• Tidak ada hasil yang ditemukan

HUBUNGAN DUKUNGAN SOSIAL DENGAN BURNOUT BELAJAR PADA SISWA KELAS XI SMA NEGERI 4 YOGYAKARTA.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "HUBUNGAN DUKUNGAN SOSIAL DENGAN BURNOUT BELAJAR PADA SISWA KELAS XI SMA NEGERI 4 YOGYAKARTA."

Copied!
109
0
0

Teks penuh

(1)

HUBUNGAN ANTARA DUKUNGAN SOSIAL DENGAN

BURNOUTBELAJAR PADA SISWA KELAS XI

DI SMA NEGERI 4 YOGYAKARTA

SKRIPSI

Diajukan kepada Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan guna Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Oleh Fani Rahmasari NIM. 12104241075

PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING JURUSAN PSIKOLOGI PENDIDIKAN DAN BIMBINGAN

FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA

(2)
(3)
(4)
(5)

MOTTO

“Do’a dan usaha sama seperti kayuhan sepeda yang jika terus dilakukan akan mengantarkan kita pada suatu tujuan yang kita cita-citakan”

(Penulis)

“Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan” (QS. Asy-Syahr. 5-6)

“Maka apabila kamu telah menyelesaikan shalat (mu), ingatlah Allah diwaktu berdiri, diwaktu duduk, dan diwaktu berbaring, kemudian apabila kamu telah merasa aman, maka dirikanlan shalat itu (sebagaimana bisa). Sesungguhnya shalat

itu adalah kewajiban yang ditentukan waktunya atas orang-orang yang beriman” (Q.S. AN NISA’:103)

“Barang siapa yang menghendaki pahala di dunia saja (maka ia merugi) karena di sisi Allah ada pahala dunia dan akhirat. Dan Allah maha mendengar lagi maha

(6)

PERSEMBAHAN

Karya ini kupersembahkan untuk: 1. Bapak, Ibu, beserta keluarga 2. Almamaterku

3. Agama, Nusa, dan Bangsa

(7)

HUBUNGAN DUKUNGAN SOSIAL DENGAN BURNOUT BELAJAR PADA SISWA KELAS XI SMA NEGERI 4 YOGYAKARTA

Oleh Fani Rahmasari NIM 12104241075

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara dukungan sosial dengan burnout belajar siswa kelas XI SMA Negeri 4 Yogyakarta..

Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kuantitatif dengan jenis penelitian korelasional. Populasi dalam penelitian ini adalah siswa kelas XI SMA Negeri 4 Yogyakarta dengan jumlah 258 siswa. Penelitian ini menggunakan teknik cluster random sampling dalam menentukan sampel. Sampel penelitian terdiri dari 5 kelas dengan jumlah subyek sebanyak 146 siswa. Metode pengumpulan data dalam penelitian ini dengan menggunakan skala dukungan sosial dan burnout belajar. Uji validitas ini dengan menunjuk expert judgement pada skala dukungan sosial sedangkan skala burnout belajar diketahui memiliki angka validitas P>0,01. Hasil uji reliabilitas menggunakan Alpha

Cronbach yakni sebesar 0,862 untuk burnout belajar dan 0,946 pada skala

dukungan sosial. Analisis data menggunakan product moment dari pearson dengan bantuan program SPSS for windows seri 22.0.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada hubungan negatif dan sigifikan antara dukungan sosial dengan burnout belajar pada siswa kelas XI SMA Negeri 4 Yogyakarta, besarnya hubungan dilihat dari nilai harga korelasi sebesar -0,417 dengan signifikansi p=0.000<0.05, artinya semakin tinggi dukungan sosial maka semakin rendah burnout belajar dan sebaliknya semakin rendah dukungan sosial yang diperoleh maka semakin tinggi tingkat burnout belajar. Nilai determinasi (R

square) sebesar 0,714 dapat diartikan bahwa dukungan sosial memberikan

sumbangan efektif sebesar 17,4% terhadap burnout belajar berarti masih ada 82,6% disebabkan oleh variabel lain yang tidak dibahas dalam penelitian ini.

(8)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas berkat rahmat, hidayah, dan inayah-Nya kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Hubungan antara Dukungan Sosial dengan Burnout Belajar Pada Siswa Kelas JW di SMA N 4 Yogyakarta”. Skripsi ini merupakan rancangan laporan penelitian ilmiah yang diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan di Universitas Negeri Yogyakarta.

Keberhasilan penyusunan skripsi ini juga tidak lepas dari kerjasama dan bantuan dari berbagai pihak. Dengan segala kerendahan hati penulis mengucapkan terima kasih yang setulus-tulusnya kepada:

1. Rektor Universitas Negeri Yogyakarta, yang telah memberikan kesempatan untuk menempuh pendidikan di Universitas Negeri Yogyakarta.

2. Dekan Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta yang telah memberikan kemudahan bagi peneliti selama proses penyusunan skripsi ini.

3. Ketua Jurusan Psikologi Pendidikan dan Bimbingan Universitas Negeri Yogyakarta yang telah memberikan kemudahan proses pengurusan izin penelitian ini.

4. Bapak Dr. Suwarjo, M.Si., dosen pembimbing yang dengan sabar dan teliti telah memberikan kemudahan serta bantuan yang sangat bermanfaat sehingga skripsi ini dapat selesai tepat waktu dan maksimal.

(9)

5. Ibu Purwandari, M.Si, selaku penguji utama yang telah sabar membimbing dan mengarahkan sehingga skripsi ini dapat diperbaiki dengan baik dan

tepat waktu.

6. Orang tuaku tercinta Bapak Slamet Sutopo dan Ibu Budi Sulfiyati yang telah membesarkan, mendidik, merawat, mengasihi, dan tak henti-hentinya berdo’a sehingga kemudahan demi kemudahan selalu dirasakan oleh penulis.

7. Kakak-kakak ku tersayang, Dhani Yunanto, Anggraeni Widianingrum Putri, Reni Pramudiani, Reza Aseptiawan Rahayu, dan sebelah hati yang sedang sama-sama berjuang meraih gelar sarjana, terimakasih atas kasih sayang dan segala motivasi yang selalu diberikan kepada penulis.

8. Kedua keponakanku, Alnilam Nur Azkya Shofana dan Rhea Dzakira Kinarian, terimakasih atas kelucuan dan kasih sayangnya sehingga penulis selalu merasa terhibur.

9. Sahabatku tercinta Vivi, Devie, Dini, Intan, Haris, dan Miftah yang selalu memberi kesan manis dan kebesamaan selama merantau di Yogyakarta. 10. Kelompok penelitian Danang, Atus, Novian, Lulut, Ita, Fitri, dan Gun

terima kasih sudah selalu mengingatkan untuk semangat dan pantang menyerah dalam mengerjakan skripsi ini.

11. Keluarga kos cuntik (April, Dinar, Mba Rya, Mba Reza) yang selalu mengingatkan dan memotivasi penulis dalam segala hal.

(10)

13. Teman-teman BKB 48 yang menjadi saksi perjuangan dari awal perkuliahan sampai akhir perkuliahan selesai. Semoga kita menemukan kesuksesan masing-masing. Amin.

14. Bapak Ibu Guru BK SMA N 4 Yogyakarta dan pihak sekolah yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk melakukan penelitian. 15. Siswa kelas XI SMA N 4 Yogyakarta yang telah membantu menjadi

subyek penelitian.

16. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu yang telah turut membantu terselesaikannya penelitian ini. Terima kasih untuk do’a, bantuan, dan motivasinya.

Semoga Allah SWT membalas semua kebaikan yang telah Bapak/Ibu/Saudara/i berikan kepada penulis dalam penyelesaian tugas akhir skripsi ini dengan kebaikan yang lebih serta keberkahan hidup yang melimpah.

Penulis menyadari bahwa penelitian dan penyusunan skripsi ini masih jauh dari sempurna karena masih banyak kekurangan dan kesalahan yang penulis lakukan. Saran dan kritik yang bersifat membangun dari berbagai pihak sangat penulis harapkan.

Yogyakarta, 21 April 2016 Penulis

Fani Rahmasari NIM. 12104241075

(11)
(12)

B. Kajian Tentang Burnout Belajar

1. Pengertian Burnout Belajar ... 23

2. .Faktor Penyebab BurnoutBelajar ... 24

3. Aspek Burnout Belajar ... 26

4. Proses Terbentuknya Burnout Belajar ... 28

5. Upaya Mengatasi Kejenuhan Belajar ... 30

C . H u b u n g a n a n t a r a D u k u n ga n S o s i a l d e n g a n B u r n o u t Belajar ... 31

D. Hipotesis ... 34

BAB III. METODE PENELITIAN A. Pendekatan dan Jenis Penelitian ... 35

B. Variabel Penelitian ... 35

C. Definisi Operasional ... 35

D. Tempat dan waktu Penelitian ... 36

E. Populasi dan Sampel ... 37

F. Teknik Pengumpulan Data ... 39

G. Instrumen Penelitian ... 40

H. Uji Coba Instrumen ... 42

I. Teknik Analisis Data ... 48

BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Data Hasil Penelitian ... 53

B. Pengujian Hipotesis ... 57

C. Pembahasan ... 60

D. Keterbatasan Penelitian ... 63

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN

(13)

A. Kesimpulan ... 64

B. Saran ... 64

DAFTAR PUSTAKA ... 66

(14)

Tabel 1. Daftar Populasi Kelas XI SMA N Tabel 2. Data Sampel Penelitian

Tabel 3. Kisi-kisi Skala Dukungan Sosial Tabel 4. Kisi-Kisi Burnout

Tabel 5. Hasil Uji Reliabilitas Skala Dukun Tabel 6. Deskripsi Statistik Dukungan Sosial Tabel 7. Distribusi Kategorisasi Dukungan

Tabel 1. Daftar Populasi Kelas XI SMA N 4 Yogyakarta ... Tabel 2. Data Sampel Penelitian... kisi Skala Dukungan Sosial...

Burnout Belajar ... Tabel 5. Hasil Uji Reliabilitas Skala Dukungan Sosial ... Tabel 6. Deskripsi Statistik Dukungan Sosial dan Burnout Belajar ... Tabel 7. Distribusi Kategorisasi Dukungan Sosial ... Tabel 8. Distribusi Kategorisasi Kejenuhan Burnout ...

Tabel 9. Uji Normalitas Data... Tabel 10. Hasil Uji Liniearitas ...

(15)

DAFTAR GAMBAR

H a l

(16)

DAFTAR LAMPIRAN

hal Lampiran 1. Skala Dukungan Sosial ... 67 Lampiran 2. Skala Kejenuhan Belajar ... 70 Lampiran 3. Hasil Perhitungan Uji Reliabilitas Instrumen Dukungan 75

Sosial...

Lampiran 4. Hasil Uji Normalitas Data, Uji Liniearitas, Uji 77 Hipotesis, dan Sumbangan Efektif ...

Lampiran 5. Rumus Kategorisasi Dukungan Sosial dan Burnout 82 Belajar ...

Lampiran 6. Rekapitulasi Data dan Pengkategorian Variabel 84 Dukungan Sosial dan Burnout Belajar

...

Lampiran 7. Surat Izin Penelitian ... 89

(17)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Menurut Driyarkara (Dwi Siswoyo dkk, 2011: 1) pendidikan merupakan gejala umum yang berlangsung sepanjang hayat dalam kehidupan manusia Pendidikan sebagai usaha sadar bagi pengembangan manusia dan masyarakat mendasarkan pada landasan pemikiran tertentu yang berarti upaya memansiakan manusia melalui pendidikan, didasarkan atas pandangan hidup atau filsafat hidup, bahkan latar belakang sosiokultural tiap-tiap masyarakat, serta pemikiran psikologis tertentu. Menurut Dwi Siswoyo, dkk (2011), sistim pendidikan berkaitan dengan watak nasional suatu bangsa, baik yang bersifat natural maupun spiritual. Semuanya melatarbelakangi konsep pendidikan yang dianut olah suatu bangsa. Elemer Harrison Wild (Dwi Siswoyo, dkk. 2011: 9) berpendapat bahwa (1) perbedaan fisik, sosial, ekonomi, dan politik di sekitar manusia menyebabkan perbedaan filsafat hidupnya (2) Perbedaan filsafat hidup menyebabkan perbedaan kebutuhan akan pendidikan (3) Kebutuhan akan pendidikan menyebabkan perbedaan konsep pendidikan (4) Perbedaan konsep pendidikan akan tercermin dalam kurikulum, metode mengajar, dan praktik persekolahan.

Driyakara (Dwi Siswoyo, dkk. 2011: 64) menjelaskan bahwa pendidikan adalah fenomena yang fundamental atau hak asasi dalam kehidupan manusia. Kita dapat mengatakan bahwa di mana ada kehidupan

manusia, bagaimanapun juga di situ pasti ada pendidikan. Menurut Soedomo 1

(18)

disebut pendidikan adalah upaya sadar untuk mengembangkan potensi-potensi yang dimiliki manusia. Begitu juga yang terjadi di Indonesia, pendidikan menjadi suatu hal yang wajib dijalani oleh seluruh penduduk, adapun pemerintah telah mencanangkan pendidikan wajib belajar selama 12 tahun pendidikan formal yang meliputi SD, SMP/sederajat, SMA/sederajat. Semakin tinggi tingkat pendidikan semakin mengerucut pula ilmu yang dipelajari. Ketika peserta didik menuju tingkat pendidikan yang lebih tinggi, maka semakin tinggi pula tugas dan tuntutan yang harus dijalani. Sebagai seorang remaja SMA, peserta didik akan mengalami berbagai perubahan karena beberapa faktor, baik itu faktor tuntutan akademik maupun tugas perkembangan yang harus dilalui oleh remaja pada umumnya.

Transisi perkembangan kanak-kanak menuju remaja tentu melibatkan perubahan secara biologis, kognitif, dan sosio-emosional (Santrock, 2007: 22). Perubahan biologis mencakup perubahan tinggi badan, perubahan hormonal, serta kematangan seksual yang muncul ketika individu memasuki masa pubertas. Secara kognitif, remaja mengalami perubahan pada kemajuan cara berpikir, seperti meningkatnya berpikir abstrak, idealistik, dan logis. Hal tersebut menjadikan remaja menjadi lebih egosentris dan tidak terkalahkan. Oleh karena itu, orang tua

(19)

tua, dan waktu yang cukup banyak untuk berkumpul bersama teman sebaya. Dalam hal ini tentu peran orang tua menjadi sangat penting untuk selalu memberikan dukungan positif disertai pengawasan penuh terhadap remaja dan hubungan antarremaja dengan rekan sebayanya.

Selain transisi dari masa kanak-kanak menuju masa remaja, transisi masa remaja menuju masa dewasa juga merupakan tahapan yang penting pada perkembangan remaja. Dalam masa ini perkembangan remaja ditentukan oleh standar dan pengalaman budaya yang dialami oleh remaja (Santrock, 2007: 56). Era globalisasi yang semakin meluas membuat tuntutan pendidikan saat ini lebih banyak dibanding pendidikan terdahulu. Hal ini dibuktikan dengan perubahan kurikulim yang terjadi serta meningkatnya Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) pada peserta didik yang membuat remaja menjadi lebih dituntut untuk belajar dan memenuhi standar yang ada. Transisi pada masa ini merupakan transisi yang cukup lama, sebab remaja dituntut untuk benar-benar siap untuk terjun bermasyarakat dan memenuhi segala tuntutan lingkungan yang ada.

Usia SMA merupakan usia remaja madya di mana pencarian jati diri dilakukan. Banyak faktor pembentuk kepribadian pada remaja, seperti latar belakang keluarga, lingkungan, teman sebaya, bahkan naluri individu

(20)

remaja selama proses belajar berlangsung. Tuntutan yang sangat banyak pada remaja lama-lama akan menjadi beban tersendiri bagi remaja yang berujung pada kejenuhan belajar. Hal tersebut pula yang saat ini memunculkan fenomena membolos, melanggar tata tertib, kurangnya konsentrasi belajar, malas mengerjakan tugas, menyontek, bahkan malas bersekolah yang mengakibatkan remaja putus sekolah.

Burnout belajar sendiri dipengaruhi oleh banyak faktor, berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan Suwarjo,dkk (2015) pada sekolah di Kota Yogyakarta, burnout belajar remaja di alami 56,96% akibat dari metode pembelajaran guru yang cenderung monoton, 52,68% kesulitan membagi waktu belajar dengan kesibukan diluar belajar, 41,33% menggunakan referensi untuk tugas pelajaran seadanya, 37,47% kesulitan dalam menerjemahkan literatur asing, ada masalah pribadi dengan guru sebanyak 6%, ide-ide dalam belajar tidak didengar oleh teman 5,78%, 5,14% tersinggung oleh teman yang memberikan masukan ide dalam kegiatan belajar, teman-teman di kelas yang tidak mau diajak diskusi juga berpengaruh sebanyak 4,50%, dan banyak masalah di tempat tinggal yang mengganggu kegiatan belajar sebanyak 4,28%. Dari persentase yang dihaislkan oleh penelitian sebelumnya, hal-hal tersebut membuktikan

bahwa siswa di Kota Yogyakarta mengalami burnout belajar dan banyak faktor yang memengaruhi burnout belajar yang mereka alami.

(21)

penelitian tersebut juga menghasilkan persentase tentang cara mengatasi

burnout belajar para remaja SMA kelas XI di Kota Yogyakarta. Berikut

merupakan beberapa cara remaja SMA lakukan untuk mengurangi tingkat kejenuhan belajar, ngobrol dengan teman merupakan persentase tertinggi yang di lakukan, kegiatan ini dipilih oleh 70,02% responden, berkumpul dengan teman dipilih oleh 57,17% responden. Adapun beberapa cara lain yang dilakukan oleh sedikit responden untuk mengurangi kejenuhan belajar yang dialami yakni ngobrol dengan guru dipilih oleh 4,71% responden, memperbanyak merokok dilakukan oleh 2,78% responden, berkonsultasi dengan konselor terhitung sangat sedikit sebanyak 0,64%, meminum obat terlarang dilakukan oleh 0,21%, serta mengonsumsi minuman keras dilakukan sebanyak 0,21% responden. Dari hasil tersebut dapat dilihat bahwa ada beberapa siswa yang melakukan hal negatif untuk mengatasi burnout

belajarnya dan akan menjadi bahaya apabila tidak segera diatasi.

Menurut hasil penelitian di atas, faktor yang memengaruhi burnout

(22)

meminimalisasi adanya burnout belajar akan memerlukan faktor internal dan eksternal, baik internal yang datang dari diri remaja, maupun eksternal yaitu dari lingkungan sosialnya atau dukungan sosial internal dari diri remaja tersebut. Sumber dukungan sosial menurut Wungaba via Khaliq (2015: 30) terdiri dari keluarga, teman, dan lingkungan sosial.

Berdasarkan strategi coping yang dilakukan remaja SMA dalam menghadapi burnout belajar, salah satu yang paling tinggi adalah mengobrol dengan teman dengan persentase sebanyak 70,02%. Hal ini membuktikan bahwa teman di sekolah berperan penting untuk mengatasi kejenuhan belajar. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Suwarjo & Diana Septi Purnama (2015) menyebutkan bahwa faktor penyebab dan cara mengatasi kejenuhan belajar yang lebih dipilih oleh siswa sebagian besar mengacu pada hubungan sosial daripada hubungan individu dengan dirinya sendiri.

Winnubust, dkk meletakkan dukungan sosial terutama dalam konteks hubungan yang akrab atau kualitas hubungan (Smet, B, 1994:133). Sementara itu, menurut Suchman jaringan sosial telah diketahui memengaruhi keanekaragaman perilaku keanekaragaman perilaku kesehatan (Smet, B, 1994:134). Hal ini didukung dengan bukti bahwa ketika dukungan sosial remaja mengarah pada sesuatu yang positif, maka kecenderungan remaja untuk berprilaku positif pada sebayanya lebih besar terutama dalam hal belajar.

(23)

Dari hasil penelitian yang dilakukan Suwarjo dan Diana Septi Purnama (2015) dengan subyek penelitian SMA N 4 Yogyakarta dapat dilihat bahwa 4,41% siswa mengalami kejenuhan belajar tinggi, 9,56% sedang, 34,6% rendah, dan 51,5% tidak mengalami, hal ini dapat ditarik kesimpulan bahwa setengah dari jumlah keseluruhan siswa kelas XI mengalami burnout belajar.

(24)

Peran orang tua juga sangat penting dalam menentukan prestasi belajar individu, seperti dalam menentukan kedekatan individu dengan teman bermain atau segala aktivitas yang dilakukan individu dalam kesehariannya. Orang tua menjadi peran utama seorang individu dalam membentuk sebuah karakter diri. Namun di lain sisi, kebijakan orang tua dalam memberikan peluang bagi individu untuk melakukan aktivitas pengembangan diri juga sangat penting, seperti fasilitas les di luar jam sekolah, les di luar kegiatan akademik, ataupun kegiatan yang berhubungan dengan hobby yang disukai oleh individu. Ketika seorang individu memeroleh dukungan yang besar dari orang tua, biasanya mereka lebih memiliki rasa tanggung jawab dalam melaksanakan tugas belajar di sekolah, rajin mengikuti berbagai kegiatan, dan tidak mudah bosan dengan pelajaran di sekolah. Tidak jarang juga seorang individu yang memeroleh fasilitas yang mencukupi dari orang tua tidak di iringi dengan kontrol dari orang tua. Individu tersebut cenderung menyepelekan tugas-tugas dari guru dan kurang berprestasi di sekolah.

Guru di sekolah juga memiliki peran penting terhadap prestasi belajar siswa, seperti halnya pada hasil penelitian Suwarjo dan Diana Septi Purnama (2015), siswa menjadi cepat bosan dalam kegiatan belajar mengajar karena metode pembelajaran guru yang monoton. Guru yang memiliki metode belajar yang kreatif dan energik akan membuat siswa lebih bersemangat dalam melaksanakan kegiatan belajar mengajar di kelas.

(25)

Selain itu, guru yang bersahabat dengan siswa juga akan membuat siswa bersemangat dalam mengerjakan tugas-tugas yang diberikan.

Guru BK merupakan salah satu guru di sekolah yang berperan memberikan layanan pribadi, sosial, belajar, dan karir. Sebagai fasilitator atas layanan-tayanan tersebut tentu BK memegang peranan yang cukup besar sebagai guru yang harus membangun hubungan yang baik dengan

murid supaya murid dapat dengan mudah menceritakan segala keluhan dan kesulitan yang dialaminya. Keluhan yang dimaksud di sini merupakan

burnout belajar yang dihadapi peserta didik. Burnout belajar tentu

disebabkan oleh berbagai hal, baik itu dari hubungan dengan teman yang kurang baik, hubungan dengan guru mapel yang kurang harmonis, atau hubungan dengan orang tua yang kurang harmonis. Ketika seorang guru BK mengetahui sebuah masalah yang dialami peserta didik dan mengetahui hubungannya secara langsung, maka guru BK dapat mengambil tindakan dengan pendekatan yang paling tepat.

(26)

berperan penting, ketika guru memberikan fasilitas belajar yang menarik, siswa akan cenderung menyukai mata pelajaran dan tidak mudah bosan terhadap berbagai tugas yang dibebankan kepadanya. Orang tua menjadi faktor pendorong siswa yang paling utama. Tuntutan orang tua yang besar kadang membuat siswa jenuh dalam belajar karena mau tidak mau setelah sekolah siswa dituntut untuk belajar di luar (les), atau belajar dalam pantauan orang tua, namun dengan kedekatan emosi, bantuan langsung, dan fasilitas yang cukup akan membuat individu menjadi terdukung dan bersemangat dalam proses belajarnya. Keharmonisan hubungan keluarga juga berpengaruh terhadap proses belajar di sekolah. Hal ini juga di sampaikan oleh guru BK bahwa banyak siswa yang mengalami broken

home dan mampu melewati kesulitan-kesulitannya, namun hasilnya tetap

berbeda dengan siswa yang memiliki latar belakang keluarga yang harmonis.

Pertimbangan berdasarkan pemikiran dan berbagai masalah yang telah diungkap di awal terkait dengan dukungan sosial dan burnout belajar belum dapat diketahui dengan pasti. Oleh karena itu, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul “Hubungan antara dukungan sosial dengan burnout belajar pada siswa kelas XI SMAN 4 Yogyakarta”.

(27)

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dipaparkan, adapun masalah-masalah yang dapat diidentifikasi adalah sebagai berikut:

1. Fenomena kejenuhan belajar yang terjadi pada remaja mendorong beberapa remaja memilih melakukan kompensasi sebagai mekanisme pertahanan diri seperti, merokok, mengonsumsi obat-obatan terlarang, dan minum-minuman keras.

2. Sebagian besar siswa SMA di Kota Yogyakarta mengalami kejenuhan belajar karena metode pembelajaran guru yang cenderung monoton. 3. Siswa belum memiliki kepercayaan terhadap guru untuk

mengomunikasikan masalah kejenuhan belajarnya, terbukti bahwa hanya 4,71% siswa yang memilih mengobrol dengan guru sebagai strategi coping yang dipilih sehingga hal ini membuktikan bahwa peran guru masih kurang dalam mengurangi tingkat kejenuhan belajar pada siswa.

4. Belum diketahui hubungan antara dukungan sosial dengan tingkat

burnout belajar pada siswa kelas XI SMAN 4 Yogyakarta.

C. Batasan Masalah

(28)

belum diketahuinya hubungan antara dukungan sosial dengan burnout

belajar pada siswa kelas XI SMA N 4 Yogyakarta.

D. Rumusan Masalah

Berdasarkan pembatasan penelitian, maka penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut: “Apakah ada hubungan antara dukungan sosial dengan tingkat kejenuhan belajar pada siswa kelas XI SMA N 4 Yogyakarta?”.

E. Tujuan Penelitian

Tujuan diadakannya penelitian ini adalah mengetahui hubungan antara dukungan sosial terhadap tingkat burnout belajar pada siswa kelas XI SMA N 4 Yogyakarta.

F. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat yaitu:

1. Secara Teoritis

Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi ilmu pengetahuan, informasi, pemikiran, khususnya di bidang Bimbingan dan Konseling, untuk mengetahui lebih jauh tentang variabel-variabel yang signifikan dalam menjelaskan dukungan sosial, teman sebaya dan tingkat kejenuhan belajar.

2. Secara Praktis

a. Bagi siswa

(29)

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan kesadaran kepada siswa untuk segera mengomunikasikan segala kebutuhan dan kesulitan belajarnya kepada pihak terkait seperti orang tua dan guru supaya burnout belajar yang dialami dapat teratasi dan diminimalisisr dengan baik.

b. Bagi guru

Hasil dari penelitian ini diharapkan guru bisa memberikan bimbingan dan pendidikan yang mendukung kegiatan belajar mengajar pada siswa untuk mengurangi kejenuhan belajar pada siswa dengan membangun kedekatan dengan siswa sehingga siswa mampu mengkomunikasikan kesulitan belajarnya kepada guru.

c. Bagi orang tua

Hasil dari penelitian ini diharapkan orang tua bisa memberikan dukungan dan arahan bagi siswa agar tetap bersemangat dalam belajar. Hal ini bisa dilakukan dengan memahami segala kebutuhan siswa dengan rinci, sehingga orang tua tidak hanya menuntut, namun juga memberi solusi atas kesulitan-kesulitan yang individu hadapi.

d. Bagi peneliti selanjutnya

(30)

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Kajian Tentang Dukungan Sosial 1. Pengertian Dukungan sosial

Definisi dari Hyman et al (May. 2009: 3) “Social support as the perception that one is loved, value, and has people he or she can turst and

turn to for assistance when he or she needs help”. Dukungan sosial merupakan suatu pemahaman bahwa seseorang dicintai, dihargai, dan memiliki orang-orang yang dapat dia percaya serta mudah meminta bantuan ketika dia membutuhkan pertolongan. Sejalan dengan itu Smet (1994) berpendapat bahwa dukungan sosial berkaitan dengan ikatan sosial, jaringan sosial, sistem dukungan, serta jaringan alami yang membantu. Rodin & Salovey juga menyatakan bahwa perkawinan merupakan salah satu sumber dukungan sosial (Smet. 1994:133).

Merujuk pada penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Puspitasari, dkk menunjukan bahwa dukungan sosial berpengaruh terhadap kecemasan siswa dalam menghadapi UN. Hubungan keduanya bersifat negatif. Ini berarti bahwa semakin tinggi dukungan sosial, maka semakin rendah tingkat kecemasan siswa dalam menghadapi UN. Sebaliknya, semakin rendah dukungan sosial yang didapat siswa, maka semakin tinggi kecemasan siswa dalam menghadapi UN. Selain itu penelitian yang dilakukan oleh Unchino dkk dalam jurnal yang berjudul social support,

physiological processes, dan health menunjukan bahwa dukungan sosial

berpengaruh terhadap moralitas melalui perubahan cardiovascular yang

(31)

berarti bagian jantung dan pembuluh darah, endocrine atau kelenjar endoktrin, dan sistim imun dalam tubuh. Jadi selain memengaruhi individu secara psikologis, dukungan sosial juga memengaruhi kondisi fisik individu.

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Hashima dan Amato (2015), dkk dalam jurnal yang berjudul poverty, social support, and parentical

behavior menunjukan bahwa beberapa bentuk dari dukungan sosial

menurunkan tingkat prilaku bermasalah diantara semua orang tua, sedangkan bentuk lain dari dukungan sosial secara khusus memberikan manfaat bagi orang tua yang hidup dalam kemiskinan. Ini artinya bahwa secara umum dukungan sosial dapat menurunkan tingkah laku bermasalah pada orang tua, khususnya pada orang tua yang mengalami kemiskinan. Dengan demikian, meskipun dalam kondisi kemiskinan orang tua dapat memiliki perlakuan atau tingkah laku yang baik selama memiliki dukungan sosial yang baik pula.

(32)

Gottlieb (1985: 28) mendefinisikan dukungan sosial terdiri dari informasi atau nasehat verbal atau non-verbal, bantuan nyata, atau tindakan yang diberikan oleh keakraban sosial atau didapat karena kehadiran mereka dan mempunyai manfaat emosional atau efek perilaku bagi pihak penerima. Sementara itu Cobb juga berpedapat bahwa dukungan sosial terdiri atas informasi yang menuntun individu meyakini bahwa individu tersebut merasa diurus dan disayangi. Segala informasi yang diperoleh dari lingkungan sosial yang mempersiapkan persepsi postitif bagi subyek dan subyek merasakan efek positif seperti penegasan, atau bantuan yang menandakan ungkapan dukungan sosial (Smet via Gottlieb, 1994:135). Di lain sisi Sarafino mengusulkan definisi operasional antara lain dukungan sosial mengacu pada kesenangan yang dirasakan, penghargaan akan kepedulian, atau membantu orang menerima dari orang atau kelompok-kelompok lain (Smet. 1994: 136).

Sependapat dengan Sarafino (Voigt.2009: 7) menyimpulkan “Social support is an individual’s perception of benefically supportive behaviors

from others. Social support can take the from of emotional, instrunebtal,

informational, or apprasial support (House, 1981; House & Khan, 1985; Wills, 1985, via Voigt. 2009: 7). Dukungan sosial merupakan sudut pandang seseorang terhadap perilaku dukungan yang menguntungkan diri pada orang lain. Dukungan sosial didapat dari dukungan emosional, intrumental, informasi atau penilaian. Dukungan emosi termasuk empati terhadap sesama dukungan ini diperoleh melalui kedekatan emosional

(33)

seperti motivasi dari keluarga maupun sahabat dekat. Dukungan instrumental sama halnya dengan memberi pertolongan, hal ini terjadi ketika seorang individu mengalami kesulitan dan langsung mendapatkan bantuan dari orang-orang di sekitarnya. Dukungan informasi mengacu pada memberi informasi, misalnya seorang individu mengalami kesulitan dalam mencari buku referensi dan orang-orang di sekitarnya memberi petunjuk buku referensi yang belum ditemukan. Dukungan penilaian mengacu pada penguatan, misalkan seorang individu dipuji karena memperoleh hasil yang memuaskan dalam proses belajarnya.

Dapat disimpulkan bahwa interaksi antardukungan dapat diraih melalui jaringan sosial yang menjadi bagian penting bagi setiap individu.

2. Jenis-Jenis Dukungan Sosial

House (Smet. 1994: 136-137) membedakan empat jenis dukungan sosial, antara lain:

a. Dukungan emosional, dukungan ini meliputi ungkapan empati, kepedulian, dan perhatian yang diperoleh dari orang lain terhadap individu itu sendiri.

b. Dukungan penghargaan, dukungan ini merupakan ungkapan penghargaan positif kepada individu, seperti memberi pujian, sehingga dapat membantu dan membangun harga diri individu sendiri.

(34)

hambatan seperti meminjamkan uang atau meminjamkan referensi buku.

d. Dukungan informatif dukungan sosial ini berupa ungkapan pemberian nasehat, petunjuk-petunjuk, pemberian saran yang dibeikan pada individu.

Dukungan sosial menurut Sarason dkk (1981:2-3) memberikan kontribusi pada penyesuaian yang positive, dan perkembangan pribadi, serta alat untuk melawan stress. Ada atau tidaknya dukungan dimasa kecil menunjukan perkembangan kepribadiannya dan pola kebiasaan individu, hal tersebut juga akan memberikan efek gangguan akibat kekurangan dukungan pada saat dewasa. Sejalan dengan itu Bowlby (Sarason dkk. 1981:3) ketersediaan dukungan sosial mememgaruhi kemampuan individu untuk menahan dan mengatasi frustrasi dan pemecahan masalah.

Coopersmith (Puspitasari dkk.2015:8) menyatakan bahwa ciri-ciri orang dengan harga diri tinggi menunjukkan perilaku-perilaku seperti mandiri, aktif, berani mengemukakan pendapat, dan percaya diri. Sedangkan seseorang dengan harga diri yang rendah menunjukkan perilaku seperti kurang percaya diri, cemas, pasif, serta menarik diri dari lingkungan

3. Konsep Dukungan Sosial

Dukungan sosial fokus padanya tiga konsep utama Barrera (May. 2009: 20). Ketiga konsep utama tersebut adalah dasar sosial, penerimaan dukungan sosial, dan penetapan dukungan sosial:

(35)

a. Dasar sosial adalah konsep hubungan ketika seseorang memiliki orang yang penting dalam lingkungan sosial. Ini termasuk komponen struktural dari dukungan sosial seperti konstitusi, tumpuan, dan luasnya jangkauan dukungan sosial. Konsep ini juga fokus pada tipe-tipe interaksi dukungan sosial yang terjadi diantara anggota-anggota dukungan sosial temasuk kualitas dan hubungan timbal balik.

b. Penerimaan dukungan sosial didefinisikan sebagai penilaian psikologis dan kognitif dari dukungan sosial. Penerimaan dukungan mengakibatkan seseorang menerima dan memanfaatkan dukungan sosial tersebut. Penelitian terkait dukungan mengulas tentang penilaian individu terhadap jaringan dukungan sosial mereka meliputi perilaku dan kepercayaan untuk memiliki dan mencari dukungan sosial.

c. Penetapan dukungan sosial mengacu pada tindakan-tindakan di mana seseorang bertindak ketika mereka menawarkan bantuan dan dukungan.

4. Komponen Dukungan Sosial

Menurut Weiess (Ristianti.2015:13)terdapat enam komponen dalam dukungan sosial yang disebut sebagai “The Social Provision

Scale” di mana masing-masing komponen dapat berdiri sendiri namun

(36)

a. Instrumental Support

1) Reliable Alliance ( Ketergantungan yang dapat diandalkan)

Didalam dukungan sosial ini individu mendapatkan jaminan bahwa ada individu lain yang dapat diandalkan bantuannya ketika individu membutuhkan bantuan, bantuan tersebut bersifat nyata dan langsung. Individu yang menerima bantuan ini akan merasa tendang karena ada individu lain yang dapat diandalkan untuk menolong ketika menghadapi kesulitan.

2) Guidance (Bimbingan)

Dukungan sosial ini terdapat saran, informasi, atau nasehat yang diperlukan dalam memenuhi kebutuhan dan mengatasi permasalahan yang dihadapi. Dukungan ini juga dapat berupa umpan balik atas apa yang pernah seorang individu lakukan terhadap orang lain yang pernah ditolongnya.

b. Emotional Support

1) Reassurance of Worth (Pengakuan Positif)

Dukungan ini berbentuk penghargaan atau penguatan positif yang diberikan pada individu terhadap kemampuan dan kualitas individu. Dukungan ini akan membuat seorang individu merasa bahwa dirinya diterima dan dihargai.

2) Emotional Attachment (Kedekatan Emosional)

Dukungan sosial ini berupa ungkapan dari rasa kasih sayang, cinta, perhatian, dan kepercayaan yang diterima oleh individu

(37)

sehingga individu merasa bahwa dirinya aman dan nyaman terhadap individu lain yang menerima keberadaannya.

3) Social Integration (Integrasi Sosial)

Dukungan sosial ini membuat individu memperoleh perasaan rasa memiliki dalam suatu kelompok yang membuat dirinya tertarik untuk membagi minat, perhatian, dan melakukan kegiatan bersama. Dukungan ini memungkinkan inividu memeroleh rasa aman, nyaman serta merasa memiliki dan dimilikii dalam kelompok yang memiliki persamaan minat.

4) Opportunity to Provide Naturtuance (Kesempatan untuk

Mengasuh

Apek yang dibutuhkan dalam hubungan interpersonal adalah perasaan dibutuhkan oleh orang lain. Dukungan ini memungkinkan individu memeroleh perasaan nahwa orang lain bergantung padanya untuk memeroleh kesejahteraan.

5. Sumber dukungan sosial

Sumber-sumber dukungan sosial dapat diperoleh individu dari lingkungan sosial tempat individu tersebut tinggal dan beraktivitas. Dukungan diperoleh selama proses interaksi individu dengan orang lain di sekitarnya, seperti keluarga, teman, dan masyarakat sekitar individu tersebut berada.

(38)

a. Dukungan Sosial Keluarga

Keluarga merupakan faktor yang paling berperan dalam pembentukan dukungan sosial bagi individu, sebab keluarga merupakan lingkungan primer di mana pertama kalinya individu diperkenalkan dengan orang lain. Orang tua memberikan peran yang penting dalam pemberian dukungan sosial yang berpotensi besar dalam meningkatkan prestasi individu (Chen via Khaliq. 2015: 30).

b. Dukungan Sosial Sahabat atau Teman Sebaya

Santrock (2007) mengungkapkan bahwa teman sebaya merupakan individu yang memiliki usia dan kematangan emosi yang relatif sama. Remaja yang usianya sebaya akan membentuk suatu interaksi sosial yang positif atau negatif.

c. Dukungan Sosial Masyarakat atau Lingkungan

Sosial masyarakat merupakan sumber dukungan sosial yang cukup berpengaruh selain keluarga dan teman sebaya. Lingkungan masyarakat seperti lingkungan tempat tinggal akan menyumbang pembentukan karakter seorang individu, termasuk dukungan sosial. Misalkan ketika seorang individu hidup di lingkungan pesantren, maka individu tersebut akan terdorong untuk melakukan rutinitas yang sama seperti mengaji dan berjamah di masjid. Hal ini karena kebiasaan lingkungan individu tersebut mendukung individu untuk melakukan rutinitas tersebut.

(39)

B. Kajian Tentang Burnout Belajar

Dukungan sosial merupakan komponen penting yang selalu dibutuhkan setiap individu dalam aktivitas sehari-hari. Dukungan sosial juga berpengaruh terhadap seberapa besar seorang melalui proses belajarnya dalam memenuhi tuntutannya sebagai belajar. Dalam penelitian ini akan diteliti ada atau tidaknya hubungan antara dukungan sosial dengan kejenuhan belajar. Maka untuk memenhui teori yang dibutuhkan berikut merupakan teori-teori kejenuhan belajar dari beberapa ahli.

1. Pengertian Burnout Belajar

Menurut Reber (Muhibin Syah. 2003) menyatakan bahwa kejenuhan belajar adalah rentang waktu yang digunakan untuk belajar, namun tidak membuahkan hasil. Hal ini disebabkan karena siswa merasakan apa yang dipelajari tidak memperoleh kemajuan yang signifikan, rentang waktu yang di maksud bisa terjadi dalam beberapa waktu saja seperti dalam satu minggu, namun ada juga siswa yang mengalami kejenuhan berkali-kali sehingga dalam waktu yang lama siswa tidak merasakan adanya kemajuan dalam proses belajarnya.

Kejenuhan belajar menurut Masclah dan Jacson (1981: 1) “burnout is a syndrome of emotional exhaustion and cynicism that occurs

frequently among individuals who do ‘peoplework’ of some kind”.

Burnout adalah sindrom kelelahan emosi dan sinisme yang sering

muncul pada individu-individu dengan pekerjaan atau kerja sosial

(40)

membuat individu menjadi tertekan dan memengaruhi sensitifitas emosi sehingga menjadi mudah tersinggung dan marah. Akibatnya individu mengalami gangguan sosial dengan lingkungannya. Gangguan sosial ini meliputi hubungan yang buruk dengan teman di lingkungan pekerjaan, tidak memiliki teman dekat untuk berbagi keluh kesah, dan sampai pada akhirnya indivisu tersebut dikucilkan oleh teman-teman dilingkungan pekerjaannya.

Senada dengan itu, Pines dan Aronson via Slivar (2001: 22) berpendapat bahwa burnout adalah suatu kondisi fisik, emosional dan kelelahan mental yang dihasilkan dari keterlibatan jangka panjang dengan orang lain pada situasi-situasi yang menuntut hubungan emosional.

Burnout menurut Baron dan Greenberg (Maharani.2011:3)

memiliki empat dimensi, yang terdiri dari kelelahan fisik (physical exhaustion), ditandai dengan merasa lelah dan letih setiap hari, sakit kepala dan gangguan lambung, mengalami gangguan tidur, dan mengalami gangguan makan.

2. Faktor Penyebab Burnout Belajar

Menurut Muhibin Syah (2003) penyebab utama kejenuhan belajar yang paling umum adalah keletihan yang melanda siswa, keletihan dapat membuat siswa merasa bosan terhadap situasi yang ada. Cross

(41)

(Muhibin syah.2003) berpendapat bahwa keletihan siswa dapat dikategorikan dalam tiga macam, antara lain:

a. Keletihan indera siswa, yang dimaksud dengan keletihan indera yakni individu merasa kelelahan pada bagian indera seperti lelah secara visual, audio, maupun audiovisual. Dalam artian siswa lelah untuk membaca dan melihat proses belajar, leleh mendengarkan materi yang diajarkan oleh guru, ataupun lelah dalam membaca dan mendengarkan proses belajar mengjar di kelas. Sehingga mungkin saja individu memilih untuk membolos, tidak mendengarkan dengan main game, bahkan tidur di kelas.

b. Keletihan fisik siswa. Keletihan fisik pada individu akan sangat terlihat efeknya secara langsung. Siswa yang mengalami tunutan berlebih dan merasa letih untuk berfikir sehingga mengalami keletihan fisik yang berakibat pada sakit fisik seperti rasa using, mual, atau penyakit fisik lainnya.

c. Keletihan mental siswa. Kelelahan mental juga bisa terjadi pada

(42)

Maslach & Leiter (1997: 38) mendeskripsikan enam penyebab yang paling berpengaruh terhadap munculnya kejenuhan. Penyebab dari kejenuhan tersebut, antara lain work overload, lack of control, insufficient reward, break down incommunity, absence infairness, and

conflicting value. Enam aspek tersebut merupakan aspek yang paling berpengaruh dalam pembentukan kejenuhan belajar. Sependapat dengan Maslach & Leiter, Slivar (2001: 22-23) juga berpendapat bahwa penyebab kejenuhan belajar disesuaikan dengan enam penyebab yang disebutkan, yakni:

a. Work overload : pada tahap ini siswa mendapatkan banyak tugas berujung pada siswa merasa sangat terbebani dengan tugas yang diberikan.

b. Lack of control : siswa merasa bahwa pembelajaran yang

diberikan kurang menarik dan guru juga kurang memberikan kesempatan pada siswa untuk aktif selama proses belajar berlangsung.

c. Insufficient reward : siswa merasa kurang dihargai karena tidak adanya penghargaan atau hadiah terhadap prestasi yang telah dicapai.

d. Breakdown incommunity : pada tahap ini siswa merasa kurang

nyaman membangun hubungan sosial di sekolah seperi dengan guru atau bermasalah dengan teman di sekolah.

(43)

e. Absence infairness: bayangan orangtua terhadap nilai yang tinggi adalah prestasi terbaik. Hal tersebut merupakan salah satu penyebab kejenuhan belajar terjadi, sebab terkadang di sekolah proses penilaian yang kurang objektif juga masih sering terjadi.

f. Conflicting value : proses ini teradi ketika siswa mengalami shock

culture antara nilai-nilai yang diajarkan di sekolah dengan nilainilai yang diajarkan di rumah tempat tinggalnya.

3. Aspek Kejenuhan Belajar

Menurut OLBI (Demerouti.et.al.2012: 428) kejenuhan belajar adalah pengalaman hubungan kerja yang negatif yang meliputi aspek kelelahan (exhaustion) dan tidak terikat dalam kerja (disengagement

from work). Kelelahan didefinisikan sebagai konsekuensi dari kegiatan

fisik yang lama dan sering, sehingga timbul aspek gangguan kognitif dan afektif dari tekanan yang lama dalam proses belajar. Sejalan dengan itu, Freudenberger (Engelbrecht.2006: 25) juga menggunakan istilah

burnout guna menjelaskan pengalaman kurangnya aspek emosional,

kehilangan motivasi, dan komitmen dalam belajar.

Maslach & Jackson (1981: 1) berpendapat bahwa terdapat tiga aspek dalam kejenuhan belajar, berikut diantaranya adalah emotional

exhaustion, depersonalization, dan personal accomplishment.

Emotional exhaustion (kelelahan emosi) terjadi karena beban kerja

(44)

karena takut dikecewakan oleh lingkungan sosialnya. Personal

accomplishment (pencapaian individual) ini adalah tahap di mana

seorang individu pesimis akan kemampuan diri sendiri.

Sementara itu, Penko (Slivar.2001: 26) berpendapat bahwa bentuk dimensi kejenuhan belajar terdiri atas: emotional exhaustion, yang dikarenakan tuntutan yang berlebihan di mana siswa memeroleh tuntutan yang berlebihan sehingga timbul perasaan overloaded dan

kelelahan; depersonalization, merupakan kondisi di mana seseorang menggunakan sinisme sebagai sikap merendahkan dan sikap kurang sosial terhadap individu lain; serta personal accomplishment yang ditunjukkan dengan perasaan kurang efektif seperti kehilangan kompetensi dan kemampuannya.

4. Proses Terbentuknya Burnout Belajar

Kejenuhan yang dialami oleh individu merupakan proses yang terjadi pada waktu ke waktu, Freudenberger (Kraft.2006: 31) menjabarkannya dalam 12 tahap pembentukan kejenuhan. Berikut merupakan proses terbentuknya kejenuhan belajar:

a. Keharusan untuk membuktikan diri, A compulsion to proveoneself. Siswa ingin menunjukkan prestasi, baik akademik maupun nonakademik secara sempurna.

b. Bekerja lebih keras, Working harder. Siswa ingin membuktikan bahwa dirinya mampu mengerjakan tugas secara sempurna dengan kemampuan yang dimiliki tanpa bantuan orang lain.

(45)

c. Melalaikan kebutuhan dasar, Neglecting their needs. Siswa beranggapan bahwa untuk membuktikan kemampuannya, mereka harus mengorbankan kebutuhan-kebutuhan dasarnya seperti tidur, makan, dan berkunjung dengan teman maupun keluarga.

d. Kesenjangan konflik, Displacement of conflicts, Siswa menyadari bahwa ada masalah yang sedang dialami, akan tetapi sumber masalah tersebut tidak diketahui. Gejala burnout belajar mulai muncul pada tahap ini.

e. Perubahan nilai, Revision of values. Nilai-nilai yang dianut siswa mulai berubah, di mana siswa mulai menyampingkan hobi dan teman dari kehidupan sehari-hari.

f. Penolakan terhadap masalah yang muncul, Denial of emerging

problems. Siswa mulai tidak memiliki toleransi mereka

menganggap temannya bodoh, malas, terlalu tergantung, atau tidak disiplin. Kontak sosial mulai menyempit, sinisme dan perlawanan serta persaingan sangat terlihat.

(46)

h. Perubahan perilaku yang tampak, Obvious behavioral changes.

Siswa menjadi penakut, pemalu dan apatis, dan mereka merasa dirinya tidak berharga

i. Depersonalisasi, Depersonalization. Siswa kehilangan dirinya sendiri dan tidak dapat nilai-nilai dari lingkungannya lagi, serta pandangan mereka terbatas hanya pada masa kini.

j. kekosongan dalam diri, Inneremptiness. Kekosongan dalam diri siswa berkembang semakin buruk. Siswa semakin menjadi putus asa. Reaksi yang berlebihan seperti membesar-besarkan seksualitas, terlalu banyak makan serta memakai alkohol dan obat-obatan terlarang

k. Depresi, Depression. Pada fase ini siswa menjadi ascuh tak acuh, lelah, putus asa, dan merasa bahwa masa depan tidak ada artinya. l. Sindrom burnout , Burnout syndrome. Siswa korban burnout

memiliki kecenderungan untuk mengakhiri sekolahnya untuk keluar dari situasi kejenuhannya bahkan sampai putus sekolah.

5. Upaya Mengatasi Kejenuhan Belajar

Menurut Ibid (Puspitasari.2014: 15) berikut merupakan upaya yang dapat dilakukan untuk mengurangi burnout belajar:

a. Memberikan hadiah bagi siswa yang berprestasi sebagai penguatan untuk meningkatkan motivasi belajar siswa. Baik siswa yang berprestasi atau siswa lain supaya bersemangat mendapatkan hadiah.

(47)

b. Memberi dukungan dengan memberikan perhatian maksimal pada siswa.

c. Memberikan ice breaking di tengah atau di awal pembelajaran supaya siswa tidak mudah bosan.

d. Melakukan istirahat untuk beberapa saat

e. Jika muncul kejenuhan yang disebabkan oleh metode pembelajaran guru yang kurang menarik, maka guru dapat memperbaiki cara belajarnya supaya siswa tidak lagi merasa bosan.

C. Hubungan antara Dukungan Sosial dengan Burnout Belajar

Siswa selalu membutuhkan berbagai fasilitas yang mempermudah mereka dalam mengerjakan aktivitas mereka. Hal ini dapat berupa kendaraan untuk sekolah, alat komunikasi yang canggih (gadget), buku pelajaran yang lengkap seperti LKS, alat tulis yang lengkap (buku, pensil, penghapus, pulpen, kalkulator), serta alat konkrit lain yang membantu mereka dalam mengerjakan segala aktifitas belajar. Apabila kebutuhan siswa terfasilitasi dengan kelengkapan alat yang mereka miliki, maka siswa akan cenderung mudah dalam mengerjakan tugas sekolah maupun belajar sendiri. Siswa yang terfasilitasi secara lengkap tentu akan memiliki tingkat kejenuhan belajar yang cenderung rendah karena mereka tidak akan kesulitan dalam mengerjakan aktivitas belajarnya.

(48)

kesehariannya termasuk belajar di kelas, dukungan dari teman sekitar yang positif, seperti teman teman yang rajin dan suka belajar, maka siswa akan terpengaruh dengan lingkungannya untuk rajin dan suka belajar. Hal ini tidak dapat dipungkiri karena masa remaja merupakan masa di mana teman berperan penting dalam pembentukan karakter seorang individu. Selain itu, siswa yang memiliki kedekatan emosi dengan keluarga tentu juga akan berpengaruh dengan proses belajar siswa. Siswa yang dekat dan selalu diberi motivasi oleh orangtuanya tentu akan memiliki semangat belajar yang lebih dibanding siswa yang tidak dekat secara emosional dengan orangtuanya. Siswa yang termotivasi cenderung memiliki tanggung jawab lebih untuk dapat mewujudkan keinginan kedua orangtuanya serta tidak ingin mengecewakan. Selain teman dan orangtua, guru juga memiliki peran yang sama penting dalam proses belajar, misal pada sebuah mata pelajaran yang sulit seperti matematika, namun apabila guru dapat membangun suasana menjadi menyenangkan dan lebih diterima oleh siswa, maka matematika bisa saja menjadi menyenangkan dan mudah untuk dipelajari. Di lain sisi, apabila guru kurang dapat membangun suasana yang menyenangkan, maka matematika akan menjadi mata pelajaran yang tidak disukai dan membosankan. Dukungan secara emosional juga sangat berpengaruh terhadap proses belajar siswa. Jadi ketika dukungan emosional itu tinggi maka tingkat kejenuhan belajarnya bisa jadi rendah, sebaliknya apabila kedekatan emosional siswa dengan lingkungannya rendah, maka siswa akan mudah merasa bosan.

(49)

Seorang individu yang dihargai dalam setiap prestasi yang diraihnya akan membangun sebuah penguatan tersendiri bagi dirinya, misal seorang individu memperoleh peringkat tiga dikelasnya, saat itu juga orangtuanya menyatakan bahwa dirinya bangga dengan prestasi yang didapat anaknya, bahkan memberikan hadiah sebagai bentuk penghargaan terhadap prestasi yang diraih. Individu yang memperoleh penghargaan akan cenderung merasa dirinya dianggap dan dihargai. Hal ini juga yang membentuk dorongan bagi individu untuk bersemangat dalam mengerjakan setiap pekerjaan yang mendukung prestasi akademiknya. Individu yang dihargai tidak akan mudah bosan karena usaha yang dia lakukan selalu mendapatkan pengakuan. Lain hal dengan individu yang kurang mendapatkan penghargaan dari lingkungannya, ia cenderung malas, tidak bersemangat, dan mudah bosan dengan pelajaran dikelas. Hal ini terjadi karena individu merasa sia-sia dalam melakukan berbagai usaha yang dilakukannya, sebab keberhasilannya tidak diakui.

Informasi juga menjadi hal yang penting dalam kegiatan belajar. Individu akan membutuhkan berbagai informasi untuk menyelesaikan

(50)

dalam proses belajarnya. Kemudahan dalam proses belajar inilah yang tentu akan meminimalisasi adanya kejenuhan belajar.

Kejenuhan belajar merupakan hal yang sering terjadi pada siswa atau pelajar. Kejenuhan belajar terjadi karena tuntutan yang tinggi dari berbagai pihak di sekitar individu. Namun, apabila dukungan instrumental, dukungan emosional, dukungan informasi, dan dukungan penghargaan terpenuhi, maka dapat dipreksidikan bahwa kecil kemungkinan seorang individu megalami jenuh dalam belajar. Sebaliknya, apabila dukungan-dukungan tersebut kurang terpenuhi, maka besar kemungkinan seorang individu mengalami kejenuhan belajar.

D. Hipotesis

Hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap masalah penelitian yang kebenarannya masih harus diuji. Berdasarkan kajian teori yang ada dalam penelitian ini, hipotesis yang diajukan adalah “Ada hubungan negatif dan signifikan dukungan sosial dengan burnout belajar pada siswa kelas XI SMAN 4 Yogyakarta.”

(51)

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Pendekatan dan Jenis Penelitian

Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini menghasilkan informasi yang dikumpulkan dalam wujud angka, sehingga pendekatan dalam penelitian ini disebut dengan pendekatan kuantitatif.

Penelitian ini berjudul “Hubungan antara dukungan sosial dengan burnout belajar pada siswa kelas XI SMA N 4 Yogyakarta. Dalam hal ini peneliti akan mencari keterkaitan antara variabel dukungan sosial dan burnout belajar.

B. Variabel Penelitian

Penelitian ini terdiri dari dua variabel, yakni:

1. Variabel Bebas (X)

Variabel bebas dalam penelitian ini adalah dukungan sosial

2. Variabel Terikat (Y)

Variabel Terikat dalam penelitian ini adalah kejenuhan (burnout) belajar.

C. Definisi Operasional

Untuk menghindari salah penafsiran dan memperjelas pengertian yang terkandung

dalam penelitian ini, maka ditetapkan definisi operasional sebagai berikut:

1. Dukungan Sosial

(52)

melakukan berbagai aktifitasnya. Dalam pengukuran dukungan sosial ini, peneliti menggunakan skala dukungan sosial yang mengacu pada aspek-aspek dukungan sosial dari pendapat House (Smet . 1994: 136-137) yakni dukungan emosional, dukungan instrumental, dukungan penghargaan dan dukungan informasi.

2. Kejenuhan (Burnout) Belajar

Kejenuhan (burnout) belajar adalah sindrom di mana seseorang merasakan kelelahan emosi, kelelahan fisik, kurangnya motivasi dan kelelahan kognitif yang disebabkan oleh tuntutan dan aktivitas belajar.

D. Tempat dan Waktu Penelitian

1. Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di sekolah menengah atas negeri 4 Yogyakarta yang terletak di Jalan Magelang, Kelurahan Karangwaru Lor, Kecamatan Tegalrejo, Kota Yogyakarta, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, Kode pos 55241. Sekolah ini dipilih sebagai tempat penelitian karena terdapat fenomena terkait dukungan sosial dengan burnout belajar dan belum pernah diadakan penelitian terkait tentang hal tersebut.

2. Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan pada bulan Maret 2016.

(53)

E. Populasi dan Sampel

1. Populasi penelitian

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas XI sekolah menengah atas negeri 4 Yogyakarta yang berjumlah 258 siswa. Subyek dalam penelitian ini adalah kelas XI dengan pertimbangan beberapa hal antara lain: (1) siswa kelas XI telah banyak menerima perlakuan pembelajaran yang cukup lama; (2) siswa kelas XI telah berinteraksi dengan lingkungan sosialnya baik guru atau teman dalam waktu relatif lama; (3) siswa kelas XI diprediksi memiliki aktivitas pengembangan diri dan aktivitas belajar yang sangat banyak dan memicu burnout. Data selanjutnya dapat dilihat pada tabel 1. Sebagai berikut:

Tabel 1. Daftar Populasi Kelas XI SMA N 4 Yogyakarta

No Yogyakarta terbagi menjadi delapan kelas yang terdiri dari lima kelas jurusan IPA dan tiga kelas jurusan IPS dengan jumlah keseluruhan 258 siswa.

(54)

Sampel yang digunakan dalam penelitian ini berpedoman pada tabel penentuan jumlah sampel dari populasi tertentu yang dikembangkan dari Isaac dan Michael via Sugiyono (2010: 128). Penelitian ini menggunakan taraf kesalahan sebanyak 5% dengan populasi sebanyak 258. Akan tetapi, dalam tabel tidak terdapat populasi sebanyak 258 sehingga peneliti menggunakan populasi sebanyak 250 yang dianggap mewakili. Populsi 250 dengan melihat tabel pada taraf kesalahan 5% adalah 146, sehingga peneliti akan mengambil sampel sebanyak 146 sampel yang dianggap mewakili. Berikut adalah rincian sampel yang akan diambil.

Tabel 2. Data Sampel Penelitian

No Kelas Jumlah Siswa

1. XI IPA 2 31

2. XI IPA 3 33

3. XI IPA 4 26

4. XI IPA 5 30

5 XI IPS 2 26

Jumlah 146

Teknik sampling yang digunakan dalam penelitian ini adalah cluster

random sampling, dengan melakukan randomisasi terhadap kelompok, bukan

terhadap subyek penelitian (Saifuddin Azwar. 2015:87)

Pada tahap ini peneliti membuat gulungan kertas sebanyak 8 buah. Setelah dibuat peneliti mengambil lima gulungan kertas sejumlah sampel yang dibutuhkan dalam penelitian. Hasil dari lima gulunganyang diambil antara lain kelas IPA 2, IPA 3, IPA 4, IPA 5, dan IPS 2.

(55)

F. Teknik Pengumpulan Data

Dalam penelitian ini peneliti akan menggunakan kuisioner dengan jenis skala psikologi sebagai alat untuk mengumpulkan data. Skala psikologis menurut Saifuddin Azwar (2012 : 5-6) adalah suatu alat ukur yang memiliki karakteristik khusus. Karakteristik tersebut antara lain (a) skala psikologis selalu mengacu pada bentuk atribut non-kognitif, (b) stimulus atau item mengungkap indikator perilaku dari atribut yang bersangkutan, (c) selalu berisi banyak item, sehingga jawaban subyek merupakan indikasi dari atribut yang diukur, (d) respon subyek tidak bersifat benar atau salah, seluruh jawaban subyek menjadi benar sepanjang jawaban tersebut diberikan secara jujur dan sungguh-sungguh.

Penjelasan mengenai indikator masing-masing variabel dirumuskan dalam bentuk lisi-kisi skala yang akan dijelaskan pada halaman berikutnya. Alasan digunakan skala dalam penelitian ini antara lain:

1. Siswa kelas XI SMAN 4 Yogyakarta sebagai subyek adalah orang yang palig mengetahui dirinya sendiri.

2. Apa yang ditafsirkan subyek mengenai pernyataan yang diajukan dalam skala sama dengan apa yang dimaksud oleh peneliti.

3. Peneliti percaya bahwa jawaban subyek cenderung benar.

4 . P e n e l i t i m e n d a p a t k a n d a t a y a n g b a n y a k d a l a m w a k t u y a n g r e l a t i f s i n g k a t . G .

I n s t r u m e n P e n e l i t i a n

(56)

yang diambil dari milik Mubiar Agustin yang telah diizinkan untuk digunakan. Instrumen ini merupakan alat bantu yang digunakan peneliti untuk mengumpulkan data. Senada dengan pendapat Sugiyono (2007:148) bahwa instrumen adalah suatu alat yang digunakan untuk mengukur fenomena alam maupun sosial yang diamati. Sehingga dapat disimpulkan bahwa instrumen merupakan alat yang peneliti guna memeroleh data berupa fenomena alam maupun sosial yang sedang terjadi.

1. Instrumen Dukungan Sosial

Pada skala dukungan sosial terdapat empat jawaban yang terdiri dari jawaban sangat sesuai (SS), sesuai (S), tidak sesuai (TS), dan jawaban sangat tidak sesuai (STS), setiap jawaban memiliki skor masing-masing ynag memiliki perbedaan antara iten favourable (pernyataan mendukung)

dan unfavourable (pernyataan tidak mendukung). Pada item favourable

jawaban sangat sesuai (SS) memiliki skor 4, sesuai (S) memiliki skor 3, tidak sesuai (TS) memiliki skor 2, sangat tidak sesuai (STS) memiliki skor 1. Sedangkan pada item unfavourable jawaban sangat sesuai (SS) memiliki skor 1, sesuai (S) memiliki skor 2, tidak sesuai (TS) memiliki skor 3, dan sangat tidak sesuai (STS) memiliki skor 4.

2. Instrumen Burnout Belajar

Pernyataan-pernyataan yang disusun dalam skala terdiri atas dua komponen item yakni favourable (pernyataan mendukung) dan

unfavourable (pernyataan tidak mendukung). Pada skala kejenuhan belajar

terdapat dua pilihan jawaban, jawaban “Ya” apabila sesuai dan jawaban

(57)

“Tidak” apabila tidak sesuai, pada skala kejenuhan belajar hanya terdapat pernyataan favourable sehingga seluruh jawaban “Ya” memiliki skor 1 sedangkan jawaban “Tidak” memiliki skor 0

Dalam pengumpulan data ini subyek diminta untuk menjawab pernyataan yang ada dalam skala dengan menggunakan tanda cek (√) pada kolom yang disediakan. Jawaban yang dipilih merupakan gambaran tentang diri subyek itu sendiri, dengan menyesuaikan keadaan yang dialaminya tanpa pendapat dari olang lain.

Adapun aspek yang digunakan dalam angket ini dengan penjelasan sebagai berikut:

1. Skala Dukungan Sosial

Skala dukungan sosial merupakan skala yang digunakan untuk mengukur tinggi rendahnya dukungan sosial pada siswa kelas XI SMAN 4 Yogyakarta dengan menggunakan model angket yang dibuat berdasarkan teori House (Smet B., 1994:136-137). aspek-aspek yang digunakan terdiri dari, dukungan emosional, dukungan instrumental, dukungan penghargaan, serta dukungan informasi. Untuk itu penulis menetapkan kisi-kisi angket dukungan sosial yang telah di uji validitas dan reliabilitasnya dijelaskan pada tabel 3 pada halaman 44.

(58)

Skala kejenuhan pada penelitian ini menggunakan instrumen yang disusun oleh Mubiar Agustin yang telah diizinkan untuk digunakan. Adapun kisi-kisi dari skala tersebut dapat dilihat pada tabel 4 halaman 45.

H. Uji Coba Instrumen

Sebelum instrumen dalam penelitian ini digunakan untuk pengumpulan data, maka sebaiknya instrumen yang akan digunakan diuji cobakan terlebih dahulu. Uji coba instrumen dilakukan pada siswa kelas XI SMA Piri Yogyakarta yang bukan merupakan subyek dalam penelitian. Penelitian ini menggunakan subyek uji coba sebanyak 30 siswa atau sama dengan jumlah siswa 1 kelas. Uji coba instrumen dilakukan untuk keandalan instrumen. Keandalan instrumen akan menghasilkan data yang benar serta hasil penelitian yang berkualitas.

Menurut Sugiyono (2007: 173) instrumen dalam ilmu sosial akan menjadi baku apabila telah teruji validitas dan reliabilitasnya. Instrumen yang tidak teruji validitas dan reliabilitasnya akan menghasilkan data yang sulit diperacya kebenarannya.

1. Uji Validitas Instrumen

Instrumen yang digunakan dalam penelitian harus diuji validitasnya terlebih dahulu supaya hasilnya valid. Menurut Sugiyono (2007) ada beberapa cara untuk menguji validitas sebuah instrumen antara lain, validitas konstrak (construct validity), validitas isi (content validity), serta validitas eksternal. Untuk menguji validitas konstrak dapat digunakan pendapat dari para ahli (judgment experts). Senada dengan itu, Suharsimi Arikunto (2013: 211) juga berpendapat bahwa validitas merupakan suatu ukuran ynag menunjukan

(59)

tingkat-tingkat kevalidan atau kesahihan suatu instrumen, instrumen yang vallid menunjukan validitas ynag tinggi, sebaliknya apabila sebuah instrumen tidak valid maka validitasnya rendah.

Setelah instrumen disusun sesuai dengan kisi-kisi, instrumen diuji validitasnya oleh expert judgement. Ahli yang dipilih oleh peneliti untuk menguji validitas instrumen adalah dosen pembimbing. Dosen pembimbing memutuskan bahwa instrumen dapat digunakan dengan dilakukan perbaikan.

Dalam penelitian ini instrumen yang diuji validitasnya adalah instrumen dukungan sosial, sebab instrumen burnout belajar sudah teruji valid dan reliabel.

Berdasarkan hasil penilaian yang dilakukan oleh ahli, dari 42 item skala dukungan sosial yang diajukan, valid sebanyak 42, sehingga dapat dikatakan bahwa tidak ada item yang gugur. Pernyataan yang valid dianggap telah mewakili keseluruhan aspek, sehingga instrumen tersebut dapat digunakan untuk mengambil data penelitian. Selanjutnya, setelah instrumen tersebut dinyatakan valid oleh ahli, dengan hasil 42 item pada skala dukungan sosial yang kemudian instrumen diujicobakan pada 30 siswa untuk mengetahui

(60)
(61)

Tabel 4. Kisi-kisi Skala Burnout Belajar

Variabel Aspek Indikator Jumlah

Pernyataan

No Item

Kejenuhan Kelelahan Merasa gagal dalam belajar 5 1 – 5

Belajar Emosi Merasa bersalah dan menyalahkan

Siswa Merasa dikejar-kejar waktu 5 6 – 10

Mudah marah dan benci

Kelelahan Merasa lelah dan letih setiap hari. 4 36 – 39

Fisik Mudah sakit

Kehilangan gairah dan kekuatan untuk belajar.

3 50 – 52

Merasa terjebak dalam belajar

Kesulitan berkonsentrasi dan mudah

lupa dalam belajar 3 53 – 55

Terbebani dengan banyak tugas belajar Merasa rendah diri

4 56 – 59

(62)

3

3

63 – 65

66 – 68

Kehilangan Kehilangan idealisme dalam belajar 3 69 – 71 Motivasi Kehilangan semangat belajar

Mudah menyerah 4 72 – 75

Mengalami ketidakpuasan dalam

belajar 3 76 – 78

Kehilangan minat belajar

3 79 -81

5 82 – 86

Jumlah 86

2. Uji Reliabilitas Instrumen

Instrumen dalam penelitian ini harus lulus uji reliabilitas supaya data yang dihasilkan dapat dipercaya. Saifudin Azwar (2013) menyatakan bahwa sebuah instrumen yang berkualitas baik adalah instrumen yang reliabel yakni mampu menghasilkan skor yang cermat dengan tingkat kesalahan yang sedikit. Sedangkan menurut Suharsimi Arikunto (2013: 221) menyatakan bahwa reliabilitas menunjuk pada suatu pengertian bahwa suatu instrumen dapat dipercaya untuk digunakansebagai alat pengumpul data karen ainstrumen tersebut sudah dianggap baik.

Dalam penelitian ini pengujian reliabilitas instrumen menggunakan formula koefisiensi Alpha Cronbach dari program SPSS for Windows 22.0

Version, sebab menurut Saifuddin Azwar (2013:115) data untuk menghitung

(63)

koefisien reliabilitas Alpha diperoleh dengan sekali penyajian skala pada sekelompok responden.

3. Hasil Uji Coba Instrumen

Sebelum instrumen digunakan dalam pengumpulan data penelitian, akan dilakukan uji coba untuk memastikan reliabilitasnya. Reliabilitas instrumen dalam penelitian ini dilakukan pada 30 responden di luar subyek penelitian. Dalam penelitian ini subyek yang dipilih adalah siswa kelas XI SMA N 4 Yogyakarta sebanyak 146 siswa, sedangkan uji coba instrumen dilakukan pada siswa kelas XI SMA Piri Yogyakarta yang terdiri dari kelas XI dan IPS yang dianggap memiliki karakteristik yang sama antara lain (a) sama sama kelas XI dan telah menempuh waktu belajar yang cukup lama, (b) sama sama terdiri dari dua komponen kelas, yakni kelas IPA dan IPS, (c) mata pelajaran yang didapatkan relatif sama.

Berdasarkan hasil uji coba reliabilitas menggunakan rumus Alpha

Cronbach telah didapatkan hasil bahwa skala dukungan sosial memiliki

koefisien reliabilitas =0,946. Sementara itu, instrumen kejenuhan

(burnout) belajar milik Mubiar Agustin memiliki koefisien reliabilitas =

(64)

Tabel 5. Hasil uji reliabilitas skala dukungan sosial Statistik Reliabilitas

Alpha Cronbach Banyaknya item

,946 42

Berdasarkan hasil perhitungan reliabilitas dengan SPSS for Windows 22.0

Version, dapat disimpulkan bahwa skala dukungan sosial memiliki tingkat

reliabilitas yang tinggi sehingga layak digunakan sebagai alat pengumpul data dalam penelitian ini.

I. Teknik Analisis Data

1. Uji Persyaratan Analisis

Menurut Suharsimi Arikunto (2013: 278) setelah data terkumpul maka perlu segera dilakukan analisis data, dalam teknik analisis data ini terdapat tiga langkah yakni, (a) persiapan yang terdiri dari pengecekan identitas responden, kelengkapan data, serta macam isian data yang dibutuhkan, (b) Tabulasi yakni memberikan scoring terhadap item-item yang perlu diberikan skoring, memberikan kode pada item yang tidak diberi skor, mengubah jenis data yang disesuaikan dengan analisis data yang dipakai dalam penelitian, memberikan kode dalam hubungan dengan pengolahan data jika akan menggunakan komputer, (c) penerapan data sesuai dengan pendekatan penelitian, dalam artian bahwa pengolahan data yang diperoleh dengan menggunakan rumus-rumus atau atau aturan yang ada sesuai dengan pendekatan yang dipilih.

Gambar

Tabel 1. Daftar Populasi Kelas XI SMA N 4 YogyakartaKelas
Tabel 2. Data Sampel Penelitian
Tabel 3. Kisi-Kisi Skala Dukungan SosialAspekIndikator
Tabel 4. Kisi-kisi Skala Burnout Belajar
+7

Referensi

Dokumen terkait

Tinggi rendahnya Prestasi Belajar Akuntansi dipengaruhi oleh banyak faktor yang digolongkan menjadi dua yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Adanya faktor

Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (1) Motivasi belajar keterampilan menjahit remaja putus sekolah di BPRSR Yogyakarta masih dipengaruhi oleh faktor dari luar diri

Hasil belajar pada dasarnya dipengaruhi oleh banyak faktor yang saling terkait baik yang berasal dari dalam diri siswa (internal) maupun dari luar diri siswa (eksternal). Faktor

Berdasarkan uraian diatas peneliti ingin mengetahui efektifitas teknik relaksasi dalam hal ini untuk mengurangi kejenuhan belajar pada siswa kelas XI di SMA N 6 Yogyakarta

Faktor instrinsik pada motivasi belajar siswa kelas XI SMK Negeri 7 Yogyakarta mampu mempengaruhi motivasinya dalam mengikuti pelajaran KKPI dan dalam kategori tinggi

Belajar merupakan peristiwa sehari-hari yang dilakukan. Belajar adalah hal kompleks. Keberhasilan siswa dalam belajar dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tipe langgam belajar siswa Sekolah Menengah Atas Negeri di Kota Yogyakarta dalam mempelajari biologi berdasarkan Learning

Pembahasan Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan penulis, burnout belajar selama masa pandemic covid 19 pada siswa kelas X di SMA Negeri 6 Kota Kupang, penulis menggambarkan