• Tidak ada hasil yang ditemukan

HASIL DAN PEMBAHASAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "HASIL DAN PEMBAHASAN"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

10

HASIL DAN PEMBAHASAN

Habitat dan Morfologi Jabon

Jabon merah (A. macrophyllus) merupakan tanaman pioner yang toleran cahaya, dapat hidup di dataran rendah sampai ketinggian 50 - 1000 m dpl.

Penyebaran alami jabon merah di Indonesia lebih sempit bila dibandingkan dengan jabon putih, yang meliputi Sulawesi, Maluku dan Papua. Tinggi pohon jabon merah bisa mencapai 40 meter dengan batang bundar dan tegak lurus mencapai 70% - 80% dengan lingkar batang mencapai lebih dari 150 cm (diameter lebih dari 50 cm). Daya tumbuh di lahan kritis juga cukup baik, bahkan bisa dijadikan sebagai buffer zone untuk kepentingan konservasi atau daerah penyangga karena memiliki perakaran yang dalam. Di Hungoyono, Kabupaten Bone Bolango, Gorontalo, jabon merah ditemukan tumbuh dengan subur diatas bukit karst dekat sumber air panas tempat peneluran burung maleo (Macrocephalon maleo) (Halawane et al. 2011).

Jabon putih (A. cadamba) merupakan tanaman pionir yang dapat tumbuh baik pada tanah-tanah aluvial yang lembab dan umumnya dijumpai di hutan sekunder di sepanjang bantaran sungai dan daerah transisi antara daerah berawa, daerah yang tergenang air secara permanen maupun secara periodik. Beberapa pohon jabon terkadang juga ditemukan di areal hutan primer. Jenis ini tumbuh baik pada berbagai jenis tanah, terutama pada tanah-tanah yang subur dan beraerasi baik (Soerianegara & Lemmens 1993).

Penyebaran jabon putih di Indonesia cukup luas meliputi seluruh Sumatera, Jawa Barat, Jawa Timur, Kalimantan Timur, Kalimantan Selatan, seluruh Sulawesi, Nusa Tenggara Barat dan Papua. Jabon tumbuh pada daerah lembab di pinggir sungai, rawa dan kadang-kadang terendam air. Jabon tersebar dari daerah pantai hingga ketinggian 1000 m dpl (Heyne 1987). Jabon termasuk jenis kayu daun lebar yang lunak (ringan). Kayu teras berwarna putih kekuningan sampai kuning terang, tidak dapat dibedakan dengan jelas warnanya dari kayu gubal (Martawijaya et al. 1989). Beberapa ciri morfologi yang membedakan jabon merah dari jabon putih dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1 Perbedaan ciri morfologi jabon merah dan jabon putih No Karakteristik Jabon merah Jabon putih 1

2 3

4 5 6

Tunas daun muda Pangkal daun Urat daun primer Batang muda

Batang pohon dewasa

Warna buah

Berwarna merah

Runcing

Berwarna merah

Berwarna merah kehitaman

Berwarna kehitaman

Buah masak fisiologis berwarna coklat kemerahan

Berwarna coklat muda

Rata

Berwarna hijau kekuningan

Berwarna hijau kecoklatan

Berwarna coklat kelabu

Buah masak fisiologis berwarna kuning Sumber: Martawijaya et al. (1989), Halawane et al. (2011)

(2)

11 Perkembangan M. procris

M. procris merupakan serangga yang mengalami metamorfosis sempurna (holometabola), yaitu terdiri dari telur, larva yang terdiri dari lima instar, pupa dan imago. Perubahan setiap instar larva ditandai dengan terjadinya pergantian kulit pada setiap fase larva. Lama perkembangan M. procris mulai dari telur, larva, pupa sampai imago dengan pakan jabon merah dan putih tersaji pada Tabel 2.

Data stadium dan ukuran pradewasa dan dewasa M. procris ditunjukkan pada Lampiran 1 - 5.

Tabel 2 Rata-rata stadium larva dan pupa serta lama hidup imago Moduza procris pada daun jabon merah dan jabon putih (hari)

Tahap

perkembangan

Jabon merah Jabon putih

N Stadium Stadium

Larva Instar 1 Instar 2 Instar 3 Instar 4 Instar 5 Pupa Imago*

Jantan Betina

50 10 10 10 10 10 10 2 8

16.00 ± 1.91 3.10 ± 0.32 3.20 ± 0.42 3.10 ± 0.32 3.10 ± 0.32 3.50 ± 0.53 8.70 ± 1.06 11.50 ± 3.53 11.75 ± 2.05

17.20 ± 2.47 3.40 ± 0.52 4.50 ± 0.53 3.20 ± 0.42 3.40 ± 0.52 2.70 ± 0.48 8.10 ± 0.99 14.50 ± 2.12 15.25 ± 2.38 * = lama hidup, N = jumlah ulangan (individu)

Telur

Telur berbentuk agak bulat berwarna hijau kekuningan dan terdapat rambut- rambut halus seperti duri pada permukaannya (Gambar 3a). Telur yang diperoleh dari hasil pembedahan imago betina rata-rata berukuran 1.32 mm untuk pakan dengan daun jabon merah, dan 1.36 mm pada jabon putih (Tabel 3). Menurut Morrell (1948), telur M. procris berukuran 1 mm, dengan lama fase telur 3.5 hari.

Telur diletakkan kupu-kupu betina pada ujung daun tanaman inang yang terdapat bekas gigitan larva. Telur berwarna hijau kekuningan, agak bulat berbentuk kubah dengan permukaan berbentuk heksagonal dan terdapat bulu-bulu halus seperti duri (Gambar 3b).

Gambar 3 Telur Moduza procris, (a) hasil pembedahan, (b) menurut Morrell (1948).

.5 mm 0 0..5mm

a b

(3)

12 Tabel 3 Ukuran pradewasa dan imago Moduza procris pada jabon merah dan

jabon putih (mm) Tahap

perkembangan

Jabon merah Jabon putih

N Lebar Panjang

tubuh Lebar Panjang tubuh

Telur Larva*

Instar 1 Instar 2 Instar 3 Instar 4 Instar 5 Pupa

Jantan Betina Imago**

Jantan Betina

10 10 10 10 10 10 2 8 2 8

1.32 ± 0.09 0.91 ± 0.03 1.92 ± 0.02 2.91 ± 0.03 3.91 ± 0.03 4.91 ± 0.02 8.00 ± 0.00 9.83 ± 0.52 55.00 ± 0.00 67.25 ± 0.89

-- 7.20 ± 0.42 9.70 ± 0.43 15.60 ± 0.52 24.20 ± 0.79 33.90 ± 0.74 27.50 ± 0.58 29.63 ± 0.52 16.50 ± 0.71 20.50 ± 0.93

1.36 ± 0.09 0.94 ± 0.01 1.94 ± 0.02 2.93 ± 0.04 3.93 ± 0.04 4.92 ± 0.02 8.50 ± 0.71 10.25 ± 0.71 55.50 ± 0.71 67.63 ± 0.92

-- 7.80 ± 0.42 10.30 ± 0.67 16.30 ± 0.48 24.70 ± 0.48 34.80 ± 0.42 28.00 ± 0.00 30.00 ± 0.54 16.00 ± 1.41 20.88 ± 0.64 Keterangan: * = lebar pada larva adalah lebar kepala, N = jumlah ulangan (individu)

** = lebar pada imago adalah rentang sayap imago

Gambar 4 Larva Moduza procris, (a) instar 1 awal, (b) instar 1 akhir, (c) instar 2, (d) instar 3, (e) instar 4, (f) instar 5.

Larva

Larva M. procris berbentuk silindris (erusiform). Larva tua berwarna coklat tua sampai hitam. Pada ruas tubuh terdapat sejumlah duri. Kepala berwarna coklat tua sampai coklat kemerahan dengan bercak-bercak merah. Pada kepala terdapat ciri khas yaitu adanya semacam tanduk bercabang pada bagian ujung. Larva memakan daun dengan cara menggigit dari ujung daun tanaman dan meninggalkan tulang daun. Semakin besar ukuran stadium larva semakin banyak daun yang dimakan. Larva yang akan berganti kulit berhenti makan untuk sementara waktu. Pergantian kulit ditandai dengan adanya sisa bekas kulit (eksuvia). Eksuvia ini akan dimakan kembali oleh larva kecuali eksuvia kepala.

mm 3

5 mm

cm 1 2.5 mm

mm 6 mm 5

3 mm

1 cm 6 mm

5 mm

a b c

d e f

(4)

13 Larva akan merespon bila diganggu, dan mengeluarkan cairan berwarna hijau sebagai perlindungan diri dari serangan musuhnya.

Larva Instar 1. Larva instar 1 memiliki panjang awal 3 mm dan berwarna coklat kehijauan, sesuai dengan warna daun yang dimakan (Gambar 4a). Setelah keluar dari telur larva mencari pakan di sekitarnya dan mulai memakan tepi daun dalam jumlah yang sedikit serta gerakan larva masih lambat. Rambut-rambut tubuh belum terbentuk. Kepala larva agak bulat dengan lebar 0.91 mm (Gambar 4b). Rata-rata stadium larva instar 1 pada pakan daun jabon merah relatif lebih singkat (3.10 hari), daripada pakan daun jabon putih (3.40 hari) (Tabel 2).

Menurut Morrell (1948), umumnya larva hidup secara soliter pada setiap ujung daun tanaman inangnya. Bourinbaiar dan Huang (2006) menambahkan bahwa aktifitas larva muda relatif rendah, sehingga keberadaannya masih di sekitar daerah peletakkan telur.

Larva Instar 2. Larva instar 2 yang baru berganti kulit mempunyai panjang tubuh sekitar 8 mm. Larva berwarna merah kecoklatan. Pada instar 2 ini larva mulai banyak makan daripada instar sebelumnya. Akhir instar 2, larva memiliki panjang tubuh 10 mm (Gambar 4c). Rata-rata stadium larva instar 2 dengan pemberian pakan daun jabon merah relatif lebih singkat (3.20 hari) daripada jabon putih (4.50 hari). Sebaliknya ukuran larva instar 2 relatif lebih besar pada pakan daun jabon putih daripada jabon merah (Tabel 3). Morrell (1948) melaporkan bahwa larva instar 2 mempunyai panjang tubuh sekitar 6 – 6.5 mm dengan lama stadium 3 hari.

Larva Instar 3. Larva instar 3 memiliki panjang tubuh awal sekitar 13 mm, dengan warna tubuh coklat kehitaman. Pada akhir instar larva mempunyai panjang tubuh sekitar 18 mm, dengan warna yang sama coklat kehitaman. Serabut tubuh mulai tumbuh dan sepasang serabut yang lebih panjang pada bagian kepala yang menyerupai tanduk pada bagian ujung (Gambar 4d). Pada instar 3 larva mulai intens makan akan tetapi tidak dalam jumlah yang banyak. Larva makan untuk mencukupi kebutuhan tubuh dan proses moulting. Rata-rata stadium larva instar 3 dengan pemberian pakan daun jabon merah relatif lebih singkat (3.10 hari) daripada jabon putih (3.20 hari). Sebaliknya ukuran larva relatif lebih besar pada pakan daun jabon putih daripada jabon merah (Tabel 3). Morrell (1948) melaporkan bahwa pada fase ini panjang tubuh larva sekitar 15 - 16 mm dengan lama hidup 3 hari.

Larva Instar 4. Larva instar 4 memiliki panjang tubuh awal sekitar 20 mm, dengan warna tubuh coklat kehitaman (Gambar 4e). Rata- rata stadium larva instar 4 lebih singkat pada pakan daun jabon merah (3.10 hari) daripada daun jabon putih (3.40 hari). Sebaliknya ukuran relatif lebih besar pada pakan daun jabon putih (Tabel 3). Morrell (1948) melaporkan bahwa pada fase ini lama hidup larva berlangsung selama 4 hari, dengan panjang tubuh mencapai 23 - 24 mm.

Larva Instar 5. Larva instar akhir ini memilih panjang tubuh awal 30 mm, dan panjang tubuh akhir 35 mm. Larva berwarna coklat kehitaman (Gambar 4f).

Rata-rata lebar kepala larva mencapai 4.91 mm. Rata-rata stadium larva instar 5

(5)

14 pada pakan daun jabon putih relatif lebih singkat (2.70 hari) daripada jabon merah (3.50 hari). Sebaliknya ukuran relatif lebih besar pada pakan daun jabon putih (Tabel 3). Menurut Morrell (1948), pada fase akhir ini lama hidup larva berlangsung selama 3 hari dengan panjang tubuh 31 mm. Rata-rata stadium larva secara keseluruhan pada pemberian pakan daun jabon merah relatif lebih singkat (16.00 hari) daripada jabon putih (17.20 hari).

Pupa

Bentuk pupa berlekuk-lekuk dan terlihat seperti daun kering yang menggulung. Pupa berwarna coklat kekuningan atau coklat kehitaman. Bagian posterior pupa menempel pada batang atau daun dan terikat oleh benang sutra tipis (kremaster) (Gambar 5). Rata-rata stadium pupa dengan pakan daun jabon putih relatif lebih singkat (8.10 hari) daripada jabon merah (8.70 hari). Sebaliknya ukuran pupa baik jantan maupun betina relatif lebih besar pada pakan daun jabon putih daripada daun jabon merah (Tabel 3).

Gambar 5 Pupa Moduza procris, (a) ventral, (b) dorsal, (c) lateral.

Imago

Imago yang baru keluar dari pupa sayapnya masih pendek, lunak, dan berkerut.

Setelah beberapa saat, sayap-sayap akan berkembangdan mengeras, pigmentasi akan terbentuk, dan imago siap melanjutkan perkembangannya. Kupu-kupu M. procris berwarna hitam, coklat kemerahan dengan spot putih berbentuk huruf V, bagian ventral berwarna putih kehijauan, warna pada betina dan jantan sulit dibedakan karena sangat mirip (Gambar 6a dan 6b). Perbedaan antara jantan dan betina dapat dilihat dari ukuran tubuh. Ukuran tubuh pada jantan relatif lebih kecil dari betina.

Selain itu pada abdomen betina dicirikan dengan adanya ovipositor, sedangkan pada jantan tidak terdapat ciri tersebut.

Proses kopulasi pada kupu-kupu berlangsung selama 50 menit (Gambar 6c).

Pada akhir kopulasi biasanya sayap imago rusak. Kupu-kupu betina lebih banyak dari jantan dengan nisbah kelamin 8 : 2. Imago betina yang melakukan kopulasi dengan cahaya matahari yang cukup, setelah dilakukan pembedahan mampu menghasilkan telur 17 - 43 butir. Morrell (1948) melaporkan bahwa imago betina hanya meletakkan 1 telur pada satu daun tumbuhan inangnya. Jumlah telur yang diletakkan tergantung kecukupan nutrisi dan cahaya matahari. Morrell (1960) juga melaporkan bahwa semua spesies Nymphalidae terbang dengan kuat dan cepat.

Kebanyakan imago jantan sangat menyukai cahaya matahari, sehingga kopulasi dilakukan pada tempat yang banyak terdapat cahaya.

a b c

(6)

15

Gambar 6 Imago Moduza procris, (a) jantan, (b) betina, (c) kopulasi jantan dan betina.

Lama hidup imago betina yang diberi pakan daun jabon merah relatif lebih singkat (11.75 hari) daripada jabon putih (15.25 hari) (Tabel 2). Hasil yang sama juga terjadi pada imago jantan dengan lama hidup 11.50 hari pada pakan daun jabon merah, dan 14.50 hari pada pakan daun jabon putih. Sebaliknya rata-rata ukuran imago betina maupun jantan relatif lebih besar pada pakan daun jabon putih daripada jabon merah (Tabel 3). Secara keseluruhan hasil pengamatan lama stadium dan ukuran M. procris tidak menunjukkan hasil yang berbeda nyata antara jabon merah dan jabon putih.

Parasitoid M. procris

Selama penelitian ditemukan dua jenis parasitoid pada pupa, yaitu Theronia sp. (Hymenoptera: Ichneumonidae), dan Brachymeria lassus (Hymenoptera:

Chalcididae) (Gambar 7a dan 7b). Jumlah kedua jenis parasitoid ini tersaji pada Tabel 4. Data pengamatan parasitoid yang ditemukan selama penelitian dapat dilihat pada Lampiran 6.

Tabel 4 Parasitoid yang keluar dari pupa Moduza procris (ekor) Parasitoid Jumlah pupa

terparasit Jumlah parasitoid

yang keluar Jumlah parasitoid per inang

Theronia sp. 6 6 1

Brachymeria lasus 5 69 11 - 17

b

1 cm 1 cm

a

c

(7)

16 Parasitoid merupakan serangga yang bersifat sebagai parasit pada serangga atau binatang Arthropoda yang lain. Parasitoid bersifat parasitik pada fase pradewasa (larva) sedangkan pada fase dewasanya biasanya hidup bebas dan tidak terikat pada inangnya. Jumlah parasitoid yang ditemukan lebih banyak pada jabon merah, akan tetapi selama pengamatan tidak ditemukan gejala awal larva atau pupa yang terserang parasitoid. Menurut Untung (1996), kebanyakan famili Ichneumonidae merupakan parasitoid soliter, yaitu hanya ada satu individu yang muncul dalam satu pupa. Purnomo (2000) juga menyatakan bahwa Ichneumonidae merupakan famili yang banyak bertindak sebagai parasitoid pada bermacam inang. Menurut Soviani (2012), yang melaporkan bahwa sebagian besar famili Chalcididae merupakan parasitoid primer Lepidoptera.

Gambar 7 Parasitoid pada Moduza procris, (a) Theronia sp., (b) Brachymeria lassus.

Selain parasitoid yang ditemukan, ada beberapa jenis parasitoid yang diketahui menyerang hama jabon di lapangan. Menurut Susanty (2014), yang melaporkan bahwa ada lima jenis parasitiod yang menyerang hama Artrochista hilaralis. Kelima jenis parasitoid tersebut yaitu Phanerotoma sp., Chelonus sp., Apanteles sp., Tetrastichus sp., dan Ooencyrtus sp..

Kandungan Kimia Daun 1. Uji Proksimat

Analisis proksimat pertama kali dikembangkan di Weende Experiment Station Jerman oleh Hennerberg dan Stokmann. Oleh karena itu analisis ini sering juga dikenal dengan analisis Weende. Analisis proksimat dilakukan untuk mengetahui komponen utama dari suatu bahan. Analisis ini menjadi perlu untuk dilakukan karena menyediakan data kandungan utama dari suatu bahan makanan atau pakan (Soejono 1990). Faktor lain adalah karena analisis proksimat dalam makanan berkenaan dengan kadar gizi dari bahan makanan tersebut (Hui 2006).

Berdasarkan hasil pengujian proksimat, daun jabon putih mengandung kadar air, protein, serat kasar, nitrogen, ADF dan lignin dalam jumlah yang lebih banyak daripada daun jabon merah. Sebaliknya daun jabon merah lebih banyak mengandung lemak dan selulosa. Kandungan lainnya seperti kadar abu, Bahan Ekstra Tanpa Nitrogen (BETA-N), Ca, P dan silika dalam jumlah yang relatif

b

7 mm 11 mm

a

(8)

17 sama. Kandungan NaCl pada kedua jabon tersebut ada dalam persentasi yang sama (Tabel 5).

Tabel 5 Hasil analisis kandungan senyawa primer pada daun jabon merah dan jabon putih (%)

Jenis analisis Jabon merah Jabon putih Kadar air

Kadar abu Protein kasar Serat kasar Lemak total BETA-N Calsium (Ca) Phospor (P) Nitrogen (N)

Natrium Clorida (NaCl) ADF Selulosa

Lignin Sillika

91.81 6.95 14.78 10.77 3.15 56.16 1.84 0.32 2.36 0.03 31.40 10.13 21.19 0.07

96.35 6.72 16.44 14.49 2.41 56.29 1.47 0.25 2.63 0.03 38.72 2.39 24.21 0.04

Hasil pengujian asam amino pada daun jabon merah dan putih cenderung berbeda. Kandungan asam amino daun jabon merah lebih rendah dari pada daun jabon putih. Kandungan asam amino tertentu seperti asam aspartat, asam glutamat, serin, glysin, alanin, prolin, tyrosin dan sistein relatif lebih tinggi pada jabon putih. Golongan asam amino esensial seperti arginin, threonin, metionin, iso-leusin, leusin dan phenilalanin lebih tinggi pada jabon putih. Pada jabon merah kandungan asam amino esensial paling tinggi adalah histidin dan valin (Tabel 6).

Tabel 6 Hasil pengujian kimia asam amino pada daun jabon merah dan jabon putih (%)

Unsur asam amino Jabon merah Jabon putih

Asam Aspartat Asam Glutamat Serin

Glysin Histidin*

Arginin*

Threonin*

Alanin Prolin Tyrosin Valin*

Metionin*

Sistein Iso-leusin*

Leusin*

Phenilalanin*

Lisin

1.36 3.27 0.43 1.15 0.52 0.47 0.38 0.98 0.59 0.61 0.43 1.03 0.28 0.42 1.13 0.44 1.20

1.41 3.29 0.50 1.32 0.50 0.53 0.39 1.12 0.71 0.68 0.39 1.13 0.31 0.84 1.24 0.62 1.18

* = asam amino essensial

(9)

18 2. Uji Fitokimia

Fitokimia merupakan suatu metode untuk menentukan ciri senyawa aktif penyebab efek racun atau efek yang bermanfaat. Senyawa hasil identifikasi ditunjukkan oleh ekstrak tumbuhan kasar yang diuji dengan sistem biologi (Harborne 1987). Hasil uji golongan senyawa metabolik sekunder ini ditandai dengan terjadinya perubahan warna dari serbuk daun jabon setelah ditambahkan pereaksi sesuai dengan uji senyawa yang dilakukan.

Hasil identifikasi dari warna yang dihasilkan pada pengujian fitokimia, diperoleh dua jenis senyawa yaitu kuinon dan steroid (Tabel 7). Senyawa kuinon merupakan senyawa berwarna dan mempunyai kromofor dasar seperti kromofor pada benzokuinon, yang terdiri atas dua gugus karbonil yang berkonjugasi dengan dua ikatan rangkap karbon-karbon (Harborne 1987). Senyawa kuinon hasil uji termasuk dalam kelompok antrakuinon. Hal ini sejalan dengan Robinson (1991) yang menyatakan bahwa golongan kuinon alam terbesar terdiri atas antrakuinon dan keluarga tumbuhan yang kaya akan senyawa jenis ini, salah satunya adalah tumbuhan dari famili Rubiacea.

Tabel 7 Hasil pengujian senyawa metabolik sekunder pada daun jabon merah dan jabon putih

Senyawa aktif Hasil identifikasi

Jabon merah Jabon putih Alkaloid

Flavanoid Kuinon Tanin Saponin Steroid Triterpenoid

- - ++ - ++ - -

- - + - + -

Keterangan: (-) = negatif, (+) = positif tetapi lemah, (++) = positif dan kuat -

Senyawa kedua yang terdeteksi yaitu steroid. Steroid adalah terpenoid yang kerangka dasarnya terbentuk dari sistem cincin siklopentana prehidrofenantrena.

Menurut Robinson (1995), steroid merupakan golongan senyawa metabolik sekunder yang banyak dimanfaatkan sebagai obat. Kedua senyawa yang terdapat pada tumbuhan ini diduga berperan sebagai pelindung dari serangga dan serangan mikroba yang bersifat merugikan (Harborne 1987, Robinson 1995).

Preferensi Makan M. procris

Pada metode pilihan, rata-rata luas daun yang dimakan oleh larva instar 4 pada jabon merah lebih banyak (105.61 ± 25.82 cm²) daripada jabon putih (18.11

± 10.02 cm²) (Tabel 8). Sebaliknya pada metode tanpa pilihan, larva relatif lebih banyak memakan daun jabon putih (141.23 ± 19.85 cm²) daripada daun jabon merah (130.08 ± 23.06 cm²). Data luasan daun yang dimakan larva per hari pada metode pilihan dan tanpa pilihan ditunjukkan pada Lampiran 7 - 8.

Hal tersebut menunjukkan bahwa pada preferensi makan metode pilihan, selama proses perkembangannya larva lebih memilih pakan daun jabon merah daripada daun jabon putih, dan menunjukkan hasil yang berbeda nyata.

Sebaliknya pada metode tanpa pilihan, larva relatif lebih banyak memakan pakan

(10)

19 Tabel 8 Jumlah luasan daun jabon merah dan jabon putih yang dimakan oleh larva Moduza procris instar 4 pada metode pilihan dan tanpa pilihan (cm²)

Metode Jabon merah Jabon putih P*

Pilihan 105.61 ± 25.82 18.11 ± 10.02 0.0001 Tanpa pilihan 130.08 ± 23.06 141.23 ± 19.85 0.4360

* P > 0,05 menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata

daun jabon putih daripada daun jabon merah, meskipun tidak menunjukkan hasil yang berbeda nyata.

Pengamatan selama tiga hari menunjukkan bahwa untuk metode pilihan jumlah luasan daun jabon merah yang dikonsumsi larva jauh lebih banyak dan terjadi peningkatan dari hari pertama sampai hari ke-tiga sebelum larva mulai berganti kulit menjadi instar 5 (Gambar 8a). Sebaliknya pada pakan daun jabon putih konsumsi daun tidak terlalu banyak walaupun terjadi peningkatan dari hari pertama sampai hari ke-tiga. Pada metode tanpa pilihan, larva memakan daun jabon merah dan daun jabon putih dalam jumlah yang relatif sama. Namun pada pakan daun jabon putih terdapat penurunan konsumsi pada hari terakhir instar 4, sedangkan pada pakan daun jabon merah hal tersebut tidak terjadi (Gambar 8b).

Gambar 8 Luas daun yang dimakan oleh larva per hari pada jabon merah dan putih dengan metode pilihan (a) dan tanpa pilihan (b)

JM = jabon merah, JP = jabon putih.

Pada preferensi makan dengan metode tanpa pilihan larva instar 4 relatif lebih banyak makan daun jabon putih daripada daun jabon merah. Hal ini diduga kandungan nutrisi (senyawa primer) lebih banyak terdapat pada daun jabon putih.

a

b

(11)

20 Nutrisi tersebut diantaranya adalah kadar air, protein kasar, karbohidrat (serat kasar dan BETA-N), ADF dan lignin. Kebutuhan akan air untuk proses metabolisme tubuh tergantung pada kandungan air yang terdapat di dalam daun (pakan yang di konsumsi). Hal ini sejalan dengan Purnomo et al. (2008) yang melaporkan bahwa kandungan air yang tinggi pada suatu pakan berkorelasi positif dengan pemilihan inang bagi serangga fitofag.

Nutrisi penting kedua yang dibutuhkan oleh larva M. procris dalam perkembangannya yaitu nutrisi protein kasar dan karbohidrat (serat kasar dan BETA-N). Protein dan karbohidrat banyak terdapat pada daun jabon putih. Protein adalah nutrisi utama yang dibutuhkan oleh serangga fitofag, dan ini paling sering menjadi nutrisi pembatas untuk pertumbuhan optimal serangga. Protein juga termasuk salah satu zat penting yang sangat dibutuhkan tubuh untuk pertumbuhan dan memperbaiki jaringan tubuh yang rusak. Selain itu, protein juga mempengaruhi kualitas makanan secara keseluruhan, dalam hal ini berhubungan dengan keseimbangan asam amino esensial yang tersedia dalam protein (Bernays

& Chapman 1994). Kandungan karbohidrat pada suatu pakan diduga berperan membantu mengoptimalkan pertumbuhan larva (Ahmad & Kamal 2001).

Selain nutrien penting di atas yang tak kalah penting yaitu lemak, kadar abu dan nutrisi pendukung lainnya, seperti ADF, lignin dan selulosa. Lemak merupakan bentuk simpanan energi paling utama dalam tubuh disamping sebagai sumber gizi esensial bagi serangga fitofag (Bernays & Chapman 1994). Kadar abu pada analisis proksimat tidak memberikan nilai nutrisi yang penting karena abu tidak mengalami pembakaran sehingga tidak menghasilkan energi. Jumlah abu dalam bahan pakan hanya penting untuk menentukan perhitungan BETA-N. Nilai ADF pada daun mewakili kandungan lignin dan selulosa dinding sel tanaman.

Selain itu nilai ADF ini juga secara khusus berhubungan langsung dengan kemampuan cerna pakan pada hewan (Soejono 1990).

Makanan serangga fitofagus umumnya mempunyai kandungan nitrogen dan air yang tinggi dibutuhkan untuk mempercepat pertumbuhannya. Kadar nitrogen dan air dalam daun dapat berfluktuasi karena berhubungan dengan musim dan fenologi tumbuhan, keadaan ini dapat mempengaruhi kehidupan (performance) serangga ini (Ahmad & Kamal 2001). Selain itu, Sanchez (1992) juga melaporkan bahwa kehilangan nitrogen dari tanah disebabkan oleh penguapan, pencucian, denitrifikasi, pengikisan dan penyerapan oleh tanaman. Pada lapisan atas biasanya kandungan N lebih tinggi yaitu sekitar 95% dan umumnya menurun dengan kedalaman tanah yaitu sekitar 60%. Hasil pengujian fitokimia menunjukan bahwa kandungan kuinon dan steroid yang terdeteksi pada daun jabon putih dalam jumlah yang lebih sedikit, sehingga menyebabkan dipilihnya pakan daun jabon putih oleh larva ini. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Nuringtyas et al. (2007) yang melaporkan bahwa larva cenderung memilih pakan dengan kandungan senyawa metabolik sekunder dalam jumlah yang sedikit.

Preferensi makan dengan metode pilihan, menunjukkan bahwa larva lebih memilih pakan daun jabon merah daripada daun jabon putih (Tabel 8). Hal ini diduga karena kandungan nutrisi yang terdapat pada pakan mempunyai fungsi dan pemanfaatan yang berbeda-beda sesuai kebutuhan larva. Pada jabon putih kandungan nutrisi penting seperti kadar air, protein, karbohidrat (serat kasar dan BETA-N), lignin, nitrogen dan kandungan lainnya dalam persentase yang banyak.

Akan tetapi, persentase serat kasar dan lignin yang terdapat pada daun jabon putih

(12)

21 dalam jumlah yang banyak dapat menjadi faktor terjadinya antifeedant. Hal ini sejalan dengan Syahputra (2005) yang melaporkan bahwa serat dan lignin diduga dapat mempengaruhi laju konsumsi larva, sehingga berhenti makan dan mulai memilih pakan lain yang lebih sedikit kandungan serat kasar dan lignin.

Kandungan nitrogen yang tinggi pada jabon putih juga kurang berperan pada larva instar akhir, karena kandungan nitrogen lebih banyak dibutuhkan oleh larva instar awal daripada larva instar akhir (Bernays & Chapman 1994). Selain itu pada pakan daun jabon merah kandungan lemak dalam persentase yang lebih banyak daripada pakan daun jabon putih (Tabel 5). Disamping berfungsi sebagai sumber energi, lemak juga berperan sebagai struktur membran dan yang paling penting yaitu sebagai komponen kulit pelindung, karena salah satu jenis lemak dalam bentuk sterol merupakan prekursor hormon moulting exdison (Bernays &

Chapman 1994). Schoonhoven (1997) juga melaporkan bahwa lemak berperan sebagai salah satu lini pertahanan bagi serangga. Hal ini disebabkan aktivitas MFO (Mixed-Function-Oxidase) juga berlangsung pada jaringan lemak tubuh larva.

Menurut Ahmad (1982), larva Lepidoptera generalis memiliki aktivitas MFO yang lebih tinggi daripada serangga spesialis. Sistem polisubstrat monooksigenase (PSMOs) atau sistem MFO sebenarnya secara genetik sudah ada pada tubuh serangga. Hal ini dapat menyebabkan larva M. procris mampu beradaptasi dan bersifat toleran terhadap senyawa-senyawa metabolik yang dihasilkan oleh tanaman inangnya. Perilaku beradaptasi terhadap lingkungan sangat diperlukan oleh serangga untuk mengatasi rintangan yang merupakan pertahanan tumbuhan misalnya rintangan kandungan allelokimia, fisik tanaman dan ekologi. Keadaan ini membuat serangga harus dapat mematahkan pertahanan tanaman, baik pertahaan kimia maupun pertahanan fisik agar tetap bertahan hidup (survive). Menurut Schoonhoven (1997), hal serupa juga terjadi pada ulat tembakau Spodoptera frugiperda, yang mampu beradaptasi dengan senyawa nikotin yang dihasilkan oleh tanaman tembakau. Syahputra et al. (2004) juga melaporkan bahwa, sistem metabolisme senyawa aktif pada serangga tersebut membentuk konjugat yang larut dalam air. Konjugat ini kemudian dikeluarkan dari tubuh bersama-sama dengan kotoran serangga.

Berdasarkan hasil tersebut diatas, maka daun jabon putih dapat dijadikan sumber pakan penting pada fase awal pertumbuhan larva. Hal ini disebabkan pada daun jabon putih lebih banyak mengandung nutrisi penting yang dibutuhkan larva untuk tumbuh dan berkembang. Sebaliknya daun jabon merah mengandung beberapa senyawa primer penting yang berperan sebagai pelindung dan sistem pertahanan bagi larva M. procris terhadap senyawa kimia yang terdapat pada daun jabon.

Gambar

Tabel 2  Rata-rata stadium larva dan pupa serta lama hidup imago Moduza procris  pada daun jabon merah dan jabon putih (hari)
Gambar 4   Larva Moduza procris, (a) instar 1 awal, (b) instar 1 akhir,   (c) instar 2, (d) instar 3, (e) instar 4, (f) instar 5
Gambar 6  Imago Moduza procris, (a) jantan, (b) betina, (c) kopulasi   jantan dan betina
Gambar 7   Parasitoid pada Moduza procris, (a) Theronia sp.,  (b) Brachymeria lassus.
+4

Referensi

Dokumen terkait

Pipiet bertanya karena dia tahu Pak Jenggot miskin dan mungkin juga akan senang kalau kebunnya menghasilkan sayur-sayuran dan buah- buahan.. Untung sekali Pak

Jika segala hal yang dipaparkan sebelumnya telah digabungkan dengan algoritma program dinamis sekuensial yang telah dijelaskan diatas, masalah pemotongan bahan baku

Ruang perkuliahan yang dimiliki oleh Untag Surabaya untuk seluruh program studi yang dimiliki saat ini, dan seluruh mahasiswa aktif sekitar 11.000 orang masih mampu

Untuk menghindari bencana yang menimpa desa tersebut, maka dengan kesepakatan masyarakat Desa Jumpai diadakanlah pementasan Tari Telek Anak-Anak dengan Barong Ket

Faktor yang menyebabkan pembelajaran STAD tidak lebih baik daripada pembelajaran konvensional adalah jika dilihat dari hasil penelitian di SMP 01 PGRI Semarang

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh Financial Sustainability yang diproksikan oleh CAR, FDR, ROA, ROE, NOM dan BOPO terhadap jangkauan BPR Syariah yang

Sedangkan pada penelitian lainnya yang berjudul "The Mediating Effect of Intellectual Capital, Management Accounting Information Systems, Internal Process Performance,

Suatu pernyataan dapat dikategorikan sebagai fitnah apabila memenuhi syarat-syarat berikut: (1) mengandung tuduhan; (2) menjelekkan orang lain; (3) arah tuduhannya