• Tidak ada hasil yang ditemukan

LAPORAN PRAKTIKUM TEKNOLOGI PRODUKSI TANAMAN KOMODITAS MELON (Cucumis melo L.)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "LAPORAN PRAKTIKUM TEKNOLOGI PRODUKSI TANAMAN KOMODITAS MELON (Cucumis melo L.)"

Copied!
65
0
0

Teks penuh

(1)

LAPORAN PRAKTIKUM

TEKNOLOGI PRODUKSI TANAMAN KOMODITAS MELON (Cucumis melo L.)

Oleh:

Wulan Dian P 125040100111226

Adilla Arifiana 125040100111227 Stephanie Yoenitha I 125040100111237

PROGRAM STUDI AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA

MALANG

2013

(2)

LEMBAR PERSETUJUAN

LAPORAN PRAKTIKUM

TEKNOLOGI PRODUKSI TANAMAN KOMODITAS MELON (Cucumis melo L.)

BAB 1 – BAB 3

Disetujui oleh:

Asisten Lapang,

(Luthfy Ditya Cahyanti, SP.)

Asisten Kelas,

(Mochtar Effendi)

(3)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Melon (Cucumis melo L.) merupakan termasuk dalam suku labu-labuan atau Cucurbitaceae. Buahnya biasanya dimakan segar sebagai buah meja atau diiris-iris sebagai campuran es buah. Bagian yang dimakan adalah daging buah (mesokarp).

Teksturnya lunak, berwarna putih sampai merah, tergantung kultivarnya. Melon merupakan tanaman buah semusim yang berasal dari lembah panas Persia atau daerah Mediterania yang merupakan perbatasan antara Asia Barat, Eropa dan Afrika. Kemudian tanaman ini tersebar ke timur tengah dan ke Eropa. Budidaya melon (CucumismeloL.) padaawalnyaditemukan di Cisarua, Bogor danKalianda- Lampung, tetapisaatinitelahmenyebarkesetiapkabupaten di Indonesia.Para produsenutamabuah melon di PulauJawaadalahJawaTimur (Malang, Ngawi, Pacitan, Madiun) danJawa Tengah (Sukoharjo, Surakarta, KarangAnyar, Klaten).Terutama di Banten, budidaya melon barudimulaipadatahun 2005, namunresponmasyarakatcukuptinggikarenapermintaanbesarcukuptinggidanhargar elatifmahal, sehinggamembawakeuntunganbesarbagipetani (Anonymousa,2013).

Untuk memenuhi tugas praktikum Teknologi Produksi Tanaman yang dilakukan di kebun Kepuharjo Malang, telah dilakukan berbagai budidaya tanaman salah satunya adalah budidaya tanaman melon. Dengan ini maka disusunlah laporan tentang perkembangan tanaman melon dan sejauh mana usaha yang telah dilakukan untuk budidaya tanaman melon.

1.2 Tujuan

Praktikum Teknologi produksi tanaman ini bertujuan :

a. Untuk mengetahuicara/praktik budidaya tanaman melon dengan benar agar memperoleh hasil produksi yang maksimal.

b. Untuk dapat mengatasi masalah didalam usaha budidaya tanaman melon dengan teknik yang benar dan tepat sasaran serta pengaruh kedua tanam pada tanaman melon.

(4)

c. Untuk mengetahui teknik/teknologi produksi yang benar untuk tanaman melon.

d. Untuk dapat mengaplikasikan teknik produksi tanaman melon dengan benar di kehidupan sehari-hari dan dapat membagi pengetahuan tersebut kepada para petani melon.

1.3 Manfaat

Praktikum Teknologi produksi tanaman ini bertujuan :

a. Praktikan dapat mengetahuicara/praktik budidaya tanaman melon dengan benar agar memperoleh hasil produksi yang maksimal.

b. Praktikan dapat mengatasi masalah didalam usaha budidaya tanaman melon dengan teknik yang benar dan tepat sasaran serta mengetahui pengaruh kedua tanam pada tanaman melon.

c. Praktikan dapat mengetahui teknik/teknologi produksi yang benar untuk tanaman melon.

d. Praktikan dapat mengaplikasikan teknik produksi tanaman melon dengan benar di kehidupan sehari-hari dan dapat membagi pengetahuan tersebut kepada para petani melon.

(5)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Klasifikasi dan Morfologi (disertai gambar literatur) 2.1.1 KlasifikasiMelon

Menurut Rukmana (1996) menjelaskan bahwa klasifikasi pada tanaman melon adalah sebagai berikut:

Kingdom : Plantae

Divisi : Magnoliophyta Kelas : Magnoliopsida Ordo : Cucurbitales Famili : Cucurbitaceae Genus : Cucumis Spesies : Cucumis melo

2.1.2 Morfologi Melon a. Morfologi Akar

Tanaman melon ini mempunyai akar berupa perakaran tunggang terdiri atas akar utama (primer) dan akar literal (sekunder). Akar melon juga di penuhi akar-akar serabut pada ujungnya.

(Anonymousa,2013) b. Morfologi Batang

Batang tanaman melon berwarna hijau muda, berbentuk segi lima, memiliki duri-duri kecil yang apabila tersentuh akan membuat gatal-gatal pada kulit, memiliki ruas-ruas sebagai tempat munculnya tunas dan daun, serta batang melon tidak berkayu.

Tanaman melon yang tumbuh liar biasanya memiliki percabangan yang sangat banyak. Namun, untuk tanaman yang dibudidayakan jumlah batangnya dibatasi. Jumlah batang yang terlalu banyak akan mengurangi kuantitas buah yang dihasilkan.

(Anonymousb, 2013)

(6)

c. Morfologi Bunga

Bunga melon memiliki mahkota bunga berwarna kuning dengan jumlah lima helai, kelopak bunga berwarna hijau pada bunga jantan tidak terdapat benjolan pada kelopak bunga, sedangkan pada bunga betina terdapat benjolan besar pada kelopak bunga. Bunga melon biasa tumbuh pada ketiak daun, pada kelopak bunga juga terdapat duri-duri kecil yang dapat membuat kulit gatal-gatal.

Bunga melon berbentuk seperti lonceng dan berwarna kuning. Bunga ini muncul di setiap ketiak daun. Umumnya, bunga melon berkelamin tunggal, kelamin jantan dan betina tidak dalam satu bunga. Bunga betina biasanya terletak di ketiak daun pertama dan kedua dalam setiap ruas percabangan. Sementara itu, bunga jantan terbentuk secara berkelompok dan terdapat di setiap ketiak daun.

(Anonymousc, 2013) d. Morfologi Buah

Buah melon berbentuk bulat, beberapa jenis melon memiliki net/jaring di sekitar buah seperti jenis melon Japanise, warna buah berwarna kuning, putih, hijau tergantung jenis melon, daging buah kenyal namun ada juga yang renyah, berwarna orange, kuning, putih, hingga hijau tergantung varietas, rasa buah manis danbaunya harum. Buah melon mempunyai kandungan vitamin C yang dapat mencegah terjadinya sariawan dan meningkatkan ketahanan tubuh terhadap penyakit.

Buah melon berbentuk bulat sampai lonjong. Bagian tengah buah terdapat massa berlendir yang dipenuhi biji-biji kecil yang jumlahnya banyak. Berat buah melon masak 0,5-2,5 kg. Melon hibrida bahkan ada yang beratnya mencapai 4kg, yakni varietas Ten Me dan Action 434.

Varietas melon yang ukurannya paling kecil adalah Silver Light.

Melon ini hanya berukuran sebesar buah apel dengan bobot 400 gram.

Meskipun demikian, buah melon jenis ini tetap disukai karena rasanya yang manis dan renyah. Ukurannya yang kecil dianggap unik oleh sebagian besar konsumennya.

(Anonymousd, 2013)

(7)

e. Morfologi Daun

Daun melon menjari dengan lima sudut, warnanya hijau, dan permukaannya berbulu. Tangkai daun panjang dengan ukuran besar, hampir seukuran batang tanaman. Daun ini tersusun berselang-seling menempel di ruas-ruas batang. Di setip ketiak daun akan tumbuh sulur- sulur yang akan membantu tanaman untuk merambat(Agromedia, 2007).

(Anonymouse, 2013)

2.2 Syarat Tumbuh

Menurut Nuryanto (2007), syarat tumbuh tanaman melon meliputi:

a. Iklim

 Suhu yang sesuai dengan tanaman melon antara 25-30 C. Tanaman melontidak dapat tumbuh optimal apabila kurang dari 18 C, kecuali jenis melon Apel.

 Kelembapan yang tinggi menyebabkan melon mudah terserang penyakitoleh karena itu melon menghendaki kondisi kelembapan yang rendah.

 Hujan yang terus menerus akan menggugurkan calon buah dan juga

(8)

b. Media Tanam

 Tanah yang sesuai dengan tanaman melon adalah tanah liat berpasir untukmemudahkan akar melon berkembang.

 PH yang sesuai 5,8-7,2 c. Ketinggian Tempat

Tanaman melon dapat tumbuh pada ketinggian 300-900 meter dpl.

Apabila ketinggian lebih dari 900 meter dpl melon tidak tumbuh optimal, kecuali jenis melon Apel yang dapat tumbuh pada ketinggian 100-1500 meter dpl.

2.3 Fase Pertumbuhan Tanaman

Fase awal pertumbuhan melon membutuhkan kelembaban tinggi untuk proses perkecambahan. Pada fase perumbuhan dewasa dan fase pembentukan buah dibutuhkan sinar matahari tinggi untuk proses fotosintesis dan menghasilakn buah yang manis (Nuryanto, 2007).

Pada fase vegetatif yaitu pada saat tanaman belum berbunga maka dibutuhkan pemupukan yang mengandung paling banyak unsur nitrogen.

Sedangkan pada fase generatif yang ditandai dengan munculnya bunga, tanaman memerlukan banyak unsur phospat untuk memperkuat akar dan membentuk biji pada buah (Sutedjo,2002).

2.4 Teknik Budidaya 2.4.1 Pengolahan tanah

a. Pembajakan

Akar tanaman melon menghendaki struktur tanah yang sangat gembur untuk memaksimalkan pertumbuhan akar. Sehingga untuk lahan di dataran menengah tinggi yang memiliki struktur tanah yang sangat remah pembajakan cukup dilakukan satu kali bajak. Sementara untuk kondisi lahan dengan kondisi struktur tanah yang sedang-berat pembajakan perlu dilakukan dengan membalik tanah, kedalaman kurang lebih 30 cm atau dapat pula dengan membajak ulang lahan. Hal ini bertujuan untuk memperbaiki aerasi dan struktur tanah(Nuryanto, 2007).

(9)

.

b. Pengairan

Pengairan lahan dilakukan sebelum pembentukan bedengan, pengairan ini dilakukan dengan cara menggenangi lahan menggunakan disel untuk menaikkan air apabila ketinggian air lebih rendah dari pada lahan. Hal ini bertujuan untuk memutus siklus hama dan penyakit serta menekan pertumbuhan gulma(Nuryanto, 2007).

c. Pembentukan Bedengan

 Cara Pembuatan

Sebelum dibentuk bedengan lahan dibiarkan dulu selama 7 hari setelah pembajakan. Pada tahap ini tanah akan mengalami pengeringan matahari dan penganginan. Selama proses tersebut senyawa-senyawa kimia dan beracun yang dapat menggangu pertumbuhan tanaman akan perlahan lahan hilang.

Setelah kondisi lahan kering barulah bedengan mulai di bentuk. Pada proses ini pembentukan bedengan dapat dilakukan dengan bantuan cangkul untuk menaikkan tanah dan seutas benang agar bedengan lurus tidak berkelok kelok.

Saat musim hujan tinggi bedengan dibuat lebih tinggi agar perakaran tanaman tidak tergenang air hujan, sedangkan pada musim kemarau bedengan dibuat lebih rendah tujuannya agar memudahkan dalam perawatan saat bedengan digenangi. Setelah bedengan telah selesai dibuat bedengan ditambahkan dolomit pemberian dolomit bertujuan menambah unsur hara kalsium yang diperlukan untuk pertumbuhan dinding sel tanaman.

Penggunaan dolomit per 1000 m3 pada pH 4-5 diperlukan 150-200 kg dolomit, untuk pH antara 5-6 dibutuhkan 75-150 kg dolomit dan pH kurang dari 6 dibutuhkan dolomit sebanyak 50 kg(Rukmana, 1996).

 Pemasangan mulsa

waktu yang tepat dalam pemasangan mulsa adalah saat siang hari ketika matahari sedang terik agar mulsa dapat mudah ditarik dan menutupi rapat bedengan dengan warna perak berada di atas. Untuk membuat plastik tetap kencang di sekeliling bedengan dipasang pasak yang terbuat dari

(10)

2.4.2 Persemaian

a. Pembuatan Media Semai

Melon termasuk tanaman yang tidak terlalu menuntun media semai yang khusus untuk pembibitannya. Media yang digunakan dalam persemaian adalah arang sekam, cocopeat,kompos sapi. Cara pembuatannya dengan mencampur arang sekam ,cocopeat, dan kompos sapi dengan perbandingan 0,5:2:1. Untuk mendapatkan hasil bibit melon yang kekar dan sehat perlu di tambahkan nutrisi dengan memberikan NPK 500 gr/1 m3 atau pupuk kandang yang telah matang denngan perbandingan media semai : pupuk kandang (2:1)(Rukmana, 1996).

b. Cara persemaian

Benih melon yang akan di semaikan di rendam dulu di air hamat dengan suhu 20-25 C selama 1-2 jam. Setelah di rendam benih di letakkan di atas kestas merang yang telah di basahi sebelumnya , kemudian dilipat segi empat serta di bungkus handung basah untuk menjaga kelembapannya. Semai yang telah di isi sebelumnya dengan posisi calon akar menghadap kebawah.

Bibit melon yang telah berdaun 4-5 helai atau telah berusia 10-12 hari telah siap di pindah ke lahan. Persemaian diletakan berderet agar terkena sinar matahari penuh sejak terbit hingga tenggelam matahari(Rukmana, 1996).

2.4.3 Penamanan

Bibit melon yang akan di tanam perlu di sortir/seleksi berdasarkan ukuran/vigor, tanaman yang vigornya lebih bagus ditanam, hal ini bertujuan memudahkan dalam perawatan dan perlakuan terhadap tanaman setelah tanaman besar.

Bibit telah siap di pindah ke lahan apabila sudah berumur 8-10 hari dan memiliki daun anatara 4-5 helai.untuk penanaman posisi bibit tidak boleh terlalu dalam kemudian lubang di bumbun dengan tanah hingga menutupi seluruh lubang tanam agar udara panas yang berada di bawah mulsa tidak keluar melalui lubang tanam. Apabila udara panas itu keluar akan mengenai batang melon yang menyebabkan luka pada batang. Sebelum bibit melon ditanam lubang tanam diberi wing grand (Rukmana, 1996).

(11)

2.4.4 Penyulaman

Menyulaman merupakan kegiatan penanaman kembali bagian bagian yang kosong bekas tanaman yang mati/diduga akan mati atau rusak segingga perlu di gantikan dengan tanaman yang baru agar jumlah tanaman terpenuhi dalam satu luasan tertentu sesuai jarak tanamnya.

Penyulaman dilakukan dilakukan apabila jumlah tanaman dilahan kurang dari 80%. Ini dilakukan 1-2 minggu setelah bibit menunjukakan pertumbuhan yang tidak normal. Tanaman yang ingin digantikan dicabut sampai akar akarnya dan dibuatkan lubang tanam baru.

Tujuan dari penyulaman , yaitu :

1. meningkatkan persen jadi tanaman dalam satu kesauan luasan tertentu 2. memenuhi jumlah tanaman perhektar sesuai jarak tanamnya.

3. menggantikan tanamnan yang mati di lahan(Rukmana, 1996).

2.4.5 Pengairan

Tanaman melon menggendaki udara yang kering untuk pertumbuhannya, tetapi tanah harus lembab, pengairan harus dilakukan bila hari tidak hujan. Pada minggu awal setelah tanam membutuhkan air yang cukup untuk memulihkan / adaptasi tanaman dengan lingkungan, kemudian pada minggu ke dua akan menurun seiring pertumbuhan akar tanaman.

Kebutuhan air terus meningkat hingga sampai puncaknya pada minggu ke 7-8 atau pada masa pembentukan net dan kembali menurit saat menjelang panen.Saat pembentukan buah ( minggu 5 ) kebutuhan air akan meningkat dan pucaknya pada saat pembentukan net yaitu pada mingguke 8 , kemudian kebutuhan air akan menurun menjelang pemasakan buah hingga panen(Rukmana, 1996).

2.4.6 Pewiwilan

Teknik pewiwilan seperti skema berikut:

a. Wiwil atau pangkas pada fase vegetatif dilakukan dengan Memangkascabang pada ruaske 1-5 kemudian dilanjutkan pada fase generatif.

(12)

b. Pada fase generatif pemangkasan dilakukan pada cabang ke 6-8, cabangdiruas ke9,10,11,12 tidak di pangkas ( pada ketinggian 40-50 cm ) c. Cabang 9-12 dibuahkan untuk nantinya di pilih yang terbaik

sedangkancabang 13 sampaikeatas dipangkas.

d. Topping di lakukan setelah tunas tanaman melebihi ketinggian ajir/lanjaran atau sekitarcabang ke 22(Rukmana, 1996).

2.4.7 Pemupukan

Pemupukan diberikan sebanyak 4 kali, 2 kali fase vegetatif dan 2 kali fase generatif. Berikut adalah dosis dan jenis pupuk yang di anjurkan:

a. pemupukan I (10 hst) =NPK +ZA, 10 g/tan b. Pemupukan ke II (20-25 hst) =NPK 20 g/tan c. Pemupukan ke III (30-30 hst) =NPK 20 g/tan

d. Pemupukan ke IV (45-50 hst) = NPK + Grand K, 20 g/tan(Rukmana, 1996).

2.4.8 Panen

Dalam pertanian, panen adalah kegiatan mengumpulkan hasil usaha tani dari lahan budidaya. Istilah ini paling umum dipakai dalam kegiatan bercocok tanam dan menandai berakhirnya kegiatan di lahan.Namun demikian, istilah ini memiliki arti yang lebih luas, karena dapat dipakai pula dalam budidaya ikan atau berbagai jenis objek usaha tani lainnya, seperti sayur, padi, serta melon dan produk pertanian lainnya.

Ciri-ciri buah siap panen:

a. ukuran buah sesuai dengan ukuran normal / telah mencapai maksimal b. umur buah sudah 30-35 hari dari berbunga / 60-70 hari dari hari tanam c. warna buah mulai berubah, tangkai buah retak

d. net pada permukaan kulit lebih jelas, atau net sudah terbentuk sempurna e. daun dekat buah sudah mengering

f. aroma buah mulai muncul(Rukmana, 1996).

2.5 Hubungan Perlakuan dengan Komoditas

Pada perlakuan yang diterapkan untuk tanaman melon menggunakan media tanama tanah. Menurut beberapa sumber didapatkan pernyataan tentang media tanam tanah yang baik untuk tanaman melon adalah sebagai berikut :

(13)

Jenis tanah yang paling ideal untuk melon adalah tanah geluh berpasir yang lapisan olahnya dalam, tidak mudah becek (menggenang), subur, gembur, banyak mengandung bahan organik, dan pHnya antara 6,0-6,8 meskipun masih toleran pada pH antara 5,8-7,2 (Rukmana, 1994).

Media Tanam yang baik untuk menanam tanaman melon (Cucumis melo L) ialah tanah liat berpasir yang banyak mengandung bahan organik, kekurangan dari sifat-sifat tanah tersebut dapat dimanipulasi dengan cara pengapuran, penambahan bahan organik, maupun pemupukan. Tanaman melon tidak menyukai tanah yang terlalu basah, yang ber pH tanah 5,8-7,2 (Soedarya, 2010).

(14)

BAB III

BAHAN DAN METODE

3.1 Waktu dan Tempat Pelaksanaan Waktu : Hari Kamis

Jam : 14.00 WIB

Tempat : Ngijo, Karangploso. Malang, Jawa Timur.

3.2 Alat, Bahan dan Fungsi 3.2.1 Alat

Gembor : untuk menyiram tanaman

Ajir : untuk menegakkan batang tanaman melon Kamera : untuk dokumentasi tanaman melon

Penggaris / meteran : untuk mengukur tanaman melon

Tali : untuk menali batang tanaman dengan ajir Alat tulis : untuk mencatat hasil pengamatan

3.2.2 Bahan

Bibit melon : Sebagai bahan tanam

Pupuk KCl : Sebagai penambah unsur hara K2O Pupuk SP36 : Sebagai penambah unsur hara P2O5

Pupuk urea : Sebagai penambah unsur hara N

Air : Sebagai menyirami tanaman

Tanah : Sebagai media tanam

Polibag ukuran 10 kg : Sebagai tempat penamanan

(15)

3.3 Cara Kerja Persiapan media tanam

Mengambil dan meletakkan tanah kedalam polibag kira-kira ¾ dari tinggi polibag

Penanaman bibit

Meyiapkan alat tanam dan bibit melon. Kemudian bibit melon dipindahkan kedalam polibag dengan berisi tanah yang lembab atau telah dibasahi terlebih

dahulu

Perawatan

Dilakukan penyiraman setiap hari,pemupukan dilakukan 1MST dan 4MST (KCL=10,3g, SP36=37g, Urea=19,67g) dan penyulaman pada tanaman

melon. Selain itu juga dilakukan pemotongan pada daun yang terserang penyakit.

Pengamatan

Setiap seminggu sekali ( 2MST-6MST) setelah dilakukan perawatan Pencatatan hasil (data tinggi tanaman, jumlah daun,dan intensitas penyakit)

3.4 Parameter Pengamatan

Dalam pengamatan yang dilakukan 2 MST dengan parameter pengamatan yang berupa tingggi tanaman dan jumlah daun. Tinggi tanaman yang diukur dimulai dari batang yang ada diatas permukaan tanah hingga batang yang paling pucuk. Sedangkan untuk jumlah daun yang dihitung adalah jumlah daun yang tumbuh pada batang tanaman melon.

(16)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil

4.1.1 Data Pengamatan Panjang Tanaman Tabel 1. Tinggi Tanaman

Data Hasil Pengamatan Tinggi Tanaman (cm) Kelompok (Tanah 2 : Serbuk Gergaji 1) Tanaman

Sampel

Pengamatan Pertama (14 hst)

Pengamatan Kedua (21 hst)

Pengamatan Ketiga (28 hst)

Pengamatan Keempat

(35 hst)

Pengamatan Kelima (42 hst)

Pengamatan Keenam

(49 hst)

1 13 29,3 71 69 65 73

2 - - 2,5 7 13,5 23

3 - - 2,5 6 11 24,5

4 5,5 - 2,5 8 9,6 14

5 7 - 3 8 9,4 19

6 11 19,5 51 52 49 67

7 - - 2,5 5 8 12

8 - - 2,5 8 7 -

9 15 24 58 72 75 57

10 - - 3 6 8 19,5

Rata - Rata 10,3 24,27 19,85 24,1 25,55 34,33

Tabel 2. Tinggi Tanaman (Kelas F)

Data Hasil Pengamatan Tinggi Tanaman (cm) Kelompok (Tanah 2 : Sekam 1)

Tanaman Sampel

Pengamatan Pertama (14 hst)

Pengamatan Kedua (21 hst)

Pengamatan Ketiga (28 hst)

Pengamatan Keempat

(35 hst)

Pengamatan Kelima (42 hst)

Pengamatan Keenam

(49 hst)

1 10 26 51 61 57 60

2 8,5 22 66 126 178 197

3 13 37 62 71 73 73

(17)

4 5 5 6 14 16 -

5 11,5 24 37 43 45 46

6 10 17 58 94 90 91

7 12 28 62 102 144 151

8 8 14 39 78 125 171

9 12 23 49 68 89 95

10 17 52 91 107 110 111

Rata -

Rata 10,7 24,8 52,1 76,4 92,7 110,56

Tabel 3. Tinggi Tanaman Melon Kelas G

Data Hasil Pengamatan Panjang Tanaman (cm) Kelompok Melon Perlakuan Tanah (Kamis,13.20) Tanaman

Sampel

Pengamatan Pertama

(14 hst)

Pengamatan Kedua (21 hst)

Pengamtan Ketiga (28 hst)

Pengamtan Keempat

(35 hst)

Pengamtan Kelima (42 hst)

Pengamtan Keenam

(49 hst)

1 - - - -

2 - - - 19 17 24

3 13 11 44,5 40 50,5 55

4

5 15 17,5 58,5 89 123,5 132

6 15,5 30 74,5 85 109 121

7 14 18,5 79,5 105 134,5 140

8 10 15,5

9 10,5 20,5 79,5 83 66,5 73

10 15,5 16,5 25

Rata-rata 13,9 19,8 60,3 61,6 73,8 90,8

(18)

Grafik 1. Grafik Rata – Rata Tinggi Tanaman

Keterangan :

 Tanaman Kelas E : Perlakuan (Tanah 2 : Serbuk gergaji 1)

 Tanaman Kelas F : Perlakuan (Tanah 2 : Sekam 1)

 Tanaman Kelas G : Perlakuan (Tanah)

4.1.2 Data Pengamatan Jumlah Daun Tabel 4. Data Jumlah Daun

Data Hasil Pengamatan Jumlah Daun (Helai) Kelompok (Tanah 2 : Serbuk Gergaji 1) Tanaman

Sampel

Pengamatan Pertama

(14 hst)

Pengamatan Kedua (21 hst)

Pengamatan Ketiga (28 hst)

Pengamatan Keempat

(35 hst)

Pengamatan Kelima (42 hst)

Pengamatan Keenam

(49 hst)

1 4 7 15 18 28 26

2 - - 2 3 5 8

3 - - 2 3 5 5

4 3 - 2 3 2 4

5 4 - 2 3 5 6

6 6 8 13 14 27 38

0 20 40 60 80 100 120

0 hst 7 hst 14 hst 21 hst 28 hst 35 hst 42 hst 49 hst

Tanaman kelas E Tanaman Kelas F Tanaman Kelas G

(19)

7 - - 2 3 5 5

8 - - 2 3 - -

9 4 10 19 22 27 25

10 - - 2 2 4 6

Rata –

Rata 4,2 8,33 6,1 7,4 12 13,67

Tabel 5. Data Jumlah Daun (Kelas F)

Data Hasil Pengamatan Jumlah Daun (Helai) Kelompok (Tanah 2 : Sekam 1) Tanaman

Sampel

Pengamatan Pertama

(14 hst)

Pengamatan Kedua (21 hst)

Pengamatan Ketiga (28 hst)

Pengamatan Keempat

(35 hst)

Pengamatan Kelima (42 hst)

Pengamatan Keenam

(49 hst)

1 6 11 30 38 51 48

2 8 14 23 33 44 52

3 8 16 23 27 27 33

4 6 3 3 3 1 -

5 8 14 14 15 15 14

6 6 11 19 32 37 45

7 8 14 23 31 36 36

8 6 4 8 14 23 31

9 7 13 17 24 37 38

10 7 12 21 23 20 26

Rata –

Rata 7 11,2 18,1 24 29,1 35,89

(20)

Tabel 6. Data Jumlah Daun (Kelas G)

Data Hasil Pengamatan Jumlah Daun (cm) Kelompok Melon Perlakuan Tanah (Kamis,13.20) Tanaman

Sampel

Pengamatan Pertama (14 hst)

Pengamatan Kedua (21 hst)

Pengamtan Ketiga (28 hst)

Pengamtan Keempat (35 hst)

Pengamtan Kelima (42 hst)

Pengamtan Keenam (49 hst)

1 - - - -

2 - - - 3 2 4

3 4 4 6 13 29 34

4 - - - -

5 5 7 10 14 19 26

6 6 15 25 26 27 30

7 5 12 20 21 27 33

8 - - - 3 4 -

9 4 6 12 12 21 26

10 6 5 7 - - -

Rata-rata 5 8,2 13,3 13,1 18,4 25,5

Grafik 2. Grafik Rata – Rata Jumlah Daun

0 5 10 15 20 25 30 35 40

0 hst 7 hst 14 hst 21 hst 28 hst 35 hst 42 hst 49 hst

Tanaman Kelas E Tanaman Kelas F Tanaman Kelas G

(21)

Keterangan :

 Tanaman Kelas E : Perlakuan (Tanah 2 : Serbuk gergaji 1)

 Tanaman Kelas F : Perlakuan (Tanah 2 : Sekam 1)

 Tanaman Kelas G : Perlakuan (Tanah)

4.1.3 Data Pengamatan Umur Awal Berbunga Tabel 11. Tabel Umur Awal Berbunga

Data Hasil Pengamatan Umur Awal Berbunga (hst)

Tanaman Sampel

Kelompok Kelas E (Tanah 2 : Serbuk

gergaji 1)

Kelompok Kelas F (Tanah 2 : Sekam 1)

Kelompok Kelas G (Tanah)

1 35 21 0

2 0 21 0

3 0 21 0

4 0 0 0

5 0 21 21

6 35 21 21

7 0 21 0

8 0 21 0

9 35 21 0

10 0 21 0

Rata – Rata 35 21 21

(22)

Grafik 3. Histogram Rata – Rata Umur Awal Berbunga

Keterangan :

 Perlakuan 1 : Tanaman Kelas E (Tanah 2 : Serbuk gergaji 1)

 Perlakuan 2 : Tanaman Kelas F (Tanah 2 : Sekam 1)

 Perlakuan 3 : Tanaman Kelas G (Tanah)

4.2 Pembahasan

4.2.1 Pembahasan Parameter Tinngi Tanaman

Pada tanggal 24 Oktober 2013 tepatnya 14 hst, untuk tanaman melon dengan perlakuan tanah ditemukan ada beberapa tanaman yang mati yaitu, tanaman 1, tanaman 2, tanaman 4, dan tanaman 8. Untuk tanaman yang tertinggi adalah tanaman 6 dan tanaman 10 dengan tinggi sebesar 15,5 cm.

Untuk tanaman yang terendah ada pada tanaman 9 dengan tinggi sebesar 13 cm. Rata-rata tinggi tanamannya adalah 13.92 cm. Pada tanggal 30 0ktober 2013 yaitu 21 hst, tanaman melon dengan perlakuan tanah ditemukan tanaman yang tertinggi adalah tanaman 6 dengan tinggi sebesar 30 cm. Untuk tanaman yang terendah ada pada tanaman 3 dengan tinggi sebesar 11 cm.

Rata-rata tinggi tanamannya adalah 19,83 cm. Pada tanggal 7 November 2013 atau pada 28 hst, tanaman melon dengan perlakuan tanah ditemukan tanaman yang tertinggi adalah tanaman 7 dan tanaman 9 dengan tinggi tanaman

35

21 21

0 5 10 15 20 25 30 35 40

Perlakuan 1 Perlakuan 2 Perlakuan 3

Umur Awal Berbunga

Umur Awal Berbunga

(23)

sebesar 79,5 cm. Untuk tanaman yang terendah ada pada tanaman 10 dengan tinggi sebesar 25 cm. Rata-rata tinggi tanamannya adalah 60,25 cm. Pada tanggal 14 November 2013 atau pada 35 hst tanaman melon dengan perlakuan tanah ditemukan tanaman yang tertinggi adalah tanaman 7 dengan tinggi tanaman sebesar 105 cm. Untuk tanaman yang terendah ada pada tanaman 8 dengan tinggi sebesar 10 cm. Rata-rata tinggi tanamannya adalah 61,57 cm. Pada tanggal 21 November 2013 atau pada 42 hst tanaman melon dengan perlakuan tanah ditemukan tanaman yang tertinggi adalah tanaman 7 dengan tinggi tanaman sebesar 134,5 cm. Untuk tanaman yang terendah ada pada tanaman 2 dengan tinggi sebesar 17 cm. Rata-rata tinggi tanamannya adalah 73,78 cm.Pada tanggal 28 November 2013 atau pada 49 hst tanaman melon dengan perlakuan tanah ditemukan tanaman yang tertinggi adalah tanaman 7 dengan tinggi tanaman sebesar 140 cm. Untuk tanaman yang terendah ada pada tanaman 2 dengan tinggi sebesar 24 cm. Rata-rata tinggi tanamannya adalah 90,8 cm.

Pada perbandingan tinggi tanaman melon dengan ketiga perlakuan yaitu kelas E menggunakan perlakuan tanah + serbuk gergaji, kelas F dengan perlakuan tanah + sekam, dan G dengan peralakuan tanah yaitu didapatakan hasil tinggi sebesar 34,33 cm, 110,56 cm, dan 90,8 cm. Jadi perbandingan tanaman melon yang paling tinggi dengan melihat rata-ratanya adalah kelas F dengan perlakuan tanah + sekam dan tinggi tanaman yang rendah adalah kelas E dengan perlakuan tanah + serbuk gergaji.

Berdasarkan jurnal “Pengaruh Naungan Dan Pemberian Mulsa Terhadap Produksi Buah Melon” membahas bahwasannya untuk perlakuan media tanah kemampuan menahan airnya lebih baik daripada tanah + sekam, tanah + serbuk gergaji maupun tanah campuran lainnya. Apalagi dengan pemberian bahan organik ke dalam tanah dapat membuat lingkungan fisik tanah semakin membaik. Tanah dengan struktur tanah yang baik akan mempertinggi kemampuan tanah dalam menyimpan air yang sangat penting bagi pertumbuhan tanaman melon itu sendiri (Sudaryono,2005). Dengan membadingkan pernyataan pada jurnal tersebut dengan hasil pengamatan di

(24)

diterapkan di lapang menunjukkan hasil tinggi tanaman yang jauh lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan media tanah dan tanah + serbuk gergaji. Hal tersebut kemungkinan dikarenakan oleh pemakaian media tanam yang cocok untuk tanaman melon, cara perlakuan perawatan yang berbeda seperti pemberian takaran pupuk yang takarannya tidak sama rata, cara penyiraman yang bisa jadi kelebihan atau kekurangan, intensitas penyinaran terhadap tanaman yang tergantung pada posisi peletakkan tanaman, penyakit yang menyerang, dan lain sebagainya.

Pada jurnal “Pengaruh Kompos Limbah Talas Terhadap Pertumbahan Dan Hasil Tanaman Melon Pada Tanah Alluvial”, pada jurnal ini dibahas bahwasannya tanah alluvial sangat cocok pada tanaman melon apalagi ditambahkan kompos limbah talas yang berfungsi menambah volume akar, berat kering bagian atas tanaman, berat buah, dan diameter buah. Struktur tanah yang kurang baik dapat menyebabkan memadatnya tanah apabila dilakukan penyiraman. Tanah yang padat maka pori-pori tanah akan menyempit. Keadaan ini dapat mengakibatkan akar akan mengalami kesulitan dalam menembus kedalam tanah sehingga mengurangi penyerapan unsur hara dan air serta kandungan oksigen yang dibutuhkan untuk respirasi akar, dengan demikian perkembangan akar tanaman menjadi terhambat, sehingga berpengaruh juga terhadap bagian-bagian tanaman yang lainnya, seperti contohnya adalah tinggi tanaman melon (Lestari,dkk,2007). Pada pembahasan jurnal kedua dapat mendukung dari hasil perlakuan di lapang yaitu tanah yang digunakan kurang begitu baik sehingga hsil yang didapatkan masih lebih baik perlakuan tanah sekam.

Pembahasan dengan jurnal “Pengaruh Abu Serbuk Gergaji Dan Pupuk Bio Organik Terhadap Hasil Melon Pada Tanah Gambut” bahwa perlakuan tanah + serbuk gergaji itu akan lebih efektif bila ada penambahan bahan lain seperti pupuk bio organik. Penambahan abu serbuk gergaji selain dapat meningkatkan pH tanah juga dapat memberikan ketersediaan unsur K, Ca, Mg dan sedikit P pada tanah(Windarto,dkk,2012). Dari jurnal tersebut dapat disimpulkan bahwa pemakaian perlakuan tanah + serbuk gergaji di lapang

(25)

akan menunjukkan hasil yang lebih baik lagi jika dapat ditambahkan dengan pupuk bio organik tersebut.

4.2.2 Pembahasan Parameter Jumlah Daun

Pada tanggal 24 Oktober 2013 atau pada 14 hst, untuk tanaman melon dengan perlakuan tanah ditemukan ada beberapa tanaman yang mati yaitu, tanaman 1, tanaman 2, tanaman 4, dan tanaman 8. Jumlah daun terbanyak ada pada tanaman 6 dan 10 yaitu 6. Jumlah daun yang paling sedikit adalah tanaman 3 dan 9 yaitu 4. Pada tanggal 30 0ktober 2013 atau pada 21 hst tanaman melon dengan perlakuan tanah ditemukan jumlah daun terbanyak ada pada tanaman 6 yaitu 15. Jumlah daun yang paling sedikit adalah tanaman 3 yaitu 4. Pada tanggal 7 November 2013 atau pada 28 hst tanaman melon dengan perlakuan tanah ditemukan jumlah daun terbanyak ada pada tanaman 6 yaitu 25. Jumlah daun yang paling sedikit adalah tanaman 3 yaitu 6. Pada tanggal 14 November 2013 atau pada 35 hst tanaman melon dengan perlakuan tanah ditemukan jumlah daun terbanyak ada pada tanaman 6 yaitu 26. Jumlah daun yang paling sedikit adalah tanaman 2 dan 8 yaitu 3. Pada tanggal 21 November 2013 atau pada 42 hst tanaman melon dengan perlakuan tanah ditemukan jumlah daun terbanyak ada pada tanaman 6 dan 7 yaitu 27. Jumlah daun yang paling sedikit adalah tanaman 2 yaitu 2. Pada tanggal 28 November 2013 atau pada 49 hst tanaman melon dengan perlakuan tanah ditemukan jumlah daun terbanyak ada pada tanaman 7 yaitu 33. Jumlah daun yang paling sedikit adalah tanaman 2 yaitu 4.

Sama halnya dengan tinggi tanaman, hasil jumlah daun yang tumbuh pada tanaman melon dengan ketiga perlakuan tersebut paling banyak jumlah daun terdapat pada perlakuan tanah + sekam dan daun yang paling rendah adalah yanh + serbuk gergaji. Dari hasil tersebut juga diperkuat dengan adanya buku yang berjudul “Penangkaran Benih Kentang”, penggunaan media tanam yang berupa arang sekam lebih menguntungkan dibandingkan dengan penggunaan tanam halus karena dapat menghasilkan umbi kentang lebih banyak (Pitojo, 2004).

(26)

Pembahasan jurnal “Pengaruh Jumlah Buah Dan Pangkas Pucuk(Toping) Terhadap Kualitas Buah Pada Budidaya Melon (Cucumis Melo L.) Dengan Sistem Hidroponik” menyatakan bahwa arang sekam memiliki sifat kasar sehingga sirkulasi udara tinggi, ringan dengan berat jenis sekitar 0,2g/cm3, kapasitas menahan air tinggi dan dapat menghilangkan pengaruh penyakit karena telah melalui tahap sterilisasi, sehingga relatif bersih dari hama, bakteridan gulma(Sari, 2009).

Pada jurnal “Pengaruh Kompos Limbah Talas Terhadap Pertumbahan Dan Hasil Tanaman Melon Pada Tanah Alluvial”, menyatakan bahwa Struktur tanah yang kurang baik dapat menyebabkan memadatnya tanah apabila dilakukan penyiraman. Tanah yang padat maka pori-pori tanah akan menyempit. Keadaan ini dapat mengakibatkan akar akan mengalami kesulitan dalam menembus kedalam tanah sehingga mengurangi penyerapan unsur hara dan air serta kandungan oksigen yang dibutuhkan untuk respirasi akar, dengan demikian perkembangan akar tanaman menjadi terhambat, sehingga berpengaruh juga terhadap bagian-bagian tanaman yang lainnya (Lestari,dkk,2007).

4.2.3 Pembahasan Parameter Umur Awal Berbunga

Pada pengamatan yang telah dilakukan terhadap awal pertumbuhan bunga pada tiap perlakuan didapatkan hasil yang rata-rata berbunga pada tanaman dengan perakuan tanah + sekam dan tanah pada 21 hst. Akan tetapi terdapat hasil tumbuhnya bunga pada perlakuan tanah + serbuk gergaji yang tumbuh pada 35 hst. Hal tersebut juga dikarenakan penggunaan media tanam yang dapat mempengaruhi tumbuhnya bunga.

Pada jurnal “Pengaruh Kompos Limbah Talas Terhadap Pertumbahan Dan Hasil Tanaman Melon Pada Tanah Alluvial”, menyatakan bahwa Struktur tanah yang kurang baik dapat menyebabkan memadatnya tanah apabila dilakukan penyiraman. Tanah yang padat maka pori-pori tanah akan menyempit. Keadaan ini dapat mengakibatkan akar akan mengalami kesulitan dalam menembus kedalam tanah sehingga mengurangi penyerapan unsur hara dan air serta kandungan oksigen yang dibutuhkan untuk respirasi akar,

(27)

dengan demikian perkembangan akar tanaman menjadi terhambat, sehingga berpengaruh juga terhadap bagian-bagian tanaman yang lainnya (Lestari,dkk,2007). Dari jurnal tersebut menyatakan bahwa pemakaian media tanam tanah yang kurang baik maka dapat mempengaruhi pertumbuhan tanaman termasuk tumbuhnya bunga. Akan tetapi dalam hal ini pemakaian media tanah dapat menumbuhkan bunga pada 21 hst sama dengan pertumbuhan bunga pada perlakuan tanah+ sekam yang jauh lebih cepat jika dibandingkan dengan penggunaan media tanah + serbuk gergaji.

Pembahasan dengan jurnal “Pengaruh Abu Serbuk Gergaji Dan Pupuk Bio Organik Terhadap Hasil Melon Pada Tanah Gambut” bahwa perlakuan tanah + serbuk gergaji itu akan lebih efektif bila ada penambahan bahan lain seperti pupuk bio organik. Penambahan abu serbuk gergaji selain dapat meningkatkan pH tanah juga dapat memberikan ketersediaan unsur K, Ca, Mg dan sedikit P pada tanah (Windarto,dkk,2012). Dari jurnal tersebut dapat disimpulkan bahwa pemakaian perlakuan tanah + serbuk gergaji menunjukkan hasil perumbuhan awal bunga yang lambat karena kuranngya persediaan unsur hara yang ada pada media tanam tersebut. Sehingga pertumbuhan bunga pada tanaman tersebut lambat.

(28)

BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan

Pada perbandingan tinggi tanaman melon dengan ketiga perlakuan yaitu kelas E menggunakan perlakuan tanah + serbuk gergaji, kelas F dengan perlakuan tanah + sekam, dan G dengan peralakuan tanah yaitu didapatakan hasil tinggi sebesar 34,33 cm, 110,56 cm, dan 90,8 cm. Jadi perbandingan tanaman melon yang paling tinggi dengan melihat rata-ratanya adalah kelas F dengan perlakuan tanah + sekam dan tinggi tanaman yang rendah adalah kelas E dengan perlakuan tanah + serbuk gergaji. Sama halnya dengan tinggi tanaman, hasil jumlah daun yang tumbuh pada tanaman melon dengan ketiga perlakuan tersebut paling banyak jumlah daun terdapat pada perlakuan tanah + sekam dan daun yang paling rendah adalah yanh + serbuk gergaji. Pada pengamatan yang telah dilakukan terhadap awal pertumbuhan bunga pada tiap perlakuan didapatkan hasil yang rata-rata berbunga pada tanaman dengan perakuan tanah + sekam dan tanah pada 21 hst.

Akan tetapi terdapat hasil tumbuhnya bunga pada perlakuan tanah + serbuk gergaji yang tumbuh pada 35 hst.

5.2 Saran

Pada saat praktikum di kelas, suasananya kurang kondusif. Sebaiknya asisten bisa lebih mengatur suasana kelas supaya lebih kondusif dan seluruh praktikan bisa dengan baik dan efektif dalam menerima materi. Asisten pada saat menerangkan materi masih kurang jelas. Pelafalan harus lebih baik, penguasaan materi juga harus lebih baik lagi kedepannya.

Praktikum lapang seharusnya bisa punya banyak asisten, supaya asisten lapang tersebut bisa lebih konsisten pada satu komoditas saja. Apabila dibutuhkan oleh praktikan bisa langsung membantu praktikan.

Semoga praktikum ke depannya sarana dan prasarana yang ada di lapang lebih baik lagi. Para asisten lapang maupun kelas harus lebih kompak lagi agar tidak timbul kerancuan dalam memberikan informasi yang berkaitan dengan maeri.

(29)

DAFTAR PUSTAKA

Agromedia, Redaksi. 2007.Budidaya Melon. PT. Agromedia Pustaka. Jakarta Selatan.

Anonymousa2013. Morfologi Tanaman Melon.

http://eddym78.wordpress.com/2011/04/03/morfologi-tanaman-melon/.

Diakses pada tanggal 24 Nopember 2013

Anonymousb2013. Pertumbuhan Tanaman Melon.

http://hjjikn8.wordpress.com/2011/04/03/pertumbuhan-tanaman-melon/.

Diakses pada tanggal 24 Nopember 2013

Anonymousc2013. Budidaya Tanaman Melon.

http://8i98jr.google.com/2011/04/03/budidaya-tanaman-melon/. Diakses pada tanggal 24 Nopember 2013

Anonymousd2013. Taksonomi dan morfologi Tanaman Melon.

http://eddym78.wordpress.com/2011/04/03/taksonomi-dan-morfologi- tanaman-melon/. Diakses pada tanggal 24 Nopember 2013

Anonymouse2013. Taksonomi dan morfologi Tanaman Melon.

http://eddym78.wordpress.com/2011/04/03/taksonomi-dan-morfologi- tanaman-melon/. Diakses pada tanggal 24 Nopember 2013

Lestari, dkk. 2007. Pengaruh Kompos Limbah Talas Terhadap Pertumbuhan Dan Hasil Tanaman Melon Pada Tanah Alluvial.Jurusan Agronomi. Fakultas Pertanian. Universitas Tanjungpura

Nuryanto, Heri. 2007. Budidaya Melon. Jakarta : Azkapress.

Pitojo, Setijo. 2004. Penangkaran Benih Kentang. Kanisius. Yogyakarta.

Rukmana, Rahmat. 1996. Melon Hibrida. Penerbit Kanisius. Yogyakarta.

Sari, Anna Yuda Norma. 2009. Pengaruh Jumlah Buah Dan Pangkas Pucuk(Toping) Terhadap Kualitas Buah Pada BudidayaMelon (Cucumis Melo L.) Dengan Sistem Hidroponik. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor.

Soedarya, A. 2010. Agribisnis Melon. Pustaka Grafika. Bandung.

Sudaryono. 2005. Pengaruh Naungan Dan Pemberian Mulsa Terhadap Produksi

(30)

Peneliti Di Pusat Pengkajian Dan Penerapan Teknologi Lingkunan Badan Pengkajian Dan Penerapan Teknologi.

Sutedjo, M.M. 2002 Pupuk dan Cara Pemupukan. PT. Rineka Cipta. Jakarta.

Windarto,dkk. 2012. Pengaruh Abu Serbuk Gergaji Dan Pupuk Bio Organik Terhadap Hasil Melon Pada Tanah Gambut. Fakultas Pertanian.

Universitas Tanjungpura.

(31)

LAMPIRAN

Dokumentasi kelas E peralakuan tanah + serbuk gergaji

Tanaman ke 1 pada 14 hst Tanaman ke 4 pada 14 hst

Tanaman ke 5 pada 14 hst Tanaman ke 6 pada 14 hst

Tanaman ke 9 pada 14 hst Tanaman ke 1 pada 21 hst

(32)

Tanaman ke 2 dan 3 pada 21 hst Tanaman ke 4 dan 5 pada 21 hst

Tanaman ke 6 pada 21 hst Tanaman ke 9 pada 21 hst

Tanaman ke , 2, dan 3 pada 28 hst

Tanaman ke 4 pada 21 hst

(33)

Tanaman ke 5 pada 21 hst Tanaman ke 6 pada 21 hst

Tanaman ke 7 pada 21 hst Tanaman ke 8 pada 21 hst

Tanaman ke 9 pada 21 hst Tanaman ke 10 pada 21 hst

Tanaman ke 1 pada 28 hst Tanaman ke 2 pada 28 hst

(34)

Tanaman ke 3 pada 28 hst Tanaman ke 4 pada 28 hst

Tanaman ke 5 pada 28 hst Tanaman ke 6 pada 28 hst

Tanaman ke 7 pada 28 hst Tanaman ke 8 pada 28 hst

Tanaman ke 9 pada 28 hst Tanaman ke 10 pada 28 hst

(35)

Tanaman ke 1 pada 35 hst Tanaman ke 2 pada 35 hst

Tanaman ke 3 dan 4 pada 35 hst Tanaman 5 pada 35 hst

Tanaman ke 6 pada 35 hst Tanaman 7 pada 35 hst

(36)

Tanaman ke 8 pada 35 hst Tanaman ke 9 pada 35 hst

Tanaman ke 10 pada 35 hst Tanaman ke 1 pada 42 hst

Tanaman ke 2 pada 42 hst Tanaman ke 3 dan 4 pada 42 hst

Tanaman ke 5 pada 42 hst Tanaman ke 6 pada 42 hst

(37)

Tanaman ke 7 pada 42 hst Tanaman ke 9 pada 42 hst

Tanaman ke 10 pada 42 hst

Dokumentasi kelas G perlakuan tanah

Tanaman pada 21 hst Tanaman 3 pada 28 hst

(38)

Tanaman ke 3 pada 28 hst

Tanaman ke 5 pada 28 hst Tanaman ke 6 pda 28 hst

Tanaamn ke 9 pada 28 hst

Tanaman ke 3 pada 35 hst

(39)

Tanaman ke 5 pada 35 hst Tanaman ke 6 pada 35 hst

Tanaman ke 7 pada 35 hst Tanaman ke 9 pada 35 hst

Tanaman Ke 3 pada 49 hst Tanaman Ke 5 pada 49 hst

(40)

Tanaman Ke 6 pada 49 hst Tanaman Ke 7 pada 49 hst

Tanaman Ke 9 pada 49 hst

(41)

LAPORAN PRAKTIKUM

TEKNOLOGI PRODUKSI TANAMAN KOMODITAS MELON (Cucumis melo L.)

Oleh:

Wulan Dian P 125040100111226

Adilla Arifiana 125040100111227 Stephanie Yoenitha I 125040100111237

PROGRAM STUDI AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA

MALANG

2013

(42)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pertanian yang merupakan salah satu sasaran sector pembangunan perekonomian Indonesia ternyata belum bisa sepenuhnya membantu pemerintah.

Salah satu yang menjadi faktor tersebut adalah gagalnya masa panen para petani.

Salah satu penyebab kegagalan tersebut adalah serangan hama dan penyakit pada tanaman. kejadian penyakit dapat mengakibatkan terjadinya penyimpangan dan juga ketidaknormalan pada tanaman sehingga dapat menyebabkan kehilangan hasil tanaman (Siswati,2012).

Tanaman yang terkena penyakit dapat diduga dengan cara mengamati tingkat penyakit yang menyerang pada tanaman tersebut. pengamatan yang dilakukan dapat berupa mengamati bagian tanaman yang sakit seperti daun, buah, batang dan juga pada bagian akar. Pengukuran yang dilakukan yaitu untuk mengukur perkembangan epidermik penyakit dalam suatu tempat/wilayah. Dan untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan penyakit diperlukan penentuan kejadian penyakit/insiden yang dapat dilakukan dengan cara menghitung jumlah atau persentase tanaman sakit yang terserang penyakit (Siswati,2012).

Selama penghitungan tanaman sakit yang berada di lapangan yang perlu diperhatikan yaitu dalam penghitungan tanaman yang sakit dalam menggambarkan tingkat keparahan panyakit yang berbeda pada tiap bagian tanaman berbeda.

1.2 Tujuan

Praktikum teknologi produksi tanaman berkaitan dengan aspek HPT ini bertujuan:

a. Untuk mengetahui seberapa besar keterjadian dan keparahan tanaman melon yang terserang penyakit atau hama

b. Untuk mengetahui cara menghitung tingkat keterjadian dan keparahan penyakit tanaman melon

(43)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi IP + Perhitungan IP

Intensitas serangan adalah tingkat serangan atau tingkat kerusakan tanaman yang disebabkan oleh Organisme Pengganggu Tanaman (OPT) yang dinyatakan secara kuantitatif atau kualitatif (Anonymousa, 2013). Intensitas serangan adalah besarnya serangan penyakit pada suatu area pertanaman yang dapat dinyatakan secara kuantitatif (Anonymous b, 2013).

Menghitung Intensitas penyakit dapat digunakan rumus : I =

x 100%

Keterangan :

I= Intensitas penyakit (%)

n= Jumlah daun yang menunjukkan skor tertentu N= Jumlah daun yang diamati

z= scoring terbesar

v=skor untuk kategori serangan terberat keparahan

(Faria,2011) 2.2 Definisi Musuh Alami

Musuh alami adalah organisme yang ditemukan di alam yang dapat membunuh serangga sekaligus, melemahkan serangga, sehingga dapat mengakibatkan kematian pada serangga, dan mengurangi fase reproduktif dari serangga (Djafaruddin, 2007). Musuh alami adalah suatu mahluk hidup (organisme yaitu Predator, Parasitoid, dan Patogen) yang dapat mengendalikan hama penyakit dan gulma (OPT) (Triharso, 2010).

Macam-macam serangga yang bertindak sebagai musuh alami adalah sebagai berikut :

a. Predator

Predator adalah organisme yang memangsa organisme lainnya untuk kebutuhan makannya. Karakteristik umum dari predator adalah :

1. Membunuh dan memakan mangsanya lebih dari satu hingga mencapai

(44)

2. Ukuran tubuhnya relatif lebih besar dibanding mangsanya.

3. Sifat predasi terdapat pada stadia pra dewasa dan dewasa.

4. Stadia larva/nimfa yang aktif sebagai predator dibantu oleh organ sensorik dan lokomotorik.

5. Perkecualian hanya pada tabuhan predator yang menyimpan mangsanya untuk progeninya.

(Purnomo, 2010) b. Parasitoid

Parasitoid serangga adalah serangga yang stadia pra dewasanya menjadi parasit pada atau di dalam tubuh serangga lain, sementara imago hidup bebas mencari nectar dan embun madu sebagai makanannya. Perbedaan definisi atara parasitoid dan parasita dalah :

1. Parasitoid selalu menghabiskan inangnya didalam perkembangannya, sedangkan parasit tidak.

2. Inang parasitoid adalah serangga juga, sedangkan parasit tidak.

3. Ukuran tubuh parasitoid bisa lebih kecil atau sama dengan inangnya, sedangkan parasit pasti lebih kecil dari inangnya.

4. Parasitoid dewasa tidak lagi melakukan aktivitas parasitasi, akan tetapi hanya disaat masih pada stadia pra dewasa, sementara parasit dalam seluruh stadia hidupnya melakukan parasitasi.

5. Parasitoid hanya berkembang pada satu inang dalam siklus hidupnya, sedangkan parasit tidak.

(Purnomo, 2010) c. Entomopatogen

Entomopatogen adalah organisme heterotrof yang hidup sebagai parasit pada serangga. Cendawan entomopatogen merupakan salah satu jenis bioinsektisida yang dapat digunakan untuk mengendalikan hama tanaman.

Cendawan entomopatogen termasuk dalam enam kelompok mikroorganisme yang dapat dimanfaatkan sebagai bioinsektisida, yaitu cendawan, bakteri, virus, nematoda, protozoa dan ricketsia.

(Anonymousc, 2013)

(45)

d. Patogen Serangga

Patogen serangga adalah mikroorganisme (cendawan, bakteri, virus, protozoa, nematode, dan mikroba lainnya) yang dapat menyebabkan infeksi dan menimbulkan penyakit pada serangga hama.

(Anonymousd, 2013) e. Mikroorganisme Antagonis Penyakit

Penggunaan Agen Pengendali Hayati (APH) dalam mengendalikan organisme pengganggu tanaman (OPT) semakin berkembang karena cara ini lebih unggul dibanding pengendalian berbasis pestisida. Beberapa keunggulan tersebut adalah:

1. Aman bagi manusia, musuh alami;

2. Dapat mencegah timbulnya ledakan OPT sekunder;

3. Produk tanaman yang dihasilkan bebas dari residu pestisida;

4. Terdapat disekitar pertanaman sehingga dapat mengurangi ketergantungan petani terhadap pestisida sintetis; dan

5. Menghemat biaya produksi karena aplikasi cukup dilakukan satu atau dua kali dalam satu musim panen.

Berbagai spesies mikroorganisme telah berhasil ditemukan dan dievaluasi keefektifannya sebagai APH tanaman. Beberapa APH yang telah diteliti diuraikan berikut ini:

1. Bakteri

Kelompok bakteri yang telah banyak diteliti dan digunakan untuk APH adalah genus Bacillus. Diantaranya B. polimyxa, B. subtilis, dan B. thuringiensis. Berdasarkan hasil pengujian di laboratorium dan rumah kaca, B. subtilis nomor isolate BHN 13 yang disolasi dari perakaran tanaman amarilis di Cibadak, Sukabumi, dapat mengendalikan penyakit rebah kecambah yang disebabkan oleh R.

solani pada tanaman krisan. Diduga antibiotik yang dikeluarkan bakteri tersebut dapat menekan pertumbuhan dan perkembangan R. solani.

Pada genus Pseudomonas, yang berpotensi sebagai APH penyakit tanaman antara lain adalah Pf. APH ini kebanyakan berada pada

(46)

mengendalikan penyakit bercak daun akibat infeksi P. phaseicola pada buncis, penyakit layu Fusarium oxysporum pada gladiol, serta penyakit layu bakteri Ralstonia solanacearum pada cabai, tomat, dan jahe. Selain itu, Pf nomor isolate 9 yang ditumbuhkan pada media King’B yang mengandung FeCl3 dan disuspensikan kedalam larutan 0,1 M MgSO4

dapat menekan serangan penyakit akar bengkak yang disebabkan oleh Plasmodiophora brassicae pada tanaman caisin hingga 72,51% dan mempertahankan hasil panen sebanyak 84,15%.

Pf mengeluarkan antibiotik, siderofor, dan metabolit sekunder lainnya yang sifatnya dapat menghambat aktivitas mikroorganisme lain.

Siderofor, seperti pyoverdin atau pseudobacin diproduksi pada kondisi lingkungan tumbuh yang miskin ion Fe. Senyawa ini menghelat ion Fe sehingga tidak tersedia bagi mikroorganisme lain. Ion Fe sangat diperlukan oleh spora F. oxysporum untuk berkecambah. Dengan tidak tersedianya ion Fe maka infeksi F. oxysporum ke tanaman berkurang.

Beberapa jenis antibiotik yang diproduksi oleh Pf adalah pyuloteorin, oomycin, phenazine-1-carbo-xylic acid atau 2,4-diphloroglucinol.

Antibiotik ini efektif menghambat perkembangan populasi dan penyakit yang ditimbulkan oleh cendawan Gaeumannomyces tritici, Thielaiopsis basicola, dan R. solanacearum.

Di samping menekan perkembangan populasi dan aktivitas patogen tanaman, Pf dapat memacu ketahanan tanaman terhadap penyakit. Pf strain G32r dapat memacu aktivitas enzim fenilalanin amoliase, suatu enzim yang terlibat dalam pembentukan gen ketahanan tanaman tembakau. Selain itu, bakteri P. gladioli, P. putida, dan P. aeruginosa serta Xanthomonas malthophillia (Xm) dapat digunakan sebagai APH penyakit tanaman.

2. Cendawan/Jamur

Kelompok cendawan yang telah digunakan sebagai APH penyakit tanaman adalah Trichoderma harzianum dan Gliocladium sp. Pada tahun 2002 telah berhasil diproduksi secara massal biofungisida berbahan aktif T. harzianum dalam bentuk butiran dan tepung yang

(47)

bernama Naturalindo. Biaya produksinya berkisar Rp12.000/kg.

Cendawan lain yang berpotensi sebagai APH penyakit tanaman adalah F. oxysporum nonpatogenik (Fo NP). Beberapa peneliti melaporkan, Fo NP efektif mengendalikan penyakit layu Fusarium pada ubi jalar dan strawberi. Fo NP strain 10-AM dapat memacu pembentukan gen ketahanan pada setek panili terhadap infeksi penyakit busuk batang panili (BBP) dan lebih efektif dibanding fungisida yang biasa digunakan oleh petani. Dengan demikian, untuk memperoleh setek panili bebas penyakit BBP, Fo NP sangat berpotensi menggantikan fungisida sintetis atau teknologi lainnya yang biasa digunakan untuk itu.

3. Actinomycetes

Salah satu kelompok actinomycetes yang telah diteliti dan digunakan sebagai APH penyakit tanaman adalah Streptomycetes.

Mikroba antagonis ini mengandung antibiotik, efektif mengendalikan cendawan R. solani dan F. oxysporum pada kapas, dan sebagai perlakuan benih pada tomat untuk mengendalikan penyakit layu bakteri R. solanacearum. Biakan Streptomyces spp. nomor isolat A 20 efektif menekan serangan Sclerotium rolfsii pada tanaman paprika.

4. Virus

Penggunaan virus sebagai APH penyakit tanaman biasanya dengan strain virus yang dilemahkan, kemudian diinokulasikan pada tanaman.

Metode ini sering disebut dengan inokulasi silang (cross protection) atau imunisasi sehingga tanaman menjadi kebal. Di Indonesia, virus yang dilemahkan, yang dikenal dengan nama Carna-5, terbukti efektif mengendalikan penyakit virus mozaik yang disebabkan oleh cucumber mozaic virus (CMV) pada tanaman tomat dan cabai hingga 96,17%.

Produk ini telah dipasarkan dengan nama dagang BiaRiv-3.

(Annadiah, 2009)

(48)

2.3 Mekanisme Peranan Musuh Alami dalam Menjaga Stabilitas Produksi Menurut Aminatun (2009), pelestarian musuh alami berhubungan dengan cara pengelolaan lahan pertanian yang berpengaruh terhadap agroekosistem didalamnya. Modifikasi faktor lingkungan dapat mengoptimalkan efektivitas musuh alami. Hal tersebut dapat dilakukan dengan cara:

1. Mengurangi frekuensi aplikasi pestisida.

2. Menggunakan pestisida yang lunak seperti mikrobia, sabun atau pestisida botani.

3. Menanam bunga atau kultivar yang menjadi sumber nectar.

4. Pemberian air gula atau penyemprotan protein untuk menarik musuh alami.

5. Menyediakan tempat bersarang atau menghindari merusak sarang lebah.

6. Menanam tanaman yang dapat menjadi alternatif tempat bersembunyi/berlabuh/tempat hidup bagi musuh alami serangga seperti predator dan parasitoid.

7. Menganekaragamkan tanaman budidaya dengan intercropping (tumpangsari), relay cropping (tumpang gilir), dan lainnya.

8. Mengubah cara panen dan/atau cara penanaman untuk menjaga hilangnya tempat berlindung bagi musuh alami.

9. Penggunaan tanaman penutup untuk menambah daya tahan hidup musuh alami.

Berdasarkan Barbosa (1998) dalam Aminatun (2009) menegaskan bahwa diperlukan pengetahuan tentang biologi, perilaku, dan ekologi dari hama dan musuh alami dalam menerapkan strategi konservasi musuh alami. Untuk melaksanakan pelestarian musuh alami sangat diperlukan adanya pengetahuan tentang biologi, perilaku, dan ekologi musuh alami yang akan dilestarikan, karena hal tersebut akan mempengaruhi populasi dan kemampuanya untuk mengendalikan serangga hama. Peningkatan populasi musuh alami perlu dilakukan dengan cara memanipulasi lingkungan agar sesuai dengan habitatnya, sehingga perlu diketahui faktor pembatasnya. Pelestarian musuh alami dapat dilakukan cara:

(49)

1. Pelestarian dengan aplikasi pestisida selektif

Musuh alami lebih rentan terhadap pestisida, sehingga aplikasi pestisida spektrum luas lebih berakibat negatif terhadap populasi musuh alami bila dibandingkan dengan hama. Hal ini dikarenakan:

a. Musuh alami mengambil lebih banyak pestisida. Kebanyakan musuh alami, terutama parasitoid adalah serangga yang kecil bila dibandingkan dengan inangnya. Organisme yang lebih kecil mempunyai rasio volume tubuh dan luas permukaannya lebih besar bila dibandingkan dengan organisme yang besar.

b. Musuh alami mengambil pestisida lebih cepat dibandingkan dengan hama. Umumnya hama menghabiskan siklus hidupnya tidak bergerak kemana-mana, akan tetapi musuh alami terutama parasitoid banyak menghabiskan waktunya terbang mencari nectar pada permukaan tanaman, sehingga kemungkinan terkontaminasi pestisida lebih besar.

c. Musuh alami tidak dapat mendetoksifikasi dengan baik bila dibandingan dengan hama karena hama atau herbivora mempunyai enzim yang mampu mendetoksifikasi senyawa beracun yang ada pada tanaman yang dimakannya. Karnivora tidak mempunyai kemampuan detoksifikasi seperti herbivor.

Dengan alasan-alasan diatas, maka aplikasi pestisida harus dikurangi atau bahkan dihindari.

2. Pelestarian dengan sistem pertanian

Cara ini dilakukan dengan membuat atau meningkatkan peran lingkungan untuk meningkatkan jumlah musuh alami. Ada dua cara yang dapat dilakukan yaitu:

a. Mengubah lingkungan pertanaman

Habitat musuh alami mempunyai tingkat keragaman hayati yang tinggi baik tanaman maupun populasi serangga yang ada. Sistem pertanian monokultur tidak sesuai untuk pelestarian musuh alami, bahkan sangat mendukung percepatan populasi hama. Oleh karena itu, sistem pertanian harus diubah dari monokultur menjadi polikutur.

(50)

berarti dapat menyediakan sumber makanan (nektar dan pollen) bagi musuh alami, menyediakan mangsa atau inang alternatif bagi musuh alami untuk menjaga agar populasinya stabil ketika populasi hamanya menurun, menyediakan habitat yang sesuai, shelter (tempat berlindung) untuk musuh alami dan mikroklimat yang sesuai.

b. Mengubah praktek budidaya

Langkah pertama sebelum mengubah praktek budidaya adalah mengecek apakah praktek budidaya yang diterapkan sekarang menguntungkan bagi musuh alami, dan jika dimodifikasi apakah dapat meningkatkan dampak positif bagi musuh alami. Hal yang perlu dipertimbangkan adalah apakah pengubahan praktek budidaya tersebut juga menguntungkan dari segi hasil akhir atau panen. Sebagai contoh, pertanaman yang banyak ditumbuhi gulma akan berdampak positif bagi musuh alami karena gulma dapat menyediakan banyak nektar, tempat berlindung dan sumber makanan alternatif, akan tetapi hal ini akan mengurangi hasil panen karena adanya kompetisi gulma dengan tanaman budidaya. Contoh lain adalah, pembajakan tanah dapat menurunkan tingkat survival pupa hama yang hidup di tanah, akan tetapi hal ini akan menurunkan tingkat survival musuh alami yang hidup di tanah juga. Oleh karena itu, harus diperhatikan sifat spesifik tanaman, hama dan musuh alaminya, serta komunitas pertanian lokal di mana pendekatan ini akan digunakan.

Dengan melihat dampak negatif dari pengendalian OPT menggunakan bahan kimia berupa pestisida yang diaplikasikan secara tidak tepat terhadap kesehatan manusia dan lingkungan. Maka pengendalian hayati dengan menggunakan musuh alami yang terdiri dari predator, parasitoid, patogen dan agens antagonis dapat menjadi alternatif dalam menekan populasi hama pada lahan pertanian. Oleh karena itu, pelestarian musuh alami menjadi hal penting yang harus dilakukan.

(Anonymouse, 2013)

(51)

Hitung intensitas kerusakan menggunakan rumus Dokumentasikan

Ukur dan nilai intensitas kerusakan tanaman

Amati jumlah daun dan berapa yang terserang pada tanaman contoh Siapkan peralatan tulis dan kamera

Gunakan plastik, kapas, dan alkohol untuk disimpan dan diidentifikasi lebih lanjut dengan buku KDS jika tidak diketahui spesies serangganya

Gunakan sweap net untuk menangkap serangga disekitar tanaman, apabila ada di daun dan di batang cukup diamati saja

Amati tanaman seperti pada daun, batang, dan sekitar tanaman tentang keberadaan serangga

Siapkan plastik, kapas, alkohol, sweap net dan kamera BAB III

METODOLOGI

3.1 Metode Pengamatan yang dilakukan di Lahan untuk IP

3.2 Metode Pengamatan Sampel Arthropoda

(52)

BAB IV PEMBAHASAN

4.1 Penyakit yang Ditemukan

Nama Penyakit Keterangan Gambar Penyakit

Nama Umum : Powdery mildew / Embun Tepung Nama Ilmiah :

Podosphaera fusca Klasifikasi : Kingdom : Fungi Phylum :

Ascomycota Class :

Leotiomycetes Subclass :

Leotiomycetidae Order :

Erysiphales Family :

Erysiphaceae Genus : Podosphaera Species : P. fusca

(Anonymousf,2013)

Ciri –ciri :

adanya tepung putih pada daun terbawah dari tanaman, dimana daun yang terserang warnanya berubah menjadi kuning, coklat dan mengering.

Lalu menular pada daun lainnya sehingga menyebabkan kematian.

(anonymousg,2013) Gejala :

Lapisan tepung putih pada bagian atas daun, yang dapat menyebabkan daun malformasi (mengering akan tetapi tidak gugur). Lapisan tepung putih ini adalah masa konidia jamur. Fase kritis serangan adalah periode pertunasan dan daun muda yang sedang tumbuh, buah muda yang terserang mudah gugur.

Perkembangan penyakit dipengaruhi oleh tinggi tempat.

Pada dataran rendah relatif lebih sedikit. Penyebaran dan perkembangan penyakit terutama pada hari dan cuaca yang cukup lembab, yang diikuti dengan matahari bersinar selama beberapa jam pada musim penghujan.

(CABI,2000)

Gambar literatur

(anonymousg,2013) Gambar Pengamatan

(53)

4.2 Data Intensitas Penyakit

 Tabel Pengamatan Intensitas Penyakit pada Minggu ke-1 (24-10-13) Kategori

Skala Kerusakan

TC3 TC5 TC6 TC7 TC9 TC10

0 1 5 4 4 4 6

1 1 2 1

2 1

3 4

Total daun 3 5 6 5 4 6

 Tabel Pengamatan Intensitas Penyakit pada Minggu ke-2 (30-10-13) Kategori

Skala Kerusakan

TC3 TC5 TC6 TC7 TC9 TC10

0 2 5 11 9 4 4

1 1 1 3 2 2 1

2 1 1 1 1

3 4

Total daun 4 7 15 12 6 5

 Tabel Pengamatan Intensitas Penyakit pada Minggu ke-3 (7-11-13) Kategori

Skala Kerusakan

TC3 TC5 TC6 TC7 TC9 TC10

0 6 8 18 14 9 4

1 2 2 4 1 2

2 3 2 2 1

3 2

4

Total daun 6 10 25 20 12 7

(54)

 Tabel Pengamatan Intensitas Penyakit pada Minggu ke-4 (14-11-13) Kategori

Skala Kerusakan

TC3 TC5 TC6 TC7 TC9

0 11 10 17 13 9

1 3 4 5 1

2 2 3 2

3 1 1 1 2

4 1

Total daun 13 14 26 21 12

4.3 Perhitungan IP

a. Cara Perhitungan Intensitas Penyakit (IP) pada Minggu ke-1 (24-10-13) : IP pada tanaman 3 =

x 100%

=

x 100%

= 3,75 % IP pada tanaman 5 =

x 100%

=

x 100%

= 0 % IP pada tanaman 6 =

x 100%

=

x 100%

= 8,35 % IP pada tanaman 7 =

x 100%

=

x 100%

= 5 %

(55)

IP pada tanaman 9 =

x 100%

=

x 100%

= 0 % IP pada tanaman 10 =

x 100%

=

x 100%

= 0 %

b. Cara Perhitungan Intensitas Penyakit (IP) pada Minggu ke-2 (30-10-13) : IP pada tanaman 3 =

x 100%

=

x 100%

= 18,75 % IP pada tanaman 5 =

x 100%

=

x 100%

= 10,72 % IP pada tanaman 6 =

x 100%

=

x 100%

= 8,33 % IP pada tanaman 7 =

x 100%

=

x 100%

= 8,33 %

IP pada tanaman 9 =

x 100%

= 8,33%

Referensi

Dokumen terkait

Pada budidaya tanaman melon, unsur hara boron dibutuhkan dalam jumlah yang..

Perlakuan media tanam arang sekam dan kompos daun bambu tidak menghasilkan tinggi tanaman yang berbeda, akan tetapi kedua perlakuan tersebut menghasilkan data

Sifat kuantitatif yang diamati yaitu panjang tanaman, jumlah daun, umur berbunga jantan dan betina, jumlah cabang produktif, jumlah buah panen, umur panen,

Perlakuan bakteri pada tanaman yang diinokulasi CMV tidak nyata berpengaruh terhadap tinggi tanaman, lebar daun, waktu berbunga, jumlah bunga dan buah

Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa tidak terdapat interaksi yang nyata antara macam varietas dan dosis aplikasi pupuk urin terhadap tinggi tanaman

Bunga melon berbentuk lonceng berwarna kuning-cerah mirip dengan bunga pada tanaman semangka, memiliki kelopak daun sebanyak lima buah dan kebanyakan bersifat uniseksual

RESPON INDUKSI GIBERELIN (GA3) PADA PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI TANAMAN MELON (Cucumis melo L.) DI MEDIA TANAH ULTISOL BANGKA!. SUKIMAN

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Pada perlakuan pupuk kotoran kambing dengan dosis K2 7,48 kg/plot 20 ton/ha terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman melon berpengaruh sangat nyata,