• Tidak ada hasil yang ditemukan

FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2023

Membagikan "FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN "

Copied!
194
0
0

Teks penuh

(1)

PENGEMBANGAN INSTRUMEN TES DIAGNOSTIK TIGA TINGKAT UNTUK MENGIDENTIFIKASI MISKONSEPSI SISWA

PADA MATERI TEKANAN ZAT DAN PENERAPANNYA DI SMP TELEKOMUNIKASI PEKANBARU

OLEH

SHERINA NURUL IHZZA NIM. 11811022773

FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SULTAN SYARIF KASIM RIAU PEKANBARU

1444 H/ 2023 M

(2)

PENGEMBANGAN INSTRUMEN TES DIAGNOSTIK TIGA TINGKAT UNTUK MENGIDENTIFIKASI MISKONSEPSI SISWA

PADA MATERI TEKANAN ZAT DAN PENERAPANNYA DI SMP TELEKOMUNIKASI PEKANBARU

Skripsi

Diajukan untuk memperoleh gelar Sarjana pendidikan

(S.Pd.)

OLEH

SHERINA NURUL IHZZA NIM. 11811022773

JURUSAN TADRIS ILMU PENGETAHUAN ALAM FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SULTAN SYARIF KASIM RIAU PEKANBARU

1444 H/ 2023

(3)

i

(4)

ii

(5)

iii

(6)

iv

PENGHARGAAN

Assalamu’alaikum Wr. Wb.,

Alhamdulillah. Segala puji syukur senantiasa penulis ucapkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Pengembangan Instrumen Tes Diagnostik Tiga Tigkat untuk Mengidentifikasi Miskonsepsi Siswa pada Materi Tekanan Zat dan Penerapannya di SMP Telekomunikasi Pekanbaru”. Skripsi ini merupakan hasil karya ilmiah yang ditulis untuk memenuhi salah satu persyaratan mendapatkan gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd) pada Program Studi Tadris IPA Fakultas Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau.

Skripsi ini dapat penulis selesaikan berkat bantuan dari berbagai pihak.

Terutama keluarga besar penulis, khususnya yang penulis cintai, sayangi dan hormati, yaitu Bapak Nahrowi dan Ibu Asmanidar yang telah membesarkan penulis dengan penuh kasih sayang, selalu memberikan dukungan dan do’anya tiada henti. Semoga Ayah dan Ibu selalu dalam lindungan-Nya. Selain itu, pada kesempatan ini penulis juga ingin menyatakan dengan penuh hormat ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Bapak Prof. Dr. Hairunnas M.Ag., selaku Rektor Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau.

2. Bapak Dr. H. Kadar, M.Ag., selaku Dekan Fakultas Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau.

3. Bapak Dr. Zarkasih, M.Ag., selaku Wakil Dekan 1 Fakultas Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau.

4. Ibu Dr. Zubaidah Amir M.Z, M.Pd., selaku Wakil Dekan II Fakultas Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau.

5. Ibu Dr. Amirah Diniaty, M.Pd., Kons selaku Wakil Dekan III Fakultas Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau.

(7)

v

6. Hasanuddin, S.Si,. M.Si., Selaku Ketua Program Studi Tadris IPA Fakultas Tarbiyah dan Keguruan UIN Suska Riau.

7. Bapak Niki Dian Permana P, M.Pd., selaku sekretaris Program Studi Tadris IPA dan Dosen Pembimbing skripsi yang sangat baik, yang dengan penuh kesabaran tanpa mengenal lelah telah meluangkan waktu, tenaga, dan pikirannya untuk memberikan bimbingan, pengarahan, dan nasehat kepada penulis dalam penyusunan skripsi ini.

8. Bapak Drs. H. Edi Yusrianto, M.Pd. sebagai Penasehat Akademik yang telah memberikan banyak kemudahan dan bimbingan kepada penulis.

9. Seluruh Dosen Jurusan Tadris IPA Bapak Hasanuddin, S.Si,. M.Si., Bapak Niki Dian Permana P, M.Pd., Ibu Susilawati, M. Pd., Ibu Theresia Lidya Nova, M.Pd., Bapak Dr. Zarkasih, M.Ag., Ibu Diniya, M.Pd., Ibu Fatimah Depi Susanty Harahap, S.Pd.I., MA., Bapak Dr. Rian Vebrianto, M.Ed., Bapak Drs. H. Edi Yusrianto, M.Pd., Bapak Aldeva Ilhami, M.Pd., Ibu Putri Ridha Ilahi, M.Pd., Bapak M. Ilham Syarif, M.Pd., dan dosen-dosen lainnya yang telah banyak mencurahkan segenap pengetahuan dan ilmunya kepada penulis selama duduk dibangku perkuliahan.

10. Ibu Putri Ridha Ilahi, M.Pd., Ibu Diniya, M.Pd., Ibu Riza Andriani, S.Pd., M.Pd., selaku validator data dalam penelitian ini.

11. Kedua orangtua, Bapak Nahrowi dan Ibu Asmanidar yang telah berjuang dengan segala upaya dan mendo’akan akan kesuksesan penulis.

12. Bapak Riky Rikardo, S.Pd selaku kepala sekolah SMP Telekomunikasi Pekanbaru yang telah berkenan menerima penulis untuk melakukan penelitian.

13. Bapak Ahmad Alfian Hadi, S.Pd sebagai guru bidang studi IPA di SMP Telekomunikasi Pekanbaru yang telah banyak memberikan bantuan selama penulis melakukan penelitian.

14. Seluruh Guru dan Staf Tata Usaha di SMP Telekomunikasi Pekanbaru yang telah membantu memudahkan peneliti dalam setiap kegiatan administrasi sekolah.

(8)

vi

15. Saudari Annisa Azzahwa dan Keluarga besar yang selalu memberikan nasehat, motivasi dan semangat dan mendo’akan kesuksesan penulis.

16. Sahabat yang selalu membantu susah senang selalu dilalui bersama, sama- sama berjuang untuk mendapatkan gelarnya, dan juga tempat berbagi ilmu Dena Fadhliati, Fazilla Hanum, Rahmawati, Siti Amanah, Ulan Larista, Waode Nur Muhsinah dan seluruh teman-teman Tadris IPA angkatan 2018.

17. Teman-teman KKN Desa Pulau Jambu 2021 yang selalu memberi semangat terkhusus untuk Elen Devira, Nanda Fadzliana, dan Robby Illahi.

18. Keluarga besar Prodi Tadris IPA dan almamater UIN Suska Riau serta seluruh pihak yang telah membantu dari awal penyusunan sampai selesainya skripsi ini.

Penulis berdo’a semoga semua bantuan dan bimbingan yang diberikan kepada penulis akan mendapatkan balasan pahala yang berlipat ganda dan menjadi amal jariah di sisi Allah SWT. Serta seluruh pihak yang telah banyak membantu yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu namanya. Saran serta kritikan yang sifatnya membangun sangat penulis harapkan demi penyempurnaan skripsi ini ke arah yang lebih baik. Penulis berharap semoga skripsi ini bermanfaat bagi semua pihak. Amin ya rabbal’alamin.

Pekanbaru, 5 Januari 2022 Penulis

Sherina Nurul Ihzza NIM. 11811022773

(9)

vii

PERSEMBAHAN

ميحرلا نمحرلا الله مسب

Alhamdulillaahirobbil’aalamiin Syukur kepada Allah SWT

Sholawat beriringan salam selalu terlimpah kepada utusan-Mu Nabi Muhammad SAW

Maha besar Allah, sembah sudud sedalam qalbu hamba hanturkan atas karunia dan rezaki berlimpah segala puji dan syukur kupersembangkan bagi Zat yang menguasai langit dan bumi, dengan cerahan hati dan sepercik kesempatan dan keberhasilan yang Engkau hadiahkan kepadaku Ya Rabb segenap kasih dan cinta

teriring do’a yang tulus ku persembahkan karya sederhana ini UNTUK YANG AKU SAYANGI.

- Ayah dan Ibu Tercinta - Bapak Nahrowi dan Ibu Asmanidar

Sebagai tanda bukti dan rasa terimakasih yang tiada terhingga atas segala dukungan selama ini .

Perjalanan Kehidupan ini begitu berat untuk ditempuh Bermimpi dan berharap penuh keberanian untuk mengambil resiko Menguatkan hati serta membulatkan tekad untuk senantiasa tak lelah

Berhias do’a serta harap pada Allah menjadi keoptimisan Alhamdulillah... Amanah ini telah usai

Dengan berbagai suka dan duka

Serta do’a, usaha dan kesabaran yang selalu mengiringi Ayahanda dan Ibunda tercinta...

Lautan kasihmu hantarkan anak mu ke gerbang kesuksesan Tiada kasih seindah kasihmu, tiada cinta semurni cintamu

Dalam derap langkahku ada do’a tulusmu Semoga Allah membalas budi dan jasamu...

Kupersembahkan skripsi ini kepada keluarga Tercinta Yang selalu mengiringi langkahku dengan kasih dan do’a...

Kepada kedua Orang tuaku, Adikku Yang telah mendoakan disetiap tapakan kaki

Yang telah mendukung dan memberikan semangat juang Yang tak terhingga sehingga selesainya skripsi ini

Do’a motivasi dan ketulusan persaudaraan adalah bagian terindah dalam hidup ini, Tulisan ini hanyalah ukuran kalimat sederhana yang

dipersembahkan khusus untuk kalian.

Tak ada lagi kata yang pantas. Tak ada lagi kalimat terbaik. Tak pula dapat membalas yang terbaik namun, dengan tulis dan penuh harapku ucapkan terimakasih dan semoga segalu kebaikan dibalas oleh Allah dengan lebih baik

hingga kita dapat berkumpul di jannah-Nya Bersama, Aamiin.

(10)

viii ABSTRAK

Sherina Nurul Ihzza, (2023): Pengembangan Instrumen Tes Diagnostik Tiga Tingkat untuk Mengidentifikasi Miskonsepsi Siswa pada Materi Tekanan Zat dan Penerapannya di SMP Telekomunikasi Pekanbaru.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui validitas, reliabilitas, dan karakteristik instrumen tes diagnostik tiga tingkat, serta untuk mengetahui tingkat miskonsepsi siswa pada materi tekanan zat dan penerapannya. Penelitian ini menggunakan metode Research and Development (R&D) dengan model Analysis, Design, Development, Implementation and Evaluation (ADDIE). Data pada penelitian ini dikumpulkan melalui wawancara, soal tes, dan dokumentasi. Subjek penelitian adalah 50 siswa SMP Telekomunikasi Pekanbaru yang telah mempelajari materi tekanan zat dan penerapannya. Validasi instrumen dilakukan oleh dosen ahli materi dan dosen ahli evaluasi. Hasil analisis data menunjukkan bahwa validasi butir soal menunjukkan instrumen tes yang dikembangkan berkategori valid dengan presentase sebesar 65%, tingkat kesukaran butir soal yaitu 5 soal sukar, 10 soal sedang, dan 5 soal mudah daya beda butir soal yaitu 15 soal berkategori diterima dan 5 soal berkategori diterima dengan perbaikan, dan reliabilitas instrumen yang dikembangkan sebesar 0,70461 dengan kategori reliabilitas tinggi Sebanyak 14,05% siswa mengalami miskonsepsi pada materi tekanan zat dan penerapannya.

Kata Kunci: Tekanan Zat dan Penerapannya, Miskonsepsi, Tes Diagnostik Tiga Tingkat.

(11)

ix

(12)

x

DAFTAR ISI

PENGHARGAAN………... iv

PERSEMBAHAN……… vii

ABSTRAK……… viii

DAFTAR ISI……… x

DAFTAR TABEL……… xi

DAFTAR GAMBAR………... xii

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah……… 1

B. Definisi Istilah………... 6

C. Rumusan Masalah………. 6

D. Tujuan Penelitian……….. 7

E. Manfaat Penelitian………. 7

BAB II KAJIAN TEORI A. Penilaian Belajar……….……….. 9

B. Instrumen Penilaian……….. 11

C. Tes Diagnostik Tiga Tingkat……… 12

D. Miskonsepsi……….………. 14

E. Tekanan Zat……….. 19

F. Penelitian yang Relevan……….………... 25

G. Kerangka Berpikir………. 27

H. Konsep Operasional………..……… 28

BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian……….. 30

B. Waktu dan Tempat……… 34

C. Teknik Pemilihan Sampel………. 34

D. Instrumen Penelitian……… ………. 34

E. Teknik Pengumpulan Data……… 36

F. Teknik Analisis Data………. 36

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi Produk………. 45

B. Analisis Data dan Pembahasan……… 48

(13)

xi BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan……….. 62

B. Saran………. 62

DAFTAR REFERENSI ………. 63

LAMPIRAN ……… 66

(14)

xii

DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 Uji Reliabilitas Siswa ………. 39

Tabel 3.2 Interval Koefisien Tingkat Hubungan ……… 40

Tabel 3.3 Klasifikasi Indeks Kesukaran ………. 41

Tabel 3.4 Interpretasi Daya Beda Soal ……… 42

Tabel 3.5 Kriteria Penskoran Tahap 1 ………. 43

Tabel 3.6 Kriteria Penskoran Tahap 2 ………. 43

Tabel 3.7 Interpretasi Hasil Tes Diagnostik Tiga Tingkat ……….. 44

Tabel 4.1 Rangkuman Produk Tes Diagnostik Tiga Tingkat ……….. 45

Tabel 4.2 Saran dan Masukan dari Validator ………... 49

Tabel 4.3 Kriteria Reliabilitas ……….. 51

Tabel 4.4 Kategori Tingkat Miskonsepsi ………. 55

Tabel 4.5 Daftar Kategori Tingkat Miskonsepsi Soal ………..……… 55

(15)

xiii

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Alur Kerangka Berpikir……….……… 27 Gambar 4.1 Diagram Rekapitulasi Hasil

Analisis Tingkat Kesukaran Soal ……….…. 52 Gambar 4.2 Diagram Daya Beda Soal …………..……….….. 53 Gambar 4.3 Diagram Interpretasi Hasil Tes Diagnostik Tiga Tingkat ……. 54

(16)

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) adalah ilmu sains yang sangat penting, karena tidak hanya membahas fakta-fakta, konsep, ataupun prinsip, tetapi juga memberikan pembelajaran berupa pengalaman langsung kepada siswa. Pembelajaran secara langsung dapat menjadi ranah dalam memahami alam sekitar secara ilmiah. Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) merupakan cabang ilmu pengetahuan yang mempelajari gejala atau fenomena alam melalui serangkaian proses ilmiah, yang dibangun atas dasar sikap ilmiah dan memberikan hasil berupa produk ilmiah (Trianto, 2010).

Siswa telah memiliki berbagai konsep yang terkait dengan IPA dari pengalaman sehari-hari pada dasarnya, hal ini dikarenakan ilmu IPA sangat erat kaitannya dengan kehidupan sehari-hari.

Tanpa disadari dalam melakukan aktivitas sehari-hari siswa telah menerapkan konsep-konsep IPA didalamnya. IPA khususnya Fisika dalam mempelajarinya dibutuhkan suatu pemahaman konsep yang merupakan kemampuan seseorang untuk mengungkap kembali apa yang ia amati (Linuwih, 2015).

(17)

2

Pemahaman konsep yang benar akan memberikan penjelasan yang baik terhadap suatu peristiwa dengan alasan yang logis dan kuat serta tidak menimbulkan kebingungan pada akhirnya terkait begaimana dan kenapa hal tersebut dapat terjadi.

Di Indonesia, penguasaan konsep fisika yang dimiliki siswa masih tergolong rendah. Rendahnya penguasaan konsep fisika dikelas awal dapat mengakibatkan kesulitan belajar pada kelas berikutnya dan prestasi belajar siswa menurun (Hartanto, 2017).

Tekanan zat merupakan materi IPA yang dipelajari mulai dari SMP. Jika pemahaman siswa pada konsep masa jenis baik, maka akan mempengaruhi pemahaman konsep-konsep yang berhubungan dengan materi tekanan zat lainnya yang akan diterima siswa pada materi selanjutnya ataupun pada jenjang pendidikan berikutnya. Sebaliknya jika siswa sejak awal telah mengalami miskonsepsi pada konsep tekanan zat dan penerapannya, maka siswa akan kesulitan bila mempelajari materi atau materi yang berhubungan dengannya pada jenjang pendidikan selanjutnya.

Seringkali siswa menganggap jika jumlah zat (massanya) ditambah, maka massa jenisnya juga akan ikut bertambah. Konsepsi ini jelas tidak sesuai dengan konsep IPA yang diterapkan oleh para Ilmuwan. Ketidak sesuaian ini disebut dengan miskonsepsi (Kirbulut, 2014).

Oleh sebab itu, penguasaan konsep perlu diperhitungkan bagi siswa ketika mengalami proses pembelajaran. Jika hal tersebut dibiarkan, siswa yang mengalami

(18)

3

kesulitan memahami konsep dapat memicu terjadinya miskonsepsi dimana konsep yang dimiliki siswa tidak sama dengan konsep para ahli.

Miskonsepsi adalah hasil dari kelebihan dan kekurangan penggeneralisasian sifat-sifat ataupun konsep dan bisa menimbulkan kesalahan penalaran sebuah masalah (Rakes, 2019). Miskonsepsi bisa disebabkan oleh berbagai factor seperti guru, diri siswa itu sendiri, buku teks, konteks dan metode mengajar.

Miskonsepsi merupakan pemahaman konsep yang salah dan cacat yang dapat menghambat pembelajaran (Gurel, 2015). Miskonsepsi yang dialami siswa salah satunya akan berdampak pada menurunnya prestasi belajar, sehingga dibutuhkan bantuan secara tepat. Miskonsepsi akan mengikat konstruk dan asimilasi pengetahuan baru pada siswa sehingga siswa akan mengalami kesulitan dalam belajar.

Miskonsepsi pada siswa akan menyebabkan terhambatnya konstruksi dan penyerapan pengetahuan baru pada siswa (Setiawan, 2022).

Miskonsepsi juga dapat menyebabkan pengetahuan dan pemahaman siswa khususnya dalam proses pemecahan masalah dan representasi ilmu menjadi salah secara berkelanjutan. Hal ini menunjukkan bahwa perlunya untuk mengetahui letak miskonsepsi dari siswa agar guru dapat mengevaluasi dan remediasi untuk mengoptimalkan proses pembelajaran yang dilakukan.

Ada banyak cara yang dapat digunakan untuk mengidentifikasi miskonsepsi pada siswa yaitu dengan wawancara, questioner, pertanyaan buka tutup dan tes pilihan ganda (Wijaya, 2016).

(19)

4

Proses pembelajaran yang terjadi selama ini belum secara optimal mengembangkan kemampuan berpikir siswa. Pelaksanaan proses pembelajaran yang berlangsung di kelas diarahkan untuk siswa menghafal informasi dan latihan soal-soal yang disampaikan. Siswa dilatih untuk mengingat dan menimbun berbagai informasi tanpa dituntut untuk mencerna dan memahami makna yang terkandung didalamnya dan tidak dihubungkan dengan kehidupan sehari-hari apalagi untuk menemukan atau menyelidiki suatu konsep (Eryilmaz, 2010).

Hal ini menyebabkan pembelajaran yang dilakukan masih belum bisa melibatkan siswa untuk mengembangkan kemampuannya untuk memahami konsep.

Kesalahan pemahaman konsep yang terus menerus jika dibiarkan akan menyebabkan siswa mengalami miskonsepsi yang akan berkelanjutan.

Miskonsepi fisika terbesar terjadi pada materi tekanan zat khususnya pada fluida statis. Diperoleh beberapa miskonsepsi terkait fluida statis, yaitu tentang faktor-faktor yang mempengaruhi tekanan hidrostatis, faktor-faktor yang mempengaruhi hukum Archimedes, serta syarat terjadinya peristiwa melayang, mengapung dan tenggelam (Utami et,al., 2014).

Langkah tepat untuk mendeteksi adanya miskonsepsi salah satunya yaitu dengan menggunakan instrumen khusus yaitu tes diagnostik. Tes diagnostik adalah tes yang digunakan untuk mengungkap kelemahan-kelemahan siswa sehingga hasil tersebut dapat digunakan sebagai dasar untuk memberikan tindakan atau perlakuan yang tepat dan sesuai dengan kelemahan yang dimiliki siswa (Departemen

(20)

5

Pendidikan Nasional, 2007). Tujuan penggunaan tes diagnostik adalah untuk mengukur tingkat pemahaman siswa terhadap suatu konsep.

Tes diagnostik yang dikembangkan yaitu tes diagnostik tiga tingkat atau yang biasa disebut Three-Tier Diagnostik Test . Tingkat pertama merupakan soal pilihan ganda dengan tiga pengecoh dan satu jawaban yang benar. Tingkat ke dua merupakan alasan siswa, berupa tiga alasan yang telah disediakan dengan dua pengecoh dan satu jawaban yang benar, serta satu alasan terbuka yang dapat diisi sendiri oleh siswa.

Satu alasan terbuka dibuat dengan tujuan untuk mengidentifikasi kemungkinan adanya alasan lain yang dimiliki siswa dalam memilih jawaban yang tidak tersedia pada ketiga pilihan alasan yang telah disediakan. Tingkat ke tiga merupakan tingkat keyakinan siswa dalam memilih jawaban dan alasan yang sebelumnya diberikan (Pesman, 2005).

Jawaban siswa dianggap benar jika tes pilihan ganda atau alasannya benar dan disertai dengan skala tingkat kepercayaan “Yakin”. Begitupun apabila siswa dianggap salah jika memilih jawaban salah pada tes pilihan ganda, diikuti dengan alasan yang salah dan tingkat kepercayaan “Tidak Yakin”, maka siswa mengalami miskonsepsi.

Namun, masih sedikit guru yang mengembangkan instrumen tes diagnostik miskonsepsi khususnya dengan model tiga tingkat. Dindar (2011) Gurel (2015) juga menambahkan bahwa tes diagnostik tiga tingkat lebih akurat dalam menentukan miskonsepsi siswa.

(21)

6

Berdasarkan hal tersebut peneliti berniat melakukan penelitian mengenai

“Pengembangan Instrumen Tes Diagnostik Tiga Tingkat untuk Mengidentifikasi Miskonsepsi Siswa pada Materi Tekanan Zat dan Penerapannya di SMP Telekomunikasi Pekanbaru”.

(22)

7 B. Definisi Istilah

1. Tes diagnostik adalah tes yang dilakukan untuk mengungkap kelemahan- kelemahan siswa sehingga hasil tersebut dapat digunakan sebagai dasar untuk memberikan tindakan atau perlakuan yang tepat dan sesuai dengan kelemahan yang dimiliki siswa.

2. Tes diagnstik tiga tingkat adalah instrumen tes yang dimana tingkat pertama terdiri atas pilihan ganda, tingkat kedua berisi alasan atas jawaban pada tingkat pertama, dan tingkat ketiga berisi tingkat keyakinan atas jawaban pada tingkat pertama dan kedua.

3. Tekanan zat adalah materi yang diajarkan pada mata pelajaran IPA di SMP. Tekanan zat merupakan materi yang berhubungan dengan gaya per satuan luas. Gaya tersebut berupa gaya tegak lurus dengan permukaan suatu obyek (Widya, 2013).

4. Miskonsepsi adalah hasil dari kelebihan dan kekurangan penggeneralisasian sifat-sifat ataupun konsep dan bisa menimbulkan kesalahan penalaran sebuah masalah (Rakes, 2019).

C. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah:

1.

Bagaimana validitas instrumen tes diagnostik tiga tingkat, reliabilitas tes diagnostik tiga tingkat, tingkat kesukaran tes diagnostik tiga tingkat, dan

(23)

8

daya beda tes diagnostik tiga tingkat pada materi tekanan zat dan penerapannya yang dikembangkan?

2. Bagaimanakah miskonsepsi siswa SMP Telekomunikasi Pekanbaru dengan menggunakan tes diagnostik tiga tingkat pada materi tekanan zat dan penerapannya yang dikembangkan?

D. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah diatas, maka tujuan penelitian ini adalah:

1.

Mengetahui validitas instrumen tes diagnostik tiga tingkat, reliabilitas tes diagnostik tiga tingkat, tingkat kesukaran tes diagnostik tiga tingkat, dan daya beda tes diagnostik tiga tingkat pada materi tekanan zat dan penerapannya yang dikembangkan.

2. Mengetahui miskonsepsi yang dialami oleh siswa SMP Telekomunikasi Pekanbaru pada materi tekanan zat dan penerapannya.

E. Manfaat Penelitian

Setelah penelitian ini dilaksanakan, diharapkan dapat memberikan kegunaan atau manfaat sebagai berikut:

1. Bagi guru

a. Diharapkan penelitian ini dapat menjadi pegangan para guru untuk mengukur pemahaman konsep siswa pada materi tekanan zat dan penerapannya. Sehingga dapat menjadikannya sebagai acuan dalam

(24)

9

mengembangkan strategi pembelajaran yang tepat diterapakan untuk meminimalisir terjadinya miskonsepsi pada siswa.

b. Diharapkan penelitian ini dapat menjadi salah satu langkah awal bagi guru dalam mengembangkan instrumen sejenis pada materi pelajaran lainnya.

2. Bagi siswa

Diharapkan penelitian ini dapat digunakan dalam mengidentifikasi siswa yang mengalami miskonsepsi pada materi tekanan zat. Sehingga dapat memotivasi siswa untuk mempelajari materi IPA yang berhubungan dengan materi tekanan zat dan penerapannya.

3. Bagi Sekolah

Diharapkan penelitian ini dapat menjadi pegangan sekolah sebagai salah satu alat dalam mengukur miskonsepsi siswa pada pembelajaran IPA khususnya terkait dengan materi tekanan zat dan penerapannya.

4. Bagi Peneliti

Memenuhi salah satu persyaratan penyelesaian Sarjana Pendidikan S1 Jurusan Ilmu Pengetahuan Alam Fakultas Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau, Pekanbaru.

(25)

10

BAB II

KAJIAN TEORI

A. Penilaian Belajar

1. Pengertian penilaian belajar.

Penilaian belajar merupakan proses pengumpulan dan pengolahan informasi untuk mengukur pencapaian hasil belajar siswa mencakup penilaian dalam aspek sikap, pengetahuan, dan keterampilan yang dilakukan untuk melihat proses, kemauan belajar, dan perbaikan hasil belajar melalui penugasan dan evaluasi hasil belajar.

Penilaian dapat dilakukan setelah didapatkannya data berupa hasil pengukuran sesuai dengan kriteria tertentu. Penilaian adalah pengambilan keputusan dengan ukuran baik atau buruk, atau dapat disebut juga sebagai penafsiran terhadap hasil pengukuran (Arikunto, 2013).

Penilaian pembelajaran yang berbasis kompetensi, menekankan pada kemampuan yang harus dimiliki oleh lulusan dalam suatu jenjang pendidikan.

kemampuan-kemampuan tersebut terdiri atas berbagai macam aspek yaitu aspek pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang diaplikasikan dalam kebiasaan berpikir serta bertindak. Untuk mengukur dengan tujuan memperoleh data dari kemampuan- kemampuan tersebut, dilakukan pengembangan indikator pencapaian kompetensi berupa instrumen penilaian.

(26)

11

Penilaian belajar dilakukan berdasarkan indikator-indikator pencapaian hasil belajar, yaitu kognitif, afektif, dan psikomotor. Teknik penilaian yang biasanya dilakukan yaitu penilaian unjuk kerja, penilaian sikap, penilaian tertulis, penilaian proyek, penilaian produk, penggunaan portofolio, dan penilaian diri (Hamzah, 2014).

2. Fungsi penilaian belajar.

Arikunto (2013) menyebutkan jika di lihat dari segi pendidikan, tujuan dan fungsi penilaian dapat berupa:

a. Penilaian berfungsi sebagai selektif.

Guru dapat melakukan seleksi terhadap siswa dengan melaksanakan penilaian. Fungsi selektif penilaian umumnya digunakan pada saat penerimaan siswa baru, penentuan kenaikan kelas, kelulusan, dan pemilihan beasiswa.

b. Penilaian berfungsi diagnostik.

Penilaian bisa digunakan untuk mengidentifikasi kesulitan dan kelemahan siswa dalam menerima suatu materi pelajaran. Penilaian dilakukan agar guru dapat mendiagnosa atau menganalisis kesulitan- kesulitan siswa sehingga dapat melaksanakan tindak lanjut untuk mengatasinya.

(27)

12

c.

Penilaian berfungsi sebagai penempatan.

Penilaian dapat digunakan untuk menempatkan suatu individu ke dalam kelompok homogen dengan didasari hasil penilaiannya. Hal ini dilakukan dengan menggunakan penilaian terhadap kemampuan siswa.

d. Penilaian sebagai pengukur keberhasilan.

Penilaian digunakan untuk mengukur tingkat keberhasilan suatu program yang telah diterapkan. Penilaian yang dilakukan yaitu berupa penilaian guru, metode mengajar, kurikulum, saran, dan sistem administrasi.

B. Instrumen Penelitian

Secara umum instrumen adalah alat yang digunakan untuk mengukur kriteria yang diamati secara efektif dan efisien. instrumen penilaian belajar merupakan suatu proses ataupun upaya yang dilakukan untuk memperoleh informasi mengenai perkembangan siswa selama proses pembelajaran yang digunakan sebagai alat dalam mengambil keputusan oleh guru untuk memperoleh langkah remediasi yang tepat (Bariah, 2019).

Teknik nontes terdiri atas observasi atau pengamatan, skala bertingkat, kuisioner, daftar cocok, wawancara, dan riwayat hidup, dengan kata lain teknik nontes titak mengkonversikan data menjadi angka atau skor. Sedangkan teknik tes adalah teknik yang dilakukan berupa prosedur yang spesifik dalam mengumpulkan informasi dan mengkonversikan informasi tersebut dalam bentuk angka atau skor (Supratiknya, 2012).

(28)

13

Berdasarkan fungsinya untuk mengukur siswa, instrumen tes terbagi menjadi 3 yaitu tes diagnostik, tes formatif, dan tes sumatif (Supratiknya, 2012). Penilaian diagnostik dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui kesulitan-kesulitan belajar yang dialami siswa yang didasari atas penilaian formatif. Penilaian diagnostik biasanya dilakukan sebelum dan setelah suatu pelajaran dimulai. Hal ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui keterampilan dan pengetahuan yang telah dikuasai oleh siswa.

C. Tes Diagnostik Tiga Tingkat.

Istilah diagnostik dapat diambil dari kata asalnya yaitu diagnosis yang memiliki arti mengidentifikasi penyakit dan gejala-gejala yang ditimbulkannya. Tes diagnostik dapat memberikan informasi terkait konsep-konsep yang belum dipahami ataupun yang telah dipahami, termasuk kesalahan konsep atau disebut juga miskonsepsi (Pujayanto, 2018). Oleh sebab itu tes diagnostik mengandung materi yang dirasa sulit namun tingkat kesulitan tes ini cenderung rendah.

Krakteristik dari tes diagnostik yaitu:

1. Dirancang untuk mendeteksi kesulitan belajar siswa, oleh karena itu format dan respon yang dijaring harus di design memiliki fungsi diagnostik.

2. Dikembangkan berdasarkan analisis terhadap sumber-sumber kesalahan atau kesulitan yang mungkin menjadi penyebab munculnya masalah siswa.

(29)

14

3. Menggunakan soal-soal berbentuk suplay response (bentuk uraian atau jawaban singkat), sehingga mampu menangkap informasi secara lengkap.

Bila ada alasan tertentu sehingga menggunakan bentuk selected response (seperti pilihan ganda), harus disertakan penjelasan mengapa memilih jawaban tersebut sehingga dapat meminimalisir jawaban tebakan dan dapat ditentukan tipe kesalahan atau masalahnya.

4. Hasil tes diagnostik bukanlah merupakan ukuran kemampuan siswa.

Tes diagnostik dapat bermanfaat dalam memberikan informasi miskonsepsi yang dialami oleh siswa yang mana hal tersebut dapat dijadikan sebagai langkah awal bagi guru untuk melakukan perbaikan proses belajar.

Tes diagnostik tiga tingkat merupakan turunan dari tes diagnostik dua tingkat (Mubarak, 2016). Tingkat pertama pada tes diagnostik tiga tingkat merupakan soal pilihan ganda dengan tiga pengecoh dan satu jawaban yang benar. Tingkat ke dua merupakan alasan siswa, berupa empat alasan yang telah disediakan dengan tiga pengecoh dan satu jawaban yang benar, serta satu alasan terbuka yang dapat diisi sendiri oleh siswa. Satu alasan terbuka dibuat dengan tujuan untuk mengidentifikasi kemungkinan adanya alasan lain yang dimiliki siswa dalam memilih jawaban yang tidak tersedia pada ketiga pilihan alasan yang telah disediakan. Tingkat ke tiga merupakan tingkat keyakinan siswa dalam memilih jawaban dan alasan yang sebelumnya diberikan.

(30)

15

Pada tingkat ketiga inilah instrumen tes diagnostik tiga tingkat dapat mengukur siswa yang paham konsep dan siswa yang mengalami miskonsepsi. Selain hal tersebut tes diagnostik tiga tigkat lebih akurat dalam menentukan miskonsepsi siswa.

Siswa yang menjawab benar dan yakin atas jawabannya menunjukkan bahwa siswa tersebut paham terhadap konsep-konsep tertentu, siswa yang yakin dengan jawabannya walaupun jawabannya tersebut salah menunjukkan bahwa ia mengalami miskonsepsi. Sedangkan siswa yang menjawab salah dan tidak yakin dengan jawabannya bukan berarti siswa tersebut mengalami miskonsepsi, melainkan ia mengalami kurangnya pengetahuan.

Pesman dan Eryilmaz (2010) menyatakan bahwa tes diagnostik tiga tingkat dianggap sebagai instrumen yang lebih valid dan dapat diandalkan untuk penilaian prestasi atau miskonsepsi serta memiliki keunggulan, yaitu tidak diperlukannya wawancara dengan siswa untuk menentukan validitas tes.

Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Taslidere (2016) yang menyimpulkan bahwa tes diagnostik tiga tingkat yang dikembangkan adalah alat ukur yang reliabel dan valid untuk menginvestigasi pemahaman konseptual dan miskonsepsi siswa.

D. Miskonsepsi.

Suwarto (2013) menjelaskan bahwa miskonsepsi adalah konsepsi siswa yang tidak sesuai dengan konsepsi ilmuwan yang dibangun berdasarkan akal sehat

(31)

16

(common sense) atau dibangun secara intutif dalam upaya memberi makna terhadap pengalaman sehari – hari.

Miskonsepsi dapat disebabkan oleh berbagai hal, yaitu:

1. Hasil pengamatan terhadap fenomena alam disekitar siswa, terkadang perasaan dapat menipu mereka dalam menghadapi fenomena tersebut.

2. Konsep yang diajarkan tidak terjangkau oleh perkembangan mental siswa.

Berdasarkan hal tersebut, maka dapat diasumsikan bahwasanya miskonsepsi terjadi disebabkan kesalahan yang dilakukan seseorang dalam membangun konsepsi berlandaskan pada informasi lingkungan fisik disekelilingnya atau teori yang diterima.

Suwarto (2013) menjelaskan dua penyebab terjadinya miskonsepsi, yaitu:

1. Hasil pengamatan terhadap fenomena alam yang ada disekitar siswa, kadang kala perasaan dapat menipu dalam memahami fenomena tersebut.

2. Konsep yang diajarkan tidak terjangkau oleh perkembangan mental siswa. Artinya, informasi yang berasal dari luar maupun dalam kelas dapat menjadi sumber timbulnya miskonsepsi jika informasi yang diberikan kepada siswa tidak sesuai dengan perkembangan mental siswa.

Nurulwati (2014) menyebutkan bahwa miskonsepsi disebabkan oleh 4 faktor yaitu:

1. Siswa.

Miskonsepsi yang berasal dari siswa dapat disebabkan oleh beberapa hal diantaranya yaitu, pengetahuan awal, pemikiran asosiatif siswa, pemikiran

(32)

17

humanistik, reasoning yang tidak lengkap/salah, intuisi yang salah, tahap perkembangan kognitif siswa, kemampuan siswa dan minat siswa.

a. Pengetahuan Awal.

Mayoritas siswa telah memiliki pengetahuann awal tentang suatu konsep sebelum siswa tersebut mengikuti pelajaran formal dibawah bimbingan guru. Konsep awal ini seringkali mengandung miskonsepsi.

Konsep awal ini akan menyebabkan teerjadinya miskonsepsi pada saat mengikuti pelajaran IPA seterusnya sampai kesalahan ini diperbaiki.

b. Pemikiran Asosiatif Siswa.

Asosiasi siswa terhadap istilah-istilah dalam kehidupan sehari-hari juga dapat menyebabkan terjadinya miskonsepsi. Selain itu pengertian yang berbeda dari kata-kata guru deengn siswa juga bisa menyebabkan terjadinya miskonsepsi.

c. Pemikiran Humanistik.

Seringkali siswa memandang semua benda ataupun hal dari sudut pandang manusia. Benda-benda dan situasi tersebut dipikirkan berdasarkan pengalaman orang dan secara manusiawi. Tingkah laku benda dipandang seperti tingkah laku manusia sehingga tidak cocok.

d. Reasoning yang Tidak Lengkap/Salah.

Penalaran siswa yang tidak lengkap ataupun salah juga dapat menimbulkan miskonsepsi. Alasan yang tidak lengkap tersebut bisa disebabkan oleh informasi yang diperoleh atau data yang didapatkan

(33)

18

tidak lengkap. Akibatnya siswa mengambil kesimpulan dengan salah dan akhirnya menimbulkan miskonsepsi pada diri siswa.

e. Intuisi yang Salah.

Intuisi merupakan salah satu perasaan yang terdapat dalam diri seseorang yang secara spontan mengungkapkan sikap atau gagasannya tentang sesuatu sebelum dilakukannya pengamatan yang obyektif dan rasional. Hal ini bisa disebabkan oleh pengamatan akan benda atau kejadian yang terus-menerus, akhirnya secara spontan bila menghadapi suatu persoalan tertentu yang muncul dalam benak siswa adalah pengertian spontan itu.

f. Tahap Perkembangan Kognitif Siswa.

Tahap perkembangan yang tidak sesuai dengan bahan yang ditekuninya boleh menjadi penyebab adanya miskonsepsi. Secara umum, siswa yang massih berada dalam tahap operasional konkrit bila mempelajari suatu bahan yang abstrak akan sulit menangkap dan sering salah mengerti tentang konsep bahan tersebut.

g. Kemampuan Siswa.

Siswa yang kurang berbakat dann kurang mampu dalam memahami suatu materi akan sering mengalami kesulitan menangkap konsep yang benar dalam proses belajar.

(34)

19 h. Minat Belajar.

Siswa yang tidak tertarik biasanya akan kurang berminat untuk belajar suatu materi dan kurang memperhatikan penjelasan guru terkait materi baru yang masih memiliki keterkaitan.

2. Guru.

Guru yang tidak menguasai bahan atau materi pelajaran secara tidak benar akan menyebabkan siswa mengalami moskonsepsi. Beberapa guru tidak memahami konsep dengan baik, sehingga kesalahan pemahaman ini akan diteruskan kepada siswa. Penyebab guru dapat menimbulkan miskonsepsi diantaranya dikarenakan guru tidak menguasai materi pelajaran, bukan lulusan dari bidang yang diajarkannya, tidak memberikan kesempatan kepada siswa untuk menyampaikan ide dan gagasannya, serta hubungan siswa dan guru yang tidak baik.

3. Buku teks dan literatur.

Buku teks dan literatur merupakan salah satu peranan penting dalam pembelajaran dan khususnya kurikulum Fisika serta memegang peranan penting dalam membentuk pembelajaran. Buku teks yang dijadikan satu- satunya sumber pegangan bagi guru maka akan mendorong timbulnya miskonsepsi pada guru. Buku teks yang memberikan konsep yang salah kan mengelirukan siswa dan juga akan mengembangkan miskonsepsi siswa.

(35)

20 4. Metode mengajar.

Beberapa metode mengajar yang digunakan oleh guru, apalagi yang hanya menekankan cuman satu segi saja dari konsep bahan yang digeluti, walaupun mambantu siswa dalam memahami bahan yang diajarkan, namun sering mempunyai dampak jelek berupa menimbulkan miskonsepsi siswa. Oleh sebab itu perlu kritis dengan metode yang digunakan dan tidak membatasi dengan satu metode.

Suparno (2013) menambahkan bahwa penyebab terjadinya miskonsepsi yaitu konteks. Penyebab miskonsepsi yang berasal dari konteks yaitu pengalaman peserta didik, bahasa sehari-hari yang berbeda, teman diskusi yang salah, keyakinan dan agama, penjelasan orang lain yang keliru, konteks hidup peserta didik (TV dan film yang keliru), dan perasaan senang atau tidak senang / bebas atau tertekan.

E. Tekanan Zat dan Penerapannya.

1. Tekanan Zat Padat.

Satuan tekanan dalam SI adalah N/m2. Satuan ini disebut juga dengan Pa (Pascal). Tekanan didefinisikan sebagai gaya yang bekerja pada suatu benda tiap satuan luas benda tersebut. Secara matematis dapat dituliskan sebagai berikut:

P = atau ………. (2.1) Keterangan:

P = tekanan (N/m2).

(36)

21 F = gaya yang bekerja (N)

A = luas permukaan benda (m2)

Namun, gaya yang menentukan besar kecilnya tekanan pada suatu benda adalah gaya yang tegak lurus terhadap bidang permukaan benda. Sebagai contoh, jika kamu mendorong uang logam yang berada diatas sebuat plastisin, maka kamu memberikan gaya pada uang logam tersebut bergantung pada besarnya dorongan (gaya) yang kamu berikan dan luas suatu pijakan atau permukaan.

2. Tekanan Zat Cair.

Pada zat cair, tekanan dipengaruhi oleh besar percepatan gravitasi di tempat bejana berada. Gaya tekanan dalam bejana sama dengan perkalian gaya gravitasi bumi dan massa jenis zat cair dalam bejana tersebut. Secara matematis dituliskan sebagai berikut:

Ph = . . h atau ……….. (2.2) Keterangan:

Ph = tekanan hidrostatis (N/m2) = massa jenis zat cair (kg/m2) = gravitasi (m/s2)

= kedalaman (m) m = massa (kg) v = volume (m3)

(37)

22

Pada tekanan zat cair berkaitan dengan hukum Pascal dan hukum Archimedes.

Semakin dalam zat cair, semakin besat pula tekanan yang dihasilkan. Semakin besar massa zat cair, semakin besar pula tekanan yang dihasilkan.

a. Hukum Pascal

“Tekanan yang diberikan pada fluida dalam suatu tempat tertutup akan diteruskan ke titik dalam fluida dan kedinding bejana”.

Secara matematis dapat dituliskan sebagai berikut:

= ……… (2.3) Keterangan:

F1 = gaya yang bekerja pada pengisap I (N) F2 = gaya yang bekerja pada pengisap II (N) A1 = luas penampang pengisap I (m2) A2 = luas penampang pengisap II (m2)

Tekanan 1 Pa adalah gaya 1 Newton yang bekerja pada bidang tekan seluas 1 m2 atau 1 Pa = 1 N/m2.

Berikut beberapa alat-alat teknik yang menggunakan prinsip hukum Pascal:

1) Dongkrak Hidrolik.

Dongkrak hidrolik biasanya digunakan pada saat mengganti roda mobil yang kempes. Jika gaya (F1) diberikan pada penampang kecil (A1), maka gaya tersebut akan diteruskan sama besar ke pipa dengan penampang yang lebih besar (A2). Pada

(38)

23

penampang yang lebih besar ini akan dihsailkan gaya angkat F2 yang lebih besar dari pada gaya tekan pada F1.

2) Rem Hidrolik.

Rem hidrolik biasanya digunakan pada mobil dan sepeda motor. Prinsip kerja rem hidrolik menggunakan tekanan pada minyak. Tekanan tersebut kemudian diteruskan oleh silinder rem yang pada akhirnya dapat menekan rem. Dan pada sepeda motor, ketika silinder rem ditekan, tekanan tersebut akan mendorong sepasang penjepit pada piringan rem sepeda motor. Akibat adanya gesekan pada piringan rem yang disebabkan oleh jepitan kampas rem tersebutlah yang menyebabkan roda sepeda motor berhenti.

b. Hukum Archimedes.

“Sebuah benda yang dicelupkan sebagian atau seluruhnya ke dalam zat cair akan mendapatkan gaya ke atas yang besarnya sama dengan berat fluida yang dipindahkan”.

Secara matematis dapat dituliskan sebagai berikut:

Fa = Vb. . ………. (2.4) Keterangan:

Fa = gaya keatas pada benda didalam zat cair (N) Vb = volume benda yang tercelup ke dalam zat cair (m3) = massa jenis zat cair (kg/m2)

= gravitasi (m/s2)

(39)

24 3. Tekanan Zat Gas.

Tekanan udara dan ketinggian suatu tempat merupakan dua hal yang saling berkaitan. Besarnya tekanan udara yang timbulkan oleh seluruh lapisan atmosfer dinamakan dengan 1 atmosfer (1 atm). Tekanan udaran 1 atm artinya sama dengan 76 cm Hg. Satuan-satuan tekanan udara antara lain: atmosfer (atm), Pascal (Pa), cm Hg, dan bar.

1 atm = 76 cm Hg = 105 Pa = 105 N/m2.

Tekanan udara sangat bergantung pada ketinggian suatu tempat. Tekanan udara pada daerah pegunungan lebih rendah daripada daerah pantai, karena semakin tinggi suatu tempat makin rendah pula tekanan udaranya.

Penerapan konsep tekanan zat dan penerapannya dalam kehidupan sehari-hari:

a. Sepatu Bola.

Pada bagian bawah sepatu bola terdapat beberapa bagian pol. Hal ini bertujuan untuk memberikan tekanan yang besar pada tanah sehingga saat bermain sepak bola, pemainnya tidak mudah tergelincir.

b. Balon Udara.

Balon udara dapat terbang karena didalam balon terdapat gas yang lebih ringan daripada udara disekeliling balon. Gas ringan tersebut yaitu gas hydrogen. Gas hydrogen mempunyai massa jenia yang lebih kecil dibangdingkan gas nitrogen, oksigen, dan karbondioksida dimana ketiga gas tersebut adalah penyusun utama troposfer (lapisan udara yang paling dekat dengan permukaan bumi).

(40)

25

Didalam balon udara terdapat alat pemanas udara yang berfungsi untuk memanaskan udara yang terdapat didalam balon, sehingga udara tersebut memuai dan menjadikan udara semakin ringan. Akibatnya balon beserta beban dapat terangkat naik ke atas.

c. Kapal laut terapung di laut.

Sebagian besar kapal menggunakan besi atau bahan logam lainnya sebagai bahan dasar pembuatannya. Bahkan ada sebagian kapal yang digunakan untuk mengangkut truk, mobil, motor dan ratusan orang dan kapal tersebut tidak tenggelam. Hal ini bisa terjad karena pada bagian tengah kapal laut dibuat berongga sehingga memiliki volume yang cukup besar. Pada pembuatan kapal laut digunakan prinsip massa jenis, sehingga kapal dibuat sedemikian rupa dan membuat massa jenis kapal lebih kecil dibandingkan air laut. Hal ini bisa dilakukan dengan memperbesar volume kapal yaitu dengan memperbesar rongga kapal.

Hal ini sesuai dengan konsep massa jenis, dimana besar volume berbanding terbalik dengan besar massa jenis. Semakin mesar volumenya, maka massa jenisnya akan semakin kecil.

Benda yang berada di atas air memiliki kerapatan yang lebih besar dari massa jenis air maka akan menyebabkan benda tersebut tenggelam, begitupun sebaliknya jika massa jenis atau kerapan air lebih besar, maka benda tersebut akan terapung.

Namun, jika massa jenis air dan benda adalah sama, benda tersebut akan melayang.

(41)

26 d. Kapal Selam.

Pada kapal selam massa jenisnya dapat diubah-ubah, sehingga kapal dapat tenggelam, mengapung ataupun melayang. Pada saat mengapung massa jenis kapal menjadi lebih kecil dibandingkan massa jenis air laut. Pada saat ingin menyelam kedalam air laut maka massa jenis kapal akan diperbesar dengan cara menambah massa kapal melalui air yang dimasukkan ke dalam rongga kapal selam.

Penambahan air ini disesuikan dengan tingkat kedalaman yang diinginkan oleh nahkoda kapal. Dan apabila ingin mengapung, kapal akan mengeluarkan air tersebut untuk memperkecil massa dan memperbesar volume kapal, sehingga massa jenis kapal menjadi lebih kecil daripada massa jenis air laut.

F. Penelitian yang Relevan

Penelitian yang relevan dijadikan sebagai acuan dalam melakukan penelitian ini, diantaranya:

1. Penelitian yang dilakukan oleh Adi Putranto, Indah Langitsari, dan Euis Nursa’adah pada tahun 2020 yang berjudul Pengembangan Instrumen Three Tier Test Pada Konsep Atom, Ion, Dan Molekul. Persamaan penelitian yaitu pengembangan instrumen three tier diagnostik test untuk mengidentifikasi miskonsepsi. Perbedaan penelitian yaitu materi yang diangkat adalah konsep atom, ion, dan molekul.

2. Penelitian yang dilakukan oleh Farizal Wahyudi, Lalu A. Didik, dan Bahtiar pada tahun 2021 yang berjudul Pengembangan Instrumen Three Tier Diagnostik untuk Menganalisis Tingkat Pemahaman dan Miskonsepsi Siswa Materi Elastisitas.

(42)

27

Persamaan penelitian yaitu pengembangan instrumen three tier diagnostik test dan miskonsepsi. Perbedaan penelitian yaitu variabelnya menganalisis dan materi yang diangkat adalah elastisitas.

3. Penelitian yang dilakukan oleh Kurnia Fadila pada tahun 2021 yang berjudul The Development of A Three Tier Diagnostik Test to Identify Misconception on Food Chain Feeding Relationships. Persamaan penelitian yaitu pengembangan instrumen three tier diagnostic test untuk mengidentifikasi miskonsepsi.

Perbedaan penelitian yaitu materi yang diangkat adalah hubungan makan rantai makanan.

4. Penelitian yang dilakukan oleh Asri Vidiyauni, Encep Adriana, dan Trian Pamungkas pada tahun 2020 yang berjudul The Development of Three Tier Test Instrumen to Identify Students Miscopceptions in Science Subject in Grade V.

Persamaan peneitian yaitu pengembangan instrumen three tier untuk mengidentifikasi miskonsepsi. Perbedaan penelitian yaitu materi yang diangkat adalah pelajaran IPA kelas V.

(43)

28 G. Kerangka Berpikir

Berdasarkan metode penelitian yang digunakan, peneliti mengembangkan kerangka berpikir sebagai berikut:

Gambar 2.1 Kerangka Berpikir MASALAH

1. Perbedaan konsep IPA yang diyakini (kehidupan sehari-hari) dengan konsep Ilmuwan.

2. Hasil belajar siswa tidak maksimal, yang disebabkan oleh adanya gangguan belajar yaitu miskonsepsi.

3. Guru tidak pernah melakukan identifikasi miskonsepsi pada siswanya.

4. Umumnya tes yang diberikan guru hanya dapat mengukur tingkat kognitif siswa dan tidak dapat mengidentifikasi miskonsepsi siswa.

SOLUSI

Perlu dikembangkan instrumen yang mampu mengidentifikasi miskonsepsi IPA untuk membantu guru merencanakan solusi dan remediasi pembelajaran.

Pengembangan instrumen tes diagnostik tiga tingkat untuk mengidentifikasi miskonsepsi siswa pada materi tekanan zat.

Uji Validitas konstruk dan isi oleh

ahli materi dan ahli evaluasi

Uji Reliabilitas

Instrumen tes diagnostik tiga tingkat untuk mengidentifikasi miskonsepsi siswa pada materi tekanan zat yang valid dan reliabel.

Uji Validitas empirik ke sekolah

(44)

29 H. Konsep Operasional.

Konsep operasional adalah konsep yang digunakan untuk mengukur variabel dalam penelitian. Konsep operasional digunakan agar dapat memudahkan dalam melakukan pengukuran terhadap variabel yang diteliti dengan hasil penelitian.

Menghindari penafsiran yang berbeda terhadap istilah yang dipergunakan dalam penelitian ini, maka perlu diberikan penjelasan sebagai berikut:

1. Tes Diagnostik Tiga Tingkat.

Tes diagnostik dapat memberikan informasi terkait konsep-konsep yang belum dipahami ataupun yang telah dipahami, termasuk kesalahan konsep (miskonsepsi), disebabkan hal tersebut tes diagnostik mengandung materi yang dirasa sulit namun tingkat kesulitan tes ini cenderung rendah (Pujayanto, 2018).

Tes diagnostik tiga tingkat adalah tes diagnostik yang digunakan untuk mengidentifikasi miskonsepsi belajar siswa. Dimana tingkat pertama berisi soal pilihan ganda, tingkat kedua berisi alasan atas jawaban pada tingkat pertama, dan tingkat ketiga berisi tingkat keyakinan atas dua jawaban sebelumnya. Peneliti akan mengembangkan instrumen tes diagnostik tiga tingkat untuk mengidentifikasi miskonsepsi siswa SMP pada materi tekanan zat dan penerapannya.

Validitas adalah sejauh mana butir item mampu mkewakili secara keseluruhan dan proposional materi yang diujikan atau dikuasai oleh subjek. Reliabilitas adalah kosistensi dari sebuah alat ukur.

(45)

30 2. Tekanan Zat.

Kompetensi Dasar (KD) 3.8 menjelaskan materi tekanan zat dan penerapannya dalam kehidupan sehari-hari. Berdasarkan silabus kurikulum K-13 revisi 2020.

Satuan tekanan dalam SI adalah N/m2. Satuan ini disebut juga dengan Pa (pascal).

3. Miskonsepsi.

Miskonsepsi adalah hasil dari kelebihan dan kekurangan penggeneralisasian sifat-sifat ataupun konsep dan bisa menimbulkan kesalahan penalaran sebuah masalah (Rakes, 2019). Suparno (2013) menambahkan bahwa penyebab terjadinya miskonsepsi yaitu konteks. Penyebab miskonsepsi yang berasal dari konteks yaitu pengalaman peserta didik, bahasa sehari-hari yang berbeda, teman diskusi yang salah, keyakinan dan agama, penjelasan orang lain yang keliru, konteks hidup peserta didik (TV dan film yang keliru), dan perasaan senang atau tidak senang / bebas atau tertekan.

4. Penelitian ini menggunakan metode Research and Development (R&D) dan model ADDIE, metode R&D yaitu model penelitian yang menghasilkan sebuah produk dan menguji keefektifan produk tersebut.

(46)

31

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Desain Penelitian

Penelitin ini diselesaikan dengan menggunakan jenis penelitian dengan metode kuantitatif dan kualitatif. Artinya, penelitian ini mengumpulkan data melalui hasil wawancara, soal tes, dan dokumentasi. Berdasarkan rumusan masalah yang telah dijabarkan sebelumnya, maka peneliti menggunakan metode pengembangan Research and Development (R&D) dalam melakukan penelitian ini. R&D adalah metode penelitian untuk mengembangkan produk atau menyempurnakan produk (Sugoyono, 2019).

Produk dalam penelitian dan pengembangan pendidikan dapat berupa model, media, peralatan, buku, modul, alat evaluasi dan perangkat pemebelajaran;

kurikulum, kebijakan sekolah, dan lain-lain (Mulyaningsih: 2014). Model penelitian yang digunakan yaitu model Analysis, Design, Development, Implementation and Evaluation (ADDIE). Model ADDIE adalah suatu model desain pembelajaran yang sifatnya lebih generic, dimana muncul pada tahun 1990-an yang dikembangkan oleh Reiser dan Mollenda.

ADDIE merupakan model desain sistem pembelajaran yang terdapat tahapan- tahapan dasar desain sistem pembelajaran yang sederhana dan mudah dipelajari, dan model ini dapat digunakan untuk berbagai macam bentuk pengembangan produk

(47)

32

seperti metode pembelajaran, strategi pembelajaran, model pembelajaran, pendekatan pembelajaran, media dan bahan ajar dalam pembelajaran (Mulyaningsih, 2014).

Tahapan proses dalam model ADDIE memiliki kaitan antara satu sama lain, oleh sebab itu penggunaan model ini perlu dilakukan secara bertahap dan menyeluruh untuk menjamin terciptanya suatu produk pembelajaran yang efektif. Model ini terdiri atas lima tahapan yaitu Analysis, Design, Development, Implementation, dan Evaluation.

1. Analysis (analisis).

Kegiatan dalam tahap ini meliputi analisis kurikulum, studi kepustakaan mengenai pengembangan tes diagnostik, tes diagnostik dengan menggunakan three tier test, dan materi tekanan zat. Selanjutnya dilakukan analisis terhadap standar kompetesi dan kompetensi dasar yang terdapat pada materi tekanan zat dan penerapannya.

2. Design (perancangan).

Kegiatan pada tahap ini meliputi perancangan draf produk berupa kisi-kisi soal tes, soal tes diagnostik tiga tingkat, kunci jawaban, pedman penskoran, serta pedoman interpretasi hasil.

a. Penyusunan kisi-kisi soal tes.

Kisi-kisi soal tes disusun berdasarkan penjabaran dari indikator pembelajaran. Kisi-kisi soal yang dibuat selanjutnya disesuaikan dengan indikator pembelajaran yang ditetapkan oleh guru SMP Telekomunikasi Pekanbaru.

(48)

33

b. Penyusunan soal tes diagnostik tiga tingkat.

Penyususnan soal-soal tes diagnostik tiga tingkat yang dikembangkan mencakup C2, C3, dan C4 pada taksonomi Bloom, yaitu mencakup rahan mengingat, memahami, mengaplikasikan, dan menganalisis. Hal ini dilakukan karena kompetensi dasar pada jenjang pendidikan menengah pertama hanya mencapai tahap C4 atau kemamapuan menganalisis.

3. Development (pengembangan).

Kegiatan pada tahap ini berupa:

a. Desain produk.

Produk yang dihasilkan pada penelitian ini yaitu berupa instrumen tes diagnostik tiga tingkat. Tingkat pertama meliputi empat pilihan jawaban yang diperoleh dari penjabaran indikator pembelajaran dan studi literature.

Tingkat kedua meliputi empat pilihan alasan serta satu alasan terbuka peserta didik menjawab pada tingkat pertama. Tingkat ketiga meliputi tingkat keyakinan yang diberikan oleh peserta didik terhadap jawaban pada tingkat pertama dan kedua.

b. Validasi produk.

Butir soal yang telah dikembangkan selanjutnya divalidasi oleh dosen ahli.

Validasi ini dilakukan agar diketahuinya kesesuaian butir soal yang telah dikembangkan dengan tujuan penelitian yaitu untuk mengidentifikasi miskonsepsi siswa pada materi tekanan zat.

(49)

34 c. Revisi desain.

Setelah tahap validasi dilakukan, produk selanjutnya diperbaiki sesuai dengan saran dan masukan dari dosen validator.

4. Implementation (implementasi).

Kegiatan pada tahap ini yaitu pengimplementasi soal tes ke satu sekolah.

a. Uji coba skala kecil.

Uji coba skala kecil dilakukan terhadap 25 orang siswa di SMP Telekomunikasi Pekanbaru yang telah mempelajari materi tekanan zat dan penerapannya. Uji coba skala kecil dilakukan dengan tujuan yaitu untuk mengetahui waktu yang diperlukan siswa dalam mengerjakan soal-soal yang dikembangkan.

b. Uji skala luas.

Uji coba skala luas dilakukan pada 50 orang siswa SMP Telekomunikasi Pekanbaru yang telah mempelajari materi tekanan zat dan penerapannya. Uji coba skala luas dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui reliabilitas, tingkat kesukaran, daya beda soal, penskoran tes, dan interpretasi hasil.

5. Evaluation (evaluasi).

Berdasarkan pada tahap implementasi, apabila terdapat soal yang tidak dipahami oleh siswa baik kalimat soal, pilihan jawaban, maupun pilihan alasan maka dilakukan revisi. Produk hasil revisi pada tahap ini diasumsikan menjadi produk akhir tes diagnostik tiga tingkat pada materi tekanan zat yang dikembangkan.

(50)

35 B. Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilaksanakan dalam Januari - Desember 2022 di SMP Telekomunikasi Pekanbaru.

C. Teknik Pemilihan Sampel 1. Populasi.

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa SMP Telekomunikasi Pekanbaru Tahun Ajaran 2021/2022 yang telah mengikuti mata pelajaran IPA materi Tekanan Zat dan Penerapannya dengan jumlah total siswa 50 orang .

2. Sampel.

Sampel pada penelitian ini adalah sebanyak 25 siswa pada skala kecil dan 50 siswa pada skala besar. Hal tersebut dilakukan agar dapat diketahui miskonsepsi yang terjadi pada siswa terhadap materi tekanan zat.

D. Instrumen Penelitian

Instrumen pengumpulan data merupakan pedoman tertulis yang berupa lembar validasi dan wawancara pengamatan atau daftar pertanyaan dengan tujuan untuk memperoleh suatu informasi (Hanafi, 2017).

Pada penelitian ini menggunakan instrumen yang digunakan yaitu:

1. Lembar validasi instrumen.

a) Validitas Instrumen.

Uji validitas dilakukan untuk mengetahui ketepatan dan keberartian tes yang dibuat (Arikunto, 2013). Uji validitas menunjukkan sejauh mana butir item mampu mewakili secara keselirihan dan proporional materi

(51)

36

yang diujikan atau dikuasai oleh subyek. Lembar validasi yang digunakan yaitu:

1) Ahli materi.

2) Ahli evaluasi.

b) Validasi Butir Soal.

2. Reliabilitas.

Reliabilitas merupakan kekonsistenan atau ketetapan. Kekonsistenan yang dimaksud adalah apabila tes ini dilakukan berkali-kali pada waktu yang berbeda akan memberikan jawaban yang konsisten dan tetap (Arikunto, 2013).

3. Instrumen Tes.

a. Daya beda soal.

Daya beda soal adalah kemampuan suatu soal untuk membedakan antara respoden berkemampuan tinggi dengan responden berkemampuan rendah (Arikunto, 2013).

b. Tingkat kesukaran.

Arikunto (2013) menyebutkan bahwasanya soal yang baik itu adalah soal yang tidak terlalu mudah dan tidak pula terlalu sukar.

E. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data pada penelitian ini adalah melalui tes, validasi instrumen, dan dokumentasi.

1. Validasi.

(52)

37

a) Uji validitas instrumen dilakukan oleh tiga validator, yaitu 2 dosen ahli materi dan 1 dosen ahli evaluasi. Para ahli adalah akademisi pada bidang materi tekanan zat dan penerapannya serta bidang pembuatan instrumen.

b) Validasi butir soal dilakukan dengan menggunakan rumus pbi. 2. Tes.

Tes diagnostik tiga tingkat dilakukan terhadap subjek atau sampel penelitian, yaitu siswa SMP yang telah mempelajari materi tekanan zat dan penerapannya. Tes ini dilakukan sebagai salah satu bentuk kegiatan uji produk. Tes dilakukan pada dua tahap yaitu pada skala kecil dan skala luas, dengan jumlah siswa 25 pada skala kecil dan 50 siswa pada skala luas untuk mengidentifikasi miskonsepsi belajar IPA siswa SMP pada materi tekanan zat.

F. Teknik Analisis Data

Teknik analisis data yang digunakan pada penelitian ini yaitu teknik analisis deskriptif kalitatif dan teknik analisis kuantitatif. Adapun kedua teknik tersebut yaitu:

1. Teknik analisis data kualitatif .

Teknik analisis data kualitatif pada penelitian ini dilakukan dengan mengelompokkan informasi-informasi yang berasal dari data deskriptif yang berupa masukan, saran, serta komentar. Teknik ini digunakan untuk mengolah data hasil

(53)

38

review dari validator (ahli instrumen dan ahli materi) yang berupa saran dan masukan terhadap instrumen tes diagnostik tiga tingkat pada materi tekanan zat dan penerapannya untuk mengidentifikasi miskonsepsi belajar IPA siswa SMP Telekomunikasi Pekanbaru.

2. Teknik analisis data kuantitatif.

Teknik analisis data kuantitatif butir soal tes diagnostik tiga tingkat yang terdapat dalam penelitian ini meliputi:

a. Uji validitas instrumen.

Uji validitas dilakukan untuk mengetahui tingkat ketepatan dan keberartian tes yang dilakukan (Arikunto, 2013). Uji validitas isi menunjukkan seberapa besar sebuah butir item mampu mewakili secara menyeluruh dan proposional materi yang diujikan atau yang harus dikuasai oleh subyek penelitian.

Validasi dilakukan oleh validator ahli materi untuk menguji kelayakan butir soal yang digunakan. Selanjutnya hasil validasi dari dosen ahli dilakukan perevisian terkait butir soal yang mengalami ketidak sesuaian dengan indikator melalui perbaikan ataupun penggantian butir soal.

b. Validitas butir soal.

Validasi butir soal dilakukan dengan menggunakan rumus pbi.

pbi

……… (3.1) Keterangan:

pbi = koefesien korelasi biserial.

(54)

39

Mp = rerata skor dari subjek yang menjawab benar.

Mt = rerata skor total.

St = standar deviasi dari skor total proporsi.

p = proporsi siswa yang menjawab benar.

q = proporsi siswa yang menjawab salah.

c. Reliabilitas.

Reliabilitas dalam konteks tes hasil belajar secara etimologi memiliki arti yaitu mengisyaratkan sejauh mana tes tersebut dapat dipercaya dan diandalkan.

Pada penelitian ini uji reliabilitas dilakukan dengan menggunakan rumus K-R 20:

r

11 = (

)

*

+

………(3.2)

Keterangan:

r11 = reliabilitas instrumen n = jumlah butir soal

Σ pq = jumlah hasil perkalian p dan q = varians skor-skor tes

= proporsi respon benar pada suatu soal q = proporsi respon salah pada suatu soal

Sedangkan rumus varian yang digunakan untuk menghitung reliabilitas, yaitu sebagai berikut :

……….(3.3)

(55)

40 Keterangan:

= Varians (selalu dituliskan dalam bentuk kuadrat, karena standar deviasi kuadrat)

=Kuadrat jumlah skor yang diperoleh siswa

= jumlah kuadrat skor yang diperoleh siswa

= banyaknya subjek pengikut tes

Butir soal berjumlah 20, dan siswa yang mengikuti tes berjumlah 50 orang, dengan skala jawaban jika siswa menjawab benar nilainya 1, dan jika siswa menjawab salah nilainya 0, jadi uji reliabilitasnya sebagai berikut :

Tabel 3.1 Uji Reliabilitas Siswa No

Responden Responden Skor

Benar Skor Salah Skor (S) Skor (S2) 1

2 3

Total Skor

p.q -

Berikut interpretasi dari hasil perhitungan nilai reliabilitas :

Tabel 3.2 Interval Koefisien Tingkat Hubungan Interval Kooefisien Tingkat Hubungan

0,00 – 0,200 Sangat Rendah

0,200 – 0,400 Rendah

0,400 – 0,600 Sedang

0,600 – 0,800 Tinggi

0,800 – 1,00 Sangat Tinggi

(56)

41 Sumber (Arikunto, 2013)

Perhitungan uji reliabilitas soal dengan menggunakan rumus K – R 20, jika hasil r11 > 0,70 maka soal dinyatakan reliabel, namun jika hasil r11 < 0,70 maka soal dinyatakan tidak reliabel.

d. Tingkat Kesukaran.

Soal yang baik adalah soal yang tidak terlalu mudah dan tidak pula terlalu sulit (Arikunto:2013). Indeks kesukaran memiliki nilai 0,00- 1,00. Soal dengan indeks kesukaran 0,00 menunjukkan soal yang terlalu sulit. Sedangkan soal dengan indeks kesukaran 1,00 menunjukan soal yang terlalu mudah.

Adapun rumus untuk mencari taraf kesukaran yaitu:

P =

………(3.4)

Keterangan:

P = indeks kesukaran.

B = banyaknya siswa yang menjawab soal dengan benar.

JS = jumlah seluruh siswa peserta tes.

Klasifikasi indeks kesukaran yang digunakan yaitu:

Tabel 3.3 Klasifikasi Indeks Kesukaran.

Indeks Kesukaran (P) Kategori

0,00 – 0,30 Sulit

0,31 – 0,70 Sedang

0,71 – 1,00 Mudah

Sumber (Arikunto, 2013)

(57)

42 e. Daya Pembeda Soal.

Daya pembeda soal yang baik adalah yang dapat membedakan antara siswa yang pandai dan kurang pandai dengan baik (Arikunto, 2013). Namun, berbeda dengan tes yang digunakan untuk tujuan pengembilan keputusan penting (high stake testing) yang membutuhkan kualitas butir soal yang bagus dan memiliki daya beda yang tinggi, tes diagnostik membutuhkan kualitas butir soal untuk mengukur potensi kemampuan (Mulyaningsih: 2014).

Rumus untuk mengetahui tingkat daya pembeda soal menurut Arikunto yaitu:

………..…(3.5) Keterangan :

= Jumlah peserta tes

= Banyaknya peserta kelompok atas

= Banyaknya peserta kelompok bawah

= Banyaknya peserta kelompok atas yang menjawab soal itu dengan benar

= Banyaknya peserta kelompok bawah yang menjawab soal itu dengan benar

= Proposi peserta kelompok atas yang menjawab benar (ingat, P sebagai indeks kesukaran)

= Proposi peserta kelompok bawah yang menjawab benar

Tabel 3.4 Interpretasi Daya Beda Soal Besarnya Angka Indeks

Diskriminasi Soal (D) Klasifikasi Interpretasi Bertanda negative atau Very poor Butir soal pembedanya

Referensi

Dokumen terkait

Kali ini saya update salah satu aplikasi yg banyak user android pakai,terutama untuk pecinta internet gratis,.5 dias atrás.. HTTP Injector

Hasil pengamatan terhadap intensitas penyakit busuk batang yang disebabkan oleh S.rolfsii pada berbagai konsentrasi inokulum dilihat pada Tabel 3... Persentase

Hasil pengujian dari kandungan residu antibiotik golongan penisilin, makrolida, aminoglikosida, dan tetrasiklin pada daging ayam dan daging sapi yang berasal dari beberapa

Mengenai kebenaran beliau, Hadrat Masih Mau'ud ‘alaihis salaam menulis: 'Aku melihat bahwa orang yang mau mengikuti alam dan hukum alam telah diberikan kesempatan bagus oleh

P SURABAYA 03-05-1977 III/b DOKTER SPESIALIS JANTUNG DAN PEMBULUH DARAH RSUD Dr.. DEDI SUSILA, Sp.An.KMN L SURABAYA 20-03-1977 III/b ANESTESIOLOGI DAN

Konsekuensi praktisnya, seperti yang dipraktekkan oleh Badiou dalam I’Or- ganisation Politique (Martin, 2011) adalah visi politik yang mengambil peranan da- lam struktur

JOBSHEET PRAKTEK INSTALASI MOTOR LISTRIK Kendali Motor 3 Phase dari 1 dan 2 Tempat serta Berurutan Secara Manual dan Otomatis SEM Revisi : 01 TGL.. Sebelum memulai praktik

Dari hasil penelitian yang didapat, waktu tunggu pelayanan resep obat berdasarkan jenis resep di Apotek Panacea Kupang yaitu waktu tunggu pelayanan resep obat berdasarkan