BAB II
KERANGKA TEORI
A. Deskripsi Teori 1. Tradisi (Ritual)
Tradisi menjadi suatu kebiasaan yang dilaksanakan secara terus menerus sebab dinilai memiliki manfaat bagi masyarakat. Namun dengan perkembangan zaman yang semakin pesat, menjadikan ritual tradisi mulai punah. Akan tetapi, terdapat macam-macam tradisi yang masih dilestarikan salah satunya yaitu tradisi sedekah laut. Tradisi sedekah laut mempunyai makna yang beragam dari toleransi, persaudaraan antar masyarakat, keselamatan, maupun wujud syukur terhadap Allah SWT dalam bentuk unsur tradisi dan simbol tradisi yang memiliki kandungan makna yang mendalam yaitu bahwa Allah SWT selalu terlibat dalam diri manusia.
a. Pengertian Tradisi
Tradisi berasal dari bahasa Latin, yaitu traditio yang artinya dilanjutkan atau adat budaya.1 Tradisi ialah suatu kebiasaan manusia yang dilaksanakan dari mulai nenek moyangnya yang menjadikan bagian dari kehidupan masyarakat. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, Tradisi adalah adat istiadat turun temurun yang masih dilaksanakan masyarkat dengan asumsi bahwa menurutnya cara yang dilakukan ialah paling baik.2 Sedangkan tradisi menurut Piotr sztompka adalah sebagai suatu gagasan, materi serta benda yang berawal dari masa lampau, namun hal tersebut masih dilakukan sampai saat ini dan masih dikembangkan secara baik.3
Masyarakat Jawa memandang tradisi disebut juga dengan adat istiadat, budaya atau kebudayaan yang merupakan suatu kebiasaan dan sifatnya terpercaya terhadap benda-benda yang dianggap mistik. Kehidupan masyarakat tersebut meliputi adat istiadat, hukum dasar, budaya sehingga membentuk suatu peraturan yang
1 Alfasis Romarak Ap, “Snap Mor (Tradisi Penangkapan Ikan Masyarakat Biak)”, Jurnal Ilmu Budaya Vol.6 No.2 (2018), 196.
2 Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 2007), 1208.
3 Ainur Rofiq, “Tradisi Selametan Jawa dalam Perspektif Pendidikan Islam”, Attaqwa: Jurnal Ilmu Pendidikan Islam Vol.15 No.2 (2019), 97.
melindungi seluruh konsep yang berasal dari kebudayaan untuk menata perilaku manusia dalam melakukan aktivitas sosial. Selain itu tradisi bertujuan sebagai perwujudaan rasa syukur kepada Allah SWT yang Maha Memberi rezeki dan yang Maha Melindungi terhadap alam beserta seisinya.
b. Pengertian Ritual
Ritual ialah suatu aktivitas yang dianggap penting oleh seseorang yang melakukan kegiatan secara abstrak terhadap eksistensi diri, yang berasal dari tujuan dan pengetahuan hidup hingga kepercayaan mereka.4 Menurut Koentjaraningrat ritual ialah sebagai suatu kegiatan atau rangkaian tindakan dalam norma yang masih berlaku dalam diri manusia yang berhubungan dengan masyarakat. Dengan demikian, ritual tidak hanya berkaitan dengan prosesi keagamaan saja. Sedangkan menurut Winnick ritual ialah tindakan yang berkaitan dengan kepercayaan, yang dipastikan melalui kebudayaan.5
Dhavamony menjelaskan bahwa ritual bisa dibedakan menjadi empat tindakan, yaitu: tindakan kepercayaan yang berkaitan terhadap daya mistik, tindakan religius, ritual konsitutif yang mengubah hubungan sosial pada pengertian yang mistis, dan ritual faktitif yang meningkatkan kekuatan dan perlindungan.6 Dalam ritual upacara biasanya memiliki simbol dengan adanya aneka macam bahan-bahan yang dilakukan untuk ritual, salah satunya yaitu adanya jangka waktu yang ditentukan, ditempat mana upacara dilaksanakan, ada sarana saat upacara dan adanya seseorang dalam melakukan kegiatan tersebut. Ritual dipercaya memiliki tujuan sebagai perwujudan dari keyakinan seseorang untuk melaksanakan serangkaian ritual dalam upacara
4 Yance Z. Rumahuru, “Ritual sebagai media konstruksi identitas: suatu perspektif teoritisi”, Dialektika: Jurnal Pemikiran Islam dan Ilmu Sosial Vol.11, No.01 (2018), 23.
5 Suprapto, Dialektika Islam dan Budaya Nusantara (Jakarta: Kencana A,2020), 92.
6 Idrus Ruslan, “Religiositas Masyarakat pesisir”, Jurnal Studi Lintas Agama Al-AdYaN/Vol.IX, No.2 (2014), 69.
tradisi. Dengan menunjukan kepatuhan terhadap kekuatan yang tinggi yaitu Tuhan.
c. Unsur-unsur yang Terkandung dalam Upacara Tradisi Unsur-unsur Ritual dalam upacara tradisi menurut Koentjaraningrat diantaranya adalah bersaji, berkorban, berdoa, makan dengan makanan yang telah di doakan, menyanyikan lagu yang dianggap suci, arak-arakan, memainkan seni drama yang dianggap suci, bertirakat dan bersemadi. Unsur-unsur ritual upacara keagamaan itu sendiri terdapat kegiatan yang dipandang penting dalam suatu agama tanpa agama lain mengetahui dan begitupun sebaliknya.7
d. Makna (Simbol) yang Terkandung dalam Upacara Tradisi Manusia dengan kebudayaan adalah suatu hal yang tidak mampu dipisahkan. Kebudayaan sendiri terdiri dari gagasan simbol, makna dari hasil pikiran manusia dan tingkah laku manusia. dalam bahasa Yunani kata simbol berarti symbolos yang artinya tanda atau ciri yang menginformasikan sesuatu kepada orang lain. menurut poerwodarmito simbol ialah perkataan, tanda, rencana yang akan di ungkapkan dalam suatu hal.8 Menurut Herusatoto, bentuk simbol ada tiga macam yaitu: tindakan simbolis religi (kegiatan selamatan dengan menyiapkan bahan-bahan sesaji di tempat yang di percaya keramat), tindakan simbolis dalam upacara tradisi (sedekah laut) dan tindakan simbolik kesenian (wayang).9
Simbol yang terdapat dalam kegiatan tradisi memiliki peran sebagai alat untuk menunjukan harapan upacara tersebut yang dilakukan oleh orang yang mempercayainya. Bagi masyarakat Islam Jawa, ritual diartikan sebagai wujud ketulusan dalam menyembah yang Maha Agung yang diwujudkan dalam bentuk simbol ritual yang di anggap mempunyai arti yang sakral. Salah satunya ialah sebagai ungkapan dari pemahaman
7 Eka Kurnia Firmansyah dan Nurina Dyah Putrisari, “Sistem religi dan kepercayaan masyarakat kampung adat kuta kecamatan tambaksari kabupaten ciamis”, Jurnal pengabdian kepada masyarakat Vol. 1 No.4 (2017), 238.
8 Budiono Herusatoto, Simbolisme Dalam Budaya Jawa (Yogyakarta:
Hanindata, 2001), 10.
9 Budi Herusatoto, Simbolisme Dalam Budaya Jawa (Yogyakarta:
Hanindata, 2001), 88-105.
masyarakat akan realitas yang tidak bisa dicapai. Dengan adanya simbol dalam tradisi merasa bahwa Allah SWT abadi dalam diri manusia.10
Di balik simbol dalam ritual terdapat tujuan yang besar demi melindungi nilai kebudayaan melalui melestarikan tradisi tersebut. Simbol yang terdapat dalam upacara tradisi mempunyai kisah dari hubungan antara seseorang yang melambangkan aturan yang wajib dipatuhi bersama. Simbol dalam upacara antara lain ubarampe (piranti atau hardware), yang dihidangkan saat ritual selamatan (wilijengan), ruwatan dan sebagainya.
Umbarampe yang disajikan dalam ritual biasanya berisi pisang raja biasa atau raja pulut satu sisir atau dua sisir, jajan pasar, jenang, ingkung ayam utuh, bayam, kangkung, brambang, cambah, telur dan tumpeng agung.
Benda-benda tersebut dipercaya sebagai akulturasi melalui pemikiran masyarakat agar bisa lebih dekat kepada Allah SWT. Pendekatan tersebut tercipta melalui ritual sedekahan, kenduri, selamatan dan lain sebagainya.
Oleh sebab itu sebagian simbol yang terdapat dalam ritual diakulturasikan oleh nenek moyang, yang mengandung pengaruh asimilasi antara Hindu-Jawa, Buddha-Jawa, dan Islam-Jawa. Kebudayaan dalam ritual Jawa mempunyai ciri khas yang rumit, halus dan penuh dengan simbol.
Dengan demikian budaya ialah upacara yang memiliki simbol dan makna menurut kepercayaan nenek moyangnya. Hal tersebut disebabkan karena pada masa lalu masyarakat Jawa belum bisa berfikir secara maya yang menjadikan gagasannya di ekspresikan dalam bentuk simbol yang memiliki makna yang bersifat konkrit.
Menurut George Herbert Mead dari teori Interaksionisme simbolik untuk menganalisis makna (simbol) dalam interaksi yang mendatangkan arti khusus serta menjadikan interpretasi (penafsiran). Prinsip dasar dari Interaksionisme simbolik adalah sebagai berikut.11
10 Muhammad Sholikhin, Ritual Dan Tradisi Islam Jawa (Yogyakarta:
Narasi, 2010), 49.
11 Umiarso and Elbadiansyah, Inreraksionisme Simbolik: Dari Era Klasik Hingga Modern, Cetakan Pe (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2014), 195.
1) Manusia mempunyai kemampuan dalam berfikir, hal tersebut dapat tercipta ketika interaksi sosial.
2) Manusia bisa mempelajari tentang simbol serta arti melalui interaksi sosial.
3) Manusia bisa mengganti suatu arti serta simbol yang telah dilakukan dalam hubungannya dengan cara mengartikan kenyataan yang sedang dialami.
Dalam teori Interaksionisme simbolik simbol terdapat pada setiap individu yang mempunyai hakikat kebudayaan dalam hubungannya di tengah masyarakat, sehingga menciptakan makna yang disetujui secara bersama-sama. Interaksi sosial tercapai karena terdapat pemikiran yang dasar dalam membentuk makna yang berasal dari pemikiran seseorang. George Herbert Mead dipandang sebagai bapak dari Interaksionisme simbolik, sebab pemikirannya terhadap mind, self, dan society.12 1) Konsep Mead tentang Mind
Mind bisa disebut dengan pikiran. Mead menjelaskan bahwa simbol merupakan hasil pemikiran yang memiliki penjelasan yang sama, di setiap individu harus memperluas pemikirannya melalui interaksi terhadap orang lain, yang akan menciptakan kegiatan sosial menjadi berkembang dalam proses keseharian sebagai nilai dari hubungan sosial. Dalam penjelasan ini pikiran datang dan berkembang dalam proses sosial yang merupakan bagian integral dari proses sosial. Proses sosial ini awal pikiran yang menjadikan pikiran diartikan secara fungsional daripada secara substantif. Pikiran memiliki karakteristik dalam kemampuannya yang dapat mendatangkan dirinya sendiri tidak hanya satu pendapat saja, namun juga pendapat dari kelompok secara keseluruhan. Pikiran merupakan melakukan sesuatu berarti memberikan respon tertata, dan apabila seseorang memiliki pendapat dalam dirinya, maka ia memiliki pikiran. Oleh sebab itu, Mead berpendapat bahwa pikiran dapat dibedakan dari konsep logis seperti konsep ingatan melalui kemampuan individu menanggapi individu lain serta
12 Muhamad Mufid, Etika Dan Filsafat Komunikasi (Depok: Prenada Media Group, 2018), 162-165.
mengembangkan tanggapan secara menyeluruh.
Mead juga dapat merasakan pikiran seseorang melalui pragmatis, yaitu dengan memikirkan proses berpikir yang mengarah pada penyelesaian masalah.13
Suatu proses dimana individu berinteraksi dengan dirinya sendiri dengan menggunakan simbol- simbol yang bermakna merupakan pikiran menurut Mead. Melalui proses tersebut, seseorang mampu memilih dorongan yang akan tertuju kepadanya dapat menanggapai. Sombol juga digunakan dalam proses berpikir subyektif, terutama pada simbol-simbol bahasa. Mind ini hampir sama dengan simbol yang merupakan hasil dari proses interaksi sosial. Hanya saja simbol tidak digunakan secara nyata, yaitu melalui percakapan internal. Selain itu, secara tidak nyata individu menunjukan pada dirinya sendiri mengenai diri atau identitas dirinya dalam reaksi orang lain terhadap pelakunya. Maka kondisi yang di hasilkan yaitu konsep diri yang mencakup pada kesadaran individu yang dipusatkan dirinya sebagai obyek.14
2) Konsep Mead tentang Self
Mead berkata, self yang diartikan sebagai proses berkembang dari kebiasaan sosial dari setiap individu dalam penilaian sudut pandang orang lain.
Perkembangan self tergantung pada seseorang yang menempatkan dirinya dalam melakukan interaksi sosial. Pengambilan peran ini akan menjadikan pelaku berfikir dari perspektif individu lain. menurut Mead Self ialah kemampuan dalam menerima dirinya sebagai sebuah objek dari perspektif yang berasal dari orang lain atau masyarakat. Diri datang dan berkembang melalui aktivitas interaksi sosial dan bahasa. Diri tidak akan bisa datang dalam pengalaman sosial kecuali dalam berperan interaksi dengan orang lain, sebab adanya sharing of simbol
13 George Ritzer and Douglas J Goodman, Teori Sosiologi Modern ( Jakarta: Kencana, 2007), 280.
14 Ida Bagus Wirawan, Teori-Teori Sosial Dalam Tiga Paradigma (Fakta Sosial, Definisi Sosial, dan Perilaku Sosial) (Jakarta: Kencana, 2014), 124.
yang artinya, seseorang dapat berkomunikasi, selanjutnya menyadari apa yang dikatakan dan dampaknya dapat mengungkapkan apa yang sedang dikatakan dan menentukan apa yang akan dikatakan selanjutnya.
Melalui refleksi diri individu dapat menyesuaikan dengan keadaan mereka dan menyesuaikan dari makna, dampak tindakan yang mereka lakukan. Dengan kata lain seseorang secara tidak langsung menempatkan dirinya pada sudut pandang orang lain. Dari sudut pandang demikian individu memandang dirinya dapat menjadi individu yang khusus dalam hubungansosial sebagai suatu kesatuan. Mead membedakan antara “I” (saya) dan
“me” (aku). I (saya) merupakan bagian yang aktif dari diri (the self) yang dapat menjalankan perilaku.
Sedangkan “Me” (aku) merupakan konsep diri tentang yang lain, yang harus mengikuti aturan main diperbolehkan atau tidak. I mempunyai kapasitas untuk berperilaku, yang dalam batas-batas tertentu sulit untuk diramalkan. Sedangkan Me (aku) memberikan kepada I (saya) arahan yang berfungsi untuk mengendalikan I (saya). Sehingga hasil perilaku manusia lebih bisa diramalkan. Oleh karena itu, dalam kerangka pengertian tentang self (diri) terkandung esensi interaksi sosial yaitu interaksi antara “I” (saya) dan “Me” (aku). Disini individu secara menyatu mencerminkan proses sosial.
Diri merupakan tanggapan seseorang terhadap apa yang dia tujukan kepada orang lain dan di mana dia tidak hanya mendengarkan dirinya sendiri namun juga merespon dirinya dengan berbicara dan menjawab dirinya sendiri sebagaimana orang lain menjawab kepada dirinya, sehingga mereka memiliki perilaku yang mana dirinya sendiri menjadi obyek.
Oleh sebab itu, diri adalah aspek lain dari proses sosial secara menyeluruh dimana individu adalah bagiannya.15
15 George Ritzer and Douglas J Goodman, Teori Sosiologi Modern ( Jakarta: Kencana, 2007), 284.
Mead menyadari bahwa manusia sering terlibat dalam suatu aktivitas yang di dalamnya terdapat masalah yang mempengaruhi perilaku yang diharapkan. Bagian yang penting dalam teori Mead yaitu hubungan timbal balik antara diri sebagai objek dan diri sebagai subjek. Diri sebagai objek ditunjukan oleh Mead melalui konsep “Me”, sedangkan ketika sebagai subjek yang bertindak ditunjukan dengan konsep “I”. Ciri utama dalam membedakan manusia dan binatang adalah bahasa atau simbol signifikan.
Simbol signifikan merupakan suatu makna yang dimengerti bersama, ia berdiri dari dua fase “Me” dan
“I”. Dalam konsep ini “Me” merupakan diri yang dilihat oleh orang lain, sedangkan “I” merupakan bagian yang memperhatikan diri saya sendiri. Kedua hal tersebut menurut Mead menjadi sumber orisinalitas, kreativitas, dan spontanitas.
3) Konsep Mead tentang Society
Mead berkata, society ialah sekumpulan orang yang melangsungkan interaksinya di tengah masyarakat berupa hubungan sosial, dan masing- masing saling ikut serta dalam bersikap secara aktif seperti yang mereka tentukan, jadi keputusannya dapat mewakilkan manusia dalam proses pengembalian karakter di tengah masyarakat.
Menurut Mead, masyarakat mencerminkan sekumpulan tanggapan secara teratur yang diambil melalui individu dalam bentuk “aku”(me). Pengertian individual masyarakat tersebut mempengaruhi mereka yang menjadikan kemampuan dapat mengkritik dirinya agar dapay mengendalikan diri mereka sendiri.
Pada tingkat masyarakat yang khusus, Mead memiliki beberapa pemikiran tentang pranata sosial (social institutions). Secara luas, Mead mendefinisakan pranata sosial sebagai tanggapan secara bersama-sama dengan sekelompoknya atau kebiasaan kehidupan dari kelompok tersebut.
Keseluruhan tindakan sosial mengarah kepada individu dalam keadaan tertentu yang menurutnya cara tersebut sama. Berdasarkan keadaan tersebut,
dapat memunculkan respon yang sama dari pihak individu lain sehingga proses tersebut yang dinamakan pembentukan pranata. Dalam mengemukakan pranata harus berhati-hati agar tidak merusak individu lain. Seharusnya pranata sosial ini sebaiknya digunakan oleh individu secara umum saja dan menyediakan ruang yang cukup untuk individu.16 2. Sedekah
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia sedekah dapat diartikan wujud syukur kepada Tuhan dengan cara memberikan sesuatu, selain dalam kegiatan zakat fitrah sesuai dengan kemampuannya.17 Kata sedekah berasal dari bahasa Arab yaitu shadaqah yang berarti memberikan sesuatu dengan tujuan mendapatkan pahala dari Allah SWT. sebagian besar masyarakat Islam Jawa mengartikan sedekah sama dengan menurut bahasa Arab. Namun dari konteks tradisi masyarakat Islam Jawa juga melakukan upacara tradisi yang tidak hanya ditujukan sebagai memberikan sesuatu kepada yang berhak menerimanya tetapi ditujukan kepada Allah SWT. Bentuk sedekah dalam tradisi masyarakat Islam Jawa antara lain:
a. Tradisi Sedekah Bumi
Tradisi sedekah bumi sering disebut dengan tradisi slametan (syukuran) dan dikenal dengan upacara baritan atau bersih Desa. Dalam tradisi sedekah bumi biasanya dilakukan oleh masyarakat pegunungan atau pedesaan. Tujuannya sebagai persembahan untuk dhanyang yang merupakan leluhur yang ketika masih hidup diyakini oleh setempat sebagai cikal bakal dari Desa tersebut. Meskipun sudah meninggal, dhanyang tersebut diyakini masih mengawasi dan menjaga lingkungan pedesaan.18
Sedekah bumi merupakan memberikan hasil panen kepada sesama sebagai wujud syukur terhadap sang Maha Kuasa yang telah memberikan rezeki. Kegiatan sedekah bumi biasanya semacam Selametan yang
16 Ambo Upe, Tradisi Aliran Dalam Sosiologi Dari Filosofi Positivistik (Jakarta: Rajagrafindo Persada, 2010), 287-288.
17 Lukman Ali, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1994), 888.
18 Retno Susilorini, Kearifan Lokal Jawa Tengah: Tak Lekang Oleh Waktu (Semarang: UNIKA, 2021), 96.
ditujukan kepada Allah SWT yang telah memberikan rezeki kepada masyarakat pegunungan yang hidupnya tergantung pada bumi yaitu lewat hasil panen pertanian.
Bahwa bumi hakikatnya sebagai tempat tinggal semua makhluk yang berada didalamnya. Sejatinya manusia sebagai khalifah dimuka yang apabila bumi sejahtera, tenteram, maka kehidupan di muka bumipun akan terjaga.
Persiapan ketika melakukan tradisi sedekah bumi yaitu membersihkan punden yang dipercaya tempat sakral dari kuburan dhanyang yang dianggal cikal bakal Desa.
Diawali dengan pembacaan doa terlebih dahulu yang dipimpin oleh sesepuh Desa agar masyarakat Desa terhindar dari mala petaka, penyakit, dan tanamannya terhindar dari hama agar mendapatkan hasil panen yang melimpah.
b. Tradisi Sedekah Laut
Sedekah laut dilaksanakan sebagai wujud rasa syukur kepada Allah SWT atas rezeki yang diberikan lewat hasil laut. Masyarakat yang bertempat tinggal di daerah pesisir biasanya melakukan tradisi sedekah laut pada tanggal 1 Syura.19 Upacara yang dilaksanakan saat sedekah laut yaitu larung sesaji. Sesaji yang dipersiapkan biasanya kepala kerbau atau kambing yang akan dilarungkan ke muara laut yang bertujuan agar Allah SWT memberikan keselamatan dan berkah terhadap nelayan yang mencari nafkah dilaut. Selain itu juga mempersiapkan ambengan yaitu berisi nasi, lauk pauk dan berbagai macam jajanan pasar. Semua makanan tersebut akan dibacakan doa bersama yang dipimpin oleh ketua tradisi yang kemudian akan di makan bersama-sama dengan masyarakat yang mengikuti tradisi tersebut.
3. Teologi
Teologi dapat dimaknai sebagai keberadaan Tuhan yang berkaitan dengan keyakinan agama, yaitu teologi sebagai cara menyertakan Tuhan dalam setiap kegiatan manusia, salah satunya dalam mengelola lingkungan. Pola hubungan antara Tuhan, manusia dan alam dalam teologi lingkungan bersifat fungsional dan spiritual. Oleh sebab itu teologi lingkungan dapat dimaknai sebagai konsep berpikir dan bertindak manusia
19 Retno Susilorini, Kearifan Lokal Jawa Tengah: Tak Lekang Oleh Waktu (Semarang: UNIKA, 2021), 97.
yang berkaitan dengan lingkungan hidup, yang mengintegrasikan aspek fisik (alam) termasuk manusia dan non fisik dan non empirik yaitu Tuhan.
a. Pengertian Teologi
Secara etimologis, Theologi berasal dari Bahasa Yunani yaitu Theos berarti Tuhan atau Dewa dan Logos berarti Ilmu, sehingga teologi dapat diartikan sebagai ilmu tentang Tuhan atau Ilmu Ketuhanan.20 Sedangkan secara Terminologi, Theologi Menurut Ahmad Hanafi ialah “The science which treats of the facts and phenomena of religion, and the relations between God and man”, artinya ilmu yang menjelaskan kenyataan dan gejala-gejala agama dan membicarakan hubungan Tuhan dengan manusia, baik dalam pemikiran akal murni manusia maupun berdasarkan kebenaran wahyu.21
Dalam Islam teologi disebut dengan Ilmu Kalam, Ilmu Tauhid, dan Ilmu Ushuluddin yang merupakan ilmu yang membahas tentang wujud Tuhan, sifat yang ada pada-Nya dan sifat yang tidak mungkin ada pada-Nya.
Menurut Ahmad Hanafi, ilmu kalam berisi tentang gagasan mengenai perkenalan teologi Islam. Bahwa ruang lingkup pembahasan ilmu kalam sama dengan pembahasan ruang lingkup teologi yaitu membahas tentang keesaan- Nya, sifat-Nya yang berhubungan dengan manusia serta lingkungan yang berupa keadilan dan kebijaksanaan, qadha dan qadar, pengutusan Rasul sebagai hubungan antara Tuhan dan manusia dan penjelasan mengenai kenabian dan keakhiratan. Namun, dalam pembahasannya berdasarkan prinsip ajaran agama Islam, maka disebut dengan teologi agama (teologi Islam). Seiring perkembangan zaman muncullah berbagai cabang teologi Islam yang menjelaskan mengenai keseharian manusia, diantaranya ialah teologi sosial, teologi perkembangan, teologi pembangunan, teologi lingkungan, teologi kesehatan, teologi teknik dan masih banyak yang lainnya.
Dalam literatur Islam juga dikenal dengan teologi Islam klasik yang membahas mengenai hal yang terkait dengan
20 Cecep Zakaries El Bilad, “Asal-Usul Teologi: Pelacakan Historis Filososfis”, Ilmu Ushuluddin Vol.17, No.1 (2018), 60.
21 Ahmad Hanafi, Theology Islam (Ilmu Kalam), (Jakarta: Bulan Bintang, 1974), 31.
Allah SWT, akan tetapi objek pembahasannya masih bersifat transendental dan teologi Islam modern yang lebih banyak membahas hal-hal yang bersifat praktis yaitu yang membahas mengenai kehidupan keseharian umat Islam.22 Peter L. Berger menilai bahwa teologi diartikan sebagai memikirkan tentang agama (the intelektual expression of religion) yang releven untuk membahas berbagai tantangan kontemporer dalam membahas tentang manusia serta alam yang dikaji dalam sudut pandang teologis. Hal itu dapat menciptakan kajian baru dalam studi agama (Islam) yang berurusan dengan ekologi yaitu teologi lingkungan Islam atau eko-teologi.23
b. Teologi Lingkungan (Eko-Teologi)
Eko-teologi terdiri dari kata ekologi dan teologi, ekologi diambil dari bahasa Yunani yang terdiri dari kata oikos dan logos. Oikos artinya tempat tinggal dan logos artinya ilmu, sehingga ekologi berarti ilmu mengenai hubungan antar organisme yang hidup di dalam lingkungan.24 Sedangkan teologi merupakan ilmu ketuhanan. Dengan demikian eko-teologi merupakan rumusan teologi yang membahas mengenai hubungan timbal balik antara agama dengan alam atau agama dengan lingkungan. Dalam ajaran Islam eko-teologi dijelaskan sebagai keyakinan terhadap agama yang berkaitan dengan persoalan lingkungan. Pandangan Islam tentang lingkungan memiliki kesatuan yang menyatu terhadap alam serta manusia. Setiap ciptaan Allah SWT memiliki tugas dan kedudukan yang berbeda, namun masih berada dalam tatanan sunatullah.25 Bagian yang tidak terpisahkan dari lingkungan ialah manusia sebab keduanya saling memerlukan dengan tugas yang berbeda-beda. Manusia memiliki peran sebagai khalifah yaitu wakil Allah SWT.
22 Burhanuddin Yusuf, “Manusia dan Amanahnya Kajian Teologis Berwawasan Lingkungan”, Jurnal Aqidah-Ta Vol.II No. 2 2016, 130.
23 Parid Ridwanuddin, “Ekoteologi Dalam Pemikiran Badiuzzaman Said Nursi”, Lentera, Vol. 1 No. 1 2017, 46.
24 Parid Ridwanuddin,“Ekoteologi Dalam Pemikiran Badiuzzaman Said Nursi”, Lentera, Vol. 1 No. 1 2017, 44.
25 Iiyas Asaad, Teologi Lingkungan (Etika Pengolahan Lingkungan dalam Perspektif Islam), (Majelis lingkungan hidup pimpinan pusat Muhammadiyah, 2011), 7.
Dalam Al-Qur’an dan Hadits Nabi dijelaskan bahwa hubungan manusia dengan alam sebagai sarana manusia untuk mengenal kebesaran Allah SWT lewat alam semesta. Dengan cara memanfaatkan alam sebagai sumber daya ciptaan Allah SWT untuk memenuhi kebutuhan hidup manusia dengan sebaik-baiknya serta melestarikan alam untuk semua makhluk yang ada di bumi. Sebab manusia memiliki tanggung jawab untuk merawat alam yang tidak hanya untuk manusia saja namun untuk makhluk Allah SWT yang lainnya. Disamping manusia berhubungan dengan alam sebagai sesama makhluk ciptaan Allah SWT, manusia juga berhubungan dengan Allah SWT. Dalam hubungannya dengan Allah SWT manusia membutuhkan alam sebagai sarana untuk mengenal Allah SWT.26 Bahwa alam ialah ayat-ayat kauniah dari Allah SWT. Teologi lingkungan ini bertujuan sebagai petunjuk teologis yang berwawasan lingkungan dalam mengelola sumber daya lingkungan. Melalui teologi lingkungan dapat di mengerti bahwa hubungan yang harmonis adalah hubungan antara Tuhan, manusia serta alam.
1) Gagasan Teologi Lingkungan Seyyed Hossein Nasr Dalam gagasan Seyyed Hossein Nasr mengenai teologi lingkungan tidak dapat dipisahkan dari gagasannya tentang kosmologi dan konsep ketuhanan.
Gagasan Nasr terhadap kosmologi, memberikan gambaran kepada manusia bahwa Allah SWT dalam Islam dipandang sebagai supranatural. Allah SWT sebagai realitas yang tinggi yaitu menjadi yang awal dan yang akhir, Zahir (yang tampak), Batin (yang tersembunyi), dan Al-Muhith (yang meliputi) sehingga Allah SWT merupakan pusat dari kosmos.27 Allah SWT merupakan awal sumber segala sesuatu dan pada akhirnya akan kembali kepada Sang pencipta. Allah SWT merupakan Az-zahir yaitu Allah SWT menampakkan sifat-sifatnya lewat makhluk-Nya dan
26 Iiyas Asaad, Teologi Lingkungan (Etika Pengolahan Lingkungan dalam Perspektif Islam), (Majelis lingkungan hidup pimpinan pusat Muhammadiyah, 2011), 9.
27 Maftukhin, “Teologi Lingkungan Perspektif Seyyed Hossein Nasr”, Dinamika Penelitian, Vol.16, No. 2, November 2016, 347.
Al-Batin yaitu sama sekali tidak tampak sebab Allah SWT adalah yang Maha Meliputi (Al-Muhith). Hal ini akan kembali pada ajaran agama Islam bahwa Allah SWT merupakan yang pertama dan Esa, keesaan tersebut terdapat pada Al-Qur’an dan spiritual dalam agama Islam yaitu syahadah sehingga tidak hanya dipahami sebagai teologis, namun sebagai sumber dari metafisika Islam. Dalam pandangan ini, Allah SWT memiliki sifat yang absolut, keabsolutan ini menunjukan keagungan Allah SWT, ketidak terbatasan-Nya menunjukan keindahan (Jamal) Allah SWT dan Maha sempurna Allah SWT menunjukan Kamal.
Alam menurut Nasr merupakan teofani yaitu merasakan hadirnya Tuhan di dalam sesuatu. Bahwa Nasr dalam melihat alam sebagai cerminan dari kehadiran Allah SWT baik dalam jalaliah (kekuasaan) maupun dalam hal jamaliah (keindahan) dan menyadari bahwa hadirnya Tuhan di tengah alam semesta yang akan menjadikan bagian dari kesadaran tauhid. Allah SWT menciptakan alam sebagai manifestasi dari sifat-sifat Allah SWT. Dalam teori Nasr ada lima level alam yaitu alam Hahut (Allah SWT di level Dzat-Nya), alam Lahut (Allah SWT di level sifat-Nya), alam Jabarut (alam murni), alam Malakut (alam gaib), dan alam Nasut (alam materi).
Menurut Seyyed Hossein Nasr manusia ini ada dua bagian yaitu manusia primordial dan manusia promothean. manusia primordial yaitu manusia yang selalu sadar dirinya baik sebagai hamba Allah SWT yaitu taat kepada hukum alam termasuk dalam menetapi sunatullah yang sudah ditetapkan oleh Allah SWT dan sebagai khalifah yaitu manusia harus melakukan upaya secara aktif menjaga, memelihara, mengasuh alam secara sunatullah. Bahwa Nasr menyatakan orang yang mampu secara baik menjadi jembatan antara Ilahiah dan bumi berarti dia yang bisa menjalankan tugas sebagai khalifah. Mereka inilah yang disebut al-insan al-kamil. Sedangkan manusia promothean yaitu manusia yang melawan amanah dan tanggung jawab kepada Allah SWT. Dia mengingkari
eksistensi dirinya dan melakukan kerusakan dan manipulasi terhadap alam. Manusia yang seperti ini sudah kehilangan makna sakral, terlarut dalam dunia yang mereka ciptakan sendiri. Ciri dari paham ini menurut Nasr seperti antroposentrisme (manusia yang merasa dirinya paling unggul dari pusatnya alam semesta), materialisme (manusia yang hanya melihat level dunia materi), pragmatisme (manusia yang berfikirnya praktis yaitu manusia yang cara berfikirnya jangka pendek), dan kapitalisme (orang yang hanya mengejar keuntungan).
Nasr menyarankan manusia untuk memahami alam tidak hanya menggunakan akal yang instrumental, namun Nasr menyarankan perspektif manusia terhadap alam harusnya menggunakan perspektif kearifan yaitu untuk memahami alam tidak dengan cara memposisikan alam sebagai objek yang dipahami dan manusia sebagai subyek yang memahami, namun menyatukan alam dengan manusia sebab manusia adalah bagian dari alam itu sendiri.28 Aspek realitas Allah SWT telah terwujud dalam bentuk penciptaan-Nya untuk memperlihatkan bahwa alam menjadi perwujudan dari Allah SWT sendiri.
Dengan demikian manusia dipilih sebagai wakil Allah SWT di muka bumi (khalifatullah fi al-ardi) yang diberi tanggung jawab menjaga ciptaan Allah SWT yang terlihat di alam semesta. Hubungan manusia dengan alam menurut Nasr bahwa manusia dan alam semesta mempunyai aspek sakral yaitu manusia dengan segala aktivitasnya mengandung makna.
Mereka merupakan simbol dari susunan realitas yang lebih tinggi dan sekaligus tersembunyi dalam jagat raya. Struktur alam semesta itu sendiri berisi tentang perintah spiritual bagi manusia dan merupakan ajaran yang berasal dari sumber agama.
Dalam membahas alam, saat ini kerusakan alam tidak akan terlepas dari krisis spiritual dan religius yang menjadi akibat dari kelalaian manusia. Oleh karena itu, Nasr ingin mengingatkan manusia modern
28 Yustinus Andi Muda Purniawan, “Ecotheology Menurut Seyyed Hossein Nasr dan Sallie McFague”, Jurnal Teologi Vol. 9, No. 1 (2020), 73.
untuk kembali kepada akar spiritual dan religius dengan mengembalikan keadaan alam yang telah dirusaknya. Bahwa pada dasarnya manusia merupakan komponen terlengkap dari alam semesta. Alam merupakan bagian yang penting dari Allah SWT.
Menurut Nasr terjadinya kerusakan lingkungan diakibatkan dari manusia modern yang menganggap alam sebagai bentuk yang berdiri sendiri tanpa adanya Allah SWT yang menjadi pusat utama. Dengan demikian Nasr tidak setuju terhadap pemisahan hubungan antara manusia dengan alam. Nasr juga ingin mengajak manusia untuk Resakralisasi alam semesta (resacralization of nature) yaitu hormati alam dan memanfaatkan alam tanpa merusak keseimbangan ekosistemnya. Selain itu dalam paham tradisional alam kita pahami sebagai manifestasi kehadiran Tuhan sebab segala sesuatu itu berawal di Tuhan dan akan berakhir di Tuhan. Dalam memahami alam Seyyed Hossein Nasr mengajak manusia secara holistik.
Bahwa hubungan manusia dengan alam adalah subyek dengan subyek yaitu sama-sama makhluk Allah SWT yang saling mengharga.29 Nasr mengajak manusia merenungkan bahwasanya prinsip manusia ialah bagian yang lengkap dari alam. Sedangkan alam semesta ialah gambaran dari kekuasaan Allah SWT.
Bagi Nasr, manusia tidak akan harmonis kecuali manusia mampu berdamai dengan Allah SWT, Sebab siapapun yang berdamai dengan Allah SWT maka akan berdamai juga dengan ciptaan-Nya yaitu dengan alam dan manusia.30 Sehingga manusia dapat belajar bahwa tidak semua yang nyata itu berdiri sendiri namun atas kehendak Allah SWT.
2) Gagasan teologi lingkungan Said Nursi
Dalam gagasan Said Nursi tentang teologi lingkungan menjelaskan bahwa hubungan ontologis tidak bisa dipisahkan dengan Tuhan serta makhluk- Nya. Hal itu dikarenakan bahwa keberadaan alam
29 Yustinus Andi Muda Purniawan, “Ecotheology Menurut Seyyed Hossein Nasr dan Sallie McFague”, Jurnal Teologi Vol. 9, No. 1 (2020), 74.
30 Seyyed Hossein Nasr, Antara Tuhan, Manusia dan Alam (Yogyakarta:
IRCiSoD, 2021), 163.
tidak bisa dipisahkan dengan Allah SWT yang merupakan pusat pertama. Menurut Nursi hubungan alam dengan Tuhan yaitu bahwa alam semesta dianggap sebagai manifestasi dari nama, sifat, dan tindakan Allah SWT dalam hubungan Tuhan dengan manusia menjelaskan bahwa alam sebagai bukti yang paling realitas terhadap keberadaan Allah SWT.31 Hakikat alam menurut Nursi dibagi menjadi lima yaitu: pertama, alam semesta merupakan buku yang besar (the mighty book) sedangkan al-Qur’an merupakan penjelasannya (expounds). Kedua, alam ialah buku ciptaan Allah SWT yang penuh dengan makna. Menurut Nursi alam ialah lukisan yang sangat indah sehingga ia tidak bisa menjadi pencipta Maha karya seni tersebut. Ketiga, alam semesta ialah gambaran yang merelatifkan keelokan ciptaan Allah SWT dengan bahasa sederhananya Nursi menulis bahwa “alam semesta ialah gambaran, begitupun hakikat setiap makhluknya ialah gambaran”. Keempat, seluruh makhluk hidup tidak bisa bekerja sendiri sesuai keinginannya, akan tetapi dia telah berada dalam tatanan yang saling terkait antara satu dengan yang lainnya sebagaimana yang ditentukan Allah SWT. Kelima, hubungan alam eksternal (zahir) dengan alam yang tersembunyi (batin) yang tidak dapat dilihat oleh manusia melainkan hanya Tuhan yang mampu melihat.32
Menurut Nursi sifat-sifat Allah SWT dalam diri manusia dapat dipandang dari tiga hal yaitu: pertama, seperti kegelapan malam yang menunjukan adanya cahaya yang semua manusia mulai lemah, tidak berdaya, fakir, miskin dan segala cacatnya menunjukan adanya daya, kekayaan, kecukupan, kemuliaan serta kesempurnaan Allah SWT. Melalui lisan manusia memanggil Allah SWT dengan panggilan al-Qadir wa al-Qahhar al-Razzaq wa al- Ghaniy dan begitu seterusnya. Segala sifat kekurangan
31 Parid Ridwanuddin, “Ekoteologi Dalam Pemikiran Badiuzzaman Said Nursi”, Lentera, Vol. 1 No. 1 2017, 50.
32 Parid Ridwanuddin, “Ekoteologi Dalam Pemikiran Badiuzzaman Said Nursi”, Lentera, Vol. 1 No. 1 2017, 51.
manusia selalu tergantung kepada Allah SWT. Kedua, manusia memiliki potensi kekuatan, pendengaran, penglihatan, pemikiran dan seterusnya, semua itu pada hakikatnya bersumber dari Allah SWT yang Maha melihat, Maha kuat, Maha mendengar, Maha mengetahui dan yang Maha segalanya. Ketiga, manusia yang mencintai Allah SWT dan Allah SWT pun mencintainya, maka Allah SWT akan memberikan sedikit kehebatannya kepada manusia tersebut.33
Nursi menjelaskan bahwa hakikat manusia sebagai cerminan dari nama, sifat Allah SWT. Menurut Nursi
“Manusia ialah wujud yang sempurna bagi Allah SWT yang menciptakan dan mukjizat yang tinggi diantara mukjizat kekuasaan-Nya. Manusia merupakan ciptaan yang halus sebab Allah SWT menciptakannya melalui perwujudan dari nama-nama Allah SWT (al-Asma al- Husna) dan dijadikan sebagai tempat untuk seluruh lukisan indah-Nya dan sebagai model alam semesta.
Pada hakikatnya manusia tidak hanya makhluk spiritual, namun juga makhluk ekologis. Sebab manusia ialah makhluk yang saling terikat alam dan tidak bisa terpisahkan tanpa adanya alam. Manusia hidup sebab alam menyiapkan segala sumber kehidupan, tanpa sumber kehidupan yang diberikan alam manusia akan punah.
Ketetapan khalifah yang diberikan Allah SWT kepada manusia ialah suatu kehormatan yang diberikan Allah SWT. Akan tetapi, manusia tidak bersyukur dengan merusak alam yang diciptakan Allah SWT. Dengan demikian, manusia tidak hanya mengambil sumber daya alam sebanyak-banyaknya, namun harus memiliki tanggung jawab untuk senantiasa merawatnya. Dalam memandang manusia Nursi menyatakan bahwa konsep khalifah mempunyai empat bagian yaitu: pertama, dari keesaan Allah SWT yang menunjuk manusia sebagai khalifah yang menjadi arahan Allah SWT dalam merawat alam.
Kedua, jagat raya menuntut manusia untuk melihat posisi alam dan bertindak sesuai posisinya. Ketiga,
33 Parid Ridwanuddin, “Ekoteologi Dalam Pemikiran Badiuzzaman Said Nursi”, Lentera, Vol. 1 No. 1 2017, 54.
kebudayaan yang menuntut manusia untuk menjadikan sosial dan kultural, kesehatan jasmani dan rohani.
Keempat, tindakan manusia sebagai khalifah dimasa hidupnya akan memperoleh balasan di akhirat.34
Dengan demikian makna teologi dalam hal ini ialah cara menyertakan Allah SWT dalam setiap kegiatan manusia, salah satunya pada kegiatan memanfaatkan sumber daya hayati dan mengelola alam sehingga teologi bisa diartikan sebagai ajaran pada hubungan manusia dengan alam serta lingkungannya.
B. Penelitian Terdahulu
Berdasarkan observasi penulis dari kajian tentang Tradisi sedekah laut perspektif teologi lingkungan Seyyed Hossein Nasr sebelumnya belum pernah ada yang mengkaji, namun tidak dapat dibantahkan bahwa topik teologi lingkungan sudah terdapat penelitian yang relevan dengan apa yang dikaji didalam penelitian ini.
1. Artikel Jurnal, dari Samidi yang berjudul “Tuhan, Manusia, dan Alam: Analisis Kitab Primbon Atassadhur Adammakna” yang terdapat dalam jurnal Shahih Volume 1, Nomor 1 , Januari-Juni 2016.35 Dari hasil penelitiannya dijelaskan bahwa Kitab primbon Atassadhur adammakna merupakan buku Islam Jawa pengetahuan tentang Tuhan, manusia serta hayati. Dalam kitab primbon ini sebagai bentuk ungkapan dalam kedamaian masyarakat Jawa yang mengambil ilmu Tasawuf untuk mengajarkan ajaran Islam di sekitar kraton. Hubungan Tuhan, manusia dan alam dijelaskan sesuai dengan adat dan budaya.
Dalam kitab ini umat Islam Jawa menyebut Tuhan dengan istilah Gusti Allah yaitu perpaduan antara Jawa (gusti) dan Arab (Allah). Konsep manusia dalam ajaran Islam Jawa diibaratkan sebagai cadangan Tuhan yaitu penciptaan secara supernatural. Sedangkan konsep alam menurut kepercayaan Islam Kejawen dibagi menjadi tiga, yaitu: alam purwa, alam madya dan alam wasana. Bagi Islam Jawa, hubungan antara manusia dengan alam ialah wajib sesuai dengan falsafah
“memayu hayuning bawana” (menjaga keseimbangan alam).
34 Parid Ridwanuddin, “Ekoteologi Dalam Pemikiran Badiuzzaman Said Nursi”, Lentera, Vol. 1 No. 1 2017, 58.
35 Samidi, “Tuhan, Manusia, dan Alam: Analisis Kitab Primbon Atassadhur Adammakna”, Jurnal Shahih Vol.1, No.1 (2016), 13.
Hubungan manusia dengan alam fisik dan alam rohani yaitu semua makhluk gaib termasuk Tuhan adalah hal yang dapat menyejahterakan manusia di dunia maupun di akhirat. Oleh sebab itu, keselamatan bagi Islam Jawa mempunyai nilai teologi serta sosiologis yang secara teologis akan mendatangkan hubungan yang bahagia kepada Tuhan dan secara sosiologis dapat menjadikan hubungan yang harmonis terhadap sesama manusia serta alam. Dalam penelitian ini membahas mengenai teologi lingkungan dalam penjelasan Kitab Primbon Atassadhur Adammakna, sedangkan dalam penelitian yang akan penulis lakukan membahas mengenai teologi lingkungan menurut Seyyed Hossein Nasr dalam tradisi sedekah laut.
2. Artikel Jurnal, dari Muhammad Wahid Nur Tualeka yang berjudul “Teologi Lingkungan Hidup Dalam Perspektif Islam”
yang terdapat dalam Jurnal Progresiva Volume 5, Nomor 1, Desember Tahun 2011.36 Dari hasil penelitiannya menjelaskan bahwa Allah SWT sebagai pencipta alam beserta isinya dan sebagai pencipta manusia di muka bumi. Oleh sebab itu Tuhan telah menciptakan semua yang ada dimuka bumi dengan ukuran dan kadar tertentu, sehingga Maha Sempurna dan Maha Adil Allah SWT dalam menciptakan makhluk-Nya. Manusia diberikan kewajiban Allah SWT untuk mengelola alam di muka bumi, karena kelebihannya di bandingkan dengan makhluk lainnya yang diberikan tanggung jawab untuk memanfaatkan sumber daya alam dengan sebaik-baiknya (al- Intifa), mensyukuri serta mempelajari rahasia dibalik ciptaan alam (al-I’tibar) dan memelihara serta menjaga melestarikan lingkungan hidup (al-Islah) agar terwujudnya keselamatan manusia baik di dunia maupun di akhirat. Dengan mengelola alam semesta dan melestarikan lingkungan hidup secara baik berarti manusia telah memenuhi tugasnya kepada Allah SWT.
Sedangkan perilaku manusia yang dapat merusak alam berarti telah mengingkari tugas manusia sebagai khalifah dimuka bumi. Dalam ajaran Islam bahwa munculnya kerusakan lingkungan disebabkan karena tidak adanya keharmonisan antara manusia dan alam yang merupakan bagian yang tidak bisa terpisahkan. Oleh sebab itu kelanjutan hidup manusia memiliki timbal balik dari melestarikan lingkungan yang
36 Muhammad Wahid Nur Tualeka, “Teologi Lingkungan Dalam Perspektif Islam”, Jurnal Progresiva Vol.5, No.1 (2011), 131.
apabila alam terganggu, maka lingkungan hidup manusia akan bertambah rusak. Sehingga manusia menciptakan paham peri kemakhlukan di samping peri kemanusiaan yang tidak hanya memiliki rasa cinta terhadap sesama manusia tetapi juga sesama makhluk yang lainnya. Dalam penelitian ini membahas mengenai teologi lingkungan menurut Islam, sedangkan dalam penelitian yang akan penulis lakukan membahas mengenai teologi lingkungan menurut Seyyed Hossein Nasr dalam tradisi kebudayaan sedekah laut.
3. Skripsi dari Saharuddin yang berjudul “ Islam dan Ramah Lingkungan (Studi Atas Teologi Lingkungan Hidup)”.37 Dari hasil penelitiannya dijelaskan bahwa menurut ajaran Islam, lingkungan merupakan keberadaan yang sesuai dengan ketetapan qadar. Sedangkan manusia ialah makhluk Allah SWT yang tidak dapat terpisahkan dengan alam sehingga keduanya saling membutuhkan. Dengan adanya ajaran Islam, maka alam masih terawat sehingga kehidupan manusia akan tetap selamat. Sebagai khalifah manusia diberikan tanggung jawab untuk mengelola alam dan kesejahteraan umat manusia.
Manusia dalam mengelola alam yang baik dapat menjadikan keteguhan kita kepada Allah SWT. Selain itu, setiap tindakan manusia yang merusak alam merupakan perbuatan yang dimurkai-Nya. Hubungan Allah SWT, manusia dengan alam merupakan hubungan yang saling berkesinambungan, sebab dalam hubungannya dengan Allah SWT manusia memerlukan alam untuk mengenal adanya Allah SWT. Konsep mengelola lingkungan dan memanfaatkan sumber daya alam merupakan konsep dalam ajaran Islam yang secara rasional mewajibkan manusia untuk selalu mengelola dan melestarikan alam dan memanfaatkan secara baik untuk kepentingan bersama. Dalam penelitian ini membahas mengenai hubungan antara Tuhan, manusia, dan alam dalam Islam, sedangkan dalam penelitian yang akan penulis lakukan membahas mengenai teologi lingkungan menurut Seyyed Hossein Nasr dalam tradisi kebudayaan sedekah laut mengenai makna (simbol) dan hubungan antara Tuhan, manusia, dan alam dalam tradisi sedekah laut apabila dikaji dalam teologi lingkungan.
37 Saharuddin, “Islam dan Ramah Lingkungan (Studi Atas Teologi Lingkungan Hidup)” (disertai, Universitas Alauddin Makassar 2014), 2.
4. Artikel Jurnal, dari Marthinus Ngabalin yang berjudul
“Ekoteologi: Tinjauan Teologi Terhadap Keselamatan Lingkungan Hidup” yang terdapat dalam Jurnal Teologi Biblika dan Praktika Volume 1, Nomor 2, November Tahun 2020.38 Dari hasil penelitiannya menjelaskan bahwa sikap manusia yang peduli terhadap lingkungan, menjaga dan mengelola alam merupakan salah satu tindakan dari teologi lingkungan dalam hubungan manusia dan alam. Melalui alam, Allah SWT telah menyediakan kepentingan manusia untuk dinikmati. Namun manusia masih merasa kurang untuk memanfaatkan apa yang ada di bumi, sehingga manusia mulai merusak kehidupan yang ada di bumi. Manusia seharusnya menyadari bahwa tidak ada kepuasan dalam mengambil hasil alam, kecuali manusia sadar bahwa kepuasan akan didapatkan apabila manusia memberi harapan kenikmatan pada alam terhadap dirinya sendiri. Kerusakan lingkungan yang dihadapi manusia ialah permasalahan dari tanggung jawab manusia untuk mengelola lingkungan yang tidak dilandasi kesadaran dalam berakhlak dalam spiritual yang menjadikan manusia berbuat tidak adil dalam mengelola alam dan melestarikan lingkungan. Padahal manusia ditunjuk oleh Allah SWT untuk mengelola alam dengan baik dan bersikap adil terhadap alam.
Konsep Allah SWT yang menciptakan, memelihara tidak akan sama dengan konsep eko-teologi yang mana alam mempunyai kewajiban yang sama yaitu untuk mendapatkan keadilan.
Penelitian ini memiliki persamaan menjelaskan tentang teologi lingkungan dalam krisis lingkungan, namun dalam penelitian yang ingin penulis lakukan yaitu teologi lingkungan hidup menurut Seyyed Hossein Nasr yang di kaji dengan kebudayaan sedekah laut. Penelitian ini memiliki kesamaan menjelaskan tentang teologi lingkungan dalam krisis lingkungan, namun dalam penelitian yang ingin penulis lakukan yaitu teologi lingkungan menurut Seyyed Hossein Nasr yang dikaji dengan kebudayaan sedekah laut.
Dari penelitian terdahulu diatas, terdapat perbedaan antara penelitian penulis yang akan dilakukan. Dalam penelitian ini, penulis akan membahas mengenai Tradisi sedekah laut di Desa Bendar Kecamatan Juwana Kabupaten Pati jika dikaji dalam
38 Marhinus Ngabalin, “Ekoteologi: Tinjauan Teologi Terhadap Keselamatan Lingkungan Hidup”, Jurnal Teologi Biblika dan Praktika Vol.1, No.2 (2020), 118.
perspektif teologi lingkungan Seyyed Hossein Nasr. Yang menjelaskan mengenai makna (simbol) tradisi sedekah laut apabila dikaji dalam teologi lingkungan menurut masyarakat Bendar dan hubungan antara Tuhan, manusia dan alam dalam tradisi sedekah laut perspektif Seyyed Hossein Nasr.
C. Kerangka Berfikir
Allah SWT adalah dzat pertama yang menciptakan manusia dan alam di muka bumi. Hubungan Allah SWT, alam dan manusia ini saling berkesinambungan yaitu manusia dipilih Allah SWT sebagai khalifah yang diberikan tanggung jawab menjaga dan mengelola alam untuk kemakmuran bersama. Sebagai khalifah Allah SWT memilih manusia sebab kelebihannya dibandingkan dengan makhluk lainnya, yaitu manusia memiliki potensi akal, nafsu dan ruh. Selain itu manusia juga memiliki makna spiritual (Tuhan) dan non-spiritual (jin, nabati dan hewani). Yang mana ketika spiritual bertemu dengan ruh maka terciptanya budaya ketuhanan dan ketika manusia yang mengadakannya sendiri secara non-spiritual maka akan terciptanya kebudayaan. Dengan demikian Allah SWT ingin menguji kemampuan manusia dalam melaksanakan amanahnya.
Manusia dikenal memiliki keterkaitan erat terhadap alam dan budaya. Kebudayaan tercipta karena eksistensi manusia yang mempunyai peran dalam mengatasi alam dan lingkungan hidup yang membuat manusia tetap lestari menjadi makhluk yang berada di muka bumi ini. Dengan demikian setiap manusia yang bertempat tinggal di lingkungan yang berbeda, akan melaksanakan kegiatan dengan cara menyesuaikan terhadap alam sekitar sehingga terciptalah kebudayaan manusia yang sesungguhnya yaitu menyesuaikan dengan kondisi alam.
Namun saat ini kerusakan alam disebabkan oleh manusia yang hanya melihat sebagai obyek untuk sumber kekayaan yang harus di dimanfaatkan sebagai kebutuhan manusia tanpa berfikir panjang. Sikap kita terhadap alam tergantung sikap kita kepada Sang pencipta alam seisinya. Dalam penelitian ini, peneliti ingin menganalisis secara terperinci tentang kebudayaan khususnya tradisi sedekah laut di Desa Bendar Kecamatan Juwana Kabupaten Pati apabila di kaji dari teologi lingkungan perspektif Seyyed Hossein Nasr.
Gambar 2.1 Kerangka Berfikir