi sebagai bekal peneliti untuk memahami situasi sosial yang diteliti.

Bab III METODE PENELITIAN

Bab ini terdiri dari subbab Alasan Menggunakan Metode Penelitian Kualitatif, Lokasi Penelitian, Teknik Pengambilan Subjek Penelitian, Instrumen Penelitian, Teknik Pengumpulan Data, Teknik Analisis Data,Pengujian Keabsahan Data, Jadwal Waktu Penelitian dan Implementasi Metode Penelitian.

Bab IV TEMUAN PENELITIAN

Bab ini menguraikan temuan penelitian seperti penjelasan mengenai CSR dan PKBL PT. Pertamina (Persero).

Bab V ANALISIS TEMUAN

Bab ini berisi penjelasan dan penguatan terhadap temuan dengan cara mengutip pendapat-pendapat dari informan yang dianggap kredibel.

Bab VI PENUTUP

Bab ini berisi kesimpulan dan saran, bagian kesimpulan berisi jawaban atas rumusan masalah yang dikemukakan. Pemecahan masalah dinyatakan dalam bentuk saran.

(21)

BAB II

STUDI KEPUSTAKAAN

2.1. Paradigma Global Corporate Social Responsibility (CSR)

Corporate Social Responsibility (CSR) dalam sejarah modern dikenal sejak Howard R. Bowen (1953) menerbitkan bukunya berjudul Social Responsibilities of The Businessman. Buku yang diterbitkan di Amerika Serikat itu menjadi buku terlaris di kalangan dunia usaha pada era 1950-1960. Pengakuan publik terhadap prinsip-prinsip tanggung jawab sosial yang ia kemukakan membuat dirinya dinobatkan secara aklamasi sebagai Bapak CSR. Sejak itu sudah banyak referensi ilmiah lain yang diterbitkan di berbagai negara mengacu pada prinsip-prinsip tanggung jawab dunia usaha kepada masyarakat yang telah dijabarkan dalam buku Social Responsibilities of The Businessman. Ide dasar yang dikemukakan Bowen adalah mengenai “kewajiban perusahaan menjalankan usahanya dengan nilai-nilai dan tujuan yang hendak dicapai masyarakat di tempat perusahaan tersebut beroperasi”. Ia menggunakan istilah sejalan dengan konteks itu demi meyakinkan dunia usaha tentang perlunya mereka memiliki visi yang melampaui urusan kinerja finansial perusahaan.7

Dalam dekade 1960-an, pemikiran Bowen terus dikembangkan oleh berbagai ahli sosiologi bisnis lainnya seperti Keith Davis (1960) yang memperkenalkan konsep Iron law of social responsibility. Dalam konsepnya Davis berpendapat bahwa penekanan pada tanggung jawab sosial perusahaan memiliki korelasi positif dengan size atau besarnya perusahaan, studi ilmiah yang dilakukan Davis menemukan bahwa semakin besar perusahaan atau lebih tepat

7 Hendrik Untung Budi, Corporate Social Responsibility, (Jakarta : Sinar Grafika, 2008), hal.

37

(22)

dikatakan, semakin besar dampak suatu perusahaan terhadap masyarakat sekitarnya, semakin besar pula bobot tanggung jawab yang harus dipertahankan perusahaan itu pada masyarakatnya.8

Dalam periode 1970-1980 definisi CSR lebih diperluas lagi oleh Archi Carrol (1999) dalam Corporate Social Responsibility, Evolution of a Definitional Construct (Business and Society) yang sebelumnya telah merilis bukunya tentang perlunya dunia usaha meningkatkan kualitas hidup masyarakat agar menjadi penunjang eksistensi perusahaan.

Sejak tahun 1971 literatur yang dikenalkan berisi diskursus bahwa dunia usaha memiliki multiplisitas kepentingan termasuk stakeholders, supplier, karyawan, komunitas lokal, dan masyarakat suatu bangsa secara keseluruhan. Dari konsep ini kemudian berkembang apa yang dikenal sebagai stakeholder theory, yaitu sebuah teori yang mengatakan bahwa tanggung jawab korporasi sebetulnya melampaui kepentingan berbagai kelompok yang hanya berpikir tentang urusan finansial, tanggung jawab tersebut berkaitan erat dengan masyarakat secara keseluruhan yang menentukan hidup matinya suatu perusahaan. Dalam dekade ini pula Committee for Economic Development (CED) menerbitkan panduan berjudul Social Responsibilities of Business Corporation. Panduan ini berisi tiga prinsip penting. Pertama, perusahaan harus memberi perhatian penuh pada pengembangan fungsi-fungsi ekonomi masyarakat. Kedua, perlu menyadarkan dunia usaha tentang perubahan nilai-nilai dalam masyarakat tempat mereka eksis.

Ketiga, perlu menyadarkan dunia usaha tentang keprihatinan pada lingkungan

8 CSR: Sekilas Sejarah dan Konsep (oleh Heni Hidayat, blogger)

http://ngenyiz.blogspot.com/2009/02/csr-sekilas-sejarah-dan-konsep.html Diakses pada 7 Desember 2010 Jam 17.05 WIB

(23)

hidup dan upah kerja yang wajar, pengentasan kemiskinan, pembangunan daerah pedesaan.

Dalam dekade 1980 berbagai lembaga riset mulai melakukan penelitian tentang manfaat CSR bagi perusahaan yang melakukan tanggung jawab sosialnya, sampai disini pun definisi CSR msaih kabur dan sulit diseragamkan. Pakar ekonomi pembangunan Amerika bernama Thomas Jones (1980) adalah tokoh yang banyak menulis tentang CSR di berbagai media massa sejak 1980 dan pemikirannya kemudian menjadi acuan di berbagai negara. Intinya adalah ada korelasi positif antara peran perusahaan dalam merealisasikan tanggung jawab sosial dan peningkatan kinerja keuangan perusahaan tersebut.

Dekade 1990 adalah periode dimana CSR mendapat pengembangan makna dan jangkauan. Sejak itu banyak model CSR diperkenalkan termasuk Corporate Social Performance (CSP), Business Ethics Theory (BET), dan Corporate Citizenship, sejak itu CSR menjadi tradisi baru dalam dunia usaha di banyak negara. Sejak itu, ada dua metode yang diberlakukan dalam CSR, yaitu Cause Branding dan Venture Philanthropy. Yang dimaksud Cause Branding adalah pendekatan Top Down, dalam hal ini perusahaan menentukan masalah sosial dan lingkungan seperti apa yang perlu dibenahi. Kebalikannya adalah Venture Philanthropy yang merupakan pendekatan Bottom Up, disini perusahaan membantu berbagai pihak non-profit dalam masyarakat sesuai apa yang dikehendaki masyarakat. Dalam metode Cause Branding, perusahaan biasanya mendesain program sosial yang ada kaitannya dengan branding produk atau layanannya, tujuannya membuat masyarakat lebih akrab dengan merek dagang perusahaan itu, tetapi untuk jangka panjang ini bermanfaat bagi perusahaan, sebab

(24)

tujuan Cause Branding adalah mendekatkan perusahaan kepada masalah yang ada dalam masyarakat lalu membenahi lingkungan sosial itu agar mendukung eksistensi perusahaan untuk jangka panjang. Dalam model Venture Philanthropy perusahaan membantu masyarakat untuk menciptakan sendiri sumber-sumber penghidupan baru dan tidak sekadar menyalurkan bantuan sosial atau finansial kepada masyarakat.

CSR kini dianggap penting untuk menjembatani dan memperkecil jurang antara lapisan masyarakat kaya dan miskin di berbagai pelosok dunia. Teorinya sederhana, bahwa tidak ada perusahaan yang dapat maju apabila berada di tengah masyarakat miskin atau lingkungan yang tidak menunjang eksistensinya. Itu sebabnya model CSR yang kini dikembangkan lebih luas jangkauannya dari sekadar menunjukkan kepedulian terhadap berbagai problema sosial. Perusahaan membutuhkan masyarakat yang semakin meningkat kualitas hidupnya, potensi kewirausahaan serta lingkungannya demi menunjang eksistensi usaha di masa depan. Dengan demikian maka pelaku bisnis yang visioner akan memberikan perhatian besar pada perlunya memberdayakan berbagai potensi masyarakat sebagai unsur penting yang menunjang survival perusahaan sejak sekarang.

2.1.1. Definisi Corporate Social Responsibility (CSR)

Beberapa definisi CSR di bawah ini menunjukkan keragaman pengertian CSR menurut berbagai organisasi dan ahli9 :

a. Berdasarkan aspek ekonomi

World Business Council for Sustainable Development menyatakan bahwa:

9 Martono Anggusti, Tanggung Jawab Sosial Perusahaan, (Bandung : Books Terrace &

Library, 2010), hal. 9.

(25)

“Komitmen berkesinambungan dari kalangan bisnis untuk berperilaku etis dan memberi kontribusi bagi pembangunan ekonomi, seraya meningkatkan kualitas kehidupan karyawan dan keluarganya, serta komunitas lokal dan masyarakat luas pada umumnya.”

CSR Asia menyatakan bahwa CSR: “Komitmen perusahaan untuk beroperasi secara berkelanjutan berdasarkan prinsip ekonomi, sosial dan lingkungan, seraya menyeimbangkan beragam kepentingan para stakeholders.”

World Bank menyatakan bahwa CSR:

“Komitmen dunia usaha untuk terus menerus bertindak secara etis, beroperasi secara legal dan berkontribusi untuk peningkatan ekonomi, bersamaan dengan peningkatan kualitas hidup dari karyawan dan keluarganya sekaligus juga peningkatan kualitas komunitas lokal dan masyarakat secara lebih luas.”

b. Berdasarkan aspek lingkungan

ISO 26000 menyatakan bahwa CSR:

“Tanggung jawab sebuah organisasi terhadap dampak-dampak dari keputusan-keputusan dan kegiatan-kegiatannya pada masyarakat dan lingkungan yang diwujudkan dalam bentuk perilaku transparan dan etis yang sejalan dengan pembangunan berkelanjutan dan kesejahteraan masyarakat; mempertimbangkan harapan pemangku kepentingan, sejalan dengan hukum yang ditetapkan dan norma-norma perilaku internasional; serta terintegrasi dengan organisasi secara menyeluruh.”

Edi Suharto menyatakan bahwa CSR: “Kepedulian perusahaan yang menyisihkan sebagian keuntungannya (profit) bagi kepentingan pembangunan manusia (people) dan lingkungan (planet) secara berkelanjutan berdasarkan prosedur (procedure) yang tepat dan professional.

Dalam aplikasinya, konsep 4P ini dapat dipadukan dengan komponen ISO 26000. Konsep planet jelas berkaitan dengan aspek the environment. Konsep people di dalamnya dapat merujuk pada konsep social development dan human rights yang tidak hanya menyangkut kesejahteraan ekonomi masyarakat (seperti

(26)

pemberian modal usaha, pelatihan keterampilan kerja). Melainkan pula, kesejahteraan sosial (semisal pemberian jaminan sosial, penguatan aksesbilitas masyarakat terhadap pelayanan kesehatan dan pendidikan, kearifan lokal).

Sedangkan konsep procedure dapat mencakup konsep organizational governance, labor practices, fair operating practices, dan consumer issues.”

Dari beberapa definisi diatas maka secara umum Corporate Social Responsibility (tanggung jawab sosial perusahaan) merupakan peningkatan kualitas mempunyai arti adanya kemampuan manusia sebagai individu anggota komunitas untuk dapat menanggapi keadaan sosial yang ada, dan dapat menikmati serta memanfaatkan lingkungan hidup termasuk perubahan-perubahan yang ada sekaligus memelihara.10

Pada tahun 2005 Min-Dong Paul Lee dan Sunghoon Kim menulis makalah yang sangat terkenal berjudul From Cost to Resource: The Transformation and Difussion of Corporate Social Responsibility. Dalam makalah tersebut Lee mengalami transformasi dari sesuatu yang dianggap merupakan beban biaya, menjadi sumber daya yang sangat penting. Mereka menganjurkan perusahaan untuk melakukan pengoptimalisasian CSR (resourfication of CSR) sebagai cara untuk mendapatkan manfaat penuh dari CSR yaitu membuat CSR menjadi cara untuk meningkatkan keuntungan ekonomi.11

10 Martono Anggusti, Op. Cit. hlm. 11.

11 Sejarah dan Masa Depan CSR Menurut Min-Dong Paul Lee http://www.csrindonesia.com/data/articles Diakses pada 7 Desember Jam 16.35 WIB

(27)

Program yang dilakukan oleh perusahaan dalam konteks tanggung jawab sosialnya dapat dikategorisasi dalam tiga bentuk, yaitu12:

1. Public Relations

Usaha untuk menanamkan persepsi positif kepada komunitas tentang kegiatan yang dilakukan oleh perusahaan. Kegiatan atau usaha ini lebih mengarah pada menjalin hubungan baik antara perusahaan dengan komunitas, khususnya menanamkan sebuah persepsi yang baik tentang perusahaan terhadap komunitas.

Contoh dalam konteks public relations adalah program “cause related marketing”

yang dijalankan oleh sebuah perusahaan pakaian. Di sini ditampilkan gambar- gambar tawanan yang dijatuhi hukuman mati, disertai dengan kampanye anti hukuman mati bagi umat manusia di seluruh dunia. Upaya menentang hukuman mati ini tidak ada kaitannya atau hubungannya sama sekali dengan kebijakan korporasi atau produk-produk yang diproduksi oleh perusahaan yang bersangkutan. Kampanye ini semata-mata ditujukan untuk membuat komunitas mengasosiasikan perusahaan tersebut dengan sebuah perasaan emosional yang bertujuan baik, dan berusaha untuk menanamkan bahwa usaha dari perusahaan yang bersangkutan sebagian keuntungannya untuk membela kepentingan usaha menghindarkan hukuman mati.

2. Strategi Defensif

Pada public relations, pada dasarnya menjalin hubungan yang belum ada, sedangkan pada strategy defensif mengarah pada proses melawan kejadian yang pernah dialami, artinya anggapan komunitas terhadap perusahaan sudah ada

12 Bambang Rudito dan Melia Femiola, Etika Bisnis dan Tanggung Jawab Sosial Perusahaan di Indonesia, (Bandung : Rekayasa Sains, 2007), hal. 210.

(28)

sebelumnya dan anggapan ini biasanya bernada negatif yang pada umumnya bicara tentang aktivitas dari perusahaan yang bersangkutan yang negatif terhadap sesuatu hal.

Contoh kajian PriceWaterhouse Coopers tentang program CSR, ditemukan bahwa sejumlah perusahaan menjalankan CSR karena ingin menghindari konsekuensi negatif dari publisitas yang buruk. Contohnya adalah kasus sebuah perusahaan yang merespon pemberitaan tentang perusahaan tersebut yang melanggar hak-hak pekerjanya dengan melakukan kegiatan sosial lainnya utnuk meredam pemberitaan tersebut.

3. Keinginan tulus

Kegiatan perusahaan dalam konteks ini adalah sama sekali tidak mengambil suatu keuntungan secara materil, tetapi berusaha untuk menanamkan kesan baik terhadap komunitas atau komunitas berkaitan dengan kegiatan perusahaan. Di sini dapat diberikan contoh seperti tindakan perusahaan yang membutuhkan.

Kemudian sebuah perusahaan minuman kopi membayar petani kopi dengan harga yang layak serta membangun infrastruktur pendidikan dan kesehatan pada komunitas petani-petani itu; Langkah sebuah perusahaan komputer yang membangun sistem komunikasi yang unggul, dapat diandalkan, dan terjangkau kepada komunitas yang digabungkan dengan kontribusi terhadap proyek-proyek komunitas; atau program dari perusahaan rokok untuk membangun klinik-klinik kesehatan di pedesaan.

Menurut Sonny A. Keraf (1998) setidaknya ada empat lingkup tanggung jawab sosial perusahaan13 pertama, keterlibatan perusahaan dalam kegiatan-

13 Erni R. Ernawan, Business Ethics : Etika Bisnis, (Bandung : CV. Alfabeta, 2007), hal. 114.

(29)

kegiatan sosial yang berguna bagi kepentingan masyarakat luas. Alasan perusahaan terlibat dalam kegiatan sosial yaitu: perusahaan dan karyawannya merupakan bagian integral dari masyarakat setempat; perusahaan telah diuntungkan dengan hak untuk mengelola sumber daya alam yang ada dalam komitmen moral perusahaan untuk tidak melakukan kegiatan-kegiatan bisnis yang dapat merugikan masyarakat sekitarnya; perusahaan akan lebih menyatu dengan masyarakat sekitar, sehingga ada rasa memiliki dari masyarakat terhadap perusahaan. Kedua, keuntungan ekonomis, karena akan menimbulkan citra positif bagi perusahaan, hal ini akan membuat masyarakat lebih menerima kehadiran produk perusahaan. Ketiga, memenuhi aturan hukum yang berlaku dalam suatu masyarakat, baik dalam kegiatan bisnis atau kegiatan sosial, agar bisnis berjalan secara baik dan teratur. Keempat, hormat pada hak dan kepentingan stakeholder atau pihak-pihak tertentu yang terkait dengan kepentingan langsung atau tidak langsung dengan kegiatan bisnis suatu perusahaan.

2.1.2. Kritik terhadap Corporate Social Responsibility (CSR)

“Riset yang dilakukan oleh Roper Search Worldwide menunjukkan 75% responden memberikan nilai lebih kepada produk dan jasa yang dipasarkan oleh perusahaan yang memberikan kontribusi nyata kepada komunitas melalui program pengembangan.

Sekitar 66% responden juga menunjukkan bahwa mereka siap berganti merek kepada merek perusahaan yang memiliki citra sosial yang positif. Hal ini membuktikan terjadinya perluasan „minat‟

konsumen dari „produk‟ menuju korporat. Konsumen menaruh perhatiannya terhadap tanggung jawab sosial perusahaan yang lebih luas, yang menyangkut etika bisnis dan tanggung jawab sosialnya.

Kepedulian konsumen telah meluas dari sekadar kepada suatu produk menjadi kepada korporatnya.

Konsumen semacam ini tidak hanya peduli pada faktor pemenuhan kebutuhan pribadi saja, tetapi juga peduli pada penciptaan kesejahteraan jangka panjang. Meningkatnya tingkat kepedulian akan kualitas kehidupan, harmonisasi sosial, dan lingkungan ini juga

(30)

mempengaruhi aktivitas dunia bisnis. Maka lahirlah gugatan terhadap peran perusahaan agar mempunyai tanggung jawab sosial. Disinilah salah satu manfaat yang dapat dipetik perusahaan dari kegiatan CSR.

Dalam konteks inilah aktivitas CSR menjadi menu wajib bagi perusahaan, di luar kewajiban yang digariskan undang-undang.

Namun ternyata hanya sekadar menjalankan aktivitas CSR tidak lagi mencukupi. Dalam pelaksanaannya, CSR masih terus saja mengalami kritikan yang secara umum terdapat dua kritikan. Pertama, program-program CSR yang dijalankan oleh perusahaan banyak yang hanya memiliki pengaruh jangka pendek dengan skala yang terbatas.

Program-program CSR yang dilaksanakan seringkali kurang menyentuh akar permasalahan komunitas yang sesungguhnya.

Seringkali pihak perusahaan masih menganggap dirinya pihak yang paling memahami kebutuhan komunitas, sementara komunitas dianggap sebagai kelompok pinggiran yang menderita sehingga memerlukan bantuan perusahaan. Di samping itu, aktivitas CSR dianggap hanya semata-mata dilakukan demi terciptanya reputasi perusahaan yang positif, bukan demi perbaikan kualitas hidup komunitas dalam jangka panjang.

Kedua, terhadap pelaksanaan CSR adalah bahwa program ini seringkali diselenggarakan dengan jumlah biaya yang tidak sedikit, maka CSR identik dengan perusahaan besar yang ternama.

Masalahnya, dengan kekuatan sumber daya yang dimilikinya, perusahaan-perusahaan besar dan ternama ini mampu membentuk opini publik yang mengesankan seolah-olah mereka telah melaksanakan CSR. Padahal yang dilakukannya hanya semata-mata aktivitas filantropis, bahkan dapat dikatakan dilakukan untuk menutupi perilaku-perilaku yang tidak etis seperti telah mengeksploitasi sumber daya alam yang ada di lingkungan masyarakat.” 14

2.1.3. Sejarah Perkembangan Corporate Social Responsibility (CSR) di Indonesia

Banyak perusahaan beroperasi pada lahan yang bersentuhan langsung dengan kehidupan hajat hidup orang banyak. Kerusakan lingkungan yang diakibatkan eksploitasi yang berlebihan terhadap sumber daya alam tanpa memperhatikan dampak yang ditimbulkan terhadap lingkungan ternyata bertentangan dengan budaya masyarakat setempat. Secara khusus budaya

14 A. B. Susanto, Reputation-Driven Corporate Social Responsibility Pendekatan Strategic Management dalam CSR, (Jakarta : Erlangga, 2009), hal. 2-3, 5.

(31)

masyarakat lokal ini oleh pakar antropologi dipopulerkan dengan konsep kearifan lokal atau kearifan tradisional. Keberadaan kearifan lokal menunjukkan masyarakat Indonesia di semua lingkungan atau daerah memiliki sikap yang cukup arif dalam rangka pelestarian lingkungan.15

Oleh karena itu, masyarakat setempat senantiasa melakukan respon atau umpan balik berupa protes atas kerusakan lingkungan yang terjadi akibat perilaku pelaku usaha. Mereka menuntut perusahaan agar memberikan perhatian yang baik dan berkesinambungan atas pemeliharaan lingkungan.

Menghadapi protes masyarakat atas kerusakan lingkungan sebagai dampak aktivitas ekonomi pelaku usaha, maka pada proses selanjutnya antara masyarakat setempat dan pelaku usaha terlibat musyawarah. Kadangkala musyawarah itu melibatkan pemerintah lokal dalam suatu masalah yang ada. Dalam pertemuan yang terjadi ada kalanya pelaku usaha menyadari bahwa selain telah mengakibatkan kerusakan atas lingkungan, praktik ekonomi mereka ternyata juga telah menghilangkan peluang masyarakat setempat dalam melakukan aktivitas pelaku usaha. Padahal selama ini mereka dengan bebas melakukan aktivitas ekonomi tanpa gangguan dan pembatasan dari pihak manapun.

Kesadaran akan keadaan tersebut selanjutnya mengakibatkan dorongan pada pelaku usaha untuk lebih memperhatikan tujuan dan kepentingan yang berkaitan dengan pemeliharaan lingkungan dan kesejahteraan masyarakat setempat.

Perhatian ini dimaksudkan untuk menggantikan peluang dan kebebasan melakukan aktivitas ekonomi yang hilang akibat kehadiran perusahaan tersebut.

Oleh karena itu pada pihak perusahaan selanjutnya muncul perilaku kemurahan

15 Matias Siagian & Agus Suriadi, Op. Cit. hal. 22-23.

(32)

hati atau kedermawanan sosial. Masing-masing perusahaan memiliki cara-cara tersendiri dalam memberikan khidmat atau manfaat atas kehadiran perusahaan milik mereka bagi masyarakat setempat. Aktivitas yang didorong oleh kemurahan hati atau kedermawanan sosial inilah yang kemudian berkembang menjadi tanggung jawab sosial perusahaan.

Dengan demikian tanggung jawab sosial perusahaan sesungguhnya telah dilaksanakan pelaku usaha di Indonesia sejak lama. Banyak istilah yang digunakan untuk menanamkan aktivitas sosial tersebut, seperti “bakti sosial oerusahaan”, “kontribusi sosial perusahaan”, atau pengembangan masyarakat oleh perusahaan. Semua aktivitas yang menggunakan berbagai istilah tersebut dilaksanakan sebagai perwujudan kemurahan hati sosial perusahaan bagi masyarakat setempat.

Dalam banyak kasus, seperti kasus CSR PT Freeport Indonesia merupakan salah satu kasus yang menunjukkan kurangnya tanggung jawab perusahaan kepada masyarakat yang telah terkena dampak akibat eksploitas pertambangan yang dilakukan. Selain itu kasus PT. Newmont Minahasa Raya yang sampai saat ini masih belum terselesaikan yang mengungkapkan bahwa PT. Newmont belum memiliki ijin permanen pembuangan limbah di Teluk Buyat, Kabupaten Minahasa, Sulawesi Utara. Sementara PT. Newmont hanya memiliki ijin penempatan bagian akhir (tailing) di dasar teluk. Oleh sebab itu aktivitas ekonomi menjadi perwujudan kemurahan hati sosial perusahaan itu muncul sebagai hasil musyawarah antara perusahaan dengan masyarakat setempat atau atas kesadaran sendiri dari pelaku usaha atas pentingnya meningkatkan kesejahteraan masyarakat setempat. Pada perkembangan selanjutnya, asas-asas belas kasihan sosial

(33)

perusahaan berkembang dan dikenal dengan istilah tanggung jawab sosial perusahaan.

2.1.4. Corporate Social Responsibility (CSR) dan Perusahaan

“Di sisi perusahaan terdapat berbagai manfaat yang dapat diperoleh dari aktivitas CSR. Pertama, mengurangi resiko dan tuduhan terhadap perlakuan tidak pantas yang diterima perusahaan. Perusahaan yang menjalankan tanggung jawab sosialnya secara konsisten akan mendapatkan dukungan luas dan komunitas yang telah merasakan manfaat dari berbagai aktivitas yang dijalankannya. CSR akan mendongkrak citra perusahaan yang dalam rentang waktu panjang akan meningkatkan reputasi perusahaan. Manakala terdapat pihak- pihak tertentu yang menuduh perusahaan menjalankan perilaku serta praktik-praktik yang tidak pantas, masyarakat akan menunjukkan pembelaannya.

Kedua, CSR dapat berfungsi sebagai pelindung dan membantu perusahaan meminimalkan dampak buruk yang diakibatkan suatu krisis. Demikian pula ketika perusahaan diterpa kabar miring atau bahkan ketika perusahaan melakukan kesalahan, masyarakat lebih mudah memahami dan memanfaatkannya.

Ketiga, keterlibatan dan kebanggaan karyawan. Karyawan akan merasa bangga bekerja pada perusahaan yang memiliki reputasi yang baik, yang secara konsisten melakukan upaya-upaya untuk membantu meningkatkan kesejahteraan dan kualitas hidup masyarakat dan lingkungan sekitarnya. Kebanggaan ini pada akhirnya akan menghasilkan loyalitas, sehingga mereka merasa lebih termotivasi untuk bekerja lebih keras demi kemajuan perusahaan. Hal ini akan berujung pada peningkatan kinerja dan produktivitas.

Keempat, CSR yang dilaksanakan secara konsisten akan mampu memperbaiki dan memperat hubungan antara perusahaan dengan para stakeholder-nya. Pelaksanaan CSR secara konsisten menunjukan bahwa perushaan memiliki kepedulian terhadap pihak-pihak yang selama ini berkontribusi terhadap lancarnya berbagai aktivitas serta kemajuan yang mereka raih. Hal ini mengakibatkan para stakeholder senang dan merasa nyaman dalam menjalin hubungan dengan perusahaan.

Kelima, meningkatnya penjualan seperti yang terungkap dalam riset Roper Search Worldwide, yaitu bahwa konsumen akan lebih menyukai produk-produk yang dihasilkan oleh perusahaan yang konsisten menjalankan tanggung jawab sosialnya sehingga memiliki reputasi yang baik. Dan keenam, insentif-insentif lainnya seperti insentif pajak dan berbagai perlakuan khusus lainnya. Hal ini perlu

(34)

dipikirkan guna mendorong perusahaan agar lebih giat lagi menjalankan tanggung jawab sosialnya.”16

2.1.5. Corporate Social Responsibility (CSR) dan Masyarakat

Perusahaan seringkali lupa akan fungsinya. Seharusnya, perusahaan selain berfungsi sebagai organisasi bisnis sekaligus juga berfungsi sebagai organisasi sosial. Perusahaan yang hanya berorientasi bisnis akan menghadapi tantangan karena baik secara langsung ataupun tidak langsung harus berinteraksi dengan lingkungan sosialnya mulai dari input, proses hingga output. Aktivitas unit usaha tidak dapat terlepas dari lingkungan sosialnya. Perusahaan menggunakan sumber daya alam sebagai bahan untuk menghasilkan barang atau jasa dan menggunakan sumber daya manusia sebagai motor penggerak aktivitasnya. Keterbukaan ini mendorong kesadaran masyarakat akan pentingnya dampak perusahaan pada kondisi sosial dan lingkungannya. Pihak-pihak yang mempunyai kepentingan terhadap perusahaan mulai menekan perusahaan untuk mulai melaksanakan kewajiban sosial dan lingkungannya.17

Secara garis besar dapat disimpulkan bahwa model implementasi CSR perusahaan di Indonesia mencakup hal-hal berikut ini18:

1. Bantuan sosial meliputi: bakti sosial, pengadaan sarana kesehatan, rumah ibadah, jalan dan sarana umum lainnya, penanggulangan bencana alam, pengentasan kemiskinan dan pembinaan masyarakat.

16 Ibid. hal. 14-15.

17David Sukardi Kodrat, Manajemen Strategi, Membangun Keunggulan Bersaing Era Global di Indonesia Berbasis Kewirausahaan, (Yogyakarta : Graha Ilmu, 2009), hal. 259.

18 Ibid. hal. 264-265.

(35)

2. Pendidikan dan pengembangan meliputi: pengadaan sarana pendidikan dan pelatihan, melaksanakan pelatihan dan memberikan program beasiswa kepada anak-anak usia sekolah.

3. Ekonomi meliputi: mengadakan program kemitraan, memberikan dana atau pinjaman lunak untuk pengembangan usaha dan memberdayakan masyarakat sekitar.

4. Lingkungan meliputi: pengelolaan lingkungan, penanganan limbah, dan melestarikan alam dan keanekaragaman hayati.

5. Konsumen meliputi: perbaikan produk secara berkesinambungan, pelayanan bebas pulsa dan menjamin ketersediaan produk.

6. Karyawan meliputi: program jaminan hari tua, keselamatan dan kesehatan kerja (K3) dan program renumerasi yang baik.

2.1.6. Corporate Social Responsibility (CSR) dan Pemerintah

Badan Usaha Milik Negara (BUMN) sebagai satu bentuk perusahaan yang seluruh atau sebagian besar modalnya berasal dari kekayaan negara yang dipisahkan, memiliki peran sebagai pelopor dan/atau perintis di sektor-sektor usaha yang belum diminati oleh swasta dalam upaya mewujudkan sebesar- besarnya kemakmuran rakyat. Di samping itu, BUMN juga memiliki peran yang strategis sebagai pelaksana pelayanan publik, penyeimbang kekuatan-kekuatan swasta besar, dan turut membantu pengembangan usaha kecil. BUMN juga merupakan salah satu sumber penerimaan negara yang signifikan dalam bentuk berbagai jenis pajak, dividen dan hasil privatisasi. Hal-hal tersebut diatas diuraikan secara eksplisit dalam Penjelasan Umum dari Undang-undang RI No.19

(36)

Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara yang telah disahkan pada tanggal 19 Juni 2003.

Sebagai salah satu sumber penerimaan negara yang signifikan dalam bentuk berbagai jenis pajak, dividen, dan hasil privatisasi, tentunya BUMN akan berperilaku pula sebagai layaknya perusahaan pada umumnya yang juga berorientasi pada pencapaian keuntungan atau laba. BUMN perlu menumbuhkan budaya korporasi dan profesionalisme antara lain melalui pembenahan pengurusan dan pengawasannya. Pengurusan dan pengawasan BUMN harus dilakukan berdasarkan prinsip-prinsip tata-kelola perusahaan yang baik (good corporate governance).

Dilihat dari regulasi yang berlaku di Indonesia, saat ini sudah terdapat beberapa regulasi yang dapat dijadikan acuan pelaksanaan CSR antara lain ; UUD Pasal 33 UUD 1945, Undang-undang No. 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara, UU No. 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal, UU No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroaan Terbatas, serta Peraturan Menteri BUMN No.

Per-05/MBU/2007 tentang Program Kemitraan BUMN dengan Usaha Kecil dan Program Bina Lingkungan.

Peran dan tanggung jawab dari BUMN sebagai korporasi dijabarkan lebih lanjut dalam Undang-undang RI No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas yang telah disahkan pada tanggal 20 Juli 2007. Pasal 74 UU RI No. 40 Tahun 2007 menyebutkan bahwa:

(1) Perseroan yang menjalankan kegiatan usahanya di bidang dan/atau berkaitan dengan sumber daya alam wajib melaksanakan Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan.

(37)

(2) Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan sebagaimana dimaksudkan pada ayat (1) merupakan kewajiban perseroan yang dianggarkan dan diperhitungkan sebagai biaya perseroan yang pelaksanaannya dilakukan dengan memperhatikan kepatutan dan kewajaran.

(3) Perseroan yang tidak melaksanakan kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikenai sanksi sesuai dengan ketentuan perundang-undangan.

Pasal 74 UU RI No. 40 Tahun 2007 tersebut tidak hanya melahirkan bias dan kerancuan atas sikap pemerintah terhadap kepedulian dan kontribusi BUMN sebagai korporasi dengan masyarakat sekitar, namun juga menimbulkan sikap kontra dan protes atas ketentuan pasal tersebut. Pasal tersebut sungguh-sungguh menunjukkan suatu sikap yang diskriminatif dari pemerintah sendiri, yakni dengan melakukan polarisasi perseroan (termasuk didalamnya BUMN sebagai korporasi) berdasarkan ruang gerak dan bidang usahanya. Ketegasan perintah yang tercermin pada kata „wajib‟ dalam kalimat yang dipergunakan oleh pasal tersebut, ternyata membebaskan bagi perseroan yang lainnya sehingga tidak memiliki tanggung jawab sosial dan lingkungan. Tanggung jawab sosial dan lingkungan hanya diwajibkan bagi perseroan (termasuk didalamnya BUMN sebagai korporasi) yang kegiatan usahanya dibidang dan/atau berkaitan dengan sumber daya alam, sedangkan perseroan yang tidak terkait dengan sumber daya alam bebas dari kewajiban tersebut.

Kementerian Negara Badan Usaha Milik Negara, sebagai lembaga pemerintah yang menaungi dan mengayomi institusi BUMN, turut menindaklanjuti Pasal 88 UU RI No. 19 Tahun 2003 tersebut dengan diterbitkannya Peraturan Menteri Negara Badan Usaha Milik Negara No. Per- 05/MBU/2007 tentang Program Kemitraan Badan Usaha Milik Negara dengan Usaha Kecil dan Program Bina Lingkungan (disingkat „PKBL‟) yang telah mulai

(38)

diberlakukan untuk tahun buku 2007 dan ditetapkan pada tanggal 27 April 2007.

Peraturan ini menggantikan peraturan sejenis terdahulu yakni Keputusan Menteri Badan Usaha Milik Negara No. Kep-236/MBU/2003 tanggal 17 Juni 2003.

Dengan peraturan tersebut, pemerintah cq. Kementerian Negara BUMN menjabarkan peran dan partisipasi BUMN kedalam 2 program, yakni : Program Kemitraan dan Program Bina Lingkungan. Pasal 2 ayat (1) Permen.BUMN tersebut menegaskan bahwa Persero dan Perum wajib melaksanakan Program Kemitraan dan Program Bina Lingkungan dengan memenuhi ketentuan-ketentuan yang diatur dalam Peraturan ini. Berdasarkan Pasal 1 Angka 5 Permen.BUMN tersebut, yang dimaksud dengan Program Kemitraan dengan usaha kecil adalah program untuk meningkatkan kemampuan usaha kecil agar menjadi tangguh dan mandiri melalui pemanfaatan dana dari bagian laba BUMN. Sedangkan Angka 6 dari pasal tersebut menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan Program Bina Lingkungan adalah program pemberdayaan kondisi sosial masyarakat oleh BUMN melalui pemanfaatan dana dari bagian laba BUMN.

Pelaksana dari kedua program tersebut adalah unit organisasi khusus yang merupakan bagian dari organisasi BUMN yang berada dibawah pengawasan seorang direksi (Angka 16 Pasal 1 jo. Pasal 5 huruf a). Sumber dana yang dapat dipergunakan oleh BUMN guna melaksanakan kedua program tersebut diatas berasal dari: penyisihan laba setelah pajak (maksimal sebesar 2%), jasa administrasi pinjaman/marjin/bagi hasil, bunga deposito dan/atau jasa giro dari dana (sisa) program tersebut pada tahun-tahun sebelumnya, atau pelimpahan dana program dari BUMN lain (vide Pasal 9).

(39)

Adapun yang dimaksud dengan usaha kecil menurut Pasal 3 Peraturan Menteri BUMN No. Per-05/MBU/2007 tentang Program Kemitraan BUMN dengan Usaha Kecil dan Program Bina Lingkungan ini adalah pengusaha yang memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp. 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah), tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha, atau pengusaha yang memiliki hasil penjualan tahunan paling banyak Rp. 1.000.000.000,00 (satu milyar). Kedua jenis pengusaha yang masuk kategori usaha kecil tersebut diatas masih harus memenuhi ketentuan tambahan lebih lanjut sesuai Permen.BUMN tersebut, yakni : pengusaha tersebut berkewarganegaraan Indonesia, berusaha secara mandiri (berdiri sendiri) yang bukan merupakan anak perusahaan atau cabang perusahaan yang dimiliki/dikuasai baik langsung maupun tidak langsung dengan Usaha Menengah atau Usaha Besar, usaha tersebut memiliki potensi dan prospek usaha untuk dikembangkan serta telah berjalan minimal 1 (satu) tahun, serta belum memenuhi persyaratan perbankan (non bankable).

Program Kemitraan yang dilakukan oleh BUMN, sesuai dengan Pasal 11 ayat (1) Permen.BUMN tersebut, diberikan dalam bentuk: pinjaman untuk membiayai modal kerja dan/atau pembelian aktiva tetap dalam rangka meningkatkan produksi dan penjualan, dan pinjaman khusus untuk membiayai kebutuhan dana pelaksanaan kegiatan usaha mitra binaan yang bersifat pinjaman tambahan dan berjangka pendek dalam rangka memenuhi pesanan dari rekanan usaha Mitra Binaan. Sedangkan Program Bina Lingkungan, sesuai dengan Pasal 11 ayat (2) huruf e Permen.BUMN tersebut, diberikan dalam bentuk bantuan- bantuan untuk korban bencana alam, pendidikan dan/atau pelatihan, peningkatan

(40)

kesehatan, pengembangan sarana dan prasarana umum, sarana ibadah, atau pelestarian alam.

Dalam berbagai peraturan yang ada, pada dasarnya dalam peraturan tersebut telah tersirat berbagai upaya yang harus dilakukan baik oleh pemerintah maupun korporasi untuk melakukan pengembangan masyarakat dan lingkungan, baik pada aspek sosial, pendidikan, ekonomi, kesehatan maupun lingkungan. Namun menurut pengamatan yang dilakukan oleh peneliti belum terdapat suatu peraturan daerah yang khusus menangani tentang masalah pengelolaan CSR ini, selama ini pengelolaan CSR masih diatur oleh pemerintah pusat, padahal saat ini Indonesia telah berada dan menjalankan otonomi daerah. Seharusnya setiap daerah mempunyai suatu peraturan daerah yang khusus menangani CSR ini agar dapat disesuaikan dengan kondisi daerah dan lingkungan setempat.

2.2. Pengertian dan Kriteria Usaha Kecil dan Menengah (UKM)

Di Indonesia, definisi UKM diatur dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2008 tentang Usaha Kecil dan Menengah. UKM tidak saja berbeda dengan Usaha Besar, tetapi di dalam UKM itu sendiri terdapat perbedaan karakteristik antara usaha kecil dan usah menengah dalam sejumlah aspek. Hal tersebut dapat dilihat pada tabel II.1. berikut ini:

Tabel II.1. Karakteristik Utama dari Usaha Kecil dan Usaha Menengah

No Aspek Usaha Kecil Usaha Menengah

1. Formalitas Beberapa beroperasi di sektor formal; beberapa tidak terdaftar; sedikit yang membayar pajak

Semua di sektor formal;

terdaftar, dan membayar pajak

2. Organisasi dan manajemen

Dijalankan oleh pemilik;

tidak ada pembagian tenaga kerja internal dan sistem pembukuan formal

Banyak yang

mempekerjakan manajer professional dan

menerapkan pembagian tenaga kerja internal dan

(41)

sistem pembukuan formal 3. Pola/sifat dari

proses produksi

Beberapa memakai mesin-mesin terbaru

Banyak yang mempunyai derajad mekanisasi yang tinggi

4. Orientasi pasar Banyak yang menjual ke pasar domestik dan melayani kelas menengah ke atas

Semua menjual ke pasar domestik dan banyak yang mengekspor serta

melayani kelas menengah ke atas

5. Profil ekonomi dan sosial dari pemilik usaha

Banyak berpendidikan baik dan dari rumah tangga nonmiskin;

banyak yang bermotivasi bisnis/mencari profit

Sebagian besar

berpendidikan baik dan berasal dari rumah tangga makmur; motivasi utama:

profit 6. Nilai kekayaan

bersih

>Rp 50 juta –

Rp 500 juta

>Rp 500 juta –

Rp10 miliar 7. Hasil penjualan

tahunan

>Rp 300 juta -

Rp 2500 juta >Rp 2500 juta –

Rp 50 miliar Sumber : UMKM di Indonesia (Tulus T. H. Tambunan, 2009)

Selain menggunakan nilai moneter sebagai kriteria, maka menurut Badan Pusat Statistik (BPS) jumlah pekerja untuk usaha kecil adalah antar 5 hingga 19 pekerja dan usaha menengah dimulai dari 20 hingga 99 orang. Perusahaan- perusahaan dengan jumlah pekerja di atas 99 orang masuk ke dalam kategori usaha besar.

Adam Smith, yang dikenal sebagai bapak ekonomi memiliki pandangan tersendiri. Dalam pandangannya wirausaha berarti orang yang mampu bereaksi terhadap perubahan ekonomi, lalu menjadi agen ekonomi yang mengubah permintaan menjadi produksi. Ahli ekonomi Perancis Jean Baptise berpendapat bahwa wirausaha adalah orang yang memiliki seni dan keterampilan tertentu dalam menciptakan usaha ekonomi yang baru. Sedangkan Cantilon berpendapat bahwa wirausaha adalah seorang inkubator gagasan-gagasan baru untuk mencapai tingkat paling tinggi.19 Secara komprehensif dengan merangkum pandangan

19 Raja Bongsu Hutagalung dan Syafrizal Helmi Situmorang, Pengantar Kewirausahaan, (Medan : USU Press, 2008), hal.2.

Gambar

Tabel II.1. Karakteristik Utama dari Usaha Kecil dan Usaha Menengah
Tabel III.1.
Tabel III.2.
Tabel III.3.
+5

Referensi

Dokumen terkait

Persepsi para mahasiswa Ma’had Al-Jami’ah IAIN Antasari Banjarmasin terhadap semua bentuk kegiatan pembinaan keagamaan yang telah dilaksanakan meliputi materi,

Sedangkan bila dibandingkan dengan bulan yang sama ditahun 2010, maka tren yang terjadi adalah terjadi kemiripan dibanding periode yang sama tahun lalu.. Berdasarkan

Jika pemberian ekstrak daun ketapang ( Terminalia catappa L.) mengandung antioksidan yang dapat memperbaiki kerusakan hepatosit serta menurunkan kadar enzim SGOT

Instrumen yang digunakan untuk mengukur kemampuan komunikasi multi arah guru berupa angket yang terdiri dari 11 item pernyataan, yang masing-masing item pernyataan

[r]

Pada penelitian ini telah dikembangkan tahapan klasifikasi menggunakan JST feed- forward backpropagation dan ekstraksi fitur pendekatan statistik dari histogram warna

atas berkah, rahmat dan karunia-Nyalah, maka kita dapat menyusun makalah menggapai hidup sehat dengan penerapan prinsip DAGUSIBU obat, agar dapat mengetahui

Tampak bahwa formulasi pemberdayaan ekonomi rakyat tersebut tidaklah sekedar bergerak pada dimensi ekonomi, melainkan dalam banyak level kebijakan pemihakan ekonomi rakyat adalah