• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Pengaruh Realisasi Anggaran Pendapatan Asli Daerah, Pengeluaran Anggaran Belanja Modal, Dan Pengeluaran Anggaran Belanja Rutin Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Di Era Otonomi Daerah (Studi Kasus Kabupaten/Kota Di Propinsi Jawa Timur Tahun 2001-2008).

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisis Pengaruh Realisasi Anggaran Pendapatan Asli Daerah, Pengeluaran Anggaran Belanja Modal, Dan Pengeluaran Anggaran Belanja Rutin Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Di Era Otonomi Daerah (Studi Kasus Kabupaten/Kota Di Propinsi Jawa Timur Tahun 2001-2008)."

Copied!
171
0
0

Teks penuh

(1)

Analisis Pengaruh Realisasi Anggaran Pendapatan Asli Daerah, Pengeluaran

Anggaran Belanja Modal, Dan Pengeluaran Anggaran Belanja Rutin

Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Di Era Otonomi Daerah

(Studi Kasus Kabupaten/Kota Di Propinsi Jawa Timur Tahun 2001-2008)

SKRIPSI

Diajukan Oleh:

Rezka Prakarsa Ardani

0513010241/FE/EA

Kepada

FAKULTAS EKONOMI

UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN”

JAWA TIMUR

(2)

Analisis Pengaruh Realisasi Anggaran Pendapatan Asli Daerah, Pengeluaran

Anggaran Belanja Modal, Dan Pengeluaran Anggaran Belanja Rutin

Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Di Era Otonomi Daerah

(Studi Kasus Kabupaten/Kota Di Propinsi Jawa Timur Tahun 2001-2008)

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan

dalam Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi

Jurusan Akuntansi

Diajukan Oleh:

Rezka Prakarsa Ardani

0513010241/FE/EA

Kepada

FAKULTAS EKONOMI

UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN”

JAWA TIMUR

(3)

SKRIPSI

Analisis Pengaruh Realisasi Anggaran Pendapatan Asli Daerah, Pengeluaran

Anggaran Belanja Modal, Dan Pengeluaran Anggaran Belanja Rutin

Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Di Era Otonomi Daerah

(Studi Kasus Kabupaten/Kota Di Propinsi Jawa Timur Tahun 2001-2008)

Disusun Oleh

:

Rezka Prakarsa Ardani

0513010241/FE/EA

telah dipertahankan dihadapan dan diterima oleh Tim Penguji Skripsi Jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi

Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur Pada tanggal 21 Mei 2010

Pembimbing : Tim Penguji :

Pembimbing Utama Ketua

Dra. Ec. Diah Hari Suryaningrum, M.Si., Ak Dra. Ec. Hj. Sri Hastuti, M.Si Sekretaris

Dra. Ec. Siti Sundari, M.Si Anggota

Dra. Ec. Diah Hari Suryaningrum, M.Si., Ak

Mengetahui

Dekan Fakultas Ekonomi

Universitas Pembangunan Nasional”Veteran” Jawa Timur Dekan Fakultas Ekonomi

(4)

KATA PENGANTAR

Bismillaahirrahmaanirrahiim, Segala puja dan puji syukur saya panjatkan

kehadirat Allah Subhanahu Wa Ta’ala yang telah melimpahkan rahmat, hidayah,

kenikmatan serta karunia-Nya yang tak terhingga sehingga saya berkesempatan

menimba ilmu hingga jenjang Perguruan Tinggi. Berkat rahmat dan karunia-Nya pula

saya dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Analisis Pengaruh Realisasi

Anggaran Pendapatan Asli Daerah, Pengeluaran Anggaran Belanja Modal, dan

Pengeluaran Anggaran Belanja Rutin Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Di Era

Otonomi Daerah (Studi Kasus Kabupaten/Kota Di Propinsi Jawa Timur Tahun 2001-2008)”.

Sebagaimana diketahui bahwa penulisan skripsi ini merupakan salah satu

syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi (SE). Walaupun dalam penulisan

skripsi ini penulis telah memcurahkan segenap kemampuan yang dimiliki, tetapi

penulis yakin tanpa adanya saran dan bantuan maupun dorongan dari beberapa pihak

maka skripsi ini tidak akan mungkin dapat tersusun sebagaimana mestinya.

Pada kesempatan ini, penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang

sebanyak-banyaknya kepada:

1. Bapak Prof. Dr. Ir. Teguh Soedarto, MP., selaku Rektor Universitas

Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.

(5)

2. Bapak Dr. Dhani Ichsanudin Nur, MM., selaku Dekan Fakultas Ekonomi

Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.

3. Ibu Dr. Sri Trisnaningsih, M.Si., selaku Ketua Program Studi Akuntansi

Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.

4. Ibu Dra. Ec. Diah Hari Suryaningrum, M.Si., Ak, selaku Dosen Pembimbing

Utama yang telah memberikan petunjuk, bimbingan dan waktu luangnya di

tengah kesibukan beliau untuk mengkoreksi kesalahan dalam pengerjaan

skripsi ini secara teliti dan kritis demi kesempurnaannya.

5. Kepada dosen-dosenku yang berkecimpung di dunia perakuntansian pada

umumnya, dan di bidang sektor publik/pemerintah pada khususnya yang

telah memberikan ilmu-ilmunya dari pengalamannya. Thanks a lot for

everything.

6. Ibuku, yang selalu setia mengingatkanku untuk cepat-cepat selesaikan

skripsinya dan telah banyak memberikan banyak dorongan, semangat serta

doa restu, baik secara moril maupun materil yang aku tak mungkin bisa

membalasnya, semoga ALLAH membalas semua kebaikan ibu berikan.

Amin.

7. Untuk pakdeku yang baru meninggal (alm) Prof. Dr. Dibyo Prabowo, M.Sc

(Guru Besar UGM), Bude Mina, Mas Joel, Mbak Tina. Terima kasih atas

doanya dan bantuannya untuk mencari buku referensi skripsiku di UGM.

(6)

iii

8. Segenap staf pengajar, karyawan dan seluruh rekan-rekan mahasiswa

terutama Fakultas Ekonomi, Jurusan Akuntansi, Universitas Pembangunan

Nasional “Veteran” Jawa Timur.

9. Serta untuk semua pihak terkait yang tidak dapat disebutkan satu per satu

yang ikut membantu, baik langsung maupun tidak langsung, dalam rangka

penyusunan skripsiku ini. Terima kasih.

Semoga Allah Subhanahu Wa Ta’ala membalas semua kebaikan dan selalu

melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya kepada kalian semua. Penulis menyadari

bahwa penulisan skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan, walaupun demikian

saran-saran dan petunjuk yang bersifat membangun sangat diharapkan oleh penulis demi

(7)

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI... iv

DAFTAR TABEL ... viii

DAFTAR GAMBAR ... ix

DAFTAR LAMPIRAN... x

ABSTRAKSI ... xi

BAB I: PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang ... 1

1.2.Perumusan Masalah ... 11

1.3.Tujuan Penelitian ... 12

1.4.Manfaat Penelitian ... 12

BAB II: TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Penelitian Terdahulu ... 14

2.2. Landasan Teori ... 24

2.2.1. Pengertian Otonomi Daerah dan Desentralisasi ... 24

2.2.2. Pertumbuhan Ekonomi (Growth Economic)... 26

2.2.2.1. Pengertian Pertumbuhan Ekonomi ... 26

2.2.2.2. Faktor-Faktor Pertumbuhan Ekonomi ... 27

2.2.2.3. Ciri Pertumbuhan Ekonomi... 29

2.2.2.4. Teori Pertumbuhan Ekonomi ... 30

2.2.2.5. Ukuran Pertumbuhan Ekonomi ... 35

2.2.2.6. Pengertian Produk Domestik Regioanl Bruto (PDRB) ... 36

2.2.2.7. Pendekatan Perhitungan PDRB... 38

2.2.2.8. Kegunaan Statistik PDRB ... 39

(8)

2.2.3. Pengertian Anggaran (Budgeting) ... 40

2.2.4. Anggaran Pendapatan (Revenue Budgeting)... 42

2.2.4.1. Pengertian Pendapatan dan Pendapatan Asli Daerah ... 42

2.2.4.2. Struktur Pendapatan Asli Daerah dalam Kerangka Otonomi Daerah ... 43

2.2.5. Anggaran Belanja (Expenditure Budgeting)... 54

2.2.5.1. Pengertian Anggaran Belanja Daerah ... 54

2.2.5.2. Komponen Anggaran Belanja Daerah... 55

2.2.6. Pengertian Anggaran Belanja Modal ... 56

2.2.7. Pengertian Anggaran Belanja Rutin ... 57

2.2.8. Pengaruh Relisasi Anggaran Pendapatan Asli Daerah Terhadap Pertumbuhan Ekonomi ... 58

2.2.9. Pengaruh Pengeluaran Anggaran Belanja Modal Terhadap Pertumbuhan Ekonomi ... 61

2.2.10.Pengaruh Pengeluaran Anggaran Belanja Rutin Terhadap Pertumbuhan Ekonomi ... 64

2.3. Kerangka Pikir ... 65

2.4. Hipotesis (Hypothesis) ... 66

BAB III: METODE PENELITIAN 3.1. Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel ... 68

3.1.1. Pertumbuhan Ekonomi (Y) ... 68

3.1.2. Pendapatan Asli Daerah (X1) ... 69

3.1.3. Pengeluaran Anggaran Belanja Modal (X2) ... 69

3.1.4. Pengeluaran Anggaran Belanja Rutin (X3) ... 69

3.2. Teknik Penentuan Populasi dan Sampel ... 70

3.2.1. Populasi ... 70

3.2.2. Sampel ... 70

3.3. Teknik Pengumpulan Data ... 71

3.3.1. Jenis Data ... 71

(9)

3.3.2. Sumber Data ... 72

3.4.Teknik Analisis dan Uji Hipotesis ... 72

3.4.1. Teknik Analisis ... 72

BAB IV: HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1...Has il Deskripsi Penelitian ... 80

4.1.1...G ambaran Umum Kabupaten/Kota Dalam Objek Penelitian. 80 4.2...Des kripsi Hasil Penelitian ... 113

4.2.1...Des kripsi Hasil Uji Kualitas Data Penelitian ... 113

4.2.2...Pert umbuhan Ekonomi (Y) ... 114

4.2.3...Pen nik Analisis dan Uji Hipotesis ... 120

4.3.1...Tek nik Analisis... 120

(10)

4.3.2...Uji Normalitas ... 121 4.3.3...Uji

Asumsi Klasik ... 122 4.3.4...Uji

Hipotesis... 125 4.3.4.1...

Uji-F... 125 4.3.4.2...

Uji-t... 128

4.4...Pem bahasan Hasil Penelitian ... 132 4.5...Imp

likasi Penelitian... 132 4.5.1...P

erbedaan Hasil Penelitian ini dengan Penelitian Terdahulu . 147 4.5.2...Ket

erbatasan Penelitian ... 149 BAB V: KESIMPULAN DAN SARAN

5.1...Kes impulan ... 150 5.2...Sara

n ... 150

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN

(11)

DAFTAR TABEL

Tabel 1.1 Realisasi Anggaran Pendapatan Asli Daerah, Anggaran Belanja Rutin, Anggaran Belanja Modal dan Pertumbuhan Ekonomi

Kabupaten/Kota di Propinsi Jawa Timur Tahun 2001-2008 ... 7

Tabel 4.1 Hasil Uji Kualitas Data (Uji Outlier) ... 114

Tabel 4.2 Analisis Deskripsi Pertumbuhan Ekonomi Kab/Kota di Propinsi Jawa Timur Tahun 2001-2008 ... 115

Tabel 4.3 Analisis Deskripsi Penerimaan Asli Daerah (X1) Kab/Kota di Propinsi Jawa Timur Tahun 2001-2008 ... 116

Tabel 4.4 Analisis Deskripsi Anggaran Belanja Modal (X2) Kab/Kota di Propinsi Jawa Timur Tahun 2001-2008 ... 117

Tabel 4.5 Analisis Deskripsi Anggaran Belanja Modal (X2) Kab/Kota di Propinsi Jawa Timur Tahun 2001-2008 ... 119

Tabel 4.6 Model Regresi ... 120

Tabel 4.7 Hasil Uji Normalitas ... 121

Tabel 4.8 Hasil Uji Autokorelasi (Uji Durbin-Watson) ... 122

Tabel 4.9 Nilai VIF (Variance Inflation Factor... 124

Tabel 4.10 Hasil Korelasi Rank Spearman ... 125

Tabel 4.11 Hasil Uji-F... 126

Tabel 4.12 Hasil Uji-t... 129

Tabel 4.13 Hasil Uji Korelasi... 146

Tabel 4.14 Perbedaan Penelitian Ini dengan Penelitian Terdahulu... 147

(12)

DAFTAR GAMBAR

Gambar.1 Kerangka Pikir ... 66

(13)

x

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 : Rekapitulasi Pertumbuhan Ekonomi (Y) Lampiran 2 : Rekapitulasi Penerimaan Asli Daerah (X1)

Lampiran 3 : Rekapitulasi Anggaran Belanja Modal (X2)

Lampiran 4 : Rekapitulasi Anggaran Belanja Rutin (X3)

Lampiran 5 : Analisis Deskriptif Pertumbuhan Ekonomi (Y) Lampiran 6 : Analisis Deskriptif Pendapatan Asli Daerah (X1)

Lampiran 7 : Analisis Deskriptif Anggaran Belanja Modal (X2)

Lampiran 8 : Analisis Deskriptif Anggaran Belanja Rutin (X3)

Lampiran 9 : Uji Kualitas Data (Uji Outlier) Lampiran 10 : Hasil Uji Normalitas

Lampiran 12 : Hasil Uji Autokorelasi (Uji Durbin-Watson) Lampiran 12 : Hasil Uji Multikolinieritas

Lampiran 13 : Hasil Uji Heteroskedastisitas Lampiran 14 : Hasil Uji Hipotesis

(14)

Analisis Pengaruh Realisasi Anggaran Pendapatan Asli Daerah, Pengeluaran Anggaran Belanja Modal, Dan Pengeluaran Anggaran Belanja Rutin Terhadap

Pertumbuhan Ekonomi Di Era Otonomi Daerah

(Studi Kasus Kabupaten/Kota Di Propinsi Jawa Timur Tahun 2001-2008)

Oleh :

Rezka Prakarsa Ardani ABSTRAKSI

Semenjak dorongan reformasi birokrasi yang digulirkan pada tahun 1999, telah mendekonstruksi sistem kepemerintahan dari sentralistik menjadi desentralisasi. Semangat reformasi birokrasi mencapai puncaknya pada tanggal 1 Januari 2001, yaitu sebagai tonggak awal pelaksanaan Otonomi Daerah yang merupakan konsekuensi logis dari asas desentralisasi. Kondisi tersebut merupakan babak baru bagi Negara Indonesia dalam sistem pengelolaan Keuangan Negara yang berorientasikan pada pencapaian kinerja dengan memfokuskan pada output dan outcome. Tujuan otonomi daerah adalah diprioritaskan untuk peningkatan pelayanan publik, memajukan perekonomian, dan percepatan pertumbuhan ekonomi serta kemadirian yang merupakan implementasi dari output dan outcome (Mardiasmo, 2002: 59, Bastian, 2006: 354). Segala kegiatan pemerintah dalam ruang lingkup Otonomi Daerah dibiayai oleh APBD. Penelitian ini dilakukan bermaksud untuk melihat sejauh mana efek pelaksanaan otonomi daerah yang dibiayai APBD berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi.

Objek penelitian ini adalah data-data keuangan Pemerintah Kabupaten/Kota di Propinsi Jawa Timur dari tahun 2001-2008, yang datanya diperoleh dari Badan Pusat Statistik (BPS). Data-data keuangan yang diteliti meliputi Anggaran Pendapatan Asli Daerah, Pengeluaran Anggaran Belanja Modal, Pengeluaran Anggaran Belanja Rutin dan Pertumbuhan Ekonomi. Penelitian ini menggunakan teknik analisis regresi linier berganda.

Hasil penelitian secara simultan untuk Anggaran Pendapatan Asli Daerah, Pengeluaran Anggaran Belanja Modal, Pengeluaran Anggaran Belanja Rutin berpengaruh secara signifikan terhadap Pertumbuhan Ekonomi. Sedangkan secara parsial menunjukkan hanya Anggaran Pendapatan Asli Daerah dan Pengeluaran Anggaran Belanja Rutin yang berpengaruh signifikan terhadap Pertumbuhan Ekonomi, sedangkan Pengeluaran Anggaran Belanja Modal tidak berpengaruh signifikan terhadap Pertumbuhan Ekonomi.

Keywords: Anggaran Pendapatan Asli Daerah, Pengeluaran Anggaran Belanja Modal, Pengeluaran Anggaran Belanja Rutin, Pertumbuhan Ekonomi

(15)

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Berdasarkan salah satu Ketetapan MPR yaitu TAP MPR Nomor

XV/MPR/1998 tentang “Penyelenggaraan Otonomi Daerah,

Pengaturan, Pembagian dan Pemanfaatan Sumber Daya Nasional yang

berkeadilan serta Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah dalam

Kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia” merupakan landasan

hukum bagi dikeluarkannya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999

yang direvisi menjadi Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang

Pemerintah Daerah yang diubah dengan Peraturan Perubahan Nomor 3

Tahun 2005 dan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1999 yang direvisi

menjadi Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan

Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah (Mardiasmo, 2002: 24),

yang notabene kedua undang-undang tersebut adalah sebagai payung

hukum pelaksanaan dan tonggak awal diselenggarakannya otonomi

daerah (Bastian, 2006: 2), yang secara formal resmi diberlakukan pada

tanggal 1 Januari 2001 (Saragih, 2003: 29; Kuncoro, 2004: 18).

Menurut Mardiasmo (2002: 59), tujuan utama pelaksanaan dan

pemberlakuan undang-undang otonomi daerah adalah diprioritaskan

untuk meningkatkan pelayanan publik dan memajukan perekonomian

daerah. Sedangkan menurut Bastian (2006: 354) menyatakan bahwa

(16)

2

tujuan program otonomi daerah diarahkan untuk mempercepat

pertumbuhan ekonomi dan pembangunan daerah, mengurangi

kesenjangan antardaerah, dan meningkatkan kualitas pelayanan publik

(public service) agar lebih efisien dan responsif terhadap kebutuhan,

potensi maupun karakteristik di daerah masing-masing.

Yuliati (2001: 16) menyatakan bahwa dalam usaha mempercepat

pembangunan dan pertumbuhan ekonomi daerah dibutuhkan modal untuk

digunakan pada kegiatan-kegiatan yang menyentuh langsung aspek

kehidupan masyarakat sebagai usaha pemerintah menggerakkan sektor

perekonomian. Pendapat tersebut didukung Malthus, yaitu untuk adanya

perkembangan ekonomi diperlukan adanya kenaikan jumlah kapital

untuk investasi yang terus-menerus (Irawan dan Suparmoko, 2002: 27).

Selain itu, berdasarkan teori pertumbuhan ekonomi Kaum Klasik

yang beranggapan bahwa pertumbuhan dan pembangunan ekonomi

bersumber utama dari modal (Suryana, 2000: 59). Sependapat dengan

teori pertumbuhan ekonomi Ekonom Kaum Klasik, Walt Whitman

Rostow dalam bukunya “The Stages of Economic” (1960)

mengemukakan teori 5 tahapan proses pertumbuhan ekonomi yang

menjelaskan tentang runtutan alur proses pertumbuhan atau

pembangunan ekonomi suatu negara, yang disalah satu tahapannya yaitu

untuk mencapai tahap lepas landas (take off) adalah berlakunya kenaikan

laju investasi/penanaman modal yang produktif kurang lebih 5-10% dari

(17)

3

Suryana, 2000: 62). Investasi di sektor produktif adalah semua jenis

investasi atau penanaman modal yang menambah

sumberdaya-sumberdaya baru yang nantinya akan meningkatkan stok modal suatu

negara sehingga pada gilirannya nanti akan meningkatkan tingkat output

dan pendapatan nasional (Arsyad, 2004: 214-215). Selain itu, teori model

pertumbuhan ekonomi Harrod-Domar tentang Teori Pertumbuhan

Mantap (steady growth theory) yang merupakan pengembangan analisis

Keynes lebih menekankan atau memberikan peranan kunci tentang

perlunya penanaman modal dalam proses penciptaan pertumbuhan

ekonomi (Jhingan, 1990: 291; Suryana, 2000: 66).

Modal atau capital sebagai faktor produksi pada pembangunan

ekonomi bukan dalam bentuk uang (money) tetapi real capital atau

capital goods (barang-barang modal). Penanaman/penambahan modal

terhadap persediaan barang modal biasanya disebut investasi

(Kamaluddin, 1996: 71-72). Menurut Standar Akuntansi Pemerintah

(2005) investasi dalam kerangka pemerintah didefinisikan sebagai

belanja modal/pembangunan yang memberi manfaat lebih dari satu

tahun. Pengertian tersebut ditekankan pada penggunaan asset untuk

meningkatkan kemampuan pemerintah dalam rangka pelayanan kepada

masyarakat/publik. Padahal suatu asset di pemerintah (pusat atau daerah),

khususnya asset tetap seperti dalam bentuk tanah, bangunan, infrastruktur

sarana dan prasarana publik, dan asset tetap lainnya yang diperoleh

(18)

4

Subiyanto, 2008: 4-5). Sehingga penginvestasian pemerintah yang

berasal dari belanja modal berdasarkan dari tahun ke tahun akan

berakumulasi menjadi akumulasi modal yang merupakan keharusan bagi

pembangunan perekonomian dan pertumbuhan ekonomi suatu negara

yang sedang berkembang untuk menjadi negara yang lebih maju,

sehingga semakin besar modal yang tersedia maka akan mempercepat

pembangunan ekonomi (Suryana, 2000: 72).

Teori pertumbuhan ekonomi tersebut secara otomatis berkaitan erat

dengan teori pengeluaran pemerintah dalam kerangka otonomi daerah.

Menurut model pembangunan tentang perkembangan pengeluaran

pemerintah yang dikembangkan Walt Whitman Rostow dengan

menghubungkan perkembangan pengeluaran pemerintah seiring

tahap-tahap pembangunan ekonomi yang pada tahap-tahap awal perkembangan

ekonomi, pemerintah akan membutuhkan investasi yang besar atau yang

lebih dikenal dengan Teori Dorongan Kuat (big push theory)

(Mangkoesoebroto, 1993: 170). Sedangkan Musgrave berpendapat

bahwa pada awal pertumbuhan ekonomi diharapkan pengeluaran

pemerintah untuk barang modal harus lebih besar sebagai pemberian

fasilitas sarana dan prasarana publik untuk pengembangan investasi dari

sektor swasta, yang demikian diharapkan bahwa peranan pemerintah

dalam pembentukan modal akan menurun setelah berlangsungnya proses

pertumbuhan ekonomi (Mangkoesoebroto, 1993: 170). Sedangkan teori

(19)

5

pengeluaran dan kegiatan pemerintah yang semakin meningkat telah

lama dirasakan, tendensi makin meningkatknya pengeluaran pemerintah

oleh Wagner dinamakan “Gesetz der wachsenden Ausdenhnung den

Staatstatigkeiten” atau hukum selalu makin meningkatnya

kegiatan-kegiatan negara (law of ever increasing state activties). Sehingga hukum

Wagner tersebut oleh R.A. Musgrave disebut hukum “growing public

expenditure” atau hukum makin meningkatnya pengeluaran-pengeluaran

pemerintah (Soetrisno, 1984: 364). Peningkatan kegiatan pemerintah

difokuskan untuk membangun infrastruktur sarana dan prasarana dengan

tujuan untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi.

Selain itu, tujuan otonomi diarahkan untuk kesejahteraan

masyarakat dan peningkatan kualitas pelayanan publik. Berdasarkan teori

hukum Wagner bahwa pengeluaran pemerintah akan selalu meningkat

seiring dengan meningkatnya kegiatan-kegiatan pemerintah dalam

rangka memacu laju pertumbuhan ekonomi melalui peningkatan

pelayanan publik yang merupakan salah satu pelaksanaan tujuan otonomi

daerah yang diimplementasikan pada pengeluaran belanja rutin

(Soetrisno, 1984: 364). Pengeluaran belanja rutin diidentikan sebagai

pengeluaran yang digunakan untuk membiayai kegiatan rutin sehari-hari

pemerintah dalam menjalankan tugas kepemerintahan yang ada setiap

tahun (Mardiasmo, 2002: 66). Pendapat tersebut didukung teori oleh

Walt Whitman Rostow tentang pengeluaran pemerintah yang didasarkan

(20)

6

menyatakan bahwa pengeluaran pemerintah semakin meningkat

berdasarkan kegiatannya dalam menjalankan tugas kepemerintahan

dalam rangka pelayanan publik untuk mewujudkan tujuan pelaksanaan

otonomi daerah (Mangkoesoebroto, 1993: 170; Soetrisno, 1984: 364).

Selain itu, tujuan utama penerapan otonomi daerah adalah untuk

meningkatkan pertumbuhan ekonomi (Mardiasmo, 2002: 59; Bastian,

2002: 354). Daerah yang pertumbuhan ekonominya positif mempunyai

kemungkinan kenaikan Pendapatan Asli Daerah (PAD) atau dengan kata

lain adanya peningkatan PAD merupakan ekses dari pertumbuhan

ekonomi atau Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) dan diyakini

antara PAD dan pertumbuhan ekonomi terdapat adanya korelasi (Saragih,

2003: 55-58). Pendapat tersebut didukung Teori Peacock dan Wiseman

yang mengemukakan suatu teori “bahwa perkembangan ekonomi

menyebabkan pemungutan pajak yang semakin meningkat walaupun tarif

pajak tidak berubah akan memberikan dampak pada meningkatnya

penerimaan pajak sehingga menyebabkan pengeluaran pemerintah juga

semakin meningkat. Oleh karena itu, dalam keadaan normal,

meningkatnya GNP menyebabkan penerimaan pemerintah yang semakin

besar, begitu juga dengan pengeluaran pemerintah menjadi semakin

besar pula” (Mangkoesoebroto, 1993: 173).

Namun keterkaitan antara teori dengan Realisasi Anggaran

Pendapatan Asli Daerah (PAD), Anggaran Belanja Rutin dan Anggaran

(21)

7

di Jawa Timur mengindikasikan adanya perbedaan. Salah satu

contohnya, pada Tabel.1 untuk Kabupaten Malang pada tahun 2002

Realisasi Anggaran PAD mengalami peningkatan dari Rp 26.701.090

menjadi Rp 34.069.212 tetapi peningkatan tersebut tidak diikuti

peningkatan pertumbuhan ekonomi yang justru menurun dari 4,35%

menjadi 3,84%.

Sedangkan pada tahun 2003 Realisasi Anggaran PAD menjadi Rp

53.566.115, kenaikan tersebut juga diikuti dengan meningkatnya

Tabel 1.1: Realisasi Anggaran Pendapatan Asli Daerah, Anggaran Belanja Rutin, Anggaran Belanja Modal dan Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten/Kota di Propinsi Jawa Timur Tahun 2001-2008

Penerimaan Asli

(22)

8

pertumbuhan ekonomi namun tidak begitu signifikan yang hanya naik

sebesar 0,13% dari 3,84 % menjadi 3,97%. Ketika pada tahun 2004,

pertumbuhan ekonomi naik sangat signifikan dan melonjak tajam sebesar

1,67% dari 3,97% menjadi 5,64%, namun PAD justru mengalami

penurunan dari Rp 53.566.115 menjadi Rp 43.504.733. Selain itu, pada

tahun 2008 Kabupaten Malang mengalami peningkatan PAD secara

drastis dari Rp 60.574.671 menjadi Rp 100.327.728, namun keadaan

tersebut berbanding terbalik yang mana pertumbuhan ekonomi justru

merosot sebesar 0,27% dari 6,06% menjadi 5,79%. Bahkan ketika awal

pelaksanaan otonomi daerah, pertumbuhan ekonomi Kota Kediri merosot

tajam yang mana ketika tahun 2001 pertumbuhan ekonomi sebesar

5,98% pada tahun 2002 turun sangat tajam menjadi minus (-) 2,49%,

sebaliknya PAD mengalami kenaikan dari Rp 13.704.520 menjadi Rp

21.246.977. Kondisi serupa juga dialami Ibu Kota Jawa Timur ketika

awal pelaksanaan otonomi daerah, yaitu pada tahun 2002 Penerimaan

Asli Daerah mengalami peningkatan dari Rp 208.238.135 menjadi Rp

277.863.171, namun pertumbuhan ekonomi justru mengalami penurunan

yang awalnya 4,25% pada tahun 2002 menjadi 3,81% dan pada tahun

2008 Realisasi Anggaran PAD Kota Surabaya mengalami peningkatan

dari Rp 583.483.623 menjadi Rp 767.659.692, namun kondisi tersebut

berbanding terbalik dengan pertumbuhan ekonomi yang malah

mengalami penurunan dari 6,83% menjadi 6,07%. Keadaan tersebut tidak

(23)

9

anggaran belanja rutin dan belanja modal. Contohnya, pada Tabel.1

untuk Kabupaten Malang pada tahun 2002, Realisasi Anggaran Belanja

Modal mengalami peningkatan secara tajam dari Rp 88.336.936 menjadi

Rp 150.765.674 tetapi pertumbuhan ekonomi justru menurun dari 4,35%

menjadi 3,84%. Bahkan penerimaan PAD mengalami penurunan secara

beruntun dari Rp 150.765.674 menjadi Rp 148.788.124 di tahun 2003,

lalu dari Rp 148.788.124 menjadi Rp 58.139.535 di tahun 2004. Namun

pertumbuhan ekonomi justru mengalami peningkatan pada tahun 2003

dari 3,84% menjadi 3,97 dan pada tahun 2004 dari 3,97% menjadi

5,64%. Sedangkan realisasi anggaran belanja rutin pada tahun 2002

mengalami peningkatan dari Rp 372.894.468 menjadi Rp 356.490.465

tetapi peningkatan tersebut tidak diikuti dengan peningkatan

pertumbuhan ekonomi yang malah menurun dari 4,35% menjadi 3,84%.

Bahkan untuk Realisasi Anggaran Belanja Rutin tahun 2008 mengalami

peningkatan secara drastis dari Rp 846.661.787 menjadi Rp

1.006.041.233, namun pertumbuhan ekonomi justru menurun dari 6,06%

menjadi 5,79%.

Lalu pada Kota Kediri, di awal pelaksanaan otonomi daerah

pertumbuhan ekonomi juga mengalami kondisi serupa, bahkan

pertumbuhan ekonominya terjun bebas berada pada level minus (-) yang

semula pada tahun 2001 5,98% menjadi -2,49% pada tahun 2002. Namun

pada tahun 2002 Realisasi Anggaran Belanja Modal dan Anggaran

(24)

10

26.909.263 menjadi Rp 61.384.556 dan Rp 101.528.706 menjadi Rp

127.364.744. Pada tahun 2004, pertumbuhan ekonomi naik secara drastis

sebesar 2,15% yang pada tahun 2003 3,86% menjadi 6,01% pada tahun

2004, tetapi Realisasi Anggaran Belanja Modal malah menurun dari Rp

63.650.827 menjadi Rp 40.681.420. Sedangkan tahun 2005 pertumbuhan

ekonomi turun tajam sebesar 4,43% dari 6,01 menjadi 1,58% dan kondisi

ini juga sama dengan Realisasi Anggaran Belanja Modal yang turun dari

Rp 40.681.420 menjadi Rp 29.482.721, tetapi sebaliknya Realisasi

Anggaran Belanja Rutin justru mengalami kenaikan sebesar Rp

46.855.512 dari Rp 165.171.754 menjadi Rp 211.657.266.

Keadaan pada beberapa Kabupaten/Kota di Jawa Timur juga

dialami Kota Surabaya yang diawal pelaksanaan otonomi daerah. Pada

tahun 2002 pertumbuhan ekonomi menurun dari 4,25% menjadi 3,81%,

namun untuk Realisasi Anggaran Belanja Modal justru mengalami

kenaikan dari Rp 81.563.010 menjadi Rp 247.917.302 dan untuk

Anggaran Belanja Rutin dari Rp 545.924.044 Rp 668.358.451. Terakhir,

pada tahun 2008 pertumbuhan ekonomi menurun dari 6,83% menjadi

6,07%, tetapi kondisi ini berbanding terbalik malah Realisasi Anggaran

Belanja Modal dan Anggaran Belanja Rutin mengalami peningkatan dari

Rp 727.778.192 menjadi Rp 857.930.714 dan Rp 1.778.973.126 menjadi Rp

1.910.722.949.

Adanya kesenjangan (gap) yang terjadi antara teori dengan realisasi

(25)

11

dan belanja rutin terhadap pertumbuhan ekonomi pada kasus/fenomena

yang terjadi pada Kabupaten/Kota di Jawa Timur serta masih jarangnya

penelitian yang menganalisis pengaruh pengeluaran anggaran belanja

rutin, karena sudah bukan rahasia umum bahwa besarnya pengeluaran

anggaran belanja rutin memunculkan jargon “pemerintah merupakan

sumber tempat pemborosan” yang ironisnya pengeluaran anggaran lebih

banyak dialokasikan pada belanja rutin yang dinilai kurang produktif

disebabkan tidak memiliki nilai tambah untuk menambah kekayaan/asset

pemerintah berupa asset tetap, bangunan, gedung, jalan, infrasturktur dan

lain-lain serta, menurut teori pertumbuhan ekonomi, seyogyanya

pemerintah lebih meningkatkan pembangunan ekonomi dalam rangka

untuk mencapai tahap tinggal landas yang menurut Rostow dinilai

berdasarkan laju pembangunan/pertumbuhan ekonomi.

Oleh karena itu, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian

dengan judul “Analisis Pengaruh Realisasi Anggaran Pendapatan Asli

Daerah, Pengeluaran Anggaran Belanja Modal, dan Pengeluaran

Anggaran Belanja Rutin Terhadap Pertumbuhan Ekonomi di Era

Otonomi Daerah (Studi Kasus Pada Kabupaten/Kota Di Jawa Timur

Tahun 2001-2008)”.

1.2. Perumusan Masalah

Dari latar belakang yang telah diuraikan sebelumnya, maka

(26)

12

dengan menggunakan metode penelitian studi kasus adalah untuk

mengetahui apakah realisasi anggaran pendapatan asli daerah,

pengeluaran anggaran belanja modal, dan pengeluaran anggaran belanja

rutin berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi di era Otonomi

Daerah pada Kabupaten/Kota di Jawa Timur tahun 2001-2008”.

1.3. Tujuan Penelitian

Berdasarkan latar belakang dan rumusan permasalahan diatas,

maka tujuan dari penelitian ini adalah untuk membuktikan pengaruh

realisasi anggaran pendapatan asli daerah, pengeluaran anggaran belanja

modal, dan pengeluaran anggaran belanja rutin terhadap pertumbuhan

ekonomi di Era Otonomi Daerah pada Kabupaten/Kota di Jawa Timur

tahun 2001-2008”.

1.4. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan akan dapat memberikan berbagai manfaat

untuk beberapa pihak sebagai berikut :

a. Peneliti.

Untuk memperdalam keilmuan di bidang sektor publik, baik

akuntansi/keuangan pemerintah maupun organisasi nirlaba.

b. Universitas.

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menyumbangkan sesuatu yang

(27)

13

Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur pada umumnya dan

Fakultas Ekonomi Jurusan Akuntansi pada khususnya untuk

konsentrasi Sektor Publik sebagai tambahan perbendaharaan referensi

dan mungkin dapat memberikan ide atau inspirasi untuk

pengembangan penelitian lebih lanjut bagi rekan-rekan yang mungkin

mengadakan penelitian di bidang yang sama berkaitan dengan tujuan

penelitian dimasa yang akan datang.

c. Peneliti selanjutnya.

Memberikan kontribusi atau referensi tambahan sebagai khazanah

ilmu pengetahuan untuk penelitian di bidang akuntansi sektor

publik/keuangan daerah serta pengukuran kinerja pemerintah.

d. Pemerintah.

Hasil penelitian ini diharapkan sebagai bukti empiris keterkaitan

tentang realisasi anggaran pendapatan asli daerah, pengeluaran

anggaran belanja modal dan pengeluaran anggaran belanja rutin

(28)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Penelitian Terdahulu

Beberapa penelitian yang berkaitan dengan pengaruh penerimaan

dan pengeluaran pemerintah dan pertumbuhan ekonomi telah dilakukan

oleh peneliti-peneliti sebelumnya, yaitu:

a. Andi Luthfi Kurniawan (2008)

1) Judul penelitian:

“Analisis Pengaruh Pengeluaran Pemerintah Terhadap

Pertumbuhan Produk Domestik Regional Bruto Kabupaten

Ponorogo Tahun 1993-2006”.

2) Rumusan masalah:

a) Apakah pengeluaran rutin dan pengeluaran pembangunan

berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi PDRB di

Kabupaten Ponorogo tahun 1996-2006?

b) Lebih besar manakah pengaruh antara pengeluaran rutin dan

pengeluaran pembangunan dalam mempengaruhi perubahan

PDRB di Kabupaten Ponorogo tahun 1993-2006?

3) Hipotesis penelitian:

a) Variabel pengeluaran rutin dan pengeluaran pembangunan

mempunyai pengaruh signifikan terhadap pertumbuhan PDRB

di Kabupaten Ponorogo

(29)

15

b) Variabel pengeluaran pembangunan memiliki pengaruh yang

lebih besar terhadap pertumbuhan PDRB di Kabupaten

Ponorogo

4) Metode penelitian:

Model analisis ini menggunakan regresi linier berganda, dengan

variabel yang diuji adalah pertumbuhan PDRB, pengeluaran rutin

dan pengeluaran pembangunan

5) Hasil dan kesimpulan:

a) Pertumbuhan PDRB Kabupaten Ponorogo tahun 1993-2006

dipengaruhi secara signifikan oleh pengeluaran rutin dan

pengeluaran pembangunan. Hasil analisis statistik menunjukkan

bahwa faktor-faktor tersebut secara parsial maupun simultan

menunjukkan pengaruh yang signifikan terhadap pertumbuhan

PDRB di Kabupaten Ponorogo.

b) Variabel pengeluaran pembangunan mempunyai pengaruh yang

lebih besar terhadap pertumbuhan PDRB di Kabupaten

Ponorogo tahun 1993-2006, yang ditunjukkan oleh nilai

koefisien pengeluaran pembangunan yang lebih besar daripada

variabel pengeluaran rutin. Hal tersebut berarti semakin

meningkatnya pengeluaran pembangunan maka pertumbuhan

PDRB Kabupaten Ponorogo juga akan meningkat.

b. Ardi Hamzah (2007)

(30)

16

“Pengaruh Belanja dan Pendapatan Terhadap Pertumbuhan

Ekonomi, Kemiskinan dan Pengangguran (Studi Pada APBN 1999

– 2006)".

2. Tujuan penelitian ini dilakukan untuk:

a) Mengetahui pengaruh belanjat-1 terhadap pendapatant

b) Mengetahui pengaruh pendapatant dan belanjat terhadap

pertumbuhan ekonomit, kemiskinant dan penganggurant.

c) Mengetahui pengaruh pendapatant-1 dan belanjat-1 terhadap

pertumbuhan ekonomit, kemiskinant dan penganggurant.

d) Mengetahui pengaruh pertumbuhan ekonomit dan pertumbuhan

ekonomit terhadap kemiskinant dan penganggurant.

3. Hipotesis penelitian:

HA1: belanjat-1 berpengaruh terhadap pendapatant.

HA2: pendapatant berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomit.

HA3: pendapatant berpengaruh terhadap pertumbuhan kemiskinant.

HA4: pendapatant berpengaruh terhadap pertumbuhan

penganggurant.

HA5: belanjat berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomit.

HA6: belanjat berpengaruh terhadap pertumbuhan penganggurant.

HA7: belanjat berpengaruh terhadap pertumbuhan kemiskinant.

HA8: pendapatant-1 berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomit.

HA9: pendapatant-1 berpengaruh terhadap kemiskinant.

HA10: pendapatant-1 berpengaruh terhadap penganggurant.

(31)

17

HA12: belanjat-1 berpengaruh terhadap kemiskinant.

HA13: belanjat-1 berpengaruh terhadap penganggurant.

HA14: pertumbuhan ekonomit berpengaruh terhadap kemiskinant.

HA15: pertumbuhan ekonomit berpengaruh terhadap

penganggurant.

HA16: pertumbuhan ekonomit-1 berpengaruh terhadap kemiskinant.

HA17: pertumbuhan ekonomit-1 berpengaruh terhadap

penganggurant.

4. Metode penelitian:

Analisisnya menggunakan analisis deskripsi dan analisis uji

statistik regresi, dengan variabel yang diteliti adalah pendapatan,

belanja, pengangguran, kemiskinan, dan pertumbuhan ekonomi

dengan rentang waktu penelitian dari tahun 1999-2006.

5. kesimpulan:

Berdasarkan hasil dan pembahasan, maka kesimpulan penelitian ini

adalah pendapatan dan belanja secara rata-rata mengalami

peningkatan, tetapi peningkatan secara rata-rata pendapatan dan

belanja adalah lebih besar pada belanja dibanding pendapatan. Ini

menunjukkan secara rata-rata adanya defisit. Pertumbuhan

ekonomi dan penganggurant secara rata-rata mengalami

peningkatan, sedangkan kemiskinant mengalami fluktuatif dari

tahun ke tahun. Dengan pengujian regrasi menunjukkan bahwa

belanjat-1 berpengaruh secara positif terhadap pendapatant. Untuk

(32)

18

pengaruh yang signifikan positif. Pengaruh belanjat terhadap

penganggurant menunjukkan pengaruh yang signifikan positif.

Untuk pengaruh pendapatant-1 terhadap penganggurant

menunjukkan pengaruh yang signifikan positif. Pengaruh belanjat-1

terhadap penganggurant menunjukkan pengaruh yang signifikan

positif. Untuk pengaruh pertumbuhan ekonomitt-1 terhadap

penganggurant menunjukkan pengaruh yang signifikan. Sedangkan

kesimpulan hasil penelitian yang tidak disebutkan menunjukkan

hasil tidak memiliki pengaruh yang signifikan.

c. Asnafiah Yuliati (2001)

Asnafiah Yuliati melakukan penelitian tentang ”Kemandirian dan

Pertumbuhan Ekonomi dalam Menyongsong Otonomi Daerah”.

Tulisan yang dilakukan oleh Yuliati bertujuan untuk mengetahui

tingkat kemandirian dan tingkat PDRB riil atau pertumbuhan ekonomi

daerah Kabupaten Sleman didalam menyongsong Otonomi Daerah.

Variabel yang digunakan untuk mengukur tingkat kemandirian adalah

rasio Pendapatan Asli Daerah (PAD) dan Bantuan Pemerintah (B)

terhadap Total Penerimaan Daerah (TPD), rasio PAD terhadap

Pengeluaran Rutin (PR) dan rasio PAD terhadap Pengeluaran

Pembangunan (PP). Sedangkan untuk mengukur pengaruh peranan

pemerintah daerah terhadap tingkat pertumbuhan ekonomi (PDRB

riil) digunakan variabel PAD, PR, PP secara riil serta variabel lain

yaitu angkatan kerja dengan rentang waktu penelitian dari tahun

(33)

19

Hasil analisis statistik untuk uji kemandirian menghasilkan

kecenderungan dari rasio PAD/TPD, PAD/PR signifikan, artinya ada

kecenderungan peningkatan kemandirian dilihat dari proporsi PAD

terhadap TPD dan kemampuan PAD dalam membiayai pengeluaran

rutinnya selama tahun 1982/1983-1995/1996 menjelang otonomi

daerah terbukti. Namun kecenderungan rasio B/TPD signifikan,

artinya kecenderungan peningkatan bantuan atau ketergantungan

daerah masih nyata. Kemudian kecenderungan rasio PAD/PP tidak

signifikan, artinya kemampuan PAD didalam membiayai pengeluaran

pembangunan tidak terbukti. Selain itu, hasil analisis statistik untuk

pengaruh variabel PAD dan pengeluaran pembangunan riil terhadap

pertumbuhan ekonomi mempunyai pengaruh yang positif dan

signifikan, sedangkan variabel pengeluaran rutin tidak berpengaruh

terhadap pertumbuhan ekonomi.

d. David Harianto dan Priyo Hari Adi (2007)

1. Judul penelitian:

“Hubungan Antara Dana Alokasi Umum, Belanja Modal,

Pendapatan Asli Daerah dan Pendapatan Per Kapita”.

2. Rumusan permasalahan:

a) Bagaimana hubungan Dana Alokasi Umum dengan Belanja

Modal?

b) Bagaimana hubungan Belanja Modal dengan Pendapatan Asli

(34)

20

c) Bagaimana hubungan Belanja Modal dengan Pendapatan Per

Kapita?

d) Bagaimana hubungan Pendapatan Asli Daerah dengan

Pendapatan Per Kapita?

3. Hipotesis penelitan:

H1: Dana Alokasi Umum berpengaruh positif terhadap Belanja

Modal

H2: Belanja Modal berpengaruh positif terhadap Pendapatan Asli

Daerah

H3: Belanja Modal berpengaruh positif terhadap Pendapatan Per

Kapita

H4: Pendapatan Asli Daerah berpengaruh positif terhadap

Pendapatan Per Kapita

4. Metode penelitian:

Untuk menganalisis hubungan antara variabel menggunakan model

struktural dengan analisis deskriptif dan analisis jalur (path

analysis). Variabel yang diteliti yaitu Pendapatan Asli Daerah

(PAD), Pendapatan Per Kapita (PDRB Per Kapita), Belanja Modal

(BM), dan Dana Alokasi Umum (DAU) dengan rentang waktu

penelitian dari tahun 2001-2004.

5. Hasil penelitian:

Hasil penelitian memberikan bukti empiris secara statistik bahwa

DAU berpengaruh positif dan signifikan terhadap BM, sedangkan

(35)

21

tetapi mempunyai hubungan yang positif dalam hubungan tidak

langsung melalui PAD terhadap PDRB Per Kapita, kemudian PAD

berpengaruh signifikan dan positif terhadap PDRB Per Kapita, dan

DAU mempunyai dampak yang signifikan terhadap PAD melalui

BM (efek tidak langsung).

e. Priyo Hari Adi (2006)

1. Judul penelitian:

“Hubungan Antara Pertumbuhan Ekonomi Daerah, Belanja

Pembangunan dan Pendapatan Asli Daerah (Studi Pada Kabupaten

Kota Se Jawa-Bali”.

2. Rumusan masalah:

a) Bagaimana dampak belanja pembangunan terhadap

pertumbuhan ekonomi?

b)Bagimana dampak pertumbuhan ekonomi terhadap kemandirian

daerah?

3. Metode penelitian:

Alat uji penelitian menggunakan analisis deskriptif dan analisis

jalur (path analysis), dengan variabel yang diteliti adalah

pertumbuhan ekonomi (PDRB), Belanja Modal/Pembangunan, dan

Pendapatan Asli Daerah dengan rentang waktu penelitian dari

tahun 1998-2003.

4. Hasill penelitian:

Hasil penelitian menunjukkan bahwa belanja pembangunan

(36)

22

pertumbuhan ekonomi, dan pertumbuhan ekonomi daerah

mempunyai dampak secara signifikan terhadap peningkatan PAD

yang nantinya dengan sendirinya akan membuat daerah dapat

menjalankan roda kepemerintahan melalui pembiayaan secara

mandiri.

f. Ratih Dwimbantari Putri (2006)

1) Judul penelitian:

“Pengaruh Pengeluaran Pemerintah Daerah Terhadap Pertumbuhan

Ekonomi Daerah di Indonesia”.

2) Rumusan permasalah:

“Apakah konsumsi pemerintah daerah dan investasi daerah secara

parsial dan simultan berpengaruh signifikan pada pertumbuhan

ekonomi daerah di indonesia peridoe tahun 1996-2006.

3) Hipotesis penelitian:

“diduga konsumi pemerintah daerah dan investasi pemerintah

daerah berpengaruh signifikan secara parsial maupun simultan

dengan pertumbuhan pada ekonomi di indonesia/daerah tahun

1993-2001”.

4) Metodologi penelitian:

Metodenya menggunakan analisis deskripsi dan uji regresi, dengan

variabel investasi pemerintah daerah, konsumsi pemerintah daerah,

dan investasi.

(37)

23

a) Hasil perhitungan regresi menunjukkan bahwa variabel

konsumsi pemerintah daerah, investasi pemerintah daerah, dan

investasi swasta daerah secara parsial dan simultan mempunyai

pengaruh yang positif dan signifikan terhadap pertumbuhan

ekonomi daerah di Indonesia selama periode 1996-2003.

b) Konsumsi pemerintah daerah terbukti memiliki pengaruh yang

positif terhadap pertumbuhan ekonomi daerah di Indonesia.

Meningkatnya konsumsi pemerintah daerah sebesar 1%

berdampak pada peningkatan pertumbuhan ekonomi daerah di

Indonesia sebesar 1,218523%.

c) Investasi pemerintah daerah memiliki pengaruh yang positif dan

signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi daerah di Indonesia.

Meningkatnya investasi pemerintah daerah sebesar 1%

berdampak pada peningkatan pertumbuhan ekonomi di

Indonesia sebesar 0,612499%.

d) Investasi swasta daerah memiliki pengaruh yang positif dan

signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi daerah di Indonesia.

Meningkatnya investasi swasta daerah sebesar 1% berdampak

pada peningkatan pertumbuhan ekonomi daerah sebesar

0,077286%.

Penelitian sekarang atau penelitian yang dilakukan kali ini berbeda

dengan penelitian terdahulu. Perbedaan penelitian ini dengan yang

terdahulu, yaitu 1) rentang waktu penelitian, 2) objek penelitian, dan 3)

(38)

24

dengan penelitian yang sekarang adalah variabel yang diteliti, yaitu

pertumbuhan ekonomi (PDRB), anggaran pendapatan asli daerah (PAD),

pengeluaran anggaran belanja modal (BM), dan pengeluaran anggaran

belanja rutin (BR). Walaupun variabel yang digunakan penelitian

terdahulu sama dengan penelitian sekarang, namun secara keseluruhan

content penelitian ini tidak identik dengan yang terdahulu, sehingga

penelitian ini terlepas dan terbebas dari plagiat/penjiplakan.

2.2. Landasan Teori

2.2.1. Pengertian Otonomi Daerah dan Desentralisasi

Pengertian otonomi daerah tidak bisa lepas dari pemaknaan asas

desentralisasi. Desentralisasi sendiri menurut UU No. 33 Tahun 2004 dan

UU No. 32 Tahun 2004 adalah penyerahan wewenang pemerintahan oleh

Pemerintah Pusat kepada daerah otonom untuk mengatur dan mengurus

urusan pemerintahan dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Pengertian ini sesuai dengan definisi desentralisasi yang dikemukakan

oleh Rondinelli yaitu perpindahan kewenangan atau pembagian

kekuasaan dari tingkat nasional ke tingkat regional. Penafsiran dan

pemaknaan berupa pelimpahan atau perpindahan kewenangan dalam

pengaturan dan kepengurusan rumah tangganya sendiri merupakan

prinsip utama otonomi daerah (Bastian, 2006: 331).

Sedangkan Abdul Halim berpendapat bahwa otonomi daerah

adalah kewenangan daerah otonom untuk mengatur dan mengurus

(39)

25

aspirasi masyarakat sesuai dengan peraturan perundang-undangan

(Halim, 2007: 328).

Menurut Indra Bastian, otonomi daerah merupakan upaya

pemberdayaan daerah dalam pengambilan keputusan daerah berkaitan

dengan pengelolaan sumber daya yang dimiliki sesuai dengan

kepentingan, prioritas dan potensi daerah tersebut berdasarkan aspirasi

masyarakat sesuai dengan perundang-undangan (Bastian, 2006: 2).

Selain itu, menurut UU No. 32 tahun 2004 otonomi daerah adalah

hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan

mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat

setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan

Maka, berdasarkan pengertian diatas otonomi daerah dimaknai

sebagai perpanjangan konsep desentralisasi yaitu pemberian atau

pelimpahan wewenang oleh pemerintah pusat kepada pemerintah daerah

untuk mengatur dan mengurus rumah tanggannya sendiri serta

pengambilan keputusan untuk penetapan dan pelaksanaan kebijakan

dalam rangka pengelolaan potensi sumber daya dan dana daerah menurut

prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat yang tidak bertentangan

dengan perundang-undangan serta terintegrasi pada visi, misi, dan tujuan

yang ditetapkan oleh pemerintah pusat dalam sistem Negara Kesatuan

(40)

26

2.2.2. Pertumbuhan Ekonomi (Growth Economic) 2.2.2.1. Pengertian Pertumbuhan Ekonomi

Pertumbuhan ekonomi menurut Sumitro Djojohadikusumo (1991:

1) adalah suatu proses yang berpokok pada proses peningkatan produksi

barang dan jasa dalam kegiatan ekonomi masyarakat (Pirade, 2006: 9).

Sedangkan menurut Dr. Boediono (1985: 1) pertumbuhan ekonomi

adalah adalah suatu proses kenaikan output perkapita dalam jangka

panjang. (Kuncoro, 2004: 129; Tarigan, 2007: 46). Jadi persentase

pertambahan output itu haruslah tinggi dari persentase pertambahan

jumlah penduduk dan ada kecenderungan dalam jangka panjang bahwa

pertumbuhan akan berlanjut. Menurut Boediono ada ahli ekonomi yang

membuat definisi yang lebih ketat, yaitu pertumbuhan ekonomi haruslah

“bersumber dari proses intern perekonomian tersebut” (Tarigan, 2007:

46).

Selain itu, Todaro (1994: 282) berpendapat bahwa pertumbuhan

ekonomi dapat didefinisikan sebagai proses yang mantap dimana

kapasitas produktif dari suatu perekonomian meningkat sepanjang waktu

untuk menghasilkan tingkat pendapatan nasional/lokal yang semakin

besar (Pirade, 2006: 11). Sedangkan Prof. Kuznet, orang yang menerima

Hadiah Nobel dalam “Ilmu Ekonomi” pada tahun 1871, mendefinisikan

pertumbuhan ekonomi sebagai kemampuan jangka panjang untuk

menyediakan berbagai barang ekonomi yang terus meningkat kepada

masyarakat. Kemampuan ini tumbuh atas dasar kemajuan teknologi,

(41)

27

Dari pengertian diatas, Pertumbuhan ekonomi dapat disimpulkan

bahwa peningkatan proses kenaikan kapasitas produktif berupa

peningkatan produksi barang dan jasa yang bersifat dan berasal dari

kegiatan ekonomi atau output perkapita dalam jangka panjang dari suatu

perekonomian untuk meningkatkan kesejateraan masyarakat dan

peningkatan pendapatan nasional/regional dari tahun ke tahun.

2.2.2.2. Faktor-Faktor Pertumbuhan Ekonomi

Pertumbuhan ekonomi yang diproksikan dengan adanya kenaikan

produk domestik regional bruto (PDRB), sangat ditentukan oleh

faktor-faktor pertumbuhan ekonomi itu sendiri, yaitu:

a. Tenaga kerja

Faktor tenaga kerja merupakan salah satu faktor produksi yang

terpenting dalam kaitannya dengan meningkatkan PDRB suatu negara

dari segi jumlahnya, semakin banyak jumlah tenaga kerja yang

digunakan dalam proses produksi semakin tinggi pula tingkat aktivitas

memproduksi barang dan jasa dalam peredaran perekonomian daerah

tersebut. Namun, faktor tenaga kerja tidak cukup dilihat dari segi

jumlahnya saja, melainkan harus diperhatikan kualitas tenaga kerja

tersebut.

b. Kapital

Faktor kapital juga merupakan faktor produksi yang sangat penting

dalam menentukan tinggi rendahnya pendapatan nasional. Namun

sering disalahartikan bahwa tanpa kapital, perekonomian suatu negara

(42)

28

tetapi bukan merupakan faktor satu-satunya yang menentukan

pertumbuhan ekonomi, bahwa sesungguhnya kapital sering sekali

merupakan pelengkap dari berbagai faktor utama pendorong

pertumbuhan ekonomi pada permulaan pertumbuhan ekonomi di suatu

negara. Agar dapat ditingkatkan penggunaan kapital, maka harus

diketahui pula sumber kapital untuk pembangunan. Kapital dapat

terbentuk melalui berbagai sumber, diantaranya:

1. Tabungan masyarakat

2. Pajak

3. Pinjaman

4. dan sumber-sumber pembiayaan lainnya

c. Tanah dan Kekayaan Alam Sekitarnya

Kekayaan alam suatu negara/daerah meliputi luas sumber daya alam

dan sumber dana yang terdapat pada negara/daerah tersebut. Kekayaan

alam akan dapat mempermudah usaha untuk membangun

pereknomian sesuatu negara, terutama pada masa-masa permulaan

proses pertumbuhan ekonomi.

d. Teknologi

Pertumbuhan ekonomi dapat ditingkatkan dengan perbaikan

teknologi. Teknologi adalah cara untuk mengolah atau menghasilkan

suatu jenis barang atau jasa tertentu. Teknologi mempunyai hubungan

dengan inovasi, yaitu penemuan baru yang telah diterapkan dalam

(43)

29

menemukan komoditi baru, menentukan barang produksi baru, dan

sebagainya.

e. Faktor Sosial

Faktor sosial mempunyai peran yang tidak kalah pentingnya dalam

pertumbuhan ekonomi. Faktor sosial ini penting sekali dan juga sering

dilupakan atau dianggap tidak begitu penting dalam pengaruhnya pada

pertumbuhan ekonomi. Namun faktor ini dapat menjadi hambatan

dalam mencapai sasaran pembangunan dan pertumbuhan ekonomi.

Faktor sosial diantaranya adalah adat istiadat, keamanan, politik, dan

sebagainya (Pirade, 2006: 15).

2.2.2.3. Ciri Pertumbuhan Ekonomi

Menurut Kuznet dalam buku Todaro, karakteristik dalam proses

pertumbuhan ekonomi ada 6 (enam), yaitu:

a. Tingginya tingkat perkembangan output perkapita penduduk.

b. Tingginya penambahan jumlah faktor produksi, terutama tenaga kerja.

c. Tingginya tingkat tranformasi stuktur ekonomi.

d. Tingginya tingkat transformasi sosial ideology.

e. Kecenderungan Negara-negara yang ekonominya sudah maju untuk

pergi ke seluruh pelosok dunia guna mendapatkan pasaran dan bahan

baku.

f. Pertambahan penduduk terbatas.

Ke-6 karakteristik tersebut saling memperkuat dan mempercepat

(44)

penemuan-30

penemuan baru yang dapat mendorong pertumbuhan ekonomi

selanjutnya (Pirade, 2006: 16).

2.2.2.4. Teori Pertumbuhan Ekonomi

Teori pertumbuhan ekonomi sudah dimulai semenjak

didengungkannya Revolusi Industri di Inggris. Perkembangan teori

pertumbuhan ekonomi dipelopori oleh Kaum Klasik yang disempurnakan

seiring berkembangnya perekonomian dunia. Berikut beberapa teori

pertumbuhan ekonomi yang didasarkan kaitannya dengan pengeluaran

pemerintah.

a. Teori Pertumbuhan Ekonomi Rostow

Analisa teori tentang tahap-tahap pertumbuhan ekonomi, Rostow

menitikberatkan pada pembahasan peranan beberapa faktor tertentu

yang menyebabkan pertumbuhan ekonomi dan ciri-ciri perubahan

yang tercipta dalam tiap-tiap tahap pembangunan pada suatu

masyarakat. Analisa Rostow didasarkan pada keyakinan bahwa

pertumbuhan ekonomi tercipta sebagai akibat dari timbulnya

perubahan yang fundamental bukan saja pada corak ekonomi tetapi

juga pada kehidupan politik dan hubungan sosial dalam masyarakat

(Pirade, 2006:16). Tahap-tahap pertumbuhan ekonomi menurut

Rostow ada 5 (lima) tahapan, yaitu:

1. Tahap masyarakat tradisional (The traditional society)

Menurut Rostow, masyarakat tradisional adalah suatu masyarakat

yang strukturnya berkembang didalam fungsi produksi yang

(45)

31

masyarakat seperti sebelum masa Newton. Maksud dari masyarakat

sebelum Newton adalah suatu masyarakat yang masih

menggunakan cara-cara memproduksi relatife primitive dan

dipengaruhi oleh kebiasaan yang berlaku turun temurun. Tahap

masyarakat tradisional menunjukkan tingkat produksi perkapita dan

tingkat produktifitas per pekerja masih sangata terbatas karena

sebagian besar dari sumber daya masyarakat digunakan untuk

kegiatan dalam sektor pertanian.

2. Tahap prasyarat untuk lepas landas (The preconditions for take off)

Rostow mendefinisikan tahap ini sebagai masa transisi pada saat

masyarakat mempersiapkan dirinya untuk mencapai pertumbuhan

yang mempunyai kekuatan untuk terus berkembang.

3. Tahap lepas landas (The take off)

Permulaan dari lepas landas berlakunya perubahan yang sangat

drastis dalam masyarakat seperti revolusi politik, terciptanya

kemajuan yang sangat pesat dalam invosi atau berupa terbukanya

pasar-pasar baru.

Ciri-ciri tahap ini adalah:

a) Berlakunya kenaikan dalam penanaman modal yang produktif

b) Berlakunya perkembangan dari sektor industri dengan tingkat

laju perkembangan perekonomian yang tinggi

c) Terciptanya suatu rangka dasar politik, sosial dan institusional

(46)

32

Gerakan ke arah kedewasaan adalah suatu masyarakatnya sudah

secara selektif menggunakan teknologi modern pada sebagian besar

faktor produksi dan kekayaan alamnya.

Ciri-ciri tahap ini adalah

a) Struktur dan keahlian tenaga kerja mengalami perubahan

b) Sifat kepimpinan dalam perusahaan mengalami perubahan

c) Kritik dan saran terhadap indutrialisasi mulai muncul sebagi

akibat dari ketidakpuasan terhadap dampak industrialisasi

5. Tahap konsumsi tinggi (The age of high mass-consumption)

Tahap konsumsi tinggi adalah perhatian masyarakat lebih

menekankan pada masalah yang berkait dengan konsumsi dan

kesejahteraan masyarakat. Pada masa konsumsi tinggi tujuan dari

Negara adalah:

a) Memperbesar kekuasanaan dan pengaruh kepada Negara lain

b) Meningkatkan kemakmuran yang merata pada penduduknya

denan cara mengusahakan pembagian pendapatan yang lebih

merata

c) Mempertinggi tingkat kesejahteraan masyarakat (Suryana, 2000:

60-64).

b. Teori Pertumbuhan Harrord-Domar

Teori Harrord-Domar tetap mempertahankan pendapat dari ahli

ekonomi terdahulu yang menekankan tentang peranan pembentukan

modal dalam menciptakan pertumbuhan ekonomi. Tetapi berbeda

(47)

33

perhatian pada aspek pembentukan modal saja. Menurut pendapat

Kaum Klasik, pembentukan modal merupakan suatu pengeluaran yang

akan menambah kesanggupan masyarakat untuk menambah produksi.

Sedangkan dalam analisis Keynes, mengabaikan peranan

pembentukan modal sebagai pengeluaran yang akan mempertinggi

kesanggupan sektor produksi untuk menghasilkan barang-barang yang

diperlukan masyarakat, karena dianggap tingkat kegiatan ekonomi

ditentukan oleh tingkat pengeluaran seluruh masyarakat dan buka

pada kesanggupan alat-alat modal untuk memproduksi barang.

Teori Harrod-Domar memperhatikan kedua fungsi dari

pembentukan modal tersebut dalam kegiatan ekonomi. Pembentukan

modal dipandang sebagai pengeluaran yang akan menambah

kesanggupan suatu perekonomian untuk menghasilkan barang dan

sebagai pengeluaran yang akan menambah permintaan efektif dari

masyarakat. Analisis ini bertujuan untuk menunjukkan syarat yang

diperlukan agar dalam jangka panjang kemampuan memproduksi

yang bertambah dari tahun ke tahun akan selalu digunakan (Pirade,

2006: 20).

Teori Harrod-Domar mempunyai beberapa asumsi, yaitu:

1. Perekonomian dalam keadaan tenaga kerja penuh (full employment)

dan barang-barang modal yang ada dalam masyarakat digunakan

secara penuh.

2. Perekonomian dari dua sektor, yaitu sektor rumah tangga dan

(48)

34

3. Besarnya tabungan masyarakat adalah proporsional dengan

pendapatan nasional/regional, berari fungsi tabungan dimulai dari

titik 0 (nol).

4. Kecenderungan untuk menabung (marginal propensity to save =

MPS) besarannya tetap (Arsyad, 2004:64-65).

c. Teori Pertumbuhan Kaldor

Asumsi dasar model Kaldor adalah sebagai berikut:

1. Model ini didasarkan pada asumsi kerja penuh seperti dalam model

Keynes, yaitu penawaran agregat jangka pendek barang jasa adalah

inelastik dan tidak peka terhadap segala perubahan di dalam

permintaan moneter.

2. Kemajuan teknologi tergantung pada akumulasi modal. Untuk hal

ini, Kaldor mendefinisikan fungsi kemajuan teknologi sebagai hasil

bersama dua kecenderungan pertumbuhan modal dan pertumbuhan

produktifitas.

3. Pendapatan dari upah dan keuntungan. Upah terdiri dari upah dan

penghasilan serta keuntungan terdiri dari pendapatan pengusaha

dan pemilik harta.

Model Kaldor bekerja dalam dua tahap, yaitu:

1. Penduduk yang bekerja konstan

Laju pertumbuhan proporsional dalam keseluruhan pendapatan

akan sama cepatnya dengan laju pertumbuhan proporsional dalam

output perkapita.

(49)

35

Perubahan proporsional dalam keseluruhan pendapatan nyata

merupakan jumlah dari perubahan proporsional output perkapita

dan perubahan proporsional keseluruhan penduduk yang bekerja.

Salah satu ciri terpenting pada model Kaldor adalah

memperkenalkan fungsi kemajuan teknik yang dihubungkan dengan

pertumbuhan produktifitas dan akumulasi modal. Sedangka fungsi

produksi menghubungkan output perkapita dengan modal perkapita

(Pirade, 2006: 21).

2.2.2.5. Ukuran Pertumbuhan Ekonomi

Program utama diberlakukannya otonomi daerah menurut Mardismo

(2002: 59) dan Bastian (2006: 354) adalah bertujuan untuk meningkatkan

pertumbuhan perekonomian dan pembangunan infrastruktur demi

mewujudkan pelayanan publik. Pertumbuhan ekonomi dipergunakan

untuk menerangkan dan mengukur perkembangan dari kinerja

perekonomian atau kegiatan makroekonomi serta pembangunan

infrastruktur suatu negara/daerah yang merepresentasikan perwujudan

pelayanan publik dari pemerintah (Nanga, 2005: 13; Pracoyo dan

Pracoyo, 2005: 25), disamping itu juga merupakan alat ukur indikator

keberhasilan pemerintah daerah melaksanakan otonomi daerah (Bastian,

2006: 342).

Indikator pertumbuhan ekonomi dalam skala nasional ditunjukkan

pada Gross National Product (GNP) atau Produk Nasional Bruto (PNB)

yang merupakan suatu ukuran dari output barang dan jasa dari suatu

(50)

36

berlokasi di dalam negara itu ataukah terdapat di luar negeri. Maka untuk

mengukur produksi domestik, para juru hitung pendapatan nasional

maupun lokal menggunakan konsep lain, yaitu produk domestik bruto

(gross domestic product) atau Produk Domestik Regional Bruto (PDRB)

(Nanga, 2005: 15).

Selain itu, kinerja perekonomian suatu negara/daerah dalam

periode tertentu dapat diukur melalui satu indikator penting, yaitu data

pendapatan nasional/regional. Konsep kunci dalam laporan pendapatan

nasional/regional adalah Produk Domestik Bruto/Produk Domestik

Regional Bruto (Pracoyo dan Pracoyo, 2005: 25)

Secara tradisonal, pertumbuhan ekonomi ditujukan untuk

peningkatan yang berkelanjutan pada PDRB (Kuncoro, 2004: 62).

Sehingga peningkatan pertumbuhan ekonomi (PDRB) riil merupakan

salah satu indikator alat ukur keberhasilan suatu daerah dalam

melaksanakan otonomi daerah yang mewakili kenaikan pendapatan

perkapita penduduk suatu daerah dan kinerja perekonomian/kegiatan

makroekonomi suatu daerah (Mardiasmo, 2002: 221; Nanga, 2005: 13;

Bastian, 2006: 342; Purbadharmaja, 2006: 81).

2.2.2.6. Pengertian Produk Domestik Regional Bruto (PDRB)

Produk Domestik Bruto (PDB) adalah suatu cara penghitungan

jumlah produksi ekonomi suatu wilayah dalam jangka waktu tertentu.

Produk Domestik Bruto merupakan salah satu perhitungan pendapatan

(51)

37

Selain itu, menurut Lincolin Arsyad, Gross Domestic Product

(GDP) yang dalam bahasa indonesianya disebut sebagai Produk

Domestik Bruto diartikan sebagai jumlah nilai produksi barang-barang

dan jasa-jasa akhir yang dihasilkan oleh sektor-sektor produktif, yaitu

pertanian; industri pengolahan; pertambangan dan galian; listrik; air dan

gas; bangunan; pengangkutan dan komunikasi; perdagangan; bank dan

lembaga keuangan; sewa rumah; pertahanan; dan jasa-jasa lainnya

selama satu tahun fiskal (Arsyad, 2004: 14).

Menurut Muana Nanga, PDB didefinisikan sebagai total nilai atau

harga pasar dari seluruh barang dan jasa akhir yang dihasilkan oleh suatu

perekonomian suatu negara selama kurun waktu tertentu, biasanya satu

tahun (Nanga, 2005: 13).

Sehingga PDRB, yang merupakan alat ukur PDB di tingkat lokal,

dapat disimpulkan sebagai suatu cara penghitungan total nilai produksi

atau harga pasar dari seluruh jumlah produksi ekonomi suatu

wilayah/daerah berupa barang dan jasa akhir yang dihasilkan oleh

sektor-sektor produktif pada 11 sektor-sektor ekonomi dalam jangka waktu tertentu,

biasanya 1 tahun.

2.2.2.7. Pendekatan Perhitungan PDRB

Cara perhitungan PDRB dapat diperoleh melalui tiga pendekatan,

yaitu:

a. Pendekatan produksi

Menurut pendekatan produksi PDRB diartikan sebagai jumlah nilai

(52)

38

suatu wilayah dalam jangka waktu tertentu (satu tahun). Unit-unit

produksi tersebut dalam penyajiannya dikelompokkan menjadi 11

sektor atau lapangan usaha, yaitu:

1. Sektor pertanian

2. Sektor pertambangan dan penggalian

3. Sektor indsutri pengolahan

4. Sektor listrik, gas dan air bersih

5. Sektor bangunan dan konstruksi

6. Sektor perdagangan, hotel dan restroran

7. Sektor pengangkutan dan komunikasi

8. Sektor bank dan lembaga keuangan lainnya

9. Sektor sewa rumah

10. Sektor pemerintah

11. Sektor jasa

b. Pendekatan pendapatan

Menurut pendekatan pendapatan PDRB diartikan sebagai jumlah balas

jasa yang diterima oleh faktor produksi yang ikut dalam proses

produksi di suatu wilayah dalam jangka waktu tertentu, satu tahun).

Balas jasa yang dimaksud adalah upah dan gaji, sewa tanah, bunga

modal, dan keuntungan yang semuanya belum dipotong pajak

penghasilan dan pajak langsung lainnya.

c. Pendekatan pengeluaran

Menurut pendekatan pengeluaran, pegnhitungan produk domestik

(53)

39

pengeluran yang dilakukan oleh para pelaku ekonomi suatu negara

pada periode tertentu. Secara matematis ditunjukan dengan persamaan

berikut:

GDP = C + I + G + (X-M)

Persamaan diatas menunjukkan pengeluaran pada empat pelaku

ekonomi, yang dikategorikan sebagai berkut:

1. C (consumption) yang diidentitaskan sebagai pengeluaran

(konsumsi) rumah tangga untuk barang konsumen.

2. I (investment) dimaksudkan sebagai pengeluaran perusahaan atau

investasi untuk modal baru dalam bentuk persediaan peralatan

pabrik.

3. G (governmnert) diartikan sebegai pengeluaran dan investasi

pemerintah.

4. (X-M) diartikan sebagi pengeluaran netto oleh luar negeri, atau

ekspor dikurangi impor. (Pracoyo dan Pracoyo, 2005: 26; Pirade,

2006: 27).

Oleh karena itu hasil ketiga perhitungan untuk PDRB tersebut,

secara konsep seharusnya pengeluaran harus sama dengan jumlah barang

dan jasa akhir yang dihasilkan dan harus sama pula dengan jumlah

pendapatan untuk faktor-faktor produksi lainnya.

2.2.2.8. Kegunaan Statistik PDRB

Sebagai indikator makro perekonomian nasional setiap tahun.

(54)

40

a. Untuk mengetahui pertumbuhan ekonomi dengan melihat persentase

atas harga konstan tahun tertentu

b. Untuk mengetahui tingkat kemakmuran daerah, baik tingkat

pertumbuhan maupun tingkat kemakmuran dibanding daerah lain

c. Untuk mengetahui tingkat inflasi atau deflasi yang terjadi dalam

jangka waktu tertentu (1 tahun)

d. Untuk mengetahui komposisi struktur ekonomi suatu daerah

e. Untuk mengetahui potensi suatu wilayah terhadap regional secara

keseluruhan maupun sektoral (Pirade, 2006: 27).

2.2.3. Pengertian Anggaran (Budgeting)

Pengertian anggaran menurut Mardiasmo (2002: 61) adalah

pernyataan mengenai estimasi kinerja yang hendak dicapai selama

periode waktu tertentu yang dinyatakan dalam ukuran finansial.

Sedangkan Bastian (2006: 163) berpendapat bahwa anggaran dapat

diinterpretasikan sebagai paket pernyataan perkiraan penerimaan dan

pengeluaran yang diharapkan akan terjadi dalam satu atau beberapa

periode mendatang. Selain itu, menurut National Committee on

Governmental Accounting (NCGA) yang saat ini telah berubah menjadi

Governmental Accounting Standard Board (GASB), mendefinisikan

anggaran adalah “ . . . . rencana operasi keuangan, yang mencakup

estimasi pengeluaran yang diusulkan, dan sumber pendapatan yang

diharapkan untuk membiayainya dalam periode tertentu (Bastian, 2006:

(55)

41

Sedangkan Munandar (1986: 1) mengatakan bahwa anggaran

adalah suatu rencana yang disusun secara sistematis, meliputi seluruh

kegiatan perusahaan yang dinyatakan unit moneter dan berlaku untuk

jangka waktu tertentu (Suhadak dan Nugroho: 2007: 5). Selain itu,

anggaran negara menurut John F. Due dalam Rinusu (2003: 1)

merupakan suatu pernyataan tentang perkiraan pengeluaran dan

penerimaan yang diharapkan akan terjadi dalam satu periode di masa

depan, serta data dari pengeluaran dan penerimaan yang

sungguh-sungguh terjadi di masa lalu (Suhadak dan Nugroho, 2007: 5).

Sementara itu, yang dimaksud dengan anggaran menurut

Suparmoko (1992: 49) adalah suatu daftar atau pernyataan terperinci

tentang pendapatan dan belanja daerah yang diharapkan dalam jangka

waktu tertentu (biasanya satu tahun). Sedangkan Halim (2007: 15)

berpendapat, bahwa anggaran negara terbagi menjadi 2 pengertian, yaitu

dalam luas dan sempit. Dalam arti luas, anggaran negara berarti jangka

waktu perencanaan, pelaksanaan, dan pertanggungjawaban anggaran.

Jadi, anggaran dalan arti luas meliputi suatu daur anggaran. Sedangkan

dalam arti sempit, anggaran diartikan rencana pengeluaran dan

penerimaan hanya dalam kurun waktu satu tahun.

Sehingga anggaran berdasarkan pengertian diatas, dapat

disimpulkan sebagai suatu daftar atau pernyataan terperinci mengenai

suatu estimasi kinerja yang hendak dicapai yang disusun secara

sistematis, meliputi semua kegiatan/operasi organisasi berupa perkiraan

Gambar

Tabel 1.1:  Realisasi  Anggaran  Pendapatan  Asli Daerah, Anggaran  Belanja Rutin, Anggaran Belanja Modal dan Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten/Kota di
Tabel 4.1: Hasil Uji Kualitas Data (Uji Outlier)
Tabel 4.2: Analisis Deskripsi Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten/Kota di Propinsi Jawa Timur Tahun 2001-2008
Tabel 4.3: Analisis  Deskripsi Penerimaan Asli Daerah (X1)  Kabupaten/Kota di Propinsi Jawa Timur Tahun  2001-2008 Sumber: Lampiran 6
+7

Referensi

Dokumen terkait

Bersama ini kami mengundang perusahaan saudara untuk hadir dalam acara pembuktian kualifikasi yang akan dilaksanakan pada :. Hari/Tanggal : Senin, 13

This clause defines a service integration ebRIM package that encapsulates all the identifiers, associations and classification schemes necessary to allow an OGC CSW- ebRIM catalogue

Evaluasi Penawaran dilaksanakan berdasarkan Dokumen Pengadaan Nomor : 001/Ling Ngadirojo /DAU/BM_DPU/IX/2017 tanggal 21 Agustus 2017, Berita Acara Penjelasan Dokumen

Ketidakmampuan pihak reasuradur untuk memenuhi kewajiban pembayaran klaim ( schedule f) 0 4 Jumlah dana yang diperlukan untuk mengantisipasi risiko kerugian yang mungkin

Pada metode Short End Interest bunga dihitung dengan mengalikan tingkat bunga dengan periode pembayaran yang bersangkutan dan angsuran atas pokok piutang yang tetap jumlahnya. Dan

The findings of this study show that youth is represented through the use of the visual elements of television advertisement (actors or actresses, settings, properties, frame

Tabel 4.12 Matriks pernyataan informan tentang strategi yang dilakukan dalam mengatasi kendala-kendala pelaksanaan program promotif dan preventif di

Pengembangan Bahan Ajar Berbasis Pemecahan Masalah Matematis Siswa SMP Pada Materi Persamaan Linear Satu Variabel Melalui Penelitian Desain.. Universitas Pendidikan Indonesia |