Analisis Pengaruh Realisasi Anggaran Pendapatan Asli Daerah, Pengeluaran
Anggaran Belanja Modal, Dan Pengeluaran Anggaran Belanja Rutin
Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Di Era Otonomi Daerah
(Studi Kasus Kabupaten/Kota Di Propinsi Jawa Timur Tahun 2001-2008)
SKRIPSI
Diajukan Oleh:
Rezka Prakarsa Ardani
0513010241/FE/EA
Kepada
FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN”
JAWA TIMUR
Analisis Pengaruh Realisasi Anggaran Pendapatan Asli Daerah, Pengeluaran
Anggaran Belanja Modal, Dan Pengeluaran Anggaran Belanja Rutin
Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Di Era Otonomi Daerah
(Studi Kasus Kabupaten/Kota Di Propinsi Jawa Timur Tahun 2001-2008)
SKRIPSI
Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan
dalam Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi
Jurusan Akuntansi
Diajukan Oleh:
Rezka Prakarsa Ardani
0513010241/FE/EA
Kepada
FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN”
JAWA TIMUR
SKRIPSI
Analisis Pengaruh Realisasi Anggaran Pendapatan Asli Daerah, Pengeluaran
Anggaran Belanja Modal, Dan Pengeluaran Anggaran Belanja Rutin
Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Di Era Otonomi Daerah
(Studi Kasus Kabupaten/Kota Di Propinsi Jawa Timur Tahun 2001-2008)
Disusun Oleh
:
Rezka Prakarsa Ardani
0513010241/FE/EA
telah dipertahankan dihadapan dan diterima oleh Tim Penguji Skripsi Jurusan Akuntansi Fakultas EkonomiUniversitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur Pada tanggal 21 Mei 2010
Pembimbing : Tim Penguji :
Pembimbing Utama Ketua
Dra. Ec. Diah Hari Suryaningrum, M.Si., Ak Dra. Ec. Hj. Sri Hastuti, M.Si Sekretaris
Dra. Ec. Siti Sundari, M.Si Anggota
Dra. Ec. Diah Hari Suryaningrum, M.Si., Ak
Mengetahui
Dekan Fakultas Ekonomi
Universitas Pembangunan Nasional”Veteran” Jawa Timur Dekan Fakultas Ekonomi
KATA PENGANTAR
Bismillaahirrahmaanirrahiim, Segala puja dan puji syukur saya panjatkan
kehadirat Allah Subhanahu Wa Ta’ala yang telah melimpahkan rahmat, hidayah,
kenikmatan serta karunia-Nya yang tak terhingga sehingga saya berkesempatan
menimba ilmu hingga jenjang Perguruan Tinggi. Berkat rahmat dan karunia-Nya pula
saya dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Analisis Pengaruh Realisasi
Anggaran Pendapatan Asli Daerah, Pengeluaran Anggaran Belanja Modal, dan
Pengeluaran Anggaran Belanja Rutin Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Di Era
Otonomi Daerah (Studi Kasus Kabupaten/Kota Di Propinsi Jawa Timur Tahun 2001-2008)”.
Sebagaimana diketahui bahwa penulisan skripsi ini merupakan salah satu
syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi (SE). Walaupun dalam penulisan
skripsi ini penulis telah memcurahkan segenap kemampuan yang dimiliki, tetapi
penulis yakin tanpa adanya saran dan bantuan maupun dorongan dari beberapa pihak
maka skripsi ini tidak akan mungkin dapat tersusun sebagaimana mestinya.
Pada kesempatan ini, penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang
sebanyak-banyaknya kepada:
1. Bapak Prof. Dr. Ir. Teguh Soedarto, MP., selaku Rektor Universitas
Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.
2. Bapak Dr. Dhani Ichsanudin Nur, MM., selaku Dekan Fakultas Ekonomi
Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.
3. Ibu Dr. Sri Trisnaningsih, M.Si., selaku Ketua Program Studi Akuntansi
Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.
4. Ibu Dra. Ec. Diah Hari Suryaningrum, M.Si., Ak, selaku Dosen Pembimbing
Utama yang telah memberikan petunjuk, bimbingan dan waktu luangnya di
tengah kesibukan beliau untuk mengkoreksi kesalahan dalam pengerjaan
skripsi ini secara teliti dan kritis demi kesempurnaannya.
5. Kepada dosen-dosenku yang berkecimpung di dunia perakuntansian pada
umumnya, dan di bidang sektor publik/pemerintah pada khususnya yang
telah memberikan ilmu-ilmunya dari pengalamannya. Thanks a lot for
everything.
6. Ibuku, yang selalu setia mengingatkanku untuk cepat-cepat selesaikan
skripsinya dan telah banyak memberikan banyak dorongan, semangat serta
doa restu, baik secara moril maupun materil yang aku tak mungkin bisa
membalasnya, semoga ALLAH membalas semua kebaikan ibu berikan.
Amin.
7. Untuk pakdeku yang baru meninggal (alm) Prof. Dr. Dibyo Prabowo, M.Sc
(Guru Besar UGM), Bude Mina, Mas Joel, Mbak Tina. Terima kasih atas
doanya dan bantuannya untuk mencari buku referensi skripsiku di UGM.
iii
8. Segenap staf pengajar, karyawan dan seluruh rekan-rekan mahasiswa
terutama Fakultas Ekonomi, Jurusan Akuntansi, Universitas Pembangunan
Nasional “Veteran” Jawa Timur.
9. Serta untuk semua pihak terkait yang tidak dapat disebutkan satu per satu
yang ikut membantu, baik langsung maupun tidak langsung, dalam rangka
penyusunan skripsiku ini. Terima kasih.
Semoga Allah Subhanahu Wa Ta’ala membalas semua kebaikan dan selalu
melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya kepada kalian semua. Penulis menyadari
bahwa penulisan skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan, walaupun demikian
saran-saran dan petunjuk yang bersifat membangun sangat diharapkan oleh penulis demi
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR ... i
DAFTAR ISI... iv
DAFTAR TABEL ... viii
DAFTAR GAMBAR ... ix
DAFTAR LAMPIRAN... x
ABSTRAKSI ... xi
BAB I: PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang ... 1
1.2.Perumusan Masalah ... 11
1.3.Tujuan Penelitian ... 12
1.4.Manfaat Penelitian ... 12
BAB II: TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Penelitian Terdahulu ... 14
2.2. Landasan Teori ... 24
2.2.1. Pengertian Otonomi Daerah dan Desentralisasi ... 24
2.2.2. Pertumbuhan Ekonomi (Growth Economic)... 26
2.2.2.1. Pengertian Pertumbuhan Ekonomi ... 26
2.2.2.2. Faktor-Faktor Pertumbuhan Ekonomi ... 27
2.2.2.3. Ciri Pertumbuhan Ekonomi... 29
2.2.2.4. Teori Pertumbuhan Ekonomi ... 30
2.2.2.5. Ukuran Pertumbuhan Ekonomi ... 35
2.2.2.6. Pengertian Produk Domestik Regioanl Bruto (PDRB) ... 36
2.2.2.7. Pendekatan Perhitungan PDRB... 38
2.2.2.8. Kegunaan Statistik PDRB ... 39
2.2.3. Pengertian Anggaran (Budgeting) ... 40
2.2.4. Anggaran Pendapatan (Revenue Budgeting)... 42
2.2.4.1. Pengertian Pendapatan dan Pendapatan Asli Daerah ... 42
2.2.4.2. Struktur Pendapatan Asli Daerah dalam Kerangka Otonomi Daerah ... 43
2.2.5. Anggaran Belanja (Expenditure Budgeting)... 54
2.2.5.1. Pengertian Anggaran Belanja Daerah ... 54
2.2.5.2. Komponen Anggaran Belanja Daerah... 55
2.2.6. Pengertian Anggaran Belanja Modal ... 56
2.2.7. Pengertian Anggaran Belanja Rutin ... 57
2.2.8. Pengaruh Relisasi Anggaran Pendapatan Asli Daerah Terhadap Pertumbuhan Ekonomi ... 58
2.2.9. Pengaruh Pengeluaran Anggaran Belanja Modal Terhadap Pertumbuhan Ekonomi ... 61
2.2.10.Pengaruh Pengeluaran Anggaran Belanja Rutin Terhadap Pertumbuhan Ekonomi ... 64
2.3. Kerangka Pikir ... 65
2.4. Hipotesis (Hypothesis) ... 66
BAB III: METODE PENELITIAN 3.1. Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel ... 68
3.1.1. Pertumbuhan Ekonomi (Y) ... 68
3.1.2. Pendapatan Asli Daerah (X1) ... 69
3.1.3. Pengeluaran Anggaran Belanja Modal (X2) ... 69
3.1.4. Pengeluaran Anggaran Belanja Rutin (X3) ... 69
3.2. Teknik Penentuan Populasi dan Sampel ... 70
3.2.1. Populasi ... 70
3.2.2. Sampel ... 70
3.3. Teknik Pengumpulan Data ... 71
3.3.1. Jenis Data ... 71
3.3.2. Sumber Data ... 72
3.4.Teknik Analisis dan Uji Hipotesis ... 72
3.4.1. Teknik Analisis ... 72
BAB IV: HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1...Has il Deskripsi Penelitian ... 80
4.1.1...G ambaran Umum Kabupaten/Kota Dalam Objek Penelitian. 80 4.2...Des kripsi Hasil Penelitian ... 113
4.2.1...Des kripsi Hasil Uji Kualitas Data Penelitian ... 113
4.2.2...Pert umbuhan Ekonomi (Y) ... 114
4.2.3...Pen nik Analisis dan Uji Hipotesis ... 120
4.3.1...Tek nik Analisis... 120
4.3.2...Uji Normalitas ... 121 4.3.3...Uji
Asumsi Klasik ... 122 4.3.4...Uji
Hipotesis... 125 4.3.4.1...
Uji-F... 125 4.3.4.2...
Uji-t... 128
4.4...Pem bahasan Hasil Penelitian ... 132 4.5...Imp
likasi Penelitian... 132 4.5.1...P
erbedaan Hasil Penelitian ini dengan Penelitian Terdahulu . 147 4.5.2...Ket
erbatasan Penelitian ... 149 BAB V: KESIMPULAN DAN SARAN
5.1...Kes impulan ... 150 5.2...Sara
n ... 150
DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN
DAFTAR TABEL
Tabel 1.1 Realisasi Anggaran Pendapatan Asli Daerah, Anggaran Belanja Rutin, Anggaran Belanja Modal dan Pertumbuhan Ekonomi
Kabupaten/Kota di Propinsi Jawa Timur Tahun 2001-2008 ... 7
Tabel 4.1 Hasil Uji Kualitas Data (Uji Outlier) ... 114
Tabel 4.2 Analisis Deskripsi Pertumbuhan Ekonomi Kab/Kota di Propinsi Jawa Timur Tahun 2001-2008 ... 115
Tabel 4.3 Analisis Deskripsi Penerimaan Asli Daerah (X1) Kab/Kota di Propinsi Jawa Timur Tahun 2001-2008 ... 116
Tabel 4.4 Analisis Deskripsi Anggaran Belanja Modal (X2) Kab/Kota di Propinsi Jawa Timur Tahun 2001-2008 ... 117
Tabel 4.5 Analisis Deskripsi Anggaran Belanja Modal (X2) Kab/Kota di Propinsi Jawa Timur Tahun 2001-2008 ... 119
Tabel 4.6 Model Regresi ... 120
Tabel 4.7 Hasil Uji Normalitas ... 121
Tabel 4.8 Hasil Uji Autokorelasi (Uji Durbin-Watson) ... 122
Tabel 4.9 Nilai VIF (Variance Inflation Factor... 124
Tabel 4.10 Hasil Korelasi Rank Spearman ... 125
Tabel 4.11 Hasil Uji-F... 126
Tabel 4.12 Hasil Uji-t... 129
Tabel 4.13 Hasil Uji Korelasi... 146
Tabel 4.14 Perbedaan Penelitian Ini dengan Penelitian Terdahulu... 147
DAFTAR GAMBAR
Gambar.1 Kerangka Pikir ... 66
x
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 : Rekapitulasi Pertumbuhan Ekonomi (Y) Lampiran 2 : Rekapitulasi Penerimaan Asli Daerah (X1)
Lampiran 3 : Rekapitulasi Anggaran Belanja Modal (X2)
Lampiran 4 : Rekapitulasi Anggaran Belanja Rutin (X3)
Lampiran 5 : Analisis Deskriptif Pertumbuhan Ekonomi (Y) Lampiran 6 : Analisis Deskriptif Pendapatan Asli Daerah (X1)
Lampiran 7 : Analisis Deskriptif Anggaran Belanja Modal (X2)
Lampiran 8 : Analisis Deskriptif Anggaran Belanja Rutin (X3)
Lampiran 9 : Uji Kualitas Data (Uji Outlier) Lampiran 10 : Hasil Uji Normalitas
Lampiran 12 : Hasil Uji Autokorelasi (Uji Durbin-Watson) Lampiran 12 : Hasil Uji Multikolinieritas
Lampiran 13 : Hasil Uji Heteroskedastisitas Lampiran 14 : Hasil Uji Hipotesis
Analisis Pengaruh Realisasi Anggaran Pendapatan Asli Daerah, Pengeluaran Anggaran Belanja Modal, Dan Pengeluaran Anggaran Belanja Rutin Terhadap
Pertumbuhan Ekonomi Di Era Otonomi Daerah
(Studi Kasus Kabupaten/Kota Di Propinsi Jawa Timur Tahun 2001-2008)
Oleh :
Rezka Prakarsa Ardani ABSTRAKSI
Semenjak dorongan reformasi birokrasi yang digulirkan pada tahun 1999, telah mendekonstruksi sistem kepemerintahan dari sentralistik menjadi desentralisasi. Semangat reformasi birokrasi mencapai puncaknya pada tanggal 1 Januari 2001, yaitu sebagai tonggak awal pelaksanaan Otonomi Daerah yang merupakan konsekuensi logis dari asas desentralisasi. Kondisi tersebut merupakan babak baru bagi Negara Indonesia dalam sistem pengelolaan Keuangan Negara yang berorientasikan pada pencapaian kinerja dengan memfokuskan pada output dan outcome. Tujuan otonomi daerah adalah diprioritaskan untuk peningkatan pelayanan publik, memajukan perekonomian, dan percepatan pertumbuhan ekonomi serta kemadirian yang merupakan implementasi dari output dan outcome (Mardiasmo, 2002: 59, Bastian, 2006: 354). Segala kegiatan pemerintah dalam ruang lingkup Otonomi Daerah dibiayai oleh APBD. Penelitian ini dilakukan bermaksud untuk melihat sejauh mana efek pelaksanaan otonomi daerah yang dibiayai APBD berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi.
Objek penelitian ini adalah data-data keuangan Pemerintah Kabupaten/Kota di Propinsi Jawa Timur dari tahun 2001-2008, yang datanya diperoleh dari Badan Pusat Statistik (BPS). Data-data keuangan yang diteliti meliputi Anggaran Pendapatan Asli Daerah, Pengeluaran Anggaran Belanja Modal, Pengeluaran Anggaran Belanja Rutin dan Pertumbuhan Ekonomi. Penelitian ini menggunakan teknik analisis regresi linier berganda.
Hasil penelitian secara simultan untuk Anggaran Pendapatan Asli Daerah, Pengeluaran Anggaran Belanja Modal, Pengeluaran Anggaran Belanja Rutin berpengaruh secara signifikan terhadap Pertumbuhan Ekonomi. Sedangkan secara parsial menunjukkan hanya Anggaran Pendapatan Asli Daerah dan Pengeluaran Anggaran Belanja Rutin yang berpengaruh signifikan terhadap Pertumbuhan Ekonomi, sedangkan Pengeluaran Anggaran Belanja Modal tidak berpengaruh signifikan terhadap Pertumbuhan Ekonomi.
Keywords: Anggaran Pendapatan Asli Daerah, Pengeluaran Anggaran Belanja Modal, Pengeluaran Anggaran Belanja Rutin, Pertumbuhan Ekonomi
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Berdasarkan salah satu Ketetapan MPR yaitu TAP MPR Nomor
XV/MPR/1998 tentang “Penyelenggaraan Otonomi Daerah,
Pengaturan, Pembagian dan Pemanfaatan Sumber Daya Nasional yang
berkeadilan serta Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah dalam
Kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia” merupakan landasan
hukum bagi dikeluarkannya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999
yang direvisi menjadi Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang
Pemerintah Daerah yang diubah dengan Peraturan Perubahan Nomor 3
Tahun 2005 dan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1999 yang direvisi
menjadi Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan
Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah (Mardiasmo, 2002: 24),
yang notabene kedua undang-undang tersebut adalah sebagai payung
hukum pelaksanaan dan tonggak awal diselenggarakannya otonomi
daerah (Bastian, 2006: 2), yang secara formal resmi diberlakukan pada
tanggal 1 Januari 2001 (Saragih, 2003: 29; Kuncoro, 2004: 18).
Menurut Mardiasmo (2002: 59), tujuan utama pelaksanaan dan
pemberlakuan undang-undang otonomi daerah adalah diprioritaskan
untuk meningkatkan pelayanan publik dan memajukan perekonomian
daerah. Sedangkan menurut Bastian (2006: 354) menyatakan bahwa
2
tujuan program otonomi daerah diarahkan untuk mempercepat
pertumbuhan ekonomi dan pembangunan daerah, mengurangi
kesenjangan antardaerah, dan meningkatkan kualitas pelayanan publik
(public service) agar lebih efisien dan responsif terhadap kebutuhan,
potensi maupun karakteristik di daerah masing-masing.
Yuliati (2001: 16) menyatakan bahwa dalam usaha mempercepat
pembangunan dan pertumbuhan ekonomi daerah dibutuhkan modal untuk
digunakan pada kegiatan-kegiatan yang menyentuh langsung aspek
kehidupan masyarakat sebagai usaha pemerintah menggerakkan sektor
perekonomian. Pendapat tersebut didukung Malthus, yaitu untuk adanya
perkembangan ekonomi diperlukan adanya kenaikan jumlah kapital
untuk investasi yang terus-menerus (Irawan dan Suparmoko, 2002: 27).
Selain itu, berdasarkan teori pertumbuhan ekonomi Kaum Klasik
yang beranggapan bahwa pertumbuhan dan pembangunan ekonomi
bersumber utama dari modal (Suryana, 2000: 59). Sependapat dengan
teori pertumbuhan ekonomi Ekonom Kaum Klasik, Walt Whitman
Rostow dalam bukunya “The Stages of Economic” (1960)
mengemukakan teori 5 tahapan proses pertumbuhan ekonomi yang
menjelaskan tentang runtutan alur proses pertumbuhan atau
pembangunan ekonomi suatu negara, yang disalah satu tahapannya yaitu
untuk mencapai tahap lepas landas (take off) adalah berlakunya kenaikan
laju investasi/penanaman modal yang produktif kurang lebih 5-10% dari
3
Suryana, 2000: 62). Investasi di sektor produktif adalah semua jenis
investasi atau penanaman modal yang menambah
sumberdaya-sumberdaya baru yang nantinya akan meningkatkan stok modal suatu
negara sehingga pada gilirannya nanti akan meningkatkan tingkat output
dan pendapatan nasional (Arsyad, 2004: 214-215). Selain itu, teori model
pertumbuhan ekonomi Harrod-Domar tentang Teori Pertumbuhan
Mantap (steady growth theory) yang merupakan pengembangan analisis
Keynes lebih menekankan atau memberikan peranan kunci tentang
perlunya penanaman modal dalam proses penciptaan pertumbuhan
ekonomi (Jhingan, 1990: 291; Suryana, 2000: 66).
Modal atau capital sebagai faktor produksi pada pembangunan
ekonomi bukan dalam bentuk uang (money) tetapi real capital atau
capital goods (barang-barang modal). Penanaman/penambahan modal
terhadap persediaan barang modal biasanya disebut investasi
(Kamaluddin, 1996: 71-72). Menurut Standar Akuntansi Pemerintah
(2005) investasi dalam kerangka pemerintah didefinisikan sebagai
belanja modal/pembangunan yang memberi manfaat lebih dari satu
tahun. Pengertian tersebut ditekankan pada penggunaan asset untuk
meningkatkan kemampuan pemerintah dalam rangka pelayanan kepada
masyarakat/publik. Padahal suatu asset di pemerintah (pusat atau daerah),
khususnya asset tetap seperti dalam bentuk tanah, bangunan, infrastruktur
sarana dan prasarana publik, dan asset tetap lainnya yang diperoleh
4
Subiyanto, 2008: 4-5). Sehingga penginvestasian pemerintah yang
berasal dari belanja modal berdasarkan dari tahun ke tahun akan
berakumulasi menjadi akumulasi modal yang merupakan keharusan bagi
pembangunan perekonomian dan pertumbuhan ekonomi suatu negara
yang sedang berkembang untuk menjadi negara yang lebih maju,
sehingga semakin besar modal yang tersedia maka akan mempercepat
pembangunan ekonomi (Suryana, 2000: 72).
Teori pertumbuhan ekonomi tersebut secara otomatis berkaitan erat
dengan teori pengeluaran pemerintah dalam kerangka otonomi daerah.
Menurut model pembangunan tentang perkembangan pengeluaran
pemerintah yang dikembangkan Walt Whitman Rostow dengan
menghubungkan perkembangan pengeluaran pemerintah seiring
tahap-tahap pembangunan ekonomi yang pada tahap-tahap awal perkembangan
ekonomi, pemerintah akan membutuhkan investasi yang besar atau yang
lebih dikenal dengan Teori Dorongan Kuat (big push theory)
(Mangkoesoebroto, 1993: 170). Sedangkan Musgrave berpendapat
bahwa pada awal pertumbuhan ekonomi diharapkan pengeluaran
pemerintah untuk barang modal harus lebih besar sebagai pemberian
fasilitas sarana dan prasarana publik untuk pengembangan investasi dari
sektor swasta, yang demikian diharapkan bahwa peranan pemerintah
dalam pembentukan modal akan menurun setelah berlangsungnya proses
pertumbuhan ekonomi (Mangkoesoebroto, 1993: 170). Sedangkan teori
5
pengeluaran dan kegiatan pemerintah yang semakin meningkat telah
lama dirasakan, tendensi makin meningkatknya pengeluaran pemerintah
oleh Wagner dinamakan “Gesetz der wachsenden Ausdenhnung den
Staatstatigkeiten” atau hukum selalu makin meningkatnya
kegiatan-kegiatan negara (law of ever increasing state activties). Sehingga hukum
Wagner tersebut oleh R.A. Musgrave disebut hukum “growing public
expenditure” atau hukum makin meningkatnya pengeluaran-pengeluaran
pemerintah (Soetrisno, 1984: 364). Peningkatan kegiatan pemerintah
difokuskan untuk membangun infrastruktur sarana dan prasarana dengan
tujuan untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi.
Selain itu, tujuan otonomi diarahkan untuk kesejahteraan
masyarakat dan peningkatan kualitas pelayanan publik. Berdasarkan teori
hukum Wagner bahwa pengeluaran pemerintah akan selalu meningkat
seiring dengan meningkatnya kegiatan-kegiatan pemerintah dalam
rangka memacu laju pertumbuhan ekonomi melalui peningkatan
pelayanan publik yang merupakan salah satu pelaksanaan tujuan otonomi
daerah yang diimplementasikan pada pengeluaran belanja rutin
(Soetrisno, 1984: 364). Pengeluaran belanja rutin diidentikan sebagai
pengeluaran yang digunakan untuk membiayai kegiatan rutin sehari-hari
pemerintah dalam menjalankan tugas kepemerintahan yang ada setiap
tahun (Mardiasmo, 2002: 66). Pendapat tersebut didukung teori oleh
Walt Whitman Rostow tentang pengeluaran pemerintah yang didasarkan
6
menyatakan bahwa pengeluaran pemerintah semakin meningkat
berdasarkan kegiatannya dalam menjalankan tugas kepemerintahan
dalam rangka pelayanan publik untuk mewujudkan tujuan pelaksanaan
otonomi daerah (Mangkoesoebroto, 1993: 170; Soetrisno, 1984: 364).
Selain itu, tujuan utama penerapan otonomi daerah adalah untuk
meningkatkan pertumbuhan ekonomi (Mardiasmo, 2002: 59; Bastian,
2002: 354). Daerah yang pertumbuhan ekonominya positif mempunyai
kemungkinan kenaikan Pendapatan Asli Daerah (PAD) atau dengan kata
lain adanya peningkatan PAD merupakan ekses dari pertumbuhan
ekonomi atau Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) dan diyakini
antara PAD dan pertumbuhan ekonomi terdapat adanya korelasi (Saragih,
2003: 55-58). Pendapat tersebut didukung Teori Peacock dan Wiseman
yang mengemukakan suatu teori “bahwa perkembangan ekonomi
menyebabkan pemungutan pajak yang semakin meningkat walaupun tarif
pajak tidak berubah akan memberikan dampak pada meningkatnya
penerimaan pajak sehingga menyebabkan pengeluaran pemerintah juga
semakin meningkat. Oleh karena itu, dalam keadaan normal,
meningkatnya GNP menyebabkan penerimaan pemerintah yang semakin
besar, begitu juga dengan pengeluaran pemerintah menjadi semakin
besar pula” (Mangkoesoebroto, 1993: 173).
Namun keterkaitan antara teori dengan Realisasi Anggaran
Pendapatan Asli Daerah (PAD), Anggaran Belanja Rutin dan Anggaran
7
di Jawa Timur mengindikasikan adanya perbedaan. Salah satu
contohnya, pada Tabel.1 untuk Kabupaten Malang pada tahun 2002
Realisasi Anggaran PAD mengalami peningkatan dari Rp 26.701.090
menjadi Rp 34.069.212 tetapi peningkatan tersebut tidak diikuti
peningkatan pertumbuhan ekonomi yang justru menurun dari 4,35%
menjadi 3,84%.
Sedangkan pada tahun 2003 Realisasi Anggaran PAD menjadi Rp
53.566.115, kenaikan tersebut juga diikuti dengan meningkatnya
Tabel 1.1: Realisasi Anggaran Pendapatan Asli Daerah, Anggaran Belanja Rutin, Anggaran Belanja Modal dan Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten/Kota di Propinsi Jawa Timur Tahun 2001-2008
Penerimaan Asli
8
pertumbuhan ekonomi namun tidak begitu signifikan yang hanya naik
sebesar 0,13% dari 3,84 % menjadi 3,97%. Ketika pada tahun 2004,
pertumbuhan ekonomi naik sangat signifikan dan melonjak tajam sebesar
1,67% dari 3,97% menjadi 5,64%, namun PAD justru mengalami
penurunan dari Rp 53.566.115 menjadi Rp 43.504.733. Selain itu, pada
tahun 2008 Kabupaten Malang mengalami peningkatan PAD secara
drastis dari Rp 60.574.671 menjadi Rp 100.327.728, namun keadaan
tersebut berbanding terbalik yang mana pertumbuhan ekonomi justru
merosot sebesar 0,27% dari 6,06% menjadi 5,79%. Bahkan ketika awal
pelaksanaan otonomi daerah, pertumbuhan ekonomi Kota Kediri merosot
tajam yang mana ketika tahun 2001 pertumbuhan ekonomi sebesar
5,98% pada tahun 2002 turun sangat tajam menjadi minus (-) 2,49%,
sebaliknya PAD mengalami kenaikan dari Rp 13.704.520 menjadi Rp
21.246.977. Kondisi serupa juga dialami Ibu Kota Jawa Timur ketika
awal pelaksanaan otonomi daerah, yaitu pada tahun 2002 Penerimaan
Asli Daerah mengalami peningkatan dari Rp 208.238.135 menjadi Rp
277.863.171, namun pertumbuhan ekonomi justru mengalami penurunan
yang awalnya 4,25% pada tahun 2002 menjadi 3,81% dan pada tahun
2008 Realisasi Anggaran PAD Kota Surabaya mengalami peningkatan
dari Rp 583.483.623 menjadi Rp 767.659.692, namun kondisi tersebut
berbanding terbalik dengan pertumbuhan ekonomi yang malah
mengalami penurunan dari 6,83% menjadi 6,07%. Keadaan tersebut tidak
9
anggaran belanja rutin dan belanja modal. Contohnya, pada Tabel.1
untuk Kabupaten Malang pada tahun 2002, Realisasi Anggaran Belanja
Modal mengalami peningkatan secara tajam dari Rp 88.336.936 menjadi
Rp 150.765.674 tetapi pertumbuhan ekonomi justru menurun dari 4,35%
menjadi 3,84%. Bahkan penerimaan PAD mengalami penurunan secara
beruntun dari Rp 150.765.674 menjadi Rp 148.788.124 di tahun 2003,
lalu dari Rp 148.788.124 menjadi Rp 58.139.535 di tahun 2004. Namun
pertumbuhan ekonomi justru mengalami peningkatan pada tahun 2003
dari 3,84% menjadi 3,97 dan pada tahun 2004 dari 3,97% menjadi
5,64%. Sedangkan realisasi anggaran belanja rutin pada tahun 2002
mengalami peningkatan dari Rp 372.894.468 menjadi Rp 356.490.465
tetapi peningkatan tersebut tidak diikuti dengan peningkatan
pertumbuhan ekonomi yang malah menurun dari 4,35% menjadi 3,84%.
Bahkan untuk Realisasi Anggaran Belanja Rutin tahun 2008 mengalami
peningkatan secara drastis dari Rp 846.661.787 menjadi Rp
1.006.041.233, namun pertumbuhan ekonomi justru menurun dari 6,06%
menjadi 5,79%.
Lalu pada Kota Kediri, di awal pelaksanaan otonomi daerah
pertumbuhan ekonomi juga mengalami kondisi serupa, bahkan
pertumbuhan ekonominya terjun bebas berada pada level minus (-) yang
semula pada tahun 2001 5,98% menjadi -2,49% pada tahun 2002. Namun
pada tahun 2002 Realisasi Anggaran Belanja Modal dan Anggaran
10
26.909.263 menjadi Rp 61.384.556 dan Rp 101.528.706 menjadi Rp
127.364.744. Pada tahun 2004, pertumbuhan ekonomi naik secara drastis
sebesar 2,15% yang pada tahun 2003 3,86% menjadi 6,01% pada tahun
2004, tetapi Realisasi Anggaran Belanja Modal malah menurun dari Rp
63.650.827 menjadi Rp 40.681.420. Sedangkan tahun 2005 pertumbuhan
ekonomi turun tajam sebesar 4,43% dari 6,01 menjadi 1,58% dan kondisi
ini juga sama dengan Realisasi Anggaran Belanja Modal yang turun dari
Rp 40.681.420 menjadi Rp 29.482.721, tetapi sebaliknya Realisasi
Anggaran Belanja Rutin justru mengalami kenaikan sebesar Rp
46.855.512 dari Rp 165.171.754 menjadi Rp 211.657.266.
Keadaan pada beberapa Kabupaten/Kota di Jawa Timur juga
dialami Kota Surabaya yang diawal pelaksanaan otonomi daerah. Pada
tahun 2002 pertumbuhan ekonomi menurun dari 4,25% menjadi 3,81%,
namun untuk Realisasi Anggaran Belanja Modal justru mengalami
kenaikan dari Rp 81.563.010 menjadi Rp 247.917.302 dan untuk
Anggaran Belanja Rutin dari Rp 545.924.044 Rp 668.358.451. Terakhir,
pada tahun 2008 pertumbuhan ekonomi menurun dari 6,83% menjadi
6,07%, tetapi kondisi ini berbanding terbalik malah Realisasi Anggaran
Belanja Modal dan Anggaran Belanja Rutin mengalami peningkatan dari
Rp 727.778.192 menjadi Rp 857.930.714 dan Rp 1.778.973.126 menjadi Rp
1.910.722.949.
Adanya kesenjangan (gap) yang terjadi antara teori dengan realisasi
11
dan belanja rutin terhadap pertumbuhan ekonomi pada kasus/fenomena
yang terjadi pada Kabupaten/Kota di Jawa Timur serta masih jarangnya
penelitian yang menganalisis pengaruh pengeluaran anggaran belanja
rutin, karena sudah bukan rahasia umum bahwa besarnya pengeluaran
anggaran belanja rutin memunculkan jargon “pemerintah merupakan
sumber tempat pemborosan” yang ironisnya pengeluaran anggaran lebih
banyak dialokasikan pada belanja rutin yang dinilai kurang produktif
disebabkan tidak memiliki nilai tambah untuk menambah kekayaan/asset
pemerintah berupa asset tetap, bangunan, gedung, jalan, infrasturktur dan
lain-lain serta, menurut teori pertumbuhan ekonomi, seyogyanya
pemerintah lebih meningkatkan pembangunan ekonomi dalam rangka
untuk mencapai tahap tinggal landas yang menurut Rostow dinilai
berdasarkan laju pembangunan/pertumbuhan ekonomi.
Oleh karena itu, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian
dengan judul “Analisis Pengaruh Realisasi Anggaran Pendapatan Asli
Daerah, Pengeluaran Anggaran Belanja Modal, dan Pengeluaran
Anggaran Belanja Rutin Terhadap Pertumbuhan Ekonomi di Era
Otonomi Daerah (Studi Kasus Pada Kabupaten/Kota Di Jawa Timur
Tahun 2001-2008)”.
1.2. Perumusan Masalah
Dari latar belakang yang telah diuraikan sebelumnya, maka
12
dengan menggunakan metode penelitian studi kasus adalah untuk
mengetahui apakah realisasi anggaran pendapatan asli daerah,
pengeluaran anggaran belanja modal, dan pengeluaran anggaran belanja
rutin berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi di era Otonomi
Daerah pada Kabupaten/Kota di Jawa Timur tahun 2001-2008”.
1.3. Tujuan Penelitian
Berdasarkan latar belakang dan rumusan permasalahan diatas,
maka tujuan dari penelitian ini adalah untuk membuktikan pengaruh
realisasi anggaran pendapatan asli daerah, pengeluaran anggaran belanja
modal, dan pengeluaran anggaran belanja rutin terhadap pertumbuhan
ekonomi di Era Otonomi Daerah pada Kabupaten/Kota di Jawa Timur
tahun 2001-2008”.
1.4. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan akan dapat memberikan berbagai manfaat
untuk beberapa pihak sebagai berikut :
a. Peneliti.
Untuk memperdalam keilmuan di bidang sektor publik, baik
akuntansi/keuangan pemerintah maupun organisasi nirlaba.
b. Universitas.
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menyumbangkan sesuatu yang
13
Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur pada umumnya dan
Fakultas Ekonomi Jurusan Akuntansi pada khususnya untuk
konsentrasi Sektor Publik sebagai tambahan perbendaharaan referensi
dan mungkin dapat memberikan ide atau inspirasi untuk
pengembangan penelitian lebih lanjut bagi rekan-rekan yang mungkin
mengadakan penelitian di bidang yang sama berkaitan dengan tujuan
penelitian dimasa yang akan datang.
c. Peneliti selanjutnya.
Memberikan kontribusi atau referensi tambahan sebagai khazanah
ilmu pengetahuan untuk penelitian di bidang akuntansi sektor
publik/keuangan daerah serta pengukuran kinerja pemerintah.
d. Pemerintah.
Hasil penelitian ini diharapkan sebagai bukti empiris keterkaitan
tentang realisasi anggaran pendapatan asli daerah, pengeluaran
anggaran belanja modal dan pengeluaran anggaran belanja rutin
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Penelitian Terdahulu
Beberapa penelitian yang berkaitan dengan pengaruh penerimaan
dan pengeluaran pemerintah dan pertumbuhan ekonomi telah dilakukan
oleh peneliti-peneliti sebelumnya, yaitu:
a. Andi Luthfi Kurniawan (2008)
1) Judul penelitian:
“Analisis Pengaruh Pengeluaran Pemerintah Terhadap
Pertumbuhan Produk Domestik Regional Bruto Kabupaten
Ponorogo Tahun 1993-2006”.
2) Rumusan masalah:
a) Apakah pengeluaran rutin dan pengeluaran pembangunan
berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi PDRB di
Kabupaten Ponorogo tahun 1996-2006?
b) Lebih besar manakah pengaruh antara pengeluaran rutin dan
pengeluaran pembangunan dalam mempengaruhi perubahan
PDRB di Kabupaten Ponorogo tahun 1993-2006?
3) Hipotesis penelitian:
a) Variabel pengeluaran rutin dan pengeluaran pembangunan
mempunyai pengaruh signifikan terhadap pertumbuhan PDRB
di Kabupaten Ponorogo
15
b) Variabel pengeluaran pembangunan memiliki pengaruh yang
lebih besar terhadap pertumbuhan PDRB di Kabupaten
Ponorogo
4) Metode penelitian:
Model analisis ini menggunakan regresi linier berganda, dengan
variabel yang diuji adalah pertumbuhan PDRB, pengeluaran rutin
dan pengeluaran pembangunan
5) Hasil dan kesimpulan:
a) Pertumbuhan PDRB Kabupaten Ponorogo tahun 1993-2006
dipengaruhi secara signifikan oleh pengeluaran rutin dan
pengeluaran pembangunan. Hasil analisis statistik menunjukkan
bahwa faktor-faktor tersebut secara parsial maupun simultan
menunjukkan pengaruh yang signifikan terhadap pertumbuhan
PDRB di Kabupaten Ponorogo.
b) Variabel pengeluaran pembangunan mempunyai pengaruh yang
lebih besar terhadap pertumbuhan PDRB di Kabupaten
Ponorogo tahun 1993-2006, yang ditunjukkan oleh nilai
koefisien pengeluaran pembangunan yang lebih besar daripada
variabel pengeluaran rutin. Hal tersebut berarti semakin
meningkatnya pengeluaran pembangunan maka pertumbuhan
PDRB Kabupaten Ponorogo juga akan meningkat.
b. Ardi Hamzah (2007)
16
“Pengaruh Belanja dan Pendapatan Terhadap Pertumbuhan
Ekonomi, Kemiskinan dan Pengangguran (Studi Pada APBN 1999
– 2006)".
2. Tujuan penelitian ini dilakukan untuk:
a) Mengetahui pengaruh belanjat-1 terhadap pendapatant
b) Mengetahui pengaruh pendapatant dan belanjat terhadap
pertumbuhan ekonomit, kemiskinant dan penganggurant.
c) Mengetahui pengaruh pendapatant-1 dan belanjat-1 terhadap
pertumbuhan ekonomit, kemiskinant dan penganggurant.
d) Mengetahui pengaruh pertumbuhan ekonomit dan pertumbuhan
ekonomit terhadap kemiskinant dan penganggurant.
3. Hipotesis penelitian:
HA1: belanjat-1 berpengaruh terhadap pendapatant.
HA2: pendapatant berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomit.
HA3: pendapatant berpengaruh terhadap pertumbuhan kemiskinant.
HA4: pendapatant berpengaruh terhadap pertumbuhan
penganggurant.
HA5: belanjat berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomit.
HA6: belanjat berpengaruh terhadap pertumbuhan penganggurant.
HA7: belanjat berpengaruh terhadap pertumbuhan kemiskinant.
HA8: pendapatant-1 berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomit.
HA9: pendapatant-1 berpengaruh terhadap kemiskinant.
HA10: pendapatant-1 berpengaruh terhadap penganggurant.
17
HA12: belanjat-1 berpengaruh terhadap kemiskinant.
HA13: belanjat-1 berpengaruh terhadap penganggurant.
HA14: pertumbuhan ekonomit berpengaruh terhadap kemiskinant.
HA15: pertumbuhan ekonomit berpengaruh terhadap
penganggurant.
HA16: pertumbuhan ekonomit-1 berpengaruh terhadap kemiskinant.
HA17: pertumbuhan ekonomit-1 berpengaruh terhadap
penganggurant.
4. Metode penelitian:
Analisisnya menggunakan analisis deskripsi dan analisis uji
statistik regresi, dengan variabel yang diteliti adalah pendapatan,
belanja, pengangguran, kemiskinan, dan pertumbuhan ekonomi
dengan rentang waktu penelitian dari tahun 1999-2006.
5. kesimpulan:
Berdasarkan hasil dan pembahasan, maka kesimpulan penelitian ini
adalah pendapatan dan belanja secara rata-rata mengalami
peningkatan, tetapi peningkatan secara rata-rata pendapatan dan
belanja adalah lebih besar pada belanja dibanding pendapatan. Ini
menunjukkan secara rata-rata adanya defisit. Pertumbuhan
ekonomi dan penganggurant secara rata-rata mengalami
peningkatan, sedangkan kemiskinant mengalami fluktuatif dari
tahun ke tahun. Dengan pengujian regrasi menunjukkan bahwa
belanjat-1 berpengaruh secara positif terhadap pendapatant. Untuk
18
pengaruh yang signifikan positif. Pengaruh belanjat terhadap
penganggurant menunjukkan pengaruh yang signifikan positif.
Untuk pengaruh pendapatant-1 terhadap penganggurant
menunjukkan pengaruh yang signifikan positif. Pengaruh belanjat-1
terhadap penganggurant menunjukkan pengaruh yang signifikan
positif. Untuk pengaruh pertumbuhan ekonomitt-1 terhadap
penganggurant menunjukkan pengaruh yang signifikan. Sedangkan
kesimpulan hasil penelitian yang tidak disebutkan menunjukkan
hasil tidak memiliki pengaruh yang signifikan.
c. Asnafiah Yuliati (2001)
Asnafiah Yuliati melakukan penelitian tentang ”Kemandirian dan
Pertumbuhan Ekonomi dalam Menyongsong Otonomi Daerah”.
Tulisan yang dilakukan oleh Yuliati bertujuan untuk mengetahui
tingkat kemandirian dan tingkat PDRB riil atau pertumbuhan ekonomi
daerah Kabupaten Sleman didalam menyongsong Otonomi Daerah.
Variabel yang digunakan untuk mengukur tingkat kemandirian adalah
rasio Pendapatan Asli Daerah (PAD) dan Bantuan Pemerintah (B)
terhadap Total Penerimaan Daerah (TPD), rasio PAD terhadap
Pengeluaran Rutin (PR) dan rasio PAD terhadap Pengeluaran
Pembangunan (PP). Sedangkan untuk mengukur pengaruh peranan
pemerintah daerah terhadap tingkat pertumbuhan ekonomi (PDRB
riil) digunakan variabel PAD, PR, PP secara riil serta variabel lain
yaitu angkatan kerja dengan rentang waktu penelitian dari tahun
19
Hasil analisis statistik untuk uji kemandirian menghasilkan
kecenderungan dari rasio PAD/TPD, PAD/PR signifikan, artinya ada
kecenderungan peningkatan kemandirian dilihat dari proporsi PAD
terhadap TPD dan kemampuan PAD dalam membiayai pengeluaran
rutinnya selama tahun 1982/1983-1995/1996 menjelang otonomi
daerah terbukti. Namun kecenderungan rasio B/TPD signifikan,
artinya kecenderungan peningkatan bantuan atau ketergantungan
daerah masih nyata. Kemudian kecenderungan rasio PAD/PP tidak
signifikan, artinya kemampuan PAD didalam membiayai pengeluaran
pembangunan tidak terbukti. Selain itu, hasil analisis statistik untuk
pengaruh variabel PAD dan pengeluaran pembangunan riil terhadap
pertumbuhan ekonomi mempunyai pengaruh yang positif dan
signifikan, sedangkan variabel pengeluaran rutin tidak berpengaruh
terhadap pertumbuhan ekonomi.
d. David Harianto dan Priyo Hari Adi (2007)
1. Judul penelitian:
“Hubungan Antara Dana Alokasi Umum, Belanja Modal,
Pendapatan Asli Daerah dan Pendapatan Per Kapita”.
2. Rumusan permasalahan:
a) Bagaimana hubungan Dana Alokasi Umum dengan Belanja
Modal?
b) Bagaimana hubungan Belanja Modal dengan Pendapatan Asli
20
c) Bagaimana hubungan Belanja Modal dengan Pendapatan Per
Kapita?
d) Bagaimana hubungan Pendapatan Asli Daerah dengan
Pendapatan Per Kapita?
3. Hipotesis penelitan:
H1: Dana Alokasi Umum berpengaruh positif terhadap Belanja
Modal
H2: Belanja Modal berpengaruh positif terhadap Pendapatan Asli
Daerah
H3: Belanja Modal berpengaruh positif terhadap Pendapatan Per
Kapita
H4: Pendapatan Asli Daerah berpengaruh positif terhadap
Pendapatan Per Kapita
4. Metode penelitian:
Untuk menganalisis hubungan antara variabel menggunakan model
struktural dengan analisis deskriptif dan analisis jalur (path
analysis). Variabel yang diteliti yaitu Pendapatan Asli Daerah
(PAD), Pendapatan Per Kapita (PDRB Per Kapita), Belanja Modal
(BM), dan Dana Alokasi Umum (DAU) dengan rentang waktu
penelitian dari tahun 2001-2004.
5. Hasil penelitian:
Hasil penelitian memberikan bukti empiris secara statistik bahwa
DAU berpengaruh positif dan signifikan terhadap BM, sedangkan
21
tetapi mempunyai hubungan yang positif dalam hubungan tidak
langsung melalui PAD terhadap PDRB Per Kapita, kemudian PAD
berpengaruh signifikan dan positif terhadap PDRB Per Kapita, dan
DAU mempunyai dampak yang signifikan terhadap PAD melalui
BM (efek tidak langsung).
e. Priyo Hari Adi (2006)
1. Judul penelitian:
“Hubungan Antara Pertumbuhan Ekonomi Daerah, Belanja
Pembangunan dan Pendapatan Asli Daerah (Studi Pada Kabupaten
Kota Se Jawa-Bali”.
2. Rumusan masalah:
a) Bagaimana dampak belanja pembangunan terhadap
pertumbuhan ekonomi?
b)Bagimana dampak pertumbuhan ekonomi terhadap kemandirian
daerah?
3. Metode penelitian:
Alat uji penelitian menggunakan analisis deskriptif dan analisis
jalur (path analysis), dengan variabel yang diteliti adalah
pertumbuhan ekonomi (PDRB), Belanja Modal/Pembangunan, dan
Pendapatan Asli Daerah dengan rentang waktu penelitian dari
tahun 1998-2003.
4. Hasill penelitian:
Hasil penelitian menunjukkan bahwa belanja pembangunan
22
pertumbuhan ekonomi, dan pertumbuhan ekonomi daerah
mempunyai dampak secara signifikan terhadap peningkatan PAD
yang nantinya dengan sendirinya akan membuat daerah dapat
menjalankan roda kepemerintahan melalui pembiayaan secara
mandiri.
f. Ratih Dwimbantari Putri (2006)
1) Judul penelitian:
“Pengaruh Pengeluaran Pemerintah Daerah Terhadap Pertumbuhan
Ekonomi Daerah di Indonesia”.
2) Rumusan permasalah:
“Apakah konsumsi pemerintah daerah dan investasi daerah secara
parsial dan simultan berpengaruh signifikan pada pertumbuhan
ekonomi daerah di indonesia peridoe tahun 1996-2006.
3) Hipotesis penelitian:
“diduga konsumi pemerintah daerah dan investasi pemerintah
daerah berpengaruh signifikan secara parsial maupun simultan
dengan pertumbuhan pada ekonomi di indonesia/daerah tahun
1993-2001”.
4) Metodologi penelitian:
Metodenya menggunakan analisis deskripsi dan uji regresi, dengan
variabel investasi pemerintah daerah, konsumsi pemerintah daerah,
dan investasi.
23
a) Hasil perhitungan regresi menunjukkan bahwa variabel
konsumsi pemerintah daerah, investasi pemerintah daerah, dan
investasi swasta daerah secara parsial dan simultan mempunyai
pengaruh yang positif dan signifikan terhadap pertumbuhan
ekonomi daerah di Indonesia selama periode 1996-2003.
b) Konsumsi pemerintah daerah terbukti memiliki pengaruh yang
positif terhadap pertumbuhan ekonomi daerah di Indonesia.
Meningkatnya konsumsi pemerintah daerah sebesar 1%
berdampak pada peningkatan pertumbuhan ekonomi daerah di
Indonesia sebesar 1,218523%.
c) Investasi pemerintah daerah memiliki pengaruh yang positif dan
signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi daerah di Indonesia.
Meningkatnya investasi pemerintah daerah sebesar 1%
berdampak pada peningkatan pertumbuhan ekonomi di
Indonesia sebesar 0,612499%.
d) Investasi swasta daerah memiliki pengaruh yang positif dan
signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi daerah di Indonesia.
Meningkatnya investasi swasta daerah sebesar 1% berdampak
pada peningkatan pertumbuhan ekonomi daerah sebesar
0,077286%.
Penelitian sekarang atau penelitian yang dilakukan kali ini berbeda
dengan penelitian terdahulu. Perbedaan penelitian ini dengan yang
terdahulu, yaitu 1) rentang waktu penelitian, 2) objek penelitian, dan 3)
24
dengan penelitian yang sekarang adalah variabel yang diteliti, yaitu
pertumbuhan ekonomi (PDRB), anggaran pendapatan asli daerah (PAD),
pengeluaran anggaran belanja modal (BM), dan pengeluaran anggaran
belanja rutin (BR). Walaupun variabel yang digunakan penelitian
terdahulu sama dengan penelitian sekarang, namun secara keseluruhan
content penelitian ini tidak identik dengan yang terdahulu, sehingga
penelitian ini terlepas dan terbebas dari plagiat/penjiplakan.
2.2. Landasan Teori
2.2.1. Pengertian Otonomi Daerah dan Desentralisasi
Pengertian otonomi daerah tidak bisa lepas dari pemaknaan asas
desentralisasi. Desentralisasi sendiri menurut UU No. 33 Tahun 2004 dan
UU No. 32 Tahun 2004 adalah penyerahan wewenang pemerintahan oleh
Pemerintah Pusat kepada daerah otonom untuk mengatur dan mengurus
urusan pemerintahan dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Pengertian ini sesuai dengan definisi desentralisasi yang dikemukakan
oleh Rondinelli yaitu perpindahan kewenangan atau pembagian
kekuasaan dari tingkat nasional ke tingkat regional. Penafsiran dan
pemaknaan berupa pelimpahan atau perpindahan kewenangan dalam
pengaturan dan kepengurusan rumah tangganya sendiri merupakan
prinsip utama otonomi daerah (Bastian, 2006: 331).
Sedangkan Abdul Halim berpendapat bahwa otonomi daerah
adalah kewenangan daerah otonom untuk mengatur dan mengurus
25
aspirasi masyarakat sesuai dengan peraturan perundang-undangan
(Halim, 2007: 328).
Menurut Indra Bastian, otonomi daerah merupakan upaya
pemberdayaan daerah dalam pengambilan keputusan daerah berkaitan
dengan pengelolaan sumber daya yang dimiliki sesuai dengan
kepentingan, prioritas dan potensi daerah tersebut berdasarkan aspirasi
masyarakat sesuai dengan perundang-undangan (Bastian, 2006: 2).
Selain itu, menurut UU No. 32 tahun 2004 otonomi daerah adalah
hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan
mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat
setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan
Maka, berdasarkan pengertian diatas otonomi daerah dimaknai
sebagai perpanjangan konsep desentralisasi yaitu pemberian atau
pelimpahan wewenang oleh pemerintah pusat kepada pemerintah daerah
untuk mengatur dan mengurus rumah tanggannya sendiri serta
pengambilan keputusan untuk penetapan dan pelaksanaan kebijakan
dalam rangka pengelolaan potensi sumber daya dan dana daerah menurut
prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat yang tidak bertentangan
dengan perundang-undangan serta terintegrasi pada visi, misi, dan tujuan
yang ditetapkan oleh pemerintah pusat dalam sistem Negara Kesatuan
26
2.2.2. Pertumbuhan Ekonomi (Growth Economic) 2.2.2.1. Pengertian Pertumbuhan Ekonomi
Pertumbuhan ekonomi menurut Sumitro Djojohadikusumo (1991:
1) adalah suatu proses yang berpokok pada proses peningkatan produksi
barang dan jasa dalam kegiatan ekonomi masyarakat (Pirade, 2006: 9).
Sedangkan menurut Dr. Boediono (1985: 1) pertumbuhan ekonomi
adalah adalah suatu proses kenaikan output perkapita dalam jangka
panjang. (Kuncoro, 2004: 129; Tarigan, 2007: 46). Jadi persentase
pertambahan output itu haruslah tinggi dari persentase pertambahan
jumlah penduduk dan ada kecenderungan dalam jangka panjang bahwa
pertumbuhan akan berlanjut. Menurut Boediono ada ahli ekonomi yang
membuat definisi yang lebih ketat, yaitu pertumbuhan ekonomi haruslah
“bersumber dari proses intern perekonomian tersebut” (Tarigan, 2007:
46).
Selain itu, Todaro (1994: 282) berpendapat bahwa pertumbuhan
ekonomi dapat didefinisikan sebagai proses yang mantap dimana
kapasitas produktif dari suatu perekonomian meningkat sepanjang waktu
untuk menghasilkan tingkat pendapatan nasional/lokal yang semakin
besar (Pirade, 2006: 11). Sedangkan Prof. Kuznet, orang yang menerima
Hadiah Nobel dalam “Ilmu Ekonomi” pada tahun 1871, mendefinisikan
pertumbuhan ekonomi sebagai kemampuan jangka panjang untuk
menyediakan berbagai barang ekonomi yang terus meningkat kepada
masyarakat. Kemampuan ini tumbuh atas dasar kemajuan teknologi,
27
Dari pengertian diatas, Pertumbuhan ekonomi dapat disimpulkan
bahwa peningkatan proses kenaikan kapasitas produktif berupa
peningkatan produksi barang dan jasa yang bersifat dan berasal dari
kegiatan ekonomi atau output perkapita dalam jangka panjang dari suatu
perekonomian untuk meningkatkan kesejateraan masyarakat dan
peningkatan pendapatan nasional/regional dari tahun ke tahun.
2.2.2.2. Faktor-Faktor Pertumbuhan Ekonomi
Pertumbuhan ekonomi yang diproksikan dengan adanya kenaikan
produk domestik regional bruto (PDRB), sangat ditentukan oleh
faktor-faktor pertumbuhan ekonomi itu sendiri, yaitu:
a. Tenaga kerja
Faktor tenaga kerja merupakan salah satu faktor produksi yang
terpenting dalam kaitannya dengan meningkatkan PDRB suatu negara
dari segi jumlahnya, semakin banyak jumlah tenaga kerja yang
digunakan dalam proses produksi semakin tinggi pula tingkat aktivitas
memproduksi barang dan jasa dalam peredaran perekonomian daerah
tersebut. Namun, faktor tenaga kerja tidak cukup dilihat dari segi
jumlahnya saja, melainkan harus diperhatikan kualitas tenaga kerja
tersebut.
b. Kapital
Faktor kapital juga merupakan faktor produksi yang sangat penting
dalam menentukan tinggi rendahnya pendapatan nasional. Namun
sering disalahartikan bahwa tanpa kapital, perekonomian suatu negara
28
tetapi bukan merupakan faktor satu-satunya yang menentukan
pertumbuhan ekonomi, bahwa sesungguhnya kapital sering sekali
merupakan pelengkap dari berbagai faktor utama pendorong
pertumbuhan ekonomi pada permulaan pertumbuhan ekonomi di suatu
negara. Agar dapat ditingkatkan penggunaan kapital, maka harus
diketahui pula sumber kapital untuk pembangunan. Kapital dapat
terbentuk melalui berbagai sumber, diantaranya:
1. Tabungan masyarakat
2. Pajak
3. Pinjaman
4. dan sumber-sumber pembiayaan lainnya
c. Tanah dan Kekayaan Alam Sekitarnya
Kekayaan alam suatu negara/daerah meliputi luas sumber daya alam
dan sumber dana yang terdapat pada negara/daerah tersebut. Kekayaan
alam akan dapat mempermudah usaha untuk membangun
pereknomian sesuatu negara, terutama pada masa-masa permulaan
proses pertumbuhan ekonomi.
d. Teknologi
Pertumbuhan ekonomi dapat ditingkatkan dengan perbaikan
teknologi. Teknologi adalah cara untuk mengolah atau menghasilkan
suatu jenis barang atau jasa tertentu. Teknologi mempunyai hubungan
dengan inovasi, yaitu penemuan baru yang telah diterapkan dalam
29
menemukan komoditi baru, menentukan barang produksi baru, dan
sebagainya.
e. Faktor Sosial
Faktor sosial mempunyai peran yang tidak kalah pentingnya dalam
pertumbuhan ekonomi. Faktor sosial ini penting sekali dan juga sering
dilupakan atau dianggap tidak begitu penting dalam pengaruhnya pada
pertumbuhan ekonomi. Namun faktor ini dapat menjadi hambatan
dalam mencapai sasaran pembangunan dan pertumbuhan ekonomi.
Faktor sosial diantaranya adalah adat istiadat, keamanan, politik, dan
sebagainya (Pirade, 2006: 15).
2.2.2.3. Ciri Pertumbuhan Ekonomi
Menurut Kuznet dalam buku Todaro, karakteristik dalam proses
pertumbuhan ekonomi ada 6 (enam), yaitu:
a. Tingginya tingkat perkembangan output perkapita penduduk.
b. Tingginya penambahan jumlah faktor produksi, terutama tenaga kerja.
c. Tingginya tingkat tranformasi stuktur ekonomi.
d. Tingginya tingkat transformasi sosial ideology.
e. Kecenderungan Negara-negara yang ekonominya sudah maju untuk
pergi ke seluruh pelosok dunia guna mendapatkan pasaran dan bahan
baku.
f. Pertambahan penduduk terbatas.
Ke-6 karakteristik tersebut saling memperkuat dan mempercepat
penemuan-30
penemuan baru yang dapat mendorong pertumbuhan ekonomi
selanjutnya (Pirade, 2006: 16).
2.2.2.4. Teori Pertumbuhan Ekonomi
Teori pertumbuhan ekonomi sudah dimulai semenjak
didengungkannya Revolusi Industri di Inggris. Perkembangan teori
pertumbuhan ekonomi dipelopori oleh Kaum Klasik yang disempurnakan
seiring berkembangnya perekonomian dunia. Berikut beberapa teori
pertumbuhan ekonomi yang didasarkan kaitannya dengan pengeluaran
pemerintah.
a. Teori Pertumbuhan Ekonomi Rostow
Analisa teori tentang tahap-tahap pertumbuhan ekonomi, Rostow
menitikberatkan pada pembahasan peranan beberapa faktor tertentu
yang menyebabkan pertumbuhan ekonomi dan ciri-ciri perubahan
yang tercipta dalam tiap-tiap tahap pembangunan pada suatu
masyarakat. Analisa Rostow didasarkan pada keyakinan bahwa
pertumbuhan ekonomi tercipta sebagai akibat dari timbulnya
perubahan yang fundamental bukan saja pada corak ekonomi tetapi
juga pada kehidupan politik dan hubungan sosial dalam masyarakat
(Pirade, 2006:16). Tahap-tahap pertumbuhan ekonomi menurut
Rostow ada 5 (lima) tahapan, yaitu:
1. Tahap masyarakat tradisional (The traditional society)
Menurut Rostow, masyarakat tradisional adalah suatu masyarakat
yang strukturnya berkembang didalam fungsi produksi yang
31
masyarakat seperti sebelum masa Newton. Maksud dari masyarakat
sebelum Newton adalah suatu masyarakat yang masih
menggunakan cara-cara memproduksi relatife primitive dan
dipengaruhi oleh kebiasaan yang berlaku turun temurun. Tahap
masyarakat tradisional menunjukkan tingkat produksi perkapita dan
tingkat produktifitas per pekerja masih sangata terbatas karena
sebagian besar dari sumber daya masyarakat digunakan untuk
kegiatan dalam sektor pertanian.
2. Tahap prasyarat untuk lepas landas (The preconditions for take off)
Rostow mendefinisikan tahap ini sebagai masa transisi pada saat
masyarakat mempersiapkan dirinya untuk mencapai pertumbuhan
yang mempunyai kekuatan untuk terus berkembang.
3. Tahap lepas landas (The take off)
Permulaan dari lepas landas berlakunya perubahan yang sangat
drastis dalam masyarakat seperti revolusi politik, terciptanya
kemajuan yang sangat pesat dalam invosi atau berupa terbukanya
pasar-pasar baru.
Ciri-ciri tahap ini adalah:
a) Berlakunya kenaikan dalam penanaman modal yang produktif
b) Berlakunya perkembangan dari sektor industri dengan tingkat
laju perkembangan perekonomian yang tinggi
c) Terciptanya suatu rangka dasar politik, sosial dan institusional
32
Gerakan ke arah kedewasaan adalah suatu masyarakatnya sudah
secara selektif menggunakan teknologi modern pada sebagian besar
faktor produksi dan kekayaan alamnya.
Ciri-ciri tahap ini adalah
a) Struktur dan keahlian tenaga kerja mengalami perubahan
b) Sifat kepimpinan dalam perusahaan mengalami perubahan
c) Kritik dan saran terhadap indutrialisasi mulai muncul sebagi
akibat dari ketidakpuasan terhadap dampak industrialisasi
5. Tahap konsumsi tinggi (The age of high mass-consumption)
Tahap konsumsi tinggi adalah perhatian masyarakat lebih
menekankan pada masalah yang berkait dengan konsumsi dan
kesejahteraan masyarakat. Pada masa konsumsi tinggi tujuan dari
Negara adalah:
a) Memperbesar kekuasanaan dan pengaruh kepada Negara lain
b) Meningkatkan kemakmuran yang merata pada penduduknya
denan cara mengusahakan pembagian pendapatan yang lebih
merata
c) Mempertinggi tingkat kesejahteraan masyarakat (Suryana, 2000:
60-64).
b. Teori Pertumbuhan Harrord-Domar
Teori Harrord-Domar tetap mempertahankan pendapat dari ahli
ekonomi terdahulu yang menekankan tentang peranan pembentukan
modal dalam menciptakan pertumbuhan ekonomi. Tetapi berbeda
33
perhatian pada aspek pembentukan modal saja. Menurut pendapat
Kaum Klasik, pembentukan modal merupakan suatu pengeluaran yang
akan menambah kesanggupan masyarakat untuk menambah produksi.
Sedangkan dalam analisis Keynes, mengabaikan peranan
pembentukan modal sebagai pengeluaran yang akan mempertinggi
kesanggupan sektor produksi untuk menghasilkan barang-barang yang
diperlukan masyarakat, karena dianggap tingkat kegiatan ekonomi
ditentukan oleh tingkat pengeluaran seluruh masyarakat dan buka
pada kesanggupan alat-alat modal untuk memproduksi barang.
Teori Harrod-Domar memperhatikan kedua fungsi dari
pembentukan modal tersebut dalam kegiatan ekonomi. Pembentukan
modal dipandang sebagai pengeluaran yang akan menambah
kesanggupan suatu perekonomian untuk menghasilkan barang dan
sebagai pengeluaran yang akan menambah permintaan efektif dari
masyarakat. Analisis ini bertujuan untuk menunjukkan syarat yang
diperlukan agar dalam jangka panjang kemampuan memproduksi
yang bertambah dari tahun ke tahun akan selalu digunakan (Pirade,
2006: 20).
Teori Harrod-Domar mempunyai beberapa asumsi, yaitu:
1. Perekonomian dalam keadaan tenaga kerja penuh (full employment)
dan barang-barang modal yang ada dalam masyarakat digunakan
secara penuh.
2. Perekonomian dari dua sektor, yaitu sektor rumah tangga dan
34
3. Besarnya tabungan masyarakat adalah proporsional dengan
pendapatan nasional/regional, berari fungsi tabungan dimulai dari
titik 0 (nol).
4. Kecenderungan untuk menabung (marginal propensity to save =
MPS) besarannya tetap (Arsyad, 2004:64-65).
c. Teori Pertumbuhan Kaldor
Asumsi dasar model Kaldor adalah sebagai berikut:
1. Model ini didasarkan pada asumsi kerja penuh seperti dalam model
Keynes, yaitu penawaran agregat jangka pendek barang jasa adalah
inelastik dan tidak peka terhadap segala perubahan di dalam
permintaan moneter.
2. Kemajuan teknologi tergantung pada akumulasi modal. Untuk hal
ini, Kaldor mendefinisikan fungsi kemajuan teknologi sebagai hasil
bersama dua kecenderungan pertumbuhan modal dan pertumbuhan
produktifitas.
3. Pendapatan dari upah dan keuntungan. Upah terdiri dari upah dan
penghasilan serta keuntungan terdiri dari pendapatan pengusaha
dan pemilik harta.
Model Kaldor bekerja dalam dua tahap, yaitu:
1. Penduduk yang bekerja konstan
Laju pertumbuhan proporsional dalam keseluruhan pendapatan
akan sama cepatnya dengan laju pertumbuhan proporsional dalam
output perkapita.
35
Perubahan proporsional dalam keseluruhan pendapatan nyata
merupakan jumlah dari perubahan proporsional output perkapita
dan perubahan proporsional keseluruhan penduduk yang bekerja.
Salah satu ciri terpenting pada model Kaldor adalah
memperkenalkan fungsi kemajuan teknik yang dihubungkan dengan
pertumbuhan produktifitas dan akumulasi modal. Sedangka fungsi
produksi menghubungkan output perkapita dengan modal perkapita
(Pirade, 2006: 21).
2.2.2.5. Ukuran Pertumbuhan Ekonomi
Program utama diberlakukannya otonomi daerah menurut Mardismo
(2002: 59) dan Bastian (2006: 354) adalah bertujuan untuk meningkatkan
pertumbuhan perekonomian dan pembangunan infrastruktur demi
mewujudkan pelayanan publik. Pertumbuhan ekonomi dipergunakan
untuk menerangkan dan mengukur perkembangan dari kinerja
perekonomian atau kegiatan makroekonomi serta pembangunan
infrastruktur suatu negara/daerah yang merepresentasikan perwujudan
pelayanan publik dari pemerintah (Nanga, 2005: 13; Pracoyo dan
Pracoyo, 2005: 25), disamping itu juga merupakan alat ukur indikator
keberhasilan pemerintah daerah melaksanakan otonomi daerah (Bastian,
2006: 342).
Indikator pertumbuhan ekonomi dalam skala nasional ditunjukkan
pada Gross National Product (GNP) atau Produk Nasional Bruto (PNB)
yang merupakan suatu ukuran dari output barang dan jasa dari suatu
36
berlokasi di dalam negara itu ataukah terdapat di luar negeri. Maka untuk
mengukur produksi domestik, para juru hitung pendapatan nasional
maupun lokal menggunakan konsep lain, yaitu produk domestik bruto
(gross domestic product) atau Produk Domestik Regional Bruto (PDRB)
(Nanga, 2005: 15).
Selain itu, kinerja perekonomian suatu negara/daerah dalam
periode tertentu dapat diukur melalui satu indikator penting, yaitu data
pendapatan nasional/regional. Konsep kunci dalam laporan pendapatan
nasional/regional adalah Produk Domestik Bruto/Produk Domestik
Regional Bruto (Pracoyo dan Pracoyo, 2005: 25)
Secara tradisonal, pertumbuhan ekonomi ditujukan untuk
peningkatan yang berkelanjutan pada PDRB (Kuncoro, 2004: 62).
Sehingga peningkatan pertumbuhan ekonomi (PDRB) riil merupakan
salah satu indikator alat ukur keberhasilan suatu daerah dalam
melaksanakan otonomi daerah yang mewakili kenaikan pendapatan
perkapita penduduk suatu daerah dan kinerja perekonomian/kegiatan
makroekonomi suatu daerah (Mardiasmo, 2002: 221; Nanga, 2005: 13;
Bastian, 2006: 342; Purbadharmaja, 2006: 81).
2.2.2.6. Pengertian Produk Domestik Regional Bruto (PDRB)
Produk Domestik Bruto (PDB) adalah suatu cara penghitungan
jumlah produksi ekonomi suatu wilayah dalam jangka waktu tertentu.
Produk Domestik Bruto merupakan salah satu perhitungan pendapatan
37
Selain itu, menurut Lincolin Arsyad, Gross Domestic Product
(GDP) yang dalam bahasa indonesianya disebut sebagai Produk
Domestik Bruto diartikan sebagai jumlah nilai produksi barang-barang
dan jasa-jasa akhir yang dihasilkan oleh sektor-sektor produktif, yaitu
pertanian; industri pengolahan; pertambangan dan galian; listrik; air dan
gas; bangunan; pengangkutan dan komunikasi; perdagangan; bank dan
lembaga keuangan; sewa rumah; pertahanan; dan jasa-jasa lainnya
selama satu tahun fiskal (Arsyad, 2004: 14).
Menurut Muana Nanga, PDB didefinisikan sebagai total nilai atau
harga pasar dari seluruh barang dan jasa akhir yang dihasilkan oleh suatu
perekonomian suatu negara selama kurun waktu tertentu, biasanya satu
tahun (Nanga, 2005: 13).
Sehingga PDRB, yang merupakan alat ukur PDB di tingkat lokal,
dapat disimpulkan sebagai suatu cara penghitungan total nilai produksi
atau harga pasar dari seluruh jumlah produksi ekonomi suatu
wilayah/daerah berupa barang dan jasa akhir yang dihasilkan oleh
sektor-sektor produktif pada 11 sektor-sektor ekonomi dalam jangka waktu tertentu,
biasanya 1 tahun.
2.2.2.7. Pendekatan Perhitungan PDRB
Cara perhitungan PDRB dapat diperoleh melalui tiga pendekatan,
yaitu:
a. Pendekatan produksi
Menurut pendekatan produksi PDRB diartikan sebagai jumlah nilai
38
suatu wilayah dalam jangka waktu tertentu (satu tahun). Unit-unit
produksi tersebut dalam penyajiannya dikelompokkan menjadi 11
sektor atau lapangan usaha, yaitu:
1. Sektor pertanian
2. Sektor pertambangan dan penggalian
3. Sektor indsutri pengolahan
4. Sektor listrik, gas dan air bersih
5. Sektor bangunan dan konstruksi
6. Sektor perdagangan, hotel dan restroran
7. Sektor pengangkutan dan komunikasi
8. Sektor bank dan lembaga keuangan lainnya
9. Sektor sewa rumah
10. Sektor pemerintah
11. Sektor jasa
b. Pendekatan pendapatan
Menurut pendekatan pendapatan PDRB diartikan sebagai jumlah balas
jasa yang diterima oleh faktor produksi yang ikut dalam proses
produksi di suatu wilayah dalam jangka waktu tertentu, satu tahun).
Balas jasa yang dimaksud adalah upah dan gaji, sewa tanah, bunga
modal, dan keuntungan yang semuanya belum dipotong pajak
penghasilan dan pajak langsung lainnya.
c. Pendekatan pengeluaran
Menurut pendekatan pengeluaran, pegnhitungan produk domestik
39
pengeluran yang dilakukan oleh para pelaku ekonomi suatu negara
pada periode tertentu. Secara matematis ditunjukan dengan persamaan
berikut:
GDP = C + I + G + (X-M)
Persamaan diatas menunjukkan pengeluaran pada empat pelaku
ekonomi, yang dikategorikan sebagai berkut:
1. C (consumption) yang diidentitaskan sebagai pengeluaran
(konsumsi) rumah tangga untuk barang konsumen.
2. I (investment) dimaksudkan sebagai pengeluaran perusahaan atau
investasi untuk modal baru dalam bentuk persediaan peralatan
pabrik.
3. G (governmnert) diartikan sebegai pengeluaran dan investasi
pemerintah.
4. (X-M) diartikan sebagi pengeluaran netto oleh luar negeri, atau
ekspor dikurangi impor. (Pracoyo dan Pracoyo, 2005: 26; Pirade,
2006: 27).
Oleh karena itu hasil ketiga perhitungan untuk PDRB tersebut,
secara konsep seharusnya pengeluaran harus sama dengan jumlah barang
dan jasa akhir yang dihasilkan dan harus sama pula dengan jumlah
pendapatan untuk faktor-faktor produksi lainnya.
2.2.2.8. Kegunaan Statistik PDRB
Sebagai indikator makro perekonomian nasional setiap tahun.
40
a. Untuk mengetahui pertumbuhan ekonomi dengan melihat persentase
atas harga konstan tahun tertentu
b. Untuk mengetahui tingkat kemakmuran daerah, baik tingkat
pertumbuhan maupun tingkat kemakmuran dibanding daerah lain
c. Untuk mengetahui tingkat inflasi atau deflasi yang terjadi dalam
jangka waktu tertentu (1 tahun)
d. Untuk mengetahui komposisi struktur ekonomi suatu daerah
e. Untuk mengetahui potensi suatu wilayah terhadap regional secara
keseluruhan maupun sektoral (Pirade, 2006: 27).
2.2.3. Pengertian Anggaran (Budgeting)
Pengertian anggaran menurut Mardiasmo (2002: 61) adalah
pernyataan mengenai estimasi kinerja yang hendak dicapai selama
periode waktu tertentu yang dinyatakan dalam ukuran finansial.
Sedangkan Bastian (2006: 163) berpendapat bahwa anggaran dapat
diinterpretasikan sebagai paket pernyataan perkiraan penerimaan dan
pengeluaran yang diharapkan akan terjadi dalam satu atau beberapa
periode mendatang. Selain itu, menurut National Committee on
Governmental Accounting (NCGA) yang saat ini telah berubah menjadi
Governmental Accounting Standard Board (GASB), mendefinisikan
anggaran adalah “ . . . . rencana operasi keuangan, yang mencakup
estimasi pengeluaran yang diusulkan, dan sumber pendapatan yang
diharapkan untuk membiayainya dalam periode tertentu (Bastian, 2006:
41
Sedangkan Munandar (1986: 1) mengatakan bahwa anggaran
adalah suatu rencana yang disusun secara sistematis, meliputi seluruh
kegiatan perusahaan yang dinyatakan unit moneter dan berlaku untuk
jangka waktu tertentu (Suhadak dan Nugroho: 2007: 5). Selain itu,
anggaran negara menurut John F. Due dalam Rinusu (2003: 1)
merupakan suatu pernyataan tentang perkiraan pengeluaran dan
penerimaan yang diharapkan akan terjadi dalam satu periode di masa
depan, serta data dari pengeluaran dan penerimaan yang
sungguh-sungguh terjadi di masa lalu (Suhadak dan Nugroho, 2007: 5).
Sementara itu, yang dimaksud dengan anggaran menurut
Suparmoko (1992: 49) adalah suatu daftar atau pernyataan terperinci
tentang pendapatan dan belanja daerah yang diharapkan dalam jangka
waktu tertentu (biasanya satu tahun). Sedangkan Halim (2007: 15)
berpendapat, bahwa anggaran negara terbagi menjadi 2 pengertian, yaitu
dalam luas dan sempit. Dalam arti luas, anggaran negara berarti jangka
waktu perencanaan, pelaksanaan, dan pertanggungjawaban anggaran.
Jadi, anggaran dalan arti luas meliputi suatu daur anggaran. Sedangkan
dalam arti sempit, anggaran diartikan rencana pengeluaran dan
penerimaan hanya dalam kurun waktu satu tahun.
Sehingga anggaran berdasarkan pengertian diatas, dapat
disimpulkan sebagai suatu daftar atau pernyataan terperinci mengenai
suatu estimasi kinerja yang hendak dicapai yang disusun secara
sistematis, meliputi semua kegiatan/operasi organisasi berupa perkiraan