EVALUASI PENYAKIT REBAH KECAMBAH PADA KACANG TANAH
YANG DIAPLIKASIKAN INOKULUM SCLEROTIUM ROLFSII SACC.
PADA BERBAGAI KONSENTRASI
EVALUATION OF DAMPING-OFF DISEASE ON PEANUT SEEDLING
APPLIED WITH DIVERSED INOCULUM CONCENTRATION
OF SCLEROTIUM ROLFSII SACC.
Islah Hayati
Jurusan Agroekoteknologi Fakultas Pertanian Universitas Jambi, Kampus Mendalo Darat, Jambi 36361
Telp.Fax: 0741-583051
Abstract
This studi was held to evaluate the effect of varied inokulum concentration of Sclerotium rolfsii Sacc. on damping-off desease on peanut. The inoculum concentrations used were 10 gr, 20 gr, 30 gr, 40 gr, 50 gr, 60 gr, 70 gr, and 80 gr of S. rolfsii blending with each 5 kg of soil medium. The results was that the higher the inoculum concentrations, gave effect into the higher percentage of damping-off disease. Inoculum concentration of 80 gr/5 kg of soil resulted in almost 45% damping-off disease on peanut seedling.
Key words: S. rolfsii, damping-off, concentration, inoculum, peanut
PENDAHULUAN
Kacang tanah (Arachis hypogea (L) Merr) merupakan tanaman palawija yang mempunyai arti yang sangat penting untuk memenuhi gizi masyarakat. Menurut (Fachrudin, 2000). Setiap 100 g biji kacang tanah me-ngandung protein yaitu 23,5 g, lemak 42,89 g, karbohidrat 21,1 g, dan kandungan energi 452 kal.
Produktivitas kacang tanah di Indonesia mencapai rata-rata 1,06 ton/ha (Adisarwanto, 2003). Produksi kacang tanah di Provinsi Jambi adalah 1.807 ton dengan rata-rata produksi sebanyak 0,975 ton/ha (Dirjen Tanaman Pangan Dati I Jambi, 2003). Untuk memperoleh produksi yang maksimal, petani menghadapi kendala-kendala di lapangan, diantaranya adalah gangguan hama dan penyakit tanaman.
Salah satu penyakit yang sering mengganggu tanaman kacang tanah adalah penyakit busuk batang pada tanaman dewasa yang disebabkan oleh
Sclerotium rolfsii. Kehilangan hasil akibat serangan jamur S. rolfsii dapat mencapai 25% (Porter, 1984, dalam Sulistyowati, Estienjarini, dan Cholik, 1997). S. rolfsii memper tahankan diri dari satu musim ke musim berikutnya dengan sclerotia, dan dapat bertahan 6-7 tahun. Faktor lingkungan seperti suhu dan kelembapan, serta kedalam “sclerotia” di dalam tanah sangat mempengaruhi kelangsungan hidup sclerotia (Sinclair dan
Backman, 1992). Sclerotia di atas permukaan tanah atau dekat permukaan tanah lebih tahan daripada yang jauh di dalam tanah (Punja dan Jenkins, 1984 dalam Nurbailis, 1992). Persentase perkecambahan sclerotia lebih rendah pada kedalaman 2,5 cm, bahkan perkecambahan tidak terjadi sama sekali pada kedalaman lebih dari 8 cm, karena meningkatnya kandungan CO2 dalam tanah.
Penyebaran S. rolfsii di lapangan dalam jarak dekat melalui potongan hifa atau sclerotia ke tanaman sekitarnya. Perpindahan jarak jauh melalui perpindahan inokulum terbawa air, angin, dan alat pertanian. Patogen juga dapat menular melalui biji atau benih. S. rolfsii dapat menghasilkan asam oksalat, pektin dan sellulase. Jamur membunuh jaringan tanaman melalui miselia (Sinclair dan Backman, 1989).
Kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa tingkat kerusakan penyakit busuk batang tidak selalu sama, konsentrasi inokulum atau jumlah inokulum S. rolfsii sangat besar peranannya dalam menentukan terjadinya penyakit. Konsentrasi inokulum S. rolfsii yang dapat menyebabkan penyakit masih belum diteliti sejauh ini sehingga perlu diketahui berapa konsentrasi inokulum yang dapat menyebabkan penyakit.
Serangan jamur S.rofsii juga dapat menyebabkan penurunan hasil dan mutu benih kacang tanah. Menurut (Semangun, 1991) pada
serangan berat dapat menyebabkan kematian tanaman. Kehilangan hasil akibat serangan jamur
S. rolfsii dapat mencapai 25% (Porter, 1984, dalam Sulistyowati, Estienjarini, dan Cholik, 1997. Total kehilangan hasil akibat penyakit dapat berkisar antara 40%-60% bahkan sampai 80% (Sumarno, 1987).
BAHAN DAN METODA
Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Penyakit Tanaman Program Studi Hama dan Penyakit Tumbuhan dan di rumah plastik.
S. rolfsii diisolasi dari tanah pertanaman kacang tanah yang terinfestasi jamur dengan menggunakan teknik pancingan, kemudian jamur ditumbuhkan pada media Potato Dextrosa Agar (PDA) sampai didapat biakan murni. S.rolfsii diperbanyak pada media Corn Meal Sand (CMS) dengan perbandingan 98% pasir, 2% tepung jagung, dan ditambah 20% air dari berat total substrat. Media sebanyak 50 g dimasukkan kedalam kantong plastik tahan panas dan pada ujungnya dipasang cincin paralon diikat dengan benang dan disumbat dengan kapas, kemudian disterilkan. Setelah media dingin diinokulasikan
S.rolfsii dengan diameter 0,6 cm sebanyak 3 potong setiap kantong dan diinkubasikan selama 10 hari pada suhu kamar. Jamur S.rolfsii diinfestasikan ke media tanam dengan cara mencampur rata biakan sesuai dengan jumlah pada perlakuan dengan media tanah, kemudian diinkubasikan selama satu minggu.
Benih yang dipilih yang berukuran besar dan relatif sama besar, bebas dari kerusakan mekanis dan kerusakan karena hama dan penyakit berdasarkan pengamatan visual terlebih dahulu direndam dalam larutan NaCI 1% selama 5 menit, setelah itu dicuci dengan akuades. Penanaman benih kacang tanah dilakukan satu minggu setelah infestasi S.rolfsii. Benih ditanam 10 biji tiap polibag, 15 hari setelahnya , tanaman yang tumbuh diseleksi sehingga hanya tinggal satu tanaman tiap polibag. Tanaman dipupuk dengan 0,25 g urea, 0,50 g TSP, dan 0,50 g KCI tiap polibag yang diberikan pada saat tanam. Tanaman yang digunakan untuk penelitian ditempatkan di rumah kaca.
Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak lengkap, yang terdiri dari 9 perlakuan dan 3 ulangan. Perlakuan tersebut adalah perbedaan jumlah inokulum S.rolfsii yaitu konsentrasi 10 g/5 kg tanah (K1), konsentrasi 20 g/5 kg tanah (K2), konsentrasi 30 g/5 kg tanah (K3), konsentrasi 40
g/5 kg tanah (K4) konsentrasi 50 g/5 kg tanah (K5), konsentrasi 60 g/5 kg tanah (K6), konsentrasi 70 g/5 kg tanah (K7), konsentrasi 80 g/5 kg tanah (K8), dan tidak diinokulasi (kontrol) (KO). Setiap unit percobaan terdiri atas 3 tanaman, dengan demikian jumlah tanaman seluruhnya adalah 81 tanaman.
Variabel yang diamati adalah masa inkubasi, intensitas penyakit dan prosentase penyakit. Masa inkubasi diukur berdasarkan selang waktu antara tanaman berumur dua minggu sampai muncul gejala pertama. Penghitungan intensitas penyakit dilakukan pada akhir pengamatan. Intensitas penyakit dihitung dengan rumus:
Σ n i.v i
I = x 100%
N.V Keterangan:
I = Intensitas penyakit
n i= Jumlah tanaman terinfeksi pada
setiap kategori serangan v i = Nilai numerik dari masing-
masing kategori serangan N = Jumlah tanaman yang diamati V = Nilai numerik kategori tertinggi
Nilai numerik atau skala serangan penyakit busuk batang pada kacang tanah mengikuti skala yang dikemukakan oleh Nurbailis (1992) seperti pada Tabel 1:
Tabel 1.Skala serangan atau nilai numerik penyakit busuk batang pada kacang tanah
Skala Deskripsi gejala serangan 0 Tidak ada serangan
1 Serangan ringan, bercak pada pangkal batang, tidak layu
2 Serangan berat, bercak dan layu, dan sebagian tanaman masih tumbuh 3 Serangan sangat berat, layu
keseluruhan, dan tanaman mati
Penghitungan prosentase penyakit dilakukan pada akhir pengamatan. Persentase penyakit dihitung dengan rumus:
Jlh. tan.terinfeksi
% penyakit = --- x 100% Jlh tan.diamati
Persentase penyakit dihitung berdasarkan jumlah kecambah yang terserang patogen sebelum kecambah muncul ke permukaan tanah, pada kecambah yang tidak muncul dilakukan pembongkaran. Persentase penyakit dihitung dengan rumus:
Jlh kecambah terinfeksi
% penyakit = --- x 100% Jlh benih dikecambahkan
Pengamatan selanjutnya adalah persentase penyakit “post emergence damping-off” Pengamatan dilakukan setelah kecambah muncul ke permukaan tanah sampai bibit berumur dua minggu. Persentase penyakit dihitung dengan rumus:
Jlh bibit terinfeksi % penyakit = --- x 100%
Jlh.benih dikecambahkan
Berikutnya ditentukan persentase penyakit “damping-off” secara keseluruhan. Persentase penyakit dihitung dengan menjumlahkan persentase penyakit “pre emergence damping-off” dengan persentase penyakit “post emergence damping off”. Data tiap perlakuan yang berbeda nyata dianalisis dengan uji jarak berganda Duncan (Duncan Multiple Range Test, DNMRT).
HASIL DAN PEMBAHASAN
Tanaman yang tidak diinokulasi dengan S.rolfsii tidak memperlihatkan gejala sampai panen. Seperti yang tertera pada Tabel 2, semakin tinggi konsentrasi S.rolfsii maka masa inkubasi semakin cepat, masa inkubasi tercepat terdapat pada perlakuan konsentrasi inokulum 80 gr/5 kg tanah yaitu 10 hari setelah tanam, sedangkan masa inkubasi paling lambat pada perlakuan konsentrasi inokulum 10 gr/5 kg tanah yaitu 71 hari setelah tanam. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa semakin tinggi konsentrasi inokulum S.rolfsii maka semakin cepat timbul gejala. Menurut Agrios (1997) cepat atau lambatnya timbul gejala penyakit pada tanaman dipengaruhi oleh faktor patogen yaitu jumlah inokulum yang dapat menimbulkan penyakit.
Tabel 2.Masa inkubasi penyakit busuk batang pada berbagai konsentrasi inokulum S.rolfsii
Perlakuan Masa inkubasi
(HST) Kontrol (KO) - 10 gr/5 kg tanah (K1) 70-71 20 gr/5 kg tanah (K2) 62-65 30 gr/5 kg tanah (K3) 26-27 40 gr/5 kg tanah (K4) 20-24 50 gr/5 kg tanah (K5) 17-27 60 gr/5 kg tanah (K6) 17-26 70 gr/5 kg tanah (K7) 17-34 80 gr/5 kg tanah (K8) 12-19 Keterangan:
HST = hari setelah tanam
- = tidak menimbulkan gejala sampai panen.
Pada tanaman muda gejala terdapat pada pangkal batang, pangkal batang berubah warna menjadi gelap, kemudian berubah menjadi coklat gelap, selanjutnya tanaman menjadi busuk dan layu. Pada pangkal batang terdapat miselium S.rolfsii putih dan sclerotia berwarna coklat berbentuk bulat. Hasil pengamatan terhadap intensitas penyakit busuk batang yang disebabkan oleh S.rolfsii pada berbagai konsentrasi inokulum dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3.Intensitas penyakit busuk batang pada berbagai konsentrasi inokulum S.rolfsii
Perlakuan Intensitas Penyakit (%) Kontrol (KO) 0 a 10 gr/5 kg tanah (K1) 7,4 ab 20 gr/5 kg tanah (K2) 18,5 bc 30 gr/5 kg tanah (K3) 22,2 bc 40 gr/5 kg tanah (K4) 25,9 cd 50 gr/5 kg tanah (K5) 33,3 cde 60 gr/5 kg tanah (K6) 33,3 cde 70 gr/5 kg tanah (K7) 37,0 de 80 gr/5 kg tanah (K8) 55,5 e Keterangan:
Angka-angka yang di ikuti oleh huruf yang sama adalah
tidak berbeda nyata menurutuji DMRT 5%
(transformasiarc sin)
Dari hasil penelitian ini dapat dikatakan bahwa semakin tinggi konsentrasi inokulum S.rolfsii maka semakin tinggi intensitas penyakit busuk batang, persentase penyakit busuk batang, dan semakin cepat masa inkubasi penyakit busuk batang.Persentase penyakit “pre emergence damping-off” terendah terdapat pada perlakuan 10
gr/5 kg tanah yaitu 4,31% sedangkan yang tertinggi terdapat pada perlakuan 80 gr/5 kg tanah yaitu 17,75%.
Tabel 4. Persentase penyakit“pre emergence damping-off” pada ke cambah kacang tanah pada konsentrasi inokulum. Perlakuan % penyakit pre emergence damping off Kontrol (KO) 0 a 10 gr/5 kg tanah (K1) 4,31 b 20 gr/5 kg tanah (K2) 6,41 bc 30 gr/5 kg tanah (K3) 8,64 bcd 40 gr/5 kg tanah (K4) 9,75cde 50 gr/5 kg tanah (K5) 15,42de 60 gr/5 kg tanah (K6) 14,30de 70 gr/5 kg tanah (K7) 14,31 de 80 gr/5 kg tanah (K8) 17,75 e
Keterangan :Angka-angka yang di ikuti oleh huruf yang sama adalah tidak berbeda nyata menurut uji DMRT 5% (tranformasi arc sin).
Hasil pengamatan terhadap persentase penyakit “post emergence damping- off” yang disebabkan oleh S. rolfsii pada berbagai konsentrasi inokulum dapat dilihat pada Tabel 2. Perlakuan yang tidak diinokulasi dengan S. rolfsii (K0) menunjukkan perbedaan yang nyata dengan semua perlakuan yang diinokulasi dengan S. rolfsii (K1, K2, K3, K4, K5, K6, K7, dan K8). Persentase penyakit “post emergence damping-off” terendah terdapat pada perlakuan 10 gr/5 kg tanah yaitu 7,78%, sedangkan yang tetinggi terdapat pada perlakuan 80 gr/5 kg tanah yaitu 26,66%.
Tabel 5. Persentase penyakit “postemergence damping off” pada kacang tanah pada berbagai konsentrasi inokulum S.rolfsii. Perlakuan Persentase penyakit post mergence damping off Kontrol (KO) 0 a 10 gr/5 kg tanah (K1) 7,78 b 20 gr/5 kg tanah (K2) 10,00 b c 30 gr/5 kg tanah (K3) 11,00 b c d 40 gr/5 kg tanah (K4) 11,10 b c d 50 gr/5 kg tanah (K5) 12,22 b c d e 60 gr/5 kg tanah (K6) 14,44 c d e 70 gr/5 kg tanah (K7) 17,78 d e 80 gr/5 kg tanah (K8) 26,66 e
Keterangan:Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama adalah tidak berbeda nyata menurut uji DMRT 5% (tranformasi arc sin).
Hasil pengamatan terhadap persentase penyakit “damping-off” yang disebabkan oleh S .rolfsii pada berbagai konsentrasi inokulum dapat dilihat pada Tabel 3. Persentase “damping-off” tanaman yang tidak diinokulasi dengan S. rolfsii (K0) berbeda nyata dengan semua perlakuan yang diinokulasi dengan S. rolfsii (K1, K2, K3, K4, K5, K6, K7, dan K8). Persentase penyakit “damping-off” terendah terdapat pada perlakuan 10 gr/5 kg tanah yaitu 12,09%, sedangkan yang tetinggi terdapat pada perlakuan 80 gr/5 kg tanah yaitu 44,41%.
Tabel 6. Persentase penyakit “damping-off”pada kacang tanah pada berbagai konsentrasi inokulum S. rolfsii.
Perlakuan Persentase penyakit
“damping-off” Kontrol (KO) 0 a 10 gr/5 kg tanah (K1) 12,09 b 20 gr/5 kg tanah (K2) 17,51 b c 30 gr/5 kg tanah (K3) 18,64 b c 40 gr/5 kg tanah (K4) 20,85 c d 50 gr/5 kg tanah (K5) 27,64 d e 60 gr/5 kg tanah (K6) 28,74 d e 70 gr/5 kg tanah (K7) 32,09 e 80 gr/5 kg tanah (K8) 44,41 f
Keterangan: Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama adalah tidak berbeda nyata menurut uji DMRT 5% (tranformasi arc sin).
Dari hasil penelitian, gejala penyakit pada pre
emergence damping off adalah benih gagal berkecambah, benih busuk, dan kecambah mengalami kerusakan sebelum muncul ke permukaan tanah pada “post emergence damping-off” serangan terjadi setelah kecambah muncul ke permukaan tanah, pada hipokotil terjadi perubahan warna hijau kebasah-basahan, kemudian berubah warna menjadi coklat dan berkerut, serangan juga terjadi pada bagian akar.Menurut Bateman (1976) kemampuan S. rolfsii menyerang hipokotil berhubungan dengan kemampuan jamur untuk memproduksi asam oksalat yang mengandung hidrolisis enzimatis pektin yang terdapat pada dinding sel hipokotil.
Dari Tabel 4,5,6 terlihat bahwa umumnya semakin tinggi konsentrasi inokulum S. rolfsii, maka persentase penyakit “pre emergence damping-off”, presentase “post emergence damping-off”, dan persentase penyakit
“damping-off” semakin tinggi, walaupun secara statistik ada yang tidak berbeda nyata pada perlakuan yang tidak diinokulasi dengan S. rolfsii atau Kontrol (K0) tidak memperlihatkan gejala “damping-off” sampai fase bibit (umur 15 hari setelah tanam). Pada perlakuan konsentrasi inokulum 10 gr/5 kg tanah (K1) sudah memperlihatkan hasil yang berbeda nyata dengan kontrol.
Persentase penyakit “post emergence damping-off” lebih tinggi daripada “pre emergence damping-off”(Tabel1 dan2), Hal ini disebabkan karena pada “post emergence damping off” kecambah kacang tanah sudah muncul ke permukaan tanah dan memasuki fase bibit sehingga kelembapan mikro lebih tinggi. Menurut Sinclair dan Backman (1992) faktor lingkungan seperti kelembapan sangat mempengaruhi perkembangan S. rolfsii dalam menimbulkan penyakit pada bibit kacang tanah.
KESIMPULAN DAN SARAN
Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa konsentrasi inokulum S. rolfsii berpengaruh terhadap penyakit “damping-off”. Semakin tinggi konsentrasi inokulum maka persentase penyakit semakin tinggi. Inokulum sebanyak 80 gr tiap polibag dapat menyebabkan persentase “damping-off”melebihi 40%.
Konsentrasi inokulum S.rolfsii berpengaruh terhadap penyakit busuk batang. Semakin tinggi konsentrasi inokulum maka persentase penyakit dan intensitas penyakit semakin tinggi. Konsentrasi inokulum sebanyak 80 gr/50 gr tanah dapat menyebabkan intensitas penyakit 55%.
DAFTAR PUSTAKA
Adisarwanto, T. 2003. Meningkatkan Produksi Kacang Tanah di Lahan Sawah dan Lahan Kering. Penebar Swadaya. Jakarta.
Agrios, G.N. 1997. Plant Pathology. Academic Press. New York.
Bateman, D.F. 1976. Plant cell-wall hydrolysis by pathogen. In Friend, J and D.R. Threlfall. Biochemical aspect of plant parasite relationship. Academic Press. New York.
Dinas Pertanian Tanaman Pangan Provinsi Jambi. 2003. Laporan Tahunan Dinas Pertanian Tanaman Pangan Provinsi Jambi. Jambi.
Fachrudin, L. 2000. Budidaya Kacang-kacangan. Kanisius. Yogyakarta.
Hall, R. 1991. Compendium of Bean Diseases. The
American Phytopathological Society. San
Fansisco.Hawksworth, D.L., P.M.Kirk., B. C. Sutton., & D. N.Pegler. 1995. Dictionary of the
fungi. International Mycologycal Institute.
Cambridge
Nurasiah. 2005. Serangan Jamur Sclerotium rolfsii Sacc. pada Berbagai Tingkat Umur Tanaman Kacang Hijau Phaseolus radiatus L. Fakultas Pertanian Universitas Jambi. Jambi.
Nurbailis, 1992. Pengendalian Penyakit Sclerotium rolfsii Sacc Penyebab Penyakit Busuk Batang Kacang Tanah Arachis hipogea L dengan Kompos dan Cendawa Antagonis. Tesis. Program Pasca Sarjana. IPB. Bogor.
Semangun, H. 1994. Penyakit-penyakit Tanaman Pangan di Indonesia. Gajah Mada University Press. Yogyakarta.
Sinclair. J.B. & P. A. Backman. 1989. Compendium of soybean diseases. The American Phytopathology Society. Inc. Minnesota.
Sulistyowati, L.M. Estienjarini, dan A. Cholik. 1997. Tehnik Aplikasi Isolat Tricho derma spp sebagai Agen Pengendalian Hayati Sclerotium rolfsii Sacc pada Tanaman Kacang Tanah. Jurnal Penelitian Ilmu-ilmu. Teknik. Vol. 9 No.2. Universitas Brawijaya. Malang.
Yudarti, E. 1996. Pengaruh beberapa Dosis Dedak Padi dan Waktu Infestasi Antagonis Trichoderma viridae
terhadap Penyakit Rebah Kecambah yang
disebabkan Sclerotium rolfsii Sacc. pada Kacang Tanah. Fakultas Pertanian. Universitas Sriwijaya. Palembang.