DAFTAR ISI
Halaman BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ... 1
B. Rumusan Masalah ... 15
C. Pertanyaan Penelitian ... 16
D. Tujuan Penelitian... 17
E. Manfaat Penelitian... 17
F. Asumsi Penelitian ... 18
G. Definisi Operasional ... 19
BAB II KEMAMPUAN DASAR BERBAHASA ANAK DAN PRINSIP-PRINSIP BIMBINGAN A. Konsep Perkembangan Bahasa Anak ... 20
1. Pengertian Bahasa ... 20
2. Pengembangan Bahasa di RA ... 21
3. Tahapan dan Perkembangan Bahasa Anak ... 30
4. Bahasa Anak dan Pertumbuhan Biologis ... 30
5. Keterampilan Mendengarkan dan Menyimak ... 33
6. Kemampuan Dasar Berbahasa Anak ... 37
7. Gangguan Perkembangan Bahasa pada Anak ... 51
8. Peran Guru dalam Mengembangkan Kemampuan Dasar Ber- bahasa Anak ... 57
1. Pengertian dan Fungsi Bimbingan ... 59
2. Prinsip-prinsip dan Pendekatan Bimbingan ... 62
3. Bentuk-bentuk Bimbingan ... 65
4. Penerapan Bimbingan oleh Guru ... 70
5. Bimbingan Perkembangan ... 72
BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Metode Penelitian ... 74
B. Subyek Penelitian ... 76
C. Pengembangan Instrumen Penelitian ... 77
D. Teknik Analisis Data ... 79
E. Prosedur Pelaksanaan Penelitian ... 81
F. Pendekatan dan Metode Penelitian ... 83
G. Waktu Pelaksanaan Penelitian ... 84
BAB IV DESKRIPSI HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi Hasil Penelitian ... 86
B. Pembahasan Hasil Penelitian ... 112
BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI A. Kesimpulan ... 123
B. Rekomendasi ... 124
DAFTAR ISI
Halaman BAB I PENDAHULUAN
H. Latar Belakang Masalah ... 1
I. Rumusan Masalah ... 15
J. Pertanyaan Penelitian ... 16
K. Tujuan Penelitian... 17
L. Manfaat Penelitian... 17
M. Asumsi Penelitian ... 18
N. Definisi Operasional ... 19
BAB II KEMAMPUAN DASAR BERBAHASA ANAK DAN PRINSIP-PRINSIP BIMBINGAN C. Konsep Perkembangan Bahasa Anak ... 20
D. Bimbingan di Raudlatul Athfal ... 58
E. Tahap Perkembangan Bahasa Anak ... 37
F. Bahasa Anak dan Pertumbuhan Biologis ... 39
G. Keterampilan Mendengarkan / Menyimak ... 42
H. Kemampuan Dasar Berbahasa ... 46
I. Gangguan Perkembangan Bahasa pada Anak ... 59
J. Peran Guru dalam Mengembangkan Kemampuan Dasar Berbahasa Anak... 65
I. Subyek Penelitian ... 70
J. Pengembangan Instrumen Penelitian ... 71
K. Teknik Analisis Data ... 74
L. Prosedur Pelaksanaan Penelitian ... 75
M. Pendekatan dan Metode Penelitian ... 77
N. Waktu Pelaksanaan Penelitian ... 78
BAB IV DESKRIPSI HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN C. Deskripsi Hasil Penelitian ... 80
D. Pembahasan Hasil Penelitian ... 108
E. Program Bimbingan Perkembangan yang dapat Meningkatkan Kemampuan Dasar Berbahasa Anak ... 118
BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI C. Kesimpulan ... 132
D. Rekomendasi ... 134
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pentingnya pendidikan anak usia dini (PAUD) telah menjadi perhatian
internasional. Dalam pertemuan forum pendidikan dunia tahun 2000 di Dakkar,
Sinegal, dihasilkan enam kesepakatan sebagai kerangka aksi pendidikan untuk semua
(The Dakkar Framework for Action for All), yang salah satu butirnya menyatakan ;
"Memperluas dan memperbaiki keseluruhan perawatan dan pendidikan anak usia dini,
terutama bagi anak-anak yang sangat rawan dan kurang beruntung".
Pendidikan dapat membimbing manusia untuk mencapai dan melahirkan suatu
generasi yang lebih baik sejajar dengan pertumbuhan dan perkembangan zaman.
Untuk dapat mencapai tujuan tersebut manusia perlu dididik dan dilatih sedini
mungkin. Setiap manusia pasti melalui fase-fase dalam hidupnya dari mulai
anak-anak remaja hingga tumbuh dewasa.
Dalam Ketentuan Umum Bab I Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional
tahun 2003 pasal 1 ayat 1 dijelaskan sebagai berikut:
Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan pengendalian diri, kepribadian, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.
Belajar dan perkembangan merupakan suatu proses yang berkesinambungan,
pengalaman belajar dan perkembangan awal merupakan dasar bagi proses belajar dan
sekolah) merupakan fase yang sangat fundamental dalam mempengaruhi
perkembangan individu selanjutnya. Hal ini menyebabkan lahirnya berbagai
pandangan untuk melakukan pendidikan anak sejak dini. Salah satu bentuknya adalah
pendidikan jalur formal yaitu Taman Kanak-kanak (TK) / Raudlatul Athfal (RA).
Seperti yang tercantum dalam Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional tahun
2003 bagian 7 (tujuh), pasal 28, ayat 3 yang menyatakan bahwa, "Pendidikan Anak
Usia Dini pada jalur pendidikan formal berbentuk Taman Kanak-kanak (TK),
Raudatul Athfal (RA), atau berbentuk lain yang sederajat".
Hal ini didukung pula oleh Peraturan Pemerintah Republik Indonesia no. 27
tahun 1990 tentang pendidikan pra sekolah Bab I Pasal I ayat 2 menyebutkan bahwa,
"Taman Kanak-kanak adalah salah satu pendidikan prasekolah yang menyediakan
program pendidikan bagi anak usia empat sampai memasuki pendidikan dasar".
Sebagaimana kita ketahui bahwa setiap anak memiliki karakteristik perkembangan
baik kognitif, afektif, maupun psikomotorik yang berbeda beda. Hal ini salah satunya
disebabkan oleh latar belakang pengalaman yang berbeda dari lingkungan
masing-masing. Karakteristik anak pada usia ini pun jauh berbeda dengan karakteristik orang
dewasa. Seperti yang diungkapkan oleh M. Solehuddin (2000: 84) sebagai berikut :
Usia prasekolah adalah sosok individu yang sedang menjalani suatu proses perkembangan dengan sangat pesat dan sangat fundamental bagi kehidupan selanjutnya ia memiliki dunia dan karakteristik tersendiri yang jauh berbeda dari dunia dan karakteristik orang dewasa ia sangat aktif, dinamis, antusias, dan hampir selalu ingin tahu terhadap apa yang dilihat dan didengarnya. Seolah-olah tak pernah berhenti belajar.
Hal tersebut membawa konsekuensi langsung terhadap sifat, isi dan tujuan
program pendidikan Taman Kanak-kanak. Adapun tujuan Taman Kanak-Kanak seperti
dan Raudhaul Athfal adalah untuk membantu anak didik mengembangkan berbagai
potensi baik psikis dan fisik yang meliputi moral dan nilai-nilai agama, sosial
emosional, kognitif, bahasa, fisik/motorik, kemandirian dan seni untuk siap memasuki
pendidikan dasar. Tampaknya kesadaran akan pentingnya memberikan pendidikan
bagi anak sejak dini semakin meningkat di masyakat kita, walaupun sebenarnya hal ini
bukan menjadi suatu syarat mutlak seorang anak untuk memasuki jenjang sekolah
dasar. Namun tidak sedikit pula dari orang tua yang salah persepsi mengenai sistem
dan pola belajar yang diterapkan di Taman Kanak-kanak ini. Sebagian dari mereka
menganggap bahwa anak mereka belajar seperti layaknya anak-anak di tingkat sekolah
dasar, diajari membaca, menulis, bahkan berhitung. Padahal pendidikan ini lebih
mengusahakan kesanggupan anak belajar persiapan membaca dini (untuk mengenal
huruf atau angka), menulis dini (dalam mencontoh huruf atau angka) dan
pengembangan kemampuan dasar lainnya dibandingkan dengan mengajari anak untuk
dapat membaca, menulis atau berhitung.
Taman Kanak-kanak sebaiknya dapat menciptakan suasana belajar yang
menyenangkan dan bermakna yang disesuaikan dengan dunia anak. Salah satu bidang
pengembangan kemampuan dasar yang dikembangkan di Taman Kanak-kanak adalah
bidang kemampuan dasar berbahasa.
Pada usia Taman Kanak-kanak ( 4 - 6 tahun) yang disebut juga dengan masa
prasekolah salah satu tujuan khusus yang tersirat dalam Kurikulum dan Hasil Belajar
(Kompetensi Dasar PAUD) yang dikeluarkan Depdiknas dinyatakan bahwa tujuan
khusus pendidikan anak untuk usia empat sampai enam tahun diantaranya adalah agar
anak mampu menggunakan bahasa untuk dapat berkomunikasi secara efektif yang
untuk memahami, mengembangkan dan mengkomunikasikan gagasan dan informasi
serta untuk berinteraksi dengan orang lain.
Salah satu kompetensi dasar yang harus dicapai pada usia Taman Kanak-kanak
(4 - 6 tahun) di antaranya adalah anak dapat berkomunikasi secara lisan, memperkaya
perbendaharaan kata dan mencontoh bentuk simbol sederhana. (Pusat Kurikulum
Balitbang Depdiknas, 2002).
Bahasa adalah sarana berkomunikasi dengan orang lain. Di dalam pengertian ini
tercakup semua cara untuk berkomunikasi, dimana pikiran dan perasaan dinyatakan
dalam bentuk tulisan, lisan, isyarat, atau gerak dengan menggunakan kata-kata,
kalimat, bunyi, lambang, gambar atau lukisan. Dengan bahasa, semua manusia dapat
mengenal dirinya, sesama manusia, alam sekitar, ilmu pengetahuan, dan nilai-nilai
moral atau agama.
Upaya pengoptimalan kemampuan anak dalam berbahasa dilakukan dengan
bentuk bimbingan yang secara terus menerus oleh para guru sebagai pembimbing.
Melalui pembimbingan yang menyenangkan anak akan mampu meningkatkan
kemampuan bahasanya, kognotifnya, sosio-emosionalnya, spiritualnya dan lain
sebagainya. Pada gilirannya melalui bimbingan yang menyenangkan akan membentuk
anak yang mampu menghadapi tantangan dan permasalahan perkembangannya.
Dikatakan demikian, karena bimbingan merupakan upaya untuk membantu
mengoptimalkan individu (Juntika, 2002:10). Selanjutnya dinyatakan pula bahwa
bimbingan yang berkembang saat ini salah satu titik beratnya adalah berkenaan dengan
perkembangan yaitu memiliki titik sentral adalah perkembangan optimal seluruh aspek
kepribadian individu dengan strategi pokoknya memberikan kemudahan
bimbingan adalah outreach, dimana target populasi program bimbingan tidak terbatas
pada individu bermasalah saja tetapi semua individu berkenaan dengan semua aspek
kepribadiannya dalam semua konteks kehidupannya. Teknik bimbingan yang
digunakan salah satunya meliputi teknik pembelajaran bermain peran.
Bimbingan yang diberikan oleh guru di Raudlatul Athfal merupakan upaya
pemberian bantuan kepada anak yang dilakukan secara berkesinambungan, supaya
mereka dapat memahami diri, memahami lingkungan dan tugas perkembangannya
sehingga mereka sanggup mengarahkan diri, menyesuaikan diri dan bertindak wajar
sesuai dengan keadaan dan tuntutan lembaga pendidikan, keluarga dan masyarakat
(Juntika, 2002: 11).
Upaya pemberian bimbingan bagi anak Raudlatul Athfal merupakan upaya
mendesak untuk mencegah anak usia dini mengalami suatu permasalahan ketika
mereka memasuki dunia baru, yaitu kelompok sosial di luar rumah. Sebagaimana
Moh. Surya (1990: 38) mengatakan bahwa pada masa ini, anak-anak keluar rumah dan
menuju lingkungan kehidupan memasuki kelompok sebayanya. Anak harus belajar
bagaimana bergaul dengan sebaik-baiknya. Melalui pendidikan anak mulai belajar
dengan teman sebayanya. Di samping itu pendidikan dapat membantu mengetahui
kesulitan anak dalam belajar maupun hal lainnya.
Pelaksanaan pendidikan anak usia dini atau TK/RA lebih menekankan pada
prinsip bermain sambil belajar dan belajar seraya bermain. Bermain merupakan sarana
yang efektif dalam upaya mengembangkan seluruh potensi anak. Melalui bermain
semua aspek perkembangan anak baik aspek fisik motorik, sosial, kognitif dan bahasa
dapat dikembangkan. Dengan bermain anak memperoleh kesempatan untuk
terjadi koordinasi motorik halus maupun kasar. Bermain juga memberikan kesempatan
pada anak mengekspresikan dan mengendalikan emosi secara positif. Bermain
memungkinkan anak untuk mengembangkan hubungan sosial dan keterampilan
sosial. Melalui bermain anak dapat mengembangkan kemampuan berbahasa melalui
berbicara, mendengarkan, berceritera, membaca dan menulis. Begitu juga dengan
bermain anak akan mampu meningkatkan kreativitas, estetika dan apresiasi.
Permasalahan yang muncul dari hasil pengamatan terhadap pendidikan usia
dini, ternyata cukup memprihatinkan, karena terjadi pergeserran dari yang seharusnya
memberi kebebasan kepada anak untuk belajar sambil bermain menjadi berorientasi
akademik bukan berorientasi pada perkembangan anak. Keprihatinan di atas terlihat
dari harapan orang tua yang cenderung banyak menuntut agar anaknya dapat segera
mengenal huruf, membaca, menulis dan berhitung. Lebih tragis lagi orang tua
menuntut tempat-tempat belajar pendidikan usia dini memberikan les baca, tulis,
hitung, anak agar diberikan pekerjaan rumah, sehingga kebebasan anak untuk
mengekspresikan diri dalam kegiatan yang menunjang perkembangannya terhambat
dan malah tertutupi oleh kegiatan-kegiatan yang menyita waktu yaitu mengerjakan
semua tugas-tugas yang diberikan di sekolah.
Raudlatul Athafal Al-Fadliliyah Darussalam Ciamis yang ditelaah dalam
penelitian ini berdiri sejak tahun 1993 dengan tujuan untuk memberikan pengetahuan,
keterampilan dan sikap dalam melaksanakan perkembangan peserta didik. Sasaran
pengembangan Raudlatul Athfal dimaksudkan untuk masyarakat sekitar Desa
Dewasari Dusun Kandanggajah, Dusun Cidewa dan sebagian dari Desa pamalayan
Darussalam Ciamis. Tenaga pengajar di Raudalatul Athfal Al-Fadliliyah Darussalam
Ciamis berjumlah 6 orang, sedangkan jumlah muridnya adalah 35 orang.
Dari profil kelembagaan di atas, ada beberapa hambatan yang merupakan
permasalahan yang perlu segera ditangani. Hambatan itu diantaranya para guru
sebagai pembimbing dalam melaksanaka belajar mengajar masih belum optimal dalam
mengaplikasikan Satuan Kegiatan Mingguan (SKM) dan Satuan Kegiatan Harian
(SKH), ketegasan guru pada orang tua anak masih lemah sehingga menyebabkan anak
dalam belajar baik di ruangan maupun di luar ruangan masih banyak yang didampingi
oleh orang tua dan ini mengakibatkan guru kurang begitu berperan sebagaimana
mestinya, guru masih kurang memahami tahapan perkembangan anak pada usia 3-5
tahun, guru masih kurang memahami prinsip-prinsip bimbingan perkembangan anak
usia dini, kreativitas guru masih kurang dalam menata alat peraga edukatif (APE) di
ruangan dan mengembangan alat peraga edukatif dalam rangka memanfaatkan bahan
yang mudah diperoleh, warga belajar kelompok kecil agak sulit dikembalikan oleh
guru, karena warga belajar cenderung bermain semaunya, guru perlu diberi pembinaan
atau bimbingan terutama dalam mengambil kebijakan dalam melaksanakan tugasnya,
Pada penelaahan peneliti dari kemampuan dasar berbahasa anak di Raudlatul
Athfal Darussalam Ciamis, dari hasil penelitian awal menunjukkan masih banyak
anak-anak yang menunjukkan kelemahan dalam berbicara dengan baik. Anak-anak
dalam menyampaikan keinginannya dilakukan dengan lebih banyak menunjuk atau
menarik-narik orang tua atau guru kepada benda yang diinginkannya. Anak masih
jarang sekali menyebutkan nama-nama benda atau binatang yang diinginkannya.
Menurut guru-guru kelemahan anak dalam kemampuan dasar berbahasa
dikarenakan banyak diantara mereka tidak mendapatkan latihan dan bimbingan yang
memadai dari orang tuanya. Anak banyak diberi pelajaran membaca, menulis dan
berhitung disekolah (kelompok bermain) sedangkan di rumah anak-anak dibiarkan
main bersama-sama teman sebayanya tanpa banyak bimbingan perkembangan dari
orang tua. Ungkapan guru dipertegas dari hasil investigasi peneliti kepada beberapa
orang tua wali siswa yang menemukan bahwa para orang tua secara umum sudah
mempercayakan kepada guru pembimbing di sekolah, sehingga mereka kurang sekali
membantu membimbing di rumah. Selain itu banyak orang tua yang mengaku sibuk
dengan pekerjaannya sehingga ia kurang sekali memperhatikan pendidikan
anak-anaknya.
Saat ini banyak TK/RA yang menggunakan pendekatan pendidikan yang
bermuatan akademik, dimana mengutamakan segi penguasaan pengetahuan dan
keterampilan tertentu baca tulis dan menghadapi sejumlah fakta sebagai hasil belajar
anak.Tampaknya telah terjadi salah kaprah karena TK dipandang sebagai persekolahan
dini yang telah merampas hak anak yaitu saat asik-asiknya menikmati bermain.
Keadaan ini telah marak sejak dulu dan merupakan masalah yang sangat
dilematis, di satu sisi guru-guru harus melaksanakan pendidikan dan bimbingan
sebagaimana mestinya, di sisi lain tuntutan orang tua dan masyarakat yang semakin
mendesak terutama yang berkaitan dengan kemampuan baca-tulis-hitung. Namun
perlu kiranya meluruskan apakah akan membiarkan pendidikan anak usia dini
setingkat Taman Kanak-kanak atau Raudlatul Athfal dipercepat menjadi pendidikan
mempersiapkan anak untuk memasuki Sekolah Dasar. Untuk itu perlu dicermati apa
sesungguhnya yang menjadi tujuan pendidikan anak usia dini.
Tujuan pendidikan pra-sekolah sebagaimana tertuang dalam Undang-undang RI
Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional adalah:
a. Membantu meletakkan dasar ke arah perkembangan sikap, perilaku,
pengetahuan, keterampilan dan daya cipta yang diperlukan oleh anak-anak didik dalam menyesuaikan diri dengan lingkungannya dan untuk pertumbuhan dan perkembangan selanjutnya,
b. Membantu kesiapan akan sebelum memasuki sekolah dasar
Tujuan tersebut mensyaratkan bahwa bagaimana memberikan bimbingan untuk
mengembangkan perkembangan anak yang dalam pelaksanaan pendidikan anak
raudlatul Athfal dilakukan melaui pembiasaan. Sedangkan untuk untuk memasuki
Sekolah Dasar anak perlu dibekali dengan kemampuan dasar yang mencakup daya
pikir, daya cipta, bahasa, jasmani dan keterampilan. Dilihat dari segi usia, anak usia
Raudlatul Athfal sedang mengalami perkembangan konsep yang sangat pesat.
Pemahaman tentang konsep, erat kaitannya dengan pengembangan kemampuan
berbahasa. Sedangkan fungsi pengembangan kemampuan berbahasa di pendidikan
Raudlatul Athfal menurut Depdiknas (1999) adalah sebagai berikut:
a. Sebagai alat untuk berkomunikasi dengan lingkungan.
b. Sebagai alat untuk mengembangkan kemampuan intelektual anak
c. Sebagai alat untuk mengembangkan ekspresi anak
d. Sebagai alat untuk mengembangkan perasaan dan buah pikiran kepada
Pengembangan bahasa di pendidikan Raudlatul Athfal merupakan salah satu
domain perkembangan anak yang dalam pelaksanaannya tidak dapat dipisahkan dari
semua kegiatan anak. Semua kegiatan, baik itu yang berkaitan dengan bermain,
musik, IPS, matematika, sains dan kegiatan apapun pengalaman lainnya harus
memberi kesempatan untuk mengembangkan keterampilan bahasa.
Orang tua sering mengeluh anaknya yang terlihat tidak banyak bicara, lebih
sering diam dan kalau menginginkan sesuatu hanya menunjuk-nunjuk benda yang
diinginkan, jadi tidak mengucapkannya secara verbal padahal pertumbuhan fisik anak
itu normal.
Adanya budaya sopan santun dalam masyarakat kita dimana orang tua kurang
memberi kesempatan pada anaknya untuk berbicara di depan tamu merupakan potensi
besar untuk menghambat kemampuan berbicara anak.
Seorang anak akan berbicara bila ia mendengar dan memaknai sesuatu,
menangkap suara melalui indra pendengarannya, kemudian oleh pusat susunan saraf
pusat yang lalu diolah di cortex cerebry ( bagian korteks otak) yaitu bagian otak yang
bertugas untuk mengolah persepsi, daya ingat, proses berpikir kemampuan mental dan
intelektual. Bila seorang anak kurang mendapat rangsang, maka proses pengolahan ini
berkurang pula. Kurangnya rangsang auditory (suara) ini membuat anak kurang
memahami apa yang didengar, dan apa yang didengar kurang dimaknai karena tidak
ada interaksi emosional sosial yang cukup memadai.
Dinyatakan oleh Supriadi (1999: 2) sebagai anak yang kurang beruntung
(disadvantaged children) di rumah mereka kurang mendapatkan rangsangan
orang tua tidak cukup mengerti atau punya kesempatan untuk memberikan perhatian
kepada anaknya dalam hal ini stimulasi berbicara..
Menurut laporan APEID (1990) dalam Supriadi (1999: 16) bahwa ada alasan
mengapa anak-anak kurang beruntung mengalami kesulitan dalam belajar atau
melakukan penyesuaian di sekolah diantaranya karena perbedaan bahasa yang
digunakan di sekolah dan di rumah, misal terbatasnya kosa kata, perbedaan dialek,
bahasa ibu yang digunakan sebagai bahasa pengantar kompleksitasnya lebih rendah
dibandingkan dengan bahasa kedua yang dipakai di sekolah.
Mengajak anak didik untuk berdialog, bertanya, dan menyuruh mengerjakan
sesuatu serta memberi kesempatan untuk bergaul dengan teman sebayanya, berarti
memberi dorongan pada anak untuk belajar berbahasa, terutama dalam meningkatkan
perbendaharan kosa katanya, merangkai kalimat dan menyatakan pikirannya.
Perlakuan seperti ini perlu bagi anak usia dini dalam meningkatkan kemampuan dasar
berbahasanya. Kemampuan dasar berbahasa sangat menunjang kemampuan
intelektual, sebab melalui bahasa itulah pengetahuan dikomunikasikan dan
didokumentasikan.
Anak-anak selalu mendengar dan menirukan apa yang didengarnya dari
sekeliling lingkungannya. Sebagaimana yang dikemukakan oleh Ghazali. (Ghazali,
1987: 2) bahwa anak yang baru lahir tentu tidak langsung dapat berbicara (berbahasa)
tetapi ia mempunyai potensi yang dibawanya sejak lahir. Dengan potensi itulah anak
mencoba menyerap prinsip-prinsip bahasa yang digunakan oleh orang-orang di
sekelilingnya.
Keterampilan berbicara seorang anak sering dipengaruhi oleh faktor bawaan
Hal tersebut mengandung maksud bahwa peranan lingkungan mendukung potensi
yang dimiliki anak sejak lahir dalam kemampuan berbicaranya.
Kejadian ini sering dijumpai dikota-kota besar, karena orang tua terlalu
disibukkan dengan kegiatan dan pekerjaannya sehingga anak banyak berinteraksi
dengan pembantu dan pengasuhnya..
Kemampuan berbahasa merupakan suatu yang penting bagi anak, karena hampir
semua aktivitas kehidupan memerlukan kemampuan bahasa seseorang untuk bisa
mengkomunikasikan dengan orang lain.
Cara pembelajaran di Raudlatul athfal memiliki peran penting dalam
mengembangkan kemampuan ekspresi verbal anak, juga di Raudlatul athfal
merupakan arena yang baik bagi anak untuk mengekplorasi kemampuan berbicaranya,
tetapi pada kenyataannya cara memberi pembelajaran di Raudlatul Athfal pada
umumnya bersifat satu arah, sehingga kurang memberi kesempatan pada anak untuk
mengoptimalkan kemampuan berekspresi verbal dengan baik dan terarah.
Sehingga sungguh sangat disayangkan, bila anak dirumah sudah terampil
berekspresi secara verbal, sementara dilingkungan sekolah kurang memberikan
dukungan.
Dari latar belakang tersebut dapat dipahami bahwa penguasaan berbahasa dalam
hal ini kemampuan dasar berbicara anak untuk mengekspresikan secara verbal pada
tahap dini akan dapat berjalan dengan baik apabila guru di Raudlatul Athfal serta
orang tua di rumah dapat memberikan stimulasi atau merespon pembicaraan anak
berupa latihan-latihan dan bimbingan yang akurat pada setiap tahap perkembangan
Berdasarkan pada studi pendahuluan dan wawancara dengan para guru bahwa di
Raudlatul Athfal (RA) Al-Fadliliyah Darussalam terdapat beberapa anak yang
mengalami hambatan dalam berbicara di antaranya ada yang mengalami gangguan
artikulasi misalnya lisping (cadel), keterlambatan berbicara. (reseptif dan espresif)
serta keterbatasan kosa kata. Sehingga penelitian tentang kemampuan dasar berbicara
atau berbahasa lisan yang akan dilakukan di RA Al-Fadliliyah ini menurut
pertimbangan penulis cukup representatif untuk dilaksanakan sebab dalam
perkembangan selanjutnya dapat menghambat proses pembelajaran yang berlangsung.
Pengembangan bahasa anak usia dini harus mengintegrasikan unsur-unsur
mendengarkan, berbicara, membaca dan menulis. Pengembangan bahasa yang
dilakukan guru harus mendukung terhadap upaya pengembangan yang secara tidak
sadar juga dilakukan oleh anak. Sebagaimana dikemukakan oleh Brown S. Rebeca
(Masitoh, 2002:10) bahwa "A teacher must integrate the four language groups of
listening, speaking and writing as well as all content areas that extend learning".
Dengan demikian hubungannya dengan kemampuan dasar berbahasa anak ini ada
empat pokok konteks pengembangan bahasa yaitu: (1).mendengarkan; (2).berbicara;
(3).membaca dan (4). Menulis.
Pembelajaran bahasa berlangsung secara fungsional dan kontekstual artinya
bahwa upaya pengembangan bahasa pada anak Raudlatul Athfal harus diarahkan
kepada keempat pokok konteks pengembangan di atas.
Pelaksanaan pengembangan bahasa saat ini di Raudlatul Athfal mencakup
kegiatan mendengarkan melalui berceritera, kegiatan berbicara melalui
bercakap-cakap, membaca, dalam upaya persiapan membaca tetapi lebih merupakan
kegiatan menulis. Kegiatan itu ditunjukkan agar anak dapat menggunakan bahasa,
memahami dan dapat berkomunikasi secara efektif yang bermanfaat untu berpikir dan
belajar (Depdiknas: 2002).
Kenyataan dilapangan, ternyata pelaksanaan keempat pokok tadi masih
terisolasi dan belum merupakan suatu kesatuan yang terintegrasi dan lebih berpusat
pada guru (teacher centred) belum optimal melibatkan anak untuk aktif belajar.
Pendekatan yang dipilih guru hendaknya harus memperhatikan minat, kebutuhan dan
aspek perkembangan anak, sehingga aspek akademik lebih diutamakan. Hasil
penelitian para ahli juga menunjukkan bahwa pembelajaran bahasa di TK/RA lebih
menonjolkan keterampilan membaca dan menuis. Hasil penelitian Hatch dan Free Man
(Masitoh, 2002) menyimpulkan sebagai berikut:
a. Program Taman Kanak-kanak secara umum menekankan keterampilan
membaca secara tradisional seperti menduga dan membedakan visula
b. Dari kartu laporan secara khusus menunjukkan bahwa Taman Kanak-kanak
diharapkan dapat menguasai keterampilan-keterampilan seperti memakai
huruf-huruf, nama-nama mereka yang dicetak, hubungan huruf-huruf dan
sarana, serta memakai ritme kata.
Asumsi baru tentang "literacy" yang dikemukakan oleh Good Man (Masitoh,
2002) bahwa pengembangan bahasa adalah bagian dari keseluruhan proses komunikasi
yang mencakup menyimak, mendengarkan, berbicara, membaca, menulis. Pernyataan
dari The National Association for Education of Young Children (NAEYC) dalam
Bredecamp (1997) menggambarkan praktik yang tidak tepat di dalam area bahasa ketika
pembelajaran membaca dan menulis ditekankan sebagai pengembangan keterampilan
menulis harus dipandang sebagai sesuatu yang saling berhubungan yang satu sama lain
tidak boleh dipisahkan.
Pelaksanaan keempat pokok tadi masih belum merupakan suatu kesatuan yang
terintegrasi dari berbagai kegiatan pendidikan yaitu pembelajaran dan pembimbigan.
Pelaksanaannya juga masih berpusat pada guru (teacher centered) belum optimal
melibatkan anak agar lebih aktif efektif mengaktualisasikan dirinya. Pendekatan yang
dilakukan guru hendaknya lebih memperhatikan tahap perkembangan anak, minat dan
kebutuhan anak, sehingga anak akan mampu menampilkan perkembangannya secara
optimal.
Disini peran guru dalam memberikan bimbingan sangat dibutuhkan, maka
dengan demikian seharusnya para guru lebih memahami prinsip-prinsip bimbingan.
Melalui penerapan prinsip-prinsip bimbingan dalam pembelajaran, maka anak-anak akan
merasa terayomi dalam mengikuti kegiatannya. Melalui bimbingan yang tepat, peserta
didik/anaka-anak Raudlatul Athfal diharapkan dalam mengembangkan kemampuan dasar
berbahasanya tidak mengalami kesulitan. Oleh karena itu dalam proses pembimbingan
anak, seorang guru dituntut mampu memahami dan menerapkan prinsip-prinsip
bimbingan perkembangan yang dapat meningkatkan kemampuan dasar berbahasa anak.
B. Rumusan Masalah
Penerapan bimbingan dalam kemampuan dasar berbahasa bagi anak
Raudlatul Athfal merupakan salah satu kesatuan yang terintegrasi dalam proses
pembelajaran. Melalui bimbingan yang optimal dari para guru, diharapkan anak akan
mampu meningkatkan kemampuannya secara optimal. Kemampuan yang
kognitif.
Berdasarkan uraian di atas, maka dalam penelitian ini memfokuskan pada
permasalahn yang berkenaan dengan meningkatkan kemampuan dasar berbahasa anak.
Kemampuan berbahasa merupakan suatu kesatuan yang memiliki
komponen-komponen yang tidak dapat dipisahkan dan harus ada keterkaitan komponen-komponen
mendengarkan, berbicara, menulis dan membaca. Keterpaduan bukan hanya antara
komponen pengembangan bahasa tetapi terpadu/terintegrasi juga dengan bidang
pengembangan lain dan dengan unsur-unsur kebahasaan itu sendiri.
Untuk dapat meningkatkan pengembangan bahasa anak sebagaimana
dikemukakan di atas, maka perlu para guru memahami tujuan bimbingan, fungsi
bimbingan dan prinsip-prinsip bimbingan, yang dapat mengintegrasikan
komponen-komponen pengembangan bahasa, sehingga anak mampu mengoptimalkan
kemampuan berbahasanya dengan baik.
C. Pertanyaan Penelitian
Sehubungan dengan rumusan masalah tersebut di atas, maka yang menjadi fokus
penelitian ini disajikan dalam beberapa pertanyaan sebagai berikut:
a. Seperti apa pemahaman guru Raudlatul Athfal Al-Fadliliyah Darussalam Ciamis
terhadap prinsip-prinsip bimbingan?
b. Seperti apa kemampuan dasar berbahasa/berbicara anak Raudlatul Athfal
Al-Fadliliyah Darussalam Ciamis?
c. Apa yang dilakukan guru Raudlatul Athfal Al-Fadliliyah Darussalam Ciamis
dalam memberikan bimbingan untuk meningkatkan kemampuan dasar
D. Tujuan Penelitian
Secara khusus tujuan penelitian dapat diuraikan seperti berikut:
1. Untuk mengetahui pemahaman guru terhadap prinsip-prinsip bimbingan
perkembangan di Raudlatul Athfal Al-Fadliliyah Darussalam Ciamis.
2. Untuk mengetahui kemampuan dasar berbahasa/berbicara anak di Raudlatul
Athfal Al-Fadliliyah Darussalam Ciamis.
3. Untuk mengetahui kegiatan bimbingan yang dilakukan guru Raudlatul Athfal
Al-Fadliliyah Darussalam Ciamis khususnya dalam meningkatkan kemampuan dasar
berbahasa/berbicara anak?
E. Manfaat Penelitian
Dengan penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi dunia
pendidikan, khususnya dunia pendidikan anak usia dini, dan pihak-pihak sebagai
berikut:
1. Manfaat bara Guru
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan masukan terhadap
upaya-upaya peningkatan kualitas pengembangan kemampuan dasar berbahasa anak
melalui pemahaman prinsip-prinsip bimbingan perkembangan. Dengan
optimalisasi bimbingan perkembangan bahasa, diharapkan anak akan mampu
meningkatkan kemampuan dasar berbahasanya secara optimal.
2. Manfaat bagi lembaga
Mengembangkan visi sekolah yang berorientasi tidak hanya pada hasil belajar
berbahasa/berbicara bagi anak
3. Pihak lain terutama para pembuat kebijakan
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan masukan dan bahan
pembanding dalam mengambil keputusan khususnya dalam pelayanan
pembelajaran dan pembimbingan bagi anak-anak. Dengan hasil penelitian ini,
pembuat kebijakan mampu memutuskan kebijakannya dengan secara arif
sehingga tidak memberatkan guru dan anak dalam melaksanakan keputusannya.
F. Asumsi Penelitian
Pelaksanaan penelitian ini di dasarkan pada beberapa asumsi (anggapan
dasar) yang berhubungan dengan perkembangan anak, diantaranya dapat diungkapkan
sebagai berikut:
1. Pembelajaran bagi anak prasekolah harus dilakukan secara menyenangkan, yaitu
melalui bermain. Kesenangan yang diperoleh melalui bermain memungkinkan
anak belajar tanpa tekanan, sehingga disamping motoriknya, kognitif,
sosio-emosional, spiritual, bahasa dan kecerdasan lainnya akan berkembang optimal
(Depdiknas, 2002 : 3).
2. Bimbingan merupakan suatu proses, yang mengandung makna bahwa bimbingan
itu merupakan kegiatan yang berkesinambungan, bukan kegiatan seketika atau
kebetulan, kegiatan yang sistematis dan berencana yang terarah kepada
pencapaian tujuan. Dengan demikian pemberian bantuan yang diberikan kepada
siswa adalah berdasarkan kepada program yang disusun secara sistematis yang
berbasis karakteristik perkembangan siswa (Syamsu Yusuf, 2009: 40)
bentuk lambang atau simbol untuk mengungkapkan sesuatu pengertian, seperti
dengan menggunakan lisan, tulisan, isyarat, bilangan, lukisan dan mimik muka
(Syamsu Yusuf, 2001:118). Sedangkan dalam konteks sosial, bahasa dipengaruhi
oleh interaksi sosial dengan anak lainnya dan dengan dunia sekitarnya (Masitoh,
2002)
G. Definisi Operasional
Untuk memperjelas dalam penelitian dan agar dapat terhindar dari berbagai
pemahaman yang salah, sehingga dalam penelitian ini lebih terarah, maka perlu
mendapatkan pendefinisian secara operasional terhadap beberapa istilah yang
digunakan dalam penelitian ini:
Bimbingan adalah suatu rangkaian kegiatan yang terencana, terorganisasi,
dan terkoordinasi yang dilaksanakan oleh guru atau pengasuh di Raudlatul Athfal
sebagai upaya untuk mengembangkan kemampuan dasar berbahasa secara optimal.
Kemampuan dasar berbahasa anak Raudlatul Athfal adalah perkembangan
kecakapan, kesanggupan mendengar, membedakan bunyi suara, bunyi bahasa serta
memahami kata dan kalimat sederhana dalam menggunakan bahasa lisan secara
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Metode Penelitian
Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini ialah melalui
pendekatan kualitatif, hal ini didasarkan kepada rumusan-rumusan yang muncul
dalam penelitian ini yang menuntut peneliti untuk melakukan berbagai aktivitas
eksplorasi dalam rangka memahami dan menjelaskan masalah-masalah yang menjadi
fokus masalah penelitian ini. Kemudian pengumpulan berbagai data dan informasi
akan dilakukan melalui tekhnik observasi, wawancara, studi dokumentasi terhadap
sumber-sumber data yang diperlukan. Menurut Bodgan dan Taylor seperti dikutip
oleh Lexi J.Moleong (1993:3) yang dimaksud dengan pendekatan kualitatif ialah :
...sebagai sebuah prosedur dasar penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang diamati.
Kemudian Creswell (1994:145) mengemukakan bahwa ada beberapa karakteristik
dari penelitian kualitatif ini, diantaranya:
1. Para peneliti kualitatif mempunyai perhatian yang lebih utama dengan proses daripada hasil atau produk.
2. Para peneliti kualitatif lebih tertarik dengan makna, bagaimana orang-orang memberikan makna terhadap kehidupan, pengalaman dan struktur mereka terhadap dunia
3. Para peneliti kualitatif merupakan instrumen utama untuk pengumpulan dan penganalisaan data
4. Penelitian kualitatif melibatkan kerja lapangan, dimana peneliti biasaya melakukan observasi terhadap orang-orang, keadaan, atau institusi dalam seeting yang alamiah
5. Penelitian kualitatif bersifat deskriptif dimana peneliti lebih tertarik dengan proses, makna dan pemahaman yang diperoleh melalu kata-kata atau gambar-gambar
Selanjutnya untuk mendukung validitas dan keakuratan data yang diperoleh
selama penelitian, maka dipandang perlu bagi peneliti untuk melakukan kajian
kepustakaan untuk penganalisaan yang lebih mendalam.
Penelitian pendekatan kualitatif dengan metode deskriptif ini ini bertujuan
untuk memperoleh gambaran secara empirik tentang kemampuan dasar dalam
berbicara/berbahasa lisan anak Raudlatul Athfal secara aktual dan apa adanya pada
saat proses pembelajaran di Raudlatul Athfal dilakukan.
Metode deskriptif dalam penelitian menurut Nasution (1988: 9) adalah
dilakukan dengan mengumpulkan data deskriptif yang banyak dan dituangkan dalam
bentuk laporan dan uraian, penelitian ini tidak mengutamakan angka dan statistik,
walaupan tidak menolak data kuantitatif, karakteristik dari penelitian kualitatif
ditandai oleh kegiatan untuk mengamati orang dalam situasi nyata baik dalam
berinteraksi dengan lingkungan, maupun untuk memahami perilaku orang yang
diamati tersebut.
Disamping itu penulis akan melakukan kegiatan studi dokumenter. Selama
penelitian berlangsung penulis akan melakukan. "share" berupa wawancara dengan
para guru dan para orang tua, apabila ditemukan hal-hal yang perlu didiskusikan
menyangkut data yang akan diperoleh.
Penelitian ini berupaya melakukan pencatatan terhadap masalah-masalah yang
muncul yang terkait dengan obyek yang diteliti dengan cara seksama. Setelah
melakukan pencatatan terhadap masalah yang muncul, kemudian dideskripsikan secara
apa adanya. Hakekat metode deskripsi yang berupa kata-kata tertulis atau lisan dari
orang-orang dan perilaku yang dapat diamati (Moleong, 1989: 79) berdasarkan kepada
dengan berupaya memecahkan masalah bedasarkan fenomena yang ada dan kemudian
dapat dipecahkan sehingga mampu membuat satu kesimpulan yang dapat dijadikan
sebagai bahan dalam pengembangan kegiatan pembelajaran dan bimbingan dalam
berbicara / berbahasa lisan di Raudlatul Athfal maupun pengembangan dan bimbingan
kemampuan berbicara dalam lingkungan keluarga di rumah.
B. Subyek Penelitian
Dalam melaksanakan penelitian diperlukan data dari sumber-sumber tertentu yang sesuai dengan kebutuhan atau permasalahan penelitian. Seperti yang dikemukakan Nana Sudjana dan lbrahim (2001: 84) bahwa, "Populasi merupakan seluruh sumber data yang memungkinkan memberikan informasi yang berguna bagi masalah penelitian". Populasi dapat berupa orang, nilai, barang atau benda-benda lainnya yang dapat dijadikan objek dalam penelitian. Adapun yang menjadi populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa yaitu anak kelas A=13 orang, B1=11 orang dan B2=11 orang (kelompok anak berusia 5-6 tahun) dan guru-guru RA Al-Fadliliyah Darussalam sebanyak 6 orang.
Penelitian ini dilakukan terhadap populasi yang disebut sampel. Nana Sudjana dan Ibrahim (2001: 84) mengemukakan bahwa, "Sampel adalah sebagian populasi yang memiliki sifat dan karakteristik yang sama sehingga betul-betul terwakili
populasinya".
Dari populasi penelitian guru maka sampel yang diambil adalah sampel total, karena jumlah guru-guru RA Al-Fadliliyah Darussalam berjumlah 6 orang. Adapun sampel penelitian siswa, maka diambil seluruhnya yakni 35 orang.
Berkenaan dengan sampel, Suharsimi Arikunto (1996 :120) mengemukakan sebagai berikut:
Berdasarkan pendapat di atas, maka penulis menetapkan sampel guru dalam penelitian ini berjumlah 6 orang, sedangkan siswa adalah sebanyak 35 orang.
C. Pengembangan Instrumen Penelitian
Data yang diperlukan dalam penelitian ini akan diungkap dengan
menggunakan teknik observasi yang didukung oleh wawancara dan dilengkapi oleh
studi dokumenter. Penggunaan teknik observasi dilakukan untuk melihat kemampuan
dasar berbahasa / berbicara anak dan program bimbingan perkembangan bagi anak.
Wawancara dilakukan kepada orang tua yang dimaksudkan untuk mengetahui latar
belakang, kebiasaan dan peran orang tua dalam merespon pembicaraan anaknya,
sehingga hal ini akan berpengaruh pada kemampuan dasar berbahasa / berbicara
anaknya.
Oleh karena itu dikembangkan suatu alat penelitian yang dapat
mengungkapkan kemampuan dasar berbahasa/berbicara anak Raudlatul Athfal. Alat
pengumpulan data yang akan di kembangkan berupa pedoman observasi dan pedoman
wawancara. Pengembangan kedua alat itu mengacu kepada indikator seperti yang telah
diungkapkan pada bagian definisi operasional pada BAB I. Guna melengkapi kedua
alat di atas, dilakukan pula studi dokumentasi untuk melengkapi data dimaksud.
Sehubungan dengan hal tersbut, maka yang menjadi instrumen penelitian
termasuk didalamnya adalah peneliti sendiri yang dibantu oleh guru di Raudlatul
Athfal. Mengacu kepada teknik prosedur pengumpulan data tersebut, maka ada
beberapa data atau informasi yang dikumpulkan yaitu:
1. Informasi tentang kemampuan dasar berbahasa anak. Alat ini berupa pedoman
observasi. Pedoman observasi yang dikembangkan merupakan alat bantu penelitian.
M = Anak mampu melaksanakan aktivitas berbahasa dengan baik sesuai perintah
guru
R = Anak ragu-ragu dalam melaksanakan aktivitas berbahasa sesuai dengan
perintah guru.
T = Anak tidak mampu melaksanakan aktivitas berbahasa sesuai dengan perintah
guru.
Pedoman observasi kemampuan berbahasa/berbicara anak. Pedoman ini
dimodifikasi dari Child Record High/Scope Observation Record For Ages 2 1/2 s/d 6
untuk bagian language and literacy. Observing Develovpment of young child
(Beaty), Kurikulum 2004 Standar Kompetensi Taman Kanak-kanak dan Raudatul
Athfal (Depdiknas) Adapun kisi-kisi alat pengumpul data dapat dilihat dalam tabel
berikut :
KISI-KISI OBSERVASI
KEMAMPUAN DASAR BERBAHASA/BERBICARA ANAK RAUDLATUL ATHFAL
ASPEK INDIKATOR NO ITEM
Anak mampu mendengarkan, berkomunikasi secara lisan, memiliki perbendaharaaan kata dan mengenal simbol-simbol yang melambangkan untuk persiapan membaca dan
- Anak dapat berkomunikasi secara lisan - Anak dapat memperkaya kosa kata - Anakdapat mengenal bentuk-bentuk
simbol sederhana (pra menulis) - Anak dapat membaca gambar (pra
membaca)
- Anak dapat memenuhi rasa ingin tahu - Anak dapat memahami bahasa isyarat
menulis
2. Secara umum pedoman wawancara dengan orang tua mencakup: a) kebiasaan orang
tua merespon pembicaraan anak, b) Tingkat pendidikan orang tua c) Keadaan sosial
ekonomi, d) Jenis kelamin anak, e) Keinginan / hasrat berkomunikasi, f) Dorongan
berbicara pada anak, g) Keadaan keluarga (anak tunggal atau keluarga besar), h)
Urutan kelahiran, i) Pola asuh orang tua, j) Hubungan dengan teman sebaya, k)
Kepribadian anak, l) Bahasa sehari-hari di rumah, latar belakang kesehatan anak.
3. Pedoman Wawancara dengan guru
Pedoman wawancara untuk guru meliputi a) Kegiatan guru mengajar di
kelas, b) pemahaman guru tentang prinsip-prinsip bimbingan, c) Pengetahuan
guru tentang perkembangan berbahasa/berbicara anak didiknya, d) Pendapat guru
tentang kemampuan anak didik yang akan diteliti, e) Pendapat guru tentang
hambatan atau ganguan berbahasa yang dialami anak didiknya. f) pendapat guru
tentang upaya-upaya yang harus dilakukan dalam menghadapi anak yang
mengalami gangguan atau hambatan berbahasa/berbicara.
Setelah melihat kisi-kisi dan bentuk alat yang akan digunakan, maka
selanjutnya dikembangkan alat penelitian dalam bentuk pedoman observasi dan
pedoman wawancara (terlampir)
D. Teknik Analisis Data
Dalam penelitian ini analisis data yang dilakukan berdasarkan kepada jenis
data yang diperoleh selama di lapangan. Untuk jenis data yang diperoleh berdasarkan
observasi dan wawancara dilakukan dengan mengacu kepada pedoman observasi dan
observasi dan wawancara ini dilakukan secara terus menerus selama proses penelitian
berlangsung. Proses penelitian semacam ini dimaksudkan agar data yang diperoleh
tidak terjadi bias yang disebabkan oleh adanya kekhilapan atau ada data yang tercecer.
Dengan proses analisis semacam ini akan dapat diperoleh hasil yang akurat. Selain itu
dengan analisis semacam ini akan diharapkan dapat membantu penelitian apabila data
yang dianggap belum lengkap sehingga dapat dengan cepat dilengkapi. Dari hasil-hasil
analisis dicek kembali kepada subyek penelitian, sehingga dapat diketahui akurasi data
yang akan didapatkan.
Berkaitan dengan analisis data, Patton dalam Nasution (1992) menjelaskan
bahwa analisis data adalah proses mengatur data mengorganisasikan ke dalam suatu
pola, kategori, dan satuan uraian dasar. Ia membedakannya dengan penafsiran yaitu
memberikan arti yang signifikan terhadap analisis, menjelaskan pola urutan, dan
mencari hubungan diantara dimensi uraian-uraian.
Dalam penelitian kualitatif, pelaksanaan analisis data dilakukan sepanjang
penelitian itu dan secara terusmenerus, mulai tahap pengumpulan data sampai akhir.
Sebagaimana dikemukakan oleh Milesdan Huberman (Dodo Sutardi, 1995)
bahwa"analisisdata kualitatif merupakan upaya berlanjut, berulang dan terus menerus.
Menurut mereka ada tiga tahap analisis, yaitu reduksi data, penyajian data, dan
penarikan kesimpulan/terefikasi.
Data yang diperoleh dari lapangan diolah dengan menggunakan teknik yang
sesuai dengan pertanyaan dan tujuan penelitian. Teknik pengolahan data yang akan
digunakan adalah dengan mengacu kepada pertanyaan penelitian. Untuk menjawab
pertanyaan penelitian dilakukan dengan cara mendeskripsikan hasil wawancara,
dan kegiatan bimbingan yang dianggap mampu memberikan andil bagi pengembangan
kemampuan dasar berbahasa anak sebagai upaya dalam membantu meningkatkan
kemampuan dasar berbahasanya.
E. Prosedur Pelaksanaan Penelitian
Penelitian dimulai dengan mempersiapkan segala keperluan agar dapat
memfokuskan permasalah yang akan diteliti. Adapun langkah-langkah yang ditempuh
dalam penelitian ini adalah:
1. Tahap I; Persiapan
Tahap ini dimulai dengan mengadakan observasi pendahuluan, dimaksudkan
untuk menemukan data-data awal berkaitan dengan Raudlatul Athfal Al-Fadliliyah.
Berdasarkan pada hasil itu, maka dilakukan idenfikasi masalah penelitian. Dari hasil
pengidentifikasian ditemukan permasalah pokok yang dapat dijadikan fokus
permasalahan dalam penelitian ini. Hal ini didukung oleh fakta yang berada di
lapangan dan teori atau konsep yang mendasari perlunya masalah itu diteliti. setelah
diketahui fokus permasalahnnya, selanjutnya fokus permasalah yang ada dilapanagan
dikaji dengan teori yang mendukung untuk dibuat sebuah desain penelitian yang
berlaku di institusi ini.
2. Tahap II; Penyusunan Desain Penelitian
Berdasar pada hasil observasi awal di lapangan, maka selanjutnya disusun
desain penelitian yang nantinya diajukan kepada penguji proposal untuk diseminarkan
dan mendapatkan rekomendasi mengenai layak atau tidaknya permasalahan yang
dituangkan dalam desain penelitian ini untuk dilanjutkan.
Surat izin penelitian merupakan salah satu elemen penting dalam suatu proses
penelitian. Untuk itu dalam penelitian ini surat izin penelitian menjadi prioritaas guna
membantu memperlancar jalannya sebuah penelitian di lokasi penelitian.
4. Tahap IV; Proses Pengumpulan Data.
Pada tahap pengumpulan data akan dilakukan dengan beberapa rangkaian
kegiatan berikut, yaitu tahap orientasi dan tahap eksplorasi.
Tahap orientasi. Pada tahap ini yang pertama dilakukan adalah mempelajari
dokumen yang berkenaan dengan data yang diperlukan, baik kepada siswa maupun
guru yang dijadikan responder penelitian. Disamping mempelajari dokumen-dokumen
yang ada, juga melakukan wawancara dengan guru, dari hasil wawancara diharapkan
akan diperoleh informasi tentang kegiatan guru dalam pembelajaran bahasa lisan serta
kesan dan informasi mengenai kemampuan dasar berbahasa/berbicara anak didiknya
yang akan dijadikan objek penelitian.
Penyebaran alat penelitian dilakukan dengan menempuh langkah-langkah
sebagai berikut: 1) Memohon kesediaan responden yang telah ditentukan untuk
diwawancarai atau diobservasi 2) Memberitahukan pada responden dengan
menjelaskan maksud dan tujuan penelitian serta manfaat dari penelitian ini bagi
peneliti dan responden pada umumnya. Pada tahap ini dijalin pula hubungan dan
komunikasi yang baik dengan guru dan orang tua anak agar tercipta suasana yang
rileks dan hangat.
Tahap eksplorasi. Tahap ini akan dilakukan setelah memperoleh informasi dari
hasil observasi, wawancara, dan studi dokumentasi. Dalam tahap ini kegiatan yang
dengan mengacu kepada pedoman observasi dan wawancara yang telah disediakan
oleh peneliti.
Agar pengumpulan data melalui observasi dan wawancara ini terjaga
keakuratannya dan sesuai dengan informasi yang disampaikan oleh responden, maka
dilakukan pemotretan pada kegiatan atau interaksi anak di Raudlatul Athfal,
khususnya dalam berbahasa/berbicara, kegiatan ini dilakukan dengan pencatatan dan
perekaman.
Untuk melakukan wawancara dengan guru dilaksanakan saat jam istirahat,
sebelum masuk sekolah atau setelah kegiatan berlangsung, hal ini dimaksudkan agar
tidak mengganggu proses pembelajaran yang tengah berlangsung.
F. Pendekatan dan Metode Penelitian
Pendekatan yang digunakan adalah pendekatan kualitatif dan metode
penelitiannya adalah metode deskriptif, karena penelitian ini dimaksudkan untuk
menjelaskan peristiwa atau kejadian yang terjadi pada masa sekarang. Penelitian ini
bertujuan untuk memperoleh gambaran empirik tentang kemampuan dasar
berbahasa/berbicara anak Raudlatul Athfal. Kegiatan pembelajaran berbahasa lisan di
kelas serta sarana dan prasarana pendukung juga menjadi perhatian. Untuk
mengungkapkan data tersebut, perlu dilakukan pengamatan terhadap anak-anak RA
perihal kemampuan dasar berbahasa lisannya, berinteraksi dengan anak untuk
memahami tuturan spontan bahasa lisannya selama kegiatan di Raudlatul Athfal.
Disamping itu dilakukan studi dokumenter, melakukan diskusi dengan para guru dan
kepala sekolah.
dalam melayani atau merespon berbicara anak-anaknya, hal ini perlu dilakukan
sebagai bahan masukan dalam hal latar belakang keterlambatan dalam
berbahasa/berbicara. Penelitian ini berupaya melakukan pencatatan terhadap
masalah-masalah yang muncul pada anak terkait dengan kemampuan dasar berbahasa lisannya
dengan cara seksama. Setelah melakukan pencatatan terhadap masalah yang muncul,
kemudian dideskripsikan secara apa adanya.
Berdasarkan pada paparan di atas, maka melalui penelitian ini nantinya
diharapkan terkumpul sejumlah data dengan berupaya memecahkan masalah
berdasarkan fenomena yang ada dan kemudian dapat dipecahkan sehingga ada satu
kesimpulan yang dapat dijadikan sebagai bahan dalam program pengembangan
kemampuan dasar berbahasa/berbicara anak di Raudlatul Athfal secara umum.
G. Waktu Pelaksanaan Penelitian
No Waktu
Kegiatan Pebruari Maret April Mei Juni Juli Agustus 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 Pra Survey X X X X 2 Membuat
Rancangan Penelitian
X X X X
3 Pengajuan Proposal
X
4 Seminar Proposal
X
5 Perbaikan Proposal
X
6 Penelitian Awal
X
7 Bimbingan Bab I s.d Bab III
X X X X X
8 Penelitian Inti
X X X X X X X X
Data dan Bimbingan Bab IV-V 10 Laporan
Kemajuan
X
11 Perbaikan Tesis
X
12 Ujian Tahap I
X
13 Perbaikan Akhir Tesis
X X
14 Perbaikan Tahap II
BAB V
KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasannya, maka dapat disimpulkan
sebagai berikut.
1. Kondisi objektif bimbingan di Raudlatul Athfal Al-Fadliliyah Darussalam
Ciamis sebagai berikut.
a. Kondisi layanan bimbingan yang terintegrasi ke dalam pelaksanaan
pembelajaran secara umum kurang dipahami oleh guru;
b. Pelaksanaan layanan bimbingan dalam kegiatan pembelajaran, mencakup :
(1) penetapan tema dan sub tema, (2) mengaitkan tema dengan
kemampuan bahasa anak, (3) merumuskan kemampuan yang diharapkan,
(4) menetapkan prosedur pembelajaran, (5) menetapkan bahan, media, dan
sumber belajar, (6) menetapkan organisasi kelas, dan (7) menetapkan
prosedur evaluasi.
c. Faktor penghambat layanan bimbingan yaitu; (1) guru kurang memiliki
kemampuan dalam melaksanakan bimbingan sesuai dengan prosedur yang
belaku; (2) guru kurang memberikan contoh-contoh aktual yang
diperlukan anak dalam meningkatkan kemampuan dasar berbahasa; (3)
anak cenderung kurang berani untuk bercerita di depan kelas dan
melakukan tugas yang diberikan guru; (4) anak terlalu aktif kesana kesini
dan cenderung mengabaikan perintah guru; (5) anak dalam aspek bahasa
d. Faktor pendukung pelaksanaan layanan dan prasarana yang ada di
Raudlatul Athfal Al-Fadliliyah Darussalam Ciamis secara umum cukup
baik, baik itu sarana pembelajaran di dalam kelas maupun di luar kelas.
Begitu juga dalam penataan, keterpakaian dan pemeliharaannya sudah
cukup baik dan pelaksanaan layanan bimbingan;
2. Guru memahami bahwa prinsip-prinsip dan pelaksanaan bimbingan
merupakan bagian integral dari kegiatan pembelajaran di pendidikan pra
sekolah. Meskipun guru sudah memahami, tetapi dalam pelaksanaan
bimbingan cenderung masih acuh tak acuh, dan belum menerapkan
langkah-langkah pelaksanaan layanan bimbingan dengan cukup baik. Karena guru
kurang memiliki waktu untuk mengembangkan kegiatan bimbingan ke dalam
kegiatan pembelajaran. Materi yang disampaikan guru masih bersifat
normatif yang hanya berisikan nilai-nilai pengetahuan saja. Untuk
meningkatkan kemampuan guru, yaitu dengan jalan banyak membaca buku,
literatur dan mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan melalui media masa,
cetak, elektronik dan kegiatan lainnya.
Kemampuan dasar berbahasa anak termasuk kategori sedang, setelah guru
banyak memahami prinsi-prinsip dan layanan bimbingan di Raudlatul Athfal
al-Fadliliyah Darussalam Ciamis. Kemampuan yang menonjol diperlihatkan
oleh anak dapat dilihat dari indikator : (a) anak dapat memahami bahasa
isyarat, (b) anak dapat memenuhi rasa ingin tahu, dan (c) anak dapat
berkomunikasi secara lisan. Sedangkan pada indikator: (d) anak memperkaya
kosa kata, (e) anak dapat membaca gambar, dan (f) anak dapat mengenal
Kegiatan yang dilakukan oleh guru RA al-Fadliliyah Darussalam Ciamis
yaitu melakukan komunikasi dengan lingkungannya baik dengan guru, orang
tua maupun pihak terkait dengan menggunakan bahasa yang baik dan benar,
menyiapkan materi atau bahan, alat peraga, metode dan bahan-bahan lainnya
yang diperlukan untuk membantu membimbing anak, teknik yang digunakan
dalam bimbingan untuk meningkatkan kemampuan berbahasa bagi anak,
yaitu bercerita, mengulang-ulang kata kunci, bercakap-cakap, bermain, dan
tanya jawab, sarana dan fasilitas bimbingan di Raudlatul Athfal al-Fadliliyah
Darussalam Ciamis menurut guru secara umum sudah memadai dengan
kualitas yang cukup baik, lingkungan belajar cukup kondusif.
B. Rekomendasi
Tanpa mengabaikan berbagai upaya yang telah dilakukan oleh pihak-pihak
terkait terutama dalam hal mengembangkan kemampuan berbahasa di
pendidikan prasekolah, berdasarkan hasil penelitian yang disimpulkan di atas,
ada beberapa hal yang menjadi catatan sebagai bahan rekomendasi yang
mungkin bisa dimanfaatkan oleh pihak-pihak terkait. Rekomendasi ini
terutama ditujukan kepada guru di RA, Kepala RA, dan orang tua, serta
peneliti selanjutnya.
1. Guru di RA
Dalam upaya meningkatkan pembelajaran di pendidikan prasekolah,
terutama yang berkaitan dengan pengembangan dan pembelajaran bahasa, hasil
penelitian ini dapat diterapkan tetapi menuntut upaya guru yang optimal, antara
lain:
layanan bimbingan, mengikuti seminar, lokakarya, dan pelatihan yang
berkenaan dengan langkah-langkah pelaksanaan bimbingan di pendidikan
pra sekolah baik yang diselenggarakan oleh pemerintah (Dinas
Pendidikan) maupun lembaga profesi atau perguruan tinggi dan lain-lain
b. Guru harus dapat memilih dan menetapkan sendiri layanan bimbingan yang
terintegrasi dengan pembelajaran yang dianggap tepat untuk membantu
mengembangkan kemampuan dasar berbahasa anak. Teknik yang
digunakan hendaknya tidak terbatas pada teknik pemberian tugas dan
tanya jawab, tetapi perlu menggunakan teknik-teknik lain seperti,
berceritera, dramatisasi, demonstrasi, proyek, kerja kelompok dan praktek
langsung, serta bermain yang memberi kesempatan kepada anak untuk
belajar aktif, memperoleh pengalaman yang bermakna seperti memberi
kesempatan kepada anak untuk menceriterakan pengalamannya,
mengemukakan ide-ide sederhana, bertanya, dan belajar sambil bermain.
Penerapan teknik seperti di atas dapat diperoleh guru melalui pelatihan dan
lokakarya yang diselenggarakan oleh lembaga profesi.
c. Guru harus pandai menentukan sendiri media yang akan digunakan dalam
pelaksanaan layanan bimbingan yang tentunya disesuaikan dengan tema/
sub tema yang dikembangkan terutama yang berkaitan dengan gambar,
tulisan, kata dan kalimat sederhana. Di samping itu hendaknya
menggunakan objek langsung atau benda-benda nyata yang ada di
lingkungan anak sebagai media. Penentuan media itu merupakan tuntutan
kepada guru untuk mampu berkreasi secara total dalam mengabdi kepada
Guru harus pandai memberikan rangsangan kepada anak untuk rajin
belajar yaitu berupa membaca dini dan menulis dini tetapi tidak berusaha
memaksakan. Guru hendaknya menciptakan lingkungan belajar yang
dapat memotivasi anak belajar membaca dan menulis sehingga anak
familier dengan bahan-bahan cetak seperti tersedianya bahan-bahan cetak
yang disertai tulisan dan kalimat sederhana, memberi label kata bermakna
pada setiap benda yang ada di kelas seperti kursi, lemari, meja, pintu, dan
sebagainya.
Guru harus sering mengadakan tanya jawab dengan anak mengenai
keluarga, cita-cita dan apresiasi anak terhadap sesuatu yang dilihatnya.
Kegiatan ini merupakan upaya guru melatih anak mengembangkan
bahasanya yaitu terutama dalam berkomunikasi.
2. Kepala RA
Kepala adalah sebagai pihak yang bertanggung jawab terhadap
keberhasilan keseluruhan kegiatan pendidikandi Raudlatul Athfal. Dari hasil
penelitian menemukan masih adanya kendala yang berkenaan dengan
mengembangkan potensi anak yang secara langsung atau tidak bersangkut paut
dengan pengelolaan. Oleh karena itu semestinya kepala hendaknya melakukan
kegiatan-kegiatan sebagai berikut.
a. Mendukung upaya guru dengan cara menyediakan sarana belajar yang
memadai khususnya untuk pengembangan bahasa anak.
b. Di RA perlu adanya sentra bahasa atau area bahasa bagi anak untuk
berlatih meningkatkan kemampuan bahasanya dengan secara optimal.
meningkatkan kemampuan bahasanya, tentu akan menghasilkan anak yang
mahir berbahasa.
c. Berikan penghargaan kepada guru berkenaan dengan tugas yang
dilaksanakannya. Penghargaan itu bisa berupa penambahan insentif atau
tugas belajar dan pelatihan yang dapat meningkatkan kemampuan guru.
d. Mengajak guru berkomunikasi mengenai kesulitan dan hambatan yang
dialami dalam mengajar atau membimbing anak.
3. Peneliti Selanjutnya
Dengan diperolehnya hasil penelitian seperti yang terlihat pada bagian
terdahulu, maka ada beberapa saran yang dapat dilakukan oleh peneliti
selanjutnya, yaitu:
Pertama, diharapkan peneliti selanjutnya untuk lebih memvariasikan
berbagai kegiatan yang digunakan dalam penelitian. Untuk peneliti selanjutnya
bisa menggunakan berbagai variasi metode penelitian yang tidak hanya bersifat
deskriptif, melainkan bisa juga berbentuk eksperimen. Meskipun dalam
penelitian ini sudah menggunakan berbagai teknik baik itu observasi, angket,
wawancara maupun studi dokumentasi, namun untuk peneliti selanjutnya
diharapkan mampu menyempurnakan teknik-teknik tersebut dengan lebih
akurat dan mengena dalam mengungkapkan permasalahan penelitian yang
hendak ditelitinya. Disinilah diperlukan kepiawaian peneliti selanjutnya dalam
menggunakan metode dan teknik penelitian yang akan digunakannya.
Kedua, di kelompok Raudltul Athfal al-Fadliliyah tercakup berbagai
aktivitas pembelajaran, oleh karena itu pada peneliti selanjutnya diharapkan
bimbingan secara keseluruhan khususnya yang berkaitan dengan
pengembangan anak, misalnya cara-cara mendisiplinkan anak, hubungan yang
kondusif dalam menghindarkan kecenderungan perilaku menyimpang.
Disinilah peneliti selanjutnya diharapkan mampu memperhatikan TK/RA
sebagai obyek dan sekaligus subyek yang dapat menciptakan anak menjadi
individu yang berguna.
Ketiga, melakukan studi yang berkenaan dengan kualitas hubungan orang
tua dengan anak yang dapat meningkatkan kemampuan berbahasa anak.
Melalui hubungan orang tua dan anak yang harmonis (demokratis) akan
menimbulkan pemahaman yang baik pada diri anak tentang kemampuan
dirinya dan begitu sebaliknya dengan hubungan keluarga yang kurang
harmonis (misalnya otoriter atau acuh tak acuh) bagaimana anak mampu
meningkatkan kemampuan berbahasanya dengan baik.
Hal-hal itulah yang bisa penulis sarankan. Semoga penelitian yang telah
dilakukan oleh penulis dapat bermanfaat bagi pengembangan pendidikan anak
DAFTAR PUSTAKA
Alwasilah. A. (2002). Pokoknya Kualitatif. Jakarta: Pustaka Jaya.
Bogdan, Robert dan Taylor, Steven, J. (1992) Pengantar Metode Penelitian
Kualitatif. Terjemahan Arief Rahman. Surabaya: Usaha Nasional
Dardjowidjoyo, Soenjono. (1985). Perkembangan Linguistik di Indonesia. Jakart:
Arcan.
Daradjat, Zakiah. (1985). Remaja Harapan dan Tantanga. Bandung: Ruhama.
Darajat, Zakah. (1985). Membina Nilai-nilai Moral di Indonesia. Bulan Bintang: Jakarta.
Depdikbud. (1988). Kamus besar Bahasa Indonesia. Jakarta.
Depdikbud. (1994). Petunjuk bimbingan dan Konseling. Jakarta: Depdikbud.
_______. (1996). Program Kegiatan Belajar TK; Pedoman Bimbingan. Jakarta: Dikdasmen. Bagian Proyek PMTK.
_______. (1999). Selayang Pandang Taman Kanak-kanak. Jakarta: Dikdasmen.
Departemen Pendidikan Nasional. (2004). Standar Kompetensi TK dan RA. Jakarta: Depdiknas.
Depdiknas. (2002). Acuan Menu Pembelajaran pada Kelompok Bermain. Dirjen PLS. Direktorat PADU.
_______. (2003. Early Chilhood Care and Educational in Indonesia. Jakarta: Dirjen PLS Direktorat PADU.
Farida, E. (2003). Kompetensi Dasar Bahasa Anak Taman Kanak-Kanak. Tesis. UPI Bandung. Tidak diterbitkan.
Hamied, Fuad Abdul. (1988). Proses Belajar Mengajar Bahasa. Jakarta: Dirjen Dikti Depdikbud
Hartati, Tati. (2001). Dampak Program Membaca Dini Steinberg Terhadap
Kemampuan Membaca anak Pra Sekolah. Laporan Penelitian. Jurusan
PLB FIP UPI Bandung.
Hurlock, Alizabeth B. (1996). Alih Bahasa oleh Istiwidayanti dan Sudjarwo.
Psikologi Perkembangan. Jakarta: Erlangga.
_______. (1996). Perkembangan Anak. Jakarta: Erlangga
Juntika. (2002). Pengantar Bimbingan dan Konseling. Bandung: Jurusan PPB FIP UPI.
Kartono, Kartini. (1986). Psikologi Abnormal. Bandung: Mandar Maju.
Masitoh. (2001). Model Pembelajaran Bahasa Berdasarkan Pendekatan
menyeluruh (Whole langauge Approach). Tesis. UPI Bandung : tidak
diterbitkan.
Moeslichatoen. (1996). Metode Pengajaran di Taman Kanak-Kanak. Jakarta: Depdikbud Dirjen-Dikti. P2TK.
Nata Widjaja, R. (1988). Peranan Guru dalam Bimbingan di Sekolah. Bandung: Abadin.
Peraturan Pemerintah Nomor 27 tahun 1990. Tentang Pendidikan Pra Sekolah.
Petty T. Walter and Julie M. Jensen. (1985). Developing Children's Language. Baston: allyn and Bacon Inc.
Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional. (2001). Kamus Besar Bahasa
Indonesia (Edisi Ketiga). Jakarta: Balai Pustaka.
Purwo, Bambang Kaswati. (1990). Perkembangan Bahasa Anak: Dari Lahir
Sampai Masa Prasekolah. PELLBA 3. Jakarta: Unika Atmajaya
Rahmat, J. (1986). Psikologi Komunikasi. Bandung: Remaja Karya CV.
Semiawan, Cony. (2002). Belajar dan Pembelajaran dalam Taraf Usia Dini. Jakarta: Prehalindo.
Santoso, Soegeng. (2002). Pendidikan Anak Usia Dini. Jakarta: Citra Pendidikan.
Solehudin, M. (2000). Konsep Dasar Pendidikan Prasekolah. Bandung: FIP UPI.
Surya, Moh. (1990). Psikologi Perkembangan. Bandung: Publikasi Jurusan PPB FIP IKIP.
Supratman, Dandan. (2000). Pergeseran Persepsi Orang Tua dalam Melayani
Hasrat Anak-Anak Berbicara. dalam Kelompok Studi Psikolinguistik
Sastera Indonesia UNNES.
Supriadi, Dedi. (1998). Potret Pendidikan Taman Kanak-Kanak, Implikasi Pada
tenaga Kependidikan, Jakarta: Ditjen Dikdasmen, Depdikbud.
Sutadi, Rusda Koto dan Sri Maryanti (2000). Permasalahan Anak Taman
Kanak-Kana. Depdiknas Ditjen Dikti. Proyek Pendidikan Tenaga Akademik.
Syaodih, Ernawulan. 1999. Peranan Bimbingan Guru, Pengasuhan Orang Tua dan Interaksi Teman Sebaya Terhadap Perkembangan Perilaku Sosial Anak, Tesis, PPS IKIP Bandung: Tidak diterbitkan.
Tarigan, H.G. (1993). Menulis Sebagai suatu Keterampilan Berbahasa. Bandung : Angkasa.
_______. (1986). Menyimak Sebagai Suatu Keterampilan Berbahasa. Bandung: Angkasa.
_______. (1988). Pengajaran Pemerolehan Bahasa. Bandung: Angkasa.
_______. (1983). Berbicara Sebagai Suatu Keterampilan Berbahasa. Bandung: Angkasa.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional. Depdikbud.
Yusuf, Syamsu LN. (2000). Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja. Bandung: Remaja Rosda Karya.