• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS EFISIENSI PRODUKSI PADI SAWAH DI PROVINSI RIAU

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "ANALISIS EFISIENSI PRODUKSI PADI SAWAH DI PROVINSI RIAU"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS EFISIENSI PRODUKSI PADI SAWAH DI PROVINSI RIAU

Djaimi Bakce

Fakultas Pertanian, Universitas Riau email: djaimibakce@yahoo.com

Abstract

This study aimed to determine the application of techniques and the efficiency level of rice farming in Riau Province. Descriptive analysis and Data Envelopment Analysis was used to analyze the efficiency level. The main findings of the study indicate that the application of rice farming technique in Riau Province has not been done properly. The using of maintenance and cultivation technique have not fully implemented the Six Precise system, i.e the exact number, place, type, price, quality, and time. Based on the results of the analysis using DEA: Firstly, most rice farming is technically inefficient because of the land using, seed, fertilizer, pesticide and labor which still exceeds the required capacity. Secondly, almost all rice farmers are inefficiently allocative because of the high ratio of input prices and output prices. Third, rice farming is almost entirely economically inefficient. The policies that can be applied by the government is to subsidize production factors, especially seeds, fertilizers and pesticides. It is necessary to apply the policy of giving bigger price incentive to the farmers on every kilogram of rice produced. Besides, the policy of agricultural insurance to rice farmers need to be applied so that farmers remain motivated to continue to conduct rice farming activities.

Keywords : Production efficiency, rice farming

1. PENDAHULUAN Latar Belakang

Sektor pertanian, kehutanan dan perikanan merupakan sektor yang masih dapat diharapkan untuk perkembangan perekonomian di Provinsi Riau dilihat dari laju pertumbuhan rill PDRB lima tahun terakhir yang menunjukkan pertumbuhan yang positif. Pada tahun 2011 laju pertumbuhan sektor pertanian, kehutanan dan perikanan sebesar 3,46 persen, kemudian mengalami peningkatan menjadi 3,82 persen pada tahun 2012. Pada tahun 2014 diperkirakan sektor ini akan meningkat menjadi 6,34 persen.

Subsektor tanaman pangan merupakan subsektor kedua terbesar setelah subsektor perkebunan dengan nilai kontribusi sebesar 4,83 persen. Subsektor ini sangat penting dalam menyediakan kebutuhan pangan masyarakat terutama padi dan palawija.

Tanaman padi merupakan tanaman strategis karena pada umumnya tanaman padi

merupakan makanan pokok masyarakat, sehingga jika terjadi penurunan produksi padi atau terjadinya perubahan harga maka dampaknya akan dirasakan secara langsung oleh masyarakat.

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Riau luas tanaman padi mengalami penurunan selama empat tahun berturut-turut dan pada tahun 2015 mengalami peningkatan dari 85.062 hektar pada tahun 2014 menjadi 86.218 hektar tahun 2015. Penurunan luas tanaman padi juga mengakibatkan penurunan produksi padi.

Luas panen tanaman pangan menurut jenis tanaman disajikan pada Tabel 1 dan Tabel 2.

Tabel 1. Luas Panen Tanaman Pangan Menurut Jenis Tanaman di Provinsi Riau Tahun 2011-2015 Jenis

Tanaman 2011 2012 2013 2014 2015 Padi

Sawah

123.038 117.649 97.796 85.062 86.218 Padi

Ladang

22.204 26.366 20.722 20.975 21.328 Jagung 14.139 13.284 11.748 12.057 12.425

(2)

Jenis

Tanaman 2011 2012 2013 2014 2015 Ubi Kayu 4.144 3.642 3.863 4.038 3.578 Kacang

Tanah

1.819 1.732 1.325 1.194 1.081 Ubi Jalar 1.203 1.137 1.028 981 793 Kacang

Kedelai

6.425 3.686 1.949 2.030 1.516 Kacang

Hijau

938 865 585 598 576

Sumber: BPS Provinsi Riau, 2016

Tabel 2. Produksi Tanaman Pangan Menurut Jenis Tanaman di Provinsi Riau Tahun 2011-2015

Jenis

Tanaman 2011 2012 2013 2014 2015 Padi

Sawah 481.911 453.294 387.849 337.233 345.441 Padi

Ladang 53.877 58.858 46.295 48.242 48.476 Jagung 33.197 31.433 28.052 28.651 30.870 Ubi

Kayu 79.480 88.577 103.070 117.287 103.599 Kacang

Tanah 1.692 1.622 1.243 1.134 1.036 Ubi Jalar 9.912 9.424 8.462 8.038 6.562 Kacang

Kedelai 7.100 4.182 2.211 2.332 2.145 Kacang

Hijau 995 920 619 645 598

Sumber: BPS Provinsi Riau, 2016

Dari Tabel 1 dan Tabel 2 dapat dilihat bahwa tanaman padi sawah merupakan tanaman yang memiliki luas panen terbesar dibandingkan tanaman pangan lainnya.

Dengan luas panen terbesar maka tanaman padi juga memiliki produksi terbesar dibandingkan dengan tanaman lainnya.

Namun luas dan produksi tanaman padi mengalami penurunan selama empat tahun terakhir dan mulai meningkat di tahun 2015.

Menurut BPS Provinsi Riau, penurunan luas panen ini disebabkan oleh banyaknya alih fungsi lahan menjadi areal perkebunan karena tanaman perkebunan lebih menguntungkan dibandingkan tanaman padi dan palawija. Sedangkan bagi petani, bertanam padi merupakan pekerjaan sampingan untuk memenuhi kebutuhan pangan keluarganya. Sementara itu, penurunan produksi padi di Riau pada tahun 2014 disebabkan oleh perubahan iklim yang

cukup ekstrim yang mengakibatkan terjadinya pergeseran tanam.

Penelitian ini difokuskan pada usahatani padi sawah di Provinsi Riau. Pemilihan lokasi studi tersebar di empat kabupaten di Provinsi Riau, disesuaikan dengan luas pengusahaan tanaman padi dan produksi padi sawah. Luas panen, produksi dan produktivitas padi sawah menurut kabupaten dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Luas Tanam, Luas Panen, dan Produksi Padi Sawah Menurut Kabupaten di Provinsi Riau Tahun 2015 Kabupaten/Kota Luas Panen

(Ha)

Produksi (Ton)

Produktivitas (Ton/Ha) Kuantan Singingi 11.175 50.125 4,49

Indragirir Hulu 2.495 9.236 3,70

Indragiri Hilir 28.553 111.315 3,90

Pelalawan 4.764 17.955 3,77

Siak 5.554 30.306 5,46

Kampar 7.038 23.277 3,31

Rokan Hulu 4.263 18.715 4,39

Bengkalis 6.014 23.031 3,83

Rokan Hilir 12.481 50.056 4,01

Kep. Meranti 3.568 10.115 2,83

Pekanbaru 6 16 2,67

Dumai 307 1.294 4,21

Jumlah 86.218 345.441 4,01

Sumber: BPS Provinsi Riau, 2015 dan Data Olahan

Pada Tabel 3 dapat dilihat bahwa luas panen dan produksi padi sawah tertinggi terdapat di Kabupaten Indragiri Hilir tetapi untuk produktivitas tertinggi terdapat di Kabupaten Siak hal ini membuktikan bahwa teknik usahatani padi sawah masih belum efisien selain itu dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti kesesuaian lahan, pengairan, penggunaan benih, penggunaan pupuk dan faktor lainnya.

Perumusan Masalah

Peningkatan produksi hasil pertanian yang terus-menerus di sektor pertanian merupakan salah satu upaya pemerintah dalam membangun pertanian menuju pertanian yang tangguh. Hal ini dikarenakan

(3)

sektor pertanian memegang peranan yang sangat penting sebagai sumber utama kehidupan dan sumber pendapatan utama bagi masyarakat petani. Hasil ST2013 memperlihatkan bahwa petani padi di Indonesia masih dihadapkan pada sejumlah kendala dalam melakukan usahatani padi sawah. Kendala-kendala tersebut antara lain kesulitan dalam hal pembiayaan usahatani sehingga petani tidak dapat menjalankan usahataninya secara maksimal dan akan menghambat kegiatan usahatani yang dijalankannya, kenaikan ongkos produksi yang relatif tinggi, dampak serangan hama/OPT yang lebih berat, dampak perubahan iklim dan atau bencana alam, serta kesulitan dalam mendapatkan dan mengupah pekerja. Kendala utama yang dihadapi petani dalam usahatani tanaman padi adalah dampak serangan hama/OPT yang berat dan kenaikan ongkos produksi yang relatif tinggi (BPS Indonesia, 2013).

Berdasarkan uraian di atas maka dapat dituliskan rumusan masalah dalam penelitian ini sebagai berikut:

1. Bagaimana aplikasi teknik budidaya padi sawah di Provinsi Riau?

2. Apakah alokasi faktor produksi yang digunakan pada usahatani padi sawah sudah efisien baik secara teknis, alokatif maupun ekonomis?

3. Bagaimana implikasi kebijakan untuk mengoptimalkan produksi padi sawah di Provinsi Riau?

Maksud dan Tujuan Penelitian

Secara umum penelitian ini bertujuan untuk menganalisis efisiensi penggunaan faktor-faktor produksi usahatani padi sawah di Provinsi Riau. Secara spesifik tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui: (1) aplikasi teknik budidaya usahatani padi sawah, (2) menganalisis efisiensi teknis, alokatif maupun ekonomis faktor produksi yang digunakan pada usahatani padi sawah, dan (3) merumuskan implikasi kebijakan untuk mengoptimalkan produksi padi sawah di Provinsi Riau.

2. METODE PENELITIAN Waktu dan Lokasi penelitian

Pelaksanaan studi dimulai dari bulan April 2015 sampai dengan November 2015 di Provinsi Riau. Lokasi studi tersebar di Provinsi Riau, yaitu Kabupaten Siak, Kabupaten Kuantan Singingi, Kabupaten Kampar, dan Kabupaten Indragriri Hilir.

Pemilihan lokasi ditentukan secara sengaja dengan pertimbangan bahwa daerah ini memiliki luas tanaman padi yang cukup luas di Provinsi Riau, daerah tersebut juga mewakili daerah pesisir dan daratan.

Jenis, Sumber Data dan Teknik Pengambilan Sampel

Data yang digunakan merupakan data cross section (kerat lintang) tahun 2015. Data yang dikumpulkan merupakan data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dari wawancara langsung dengan responden menggunakan kuesioner yang telah dipersiapkan. Data sekunder merupakan data yang telah dipublikasi oleh suatu instansi yang kemudian dikumpulkan sesuai dengan kebutuhan penelitian untuk mempertajam analisis, seperti Badan Pusat Statistik dan Dinas Pertanian.

Populasi dalam studi ini adalah rumahtangga petani padi sawah di Provinsi Riau. Pengambilan sampel dengan menggunakan metode Multystages Purposive Sampling. Sampel diambil di ambil di empat kabupaten di Provinsi Riau, yaitu Kabupaten Siak, Kabupaten Kuantan Singingi, Kabupaten Kampar, Kabupaten Indragiri Hilir. Selanjutnya dari masing-masing kabupaten dipilih 3 kecamatan yang mewakili. Jumlah sampel yang dikumpulkan dari masing masing kecamatan sebesar 45 sampel, yang diambil dari tiga desa, sehingga total sampel yang diambil berjumlah 540 sampel.

Metode Analisis Data

Coelli et al. (1993), dalam terminologi ilmu ekonomi mengemukakan bahwa efisiensi digolongkan menjadi 3 (tiga) macam, yaitu efisiensi teknis, efisiensi

(4)

alokatif dan efisiensi ekonomi. Pada Penelitian ini untuk menganalisis tingkat efisiensi tersebut akan menggunakan program DEA. Variabel-variabel yang mempengaruhi output meliputi faktor-faktor produksi yang berpengaruh pada produksi. Adapun fungsi produksi usahatani padi yang dibangun adalah:

Y = f(X1, X2, X3, X4, X5) dimana:

Y = Produksi gabah kering giling (kg/tahun)

X1 = Luas panen padi sawah (m2) X2 = Benih (kg/tahun)

X3 = Pupuk (kg/tahun) X4 = Pestisida (liter/tahun) X5 = Tenaga kerja (HOK/tahun) Pengukuran efisiensi yang diukur dengan menggunakan analisis Data Envelopment Analysis (DEA) memiliki karakter yang berbeda dengan konsep efisiensi pada umumnya. Pertama, efisiensi yang diukur bersifat teknis, bukan alokatif atau ekonomis.

Artinya, analisis DEA hanya memperhitungkan nilai absolute dari suatu variabel. Oleh karenanya dimungkinkan suatu pola perhitungan kombinasi berbagai variabel dengan satuan yang berbeda-beda. Kedua, nilai efisiensi yang dihasilkan bersifat relatif atau hanya berlaku dalam lingkup petani padi yang menjadi Unit Kegiatan Ekonomi (UKE)/ DMU (Decision Making Unit) yang diperbandingkan tersebut.

Variabel keputusan (decision variabel) adalah bobot yang harus diberikan pada setiap unit input dan output oleh DMUk- Vik

adalah bobot yang diberikan pada unit i oleh kegiatan k dan Urk merupakan variabel keputusan, yakni variabel yang nilainya akan ditentukan melalui program linier fraksional, suatu formulasi program linier untuk setiap DMU dalam sampel. Fungsi tujuan (objective function) dari setiap linier program fraksional tersebut adalah rasio dari output tertimbang total (total weighted output) dari DMUk

dibagi dengan input tertimbang totalnya (Dendawijaya, 2001). Formulasi fungsi tujuan tersebut adalah:

Maksimumkan:

dimana:

Zk = efisiensi teknis usahatani

Setiap unit kegiatan ekonomi, dimana dalam penelitian ini merupakan usahatani padi, menggunakan 4 jenis input produksi, yakni: luas panen padi sawah, pupuk, pestisida dan benih.. Kriteria universalitas mensyaratkan unit kegiatan ekonomi k untuk memiliki bobot dengan batasan atau kendala bahwa tidak ada satu unit kegiatan ekonomi lain yang akan memiliki efisiensi lebih besar sari 1 atau 100%, jika unit kegiatan ekonomi lain tersebut menggunakan bobot yang dipilih oleh unit kegiatan ekonomi k sehingga formulasi selanjutnya adalah:

≤ i, i = 1 ..., n

≥ 0 ; r = 1, ...s

≥ 0 ; r = 1, .... ...m dimana:

n = Jumlah sampel s = DMU yang dianalisis m = Jumlah input

Program transaksi linier kemudian ditransformasikan ke dalam linier biasa (ordinary linier program) dengan metode simpleks untuk menyelesaikannya.

Transformasi tersebut adalah sebagai berikut:

(1) CRS (Constan Return to Scale) maksimumkan:

fungsi batasan atau kendala :

≤ 0;

j=1 ...n

≥ ; r = 1,... s

≥ ; i = 1,... s dimana:

Yrk = Jumlah output yang dihasilkan DMU

Xik = Jumlah produksi yang diperlukan DMU

s = Jumlah sektor atau DMU yang dianalisis

(5)

m = Jumlah input yang digunakan Vik = Bobot tertimbang dari output

kelapa yang dihasilkan oleh tiap petani

Zk = Nilai yang dioptimalkan sebagai indikator efisiensi relatif dari usahatani padi sawah yang menjadi sampel

(2) VRS (Variable Return to Scale) maksimumkan :

)

dengan batasan:

≤ 0;

j=1 ...n

≥ ; r = 1, ... ... ... n

≥ ; i = 1, ... ... ... n dimana:

U = variabel keputusan yang dapat bernilai positif atau negatif

Efisiensi ekonomi adalah besaran yang menunjukakan perbandingan antara keuntungan yang sebenarnya dengan keuntungan maksimum. Secara matematik, hubungan antara efisiensi teknis, efisiensi ekonomi dan efisiensi harga adalah sebagai berikut (Soekartawi, 2000):

EE = ET x EH dimana:

EE = efisiensi ekonomi ET = efisiensi teknis EH = efisiensi harga

Dengan demikian, bila EE dan ET diketahui, maka EH juga dapat dihitung.

Adapun besaran ET ≤ 1, EE ≤ 1, dan EH tidak selalu harus kurang atau sama dengan satu.

Charles et al. (1978) memperkenalkan suatu alat analisis yaitu Data Envelopment Analysis (DEA). Metode Data Envelopment Analysis (DEA) dibuat sebagai alat bantu untuk evaluasi kinerja suatu aktifitas dalam sebuah unit entitas (organisasi). Pada dasarnya prinsip kerja model DEA adalah membandingkan data input dan output dari

suatu organisasi Decission Making Unit (DMU) dengan data input dan output lainnya pada DMU yang sejenis. Perbandingan ini dilakukan untuk mendapatkan suatu nilai efisiensi. Metode Data Envelopment Analysis (DEA) adalah metode non parametrik yang berbasis pada programasi linier. DEA mengukur rasio efisiensi relatif Unit Kegiatan Ekonomi (UKE) sebagai rasio output tertimbang dengan input tertimbang. Secara konsep, DEA menjelaskan tentang langkah yang dirancang untuk mengukur efisiensi relatif suatu unit ekonomi tertentu dengan beberapa unit ekonomi yang lain dalam satu pengamatan, dimana mereka menggunakan jenis input dan output yang sama.

Penerapan metode DEA diasumsikan dapat mengatasi keterbatasan yang dimiliki oleh regresi berganda atau analisis rasio parsial. Analisis regresi dapat menunjukkan elastisitas penggunaan input terhadap output yang dihasilkan dalam suatu sektor ekonomi.

Sektor ekonomi dapat dinilai efisien apabila nilai output yang dihasilkan secara riil lebih tinggi dari nilai output yang dihasilkan dalam estimasi. Sejalan dengan analisis rasio, analisis regresi juga memiliki kelemahan yaitu tidak mampu menganalisis kondisi pada saat terdapat banyak input dan output. Disisi lain, analisis non parametrik (salah satunya DEA) dapat mengeleminasi kendala yang dihadapi oleh analisis parametrik untuk menganalisis efisiensi tingkat input terhadap nilai tambah (output).

3. HASIL DAN PEMBAHASAN

Terdapat tiga jenis pengukuran efisiensi yakni efisiensi teknis, alokatif dan ekonomi.

Tujuan utamanya adalah untuk mengukur tingkat produksi yang dicapai pada tingkat penggunaan input tertentu. Seorang petani dikatakan efisien secara teknis dibandingkan dengan petani lain, jika penggunaan jenis dan jumlah input yang sama diperoleh output secara fisik lebih tinggi. Tingkat efisiensi merupakan tolak ukur terhadap pengelolaan faktorfaktor produksi petani selama kegiatan usahatani berlangsung (Shinta, 2005).

(6)

Usahatani sawah di Provinsi Riau masih memiliki produktivitas yang rendah dan tingkat efisiensi yang rendah. Secara garis besar, proses produksi yang tidak efisien karena pengaruh dari faktor-faktor yang sifatnya tidak dapat dikendalikan oleh petani dan faktor-faktor yang sifatnya dapat dikendalikan oleh petani, sehingga dapat diperbaiki. Salah satu metode yang digunakan untuk dapat mengestimasi tingkat efisiensi menggunakan Data Envelopment Analysis (DEA). Menurut DEA sebuah Unit Kegiatan Ekonomi (UKE) atau Decission Making Unit (DMU) efisien secara teknis apabila rasio perbandingan output produksi terhadap input yang digunakan sama dengan satu, artinya unit kegiatan ekonomi tersebut sudah efesien atau tidak melakukan pemborosan input-input produksi dan mampu memanfaatkan potensi kemampuan produksi yang dimiliki secara optimal untuk menghasilkan output yang lebih tinggi. Sebuah Unit Kegiatan Ekonomi (UKE) atau Decission Making Unit (DMU) dikatakan tidak efisien secara teknis apabila rasio perbandingan antara output terhadap faktor produksinya berada antara 0 dan 1, artinya DMU tersebut melakukan pemborosan penggunaan faktor produksi atau tidak mampu berproduksi pada penggunaan input yang optimal. Penelitian ini menggunakan unit kegiatan ekonomi berupa responden petani padi sawah di Provinsi Riau, dimana masing-masing responden tersebut menggunakan faktor produksi yang berbeda, serta output yang berbeda pula.

Nilai efisiensi dalam penelitian ini berdasarkan input oriented (satu output banya input). Hal ini berdasarkan pertimbangan bahwa dalam usahatani padi sawah hanya menghasilkan gabah kering giling dengan beberapa input yang digunakan. Pengukuran efisiensi denganmengunakan DEA VRS (Variable Returns to Scale). Dengan pertimbangan VRS adalah semua unit yang diukur dalam menghasilkan perubahan pada berbagai tingkat output dan adanya anggapan bahwa skala produksi dapat mempengaruhi efisiensi. Hal ini yang membedakan dengan

asumsi CRS yang menyatakan bahwa skala produksi tidak mempengaruhi efisiensi.

Efisiensi Teknis

Efisiensi teknis adalah kombinasi antara kemampuan dan kapasitas unit ekonomi untuk memproduksi sampai tingkat output maksimum dari sejumlah input dan teknologi yang dihitung dengan cara melihat rasio input dan output. Nilai efisiensi teknis ini menggunakan model VRS dengan pertimbangan bahwa dalam usahatani padi sawah, penambahan penggunaan faktor produksi sebesar satu satuan tidak selalu menghasilkan penambahan output produksi dalam jumlah yang sama. Selain itu, dalam berusahatani petani menghadapi hambatan- hambatan yang menyebabkan usahatani tidak optimal, seperti tingginya biaya produksi, sarana dan prasarana produksi yang belum memadai, dan sebagainya. Untuk melihat proporsi efisiensi teknis usahatani padi sawah disajikan pada Tabel 4 di bawah ini:

Tabel 4. Distribusi Frekuensi Efisiensi Teknis Usahatani Padi Sawah di Provinsi Riau

No Efisiensi Teknis Jumlah Persentase (%)

1. Efisien 60 11

2. Tidak Efisien 480 89

Jumlah 540 100

Perbedaan tingkat efisiensi yang dicapai petani mengidentifikasikan tingkat penguasaan dan aplikasi teknologi yang berbeda-beda. Perbedaan tingkat penguasaan teknologi dapat disebabkan oleh atribut yang melekat pada diri petani seperti umur, pendidikan, pengalaman berusahatani, serta jumlah tanggungan keluarga.

Suatu DMU dikatakan efisien secara teknis apabila penggunaan input sesuai dengan output yang dihasilkan. Sebagian besar dari total petani/DMU dalam penelitian ini terlihat bahwa secara teknis usahatani padi sawah di Provinsi Riau tidak efisien penggunaan inputnya antara lain luas lahan yang disebabkan oleh alih fungsi lahan.

Selain itu kesesuaian lahan untuk tanaman padi karena jenis tanah di Provinsi Riau didominasi jenis tanah organosol yaitu tanah yang berasal dari gambut dan rawa dan tanah

(7)

podsolik merah kuning sehingga produksi untuk 1 ha tanaman padi sawah belum optimal. Penggunaan pupuk dan pestisida yang belum optimal karena keterbatasan biaya serta harga input yang telalu mahal.

Penggunaan tenaga kerja yang masih telalu banyak karena diakibatkan oleh beberapa faktor seperti kurang berpengalaman sehingga waktu yang digunakan lebih lama.

Sebaran nilai efisiensi teknis antara 0,213-1 dengan rata-rata 0,638. Nilai ini menunjukkan bahwa sebagian besar usahatani padi sawah di Provinsi Riau masih belum efisin secara teknis. Walaupun demikian usahatani yang belum efisien masih bisa memiliki kesempatan untuk memperoleh hasil yang maksimal seperti yang diperoleh usahatani yang efisien secara teknis.

Penggunaan faktor produksi oleh petani/DMU yang tidak efisien pada usahatani padi sawah masih berpotensi untuk ditingkatkan. Seperti yang diketahui bahwa DEA mampu memberikan nilai perbaikan pada unit yang mengalami inefisiensi.

Penggunaan faktor produksi dapat dikurangi, pengurangan ini akan menghasilkan output produksi sebesar nilai aktual yang dicapai sekarang.

Efisiensi Alokatif

Efisiensi alokatif merefleksikan kemampuan produsen untuk menggunakan input dalam proporsi optimal terhadap harganya. Analisis efisiensi alokatif dalam penelitian ini menggunakan DEA Cost. Nilai efisiensi alokatif ini menggunakan model VRS.

Suatu usahatani padi dikatakan efisien secara alokatif apabila mampu menghasilkan output dengan biaya minimum. Dalam analisis ini memasukkan komponen biaya, yaitu harga pada setiap faktor produksi yang dialokasikan oleh petani/DMU. Harga per luas lahan, benih dan tenaga kerja, dihitung berdasarkan harga lahan, benih dan upah yang berlaku di daerah penelitian, sedangkan harga untuk faktor produksi pupuk dan pestisida dihitung berdasarkan harga rata-rata tertimbang. Untuk melihat Proporsi Efisiensi

Alokatif Usahatani padi sawah di Provinsi Riau disajikan pada Tabel 5.

Tabel 5. Distribusi Frekuensi Efisiensi Alokatif Usahatani Padi Sawah di Provinsi Riau

No Efisiensi Teknis Jumlah Persentase (%)

1. Efisien 6 1

2. Tidak Efisien 534 99

Jumlah 540 100

Pada Tabel 5 dapat dilihat bahwa proporsi petani/DMU yang efisien hanya sebesar 1 persen atau 6 orang, sedangkan yang tidak efisien sebesar 99 persen atau 534 orang. Hal ini menunjukkan bahwa pengalokasian faktor produksi usahatani padi hampir seluruh petani tidak efisien secara alokatif. DMU yang belum efisiensi secara alokatif disebabkan oleh rasio harga input yang dibayarkan petani lebih besar dari harga output yang mereka terima. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor seperti harga lahan tidak sebandingkan dengan jumlah produksi yang dihasilkan, penggunaan tenaga kerja yang tidak sebanding dengan produksi maka upah yang didapat tidak optimal serta penggunaan input yang berlebih dan murahnya harga padi di provinsi Riau.

Dibandingkan dengan efisiensi teknis hanya sebagian kecil petani yang mampu mencapai efisiensi secara alokatif. Hal ini menunjukkan bahwa petani/DMU tersebut memiliki tingkat manajemen yang lebih baik bila dibandingkan dengan petani/DMU lainnya belum efisien serta mampu mengoptimalkan kombinasi penggunaan input terhadap harganya menyamakan nilai produksi marjinal dengan biaya marjinal.

Pada hasil analisis dapat dilihat bahwa rata-rata luas lahan dengan orientasi minimal adalah 1.939,50 m2 atau 0,19 ha ini lebih kecil 80,58 persen bila dibandingkan dengan rata-rata luas lahan yang digunakan petani di lapangan sebesar 9.988 m2 atau 0,99 Ha.

Rata-rata penggunaan benih dengan orientasi minimal adalah 16,87 kg lebih kecil 51,75 persen dibandingkan dengan rata-rata penggunaan benih yang digunakan petani di lapangan sebesar 34,96 Kg. Rata-rata penggunaan pupuk meningkat 2,86 persenbila

(8)

dibandingkan dengan penggunaan pupuk oleh petani yaitu dari 313,56 Kg menjadi 322,53 Kg, artinya dalam pelaksanaannya penggunaan pupuk masih kurang dari yang seharusnya. Rata-rata penggunaan pestisida menurun 48,17 persen bila dibandingkan dengan penggunaan pestisida yang digunakan petani yaitu 17,11 liter menjadi 8,87 liter.Begitu juga dengan penggunaan tenaga kerja juga mengalami penurunan sebesar 72,92 persen yaitu dari 113,86 HOK menjadi 30,83 HOK. Hal ini menandakan bahwa dalam pelaksanaan usahatani padi sawah yang dilakukan oleh petani penggunaan faktor produksi lebih banyak dari yang seharusnya. Agar penggunaan faktor produksi pada usahatani padi sawah di Provinsi Riau efisien secara alokatif maka penggunaan faktor produksi tersebut harus dikombinasikan sedemikian rupa sehingga mampu menghasilkan jumlah produksi yang sama dengan jumlah input lebih kecil.

Jumlah input minimal lebih sedikit bila dibandingkan dengan jumlah sebenarnya yang dialokasikan oleh petani padi sawah di lapangan. Dengan mengurangi jumlah input tersebut tidak akan berdampak pada turun atau naiknya produksi dilapangan tetapi justru akan berdampak pada berkurangnya biaya, dengan kondisi demikian maka nilai produk marjinal akan sama dengan biaya marjinal yang pada akhirnya efisiensi alokatif akan tercapai.

Efisiensi Ekonomi

Efisiensi ekonomi/cost efficiency (CE) merupakan kombinasi ukuran efisiensi teknis dan efisiensi alokatif, artinya petani yang efisien secara ekonomis adalah petani yang mampu mencapai kedua efisiensi tersebut.

Secara ringkas dapat dikatakan efisiensi ekonomi sebagai kemampuan yang dimiliki oleh petani dalam berproduksi untuk menghasilkan sejumlah output yang telah ditentukan sebelumnya dengan mempertimbangkan biaya yang dimiliki.

Proporsi efisiensi ekonomi usahatani padi sawah di Provinsi Riau disajikan pada Tabel 6 berikut ini:

Tabel 6. Distribusi Frekuensi Efisiensi Ekonomi Usahatani Padi Sawah di Provinsi Riau

No Efisiensi Teknis Jumlah Persentase (%)

1. Efisien 6 1

2. Tidak Efisien 534 99

Jumlah 540 100

Pada Tabel 6 dapat dilihat bahwa petani/DMU yang efisien secara ekonomis hanya sebesar 1 persen atau 6 orang petani, sedangkan terdapat 99 persen atau 534 orang petani yang tidak efisien secara akonomi.

Sebaran nilai efisiensi ekonomis adalah antara 0,082-1 dengan nilai rata-rata 0,299.

Nilai ini menunjukkan bahwa sebagian besar usahatani padi belum mencapai efisiensi secara ekonomi. Hal ini menunjukkan jika rata-rata petani kelapa mencapai tingkat efisiensi ekonomis yang paling tinggi maka mereka dapat menghemat biaya sebesar 51,98 persen.

Usahatani padi yang belum efisien secara ekonomis adalah petani yang belum bisa meminimalkan penggunaan input dengan harga input tertentu. Padahal bila efisiensi ekonomi dapat dicapai maka peluang untuk memperoleh pendapatan bersih yang lebih tinggi masih terbuka lebar bagi petani meskipun produksi dan harga produksi jumlahnya tetap. Jadi, berdasarkan analisis diperoleh bahwa penanganan masalah inefisiensi alokatif lebih utama dibandingkan dengan masalah inefisiensi teknis dalam upaya pencapaian tingkat efisiensi ekonomis yang lebih tinggi.

4. KESIMPULAN

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui aplikasi teknik budidaya serta tingkat efisiensi teknis, alokatif, dan ekonomis padi sawah di Provinsi Riau.

Beberapa hal yang dapat disimpulkan dari penelitian ini bahwa aplikasi teknik budidaya padi sawah di Provinsi Riau belum dilakukan sebagaimana mesetinya. Pemeliharaan tanaman dan penggunaan sarana produksi belum sepenuhnya menerapkan sistem enam tepat, yaitu tepat jumlah, tepat tempat, tepat jenis, tepat harga, tepat mutu, dan tepat waktu. Berdasarkan hasil analisis efisiensi

(9)

produksi dengan metode DEA dapat disimpulkan : Pertama, sebagian besar usahatani padi sawah tidak efisien secara teknis karena penggunaan luas lahan, benih, pupuk, pestisida dan tenaga kerja yang masih melebihi kapasitas yang seharusnya. Kedua, hampir seluruh petani padi sawah tidak efisien secara alokatif disebabkan karena tingginya rasio harga input dengan harga output. Ketiga, usahatani padi sawah hampir seluruhnya juga tidak efisien secara ekonomi.

Sebagian besar masyarakat di Provinsi Riau tidak terlalu tertarik dengan usahatani padi sawah karena rendahnya produksi yang didapat berbeda dengan kelapa sawit yang memberikan keuntungan yang lebih banyak.

Selain itu jenis lahan yang digunakan kurang sesuai untuk tanaman padi sawah sehingga biaya yang diperlukan untuk usahatani padi sawah tinggi sehingga menyebabkan usahatani padi sawah tidak efisien secara teknis, alokatif maupun ekonomis. Untuk mencapai efisiensi tersebut maka pemerintah perlu melakukan upaya dengan memberikan kebijakan-kebijakan konkrit serta diikuti dengan partisipasi petani.

Kebijakan yang dapat dilakukan oleh pemerintah yaitu dengan memberikan subsidi terhadap faktor produksi terutama benih, pupuk dan pestisida, karena beberapa petani masih menggunakan benih tidak unggul dan penggunaan pupuk dan pestisida yang belum optimal karena diakibatkan oleh mahalnya harga saprodi. Dengan adanya subsidi akan membantu petani untuk bisa mendapatkan faktor produksi yang lebih murah yang nantinya akan berdampak pada peningkatan produksi padi sawah sehingga usahatani padi sawah akan efisien secara teknis.

Selain itu upaya pemerintah untuk mendorong peningkatan harga padi sawah melalui kebijakan penetapan harga dasar masih perlu dilakukan. Berdasarkan pengamatan terhadap kebijakan masa lalu yang dilakukan perlu diterapkan kebijakan pemberian insentif harga yang lebih besar kepada petani terhadap setiap kg padi yang dihasilkan, diusahakan agar setara dengan harga kelapa sawit. Disamping itu kebijakan

asuransi pertanian kepada petani padi sawah perlu diterapkan agar petani tetap termotivasi untuk terus melakukan kegiatan usahatani padi sawah, mengingat ketidakpastian iklim dan cuaca yang cenderung meningkatkan resiko kegagalan berusahatani padi yang semakin tinggi. Dengan peningkatan harga maka petani dapat memenuhi dan mengoptimalkan penggunaan faktor produksi sehingga akan berdampak pada peningkatan produksi dan produktivitas padi sawah. Serta pendapatan petani akan tinggi sehingga usahatani akan efisiensi secara alokatif. Jika kedua efisiensi tersebut tercapai maka akan berdampak kepada berkurangnya biaya sehingga efisiensi ekonomi akan tercapai dengan sendirinya.

5. REFERENSI

[1] Badan Pusat Statistik Indonesia, 2016, Statistik Indonesia, Data Pusat Statistik Indonesia, Jakarta.

[2] Badan Pusat Statistik Provinsi Riau.

2016, Riau Dalam Angka 2016, Badan Pusat Statistik Provinsi Riau, Pekanbaru.

[3] Beattie, Bruce R., dan Taylor C. Robert, 1994, Ekonomi Produksi, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.

[4] Coelli, T.J., D.S.P. Rao, dan G.E.

Battese, 1998, An Introduction to Efficiency and Productivity Analysis, Kluwer Academic Publisher, London.

[5] Daniel, M., 2002, Pengantar Ekonomi Pertanian, PT. Bumi Aksara, Jakarta.

[6] Eliza, Suardi Tarumun dan Yusmini, 2010, Pengaruh Faktor Produksi Terhadap Produksi Kelapa Hibrida Pola Plasma di Kabupaten Indragiri Hilir, Indonesia Journal of Agricultural Economic (IJAE) 1(1): 55-69.

[7] Mubyarto, 1981, Pengantar Ekonomi Pertanian, LP3ES, Jakarta.

(10)

[8] Shinta, A., 2005, Ilmu Usahatani, Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya press, Malang.

[9] Soekartawi, 1990, Teori Ekonomi Produksi dengan Pokok Bahasan Analisis Fungsi Cobb-Douglas, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta.

[10] Soekartawi, 1994, Pembangunan Pertanian, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta.

[11] Soekartawi, 2002, Prinsip Dasar Ekonomi Pertanian Teori dan Aplikasi, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta.

[12] Soekartawi, 2003, Teori Ekonomi Produksi, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta.

[13] Soekartawi, 2005, Agribisnis: Teori dan Aplikasinya, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta.

[14] Soeharno, 2009, Teori Mikro Ekonomi, Andi Offset, Yogyakarta.

[15] Sugiyono, Agus, 2001, Model Pertumbuhan Neoklasik: Penerapannya untuk Pertumbuhan Regional di Indonesia, Makalah Ekonomi Regional, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.

[16] Sukirno, S., 2005, Mikro Ekonomi Teori Pengantar, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta.

[17] Sumarsono, S., 2007, Ekonomi Mikro:

Teori dan Latihan, Graha Ilmu, Yogyakarta.

[18] Susantun, I., 2000, Fungsi Keuntungan Cobb-Douglas dalam Pendugaan Efisiensi Ekonomi dan Relatif, Jurnal Ekonomi Pembangunan 5(2): 149-161.

[19] Utomo, Muhajir, dan Nazaruddin, 2003, Bertanam Padi Sawah Tanpa Olah Tanah, Penebar Swadaya, Jakarta.

Gambar

Tabel 1.  Luas  Panen  Tanaman  Pangan  Menurut  Jenis  Tanaman di Provinsi Riau Tahun 2011-2015  Jenis  Tanaman  2011  2012  2013  2014  2015  Padi  Sawah  123.038  117.649  97.796  85.062  86.218  Padi  Ladang  22.204  26.366  20.722  20.975  21.328  Jag
Tabel 2.  Produksi  Tanaman  Pangan  Menurut  Jenis  Tanaman  di Provinsi Riau Tahun 2011-2015
Tabel 4.   Distribusi Frekuensi Efisiensi Teknis Usahatani Padi  Sawah di Provinsi Riau
Tabel 5.   Distribusi  Frekuensi  Efisiensi  Alokatif  Usahatani  Padi Sawah di Provinsi Riau
+2

Referensi

Dokumen terkait

Jadi Hale Gimalaha adalah tanah yang merupakan bagian dari hak ulayat masyarakat Hukum Adat Tidore khususnya di Kelurahan Folarora, Kecamatan Tidore, Kota Tidore

Untuk mengetahui perbedaan efektifitas antara Intermittent Vacuum Therapy dengan Intermittent Pneumatic Compression dalam pemulihan kelelahan otot-otot kaki paska

Calon penonton yang begitu mempunyai niat untuk menelusuri bagiamana seluk beluk JW melalui media jejaring sosial Facebook menjadi bekal calon penonton tersebut

Masih terkait dengan penelitian otoritas perempuan, peneliti juga menggunakan penelitian yang diselenggarakan Pusat Pengkajian Islam dan Masyarakat PPIM IAIN Syarif Hidayatullah

Hasil penelitian lain yang dilakukan oleh Ni’mah menyatakan bahwa terdapat hubungan antara riwayat pemberian ASI ek- sklusif dengan dengan kejadian stunting

Faktor-faktor produksi dalam kegiatan usahatani untuk menghasilkan produk berupa gabah (beras) terdiri atas benih, pupuk, pestisida dan tenaga kerja. Dalam

DAGO 9/17/1985 FUNGSIONAL UMUM BENDAHARA. PENGELUARAN KECAMATAN

Mengingat pentingnya fungsi perencanaan tersebut, maka dalam rangka pelaksanaan otonomi daerah berdasarkan UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah; PP