ANALISIS ANGGARAN DAN REALISASI PADA KPRI BHAKTI
HUSADA DINAS KESEHATAN KABUPATEN BULELENG TAHUN
2013-2015
¹Ni Komang Laksmita Ayudiasari, ¹Anantawikrama Tungga Atmadja, ²Gede Adi
Yuniarta
Jurusan Akuntansi Program S1
Universitas Pendidikan Ganesha
Singaraja, Indonesia
e-mail: {[email protected] ,
[email protected] , [email protected]}@undiksha.ac.id
Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui prosedur penyusunan anggaran pada KPRI Bhakti Husada, untuk mengetahui faktor penyebab tidak terealisasi pendapatan dan biaya tahun 2013-2015 dengan yang telah dianggarkan dan untuk mengetahui cara mengatasi kesenjangan anggaran pada KPRI Bhakti Husada. Penelitian ini termasuk penelitian kualitatif karena penelitian yang dilakukan bersifat menyeluruh dan berasal dari kata-kata para informan.
Hasil penelitian ini yaitu prosedur penyusunan anggaran pada KPRI Bhakti Husada menggunakan metode bottom-up approach yang berarti bendahara mengajukan rencana anggaran pendapatan dan biaya serta rencana kerja kemudian RAPB dan Renja tersebut akan ditetapkan dan disahkan oleh ketua KPRI Bhakti Husada. Faktor penyebab terjadinya kesenjangan anggaran pada tahun 2013-2015 yang pertama yaitu sumber permodalan pada KPRI Bhakti Husada hanya terpaku pada modal dari dalam yaitu dari anggota, faktor kedua yaitu adanya peningkatan untuk beberapa akun biaya yang dikeluarkan KPRI Bhakti Husada, Dan faktor yang terakhir yaitu selisih bunga simpanan dengan bunga pinjaman pada KPRI Bhakti Husada sangat kecil hanya 0,1%.
Kata kunci: realisasi anggaran, pendapatan dan biaya
Abstract
This research aims at knowing the procedure of budgeting arrangement on KPRI Bhakti Husada, knowing the factor causing unrealized income and expense in year 2013-2015 that has been budgeted, and knowing the ways to overcome unbalanced budget on KPRI Bhakti Husada. This study belongs to qualitative research because it is comprehensively done and comes from the of informant’s words.
The result of this research is in form of procedure of budget arrangement on KPRI Bhakti Husada by using bottom-up approach which means a treasurer proposes the plan of income budget and expense budget and also work schedule, next RAPB, and the plan will be accepted and legalized by the chairman of KPRI Bhakti Husada. The factor causing the unbalanced budget in year 2013-2014 is the source of financial capital on KPRI Bhakti Husada which fetches up the financial capital only from intern that is from members.The second factor is that there is rising
on cost account expended by KPRI Bhakti Husada. The last factor is difference of saving interest and loan interest on KPRI Bhakti Husada is very low only 0,1%.
Key words: budgeting realization, income, and cost
PENDAHULUAN
Menurut Undang-Undang Republik
Indonesia No. 25 Tahun 1992 pasal 1 ayat
1 tentang Perkoperasian, koperasi
merupakan badan usaha yang
beranggotakan orang-orang atau badan hukum koperasi dengan melandaskan kegiatannya berdasarkan prinsip koperasi sebagai gerakan ekonomi rakyat yang berdasarkan atas asas kekeluargaan.
Koperasi berperan positif dalam
pelaksanaan pembangunan di Indonesia, baik secara langsung maupun tidak langsung.
Proses manajemen memiliki beberapa fungsi manajemen yaitu perencanaan,
pengendalian, pengorganisasian dan
pengkoordinasian. Dalam kegiatan
operasional koperasi, perlu dimiliki
manajemen yang baik khususnya pada fungsi perencanaan dan pengendalian.
Agar fungsi perencanaan dan
pengendalian manajemen dapat berjalan dengan lancar, maka perlu adanya teknik penyusunan yang baik sehingga dapat memberikan informasi yang bermanfaat bagi koperasi. Alat manajemen yang diperlukan untuk proses perencanaan dan pengendalian adalah anggaran. Anggaran tersebut sebagai dasar operasional dan tolok ukur pencapaian tujuan perusahaan atau koperaso dan bermanfaat untuk pengendalian koperasi.
Menurut Munandar (2001: 3) anggaran (budget) merupakan:
“Suatu rencana yang disusun secara
sistematis, yang meliputi seluruh
kegiatan perusahaan yang dinyatakan dalam unit kesatuan moneter dan berlaku untuk jangka waktu tertentu yang akan datang.”
Dalam suatu aktivitas koperasi baik
operasional maupun produksi,
pengeluaran kas atau biaya dapat
membantuk koperasi memprediksi
seberapa besar pengeluaran koperasi dalam memenuhi kebutuhan operasional
maupun produksinya.di dalam posisi
laporan keuangan, terutama laporan laba rugi, biaya merupakan komposisi penting yang berdampingan dengan pendapatan.
Posisi biaya yang terlalu besar
dibandingkan dengan pendapatan
koperasi dapat menyebabkan koperasi
mengalami kerugian, begitu pula
sebaliknya apabila pendapatan diperoleh lebih besar daripada biaya, maka koperasi memperoleh laba atau keuntungan.
Laporan realisasi anggaran
menggambarkan perbandingan antara
anggaran dengan realisasinya dalam satu
periode pelaporan.. Dengan adanya
anggaran, maka Koperasi Pegawai
Republik Indonesi Bhakti Husada Dinas Kesehatan Kabupaten Buleleng sebagai badan usaha harus dapat mengelola anggaran dengan efektif yaitu secara proporsional dan jelas. Melalui hasil analisa perbandingan antara anggaran dan realisasinya dapat diketahui kelebihan dan kekurangan yang terjadi pada suatu periode dan juga menjadi salah satu dasar dalam menentukan perencanaan pada periode yang akan datang. Realisasi
anggaran mengacu pada beberapa
variabel dalam penggunaannya, jumlah anggaran yang tersedia, penggunaan
anggaran dan sisa anggaran yang
merupakan keuangan koperasi yang harus ditelurusi penggunaannya.
Dalam upaya mencapai tujuannya, koperasi melakukan berbagai bidang usaha diantaranya ada usaha simpan pinjam, usaha konsumsi dan usaha produsen, koperasi juga digolongkan
berdasarkan latar belakang anggota
menuru kondisi anggotanya. Salah satu koperasi yang terbentuk berdasarkan latar
belakang anggota adalah Koperasi
Pegawai Republik Indonesia (KPRI). Koperasi Pegawai Republik Indonesia
(KPRI) Bhakti Husada merupakan
koperasi yang beranggotakan pegawai Dinas Kesehatan dan Puskesmas se-Kabupaten Buleleng, beberapa pegawai yang bertugas di RSUD Singaraja, serta
pensiunan pegawai Dinas Kesehatan. Jumlah anggota KPRI Bhakti Husada per 31 Desember 2015 adalah sebanyak 669 anggota, dengan jumlah SHU mencapai Rp. 279.405.301,99 pada tahun 2015 dengan unit usaha simpan pinjam dan pertokoan.
Setiap kegiatan koperasi tak terkecuali KPRI Bhakti Husada tentunya tak lepas dari pendapatan operasional dan biaya operasional sebagai akibat dari usaha
yang dilakukan, yang selanjutnya
bertujuan untuk memperoleh Sisa Hasil Usaha. SHU yang diperoleh dari usaha yang diselenggarakan dalam prosentase tertentu akan dibagikan untuk dana sosial, oleh karenanya hal yang mempengaruhi
SHU adalah pendapatan operasional dan biaya operasional yang perlu diperhatikan koperasi.
Penilaian kinerja yang baik salah satunya dapat dilihat dari terealisasinya anggaran dengan tepat, pada KPRI Bhakti Husada pada tahun periode 2013-2015 anggaran tidak dapat terealisasi dengan baik. Anggaran pada tahun periode 2013 sampai tahun 2015 tidak dapat mencapai
target yang direncanakan, dimana
realisasi anggaran jauh lebih besar dari anggaran yang ditetapkan. Hal ini dapat dilihat dari data perbandingan antara anggaran dan realisasinya pada tahun peiode 2013-2015 yang disajikan tabel berikut:
Tabel 1. Perbandingan Anggaran dan Realisasi Tahun 2013-2015 pada KPRI Bhakti Husada
Sumber: KPRI Bhakti Husada, Tahun 2016 (data diolah)
Berdasarkan Tabel 1 diatas
mencermin kan bahwa terjadinya realisasi pendapatan dan biaya yang lebih tinggi dari anggarannya. Mengingat pentingnya tingkat anggaran yang sesuai dengan tingkat realisasinya, maka KPRI Bhakti Husada perlu menekan biaya-biaya yang
dikeluarkan dalam operasionalisasi
koperasi yang selanjutnya mengarah pada efisiensi koperasi, karena hal tersebut
sangat dibutuhkan demi tercapainya
tujuan koperasi yaitu mensejahterakan anggota.
Berdasarkan latar belakang diatas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: (1) Bagaimana prosedur penyusunan anggaran pada KPRI Bhakti Husada?, (2) Mengapa pendapatan dan biaya tahun 2013-2015 pada KPRI Bhakti Husada tidak terealisasi sesuai dengan yang telah dianggarkan?,
(3) Bagaimana cara mengatasi
kesenjangan anggaran tahun 2013-2015 pada KPRI Bhakti Husada?
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk
mengetahui prosedur penyusunan
anggaran pada KPRI Bhakti Husada, untuk mengetahui faktor penyebab tidak terealisasi pendapatan dan biaya tahun 2013-2015 pada KPRI Bhakti Husada sesuai dengan yang telah dianggarkan, dan untuk mengetahui cara mengatasi kesenjangan anggaran tahun 2013-2015 pada KPRI Bhakti Husada.
Adapun kajian teori yang digunakan dalam penelitian ini meliputi Akuntansi,
Anggaran, Realisasi Anggaran,
Pendapatan, Biaya, Teori Agensi, Teori Sinyaling dan Koperasi.
METODE
Penelitian ini dilakukan pada Koperasi Pegawai Republik Indonesia (KPRI) Bhakti Husada yang beralamat di jalan Veteran
Tahun Pendapatan
dan Biaya Anggaran (Rp.) Realisasi (Rp.) Selisih (Rp.)
2013 Pendapatan 573.750.000,00 508.747.694,27 (65.002.305,8) Biaya 456.775.000,00 378.240.481,98 78.534.518,1 2014 Pendapatan 591.750.000,00 926.699.879,92 334.949.879.9 Biaya 472.090.000,00 717.575.881,46 (245.485.881,4) 2015 Pendapatan 939.552.121,00 816.200.000,00 207.084.695,00 Biaya 664.100.000,00 573.539.555.01 (194.969.514,00)
No. 15 Singaraja, Bali. Penelitian ini termasuk penelitian kualitatif dengan desain deskriptif. Menurut Bogdam dan Taylor (1995) yang dikutip dari (Moleong, 2012: 4) mengemukakan bahwa penelitian kualitatif adalah prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang sedang diamati.
Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data kualitatif dan data kuantitatif. Data kualitatif yaitu data yang dinyatakan dalam bentuk kalimat atau uraian, yang diperoleh dari hasil
wawancara dan observasi dimana
gambaran keadaan umum KPRI Bhakti Husada yang menjadi objek penelitian. Sedangkan data kuantitatif, yaitu data yang dapat dihitung atau dinyatakan dengan bentuk angka sebagai data yang banyak dipergunakan dalam penelitian, data ini dapat diperoleh dari laporan tahunan pada KPRI Bhakti Husada.
Informan dalam penelitian ini ditunjuk secara purposive. Informan yang adalah
informan yang mengetahui realisasi
anggaran pada KPRI Bhakti Husada yaitu ketua koperasi, bendahara koperasi dan sekretaris koperasi.
Teknik pengumpulan data yang
digunakan dalam penelitian ini dengan
cara observasi, wawancara dan
dokumentasi. Sugiyono (2009: 225)
bahwa pengumpulan data diperoleh dari hasil observasi, wawancara, dokumentasi
dan gabungan/triangulasi. Wawancara
dilakukan melalui proses tanya jawab
secara langsung terkait realisasi
anggaran. Observasi yang dilakukan adalah observasi tidak terstruktur yaitu melakukan pengamatan terhadap KPRI
Bhakti Husada tanpa menggunakan
pedoman observasi. Dokumentasi
dilakukan dengan mempelajari dokumen
yang berhubungan dengan realisasi
anggaran yaitu laporan tahunan KPRI Bhakti Husada.
Analisis data dilakukan untuk seluruh
data yang terkumpul dari proses
wawancara dan observasi yang kemudian
diolah dan menghasilkan inti dari
penelitian tersebut. Reduksi data
dilakukan dengan mengumpulkan
hasil-hasil pengamatan kemudian
mengeluarkan hasil pengamatan yang tidak berkaitan dengan objek penelitian.
Kemudian data disajikan atau
disempurnakan agar mudah dipahami. Selanjutnya dari data tersebut, peneliti
dapat mengambil kesimpulan hasil
penelitian.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Prosedur Penyusunan Anggaran pada KPRI Bhakti Husada
Munandar (2001: 3) mendefinisikan
“Anggaran (budget) sebagai suatu
rencana yang disusun secara sistematis,
yang meliputi seluruh kegiatan
perusahaan yang dinyatakan dalam unit kesatuan (moneter) dan berlaku untuk jangka waktu (periode) tertentu yang akan datang.Anggaran sendiri selalu dibuat oleh Koperasi Pegawai Republik Indonesia (KPRI) Bhakti Husada setiap tahun berjalan dengan memperhatikan hal-hal yang dapat mempengaruhi perubahan anggaran tersebut seperti hasil realisasi tahun kemarin.
Penyusunan anggaran pada KPRI
Bhakti Husada sendiri dimaksudkan
sebagai alat untuk mencapai tujuan KPRI Bhakti Husada, sebagai pedoman kerja
operasional dan program investasi
tahunan koperasi serta sebagai alat
pengendalian manajemen koperasi.
Penyusunan anggaran pada KPRI Bhakti Husada tidak hanya dilakukan sehari atau dua hari karena anggaran digunakan selama periode satu tahun berjalan oleh karena itu dibutuhkan focus yang lebih
untuk mendapatkan anggaran yang
sesuai. Oleh karena itu siapa saja yang berpartisipasi merupakan hal yang penting
yang dibutuhkan dalam penyusunan
anggaran. Pendekatan yang digunakan KPRI Bhakti Husada sesuai dengan teori yang dikemukakan oleh Rahayu et al., (2013:11) yang mana untuk KPRI Bhakti Husada menggunakan pendekatan dari bawah ke atas (bottom-up approach) yang berarti bendahara mengajukan rencana anggaran pendapatan dan biaya serta rencana kerja kemudian RAPB dan Renja tersebut akan ditetapkan dan disahkan
oleh ketua KPRI Bhakti Husada.
Bapak Suasa Giri selaku ketua KPRI Bhakti Husada menyatakan bahwa:
“Pada saat rapat internal, bendahara
menyiapkan laporan hasil evaluasi
pelaksanaan dan realisasi RAPB dan Renja pada tahun yang akan datang yang dihadiri oleh ketua. Kemudian bendahara menyusun anggaran pendapatan dan
biaya sesuai dengan yang telah
disepakati, setelah itu anggaran di
kompilasikan menjadi skala prioritas
kepada ketua dan seluruh pengurus, jika masih ada revisi dari ketua, bendahara memperbaiki rencana anggaran tersebut
menjadi lebih baik. Setelah revisi,
bendahara mengajukan rencana anggaran tersebut untuk disahkan oleh ketua dan tim pengawas. Setelah semua sudah baik menurut ketua, RAPB dan Renja tersebut kemudian dilaporkan kepada anggota pada saat RAT berlangsung.”
Pernyataan dari Bapak Suasa Giri mengartikan bahwa yang terlibat dalam penyusunan anggaran pada KPRI Bhakti Husada adalah bendahara sedangkan ketua yang memberi bimbingan dan
bertanggungjawab dalam penyusunan
anggaran. Hal tersebut sejalan dengan teori yang diungkapkan oleh Munandar (2001: 17) yang menyatakan bahwa dalam penyusunan anggaran, yang berwenang dan bertanggung jawab atas penyusunan anggaran serta kegiatan penganggaran
lainnya adalah di tangan pimpinan
tertinggi perusahaan. Berikut merupakan
gambaran mengenai prosedur
penyusunan anggaran pada KPRI Bhakti Husada , yaitu:
Tahap 1: Bendahara menyiapkan laporan hasil evaluasi pelaksanaan dan realisasi RAPB dan Renja pada tahun sebelumnya melalui rapat internal yang dilaksanakan oleh pengurus.
Tahap 2: Menyusun RAPB dan renja
berdasarkan hasil rapat yang
dilaksanakan oleh bendahara dan
mengkompilasikan rencana tersebut
menjadi anggaran berdasarkan skala prioritas.
Tahap 3: Ketua menilai dan
mengkoreksi RAPB dan renja tersebut. Tahap 4: Jika ketua menyetujui RAPB dan Renja ketua akan mengesahkan RAPB dan renja tersebut, namun jika tidak bendahara akan memperbaiki kembali sesuai dengan hasil koreksi oleh ketua.
Tahap 5: Bendahara
menyempurnakan draft perbaikan rencana pendapatan dan biaya KPRI Bhakti Husada.
Tahap 6: Bendahara kemudian
mengajukan kembali rencana anggaran kepada ketua KPRI Bhakti Husada untuk ditandatangi dan disahkan oleh badan pengawas. Tahap 7: RAPB dan Renja tersebut kemudian dilaporkan kepada anggota pada saat RAT berlangsung.
Faktor Penyebab Tidak Terealisasi Pendapatan dan Biaya Tahun 2013-2015 pada KPRI Bhakti Husada Sesuai dengan yang Telah Dianggarkan.
Setelah diadakan penelitian di
lapangan mengenai fenomena
permasalahan yang terjadi pada KPRI Bhakti Husada yaitu adanya ketimpangan antara anggaran pendapatan dan biaya dengan realisasinya, anggaran pada tahun periode 2013 sampai tahun 2015 tidak dapat mencapai target yang direncanakan, dimana realisasi anggaran lebih besar dari anggaran yang ditetapkan.Berikut ini
merupakan perbandingan antara
anggaran pendapatan dan realisasi
pendapatan yang terdapat pada KPRI Bhakti Husada:
Tabel 2. Perbandingan Anggaran dan Realisasi Pendapatan Tahun Periode 2013-2015 pada KPRI Bhakti Husada
Tahun Anggaran
(Rp.)
Realisasi (Rp.) Selisih (Rp.) Persentase
(%)
2013 573.750.000,00 508.747.694,27 (65.002.305,8) -11,32%
2014 591.750.000,00 926.699.879,92 334.949.879.9 56,60%
2015 939.552.121,00 1.146.636.816,00 207.084.695,00 22,04%
Pendapatan-pendapatan yang ada pada KPRI Bhakti Husada dibagi menjadi
2 pendapatan yaitu pendapatan
operasional unit simpan pinjam dan pendapatan toko, dimana pendapatan operasional unit simpan pinjam sendiri berasal dari pendapatan bunga tabungan di Bank, pendapatan bunga dari piutang, pendapatan administrasi, pendapatan jasa PKP-RI dan pendapatan operasional lainnya sedangkan untuk pendapatan toko berasal dari penjualan toko.
Berdasarkan tabel diatas anggaran dan realisasi pendapatan dari tahun 2013
sampai tahun 2015 mengalami
peningkatan. Dimana dapat dilihat bahwa setiap tahun anggaran pendapatan mengalami kenaikan yang disebabkan dari tahun ke tahun biaya yang dikeluarkan koperasi semakin besar sehingga target untuk pendapatan juga menjadi semakin besar.
Tahun 2013 target untuk pendapatan sendiri belum terealisasikan, walaupun baik tetapi tidak tercapai dari anggaran
yang ditetapkan meskipun target tidak jauh dari apa yang dianggarkan koperasi. Pada tahun 2013 sendiri terlihat realisasi hanya kurang dari 11,32%. Sedangkan untuk tahun 2014 dan 2015 berbeda dengan tahun 2013, dimana pada tahun
2014 dan 2015 meskipun target
pendapatan yang ingin dicapai koperasi mengalami kenaikan tetapi pada tahun tersebut tenyata realisasi lebih besar daripada anggarannya, hal ini sangat
menguntungkan koperasi dilihat dari
semakin besar pendapatan yang
dihasilkan oleh koperasi. Pencapaian kinerja yang baik di tahun 2014 dan 2015
karena pada tahun tersebut ada
pemasukan terbesar dari pendapatan bunga dari piutang yang masing-masing mencapai Rp. 550.860.019,00 dan Rp. 744.506.652,47.
Berikut ini merupakan perbandingan antara anggaran biaya dan realisasi biaya yang terdapat pada KPRI Bhakti Husada tahun 2013-2015:
Tabel 3. Perbandingan Anggaran dan Realisasi Biaya Tahun Periode 2013-2015 pada KPRI Bhakti Husada
Tahun Anggaran (Rp.) Realisasi (Rp.) Selisih (Rp.) Persentase
(%)
2013 456.775.000,00 378.240.481,98 78.534.518,1 17,19%
2014 472.090.000,00 717.575.881,46 (245.485.881,4) (51,99%)
2015 664.100.000,00 859.069.514,01 (194.969.514,00) (29,35)
Sumber: KPRI Bhakti Husada, Tahun 2016 (data diolah) Tabel 3 diatas menunjukkan bahwa
pada tahun 2013 anggaran lebih besar
daripada realisasi biaya sebesar
Rp78.534.518,1. Selisih disini terlihat bahwa realisasi lebih rendah pada rincian setiap biaya yang dikeluarkan KPRI Bhakti Husada, hal ini terjadi karena beberapa biaya yang dianggarkan terlalu besar dari realisasi yang ada.
Pada tahun 2013 dianggap
menguntungkan untuk koperasi. Hal ini
menunjukkan bahwa anggaran yang
disusun oleh KPRI Bhakti Husada
berfungsi secara efektif. Pada tahun 2014 dan 2015 menunjukkan bahwa realisasi biaya yang tinggi dari anggaran yang telah dibuat, persentasenya mencapai 51,99% pada tahun 2014 dan 29,35% pada tahun
2015. Menurut Bapak Suasa Giri selaku ketua koperasi mengatakan:
“Karena adanya biaya-biaya yang tidak terduga atau meningkat yang
tidak sesuai dengan rencana,
seperti misalnya misalnya
meningkat nya biaya RAT dan juga meningkatnya pengeluaran untuk membayar pajak.”
Hal ini berarti, realisasi lebih besar dari yang telah dianggarakan karena adanya biaya yang meningkat dan biaya yang tidak terduga dari tahun sebelumnya. Selain itu faktor kedua yang menjadi penyebab
tingginya realisasi biaya dari yang
dianggarkan yaitu meningkatnya beberapa pos biaya operasional pada KPRI Bhakti
Husada, hal ini diperkuat dengan
Ketut Artana selaku bendahara KPRI Bhakti Husada, sebagai berikut:
“Pada tahun 2015 ada beberapa biaya yang mengalami peningkatan
yang tinggi jika dibandingkan
dengan tahun 2014 misalnya biaya listrik, kemudian biaya banten dan biaya untuk RAT. Pada tahun 2014 itu ada perbaikan untuk printer yang rusak, jadi biaya pada tahun 2014 menjadi bertambah.”
Pendapat lain diungkapkan lagi oleh Bapak Agus Hartawan selaku bendahara KPRI Bhakti Husada mengenai faktor penyebabnya, yaitu sebagai berikut:
“Menurut saya disini karena adanya selisih bunga yang dibayar dengan bunga yang didapat itu kecil hanya
sekitar 0,1%. Disini anggota
meminta agar bunga simpanan
dapat dinaikkan kembali, tapi
menurut saya jika bunga simpanan dinaikkan maka bunga pinjaman pun akan naik juga, nah ini akan membawa dampak buruk untuk koperasi karena anggota yang meminjam disini akan semakin berkurang.”
Jadi faktor ketiga yaitu selisih bunga simpanan dengan bunga pinjaman pada KPRI Bhakti Husada sangat kecil, hanya sebesar 0,1%.
Faktor penyebab tingginya realisasi pendapatan dan biaya dari yang telah dianggarkan yaitu:
1. Modal KPRI Bhakti Husada hanya Modal Sendiri
Menurut Undang-Undang No. 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian, sumber-sumber modal koperasi terdiri dari modal sendiri dan modal pinjaman. Modal sendiri terdiri dari modal anggota baik yang bersumber dari simpanan pokok, simpanan
wajib, modal penyertaan, modal
sumbangan, dana cadanga dan SHU yang belum dibagi. Sedangkan modal pinjaman diperoleh dari pinjaman anggota, pinjaman koperasi lain, pinjaman dari lembaga keuangan, obligasi serta surat utang. Berdasarkan hasil wawancara dengan Bapak Suasa Giri selaku ketua KPRI Bhakti Husada menyatakan bahwa:
“Kami tidak mengambil modal dari luar, semua modal kami berasal dari anggota
yang terdiri dari simpanan pokok dan simpanan wajib.”
Hal ini berarti sumber permodalan pada KPRI Bhakti Husada hanya terpaku pada modal dari dalam yaitu dari anggota. Modal tersebut dalam bentuk simpanan pokok dan simpanan wajib dari anggota dalam wujud tabungan yang dibungai 1% dari
jumlah kekayaan yang dimiliki oleh
anggota. Hal ini tidak sejalan dengan pernyataan pada Undang-Undang No. 25 Tahun 1992 menyatakan bahwa sumber modal koperasi bisa didapat dari luar koperasi misalnya pinjaman dari koperasi lain, pinjaman dari bank dan lembaga keuangan, penerbitan obligasi dan surat hutang lainnya yang sah. Penelitian ini sejalan dengan teori yang dinyatakan oleh Prawironegoro (2007) yang menyatakan bahwa manajemen keuangan merupakan
aktivitas pemilik dan manajemen
perusahaan untuk memperoleh modal
semurah-murahnya dan menggunakan
seefektif, efisie dan seproduktif untuk menghasilkan laba.
Jadi dapat disimpulkan bahwa KPRI Bhakti Husada juga dapat mencari sumber modal dari luar koperasi sepanjang dapat memberikan keuntungan bagi KPRI Bhakti Husada sendiri, jika koperasi mampu mendapatkan sumber dana murah dari luar maka biaya operasionalpun bisa ditekan terutama dari biaya bunga.
2. Meningkatnya Biaya Operasional Dalam aktivitas operasional koperasi,
biaya merupakan faktor yang
dipertimbangkan KPRI Bhakti Husada
untuk memenuhi segala kebutuhan
aktivitas koperasi tersebut. Biaya yang
dikeluarkan KPRI Bhakti Husada
merupakan rencana tertulis yang
dianggarkan KPRI Bhakti Husada untuk memperlancar dan melangsungkan proses operasional koperasi. Menurut Hansen dan Mowen (2004:40) biaya merupakan kas atau nilai ekuivalen yang dikorbankan untuk mendapatkan barang dan jasa yang diharapkan member manfaat saat ini atau di masa yang akan datang bagi organisasi. Ada biaya yang bisa ditekan dan juga ada
yang tidak, serta ada biaya yang
mengalami peningkatan yang bertujuan untuk kesejahteraan anggota, karena sesuai pada prinsipnya bahwa koperasi
ada untuk meningkatkan kesejahteraan anggotanya. Menurut Bapak Ketut Artana selaku bendahara KPRI Bhakti Husada mengungkapkan bahwa:
“Pada tahun 2015 ada beberapa biaya yang mengalami peningkatan
yang tinggi jika dibandingkan
dengan tahun 2014 misalnya biaya listrik, kemudian biaya banten dan biaya untuk RAT. Pada tahun 2014 itu ada perbaikan untuk printer yang rusak, jadi biaya pada tahun 2014 menjadi bertambah.”
Adanya peningkatan untuk beberapa akun biaya yang dikeluarkan KPRI Bhakti Husada, akibatnya SHU yang didapat oleh
KPRI Bhakti Husada akan semakin
berkurang, hal tersebut tentunya akan berpengaruh terhadap jumlah modal yang akan berkurang juga. Untuk mencegah hal tersebut terjadi, maka KPRI Bhakti Husada perlu menurunkan biaya agar SHU yang diterima tidak berkurang. Hal ini sejalan dengan teori yang dikemukakan oleh Riyanto (2001:4) yang menyatakan bahwa fungsi penggunaan dana harus dilakukan secara efisien, bahwa halnya setiap rupiah dana yang tertanam dalam aktiva harus dapat digunakan seefisien mungkin untuk dapat menghasilkan tingkat keuntungan investasi atau rentabilitas yang maksimal. 3. Selisih antara Suku Bunga Simpanan
dengan Suku Bunga Pinjaman Kecil
Pada umumnya koperasi tidaklah
semata hanya memfokuskan kegiatannya untuk memperoleh laba, tetapi yang lebih diutamakan adalah dari segi kemanfaatan koperasi tersebut untuk mensejahterkan para anggotanya, sehingga akan muncul rasa loyalitas yang tinggi dari anggota
kepada koperasi. Berdasarkan hasil
wawancara kepada Bapak Agus Hartawan selaku sekretaris KPRI Bhakti Husada, beliau menyatakan bahwa:
“Menurut saya disini karena adanya selisih bunga yang dibayar dengan bunga yang didapat itu kecil hanya
sekitar 0,1%. Disini anggota
meminta agar bunga simpanan
dapat dinaikkan kembali, tapi
menurut saya jika bunga simpanan dinaikkan maka bunga pinjaman pun akan naik juga, nah ini akan membawa dampak buruk untuk
koperasi karena anggota yang meminjam disini akan semakin berkurang.”
Hal ini berarti dengan menetapkan besaran bunga simpanan sebesar 1% setiap bulan dari jumlah tabungan para anggotanya, dan 1,15% untuk bunga pinjaman yang terdiri dari 1,1% bunga
pinjaman dan 0,05% dana resiko.
Sehingga dapat dikatakan bahwa selisih bunga simpanan dengan bunga pinjaman sangatlah kecil, hal ini dimaksudkan agar tingkat loyalitas anggota kepada KPRI Bhakti Husada tinggi. Namun jika ditinjau dari pendapatan koperasi hanya 0,1% saja ditambah juga beban koperasi. Selisih bunga simpanan dengan bunga pinjaman yang kecil mengakibatkan SHU yang
diterimapun akan semakin sedikit,
sehingga pemupukan modal untuk sendiri pun juga akan sedikit, maka dengan demikian sudah tentu koperasi sulit untuk mengembangkan modal sendiri.
Maka dapat disimpulkan bahwa selisih bunga simpanan dengan bunga pinjaman pada KPRI Bhakti Husada sangat kecil hanya 0,1%. Hal ini akan mengakibatkan
pendapatan koperasi menjadi sedikit,
belum lagi ditambah dengan pengeluaran-pengeluaran yang tinggi. Maka dari itu koperasi membutuhkan dana dari luar yang
besar untuk kegiatan opersionalisasi
koperasi sehingga sudah pasti akan menimbulkan beban bunga yang besar. Jadi selisih antara bunga simpanan dengan bunga pinjaman yang kecil merupakan salah satu faktor penyebab pendapatan tidak terealisasi sesuai dengan yang telah dianggarkan.
Cara Mengatasi Kesenjangan Anggaran Tahun 2013-2015 pada KPRI Bhakti Husada
Berdasarkan hasil wawancara dengan Bapak Agus Hartawan selaku Sekretaris KPRI Bhakti Husada, beliau menyatakan bahwa:
“Kesenjangan anggaran ini menurut saya tidak memilik dampak yang negatif bagi pengurus maupun anggota, karena walaupun koperasi kita masih mengalami
kesenjangan anggaran namun dalam
operasinya kita masih mendapat SHU dan tidak rugi. Selain itu juga biaya yang
dikeluarkan juga untuk anggota seperti
misalnya biaya pada saat RAT
berlangsung.”
Pernyataan tersebut dipertegas oleh Bapak Suasa Giri selaku Ketua KPRI Bhakti Husada, beliau menyatakan bahwa:
“Koperasi yang utama kan untuk
kesejahteraan anggota. Bunga
pinjaman yang diberikan koperasi ini tergolong kecil serta bunga
tabungan yang cukup tinggi
dikarenakan koperasi lebih
mengutamakan kesejahteraan
anggota, yang menabung tertarik karena bunganya tinggi, yamg meminjam tertarik karena bunganya
keci, sehingga anggota dapat
merasakan manfaat dari koperasi. Semua biaya yang dikeluarkan untuk kelangsungan hidup koperasi
dan kesejahteraan anggota.
Lagipula walaupun realisasi
koperasi tidak sesuai dengan
rencana pendapatan dan biaya, itu
tidak mengurangi SHU yang
didapat.”
Dari pernyataan tersebut menyatakan bahwa kesenjangan anggaran pada KPRI Bhakti Husada tidak memilik dampak yang besar bagi SHU sendiri karena jika dilihat dari laporan keuangan KPRI Bhakti Husada bahwa SHU pada tahun 2013 hingga 2015 semakin meningkat, yaitu
masing-masing sebesar Rp.
118.507.212,29 pada tahun 2013, Rp. 199.857.000,46 pada tahun 2014 dan Rp. 279.405.301,99 pada tahun 2015. Selain itu, kesenjangan anggaran ini juga tidak
mempengaruhi kinerja KPRI Bhakti
Husada, hal tersebut dapat dilihat dari kesehatan laporan keuangan yang masih efisien yaitu sebesar 71,05% pada tahun 2014 dan 66,53% pada tahun 2015 dan
juga penerimaan SHU yang terus
meningkat dari tahun 2013 sampai dengan 2015.
Walaupun kesenjangan anggaran ini tidak memberikan dampak yang negatif baik dari kesejahteraan anggota maupun kinerja koperasi, dirasa perlu melakukan
upaya untuk mencegah adanya
kesenjangan anggaran ini. Menurut Bapak Ketut Artana selaku bendahara KPRI Bhakti Husada, beliau menyatakan bahwa:
“Bisa dengan mengurangi biaya yang tidak diperlukan tetapi kalau
memang penting sekali harus
segera dikeluarkan misalnya
pelatihan anggota atau yang terkait dengan pendidikan koperasi. Selain itu juga dengan tidak sepenuhnya membagikan SHU kepada anggota
guna untuk memupuk modal
sendiri, sehingga modal luar bisa ditekan dan koperasi bisa menekan biaya bunga. Disini selisih bunga simpanan dengan bunga pinjaman sangat sedikit, menurut saya hal
yang paling aman dilakukan
dengan menaikkan bunga pinjaman menjadi 1,2% atau 1,3% maka pendapatan akan semakin besar.” Hal senada dikatakan oleh Bapak Agus Hartawan selaku sekretaris KPRI Bhakti Husada, beliau menyatakan bahwa:
“Hal yang perlu dilakukan menurut saya dengan menekan biaya-biaya yang tidak perlu, sehingga ini akan dapat mempengaruhi pengeluaran koperasi selama setahun. Selain itu biaya yang dirasa terlalu tinggi seperti biaya RAT perlu ditekan
guna menurunkan biaya
operasional koperasi.”
Berdasarkan kutipan tersebut dengan menekan biaya yang tidak perlu akan
dapat menurunkan biaya operasional
sehingga kesenjangan anggaran dapat diatasi. Hal ini senada dengan teori yang diungkapkan oleh Ernawati (2000) yang menyatakan bahwa pengurangan biaya
ditujukan pada usaha-usaha untuk
mengurangi atau menekan biaya melalui
penyempurnaan metode-metode yang
digunakan, pendekatan-pendekatan baru dan pengaturan kerja yang lebih baik agar hasil produksi yang lebih bermutu.
PENUTUP Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan oleh penulis, serta pembahasan tentang analisis antara realisasi dan anggaran pada KPRI Bhakti Husada, maka penulis dapat menarik kesimpulan sebagai berikut:
1. Anggaran yang dibuat oleh KPRI
dan koordinasi diantara pengurus dan anggota yang berazaskan kekeluargaan. Adapun prosedur penyusunan anggaran pada KPRI Bhakti Husada dimulai dari
Bendahara menyiapkan laporan hasil
evaluasi pelaksanaan dan realisasi RAPB dan Renja pada tahun sebelumnya melalui rapat internal yang dilaksanakan oleh
pengurus, kemudian tahap kedua
menyusun RAPB dan renja berdasarkan
hasil rapat yang dilaksanakan oleh
bendahara dan mengkompilasikan rencana tersebut menjadi anggaran berdasarkan skala prioritas, tahap ketiga ketua menilai dan mengkoreksi RAPB dan renja tersebut, selanjutnya jika ketua menyetujui RAPB dan Renja ketua akan mengesahkan RAPB dan renja tersebut, namun jika tidak bendahara akan memperbaiki kembali sesuai dengan hasil koreksi oleh ketua kemudian bendahara mengajukan kembali rencana anggaran kepada ketua KPRI Bhakti Husada untuk ditandatangi dan disahkan oleh badan pengawas dan selanjutnya RAPB dan Renja tersebut kemudian dilaporkan kepada anggota pada saat RAT berlangsung.
2. Faktor penyebab terjadinya
kesenjangan anggaran pada tahun
2013-2015 yang pertama yaitu sumber
permodalan pada KPRI Bhakti Husada hanya terpaku pada modal dari dalam yaitu dari anggota. Modal tersebut dalam bentuk simpanan pokok dan simpanan wajib dari anggota dalam wujud tabungan yang dibungai 1% dari jumlah kekayaan yang dimiliki oleh anggota sehingga biaya operasional pada KPRI Bhakti Husada pun menjadi meningkat, faktor kedua yaitu adanya peningkatan untuk beberapa akun biaya yang dikeluarkan KPRI Bhakti Husada, akibatnya SHU yang didapat oleh
KPRI Bhakti Husada akan semakin
berkurang, hal tersebut tentunya akan berpengaruh terhadap jumlah modal yang akan berkurang juga. Dan faktor yang terakhir yaitu selisih bunga simpanan dengan bunga pinjaman pada KPRI Bhakti Husada sangat kecil hanya 0,1%. Hal ini akan mengakibatkan pendapatan koperasi menjadi sedikit, belum lagi ditambah dengan pengeluaran-pengeluaran yang tinggi
3. Cara mengatasi kesenjangan
anggaran tersebut dengan menekan biaya yang tidak perlu akan dapat menurunkan biaya operasional sehingga kesenjangan anggaran dapat diatasi.
Saran
Untuk penyusunan anggaran pada KPRI Bhakti Husada yang lebih sempurna hendaknya dilakukan analisis yang lebih
cermat terhadap penyimpangan yang
terjadi antara anggaran dengan
realisasinya untuk perbaikan penyusunan Rencana Anggaran Pendapatan dan Biaya (RAPB) serta Rencana Kerja pada tahun berikutnya. Hal ini dapat dilakukan dengan menelusuri penyebab terjadinya tingginya
realisasi dari rencana yang telah
dianggarkan tersebut.
DAFTAR PUSTAKA
Darsono, Prawironegoro. 2007. Akuntansi Manajemen, Edisi Kedua. Jakarta: Mira Wacana Media
Ernawati, Zuni Dwi. 2000. Pengendalian
Biaya Operasional dalam Upaya
Meningkatkan Laba Operasi pada PT. BPR Pulau Intan Sejahtera Kecamatan Kesamben Kabupaten Blitar. Skripsi. Universitas Muhammadiyah Malang. Hansen Dor R dan Mowen, 2004.
Akuntansi Manajemen. Jakarta:
Salemba Empat
Munandar, M. 2001. Budgeting
(Perencanaan Kerja,
Pengkoordinasian Kerja,
Pengawasan Kerja). Yogyakarta:
BPFE.
Rahayu, Sri dan Racham, Andry Arfian.
2013. Penyusunan Anggaran
Perusahaan. Yogyakarta: Graha Ilmu. Riyanto, Bambang. 2001. Dasar-Dasar
Pembelanjaan Perusahaan, Edisi
Keempat, Cetakan Ketujuh.
Sugiyono. 2009. Metode Penelitian Pendidikan: Pendekatan Kuantitatif,
Kualitatif dan R&D. Bandung: