• Tidak ada hasil yang ditemukan

SKRIPSI IMPLEMENTASI KEBIJAKAN KURIKULUM 2013 (STUDI PADA 3 SEKOLAH MENENGAH ATAS DI KABUPATEN ENREKANG) RAHMI B E211 14 306

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "SKRIPSI IMPLEMENTASI KEBIJAKAN KURIKULUM 2013 (STUDI PADA 3 SEKOLAH MENENGAH ATAS DI KABUPATEN ENREKANG) RAHMI B E211 14 306"

Copied!
140
0
0

Teks penuh

(1)

SKRIPSI

IMPLEMENTASI KEBIJAKAN KURIKULUM 2013 (STUDI PADA 3 SEKOLAH MENENGAH ATAS DI

KABUPATEN ENREKANG)

RAHMI B E211 14 306

PROGRAM STUDI ADMINISTRASI NEGARA DEPARTEMEN ILMU ADMINISTRASI FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS HASANUDDIN

2018

(2)

ii ABSTRAK

Rahmi B (E211 14 306), Implementasi Kebijakan Kurikulum 2013 (Studi Pada 3 Sekolah Menengah Atas Di Kabupaten Enrekang), xiv + 113 halaman + 5 Tabel + 8 Gambar + 31 Pustaka (1983-2015) + Lampiran + Dibimbing oleh Dr. H. Muh. Thahir Haning, M.Si. dan Dr. Muhammad Rusdi, M.Si.

Kurikulum 2013 adalah kurikulum baru yang lahir untuk menjawab tuntunan terhadap aspek kehidupan yang rencananya akan diterapkan di semua sekolah pada tahun 2018. Kabupaten Enrekang adalah salah satu Kabupaten yang telah menerapkan Kurikulum 2013 di sekolah-sekolah yang ada di Kabupaten Enrekang. Namun, dalam implementasinya masih terdapat permasalahan yang terjadi seperti kesiapan guru dan siswa yang masih kurang, sarana prasarana yang belum memadai serta pengelolaan nilai yang rumit. Oleh karena itu penulis hendak mengetahui bagaimana implementasi Kurikulum 2013 di Kabupaten Enrekang khususnya pada Sekolah Menengah Atas.

Tujuan penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan implementasi kebijakan Kurikulum 2013 dan faktor yang mempengaruhi pengimplementasian kebijakan ini serta mengetahui kendala-kendala yang dihadapi dalam implementasi Kurikulum 2013.

Adapun pendekatan penelitian yang digunakan adalah pendekatan kualitatif yang bersifat deskriptif. Teknik pengumpulan data adalah dengan wawancara, observasi, dan dokumentasi sedangkan sumber data yang digunakan berasal dari data primer dan data sekunder.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa Implementasi kebijakan Kurikulum 2013 di Sekolah Menengah Atas di Kabupaten Enrekang belum mampu diterapkan secara efektif karena tujuan dan sasaran belum ada yang tercapai secara maksimal. Dari enam indikator yang digunakan masih ada yang perlu diperbaiki seperti sumberdaya dalam hal ini sarana dan prasarana sekolah yang masih minim, motivasi belajar siswa lebih ditingkatkan, pelatihan kepada guru-guru yang belum paham tentang Kurikulum 2013, sosialisasi tentang Kurikulum 2013 kepada orang tua harus lebih ditingkatkan dan keterlibatan lingkungan sosial dalam hal ini adalah orang tua dan masyarakat perlu meningkatkan kepedulian mereka tehadap pendidikan anaknya. Dari lima karakteristik Kurikulum 2013 sudah tiga indikator yang telah dicapai walaupun belum maksimal seperti pengalaman lapangan, strategi belajar individual personal dan kemudahan belajar. Sedangkan dua indicator yang lainnya pencapaiannya masih minim. Kedua indikator yang dimaksud adalah mendayagunakan keseluruhan sumber belajar dan belajar tuntas.

Kata kunci: Implementasi kebijakan, Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2013, Kurikulum 2013

UNIVERSITAS HASANUDDIN

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

(3)

iii ABSTRACT

Rahmi B (E211 14 306), Implementation of Curriculum 2013 Policy (Study In 3 High Schools In Enrekang Regency), xiv + 113 pages + 5 Table + 8 Images + 31 Reader (1983-2015) + Appendix + Guided by Dr. H. Muh. Thahir Haning, M.Si. and Dr. Muhammad Rusdi, M.Si.

Curriculum 2013 is a new curriculum created as the guidance of all to aspects of life which is planned to be implemented in the whole schools in 2018.

Enrekang regency is one of the regencies which has been implementing Curriculum 2013 in the schools located in Enrekang regency. However, within the implementation, there are several problems, such as the lack of teacher and student readiness, insufficient facilities, and difficult scoring management.

Therefore, the writer wanted to know how the implementation of Curriculum 2013 is especially, in senior high school of Enrekang regency.

The research aimed to describe the implementation of the Curriculum 2013 policy and the factors that influence this implementation. Furthemore, the writer wanted to know the obstacles in implementing the Curriculum 2013.

The research used descriptive qualitative approach. The data were collected through interview, observation, andTechnique of data collecting is by interview, observation, and documentation. In addition, the source of data was primer data and secondary data.

The research results shows that the implementation of Curriculum 2013 policy in senior high school in Enrekang regency has not been able to be applied effectively because the goals and the target have not been achieved maximally.

From the six indicators used, there are still things that need to be revised such as resources in this case school facilities and infrastructures are still minimal, student’s motivation should be more improved, conducting training for teacher who do not understanding about the Curriculum 2013, Curriculum 2013 socialization toward parents should be enhanced and social environment involvement in this case are parents and the citizen are demanded to have awareness about the education of their children. From the five characteristics of Curriculum 2013 three indicators have been achieved although they are not achieved maximally such us field experience, individualized learning strategies personal and ease of learning. Furthermore, the other two indicators have minimum level in achievement. The two indicators are using the whole learning resources and completed learning.

Keywords: Policy Implementation, Government Regulation No. 32 of 2013, Curriculum 2013

UNIVERSITAS HASANUDDIN

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

(4)

iv LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN

Saya yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama : Rahmi B

NIM : E211 14 306

Program Studi : Administrasi Negara Menyatakan bahwa skripsi yang berjudul “Implementasi Kebijakan Kurikulum 2013 (Studi pada 3 Sekolah Menengah Atas di Kabupaten Enrekang)”

adalah benar-benar merupakan hasil karya pribadi dan seluruh sumber yang dikutip maupun dirujuk telah saya nyatakan benar dalam daftar pustaka.

Makassar, 01 Maret 2018 Yang membuat pernyataan, UNIVERSITAS HASANUDDIN

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

(5)

v LEMBAR PENGESAHAN SKRIPSI

Nama : Rahmi B

NIM : E211 14 306

Program Studi : Administrasi Negara

Judul Skripsi : Implementasi Kebijakan Kurikulum 2013 (Studi pada 3 Sekolah Menengah Atas di Kabupaten Enrekang)

Telah diperiksa oleh Pembimbing I dan Pembimbing II dan dinyatakan layak untuk Ujian Skripsi, Departemen Ilmu Administrasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Hasanuddin.

Makassar, 01 Maret 2018 Menyetujui:

UNIVERSITAS HASANUDDIN

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

Pembimbing I,

Dr. H. Muh. Thahir Haning, M. Si.

Nip 19570507 198403 1001

Pembimbing II,

Dr. Muhammad Rusdi, M.Si.

Nip 19700301 199902 1 001

(6)

vi LEMBAR PENGESAHAN SKRIPSI

Nama : Rahmi B

NIM : E211 14 306

Program Studi : Administrasi Negara

Judul Skripsi : Implementasi Kebijakan Kurikulum 2013 (Studi pada 3 Sekolah Menengah Atas di Kabupaten Enrekang)

Telah dipertahankan di hadapan Sidang Penguji Skripsi Program Sarjana Departemen Ilmu Administrasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Hasanuddin, pada hari Jum’at 23 Februari 2018.

Makassar, 01 Maret 2018

Dewan Penguji Skripsi UNIVERSITAS HASANUDDIN

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

(7)

vii KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah Subhanahu Wa Ta’ala yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga atas izin-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Implementasi Kebijakan Kurikulum 2013 (Studi pada 3 Sekolah Menengah Atas di Kabupaten Enrekang)” dapat penulis selesaikan pada waktu yang telah ditargetkan

Penulis menyusun skripsi ini dalam rangka memenuhi salah satu persyaratan untuk mencapai gelar sarjana (S1) pada Program Studi Administrasi Negara, Departemen Ilmu Administrasi Universitas Hasanuddin.

Penulis menyadari bahwa terselesaikannya Skripsi tak lepas dari campur tangan berbagai pihak. Untuk itulah penulis ingin berterimakasih sebesar- besarnya dan memberikan penghargaan setinggi-tingginya kepada pihak-pihak terkait

Dengan selesainya penulisan skripsi ini, penulis juga mengucapkan terima kasih yang tiada tara kepada kedua orang tua penulis, ayah tercinta Baco dan mama tersayang Syamsuriati yang telah menjadi orang tua yang sangat luar biasa, yang selalu memberikan, motivasi, nasihat, cinta, perhatian, kasih sayang, dan ketegasan dan tentunya doa yang sampai kapanpun tidak bisa terbalaskan oleh penulis. Untuk saudara dan saudariku tercinta Rahma, Rasma, Rezki, Ridha, Uswatun Hasanah, Abdurrahman, Abdurrasyid dan Ruqayyah Az-zahra terimakasih atas kasih sayang, dukungan, dan senantiasa menemani penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. Terima kasih telah menjadi orang yang selalu memotivasi dan selalu memberikan nasehat serta semangat.

Terima kasih juga kepada Bapak Dr. H. Muh. Thahir Haning, M.Si.

selaku pembimbing I dan bapak Dr. Muhammad Rusdi, M.Si. selaku

(8)

viii pembimbing II yang telah banyak memberikan dukungan, arahan dan bimbingannya selama penyusunan dan penulisan proposal hingga skripsi ini.

Pembuatan skripsi ini tentunya tidak luput dari bantuan berbagai pihak yang diberikan secara langsung maupun tidak langsung kepada penulis. Oleh karena itu, melalui kesempatan ini penulis tidak lupa untuk menyampaikan ucapan terima kasih dan penghargaan setulus-tulusnya kepada semua pihak yang telah memberikan bantuan, teruntuk kepada:

1. Ibu Prof. Dr. Dwia Aries Tina Pulubuhu, M.A selaku Rektor Universitas Hasanuddin atas dukungan dan fasilitas yang disediakan selama mengikuti pendidikan S1.

2. Bapak Prof. Dr. Andi Alimuddin Unde, M.Si Selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik beserta seluruh stafnya.

3. Ibu Dr. Hasniati, S.Sos, M.Si dan bapak Drs. Nelman Edy, M.Si selaku Ketua dan Sekretaris Departemen Ilmu Administrasi Fakultas Ilmu sosial dan Ilmu Politik Universitas Hasanuddin 2015-2020.

4. Terima Kasih Kepada penguji Proposal, Bapak Dr. Suryadi Lambali, M.Si. Bapak Muh. Tang Abdullah, S.sos, M.Si dan Bapak Dr. Wahyu Nurdiansyah, S.Sos, M.Si. yang telah memberikan banyak saran maupun perbaikan di seminar proposal.

5. Terima Kasih Kepada penguji Skripsi, Prof. Dr. Rakhmat, M.Si. Bapak Muh. Tang Abdullah, S.sos, M.Si dan Bapak Amril Hans yang telah memberikan banyak saran maupun perbaikan di ujian skripsi.

6. Seluruh Dosen Departemen Ilmu Administrasi. Terima kasih atas ilmu yang telah diberikan selama kurang lebih 4 (empat) tahun perkuliahan.

Semoga penulis dapat memanfaatkan dengan sebaik mungkin.

(9)

ix 7. Seluruh staf Departemen Ilmu Administrasi (Ibu Rosmina, Ibu Ani, Pak Lili dan Pak Andi Revi) dan staf di Lingkup FISIP UNHAS tanpa terkecuali. Terima kasih atas bantuan yang tiada hentinya bagi penulis selama ini.

8. Terima kasih kepada Bapak Fakhri Abbas selaku kepala bagian Seksi Pendidikan Madrasah yang telah membantu saya dalam penelitian.

9. Terima kasih kepada Bapak Udi, S.Pd selaku kepala Sekolah SMA Muhammadiyah Kalosi serta seluruh guru yang telah bersedia memberikan bantuan kepada penulis selama meneliti.

10. Terima kasih kepada Bapak Arsyad, S.Pd., M.Pd. selaku kepala Sekolah SMA Negeri 3 Enrekang serta seluruh guru yang telah bersedia memberikan bantuan kepada penulis selama meneliti.

11. Terima kasih kepada Ibu Hj. Asfiah, S.Ag, M.Si selaku kepala Sekolah Madrasah Aliyah Muhammadiyah Kalosi serta seluruh guru yang telah bersedia memberikan bantuan kepada penulis selama meneliti.

12. Terima kasih kepada keluarga besar Saddi yang telah banyak membantu dan selalu memeberikan motivasi kepada penulis dalam penyusunan skripsi ini

13. Terima kasih kepada keluarga besar Ambe Dulu yang telah banyak membantu dan selalu memeberikan motivasi kepada penulis dalam penyusunan skripsi ini

14. Terima kasih kepada Hasni, S.kom yang selalu membantu, paling mengerti kondisi penulis dan selalu memberikan arahan dan masukan serta motivasi kepada penulis.

(10)

x 15. Terima kasih banyak untuk saudari Cahya yang bersedia menjadi teman curhat dari mulai mahasiswa baru hingga sekarang ini. Terima kasih atas bantuannya yang tak terhitung mulai dari mahasiswa baru sampai pada penyusunan skripsi. Semoga urusannya juga dilancarkan. Aamiin

16. Terima kasih banyak untuk saudari Intan yang bersedia menjadi teman penulis selama kuliah di Unhas, terima kasih atas bantuan dan doanya.

Semoga urusannya juga dilancarkan. Aamiin

17. Terima kasih banyak untuk kak Indah selaku Murabbiyah sekaligus Kakak untuk penulis, terima kasih atas ilmunya selama ini. Semoga urusannya dimudahkan oleh Allah Subhanahu Wa Ta’ala. Aamiin

18. Terima Kasih teman seperjuangan selama perkuliahan dikampus UNION (Unifer Generation Of Administration) 2014 yang tidak dapat dituliskan satu persatu. Terimakasih atas semua cerita mulai dari senang, sedih, ketawa, nangis dan bantuan yang kalian berikan kepada penulis selama perkuliahan. Semoga cita-cita kita bersama dapat tercapai, sukses untuk kalian semua. Aamin

19. Terima kasih kepada seluruh pengurus UKM LDM Ibnu Khaldun FISIP Unhas yang telah banyak memberi pelajaran tentang organisasi kepada penulis

20. Terima kasih kepada Kak Kiki Paramita, Kak Mulyati Ismail, Kak Andi Riska Sardi dan kakak serta Ukhti yang tidak bisa saya sebutkan satu persatu. Terima kasih telah membantu penulis untuk lebih dekat kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala

21. Terima kasih kepada teman-teman KKN Angkatan 96 Kecamatan Segeri Kelurahan Bontomate’ne Ashar, Akram, Winda Riwanmingwa Hapsari

(11)

xi dan Nurjannah Muchtar yang telah mengajarkan banyak hal kepada penulis. Semoga bisa sarjana secepatnya.

22. Terima kasih kepada seluruh guru mulai dari SDN 73 Sudu, SMP Negeri 1 Alla dan SMA Negeri 1 Alla’ yang telah membentuk pribadi penulis selama menempuh jenjang pendidikan.

Serta semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang telah membantu secara langsung maupun tidak langsung dalam penyusunan skripsi ini. Atas segala doa, semangat, bantuan dan dorongan penulis ucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya, mohon maaf apabila terdapat banyak kesalahan dan dosa yang disengaja maupun tidak. Semoga Allah membalas kebaikan kalian semua.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa Skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan, untuk itu penulis dengan berbesar hati dan ikhlas menerima saran maupun kritik yang membangun dari pembaca guna perbaikan serta penyempurnaan karya tulis ini.

Makassar, 01 Maret 2018 Penulis,

Rahmi B

(12)

xii DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL... i

ABSTRAK ... ii

ABSTRACT ... iii

LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN ... iv

LEMBAR PENGESAHAN SKRIPSI ... v

LEMBAR PENGESAHAN SKRIPSI... vi

KATA PENGANTAR ... vi

DAFTAR ISI ... xii

DAFTAR TABEL ... xv

DAFTAR GAMBAR ... xvi

BAB I PENDAHULUAN... 1

I.1 Latar Belakang ... 1

I.2 Rumusan Masalah ... 11

I.3 Tujuan Penulisan ... 11

I.4 Manfaat Penelitian... 12

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 13

II. 1 Konsep Kebijakan ... 13

II. 1. 1 Pengertian Kebijakan ... 13

II. 1. 2 Pengertian Kebijakan Publik ... 14

II. 1. 3 Tahapan-tahapan Kebijakan Publik ... 15

II. 2 Konsep Implementasi Kebijakan ... 18

II. 2. 1 Pengertian Implementasi ... 18

II. 2. 2 Unsur- unsur Implementasi ... 22

II. 2. 3 Pendekatan Model Implementasi Kebijakan ... 25

II. 3 Konsep Kurikulum 2013 ... 40

II. 3.1 Pengertian Kurikulum ... 40

II. 3. 2 Pengertian Kurikulum 2013 ... 42

(13)

xiii

II. 4 Kerangka Pikir ... 48

BAB III METODE PENELITIAN ... 51

III. 1. Pendekatan Penelitian... 51

III. 2. Lokasi Penelitian ... 52

III. 3. Tipe dan Dasar Penelitian ... 53

III. 4. Informan Penelitian ... 54

III. 5. Sumber Data ... 54

III. 6. Teknik Pengumpulan Data ... 55

III. 7. Teknik Analisis Data ... 56

III. 8. Fokus Penelitian ... 58

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 62

IV. 1 Gambaran Umum Objek Penelitian ... 62

IV.1.1 Gambaran umum Kabupaten Enrekang ... 62

IV.1.2 Visi Misi Kabupaten Enrekang ... 64

IV.1.3 Jumlah Sekolah Menengah Atas/ Sekolah Menengah Kejuruan di Kabupaten Enrekang ... 66

IV.1.4 Gambaran Umum Sekolah Menengah Atas Negeri 3 Enrekang/ Sekolah Menengah Atas Negeri 1 Alla ... 67

IV.1. 5 Gambaran Umum Sekolah Menengah Atas Muhammadiyah Kalosi 70 IV.1.6 Gambaran Umum Madrasah Aliyah Muhammadiyah Kalosi ... 73

IV.2 Deskripsi Kebijakan Kurikulum 2013 ... 74

IV. 3 Hasil penelitian dan pembahasan ... 78

IV. 3.1 Ukuran dan Tujuan Kebijakan... 79

IV.3.2 Sumberdaya ... 81

IV.3.3 Karakteristik Agen Pelaksana ... 91

IV.3.4 Kecenderungan (disposisi) Agen Pelaksana ... 92

IV.3.5 Komunikasi Antarorganisasi dan Aktivitas Pelaksana ... 94

IV.3.6 Lingkungan Sosial, Ekonomi dan Politik ... 97

(14)

xiv

IV.3.7. Hasil penelitian berdasarkan Karakteristik kurikulum 2013 ... 101

BAB V PENUTUP ... 109

V.1 Kesimpulan ... 109

V.2. Saran ... 109

DAFTAR PUSTAKA ... 111

LAMPIRAN ... 113

(15)

xv DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 Perbandingan Tata Kelola Pelaksanaan Kurikulum…………... 46 Tabel 3.2 Perbandingan Tata Kelola Pelaksanaan Kurikulum……….. 46 Tabel 3.3 Perbedaan Esensial Kurikulum SMA ……….. 47 Tabel 4.1 Data nama Sekolah, Alamat, dan Statusnya di Kabupaten

Enrekang……… 65 Tabel 4.2 Data nama Sekolah Menengah Kejuruan, Alamat, dan

Statusnya di Kabupaten Enrekang……… 66

(16)

xvi DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Tahapan Kebijakan Publik………. 18

Gambar 2.2 Model Implementasi Van Meter dan Van Horn……….. 30

Gambar 2.3 Model Implementasi Edward III………. 36

Gambar 2.4 Model Implementasi Merilee S. Grindle………... 40

Gambar 2.5 Kerangka Pikir……….. 49

Gambar 4.1 Struktur Organisasi SMAN 3 Enrekang………... 69

Gambar 4.2 Struktur Organisasi SMA Muhammadiyah Kalosi………….. 72

Gambar 4.3 Struktur Organisasi MA Muhammadiyah Kalosi………. 74

(17)

BAB I PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang

Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 mengamanatkan bahwa pembentukan Pemerintah Negara Indonesia yaitu antara lain untuk mencerdaskan kehidupan bangsa. Untuk mewujudkan upaya tersebut, Undang- Undang Dasar 1945 Pasal 31 Ayat (3) memerintahkan agar Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional, yang meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, yang diatur dengan undang-undang.

Pendidikan adalah salah satu tolak ukur penempatan status sosial tertentu.

Negara di dunia saling berkompetisi memajukan mutu pendidikan untuk mendapat peringkat teratas dalam kualitas pendidikan. Hal ini disebabkan karena Kemajuan sebuah bangsa sangat ditentukan oleh kualitas Sumber Daya Manusia (SDM). Kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) sangat bergantung pada kualitas pendidikan dan peran pendidikan untuk menciptakan masyarakat yang cerdas.

Pendidikan merupakan salah satu faktor penentu keberhasilan pembangunan dalam upaya meningkatkan sumber daya manusia yang berkualitas. Oleh karena itu, pendidikan harus diperbaiki baik dari segi kualitas maupun kuantitasnya.

Dalam Undang- Undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional juga disebutkan mengenai fungsi dan tujuan pendidikan Nasional yakni;

“Pendidikan Nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermanfaat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa,

(18)

2 berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadiwarga negara yang demokratis serta bertanggung jawab ”

Dalam melihat mutu pendidikan di sebuah negara yang menjadi tolak ukurnya adalah pendidikan formal, yakni sekolah. Dimana pendidikan dibentuk secara berjenjang dari Sekolah Dasar, Sekolah Menengah, sampai Perguruan Tinggi. Sekolah bertugas mendidik, mengajar, dan memperbaiki tingkah laku peserta didik. Sekolah sejatinya mempersiapkan peserta didik untuk terjun ke masyarakat dengan membekali berbagai ilmu pengetahuan, teknologi, dan penanaman sikap maupun karakter supaya dapat bermanfaat di masyarakat.

Oleh karena itu, komponen dari pendidikan harus terus dikembangkan dan disesuaikan dengan perkembangan zaman, baik pada tingkat Lokal, Nasional maupun Global. Salah satu komponen dalam sistem pendidikan yakni kurikulum.

Kurikulum merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari pendidikan atau pengajaran. Kurikulum merupakan bagian yang memiliki peranan penting dalam mengembangkan ide dan rancangan menjadi proses pembelajaran sehingga mampu mencapai tujuan pendidikan yang dicita-citakan selama ini. Kurikulum harus dirancang sesuai kebutuhan pendidikan saat ini atau update.

Adanya pembaharuan dalam sistem pendidikan disesuaikan dengan tuntutan terhadap aspek kehidupan. Hal tersebut sesuai dengan penjelasan secara umum Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional yang menyebutkan bahwa tuntutan tersebut menyangkut pembaharuan sistem pendidikan, di antaranya pembaharuan kurikulum, yaitu diversifikasi kurikulum untuk melayani peserta didik dan potensi daerah yang beragam, diversifikasi jenis pendidikan yang dilakukan secara profesional, penyusunan standar kompetensi tamatan yang berlaku secara nasional dan

(19)

3 daerah menyesuaikan dengan kondisi setempat, penyusunan standar kualifikasi pendidik yang sesuai dengan tuntutan pelaksanaan tugas secara professional, penyusunan standar pendanaan pendidikan untuk setiap satuan pendidikan sesuai prinsip-prinsip pemerataan dan keadilan, pelaksanaan manajemen pendidikan berbasis sekolah dan otonomi perguruan tinggi, serta penyelenggaraan pendidikan dengan sistem terbuka dan multi makna.

Pembaharuan sistem pendidikan juga meliputi penghapusan diskriminasi antara pendidikan yang dikelola pemerintah dan pendidikan yang dikelola masyarakat, serta pembedaan antara pendidikan keagamaan dan pendidikan umum.

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 Pasal 1 ayat 19 tentang Sistem Pendidikan Nasional disebutkan bahwa kurikulum sebagai seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu. Kurikulum dalam arti sempit merupakan kumpulan berbagai mata pelajaran yang diberikan peserta didik melalui kegiatan yang dinamakan proses pembelajaran.

Kurikulum di Indonesia telah mengalami beberapa kali perubahan mulai dari tahun 1947, tahun 1964, tahun 1968, tahun 1973, tahun 1975, tahun 1984, tahun 1994, tahun 1997 (revisi Kurikulum 1994), dan tahun 2004 (Kurikulum Berbasis Kompetensi), serta kurikulum 2006 (Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan) atau yang lebih dikenal dengan KTSP. Tujuan Indonesia mengganti kurikulum adalah untuk menjawab permasalahan kurikulum sebelumnya atau menyempurnakan kurikulum sebelumnya. Kurikulum KTSP telah berjalan kurang lebih 6 tahun, dalam perjalanannya, KTSP dinilai masih terdapat permasalahan dalam pelaksanaannya. KTSP dinilai belum tanggap terhadap perubahan sosial

(20)

4 yang terjadi pada tingkat Lokal, Nasional, maupun Global. Olehnya itu, pemerintah perlu mengembangkan KTSP sehingga dapat memajukan mutu dan kualitas pendidikan di Indonesia. Oleh sebab itu, lahirlah kurikulum baru yang dikenal dengan nama K-13 atau kurikulum 2013 yang berbasis kompetensi dan karakter.

Kurikulum tahun 2013 adalah rancang bangun pembelajaran yang didesain untuk mengembangkan potensi peserta didik, bertujuan untuk mewujudkan generasi bangsa Indonesia yang bermartabat, beradab, berbudaya, berkarakter, beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, menjadi warga negara yang demokratis, dan bertanggung jawab yang mulai dioperasikan pada tahun pelajaran 2013/2014 secara bertahap (Kemendikbud 2013c).

Pada awal diluncurkannya kebijakan dan mula dilaksanakannya Kurikulum 2013 ini menuai berbagai kontroversi. Kurikulum 2013 di nilai terlalu terburu-buru dan tidak mengacu pada hasil kajian yang sudah matang berdasarkan hasil evaluasi KTSP serta kurang memperhatikan kesiapan satuan pendidikan dan guru. Padahal kurikulum ini mencakup beberapa perubahan penting baik dari sisi substansi, implementasi, sampai evaluasi. Meskipun demikian, Kurikulum 2013 kemudian tetap dilaksanakan secara bertahap mulai pada Tahun Pelajaran 2013/2014.

Kurikulum yang rencananya diimplementasikan serentak pada tahun ajaran 2014/2015 ini dirancang dengan menggunakan pendekatan ilmiah dalam pembelajaran. Pendekatan ilmiah diyakini sebagai jalan dalam perkembangan dan pengembangan sikap, keterampilan, dan pengetahuan peserta didik.

(21)

5 Pendekatan ilmiah yang dimaksud yaitu, mengamati, menanya, mengeksperimen, mengasosiasikan, dan mengkomunikasikan.

Permendikbud No. 160 tahun 2014 menyatakan pemberlakuan kurikulum tahun 2006 dan 2013 bahwa satuan pendidikan dasar dan menengah yang melaksanakan kurikulum 2013 sejak semester pertama tahun pelajaran 2014/2015 kembali melaksanakan kurikulum 2006 mulai semester kedua tahun pelajaran 2014/2015 sampai ada ketetapan dari kementerian untuk melaksanakan kurikulum 2013. Bagi sekolah yang sudah menerapkan kurikulum 2013 selama tiga semester diharapkan untuk tetap melanjutkan sebagai sekolah percontohan dan pengembangan kurikulum 2013. Pada saat ini kurikulum 2013 sudah dihentikan di beberapa sekolah karena adanya beberapa alasan dari pemerintah yang masih kurangnya pada perencanaan, persiapan, dan penerapannya pada kegiatan-kegiatan belajar mengajar kurikulum baru ini.

Penyelenggaraan kurikulum 2013 ini dianggap kurang maksimal, hal ini dipengaruhi oleh perencanaan yang dapat dikatakan tergesa-gesa. Selain dalam distrIbutor buku kurikulum 2013 yang sangat lambat menyebar keseluruh wilayah di Indonesia. Tidak hanya alasan itu saja, sistem pembelajaran kurikulum 2013 juga sangat kompleks. Selain itu kurikulum baru ini juga terlalu menonjolkan pendidikan moral seperti pelajaran agama, bahasa Indonesia, dan sejarah serta sedikit menyampingkan pelajaran yang berbau sains.

Meskipun saat ini kurikulum 2013 dihentikan dan sedang di evaluasi oleh pemerintah nantinya juga sekolah akan kembali menerapkan kurikulum 2013 setelah proses evaluasi selesai. Kemendikbud menargetkan kurikulum 2013 dijalankan secara penuh atau serentak pada tahun 2018. Keputusan itu lebih cepat dari Peraturan Pemerintah 32/2013 yang menentukan transisi dari

(22)

6 kurikulum 2006 ke kurikulum 2013 yang sejatinya berjalan tujuh tahun mulai 2013 hingga 2020 nanti.

Kesiapan sekolah dalam menerapkan kurikulum 2013 nantinya akan dilihat dari segi guru, siswa, sarana prasarana, buku dan tentunya kepala sekolah.

Sangat penting sekali untuk mengetahui seberapa siapkah sekolah dalam implementasi kurikulum 2013, dengan tujuan agar pada saat proses implementasi kurikulum 2013 sekolah sudah benar-benar siap dan mampu menggunakan kurikulum 2013 dengan baik.

Kurikulum yang terbilang baru ini diterapkan dalam semua mata pelajaran.

Ketika pendidik sudah siap dengan adanya perubahan kurikulum namun peserta didik belum siap untuk diajak belajar dengan pendekatan kurikulum 2013, maka tujuan dari kurikulum tersebut tidak berhasil atau dapat dikatakan gagal. Oleh karena itu pendidik maupun peserta didik harus sama-sama siap dalam implementasi kurikulum 2013. Keberhasilan sebuah kurikulum ketika seluruh komponen yang ada dalam sekolah dan segala fasilitas dalam pendidikan siap mengimplementasikan. Mengingat dalam kurikulum 2013 peserta didik dituntut aktif sesuai dengan pendekatan yang diterapkan, yakni mengamati, menanya, mengeksperimen, mengasosiasikan, dan mengkomunikasikan. Diberlakukannya kurikulum terbaru bagi sekolah perlu adanya kesiapan dalam kurikulum 2013 mengingat pendekatan yang diterapkan berbeda dengan sebelumnya.

Pemerintah juga perlu melakukan strategi penerapan Kurikulum dengan sosialisasi dan pelatihan yang memadai agar Kurikulum 2013 tidak hanya menjadi sebuah program yang sia-sia. Keberhasilan pelaksanaan Kurikulum 2013 tidak hanya pada ketepatan dan komperhensif perumusan substansi kurikulum, tetapi dari kepemimpinan kepala sekolah pada tingkat satuan

(23)

7 pendidikan dan kepemimpinan guru pada tingkat kelas. Kepemimpinan kepala sekolah mempunyai peran penting dalam memfasilitasi guru dalam melaksanakan proses belajar mengajar di kelas. Sedangkan kepemimpinan guru di tingkat kelas jelas menjadi bagian yang tidak bisa dipisahkan dengan keberhasilan dalam pelaksanaan Kurikulum 2013.

Pemerintah dalam Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia No. 65 Tahun 2013 tentang standar proses pendidikan dasar dan menengah menjelaskan bahwa dalam mengimplementasikan proses pembelajaran di kurikulum 2013 pada satuan pendidikan harus diselenggarakan secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi siswa untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat, dan perkembangan fisik serta psikologis siswa.

Sholeh Hidayat (2013) merumuskan beberapa perubahan yang terjadi dalam proses pembelajaran dalam Kurikulum 2013 sebagai berikut: standar proses yang semula terfokus pada eksplorasi, elaborasi, dan konfirmasi dilengkapi dengan mengamati, menanya, mengolah, menalar, menyajikan, menyimpulkan, dan mencipta. Kemudian, kegiatan pembelajaran tidak hanya terjadi di ruang kelas, tetapi juga di lingkungan sekolah dan masyarakat.

Sehingga, guru bukan satu-satunya sumber belajar, serta dalam menerapkan kompetensi sikap guru tidak mengajarkan secara verbal, tetapi melalui contoh dan teladan. Oleh karena itu, setiap satuan pendidikan dalam kegiatan proses pembelajarannya diharapkan dapat melakukan perencanaan pembelajaran, pelaksanaan pembelajaran, dan penilaian hasil belajar siswa yang disesuaikan

(24)

8 dengan ketetapan dalam Kurikulum 2013, agar dapat meningkatkan efisiensi dan efektivitas ketercapaian kompetensi lulusan.

Dari hasil evaluasi yang telah dilakukan oleh menteri pendidikan dan kebudayaan, pengamat pendidikan dari Universitas Negeri Jakarta (UNJ) Jimmy Paat mengatakan bahwa Kurikulum 2013 bermasalah secara konsep dan teknis.

Implementasi Kurikulum 2013 terlalu dipaksakan, selain itu perubahan dari kurikulum lama menjadi Kurikulum 2013 tidak berdasarkan kajian akademik.

Menurutnya, menteri harus tahu bahwa perubahan dari kurikulum sebelumnya itu tidak berdasarkan hasil penelitian. Kurikulum 2013 dikatakan hasil evaluasi kurikulum sebelumnya, tapi sampai saat ini naskah akademiknya tidak ada.

Jimmy mengatakan Kurikulum 2013 juga bermasalah secara teknis. Menurutnya, pemerintah sangat terburu-buru dalam melaksanakan Kurikulum 2013, sehingga proses percetakan dan distrIbusi buku menuai masalah. Dia mengatakan Koalisi Pendidikan dan Indonesia Corruption Watch (ICW) memiliki data terkait ketidaksiapan percetakan untuk mencetak buku Kurikulum 2013 yang jumlahnya mencapai 250 juta buku.

Sesuai dengan materi uji publik Kurikulum 2013, bahwa Kurikulum 2013 yang diterapkan pada jenjang SMA/SMK ditujukan untuk kelas X terlebih dahulu.

Di Kabupaten Enrekang sendiri terdapat beberapa Sekolah Menengah Atas yang telah menerapkan Kurikulum 2013, seperti Sekolah Menengah Atas Negeri 3 Enrekang, Sekolah Menengah Atas Swasta Muhammadiyah Kalosi dan Madrasah Aliyah Swasta Muhammadiyah Kalosi. Dalam pra observasi yang telah dilakukan oleh peneliti, didapatkan hasil bahwa, pembelajaran dengan menggunakan Kurikulum 2013 dapat dilakukan dengan baik walaupun ada beberapa kendala yang dialami oleh para tenaga didik dan peserta didik.

(25)

9 Dalam setiap implementasi kebijakan, tentu ada berbagai faktor-faktor yang mempengaruhi kebijakan tersebut. Faktor-faktor tersebut bisa membuat implementasi kebijakan berhasil maupun gagal. Apabila faktor tersebut baik maka suatu kebijakan akan terimplementasikan dengan baik. Sebaliknya apabila faktor tersebut buruk, maka suatu kebijakan justru tidak sesuai target dan akan gagal diimplementasikan.

Dalam penerapannya/implementasinya ditemukan permasalahan yang berkaitan dengan pelaksanaan kebijakan Kurikulum 2013 yang belum terlaksana dengan baik. Beberapa guru masih kurang paham akan kebijakan ini. Beberapa guru menganggap bahwa tujuan dari kebijakan ini terlalu ideal sehingga sulit untuk merealisasikannya. Bahkan, masih banyak guru yang belum paham akan tujuan dari kebijakan ini, sehingga dalam proses pembelajaran masih menggunakan metode Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP).

Sumberdaya dalam Kebijakan ini bukan hanya sumberdaya manusia, tetapi juga sumberdaya finansial dan sumberdaya waktu. Dalam hal ini, sumberdaya manusia yang akan melaksanakan kebijakan ini belum siap, yakni para guru belum sepenuhnya bisa mengajar dengan sistem yang semestinya dikarenakan siswa belum bisa jika kurikulum ini diterapkan. Minat belajar siswa masih sangat kurang sehingga belum bisa untuk diterapkan Kurikulum 2013 sepenuhnya, karena Kurikulum 2013 menuntut agar siswa aktif dalam proses pembelajaran, tetapi siswa-siswa di Sekolah Menengah Atas di Kabupaten Enrekang masih belum terbiasa untuk aktif dan cenderung masih menyukai proses belajar menggunakan KTSP.

Sumberdaya lain yang berkaitan dengan implementasi kebijakan Kurikulum 2013 ini adalah peserta didik atau siswa. Ketika guru sudah siap untuk

(26)

10 menerapkan Kurikulum ini, sementara siswa belum siap maka kemungkinan gagal dalam menerapkan kurikulum ini sangat besar. Selanjutnya, sumberdaya finansial, dalam hal ini adalah dana, dan sarana prasarana, seperti buku K-13, Laboratorium, perpustakaan, dan lain-lain yang menunjang implementasi Kurikulum 2013. Pada awal penerapan Kurikulum 2013 di Kabupaten ini buku pelajaran distrIbusinya sangat terlambat sehingga mengganggu proses pembelajaran, tetapi seiring berjalannya waktu distribusi buku Kurikulum 2013 sudah membaik. Dalam kaitannya dengan proses pembelajaran, idealnya dikembangkan ruang kelas yang dilengkapi dengan fasilitas dan sumber belajar untuk menunjang proses pembelajaran, seperti proyektor. Tetapi, jumlah proyektor di beberapa sekolah di Kabupaten Enrekang masih sangat terbatas.

Sikap/kecenderungan para pelaksana juga sangat mempengaruhi keberhasilan Implementasi kebijakan. Di beberapa SMA para guru cenderung kurang setuju dengan Kurikulum ini karena menganggap bahwa belum tepat jika K-13 dilaksanakan saat ini melihat dari sarana dan prasarana sekolah yang belum memadai. Komunikasi antarorganisasi dinilai kurang baik, karena terkadang peraturan dari pusat dinilai sangat mendadak dan tergesa-gesa, misalnya saja dalam pengelolaan nilai di akhir semester, pada saat guru sudah mengelola nilai, tiba-tiba saja sistem berubah dari pusat yang mengakibatkan guru-guru di SMA kerja dua kali dan mengakibatkan pembagian Raport menjadi terlambat. Dari masalah-masalah yang sering muncul, penulis tertarik untuk meneliti mengenai “Implementasi Kebijakan Kurikulum 2013 (Studi pada 3 Sekolah Menengah Atas di Kabupaten Enrekang)”.

(27)

11 I.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan di atas, maka rumusan masalah yang diajukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Bagaimana Implementasi Kebijakan Kurikulum 2013 berdasarkan factor- faktor yang mempengaruhi implementasi kebijakan di 3 Sekolah Menengah Atas di Kabupaten Enrekang?

2. Bagaimana Implementasi Kebijakan Kurikulum 2013 berdasarkan karakteristik Kurikulum 2013 di 3 Sekolah Menengah Atas di Kabupaten Enrekang?

I.3 Tujuan Penulisan

Sesuai dengan permasalahan yang dikemukakan di atas, maka penelitian ini bertujuan untuk:

1. Untuk menggambarkan dan menganalisis Implementasi Kebijakan Kurikulum 2013 berdasarkan factor-faktor yang mempengaruhi implementasi kebijakan di 3 Sekolah Menengah Atas di Kabupaten Enrekang.

2. Untuk menggambarkan dan menganalisis Implementasi Kebijakan Kurikulum 2013 berdasarkan karakteristik Kurikulum 2013 di 3 Sekolah Menengah Atas di Kabupaten Enrekang.

(28)

12 I.4 Manfaat Penelitian

Setelah mengetahui tujuan penelitian, manfaat yang dapat diambil dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Manfaat Teoritis

Dari hasil penelitian ini, diharapkan dapat menambah pengetahuan khususnya dalam kajian-kajian tentang kebijakan. Selain itu, penelitian ini bisa menjadi kontribusi bahan acuan bagi peneliti lain, bagi praktisi kurikulum maupun bagi guru dalam mengkaji masalah implementasi Kurikulum 2013 dari sudut pandang yang berbeda agar dapat dijadikan sebagai pembanding, pertimbangan dan pengembangan pada penelitian yang sejenis dalam bidang pendidikan untuk masa yang akan datang.

2. Manfaat Praktis

Secara praktis, penelitian ini dapat dijadikan sebagai sumbang saran dan masukan bagi pemerintah khususnya di kabupaten Enrekang dalam implementasi kebijakan tentang Kurikulum 2013

(29)

13 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

II. 1 Konsep Kebijakan II. 1. 1 Pengertian Kebijakan

Menurut Carl Friedrich (dalam Dwiyanto, 2009) menyatakan bahwa Kebijakan merupakan suatu arah tindakan yang diusulkan oleh seseorang, kelompok atau pemerintah dalam suatu lingkungan tertentu, yang memberikan hambatan-hambatan dan kesempatan-kesempatan terhadap kebijakan yang diusulkan untuk menggunakan dan mengatasi dalam rangka mencapai suatu tujuan, atau merealisasikan suatu sasaran atau suatu maksud tertentu. Carl Friedrich mengatakan bahwa yang paling pokok bagi suatu kebijakan adalah adanya tujuan (goal), sasaran (objektive) atau kehendak (purpose).

Menurut Jones (dalam Nawawi, 2007) kata kebijakan sering digunakan dan diperuntukkan maknanya dengan tujuan program, keputusan, hukum, proposal, patokan, dan maksud besar tertentu.

Selanjutnya Jones mendefenisikan kebijakan adalah keputusan tetap yang dicirikan oleh konsistensi dan pengulangan (repetitiveness) tingkah laku dari mereka yang membuat dan dari mereka yang mematuhi keputusan tersebut.

Kebijakan (Policy) adalah prinsip atau cara bertindak yang dipilih untuk mengarahkan pengambilan keputusan.

Kebijakan secara umum menurut Abidin (2004) dapat dibedakan dalam tiga tingkatan: 1. Kebijakan umum, yaitu kebijakan yang menjadi pedoman atau petunjuk pelaksanaan baik yang bersifat positif ataupun yang bersifat

(30)

14 negatif yang meliputi keseluruhan wilayah atau instansi yang bersangkutan. 2.

Kebijakan pelaksanaan adalah kebijakan yang menjabarkan kebijakan umum.

Untuk tingkat pusat, peraturan pemerintah tentang pelaksanaan suatu undang-undang. 3. Kebijakan teknis, yaitu kebijakan operasional yang berada di bawah kebijakan pelaksanaan.

II. 1. 2 Pengertian Kebijakan Publik

Kebijakan publik menurut Thomas Dye (dalam Subarsono, 2005) adalah apapun pilihan pemerintah untuk melakukan atau tidak melakukan (publik policy is whatever governments choose to do or not to do). Definisi kebijakan publik dari Thomas Dye tersebut mengandung makna bahwa (1) kebijakan publik tersebut dIbuat oleh badan pemerintah, bukan organisasi swasta, (2) kebijakan publik menyangkut pilihan yang harus dilakukan atau tidak dilakukan oleh badan pemerintah.

James E. Anderson (dalam Subarsono, 2005) mendefinisikan kebijakan publik sebagai kebijakan yang ditetapkan oleh badan-badan dan aparat pemerintah. Walalupun disadari bahwa kebijakan publik dapat dipengaruhi oleh para aktor dan faktor dari luar pemerintah. Dalam pandangan David Easton ketika pemerintah membuat kebijakan publik ketika pula pemerintah mengalokasi nilai-nilai kepada masyarakat, karena setiap kebijakan mengandung seperangkat nilai di dalamnya.

Kebijakan Publik menitik-beratkan pada publik dan problem-problemnya.

Dewey (dalam Nawawi, 2007) Kebijakan Publik membahas soal bagaimana isu-isu dan persoalan-persoalan publik disusun (constructed) dan didefinisikan serta bagaimana ke semua itu diletakkan dalam agenda kebijakan dan

(31)

15 agenda politik. Richard Rose (dalam Nawawi, 2007) mengemukakan bahwa Kebijakan Publik adalah serangkaian kegiatan yang sedikit banyak berhubungan beserta konsekuensi-kosekuensinya bagi mereka yang bersangkutan dari pada sebagai suatu keputusan tersendiri.

II. 1. 3 Tahapan-tahapan Kebijakan Publik

Charles Lindblom (dalam Winarno, 2007) mengemukakan bahwa proses pembuatan kebijakan publik merupakan proses yang kompleks karena melibatkan banyak proses maupun variabel yang harus dikaji oleh aktor pembuat kebijakan. Oleh karena itu, beberapa ahli politik yang menaruh minat untuk mengkaji kebijakan publik membagi proses-proses penyusunan kebijakan publik ke dalam beberapa tahap.

Tujuan pembagian seperti ini adalah untuk memudahkan dalam mengkaji kebijakan publik. Tahap-tahap kebijakan publik yang dikemukakan oleh Dunn adalah sebagai berikut:

a. Tahap Penyusunan Agenda

Sejumlah aktor yang dipilih dan diangkat untuk merumuskan masalah- masalah pada agenda publik. Sebelumnya masalah-masalah ini berkompetisi terlebih dahulu untuk dapat masuk ke dalam agenda kebijakan, karena tidak semua masalah menjadi prioritas dalam agenda kebijakan publik. Pada akhirnya, beberapa masalah masuk ke agenda kebijakan para perumus kebijakan. Pada tahap ini suatu masalah mungkin tidak disentuh sama sekali, sementara masalah lain ditetapkan menjadi fokus pembahasan, atau ada pula masalah karena alasan-alasan tertentu ditunda untuk waktu yang lama.

(32)

16 b. Tahap Formulasi Kebijakan

Masalah yang telah masuk ke agenda kebijakan kemudian dibahas oleh para aktor pembuat kebijakan. Masalah-masalah tersebut kemudian didefinisikan untuk kemudian dicari solusi pemecahan masalah terbaik.

Pemecahan masalah tersebut berasal dari berbagai alternatif atau pilihan kebijakan (policy alternatives/policy options) yang ada. Sama halnya dengan perjuangan suatu masalah untuk masuk ke dalam agenda kebijakan, dalam tahap perumusan kebijakan masing-masing alternatif bersaing untuk dapat dipilih sebagai tindakan yang diambil untuk memecahkan masalah. Pada tahap ini, masing-masing aktor akan

“bermain” untuk mengusulkan pemecahan masalah tersebut c. Tahap Adopsi Kebijakan

Berbagai macam alternatif kebijakan yang ditawarkan oleh para aktor perumus kebijakan, pada akhirnya salah satu dari alternatif kebijakan tersebut diadopsi untuk tindakan lebih lanjut dalam kebijakan publik dengan dukungan dari mayoritas legislatif, konsensus antara direktur lembaga atau keputusan peradilan.

d. Tahap Implementasi Kebijakan

Suatu program kebijakan hanya akan menjadi catatan-catatan elit, jika program tersebut tidak diimplementasikan. Oleh karena itu, keputusan program kebijakan yang telah diambil sebagai alternatif pemecahan masalah harus diimplementasikan, yakni dilaksanakan oleh badan-badan pemerintah di tingkat bawah. Kebijakan yang telah diambil dilaksanakan oleh badan-badan pemerintah yang memobilisasi sumber daya finansial dan manusia. Pada tahap implementasi ini muncul berbagai kepentingan

(33)

17 yang akan saling bersaing. Beberapa implementasi kebijakan mendapat dukungan para pelaksana (implementors), namun beberapa yang lain mungkin akan ditentang oleh para pelaksana.

e. Tahap Evaluasi Kebijakan

Pada tahap ini kebijakan yang telah dijalankan akan dinilai atau dievaluasi, hal ini dilakukan untuk melihat sejauh mana kebijakan yang dIbuat telah mampu memecahkan masalah. Kebijakan publik pada dasarnya dIbuat untuk meraih dampak yang diinginkan. Dalam hal ini, memecahkan masalah yang dihadapi masyarakat. Oleh karena itu, ditentukanlah ukuran-ukuran atau kriteria-kriteria yang menjadi dasar untuk menilai apakah kebijakan publik telah meraih dampak yang diinginkan. Berdasarkan uraian di atas mengenai tahapan pembuatan kebijakan publik, maka tahapan kebijakan publik meliputi tahap penyusunan agenda, tahap formulasi kebijakan, tahap adopsi kebijakan, tahap implementasi kebijakan, dan tahap evaluasi kebijakan.

Sedangkan Ripley, (dalam Nawawi, 2007) menyebutkan tahapan atau proses kebijakan publik diawali dengan penyusunan agenda, formulasi dan legitimasi kebijakan, implementasi kebijakan, evaluasi terhadap implementasi, dan kineria dampak dan kebijakan baru, digambarkan pada gambar di bawah ini.

(34)

18 Gambar 2.1

Tahapan Kebijakan Publik

Sumber: Ripley dalam Nawawi (2007: 17)

II. 2 Konsep Implementasi Kebijakan II. 2. 1 Pengertian Implementasi

Implementasi yang merupakan terjemahan dari kata “implementation”, berasal dari kata kerja “to implement”. Menurut Webster's Dictionary (dalam Tachjan, 2006), kata to implement berasal dari bahasa Latin “implementum”

dari asal kata “impere” dan “plere”. Kata “implere” dimaksudkan “to fill up”; “to fill in”, yang artinya mengisi penuh; melengkapi, sedangkan “plere”

maksudnya “to fill”, yaitu mengisi.

Selanjutnya kata “to implement” dimaksudkan sebagai: (1) to carry into effect; to fulfill; accomplish. (2) to provide with the means for carrying out into effect or fulfilling; to give practical effect to. (3) to provide or equip with implements” (Webster's Dictionary, dalam Tachjan, 2006).

(35)

19 Pertama, to implement dimaksudkan “membawa ke suatu hasil (akibat);

melengkapi dan menyelesaikan”. Kedua, to implement dimaksudkan

“menyediakan sarana (alat) untuk melaksanakan sesuatu; memberikan hasil yang bersifat praktis terhadap sesuatu”. Ketiga, to implement dimaksudkan menyediakan atau melengkapi dengan alat”. Jadi secara etimologis implementasi itu dapat dimaksudkan sebagai suatu aktivitas yang bertalian dengan penyelesaian suatu pekerjaan dengan penggunaan sarana (alat) untuk meperoleh hasil. Apabila pengertian implementasi di atas dirangkaikan dengan kebijakan publik, maka kata implementasi kebijakan publik dapat diartikan sebagai aktivitas penyelesaian atau pelaksanaan suatu kebijakan publik yang telah ditetapkan/ disetujui dengan penggunaan sarana (alat) untuk mencapai tujuan kebijakan.

Dengan demikian, dalam proses kebijakan publik, implementasi kebijakan merupakan tahapan yang bersifat praktis dan dibedakan dari formulasi kebijakan yang dapat dipandang sebagai tahapan yang bersifat teoritis. Anderson (dalam Tachjan, 2006) mengemukakan bahwa: “Policy implementation is the application af the policy by the government's administrative machinery to the problem”.

Sedangkan Grindle (dalam Tachjan, 2013) mengemukakan bahwa:

“implementation - a general process of administrative action that can be investigated at specific program level”.

Studi Implementasi merupakan suatu kajian mengenai kebijakan yang mengarah pada proses pelaksanaan dari suatu kebijakan. Dalam praktiknya implementasi kebijakan merupakan suatu proses yang begitu kompleks bahkan tidak jarang bermuatan politis dengan adanya intervensi berbagai

(36)

20 kepentingan. Untuk melukiskan kerumitan dalam proses implementasi tersebut dapat dilihat pada pernyataan yang dikemukakan oleh seorang ahli studi kebijakan Eugene Bardach (dalam Agustino, 2008), yaitu:

"adalah cukup untuk membuat sebuah program dan kebijakan umum yang kelihatannya bagus diatas kertas. Lebih sulit lagi merumuskannya dalam kata-kata dan slogan-slogan yang kedengarannya mengenakan telinga para pemimpin dan para pemilih yang mendengarkannya. Dan lebih sulit lagi untuk melaksanakannya dalam bentuk cara yang memuaskan semua orang termasuk mereka anggap klien”.

Dalam derajat lain Daniel Mazmanian dan Paul Sabatier dalam bukunya Implementation and Publik Policy (1983) mendefinisikan Implementasi Kebijakan sebagai:

"Pelaksanaan keputusan kebijaksanaan dasar, biasanya dalam bentuk undang-undang, namun dapat pula berbentuk perintah-perintah atau keputusan-keputusan eksekutif yang penting atau keputusan badan peradilan. Lazimnya, keputusan tersebut mengidentifikasikan masalah yang ingin diatasi, menyebutkan secara yang tegas tujuan atau sasaran ingin dicapai, dan berbagai cara untuk menstrukturkan atau mengatur proses implementasinya"

Sedangkan, Van Meter dan Van Horn (dalam Agustino, 2008), mendefinisikan implementasi kebijakan,

"Tindakan-tindakan yang dilakukan baik oleh individu-individu atau pejabat-pejabat atau kelompok-kelompok pemerintah atau swasta yang diarahkan pada tercapainya tujuan-tujuan yang telah digariskan dalam keputusan kebijaksanaan"

Dari tiga definisi tersebut diatas dapat diketahui bahwa implementasi kebijakan menyangkut tiga hal, yaitu: (1) adanya tujuan atau sasaran kebijakan; (2) adanya aktivitas atau kegiatan pencapaian tujuan; dan (3) adanya hasil kegiatan.

Berdasarkan uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa implementasi merupakan suatu proses yang dinamis, dimana pelaksana kebijakan melakukan suatu aktivitas atau kegiatan, sehingga pada akhirnya akan

(37)

21 mendapatkan suatu hasil yang sesuai dengan tujuan atau sasaran kebijakan itu sendiri. Hal ini sesuai pula dengan apa yangdiungkapkan oleh Lester dan Stewart Jr (dalam Agustino, 2008) dimana mereka katakan bahwa implementasi sebagai suatu proses dan suatu hasil (output). Keberhasilan suatu implementasi kebijakan dapat diukur atau dilihat dari proses dan pencapaian tujuan hasil akhir (output) yaitu: tercapai atau tidaknya tujuan- tujuan yang ingin diraih. Hal ini tak jauh berbeda dengan apa yang diutarakan oleh Grindle (dalam Agustino, 2008) sebagai berikut:

"Pengukuran keberhasilan implementasi dapat dilihat dari prosesnya, dengan mempertanyakan apakah pelaksanaan program sesuai dengan yang telah ditentukan yaitu melihat pada action program dari individual projects dan yang kedua apakah tujuan program tersebut tercapai"

Perlu dicatat bahwa implementasi kebijakan merupakan tahapan yang sangat penting dalam keseluruhan struktur kebijakan, karena melalui prosedur ini proses kebijakan secara keseluruhan dapat dipengaruhi tingkat keberhasilan atau tidaknya pencapaian tujuan. Hal ini dipertegas oleh Chief J. O. Udoji (dalam Agustino, 2008) dengan mengatakan bahwa:

"Pelaksanaan kebijakan adalah sesuatu yang penting bahkan mungkin jauh lebih penting daripada pembuatan kebijakan. Kebijakan-kebijakan hanya akan sekadar berupa impian atau rencana bagus yang tersimpan rapi dalam arsip kalau tidak diimplementasikan"

Dari uraian di atas diperoleh suatu gambaran bahwa, implementasi kebijakan publik merupakan proses kegiatan administratif yang dilakukan setelah kebijakan ditetapkan/disetujui. Kegiatan ini terletak di antara perumusan kebijakan dan evaluasi kebijakan. Implementasi kebijakan mengandung logika yang top-down, maksudnya menurunkan/menafsirkan alternatif-alternatif yang masih abstrak atau makro menjadi alternatif yang bersifat konkrit atau mikro. Sedangkan formulasi kebijakan mengandung

(38)

22 logika bottom-up, dalam arti proses ini diawali dengan pemetaan kebutuhan publik atau pengakomodasian tuntutan lingkungan lalu diikuti dengan pencarian dan pemilihan alternatif cara pemecahannya, kemudian diusulkan untuk ditetapkan.

Proses administratif yang dilakukan oleh unit-unit administratif pada setiap level pemerintahan disejalankan dengan tipe-tipe kebijakan yang telah ditetapkan. Tipe-tipe kebijakan tersebut dapat bersifat: distrIbutive, regulatory, selfregulatory, re-distrIbutive” Anderson dan Ripley (dalam Tachjan, 2006).

Proses kegiatan ini disertai dengan tindakan-tindakan yang bersifat alokatif, yaitu tindakan yang menggunakan masukan sumber daya yang berupa uang, waktu, personil, dan alat. Menurut Dunn (dalam Tachjan, 2006) tindakan implementasi kebijakan dapat pula dibedakan ke dalam “Policy inputs and policy process” Policy inputs berupa masukan sumber daya, sedangkan policy process bertalian dengan kegiatan administratif, organisasional, yang membentuk transformasi masukan kebijakan ke dalam hasil-hasil (outputs) dan dampak (impact) kebijakan.

II. 2. 2 Unsur- unsur Implementasi

Menurut Abdullah dan Smith (dalam Tachjan, 2006), unsur-unsur implementasi kebijakan yang mutlak harus ada ialah: “(1) unsur pelaksana (implementor), (2) adanya program yang akan dilaksanakan, (3) target groups”

1. Unsur Pelaksana

Pihak yang terutama mempunyai kewajiban untuk melaksanakan kebijakan publik adalah unit-unit administratif atau unit-unit birokratik pada setiap tingkat pemerintahan. Smith (dalam Tachjan, 2006) menyebutnya

(39)

23 dengan istilah “implementing organization”, maksudnya birokrasi pemerintah yang mempunyai tanggungjawab dalam melaksanakan kebijakan publik. Hal ini seperti dikemukakan pula oleh Ripley & Grace A.

Franklin (dalam Tachjan, 2006) bahwa:

“Bureaucracies are dominant in the implementation of programs and policies and have varying degrees of importance in other stages of the policy process. In policy and program formulation and legitimation activities, bureaucratic units play a large role, although they are not dominant”. Maksudnya unit-unit birokratik ini dominan dalam implementasi program dan kebijakan. Adapun dalam perumusan dan legitimasi kebijakan dan program walaupun mempunyai peran luas akan tetapi tidak dominan.

2. Program

Pada hakekatnya implementasi kebijakan adalah implementasi program. Hal ini seperti dikemukakan oleh Grindle (dalam Tachjan, 2006) bahwa: “Implementation is that set of activities directed toward putting a program into effect”. Program-program yang bersifat operasional adalah program-program yang isinya dengan mudah dapat dipahami dan dilaksanakan oleh pelaksana. Program tersebut tidak hanya berisi mengenai kejelasan tujuan/sasaran yang ingin dicapai oleh pemerintah, melainkan secara rinci telah menggambarkan pula alokasi sumber daya yang diperlukan, kemudian kejelasan metode dan prosedur kerja yang harus ditempuh, dan kejelasan standar yang harus dipedomani.

Sehubungan dengan program ini, Terry (dalam Tachjan, 2006) mengemukakan bahwa:

“A program can be defined as a comprehensive plan that includes future use of different resources in an integrated pattern and established a sequence of required actions and time schedules for each in order to achieve stated objectives. The makeup of a program can include objectives, policies, procedures, methods, standards, and budgets”. Maksudnya, bahwa program merupakan rencana yang bersifat komprehensif yang sudah menggambarkan sumber daya

(40)

24 yang akan digunakan dan terpadu dalam satu kesatuan. Program tersebut menggambarkan sasaran, kebijakan, prosedur, metoda, standar, dan budget.

3. Target Group

Target group (kelompok sasaran), yaitu sekelompok orang atau organisasi dalam masyarakat yang akan menerima barang dan jasa atau yang akan dipengaruhi perilakunya oleh kebijakan. Mereka diharapkan dapat menerima dan menyesuaikan diri terhadap pola-pola interaksi yang ditentukan oleh kebijakan. Adapun sampai seberapa jauh mereka dapat mematuhi atau menyesuaikan diri terhadap kebijakan yang diimplementasikan bergantung kepada kesesuaian isi kebijakan (program) dengan harapan mereka. Selanjutnya karakteristik yang dimiliki oleh mereka (kelompok sasaran) seperti: besaran kelompok sasaran, jenis kelamin, tingkat pendidikan, pengalaman, usia dan keadaan sosial- ekonomi mempengaruhi terhadap efektivitas implementasi.

Adapun karakteristik tersebut sebagian dipengaruhi oleh lingkungan di mana mereka hidup baik lingkungan geografis maupun lingkungan sosial-budaya. Sejalan dengan hal tersebut di atas, faktor komunikasi juga sangat berpengaruh terhadap penerimaan kebijakan oleh kelompok sasaran, sehingga jeleknya proses komunikasi ini akan menjadi titik lemah dalam mencapai efektivitas pelaksanaan kebijakan negara.

Dengan demikian, penyebarluasan isi kebijakan melalui proses komunikasi yang baik akan mempengaruhi terhadap efektivitas implementasi kebijakan. Dalam hal ini media komunikasi yang digunakan untuk menyebarluaskan isi kebijakan kepada kelompok sasaran akan sangat berperan.

(41)

25 II. 2. 3 Pendekatan Model Implementasi Kebijakan

Pendekatan Model Implementasi Kebijakan Publik

Berbagai pendekatan model dalam implementasi kebijakan publik dapat dipahami melalui beberapa model klasik yang diilhami dari berbagai fenomena di berbagai kawasan di belahan dunia ini, antara lain:

1. Implementasi Sistem Rasional (Top Down)

Parsons (dalam Mulyadi, 2015) model implementasi inilah yang paling pertama muncul. Pendekatan top down memiliki pandangan tentang hubungan kebijakan yang tercakup dalam Emile karya Rousseau: “Segala sesuatu adalah baik jika diserahkan ke tangan Sang Pencipta. Segala sesuatu adalah buruk di tangan manusia”.

Masih menurut Parsons (dalam Mulyadi, 2015:16), model rasional ini berisi gagasan bahwa implementasi adalah menjadikan orang melakukan apa-apa yang telah diperintahkan dan mengontrol urutan tahapan sebuah sistem. Mazmanian dan Sabatier (1983), berpendapat bahwa implementasi top down adalah proses pelaksanaan keputusan kebijakan mendasar.

2. Implementasi Kebijakan Bottom up

Model implementasi dengan pendekatan bottom up muncul sebagai kritik terhadap model pendekatan rasional (top down).

Parsons (dalam Mulyadi, 2015) mengemukakan bahwa yang benar- benar penting dalam implementasi adalah hubungan antara pembuat kebijakan dengan pelaksana kebijakan. Model bottom up adalah model yang memandang proses sebagai sebuah negosiasi dan pembentukan konsensus. Masih menurut Parsons (dalam Mulyadi,

(42)

26 2015), model pendekatan bottom up menekankan kepada fakta bahwa implementasi di lapangan masih memberikan keleluasaan dalam penerapan kebijakan.

Ahli kebijakan yang lebih memfokuskan model implementasi kebijakan dalam perspektif bottom up adalah Adam Smith. Menurut smith (dalam Mulyadi, 2015) implementasi kebijakan dipandang sebagai suatu proses atau alur. Model Smith ini memandang proses implementasi kebijakan dari proses kebijakan dari perspektif perubahan sosial dan politik, dimana kebijakan yang dIbuat oleh pemerintah bertujuan untuk mengadakan perbaikan atau perubahan dalam masyarakat sebagai kelompok sasaran.

a. Implementasi Kebijakan Publik Model Donald Van Metter dan Carl Van Horn

Model pendekatan top-down yang dirumuskan oleh Donald van Metter dan Carl Van Horn disebut dengan A Model of The Policy Implementation. Proses implementasi ini merupakan sebuah abstraksi atau performansi suatu implementasi kebijakan yang pada dasarnya secara sengaja dilakukan untuk meraih kinerja implementasi kebijakan publik yang tinggi yang berlangsung dalam hubungan berbagai variabel. Model ini mengandaikan bahwa implementasi kebijakan berjalan secara linier dari keputusan politik yang tersedia, pelaksana, dan kineria kebijakan publik.

Ada enam variabel, menurut Van Metter dan van Horn, yang mempengaruhi kinerja kebijakan publik tersebut, adalah:

(43)

27 1. Standar dan Sasaran Kebijakan/Ukuran dan Tujuan Kebijakan.

Kinerja implementasi kebijakan dapat diukur tingkat keberhasilannya jika dan hanya jika ukuran dan tujuan kebijakan memang realistis dengan sosio-kultur yang ada di level pelaksana kebijakan. Ketika ukuran dan sasaran kebijakan atau tujuan kebijakan terlalu ideal (bahkan terlalu utopis) untuk dilaksanakan di level warga, maka agak sulit memang merealisasikan kebijakan publik hingga titik yang dapat dikatakan berhasil.

Pemahaman tentang maksud umum dari suatu standar dan tujuan kebijakan adalah penting. Implementasi kebijakan yang berhasil, bisa jadi gagal (frustrated) ketika para pelaksana (official), tidak sepenuhnya menyadari terhadap standar dan tujuan kebijakan. Standar dan tujuan kebijakan memiliki hubungan erat dengan disposisi para pelaksana (implementors). Arah disposisi para pelaksana (implementors) terhadap standar dan tujuan kebijakan juga merupakan hal yang “crucial”.

Implementors mungkin bisa jadi gagal dalam melaksanakan kebijakan, dikarenakan mereka menolak atau tidak mengerti apa yang menjadi tujuan suatu kebijakan.

2. Sumberdaya

Keberhasilan proses implementasi kebijakan sangat tergantung dari kemampuan memanfaatkan sumberdaya yang tersedia. Manusia merupakan sumberdaya yang terpenting dalam menentukan suatu keberhasilan proses implementasi. Tahap-tahap tertentu dari keseluruhan proses implementasi menuntut adanya sumberdaya manusia yang berkualitas sesuai dengan pekerjaan yang diisyaratkan

(44)

28 oleh kebijakan yang telah ditetapkan secara politik. Tetapi ketika kompetensi dan kapabilitas dari sumber-sumberdaya itu nihil, maka kinerja kebijakan publik sangat sulit untuk diharapkan.

Tetapi diluar sumberdaya manusia, sumberdaya-sumberdaya lain yang perlu diperhitungkan juga, ialah sumberdaya finansial dan sumberdaya waktu. Karena, mau tidak mau, ketika sumberdaya manusia yang kompeten dan kapabel telah tersedia sedangkan kucuran dana melalui anggaran tidak tersedia, maka memang menjadi persoalan pelik untuk merealisasikan apa yang hendak dituju oleh tujuan kebijakan publik. Demikian pula halnya dengan sumberdaya waktu. Saat sumberdaya manusia giat bekerja dan kucuran dana berjalan dengan baik, tetapi terbentur dengan persoalan waktu yang terlalu ketat, maka hal ini pun dapat menjadi penyebagian ketidakberhasilan implementasi kebijakan.

Karena itu sumberdaya yang diminta dan dimaksud oleh van Metter dan Van Horn adalah ketiga bentuk sumberdaya tersebut.

3. Karakteristik Agen Pelaksana.

Pusat perhatian pada agen pelaksana meliputi organisasi formal dan organisasi informal yang akan terlibat pengimplementasian kebijakan publik. Hal ini sangat penting karena kinerja implementasi kebijakan (publik) akan sangat banyak dipengaruhi oleh ciri-cici yang tepat serta cocok dengan para agen pelaksanananya. Misalnya, implementasi kebijakan publik yang berusaha untuk merubah perilaku atau tindaklaku manusia secara radikal, maka agen pelaksana projek itu haruslah berkarakteristik keras dan ketat pada aturan serta sanksi hukum.

(45)

29 Sedangkan bila kebijakan publik itu tidak terlalu merubah perilaku dasar manusia, maka dapat-dapat saja agen pelaksana yang diturunkan tidak sekeras dan tidak setegas pada gambaran yang pertama.

Selain itu, cakupan atau luas wilayah implementasi kebijakan perlu juga diperhitungkan manakala hendak menentukan agen pelaksana. Semakin luas cakupan implementasi kebijakan, maka seharusnya semakin besar pula agen yang dilibatkan.

4. Sikap/Kecenderungan (Disposition) para Pelaksana.

Sikap penerimaan atau penolakan dari (agen) pelaksana akan sangat banyak mempengaruhi keberhasilan atau tidaknya kinerja implementasi kebijakan publik. Hal ini sangat mungkin terjadi oleh karena kebijakan yang dilaksanakan bukanlah hasil formulasi warga setempat yang mengenal betul persoalan dan permasalahan yang mereka rasakan. Tetapi kebijakan yang akan implementor laksanakan adalah kebijakan “dari atas" (top down) yang sangat mungkin para pengambil keputusannya tidak mengetahui (bahkan tidak mampu menyentuh) kebutuhan, keinginan, atau permasalahan yang warga ingin selesaikan.

5. Komunikasi Antarorganisasi dan Aktivitas Pelaksana.

Koordinasi merupakan mekanisme yang ampuh dalam implementasi kebijakan publik. Semakin baik koordinasi komunikasi diantara pihak-pihak yang terlibat dalam suatu proses implementasi, maka asumsinya kesalahan-kesalahan akan sangat kecil untuk terjadi. Dan, begitu pula sebaliknya.

(46)

30 6. Lingkungan Ekonomi, Sosial, dan Politik.

Hal terakhir yang perlu juga diperhatikan guna menilai kinerja implementasi publik dalam perspektif yang ditawarkan oleh Van Metter dan Van Horn adalah, sejauh mana lingkungan eksternal turut mendorong keberhasilan kebijakan publik yang telah ditetapkan.

Lingkungan sosial, ekonomi, dan politik yang tidak kondusif dapat menjadi biang keladi dari kegagalan kinerja implementasi kebijakan.

Karena itu, upaya untuk mengimplementasikan kebijakan harus pula memperhatikan kekondusifan kondisi lingkungan eksternal.

Gambar 2.2

Model Implementasi Van Meter dan Van Horn

Sumber: Van Meter dan Van Horn dalam Dwiyanto (2009; 40)

b. Implementasi Kebijakan Publik Model George C. Edward III

Model implementasi kebijakan ketiga yang berperspektif top down dikembangkan oleh George C. Edward III. Edward III menamakan model

(47)

31 implementasi kebijakan publiknya dengan Direct and Indirect Impact on Implementation. Dalam pendekatan yang diteoremakan oleh Edward III, terdapat empat variabel yang sangat menentukan keberhasilan implementasi suatu kebijakan, yaitu: (1) komunikasi, (2) sumberdaya; (3) disposisi; (4) struktur birokrasi

Variabel pertama yang mempengaruhi keberhasilan implementasi kebijakan, menurut George C. Edward III, adalah komunikas.

Komunikasi, menurutnya lebih lanjut, sangat menentukan keberhasilan pencapaian tujuan dari implementasi kebijakan publik. Implementasi yang efektif terjadi apabila para pembuat keputusan sudah mengetahui apa yang akan mereka kerjakan. Pengetahuan atas apa yang akan mereka kerjakan dapat berialan bila komunikasi berjalan dengan baik, sehingga setiap keputusan kebijakan dan peraturan implementasi harus ditransmisikan (atau dikomunikasikan) kepada bagian personalia yang tepat. Selain itu, kebijakan yang dikomunikasikan pun harus tepat, akurat, dan konsisten. Komunikasi (atau pentransmisian informasi) diperlukan agar para pembuat keputusan di dan para implementor akan semakin konsisten dalam melaksanakan setiap kebijakan yang akan diterapkan dalam masyarakat.

Terdapat tiga indikator yang dapat dipakai atau digunakan dalam mengukur keberhasilan variabel komunikasi tersebut di atas, yaitu:

a. Transmisi, penyaluran komunikasi yang baik akan dapat menghasilkan suatu implementasi yang baik pula. Seringkali yang terjadi dalam penyaluran komunikasi adalah adanya salah pengertian (miskomunikasi), hal tersebut disebagiankan karena komunikasi telah

Referensi

Dokumen terkait

Selain itu, adanya Forum Komunikasi Diniyah Takmiliyah (FKDT) tentu memiliki hasil atau dampak yang diperoleh dari mengikuti kegiatan FKDT di Kecamatan Bae,

Hasil respon peserta didik terhadap kegiatan pembelajaran yang telah berlangsung dengan menggunakan pembelajaran multimedia interaktif dengan katagori baru dan tidak

Hal yang sama juga terjadi pada papan dengan ukuran sekam 1 hingga 2 mm, dimana terjadi kenaikan nilai konduktivitas panas papan untuk setiap kenaikan kadar resin yang

Hasil penelitian Hikmah dan Sulis (2020) menunjukkan bahwa brand engagement berpengaruh secara positif dan signifikan terhadap repurchase intention sejalan dengan

[r]

(2) Objek Retribusi Terminal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah pelayanan penyediaan tempat parkir untuk kendaraan penumpang dan bis umum, tempat

1. Menetapkan Pedoman dan pengarahan sesuai dengan kebijakan Pemerintah Daerah dan Badan Nasional Penanggulangan Bencana terhadap usaha penanggulangan bencana yang

Dari uraian latar belakang yang telah dipaparkan, maka judul yang diambil adalah “ Kemandirian Masyarakat Bangka dalam Pengembangan Program Tanggung jawab