• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENERAPAN PRINSIP-PRINSIP BIMBINGAN DALAM MENINGKATKAN KEMAMPUAN DASAR BERBAHASA ANAK :Studi Deskriptif terhadap Anak Raudlatul Athfal Al-Fadliliyah Darussalam Ciamis.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PENERAPAN PRINSIP-PRINSIP BIMBINGAN DALAM MENINGKATKAN KEMAMPUAN DASAR BERBAHASA ANAK :Studi Deskriptif terhadap Anak Raudlatul Athfal Al-Fadliliyah Darussalam Ciamis."

Copied!
54
0
0

Teks penuh

(1)

DAFTAR ISI

Halaman BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Rumusan Masalah ... 15

C. Pertanyaan Penelitian ... 16

D. Tujuan Penelitian... 17

E. Manfaat Penelitian... 17

F. Asumsi Penelitian ... 18

G. Definisi Operasional ... 19

BAB II KEMAMPUAN DASAR BERBAHASA ANAK DAN PRINSIP-PRINSIP BIMBINGAN A. Konsep Perkembangan Bahasa Anak ... 20

1. Pengertian Bahasa ... 20

2. Pengembangan Bahasa di RA ... 21

3. Tahapan dan Perkembangan Bahasa Anak ... 30

4. Bahasa Anak dan Pertumbuhan Biologis ... 30

5. Keterampilan Mendengarkan dan Menyimak ... 33

6. Kemampuan Dasar Berbahasa Anak ... 37

7. Gangguan Perkembangan Bahasa pada Anak ... 51

8. Peran Guru dalam Mengembangkan Kemampuan Dasar Ber- bahasa Anak ... 57

(2)

1. Pengertian dan Fungsi Bimbingan ... 59

2. Prinsip-prinsip dan Pendekatan Bimbingan ... 62

3. Bentuk-bentuk Bimbingan ... 65

4. Penerapan Bimbingan oleh Guru ... 70

5. Bimbingan Perkembangan ... 72

BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Metode Penelitian ... 74

B. Subyek Penelitian ... 76

C. Pengembangan Instrumen Penelitian ... 77

D. Teknik Analisis Data ... 79

E. Prosedur Pelaksanaan Penelitian ... 81

F. Pendekatan dan Metode Penelitian ... 83

G. Waktu Pelaksanaan Penelitian ... 84

BAB IV DESKRIPSI HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi Hasil Penelitian ... 86

B. Pembahasan Hasil Penelitian ... 112

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI A. Kesimpulan ... 123

B. Rekomendasi ... 124

(3)

DAFTAR ISI

Halaman BAB I PENDAHULUAN

H. Latar Belakang Masalah ... 1

I. Rumusan Masalah ... 15

J. Pertanyaan Penelitian ... 16

K. Tujuan Penelitian... 17

L. Manfaat Penelitian... 17

M. Asumsi Penelitian ... 18

N. Definisi Operasional ... 19

BAB II KEMAMPUAN DASAR BERBAHASA ANAK DAN PRINSIP-PRINSIP BIMBINGAN C. Konsep Perkembangan Bahasa Anak ... 20

D. Bimbingan di Raudlatul Athfal ... 58

E. Tahap Perkembangan Bahasa Anak ... 37

F. Bahasa Anak dan Pertumbuhan Biologis ... 39

G. Keterampilan Mendengarkan / Menyimak ... 42

H. Kemampuan Dasar Berbahasa ... 46

I. Gangguan Perkembangan Bahasa pada Anak ... 59

J. Peran Guru dalam Mengembangkan Kemampuan Dasar Berbahasa Anak... 65

(4)

I. Subyek Penelitian ... 70

J. Pengembangan Instrumen Penelitian ... 71

K. Teknik Analisis Data ... 74

L. Prosedur Pelaksanaan Penelitian ... 75

M. Pendekatan dan Metode Penelitian ... 77

N. Waktu Pelaksanaan Penelitian ... 78

BAB IV DESKRIPSI HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN C. Deskripsi Hasil Penelitian ... 80

D. Pembahasan Hasil Penelitian ... 108

E. Program Bimbingan Perkembangan yang dapat Meningkatkan Kemampuan Dasar Berbahasa Anak ... 118

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI C. Kesimpulan ... 132

D. Rekomendasi ... 134

(5)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pentingnya pendidikan anak usia dini (PAUD) telah menjadi perhatian

internasional. Dalam pertemuan forum pendidikan dunia tahun 2000 di Dakkar,

Sinegal, dihasilkan enam kesepakatan sebagai kerangka aksi pendidikan untuk semua

(The Dakkar Framework for Action for All), yang salah satu butirnya menyatakan ;

"Memperluas dan memperbaiki keseluruhan perawatan dan pendidikan anak usia dini,

terutama bagi anak-anak yang sangat rawan dan kurang beruntung".

Pendidikan dapat membimbing manusia untuk mencapai dan melahirkan suatu

generasi yang lebih baik sejajar dengan pertumbuhan dan perkembangan zaman.

Untuk dapat mencapai tujuan tersebut manusia perlu dididik dan dilatih sedini

mungkin. Setiap manusia pasti melalui fase-fase dalam hidupnya dari mulai

anak-anak remaja hingga tumbuh dewasa.

Dalam Ketentuan Umum Bab I Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional

tahun 2003 pasal 1 ayat 1 dijelaskan sebagai berikut:

Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan pengendalian diri, kepribadian, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.

Belajar dan perkembangan merupakan suatu proses yang berkesinambungan,

pengalaman belajar dan perkembangan awal merupakan dasar bagi proses belajar dan

(6)

sekolah) merupakan fase yang sangat fundamental dalam mempengaruhi

perkembangan individu selanjutnya. Hal ini menyebabkan lahirnya berbagai

pandangan untuk melakukan pendidikan anak sejak dini. Salah satu bentuknya adalah

pendidikan jalur formal yaitu Taman Kanak-kanak (TK) / Raudlatul Athfal (RA).

Seperti yang tercantum dalam Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional tahun

2003 bagian 7 (tujuh), pasal 28, ayat 3 yang menyatakan bahwa, "Pendidikan Anak

Usia Dini pada jalur pendidikan formal berbentuk Taman Kanak-kanak (TK),

Raudatul Athfal (RA), atau berbentuk lain yang sederajat".

Hal ini didukung pula oleh Peraturan Pemerintah Republik Indonesia no. 27

tahun 1990 tentang pendidikan pra sekolah Bab I Pasal I ayat 2 menyebutkan bahwa,

"Taman Kanak-kanak adalah salah satu pendidikan prasekolah yang menyediakan

program pendidikan bagi anak usia empat sampai memasuki pendidikan dasar".

Sebagaimana kita ketahui bahwa setiap anak memiliki karakteristik perkembangan

baik kognitif, afektif, maupun psikomotorik yang berbeda beda. Hal ini salah satunya

disebabkan oleh latar belakang pengalaman yang berbeda dari lingkungan

masing-masing. Karakteristik anak pada usia ini pun jauh berbeda dengan karakteristik orang

dewasa. Seperti yang diungkapkan oleh M. Solehuddin (2000: 84) sebagai berikut :

Usia prasekolah adalah sosok individu yang sedang menjalani suatu proses perkembangan dengan sangat pesat dan sangat fundamental bagi kehidupan selanjutnya ia memiliki dunia dan karakteristik tersendiri yang jauh berbeda dari dunia dan karakteristik orang dewasa ia sangat aktif, dinamis, antusias, dan hampir selalu ingin tahu terhadap apa yang dilihat dan didengarnya. Seolah-olah tak pernah berhenti belajar.

Hal tersebut membawa konsekuensi langsung terhadap sifat, isi dan tujuan

program pendidikan Taman Kanak-kanak. Adapun tujuan Taman Kanak-Kanak seperti

(7)

dan Raudhaul Athfal adalah untuk membantu anak didik mengembangkan berbagai

potensi baik psikis dan fisik yang meliputi moral dan nilai-nilai agama, sosial

emosional, kognitif, bahasa, fisik/motorik, kemandirian dan seni untuk siap memasuki

pendidikan dasar. Tampaknya kesadaran akan pentingnya memberikan pendidikan

bagi anak sejak dini semakin meningkat di masyakat kita, walaupun sebenarnya hal ini

bukan menjadi suatu syarat mutlak seorang anak untuk memasuki jenjang sekolah

dasar. Namun tidak sedikit pula dari orang tua yang salah persepsi mengenai sistem

dan pola belajar yang diterapkan di Taman Kanak-kanak ini. Sebagian dari mereka

menganggap bahwa anak mereka belajar seperti layaknya anak-anak di tingkat sekolah

dasar, diajari membaca, menulis, bahkan berhitung. Padahal pendidikan ini lebih

mengusahakan kesanggupan anak belajar persiapan membaca dini (untuk mengenal

huruf atau angka), menulis dini (dalam mencontoh huruf atau angka) dan

pengembangan kemampuan dasar lainnya dibandingkan dengan mengajari anak untuk

dapat membaca, menulis atau berhitung.

Taman Kanak-kanak sebaiknya dapat menciptakan suasana belajar yang

menyenangkan dan bermakna yang disesuaikan dengan dunia anak. Salah satu bidang

pengembangan kemampuan dasar yang dikembangkan di Taman Kanak-kanak adalah

bidang kemampuan dasar berbahasa.

Pada usia Taman Kanak-kanak ( 4 - 6 tahun) yang disebut juga dengan masa

prasekolah salah satu tujuan khusus yang tersirat dalam Kurikulum dan Hasil Belajar

(Kompetensi Dasar PAUD) yang dikeluarkan Depdiknas dinyatakan bahwa tujuan

khusus pendidikan anak untuk usia empat sampai enam tahun diantaranya adalah agar

anak mampu menggunakan bahasa untuk dapat berkomunikasi secara efektif yang

(8)

untuk memahami, mengembangkan dan mengkomunikasikan gagasan dan informasi

serta untuk berinteraksi dengan orang lain.

Salah satu kompetensi dasar yang harus dicapai pada usia Taman Kanak-kanak

(4 - 6 tahun) di antaranya adalah anak dapat berkomunikasi secara lisan, memperkaya

perbendaharaan kata dan mencontoh bentuk simbol sederhana. (Pusat Kurikulum

Balitbang Depdiknas, 2002).

Bahasa adalah sarana berkomunikasi dengan orang lain. Di dalam pengertian ini

tercakup semua cara untuk berkomunikasi, dimana pikiran dan perasaan dinyatakan

dalam bentuk tulisan, lisan, isyarat, atau gerak dengan menggunakan kata-kata,

kalimat, bunyi, lambang, gambar atau lukisan. Dengan bahasa, semua manusia dapat

mengenal dirinya, sesama manusia, alam sekitar, ilmu pengetahuan, dan nilai-nilai

moral atau agama.

Upaya pengoptimalan kemampuan anak dalam berbahasa dilakukan dengan

bentuk bimbingan yang secara terus menerus oleh para guru sebagai pembimbing.

Melalui pembimbingan yang menyenangkan anak akan mampu meningkatkan

kemampuan bahasanya, kognotifnya, sosio-emosionalnya, spiritualnya dan lain

sebagainya. Pada gilirannya melalui bimbingan yang menyenangkan akan membentuk

anak yang mampu menghadapi tantangan dan permasalahan perkembangannya.

Dikatakan demikian, karena bimbingan merupakan upaya untuk membantu

mengoptimalkan individu (Juntika, 2002:10). Selanjutnya dinyatakan pula bahwa

bimbingan yang berkembang saat ini salah satu titik beratnya adalah berkenaan dengan

perkembangan yaitu memiliki titik sentral adalah perkembangan optimal seluruh aspek

kepribadian individu dengan strategi pokoknya memberikan kemudahan

(9)

bimbingan adalah outreach, dimana target populasi program bimbingan tidak terbatas

pada individu bermasalah saja tetapi semua individu berkenaan dengan semua aspek

kepribadiannya dalam semua konteks kehidupannya. Teknik bimbingan yang

digunakan salah satunya meliputi teknik pembelajaran bermain peran.

Bimbingan yang diberikan oleh guru di Raudlatul Athfal merupakan upaya

pemberian bantuan kepada anak yang dilakukan secara berkesinambungan, supaya

mereka dapat memahami diri, memahami lingkungan dan tugas perkembangannya

sehingga mereka sanggup mengarahkan diri, menyesuaikan diri dan bertindak wajar

sesuai dengan keadaan dan tuntutan lembaga pendidikan, keluarga dan masyarakat

(Juntika, 2002: 11).

Upaya pemberian bimbingan bagi anak Raudlatul Athfal merupakan upaya

mendesak untuk mencegah anak usia dini mengalami suatu permasalahan ketika

mereka memasuki dunia baru, yaitu kelompok sosial di luar rumah. Sebagaimana

Moh. Surya (1990: 38) mengatakan bahwa pada masa ini, anak-anak keluar rumah dan

menuju lingkungan kehidupan memasuki kelompok sebayanya. Anak harus belajar

bagaimana bergaul dengan sebaik-baiknya. Melalui pendidikan anak mulai belajar

dengan teman sebayanya. Di samping itu pendidikan dapat membantu mengetahui

kesulitan anak dalam belajar maupun hal lainnya.

Pelaksanaan pendidikan anak usia dini atau TK/RA lebih menekankan pada

prinsip bermain sambil belajar dan belajar seraya bermain. Bermain merupakan sarana

yang efektif dalam upaya mengembangkan seluruh potensi anak. Melalui bermain

semua aspek perkembangan anak baik aspek fisik motorik, sosial, kognitif dan bahasa

dapat dikembangkan. Dengan bermain anak memperoleh kesempatan untuk

(10)

terjadi koordinasi motorik halus maupun kasar. Bermain juga memberikan kesempatan

pada anak mengekspresikan dan mengendalikan emosi secara positif. Bermain

memungkinkan anak untuk mengembangkan hubungan sosial dan keterampilan

sosial. Melalui bermain anak dapat mengembangkan kemampuan berbahasa melalui

berbicara, mendengarkan, berceritera, membaca dan menulis. Begitu juga dengan

bermain anak akan mampu meningkatkan kreativitas, estetika dan apresiasi.

Permasalahan yang muncul dari hasil pengamatan terhadap pendidikan usia

dini, ternyata cukup memprihatinkan, karena terjadi pergeserran dari yang seharusnya

memberi kebebasan kepada anak untuk belajar sambil bermain menjadi berorientasi

akademik bukan berorientasi pada perkembangan anak. Keprihatinan di atas terlihat

dari harapan orang tua yang cenderung banyak menuntut agar anaknya dapat segera

mengenal huruf, membaca, menulis dan berhitung. Lebih tragis lagi orang tua

menuntut tempat-tempat belajar pendidikan usia dini memberikan les baca, tulis,

hitung, anak agar diberikan pekerjaan rumah, sehingga kebebasan anak untuk

mengekspresikan diri dalam kegiatan yang menunjang perkembangannya terhambat

dan malah tertutupi oleh kegiatan-kegiatan yang menyita waktu yaitu mengerjakan

semua tugas-tugas yang diberikan di sekolah.

Raudlatul Athafal Al-Fadliliyah Darussalam Ciamis yang ditelaah dalam

penelitian ini berdiri sejak tahun 1993 dengan tujuan untuk memberikan pengetahuan,

keterampilan dan sikap dalam melaksanakan perkembangan peserta didik. Sasaran

pengembangan Raudlatul Athfal dimaksudkan untuk masyarakat sekitar Desa

Dewasari Dusun Kandanggajah, Dusun Cidewa dan sebagian dari Desa pamalayan

(11)

Darussalam Ciamis. Tenaga pengajar di Raudalatul Athfal Al-Fadliliyah Darussalam

Ciamis berjumlah 6 orang, sedangkan jumlah muridnya adalah 35 orang.

Dari profil kelembagaan di atas, ada beberapa hambatan yang merupakan

permasalahan yang perlu segera ditangani. Hambatan itu diantaranya para guru

sebagai pembimbing dalam melaksanaka belajar mengajar masih belum optimal dalam

mengaplikasikan Satuan Kegiatan Mingguan (SKM) dan Satuan Kegiatan Harian

(SKH), ketegasan guru pada orang tua anak masih lemah sehingga menyebabkan anak

dalam belajar baik di ruangan maupun di luar ruangan masih banyak yang didampingi

oleh orang tua dan ini mengakibatkan guru kurang begitu berperan sebagaimana

mestinya, guru masih kurang memahami tahapan perkembangan anak pada usia 3-5

tahun, guru masih kurang memahami prinsip-prinsip bimbingan perkembangan anak

usia dini, kreativitas guru masih kurang dalam menata alat peraga edukatif (APE) di

ruangan dan mengembangan alat peraga edukatif dalam rangka memanfaatkan bahan

yang mudah diperoleh, warga belajar kelompok kecil agak sulit dikembalikan oleh

guru, karena warga belajar cenderung bermain semaunya, guru perlu diberi pembinaan

atau bimbingan terutama dalam mengambil kebijakan dalam melaksanakan tugasnya,

Pada penelaahan peneliti dari kemampuan dasar berbahasa anak di Raudlatul

Athfal Darussalam Ciamis, dari hasil penelitian awal menunjukkan masih banyak

anak-anak yang menunjukkan kelemahan dalam berbicara dengan baik. Anak-anak

dalam menyampaikan keinginannya dilakukan dengan lebih banyak menunjuk atau

menarik-narik orang tua atau guru kepada benda yang diinginkannya. Anak masih

jarang sekali menyebutkan nama-nama benda atau binatang yang diinginkannya.

(12)

Menurut guru-guru kelemahan anak dalam kemampuan dasar berbahasa

dikarenakan banyak diantara mereka tidak mendapatkan latihan dan bimbingan yang

memadai dari orang tuanya. Anak banyak diberi pelajaran membaca, menulis dan

berhitung disekolah (kelompok bermain) sedangkan di rumah anak-anak dibiarkan

main bersama-sama teman sebayanya tanpa banyak bimbingan perkembangan dari

orang tua. Ungkapan guru dipertegas dari hasil investigasi peneliti kepada beberapa

orang tua wali siswa yang menemukan bahwa para orang tua secara umum sudah

mempercayakan kepada guru pembimbing di sekolah, sehingga mereka kurang sekali

membantu membimbing di rumah. Selain itu banyak orang tua yang mengaku sibuk

dengan pekerjaannya sehingga ia kurang sekali memperhatikan pendidikan

anak-anaknya.

Saat ini banyak TK/RA yang menggunakan pendekatan pendidikan yang

bermuatan akademik, dimana mengutamakan segi penguasaan pengetahuan dan

keterampilan tertentu baca tulis dan menghadapi sejumlah fakta sebagai hasil belajar

anak.Tampaknya telah terjadi salah kaprah karena TK dipandang sebagai persekolahan

dini yang telah merampas hak anak yaitu saat asik-asiknya menikmati bermain.

Keadaan ini telah marak sejak dulu dan merupakan masalah yang sangat

dilematis, di satu sisi guru-guru harus melaksanakan pendidikan dan bimbingan

sebagaimana mestinya, di sisi lain tuntutan orang tua dan masyarakat yang semakin

mendesak terutama yang berkaitan dengan kemampuan baca-tulis-hitung. Namun

perlu kiranya meluruskan apakah akan membiarkan pendidikan anak usia dini

setingkat Taman Kanak-kanak atau Raudlatul Athfal dipercepat menjadi pendidikan

(13)

mempersiapkan anak untuk memasuki Sekolah Dasar. Untuk itu perlu dicermati apa

sesungguhnya yang menjadi tujuan pendidikan anak usia dini.

Tujuan pendidikan pra-sekolah sebagaimana tertuang dalam Undang-undang RI

Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional adalah:

a. Membantu meletakkan dasar ke arah perkembangan sikap, perilaku,

pengetahuan, keterampilan dan daya cipta yang diperlukan oleh anak-anak didik dalam menyesuaikan diri dengan lingkungannya dan untuk pertumbuhan dan perkembangan selanjutnya,

b. Membantu kesiapan akan sebelum memasuki sekolah dasar

Tujuan tersebut mensyaratkan bahwa bagaimana memberikan bimbingan untuk

mengembangkan perkembangan anak yang dalam pelaksanaan pendidikan anak

raudlatul Athfal dilakukan melaui pembiasaan. Sedangkan untuk untuk memasuki

Sekolah Dasar anak perlu dibekali dengan kemampuan dasar yang mencakup daya

pikir, daya cipta, bahasa, jasmani dan keterampilan. Dilihat dari segi usia, anak usia

Raudlatul Athfal sedang mengalami perkembangan konsep yang sangat pesat.

Pemahaman tentang konsep, erat kaitannya dengan pengembangan kemampuan

berbahasa. Sedangkan fungsi pengembangan kemampuan berbahasa di pendidikan

Raudlatul Athfal menurut Depdiknas (1999) adalah sebagai berikut:

a. Sebagai alat untuk berkomunikasi dengan lingkungan.

b. Sebagai alat untuk mengembangkan kemampuan intelektual anak

c. Sebagai alat untuk mengembangkan ekspresi anak

d. Sebagai alat untuk mengembangkan perasaan dan buah pikiran kepada

(14)

Pengembangan bahasa di pendidikan Raudlatul Athfal merupakan salah satu

domain perkembangan anak yang dalam pelaksanaannya tidak dapat dipisahkan dari

semua kegiatan anak. Semua kegiatan, baik itu yang berkaitan dengan bermain,

musik, IPS, matematika, sains dan kegiatan apapun pengalaman lainnya harus

memberi kesempatan untuk mengembangkan keterampilan bahasa.

Orang tua sering mengeluh anaknya yang terlihat tidak banyak bicara, lebih

sering diam dan kalau menginginkan sesuatu hanya menunjuk-nunjuk benda yang

diinginkan, jadi tidak mengucapkannya secara verbal padahal pertumbuhan fisik anak

itu normal.

Adanya budaya sopan santun dalam masyarakat kita dimana orang tua kurang

memberi kesempatan pada anaknya untuk berbicara di depan tamu merupakan potensi

besar untuk menghambat kemampuan berbicara anak.

Seorang anak akan berbicara bila ia mendengar dan memaknai sesuatu,

menangkap suara melalui indra pendengarannya, kemudian oleh pusat susunan saraf

pusat yang lalu diolah di cortex cerebry ( bagian korteks otak) yaitu bagian otak yang

bertugas untuk mengolah persepsi, daya ingat, proses berpikir kemampuan mental dan

intelektual. Bila seorang anak kurang mendapat rangsang, maka proses pengolahan ini

berkurang pula. Kurangnya rangsang auditory (suara) ini membuat anak kurang

memahami apa yang didengar, dan apa yang didengar kurang dimaknai karena tidak

ada interaksi emosional sosial yang cukup memadai.

Dinyatakan oleh Supriadi (1999: 2) sebagai anak yang kurang beruntung

(disadvantaged children) di rumah mereka kurang mendapatkan rangsangan

(15)

orang tua tidak cukup mengerti atau punya kesempatan untuk memberikan perhatian

kepada anaknya dalam hal ini stimulasi berbicara..

Menurut laporan APEID (1990) dalam Supriadi (1999: 16) bahwa ada alasan

mengapa anak-anak kurang beruntung mengalami kesulitan dalam belajar atau

melakukan penyesuaian di sekolah diantaranya karena perbedaan bahasa yang

digunakan di sekolah dan di rumah, misal terbatasnya kosa kata, perbedaan dialek,

bahasa ibu yang digunakan sebagai bahasa pengantar kompleksitasnya lebih rendah

dibandingkan dengan bahasa kedua yang dipakai di sekolah.

Mengajak anak didik untuk berdialog, bertanya, dan menyuruh mengerjakan

sesuatu serta memberi kesempatan untuk bergaul dengan teman sebayanya, berarti

memberi dorongan pada anak untuk belajar berbahasa, terutama dalam meningkatkan

perbendaharan kosa katanya, merangkai kalimat dan menyatakan pikirannya.

Perlakuan seperti ini perlu bagi anak usia dini dalam meningkatkan kemampuan dasar

berbahasanya. Kemampuan dasar berbahasa sangat menunjang kemampuan

intelektual, sebab melalui bahasa itulah pengetahuan dikomunikasikan dan

didokumentasikan.

Anak-anak selalu mendengar dan menirukan apa yang didengarnya dari

sekeliling lingkungannya. Sebagaimana yang dikemukakan oleh Ghazali. (Ghazali,

1987: 2) bahwa anak yang baru lahir tentu tidak langsung dapat berbicara (berbahasa)

tetapi ia mempunyai potensi yang dibawanya sejak lahir. Dengan potensi itulah anak

mencoba menyerap prinsip-prinsip bahasa yang digunakan oleh orang-orang di

sekelilingnya.

Keterampilan berbicara seorang anak sering dipengaruhi oleh faktor bawaan

(16)

Hal tersebut mengandung maksud bahwa peranan lingkungan mendukung potensi

yang dimiliki anak sejak lahir dalam kemampuan berbicaranya.

Kejadian ini sering dijumpai dikota-kota besar, karena orang tua terlalu

disibukkan dengan kegiatan dan pekerjaannya sehingga anak banyak berinteraksi

dengan pembantu dan pengasuhnya..

Kemampuan berbahasa merupakan suatu yang penting bagi anak, karena hampir

semua aktivitas kehidupan memerlukan kemampuan bahasa seseorang untuk bisa

mengkomunikasikan dengan orang lain.

Cara pembelajaran di Raudlatul athfal memiliki peran penting dalam

mengembangkan kemampuan ekspresi verbal anak, juga di Raudlatul athfal

merupakan arena yang baik bagi anak untuk mengekplorasi kemampuan berbicaranya,

tetapi pada kenyataannya cara memberi pembelajaran di Raudlatul Athfal pada

umumnya bersifat satu arah, sehingga kurang memberi kesempatan pada anak untuk

mengoptimalkan kemampuan berekspresi verbal dengan baik dan terarah.

Sehingga sungguh sangat disayangkan, bila anak dirumah sudah terampil

berekspresi secara verbal, sementara dilingkungan sekolah kurang memberikan

dukungan.

Dari latar belakang tersebut dapat dipahami bahwa penguasaan berbahasa dalam

hal ini kemampuan dasar berbicara anak untuk mengekspresikan secara verbal pada

tahap dini akan dapat berjalan dengan baik apabila guru di Raudlatul Athfal serta

orang tua di rumah dapat memberikan stimulasi atau merespon pembicaraan anak

berupa latihan-latihan dan bimbingan yang akurat pada setiap tahap perkembangan

(17)

Berdasarkan pada studi pendahuluan dan wawancara dengan para guru bahwa di

Raudlatul Athfal (RA) Al-Fadliliyah Darussalam terdapat beberapa anak yang

mengalami hambatan dalam berbicara di antaranya ada yang mengalami gangguan

artikulasi misalnya lisping (cadel), keterlambatan berbicara. (reseptif dan espresif)

serta keterbatasan kosa kata. Sehingga penelitian tentang kemampuan dasar berbicara

atau berbahasa lisan yang akan dilakukan di RA Al-Fadliliyah ini menurut

pertimbangan penulis cukup representatif untuk dilaksanakan sebab dalam

perkembangan selanjutnya dapat menghambat proses pembelajaran yang berlangsung.

Pengembangan bahasa anak usia dini harus mengintegrasikan unsur-unsur

mendengarkan, berbicara, membaca dan menulis. Pengembangan bahasa yang

dilakukan guru harus mendukung terhadap upaya pengembangan yang secara tidak

sadar juga dilakukan oleh anak. Sebagaimana dikemukakan oleh Brown S. Rebeca

(Masitoh, 2002:10) bahwa "A teacher must integrate the four language groups of

listening, speaking and writing as well as all content areas that extend learning".

Dengan demikian hubungannya dengan kemampuan dasar berbahasa anak ini ada

empat pokok konteks pengembangan bahasa yaitu: (1).mendengarkan; (2).berbicara;

(3).membaca dan (4). Menulis.

Pembelajaran bahasa berlangsung secara fungsional dan kontekstual artinya

bahwa upaya pengembangan bahasa pada anak Raudlatul Athfal harus diarahkan

kepada keempat pokok konteks pengembangan di atas.

Pelaksanaan pengembangan bahasa saat ini di Raudlatul Athfal mencakup

kegiatan mendengarkan melalui berceritera, kegiatan berbicara melalui

bercakap-cakap, membaca, dalam upaya persiapan membaca tetapi lebih merupakan

(18)

kegiatan menulis. Kegiatan itu ditunjukkan agar anak dapat menggunakan bahasa,

memahami dan dapat berkomunikasi secara efektif yang bermanfaat untu berpikir dan

belajar (Depdiknas: 2002).

Kenyataan dilapangan, ternyata pelaksanaan keempat pokok tadi masih

terisolasi dan belum merupakan suatu kesatuan yang terintegrasi dan lebih berpusat

pada guru (teacher centred) belum optimal melibatkan anak untuk aktif belajar.

Pendekatan yang dipilih guru hendaknya harus memperhatikan minat, kebutuhan dan

aspek perkembangan anak, sehingga aspek akademik lebih diutamakan. Hasil

penelitian para ahli juga menunjukkan bahwa pembelajaran bahasa di TK/RA lebih

menonjolkan keterampilan membaca dan menuis. Hasil penelitian Hatch dan Free Man

(Masitoh, 2002) menyimpulkan sebagai berikut:

a. Program Taman Kanak-kanak secara umum menekankan keterampilan

membaca secara tradisional seperti menduga dan membedakan visula

b. Dari kartu laporan secara khusus menunjukkan bahwa Taman Kanak-kanak

diharapkan dapat menguasai keterampilan-keterampilan seperti memakai

huruf-huruf, nama-nama mereka yang dicetak, hubungan huruf-huruf dan

sarana, serta memakai ritme kata.

Asumsi baru tentang "literacy" yang dikemukakan oleh Good Man (Masitoh,

2002) bahwa pengembangan bahasa adalah bagian dari keseluruhan proses komunikasi

yang mencakup menyimak, mendengarkan, berbicara, membaca, menulis. Pernyataan

dari The National Association for Education of Young Children (NAEYC) dalam

Bredecamp (1997) menggambarkan praktik yang tidak tepat di dalam area bahasa ketika

pembelajaran membaca dan menulis ditekankan sebagai pengembangan keterampilan

(19)

menulis harus dipandang sebagai sesuatu yang saling berhubungan yang satu sama lain

tidak boleh dipisahkan.

Pelaksanaan keempat pokok tadi masih belum merupakan suatu kesatuan yang

terintegrasi dari berbagai kegiatan pendidikan yaitu pembelajaran dan pembimbigan.

Pelaksanaannya juga masih berpusat pada guru (teacher centered) belum optimal

melibatkan anak agar lebih aktif efektif mengaktualisasikan dirinya. Pendekatan yang

dilakukan guru hendaknya lebih memperhatikan tahap perkembangan anak, minat dan

kebutuhan anak, sehingga anak akan mampu menampilkan perkembangannya secara

optimal.

Disini peran guru dalam memberikan bimbingan sangat dibutuhkan, maka

dengan demikian seharusnya para guru lebih memahami prinsip-prinsip bimbingan.

Melalui penerapan prinsip-prinsip bimbingan dalam pembelajaran, maka anak-anak akan

merasa terayomi dalam mengikuti kegiatannya. Melalui bimbingan yang tepat, peserta

didik/anaka-anak Raudlatul Athfal diharapkan dalam mengembangkan kemampuan dasar

berbahasanya tidak mengalami kesulitan. Oleh karena itu dalam proses pembimbingan

anak, seorang guru dituntut mampu memahami dan menerapkan prinsip-prinsip

bimbingan perkembangan yang dapat meningkatkan kemampuan dasar berbahasa anak.

B. Rumusan Masalah

Penerapan bimbingan dalam kemampuan dasar berbahasa bagi anak

Raudlatul Athfal merupakan salah satu kesatuan yang terintegrasi dalam proses

pembelajaran. Melalui bimbingan yang optimal dari para guru, diharapkan anak akan

mampu meningkatkan kemampuannya secara optimal. Kemampuan yang

(20)

kognitif.

Berdasarkan uraian di atas, maka dalam penelitian ini memfokuskan pada

permasalahn yang berkenaan dengan meningkatkan kemampuan dasar berbahasa anak.

Kemampuan berbahasa merupakan suatu kesatuan yang memiliki

komponen-komponen yang tidak dapat dipisahkan dan harus ada keterkaitan komponen-komponen

mendengarkan, berbicara, menulis dan membaca. Keterpaduan bukan hanya antara

komponen pengembangan bahasa tetapi terpadu/terintegrasi juga dengan bidang

pengembangan lain dan dengan unsur-unsur kebahasaan itu sendiri.

Untuk dapat meningkatkan pengembangan bahasa anak sebagaimana

dikemukakan di atas, maka perlu para guru memahami tujuan bimbingan, fungsi

bimbingan dan prinsip-prinsip bimbingan, yang dapat mengintegrasikan

komponen-komponen pengembangan bahasa, sehingga anak mampu mengoptimalkan

kemampuan berbahasanya dengan baik.

C. Pertanyaan Penelitian

Sehubungan dengan rumusan masalah tersebut di atas, maka yang menjadi fokus

penelitian ini disajikan dalam beberapa pertanyaan sebagai berikut:

a. Seperti apa pemahaman guru Raudlatul Athfal Al-Fadliliyah Darussalam Ciamis

terhadap prinsip-prinsip bimbingan?

b. Seperti apa kemampuan dasar berbahasa/berbicara anak Raudlatul Athfal

Al-Fadliliyah Darussalam Ciamis?

c. Apa yang dilakukan guru Raudlatul Athfal Al-Fadliliyah Darussalam Ciamis

dalam memberikan bimbingan untuk meningkatkan kemampuan dasar

(21)

D. Tujuan Penelitian

Secara khusus tujuan penelitian dapat diuraikan seperti berikut:

1. Untuk mengetahui pemahaman guru terhadap prinsip-prinsip bimbingan

perkembangan di Raudlatul Athfal Al-Fadliliyah Darussalam Ciamis.

2. Untuk mengetahui kemampuan dasar berbahasa/berbicara anak di Raudlatul

Athfal Al-Fadliliyah Darussalam Ciamis.

3. Untuk mengetahui kegiatan bimbingan yang dilakukan guru Raudlatul Athfal

Al-Fadliliyah Darussalam Ciamis khususnya dalam meningkatkan kemampuan dasar

berbahasa/berbicara anak?

E. Manfaat Penelitian

Dengan penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi dunia

pendidikan, khususnya dunia pendidikan anak usia dini, dan pihak-pihak sebagai

berikut:

1. Manfaat bara Guru

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan masukan terhadap

upaya-upaya peningkatan kualitas pengembangan kemampuan dasar berbahasa anak

melalui pemahaman prinsip-prinsip bimbingan perkembangan. Dengan

optimalisasi bimbingan perkembangan bahasa, diharapkan anak akan mampu

meningkatkan kemampuan dasar berbahasanya secara optimal.

2. Manfaat bagi lembaga

Mengembangkan visi sekolah yang berorientasi tidak hanya pada hasil belajar

(22)

berbahasa/berbicara bagi anak

3. Pihak lain terutama para pembuat kebijakan

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan masukan dan bahan

pembanding dalam mengambil keputusan khususnya dalam pelayanan

pembelajaran dan pembimbingan bagi anak-anak. Dengan hasil penelitian ini,

pembuat kebijakan mampu memutuskan kebijakannya dengan secara arif

sehingga tidak memberatkan guru dan anak dalam melaksanakan keputusannya.

F. Asumsi Penelitian

Pelaksanaan penelitian ini di dasarkan pada beberapa asumsi (anggapan

dasar) yang berhubungan dengan perkembangan anak, diantaranya dapat diungkapkan

sebagai berikut:

1. Pembelajaran bagi anak prasekolah harus dilakukan secara menyenangkan, yaitu

melalui bermain. Kesenangan yang diperoleh melalui bermain memungkinkan

anak belajar tanpa tekanan, sehingga disamping motoriknya, kognitif,

sosio-emosional, spiritual, bahasa dan kecerdasan lainnya akan berkembang optimal

(Depdiknas, 2002 : 3).

2. Bimbingan merupakan suatu proses, yang mengandung makna bahwa bimbingan

itu merupakan kegiatan yang berkesinambungan, bukan kegiatan seketika atau

kebetulan, kegiatan yang sistematis dan berencana yang terarah kepada

pencapaian tujuan. Dengan demikian pemberian bantuan yang diberikan kepada

siswa adalah berdasarkan kepada program yang disusun secara sistematis yang

berbasis karakteristik perkembangan siswa (Syamsu Yusuf, 2009: 40)

(23)

bentuk lambang atau simbol untuk mengungkapkan sesuatu pengertian, seperti

dengan menggunakan lisan, tulisan, isyarat, bilangan, lukisan dan mimik muka

(Syamsu Yusuf, 2001:118). Sedangkan dalam konteks sosial, bahasa dipengaruhi

oleh interaksi sosial dengan anak lainnya dan dengan dunia sekitarnya (Masitoh,

2002)

G. Definisi Operasional

Untuk memperjelas dalam penelitian dan agar dapat terhindar dari berbagai

pemahaman yang salah, sehingga dalam penelitian ini lebih terarah, maka perlu

mendapatkan pendefinisian secara operasional terhadap beberapa istilah yang

digunakan dalam penelitian ini:

Bimbingan adalah suatu rangkaian kegiatan yang terencana, terorganisasi,

dan terkoordinasi yang dilaksanakan oleh guru atau pengasuh di Raudlatul Athfal

sebagai upaya untuk mengembangkan kemampuan dasar berbahasa secara optimal.

Kemampuan dasar berbahasa anak Raudlatul Athfal adalah perkembangan

kecakapan, kesanggupan mendengar, membedakan bunyi suara, bunyi bahasa serta

memahami kata dan kalimat sederhana dalam menggunakan bahasa lisan secara

(24)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Metode Penelitian

Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini ialah melalui

pendekatan kualitatif, hal ini didasarkan kepada rumusan-rumusan yang muncul

dalam penelitian ini yang menuntut peneliti untuk melakukan berbagai aktivitas

eksplorasi dalam rangka memahami dan menjelaskan masalah-masalah yang menjadi

fokus masalah penelitian ini. Kemudian pengumpulan berbagai data dan informasi

akan dilakukan melalui tekhnik observasi, wawancara, studi dokumentasi terhadap

sumber-sumber data yang diperlukan. Menurut Bodgan dan Taylor seperti dikutip

oleh Lexi J.Moleong (1993:3) yang dimaksud dengan pendekatan kualitatif ialah :

...sebagai sebuah prosedur dasar penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang diamati.

Kemudian Creswell (1994:145) mengemukakan bahwa ada beberapa karakteristik

dari penelitian kualitatif ini, diantaranya:

1. Para peneliti kualitatif mempunyai perhatian yang lebih utama dengan proses daripada hasil atau produk.

2. Para peneliti kualitatif lebih tertarik dengan makna, bagaimana orang-orang memberikan makna terhadap kehidupan, pengalaman dan struktur mereka terhadap dunia

3. Para peneliti kualitatif merupakan instrumen utama untuk pengumpulan dan penganalisaan data

4. Penelitian kualitatif melibatkan kerja lapangan, dimana peneliti biasaya melakukan observasi terhadap orang-orang, keadaan, atau institusi dalam seeting yang alamiah

5. Penelitian kualitatif bersifat deskriptif dimana peneliti lebih tertarik dengan proses, makna dan pemahaman yang diperoleh melalu kata-kata atau gambar-gambar

(25)

Selanjutnya untuk mendukung validitas dan keakuratan data yang diperoleh

selama penelitian, maka dipandang perlu bagi peneliti untuk melakukan kajian

kepustakaan untuk penganalisaan yang lebih mendalam.

Penelitian pendekatan kualitatif dengan metode deskriptif ini ini bertujuan

untuk memperoleh gambaran secara empirik tentang kemampuan dasar dalam

berbicara/berbahasa lisan anak Raudlatul Athfal secara aktual dan apa adanya pada

saat proses pembelajaran di Raudlatul Athfal dilakukan.

Metode deskriptif dalam penelitian menurut Nasution (1988: 9) adalah

dilakukan dengan mengumpulkan data deskriptif yang banyak dan dituangkan dalam

bentuk laporan dan uraian, penelitian ini tidak mengutamakan angka dan statistik,

walaupan tidak menolak data kuantitatif, karakteristik dari penelitian kualitatif

ditandai oleh kegiatan untuk mengamati orang dalam situasi nyata baik dalam

berinteraksi dengan lingkungan, maupun untuk memahami perilaku orang yang

diamati tersebut.

Disamping itu penulis akan melakukan kegiatan studi dokumenter. Selama

penelitian berlangsung penulis akan melakukan. "share" berupa wawancara dengan

para guru dan para orang tua, apabila ditemukan hal-hal yang perlu didiskusikan

menyangkut data yang akan diperoleh.

Penelitian ini berupaya melakukan pencatatan terhadap masalah-masalah yang

muncul yang terkait dengan obyek yang diteliti dengan cara seksama. Setelah

melakukan pencatatan terhadap masalah yang muncul, kemudian dideskripsikan secara

apa adanya. Hakekat metode deskripsi yang berupa kata-kata tertulis atau lisan dari

orang-orang dan perilaku yang dapat diamati (Moleong, 1989: 79) berdasarkan kepada

(26)

dengan berupaya memecahkan masalah bedasarkan fenomena yang ada dan kemudian

dapat dipecahkan sehingga mampu membuat satu kesimpulan yang dapat dijadikan

sebagai bahan dalam pengembangan kegiatan pembelajaran dan bimbingan dalam

berbicara / berbahasa lisan di Raudlatul Athfal maupun pengembangan dan bimbingan

kemampuan berbicara dalam lingkungan keluarga di rumah.

B. Subyek Penelitian

Dalam melaksanakan penelitian diperlukan data dari sumber-sumber tertentu yang sesuai dengan kebutuhan atau permasalahan penelitian. Seperti yang dikemukakan Nana Sudjana dan lbrahim (2001: 84) bahwa, "Populasi merupakan seluruh sumber data yang memungkinkan memberikan informasi yang berguna bagi masalah penelitian". Populasi dapat berupa orang, nilai, barang atau benda-benda lainnya yang dapat dijadikan objek dalam penelitian. Adapun yang menjadi populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa yaitu anak kelas A=13 orang, B1=11 orang dan B2=11 orang (kelompok anak berusia 5-6 tahun) dan guru-guru RA Al-Fadliliyah Darussalam sebanyak 6 orang.

Penelitian ini dilakukan terhadap populasi yang disebut sampel. Nana Sudjana dan Ibrahim (2001: 84) mengemukakan bahwa, "Sampel adalah sebagian populasi yang memiliki sifat dan karakteristik yang sama sehingga betul-betul terwakili

populasinya".

Dari populasi penelitian guru maka sampel yang diambil adalah sampel total, karena jumlah guru-guru RA Al-Fadliliyah Darussalam berjumlah 6 orang. Adapun sampel penelitian siswa, maka diambil seluruhnya yakni 35 orang.

Berkenaan dengan sampel, Suharsimi Arikunto (1996 :120) mengemukakan sebagai berikut:

(27)

Berdasarkan pendapat di atas, maka penulis menetapkan sampel guru dalam penelitian ini berjumlah 6 orang, sedangkan siswa adalah sebanyak 35 orang.

C. Pengembangan Instrumen Penelitian

Data yang diperlukan dalam penelitian ini akan diungkap dengan

menggunakan teknik observasi yang didukung oleh wawancara dan dilengkapi oleh

studi dokumenter. Penggunaan teknik observasi dilakukan untuk melihat kemampuan

dasar berbahasa / berbicara anak dan program bimbingan perkembangan bagi anak.

Wawancara dilakukan kepada orang tua yang dimaksudkan untuk mengetahui latar

belakang, kebiasaan dan peran orang tua dalam merespon pembicaraan anaknya,

sehingga hal ini akan berpengaruh pada kemampuan dasar berbahasa / berbicara

anaknya.

Oleh karena itu dikembangkan suatu alat penelitian yang dapat

mengungkapkan kemampuan dasar berbahasa/berbicara anak Raudlatul Athfal. Alat

pengumpulan data yang akan di kembangkan berupa pedoman observasi dan pedoman

wawancara. Pengembangan kedua alat itu mengacu kepada indikator seperti yang telah

diungkapkan pada bagian definisi operasional pada BAB I. Guna melengkapi kedua

alat di atas, dilakukan pula studi dokumentasi untuk melengkapi data dimaksud.

Sehubungan dengan hal tersbut, maka yang menjadi instrumen penelitian

termasuk didalamnya adalah peneliti sendiri yang dibantu oleh guru di Raudlatul

Athfal. Mengacu kepada teknik prosedur pengumpulan data tersebut, maka ada

beberapa data atau informasi yang dikumpulkan yaitu:

1. Informasi tentang kemampuan dasar berbahasa anak. Alat ini berupa pedoman

observasi. Pedoman observasi yang dikembangkan merupakan alat bantu penelitian.

(28)

M = Anak mampu melaksanakan aktivitas berbahasa dengan baik sesuai perintah

guru

R = Anak ragu-ragu dalam melaksanakan aktivitas berbahasa sesuai dengan

perintah guru.

T = Anak tidak mampu melaksanakan aktivitas berbahasa sesuai dengan perintah

guru.

Pedoman observasi kemampuan berbahasa/berbicara anak. Pedoman ini

dimodifikasi dari Child Record High/Scope Observation Record For Ages 2 1/2 s/d 6

untuk bagian language and literacy. Observing Develovpment of young child

(Beaty), Kurikulum 2004 Standar Kompetensi Taman Kanak-kanak dan Raudatul

Athfal (Depdiknas) Adapun kisi-kisi alat pengumpul data dapat dilihat dalam tabel

berikut :

KISI-KISI OBSERVASI

KEMAMPUAN DASAR BERBAHASA/BERBICARA ANAK RAUDLATUL ATHFAL

ASPEK INDIKATOR NO ITEM

Anak mampu mendengarkan, berkomunikasi secara lisan, memiliki perbendaharaaan kata dan mengenal simbol-simbol yang melambangkan untuk persiapan membaca dan

- Anak dapat berkomunikasi secara lisan - Anak dapat memperkaya kosa kata - Anakdapat mengenal bentuk-bentuk

simbol sederhana (pra menulis) - Anak dapat membaca gambar (pra

membaca)

- Anak dapat memenuhi rasa ingin tahu - Anak dapat memahami bahasa isyarat

(29)

menulis

2. Secara umum pedoman wawancara dengan orang tua mencakup: a) kebiasaan orang

tua merespon pembicaraan anak, b) Tingkat pendidikan orang tua c) Keadaan sosial

ekonomi, d) Jenis kelamin anak, e) Keinginan / hasrat berkomunikasi, f) Dorongan

berbicara pada anak, g) Keadaan keluarga (anak tunggal atau keluarga besar), h)

Urutan kelahiran, i) Pola asuh orang tua, j) Hubungan dengan teman sebaya, k)

Kepribadian anak, l) Bahasa sehari-hari di rumah, latar belakang kesehatan anak.

3. Pedoman Wawancara dengan guru

Pedoman wawancara untuk guru meliputi a) Kegiatan guru mengajar di

kelas, b) pemahaman guru tentang prinsip-prinsip bimbingan, c) Pengetahuan

guru tentang perkembangan berbahasa/berbicara anak didiknya, d) Pendapat guru

tentang kemampuan anak didik yang akan diteliti, e) Pendapat guru tentang

hambatan atau ganguan berbahasa yang dialami anak didiknya. f) pendapat guru

tentang upaya-upaya yang harus dilakukan dalam menghadapi anak yang

mengalami gangguan atau hambatan berbahasa/berbicara.

Setelah melihat kisi-kisi dan bentuk alat yang akan digunakan, maka

selanjutnya dikembangkan alat penelitian dalam bentuk pedoman observasi dan

pedoman wawancara (terlampir)

D. Teknik Analisis Data

Dalam penelitian ini analisis data yang dilakukan berdasarkan kepada jenis

data yang diperoleh selama di lapangan. Untuk jenis data yang diperoleh berdasarkan

observasi dan wawancara dilakukan dengan mengacu kepada pedoman observasi dan

(30)

observasi dan wawancara ini dilakukan secara terus menerus selama proses penelitian

berlangsung. Proses penelitian semacam ini dimaksudkan agar data yang diperoleh

tidak terjadi bias yang disebabkan oleh adanya kekhilapan atau ada data yang tercecer.

Dengan proses analisis semacam ini akan dapat diperoleh hasil yang akurat. Selain itu

dengan analisis semacam ini akan diharapkan dapat membantu penelitian apabila data

yang dianggap belum lengkap sehingga dapat dengan cepat dilengkapi. Dari hasil-hasil

analisis dicek kembali kepada subyek penelitian, sehingga dapat diketahui akurasi data

yang akan didapatkan.

Berkaitan dengan analisis data, Patton dalam Nasution (1992) menjelaskan

bahwa analisis data adalah proses mengatur data mengorganisasikan ke dalam suatu

pola, kategori, dan satuan uraian dasar. Ia membedakannya dengan penafsiran yaitu

memberikan arti yang signifikan terhadap analisis, menjelaskan pola urutan, dan

mencari hubungan diantara dimensi uraian-uraian.

Dalam penelitian kualitatif, pelaksanaan analisis data dilakukan sepanjang

penelitian itu dan secara terusmenerus, mulai tahap pengumpulan data sampai akhir.

Sebagaimana dikemukakan oleh Milesdan Huberman (Dodo Sutardi, 1995)

bahwa"analisisdata kualitatif merupakan upaya berlanjut, berulang dan terus menerus.

Menurut mereka ada tiga tahap analisis, yaitu reduksi data, penyajian data, dan

penarikan kesimpulan/terefikasi.

Data yang diperoleh dari lapangan diolah dengan menggunakan teknik yang

sesuai dengan pertanyaan dan tujuan penelitian. Teknik pengolahan data yang akan

digunakan adalah dengan mengacu kepada pertanyaan penelitian. Untuk menjawab

pertanyaan penelitian dilakukan dengan cara mendeskripsikan hasil wawancara,

(31)

dan kegiatan bimbingan yang dianggap mampu memberikan andil bagi pengembangan

kemampuan dasar berbahasa anak sebagai upaya dalam membantu meningkatkan

kemampuan dasar berbahasanya.

E. Prosedur Pelaksanaan Penelitian

Penelitian dimulai dengan mempersiapkan segala keperluan agar dapat

memfokuskan permasalah yang akan diteliti. Adapun langkah-langkah yang ditempuh

dalam penelitian ini adalah:

1. Tahap I; Persiapan

Tahap ini dimulai dengan mengadakan observasi pendahuluan, dimaksudkan

untuk menemukan data-data awal berkaitan dengan Raudlatul Athfal Al-Fadliliyah.

Berdasarkan pada hasil itu, maka dilakukan idenfikasi masalah penelitian. Dari hasil

pengidentifikasian ditemukan permasalah pokok yang dapat dijadikan fokus

permasalahan dalam penelitian ini. Hal ini didukung oleh fakta yang berada di

lapangan dan teori atau konsep yang mendasari perlunya masalah itu diteliti. setelah

diketahui fokus permasalahnnya, selanjutnya fokus permasalah yang ada dilapanagan

dikaji dengan teori yang mendukung untuk dibuat sebuah desain penelitian yang

berlaku di institusi ini.

2. Tahap II; Penyusunan Desain Penelitian

Berdasar pada hasil observasi awal di lapangan, maka selanjutnya disusun

desain penelitian yang nantinya diajukan kepada penguji proposal untuk diseminarkan

dan mendapatkan rekomendasi mengenai layak atau tidaknya permasalahan yang

dituangkan dalam desain penelitian ini untuk dilanjutkan.

(32)

Surat izin penelitian merupakan salah satu elemen penting dalam suatu proses

penelitian. Untuk itu dalam penelitian ini surat izin penelitian menjadi prioritaas guna

membantu memperlancar jalannya sebuah penelitian di lokasi penelitian.

4. Tahap IV; Proses Pengumpulan Data.

Pada tahap pengumpulan data akan dilakukan dengan beberapa rangkaian

kegiatan berikut, yaitu tahap orientasi dan tahap eksplorasi.

Tahap orientasi. Pada tahap ini yang pertama dilakukan adalah mempelajari

dokumen yang berkenaan dengan data yang diperlukan, baik kepada siswa maupun

guru yang dijadikan responder penelitian. Disamping mempelajari dokumen-dokumen

yang ada, juga melakukan wawancara dengan guru, dari hasil wawancara diharapkan

akan diperoleh informasi tentang kegiatan guru dalam pembelajaran bahasa lisan serta

kesan dan informasi mengenai kemampuan dasar berbahasa/berbicara anak didiknya

yang akan dijadikan objek penelitian.

Penyebaran alat penelitian dilakukan dengan menempuh langkah-langkah

sebagai berikut: 1) Memohon kesediaan responden yang telah ditentukan untuk

diwawancarai atau diobservasi 2) Memberitahukan pada responden dengan

menjelaskan maksud dan tujuan penelitian serta manfaat dari penelitian ini bagi

peneliti dan responden pada umumnya. Pada tahap ini dijalin pula hubungan dan

komunikasi yang baik dengan guru dan orang tua anak agar tercipta suasana yang

rileks dan hangat.

Tahap eksplorasi. Tahap ini akan dilakukan setelah memperoleh informasi dari

hasil observasi, wawancara, dan studi dokumentasi. Dalam tahap ini kegiatan yang

(33)

dengan mengacu kepada pedoman observasi dan wawancara yang telah disediakan

oleh peneliti.

Agar pengumpulan data melalui observasi dan wawancara ini terjaga

keakuratannya dan sesuai dengan informasi yang disampaikan oleh responden, maka

dilakukan pemotretan pada kegiatan atau interaksi anak di Raudlatul Athfal,

khususnya dalam berbahasa/berbicara, kegiatan ini dilakukan dengan pencatatan dan

perekaman.

Untuk melakukan wawancara dengan guru dilaksanakan saat jam istirahat,

sebelum masuk sekolah atau setelah kegiatan berlangsung, hal ini dimaksudkan agar

tidak mengganggu proses pembelajaran yang tengah berlangsung.

F. Pendekatan dan Metode Penelitian

Pendekatan yang digunakan adalah pendekatan kualitatif dan metode

penelitiannya adalah metode deskriptif, karena penelitian ini dimaksudkan untuk

menjelaskan peristiwa atau kejadian yang terjadi pada masa sekarang. Penelitian ini

bertujuan untuk memperoleh gambaran empirik tentang kemampuan dasar

berbahasa/berbicara anak Raudlatul Athfal. Kegiatan pembelajaran berbahasa lisan di

kelas serta sarana dan prasarana pendukung juga menjadi perhatian. Untuk

mengungkapkan data tersebut, perlu dilakukan pengamatan terhadap anak-anak RA

perihal kemampuan dasar berbahasa lisannya, berinteraksi dengan anak untuk

memahami tuturan spontan bahasa lisannya selama kegiatan di Raudlatul Athfal.

Disamping itu dilakukan studi dokumenter, melakukan diskusi dengan para guru dan

kepala sekolah.

(34)

dalam melayani atau merespon berbicara anak-anaknya, hal ini perlu dilakukan

sebagai bahan masukan dalam hal latar belakang keterlambatan dalam

berbahasa/berbicara. Penelitian ini berupaya melakukan pencatatan terhadap

masalah-masalah yang muncul pada anak terkait dengan kemampuan dasar berbahasa lisannya

dengan cara seksama. Setelah melakukan pencatatan terhadap masalah yang muncul,

kemudian dideskripsikan secara apa adanya.

Berdasarkan pada paparan di atas, maka melalui penelitian ini nantinya

diharapkan terkumpul sejumlah data dengan berupaya memecahkan masalah

berdasarkan fenomena yang ada dan kemudian dapat dipecahkan sehingga ada satu

kesimpulan yang dapat dijadikan sebagai bahan dalam program pengembangan

kemampuan dasar berbahasa/berbicara anak di Raudlatul Athfal secara umum.

G. Waktu Pelaksanaan Penelitian

No Waktu

Kegiatan Pebruari Maret April Mei Juni Juli Agustus 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 Pra Survey X X X X 2 Membuat

Rancangan Penelitian

X X X X

3 Pengajuan Proposal

X

4 Seminar Proposal

X

5 Perbaikan Proposal

X

6 Penelitian Awal

X

7 Bimbingan Bab I s.d Bab III

X X X X X

8 Penelitian Inti

X X X X X X X X

(35)

Data dan Bimbingan Bab IV-V 10 Laporan

Kemajuan

X

11 Perbaikan Tesis

X

12 Ujian Tahap I

X

13 Perbaikan Akhir Tesis

X X

14 Perbaikan Tahap II

(36)

BAB V

KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasannya, maka dapat disimpulkan

sebagai berikut.

1. Kondisi objektif bimbingan di Raudlatul Athfal Al-Fadliliyah Darussalam

Ciamis sebagai berikut.

a. Kondisi layanan bimbingan yang terintegrasi ke dalam pelaksanaan

pembelajaran secara umum kurang dipahami oleh guru;

b. Pelaksanaan layanan bimbingan dalam kegiatan pembelajaran, mencakup :

(1) penetapan tema dan sub tema, (2) mengaitkan tema dengan

kemampuan bahasa anak, (3) merumuskan kemampuan yang diharapkan,

(4) menetapkan prosedur pembelajaran, (5) menetapkan bahan, media, dan

sumber belajar, (6) menetapkan organisasi kelas, dan (7) menetapkan

prosedur evaluasi.

c. Faktor penghambat layanan bimbingan yaitu; (1) guru kurang memiliki

kemampuan dalam melaksanakan bimbingan sesuai dengan prosedur yang

belaku; (2) guru kurang memberikan contoh-contoh aktual yang

diperlukan anak dalam meningkatkan kemampuan dasar berbahasa; (3)

anak cenderung kurang berani untuk bercerita di depan kelas dan

melakukan tugas yang diberikan guru; (4) anak terlalu aktif kesana kesini

dan cenderung mengabaikan perintah guru; (5) anak dalam aspek bahasa

(37)

d. Faktor pendukung pelaksanaan layanan dan prasarana yang ada di

Raudlatul Athfal Al-Fadliliyah Darussalam Ciamis secara umum cukup

baik, baik itu sarana pembelajaran di dalam kelas maupun di luar kelas.

Begitu juga dalam penataan, keterpakaian dan pemeliharaannya sudah

cukup baik dan pelaksanaan layanan bimbingan;

2. Guru memahami bahwa prinsip-prinsip dan pelaksanaan bimbingan

merupakan bagian integral dari kegiatan pembelajaran di pendidikan pra

sekolah. Meskipun guru sudah memahami, tetapi dalam pelaksanaan

bimbingan cenderung masih acuh tak acuh, dan belum menerapkan

langkah-langkah pelaksanaan layanan bimbingan dengan cukup baik. Karena guru

kurang memiliki waktu untuk mengembangkan kegiatan bimbingan ke dalam

kegiatan pembelajaran. Materi yang disampaikan guru masih bersifat

normatif yang hanya berisikan nilai-nilai pengetahuan saja. Untuk

meningkatkan kemampuan guru, yaitu dengan jalan banyak membaca buku,

literatur dan mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan melalui media masa,

cetak, elektronik dan kegiatan lainnya.

Kemampuan dasar berbahasa anak termasuk kategori sedang, setelah guru

banyak memahami prinsi-prinsip dan layanan bimbingan di Raudlatul Athfal

al-Fadliliyah Darussalam Ciamis. Kemampuan yang menonjol diperlihatkan

oleh anak dapat dilihat dari indikator : (a) anak dapat memahami bahasa

isyarat, (b) anak dapat memenuhi rasa ingin tahu, dan (c) anak dapat

berkomunikasi secara lisan. Sedangkan pada indikator: (d) anak memperkaya

kosa kata, (e) anak dapat membaca gambar, dan (f) anak dapat mengenal

(38)

Kegiatan yang dilakukan oleh guru RA al-Fadliliyah Darussalam Ciamis

yaitu melakukan komunikasi dengan lingkungannya baik dengan guru, orang

tua maupun pihak terkait dengan menggunakan bahasa yang baik dan benar,

menyiapkan materi atau bahan, alat peraga, metode dan bahan-bahan lainnya

yang diperlukan untuk membantu membimbing anak, teknik yang digunakan

dalam bimbingan untuk meningkatkan kemampuan berbahasa bagi anak,

yaitu bercerita, mengulang-ulang kata kunci, bercakap-cakap, bermain, dan

tanya jawab, sarana dan fasilitas bimbingan di Raudlatul Athfal al-Fadliliyah

Darussalam Ciamis menurut guru secara umum sudah memadai dengan

kualitas yang cukup baik, lingkungan belajar cukup kondusif.

B. Rekomendasi

Tanpa mengabaikan berbagai upaya yang telah dilakukan oleh pihak-pihak

terkait terutama dalam hal mengembangkan kemampuan berbahasa di

pendidikan prasekolah, berdasarkan hasil penelitian yang disimpulkan di atas,

ada beberapa hal yang menjadi catatan sebagai bahan rekomendasi yang

mungkin bisa dimanfaatkan oleh pihak-pihak terkait. Rekomendasi ini

terutama ditujukan kepada guru di RA, Kepala RA, dan orang tua, serta

peneliti selanjutnya.

1. Guru di RA

Dalam upaya meningkatkan pembelajaran di pendidikan prasekolah,

terutama yang berkaitan dengan pengembangan dan pembelajaran bahasa, hasil

penelitian ini dapat diterapkan tetapi menuntut upaya guru yang optimal, antara

lain:

(39)

layanan bimbingan, mengikuti seminar, lokakarya, dan pelatihan yang

berkenaan dengan langkah-langkah pelaksanaan bimbingan di pendidikan

pra sekolah baik yang diselenggarakan oleh pemerintah (Dinas

Pendidikan) maupun lembaga profesi atau perguruan tinggi dan lain-lain

b. Guru harus dapat memilih dan menetapkan sendiri layanan bimbingan yang

terintegrasi dengan pembelajaran yang dianggap tepat untuk membantu

mengembangkan kemampuan dasar berbahasa anak. Teknik yang

digunakan hendaknya tidak terbatas pada teknik pemberian tugas dan

tanya jawab, tetapi perlu menggunakan teknik-teknik lain seperti,

berceritera, dramatisasi, demonstrasi, proyek, kerja kelompok dan praktek

langsung, serta bermain yang memberi kesempatan kepada anak untuk

belajar aktif, memperoleh pengalaman yang bermakna seperti memberi

kesempatan kepada anak untuk menceriterakan pengalamannya,

mengemukakan ide-ide sederhana, bertanya, dan belajar sambil bermain.

Penerapan teknik seperti di atas dapat diperoleh guru melalui pelatihan dan

lokakarya yang diselenggarakan oleh lembaga profesi.

c. Guru harus pandai menentukan sendiri media yang akan digunakan dalam

pelaksanaan layanan bimbingan yang tentunya disesuaikan dengan tema/

sub tema yang dikembangkan terutama yang berkaitan dengan gambar,

tulisan, kata dan kalimat sederhana. Di samping itu hendaknya

menggunakan objek langsung atau benda-benda nyata yang ada di

lingkungan anak sebagai media. Penentuan media itu merupakan tuntutan

kepada guru untuk mampu berkreasi secara total dalam mengabdi kepada

(40)

Guru harus pandai memberikan rangsangan kepada anak untuk rajin

belajar yaitu berupa membaca dini dan menulis dini tetapi tidak berusaha

memaksakan. Guru hendaknya menciptakan lingkungan belajar yang

dapat memotivasi anak belajar membaca dan menulis sehingga anak

familier dengan bahan-bahan cetak seperti tersedianya bahan-bahan cetak

yang disertai tulisan dan kalimat sederhana, memberi label kata bermakna

pada setiap benda yang ada di kelas seperti kursi, lemari, meja, pintu, dan

sebagainya.

Guru harus sering mengadakan tanya jawab dengan anak mengenai

keluarga, cita-cita dan apresiasi anak terhadap sesuatu yang dilihatnya.

Kegiatan ini merupakan upaya guru melatih anak mengembangkan

bahasanya yaitu terutama dalam berkomunikasi.

2. Kepala RA

Kepala adalah sebagai pihak yang bertanggung jawab terhadap

keberhasilan keseluruhan kegiatan pendidikandi Raudlatul Athfal. Dari hasil

penelitian menemukan masih adanya kendala yang berkenaan dengan

mengembangkan potensi anak yang secara langsung atau tidak bersangkut paut

dengan pengelolaan. Oleh karena itu semestinya kepala hendaknya melakukan

kegiatan-kegiatan sebagai berikut.

a. Mendukung upaya guru dengan cara menyediakan sarana belajar yang

memadai khususnya untuk pengembangan bahasa anak.

b. Di RA perlu adanya sentra bahasa atau area bahasa bagi anak untuk

berlatih meningkatkan kemampuan bahasanya dengan secara optimal.

(41)

meningkatkan kemampuan bahasanya, tentu akan menghasilkan anak yang

mahir berbahasa.

c. Berikan penghargaan kepada guru berkenaan dengan tugas yang

dilaksanakannya. Penghargaan itu bisa berupa penambahan insentif atau

tugas belajar dan pelatihan yang dapat meningkatkan kemampuan guru.

d. Mengajak guru berkomunikasi mengenai kesulitan dan hambatan yang

dialami dalam mengajar atau membimbing anak.

3. Peneliti Selanjutnya

Dengan diperolehnya hasil penelitian seperti yang terlihat pada bagian

terdahulu, maka ada beberapa saran yang dapat dilakukan oleh peneliti

selanjutnya, yaitu:

Pertama, diharapkan peneliti selanjutnya untuk lebih memvariasikan

berbagai kegiatan yang digunakan dalam penelitian. Untuk peneliti selanjutnya

bisa menggunakan berbagai variasi metode penelitian yang tidak hanya bersifat

deskriptif, melainkan bisa juga berbentuk eksperimen. Meskipun dalam

penelitian ini sudah menggunakan berbagai teknik baik itu observasi, angket,

wawancara maupun studi dokumentasi, namun untuk peneliti selanjutnya

diharapkan mampu menyempurnakan teknik-teknik tersebut dengan lebih

akurat dan mengena dalam mengungkapkan permasalahan penelitian yang

hendak ditelitinya. Disinilah diperlukan kepiawaian peneliti selanjutnya dalam

menggunakan metode dan teknik penelitian yang akan digunakannya.

Kedua, di kelompok Raudltul Athfal al-Fadliliyah tercakup berbagai

aktivitas pembelajaran, oleh karena itu pada peneliti selanjutnya diharapkan

(42)

bimbingan secara keseluruhan khususnya yang berkaitan dengan

pengembangan anak, misalnya cara-cara mendisiplinkan anak, hubungan yang

kondusif dalam menghindarkan kecenderungan perilaku menyimpang.

Disinilah peneliti selanjutnya diharapkan mampu memperhatikan TK/RA

sebagai obyek dan sekaligus subyek yang dapat menciptakan anak menjadi

individu yang berguna.

Ketiga, melakukan studi yang berkenaan dengan kualitas hubungan orang

tua dengan anak yang dapat meningkatkan kemampuan berbahasa anak.

Melalui hubungan orang tua dan anak yang harmonis (demokratis) akan

menimbulkan pemahaman yang baik pada diri anak tentang kemampuan

dirinya dan begitu sebaliknya dengan hubungan keluarga yang kurang

harmonis (misalnya otoriter atau acuh tak acuh) bagaimana anak mampu

meningkatkan kemampuan berbahasanya dengan baik.

Hal-hal itulah yang bisa penulis sarankan. Semoga penelitian yang telah

dilakukan oleh penulis dapat bermanfaat bagi pengembangan pendidikan anak

(43)

DAFTAR PUSTAKA

Alwasilah. A. (2002). Pokoknya Kualitatif. Jakarta: Pustaka Jaya.

Bogdan, Robert dan Taylor, Steven, J. (1992) Pengantar Metode Penelitian

Kualitatif. Terjemahan Arief Rahman. Surabaya: Usaha Nasional

Dardjowidjoyo, Soenjono. (1985). Perkembangan Linguistik di Indonesia. Jakart:

Arcan.

Daradjat, Zakiah. (1985). Remaja Harapan dan Tantanga. Bandung: Ruhama.

Darajat, Zakah. (1985). Membina Nilai-nilai Moral di Indonesia. Bulan Bintang: Jakarta.

Depdikbud. (1988). Kamus besar Bahasa Indonesia. Jakarta.

Depdikbud. (1994). Petunjuk bimbingan dan Konseling. Jakarta: Depdikbud.

_______. (1996). Program Kegiatan Belajar TK; Pedoman Bimbingan. Jakarta: Dikdasmen. Bagian Proyek PMTK.

_______. (1999). Selayang Pandang Taman Kanak-kanak. Jakarta: Dikdasmen.

Departemen Pendidikan Nasional. (2004). Standar Kompetensi TK dan RA. Jakarta: Depdiknas.

Depdiknas. (2002). Acuan Menu Pembelajaran pada Kelompok Bermain. Dirjen PLS. Direktorat PADU.

_______. (2003. Early Chilhood Care and Educational in Indonesia. Jakarta: Dirjen PLS Direktorat PADU.

Farida, E. (2003). Kompetensi Dasar Bahasa Anak Taman Kanak-Kanak. Tesis. UPI Bandung. Tidak diterbitkan.

Hamied, Fuad Abdul. (1988). Proses Belajar Mengajar Bahasa. Jakarta: Dirjen Dikti Depdikbud

Hartati, Tati. (2001). Dampak Program Membaca Dini Steinberg Terhadap

Kemampuan Membaca anak Pra Sekolah. Laporan Penelitian. Jurusan

PLB FIP UPI Bandung.

(44)

Hurlock, Alizabeth B. (1996). Alih Bahasa oleh Istiwidayanti dan Sudjarwo.

Psikologi Perkembangan. Jakarta: Erlangga.

_______. (1996). Perkembangan Anak. Jakarta: Erlangga

Juntika. (2002). Pengantar Bimbingan dan Konseling. Bandung: Jurusan PPB FIP UPI.

Kartono, Kartini. (1986). Psikologi Abnormal. Bandung: Mandar Maju.

Masitoh. (2001). Model Pembelajaran Bahasa Berdasarkan Pendekatan

menyeluruh (Whole langauge Approach). Tesis. UPI Bandung : tidak

diterbitkan.

Moeslichatoen. (1996). Metode Pengajaran di Taman Kanak-Kanak. Jakarta: Depdikbud Dirjen-Dikti. P2TK.

Nata Widjaja, R. (1988). Peranan Guru dalam Bimbingan di Sekolah. Bandung: Abadin.

Peraturan Pemerintah Nomor 27 tahun 1990. Tentang Pendidikan Pra Sekolah.

Petty T. Walter and Julie M. Jensen. (1985). Developing Children's Language. Baston: allyn and Bacon Inc.

Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional. (2001). Kamus Besar Bahasa

Indonesia (Edisi Ketiga). Jakarta: Balai Pustaka.

Purwo, Bambang Kaswati. (1990). Perkembangan Bahasa Anak: Dari Lahir

Sampai Masa Prasekolah. PELLBA 3. Jakarta: Unika Atmajaya

Rahmat, J. (1986). Psikologi Komunikasi. Bandung: Remaja Karya CV.

Semiawan, Cony. (2002). Belajar dan Pembelajaran dalam Taraf Usia Dini. Jakarta: Prehalindo.

Santoso, Soegeng. (2002). Pendidikan Anak Usia Dini. Jakarta: Citra Pendidikan.

Solehudin, M. (2000). Konsep Dasar Pendidikan Prasekolah. Bandung: FIP UPI.

Surya, Moh. (1990). Psikologi Perkembangan. Bandung: Publikasi Jurusan PPB FIP IKIP.

(45)

Supratman, Dandan. (2000). Pergeseran Persepsi Orang Tua dalam Melayani

Hasrat Anak-Anak Berbicara. dalam Kelompok Studi Psikolinguistik

Sastera Indonesia UNNES.

Supriadi, Dedi. (1998). Potret Pendidikan Taman Kanak-Kanak, Implikasi Pada

tenaga Kependidikan, Jakarta: Ditjen Dikdasmen, Depdikbud.

Sutadi, Rusda Koto dan Sri Maryanti (2000). Permasalahan Anak Taman

Kanak-Kana. Depdiknas Ditjen Dikti. Proyek Pendidikan Tenaga Akademik.

Syaodih, Ernawulan. 1999. Peranan Bimbingan Guru, Pengasuhan Orang Tua dan Interaksi Teman Sebaya Terhadap Perkembangan Perilaku Sosial Anak, Tesis, PPS IKIP Bandung: Tidak diterbitkan.

Tarigan, H.G. (1993). Menulis Sebagai suatu Keterampilan Berbahasa. Bandung : Angkasa.

_______. (1986). Menyimak Sebagai Suatu Keterampilan Berbahasa. Bandung: Angkasa.

_______. (1988). Pengajaran Pemerolehan Bahasa. Bandung: Angkasa.

_______. (1983). Berbicara Sebagai Suatu Keterampilan Berbahasa. Bandung: Angkasa.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional. Depdikbud.

Yusuf, Syamsu LN. (2000). Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja. Bandung: Remaja Rosda Karya.

(46)
(47)
(48)

Referensi

Dokumen terkait

Komponen, Subjek dan Objek Undang-Undang. Berdasarkan komponen-komponen yang terkandung dalam UU Kearsipan maupun UU tentang keterbukaan informasi yakni mengenai konsideran,

This study aims to identify species of birds as well as calculate species diversity, evenness type, and bird species dominance based on vertical strata of vegetation in

Pada hari ini Rabu tanggal Tiga Puluh bulan Maret tahun Dua Ribu Sebelas dimulai jam 09.00 Wita, kami yang bertanda tangan dibawah ini telah menyelenggarakan Acara Penjelasan

Kemudian Giancoli (1998) juga menyatakan bahwa periode dapat diartikan sebagai waktu yang dibutuhkan untuk. satu siklus

Dengan terjawabnya pertanyaan penelitian yang merupakan uraian dari rumusan masalah, maka dapat disimpulkan bahwa penilaian kinerja pada pembelajaran berbasis

Tentukan bentuk umum jumlah n suku pertama dari setiap deret..

semata-mata pertumbuhan ekonomi menunjukkan bahwa sekalipun secara formal berlaku resmi dalam kehidupan pemerintahan tetapi secara substansial UUD 1945 tidak lagi berfungsi

Sehubungan dengan dilaksanakannya proses evaluasi dokumen penawaran dan dokumen kualifikasi, Kami selaku Panitia Pengadaan Barang dan Jasa APBD-P T. A 2013 Dinas Bina Marga