• Tidak ada hasil yang ditemukan

6. KONSEP PERANCANGAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "6. KONSEP PERANCANGAN"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

6. KONSEP PERANCANGAN

6.1. Ide Dasar dan Tema Perancangan

Indonesia memiliki keanekaragaman fauna yang sangat menonjol dari negara-negara lain, hal ini didukung dengan letak geografis serta iklim yang dimiliki Indonesia. Penyebaran dari jenis-jenis satwa yang ada di Indonesia tentu tidak sama dangan satu sama lainnya, beberapa diantaranya termasuk jenis yang langka dan hampir mengalami kepunahan.

Masyarakat Indonesia sendiri masih belum menyadari akan kekayaan alam yang dimiliki oleh negaranya sendiri, khususnya keanekaragaman fauna. Dengan adanya permasalahan tersebut, maka diperlukan sebuah fasilitas yang dapat memperkenalkan serta mengakrabkan generasi muda terhadap keanekaragaman satwa yang dimiliki negara Indonesia.

Perancangan Museum Satwa Mamalia Khas Indonesia ini mengangkat konsep perancangan Jungle. Pengertian Jungle sendiri adalah suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumberdaya alam hayati yang didominasi pepohonan dalam persekutuan alam lingkungan, yang satu dengan yang lainnya tidak dapat dipisahkan, hutan juga berfungsi sebagai tempat hidup flora setra fauna. Berdasarkan pada konsep yang diatas, maka diambil tema Adventure, yang memiliki pengertian pengembaraan, petualangan. Petualangan itu sendiri didapat dari pengalaman yang penuh dengan tantangan/ secara alami dari sebuah peristiwa.

6.2. Karakter, Gaya, dan Suasana Ruang

Karakter yang ingin diciptakan pada Museum Sawta ini adalah suasana yang bernuansakan jungle. Karakter ruang yang akan diciptakan bersifat semi formal, namun hampir seluruh ruangan bersifat publik. Pemilihan karakter tersebut didasarkan pada latar belakang advanture yang bebas berpetualang.

Aplikasi bentuk, warna serta material ruangan menggunakan kombinasi warna-warna netral serta penyampaian informasi yang modern melalui penggunaan touch screen computer yang ditujukan untuk menarik perhatian para pengunjung.

(2)

Gaya atau style yang digunakan pada perancangan ini adalah past modern.

Ciri-ciri yang menonjol dalam interior post modern adalah penggunaan warna dan bentuk ruang. Warna yang dipakai terasa mencolok dan bukan warna primer Sedangkan bentuk ruangan (space) utuh dan mempunyai kesan monumental. Post modern, adalah suatu aliran yang lebih kontekstual dimana unsur-unsur bentuk serta ornamen tradisional dan diaplikasikan dalam citra dan makna baru.

(http://teknik.untag-smd.ac.id/wp-content/uploads/2012/04.pdf) Juni 2012 6.3. Pola Penataan Ruang atau Lay out

Pola penataan lay out pada museum satwa ini cendrung lebih mengutamakan fungsi ruang, sirkulasinya dibuat terarah dan ditata berdasarkan zona habitat satwa dengan diawali informasi singkat tentang mamalia (reproduksi, manfaat hewan mamalia, dan info lain), Diorama habitat satwa dengan tipe zona Australia, zona Oriental, zona Peralihan.

Dimuseum ini, para pengunjung diajak untuk melakukan sebuah perjalanan dan petualangan dimana seakan-akan pengunjung berada didalam sebuah hutan yang berisi mamalia besar khas Indonesia ini. Sebelum masuk kedalam ruang pamer para pengunjung terlebih dahulu melewati area lobby (reception area) diamana para pengunjung membeli tiket masuk museum satwa.

Informasi mamalia diletakkan diawal perjalanan, dimaksudkan sebagai tahap pengenalan akan satwa melahirkan ini. Selanjutnya para pengunjung diajak menyaksikan diorama satwa terbuka, dengan penataan dan suasana sesuai dengan habitat satwa berada. Rute selanjutnya pengunjung dibawa melalui ruang koleksi fosil mamalia, dan setelah melalui ruang tersebut para pengunjung diajak memasuki ruang audiovisual. Perjalanan diakhiri dengan melewati area kafe dan merchandise area.

6.4. Elemen Pembentuk Ruang 6.4.1. Lantai

Lantai pada perancangan museum satwa ini didesain bertujuan agar sesuai dengan perwujudan dari konsep, mempertegas sirkulasi, dan menciptakan kesan meruan. Lantai didesain dengan perbedaan variasi ketinggian lantai, variasi

(3)

tekstur, bentuk,atau pola tertentu, variasi material antara lantai dan permainan hidden LED lamp.

Tabel 6.1. Skema Bahan Elemen Lantai

Ruang Bahan Gambar Keterangan

Lobby dan area sirkulasi

Keramik motif batuan Colosium Rosso Size 40cm x 40cm

Memberi kesan elegant dan alami dalam ruang

Lobby area tiketing

Vinyl Laminated Flooring Minano Art

Green DML 907

Memberi kesan

natural dan

bersahabat Lobby- area

tiketing- area informasi

Vinyl Laminated Flooring Minano Art

Motif Jerapah (Safari chocolate -13898)

Memberi kesan natural dan alami

Kafetaria dan mercandise area

Vinyl Laminated

Flooring- Decoria exotic luke kw 6016

Memberi kesan nyaman, tenang dan elegant

R.Service dan r.

Staff

Studio Black Carpet 14113

Memberi kesan nyaman dan eklusif

R.Pamer dan area sirkulasi

Granit Platinum G 654 Dark grey

Bertekstur, memberi kesan nyaman, tenang dan rasa aman

R.Pamer dan area sirkulasi

Vinyl Laminated Flooring Minano Art

Red DML 909

Heavy orange DML 920

Warna ceria memberi kesan semangat

R.Audiovisual Rytem Matrix Carpet 2012

Memberi kesan nyaman, tenang, dan elegant

(4)

6.4.2. Dinding

Dinding pada museum satwa ini digunakan sebagai pembatas antar ruang sirkulasi dan juga sebagai perwujudan dari konsep awal yaitu jungle. Bahan yang digunakan didominasi oleh batu bata plester dan gypsum board.

Dimulai dari dinding main entrance , dinding didesain semenarik mungkin agar dapat menarik perhatian pengunjung dengan menggunakan material batu paras putih dan wallpaper. Sebagai point interest pada bagian lobby menuju ke ruang pamer, pada area ini diberi sign yang bertuliskan welcome to jungle dimana sisi-sisinya diberi rumputan sintestis.

Gambar. 6.1. Area Lobby dan Tiketing

Area selanjutnya yaitu ruang pamer, antara kedua ruang ini dibatasi oleh main entrace yang berbentuk pohon yang terbuat dari gypsum dengan rangka besi yang difinishing cat bertekstur sehingga menyerupai bentuk pohon. Dinding- dinding pada area pamer menggunakan batu bata plester finishing cat warna cream kemudian ditutup dengan diorama-diorama satwa. Perlakuan pengolahan dinding ini juga direpitisi dengan ruang pamer yang lainnya.

(5)

Gambar. 6.2. Pengolahan Dinding Area Fossil dan Diorama Satwa

Pada ruang audiovisual digunakan material peredam suara (glass wool) yang difinishing carpet bewarna coklat tua, dipadu dengan penggunaan hidden lamp sehingga memberi kesan elegant dan nyaman dalam ruang audiovisual ini.

Gambar. 6.3. Ruang Audiovisual 6.4.3. Plafon

Plafon pada perancangan ini memiliki tinggi 3.80m. Plafon tidak terlalu banyak mengalami pengolahan seperti lantai dan dinding, hal ini didasarkan agar suasana ruang tidak terlalu ramai, sehingga ruang yang dihasilkan lebih unity dan harmoni.

Plafon diolah mengikuti pola lantai yang ada dibawahnya yang memberikan kesan gerak yang dinamis dan menggunakan bahan gypsum board.

Pengolahan berupa drop celling dengan pemberian hidden lamp agar suasana

(6)

6.5. Warna

Penggunaan warna yang sesuai dapat mendukung suasana dalam ruangan.

Sesuai dengan konsep jungle warna-warna yang digunakan adalah warna-warna alami, natural, seperti coklat monocrome, abu-abu (seperti material batu-batuan), hijau, kuning, oranye, dan merah. Penggunaan warna coklat ini melambangkan sesuatu yang natural, bumi, keseriusan, kehangatan dan mencerminkan sifat yang mudah dipercaya (solid).

Gambar. 6.4. Skema Warna 6.6. Perabot

Sesuai dengan konsep perancangan perabot di museum satwa ini berupa diorama-diorama satwa, diorama tersebut bersifat tetap/permanen namun satwa yang didespley didiorama dapat diganti sesuai dengan ketentuan jangka waktu pajang yang ditentukan. Bentukan-bentukan perabot menggambil dominasi perpaduan garis lurus dan lengkung serta penambahan bentuk-bentuk analog dari alam seperti bentukan pepohonan.

6.7. Sistem Lingkungan Interior 6.7.1. Sistem Pencahayaan

Sistem pencahayaan yang digunakan yaitu pencahayaan alami dan buatan.

Pencahayaan alami diperoleh dari penggunaan kaca transparan pada area depan bangunan.

Pada beberapa ruang seperti area lobby, dan cafe, marchandise menggunakan lampu yang dipasang dimmer sehingga intensitas cahaya dapat diatur. Penerangan yang digunakan antara lain downlight, spotlight, LED bewarna sebagai accent light.

Gambar. 6.5. Lampu SpotLight,Lampu DownLight dan Led Light Sumber : http://lampuledoblspotlight.blogdetik.com, 2 Juni 2012

(7)

6.7.2. Sistem Penghawaan

Sistem penghawaan yang digunakan pada museum ini adalah penghawaan buatan dengan menggunakan Air Conditioner (Air Diffuser) dengan jaringan ducting yang dipasang pada suhu yang tepat dan dibuat senyaman mungkin.

Penghawaan dengan sistem ini dapat menghasilkan suhu dan kelembapan udara yang konsisten, sehingga dapat membantu mengontrol PH benda koleksi namun juga memberikan kenyamanan pada pengunjung museum.

Gambar. 6.6. Air Conditioner (Air Diffuser)

Sumber : www.busytrade.com/selling Reflectors_Diffusers, 28 Mei 2012 6.7.3. Sistem Akustik

Beberapa ruang memerlukan perencanaan sistem akustik seperti pada ruang rapat dan ruang perpustakaan. Pengaturan akustik yang baik yaitu dengan memaksimalkan distribusi suara dalam ruang. Dalam perencanaan ini pengaturan sistem akustik dalam tiap area didistribusi melalui celing speaker, yang berfungsi sebagai berikut:

a. Media dalam menyampaikan informasi dan pemberitahuan penting lainnya serta melakukan panggilan terhadap pengunjung. Ruang Kontrol (Emergency microphone)  Mixer Pre Amplifer  Terminal Box Sound  Ceiling Speaker b. Pemberi suasana dan atmosfer ruang melalui background musik. Ruang Kontrol (Compact disc player/castte recorder)  Mixer Pre Amplifier  Terminal Box Sound  Ceiling Speaker

6.7.4. Sistem Informasi dan Promosi

Sistem informasi dan promosi yang digunakan dalam museum satwa ini adalah menggunakan TV plasma dan poster poster yng dipajang pada standing

(8)

6.7.5. Sistem Proteksi Kebakaran

Sistem proteksi kebakaran yang digunakan adalah detector kebakaran dengan jarak untuk kebakaran ringan 8m, bahaya kebakaran sedang maksimum 6m, bahaya kebakaran tinggi 4m. Setiap area memerlukan pengamanan terhadap bahaya kebakaran terutama untuk ruang-ruang yang berhubungan langsung dengan listrik dan api, untuk jalur evakuasi dibuat pintu darurat.

Gambar. 6.7.Springkler, smoke detectore dan alaram kebakaran Sumber : http://indonetwork.co.id

6.7.6. Sistem Keamanan

Sistem keamanan yang digunakan didalam pusat kesenian ini antara lain:

a. Personal Security

Staff bertugas memeriksa barang bawaan, mengawasi, menjaga keamanan museum serta memberi petunjuk bagi para pengunjung museum yang tersesat.

b. CCTV

Digunakan untuk kegiatan yang terjadi didalam serta pada area luar bangunan museum satwa. CCTV ini diletakkan pada spot yang dapat membantu hampir secara keseluruhan sehingga kegiatan yang dilakukan dapat terpantau, baik diarea pamer maupun area pengelola.

Gambar. 6.8.Kamera CCTV Sumber : http://indonetwork.co.id

(9)

c. Pintu Darurat

Pada museum satwa ini terdapat 2 pintu darurat yaitu di sisi utara dan sisi barat. Pintu darurat ini berfungsi sebagai akses keluar apabila terjadi keadaan darurat, misalnya kebakaran, gempa, dan lain-lain.

6.8. Tranformasi Desain

Konsep perancangan museum satwa ini adalah jungle, maka dari semua desain yang ada beranjak dari suasana jungle itu sendiri. Berikut ini adalah beberapa sketsa-sketsa tranformasi desain yang akan diaplikasikan pada perancangan museum satwa.

Gambar. 6.9. Tranformasi Desain Lobby dan Merchandise Area

Gambar diatas menunjukan tranformasi desain, dimana suasana jungle yang identik dengan tanaman dan pepohonan di aplikasikan pada museum. Aplikasi ini nantinya akan diaplikasikan pada setiap elemen-elemen interior antara lain pada entrance gade musum, dinding.

(10)

Gambar. 6.10. Suasana Zona Fossil

Gambar. 6.11. Suasana Diorama Zona Oriental

Pada gambar diatas merupakan beberapa sketsa ide yang diaplikasikan pada ruang dalam museum pada zona oriental. Diorama pada tranformasi desain ini menggunakan multipleks dan pada bagian atas diorama terdapat papan informasi dan foto jenis satwa yang didispley pada diorama tersebut.

Gambar

Tabel 6.1.  Skema Bahan Elemen Lantai
Gambar  diatas  menunjukan  tranformasi  desain,  dimana  suasana  jungle  yang  identik dengan tanaman dan pepohonan di aplikasikan pada museum

Referensi

Dokumen terkait

Moderating Gaya Manajemen Konflik Integrating atau Avoiding ....75 Tabel 4.23 Hasil Pengujian Regresi Moderasi ...75 Tabel 4.24 Partisipan Berdasarkan Jenis Kelamin, Usia,

Perilaku Ibu Hamil dalam Melakukan Perawatan Payudara di Klinik Sally Kecamatan Aek Songsongan Provinsi Naggroe Aceh Darussalam Tahun 2012 (Karya Tulis Ilmiah).. Medan :

tentang gambaran pengetahuan ibu rumah tangga tentang manfaat vitamin A bagi. kesehatan

Bapak Mohammad Fadly Syahputra, B.Sc, M.Sc, IT selaku Sekretaris Program Studi S1 Teknologi Informasi Universitas Sumatera Utara dan Dosen Pembimbing I yang telah

Sesuai dengan masalah yang diteliti, yaitu pengaruh komitmen kerja guru terhadap kinerja mengajar guru Sekolah Dasar Negeri di Kecamatan Cimahi Selatan maka pendekatan

Penelitian yang telah dilakukan Anggraeni (2006) menunjukkan bahwa tidak adanya pengaruh variabel yang digunakan seperti profitabilitas, leverage dan ukuran perusahaan

Venkantesh (2003) menyatakan bahwa adanya hubungan positif signifikan antara ekpektasi kinerja, ekspektasi usaha, dan faktor sosial terhadap minat pemanfaatan teknologi informasi

Pada tahap ini yang dapat dilakukan oleh Pramuka dalam menanamkan kedisiplinan yaitu melalui pertama adalah pelaksanaan ekstrakulikuler wajib yang dimasukkan ke