• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH PRAKTIKUM LAJU REAKSI BERBASIS PROCESS ORIENTED GUIDED INQUIRY LEARNING TERHADAP KETERAMPILAN PROSES SAINS DAN PENGUASAAN KONSEP SISWA SMK.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PENGARUH PRAKTIKUM LAJU REAKSI BERBASIS PROCESS ORIENTED GUIDED INQUIRY LEARNING TERHADAP KETERAMPILAN PROSES SAINS DAN PENGUASAAN KONSEP SISWA SMK."

Copied!
37
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH PRAKTIKUM LAJU REAKSI

BERBASIS PROCESS ORIENTED GUIDED INQUIRY LEARNING TERHADAP KETERAMPILAN PROSES SAINS

DAN PENGUASAAN KONSEP SISWA SMK

TESIS

Diajukan untuk Memenuhi Sebagian dari Syarat untuk Memperoleh Gelar Magister Pendidikan

Oleh :

Yogi Musthapa Kamil 1103324

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN ALAM KONSENTRASI PENDIDIKAN KIMIA

SEKOLAH PASCASARJANA

(2)

PENGARUH PRAKTIKUM LAJU REAKSI

BERBASIS PROCESS ORIENTED GUIDED INQUIRY LEARNING TERHADAP KETERAMPILAN PROSES SAINS

DAN PENGUASAAN KONSEP SISWA SMK

Oleh

Yogi Musthapa Kamil S.Pd. UPI Bandung, 2004

Sebuah Tesis yang diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Magister Pendidikan (M.Pd.) pada Program Studi Ilmu Pengetahuan Alam

Konsentrasi Pendidikan Kimia Sekolah Lanjutan

© Yogi Musthapa Kamil 2014 Universitas Pendidikan Indonesia

Januari 2014

Hak Cipta dilindungi undang-undang.

(3)

LEMBAR PENGESAHAN TESIS

DISETUJUI DAN DISAHKAN OLEH :

Pembimbing I

Dr. Harry Firman, M. Pd. NIP. 19521008 197412 1 001

Pembimbing II

Dr. Sri Mulyani, M. Si. NIP. 19611115 198601 2 001

Diketahui oleh

Ketua Prodi Pendidikan IPA Sekolah Pascasarjana UPI

(4)

BERBASIS PROCESS ORIENTED GUIDED INQUIRY LEARNING TERHADAP KETERAMPILAN PROSES SAINS

DAN PENGUASAAN KONSEP SISWA SMK

Oleh

Yogi Musthapa Kamil

ABSTRAK

Tujuan dari penelitian ini adalah mengidentifikasi pengaruh praktikum laju reaksi berbasis process oriented guided inquiry learning (POGIL) terhadap keterampilan proses sains dan penguasaan konsep siswa SMK. Sebanyak dua kelas siswa kelas XI pada kompetensi keahlian Rekayasa Perangkat Lunak dilibatkan sebagai kelas dengan praktikum POGIL dan praktikum konvensional. Dengan desain penelitian pretest-postest, nonequivalent control group design, siswa diminta mengerjakan soal pretes dan postes untuk mengukur peningkatan keterampilan proses sains dan penguasaan konsepnya sebagai bahan analisis atas perlakuan yang diberikan. Hasil analisis menunjukkan bahwa siswa yang melakukan praktikum berbasis POGIL memiliki keterampilan proses sains dan penguasaan konsep yang lebih baik daripada siswa yang melakukan praktikum konvensional. Siswa yang belajar melalui aktifitas laboratorium berbasis POGIL memiliki peningkatan keterampilan proses sains yang lebih tinggi dan signifikan pada keterampilan siswa dalam merumuskan hipotesis, memprediksi, mengajukan pertanyaan, menginterpretasikan dan mengkomunikasikan daripada siswa yang belajar melalui aktifitas laboratorium konvensional. Sedangkan untuk keterampilan mengobservasi serta keterampilan merencanakan dan menginvestigasi ditemukan bahwa tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara siswa yang belajar melalui aktifitas laboratorium berbasis POGIL dengan siswa yang belajar melalui aktifitas laboratorium konvensional. Dari penelitian ini ditemukan juga bahwa siswa yang belajar melalui aktifitas laboratorium berbasis POGIL memiliki peningkatan kemampuan dalam menuliskan persamaan laju reaksi konsumsi pereaksi dan laju reaksi pembentukan produk serta dalam menentukan laju reaksi, laju reaksi konsumsi pereaksi dan laju reaksi pembentukan produk berdasarkan data percobaan dibandingkan dengan siswa yang belajar melalui aktifitas laboratorium konvensional. Sedangkan pada kemampuan siswa dalam mendeskripsikan laju reaksi sebagai perubahan konsentrasi reaktan atau produk terhadap perubahan waktu ditemukan bahwa tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara siswa yang belajar melalui aktifitas laboratorium berbasis POGIL dengan siswa yang belajar melalui aktifitas laboratorium konvensional. Kata Kunci : pendidikan kimia, praktikum, POGIL, keterampilan proses sains,

(5)

BASED RATE OF REACTION LABORATORY ACTIVITY ON SMK STUDENTS SCIENCE PROCESS SKILLS AND CONCEPT MASTERY

by

Yogi Musthapa Kamil

ABSTRACT

The purpose of this study was to identify the effect of process oriented guided inquiry learning (POGIL) based rate of reaction experiment on the science process skills and mastery of the concept of vocational students. A total of two class XI students on department of Software Engineering with POGIL based experiment and conventional. With a pretest-posttest study design, nonequivalent control group design, students are asked to do about the pretest and posttest to measure the improvement of science process skills and mastery of the concept as a material analysis of the treatment given. The analysis showed that students who do have a POGIL-based lab science process skills and mastery of concepts better than students who do conventional lab. Students who learn through POGIL based laboratory activities have an increased on the science process skills and significantly higher on the student's skills in hypothesizing, predicting, raising questions, interpreting and communicating than students who learn through conventional laboratory activities. As for the observing and planning & investigating skills found that there was no significant difference between students who learn through POGIL based laboratory activities with students who learn through conventional laboratory activities. From this study also found that students who learned through POGIL based laboratory activities has an increased ability to write a reaction rate equation and the rate of consumption of reactants and reaction product formation in determining the rate of the reaction, the reaction rate of reagent consumption and product formation reaction rate based on the experimental data compared to students who learn through conventional laboratory activities. While the students' ability to describe the reaction rate as the change in concentration of reactants or products to change the time it was found that there was no significant difference between students who learn through POGIL based laboratory activities with students who learn through conventional laboratory activities.

(6)

DAFTAR ISI

JUDUL ... i

HALAMAN PENGESAHAN ... ii

PERNYATAAN TENTANG KEASLIAN KARYA ILMIAH DAN BEBAS PLAGIARISME ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

UCAPAN TERIMA KASIH ... v

ABSTRAK ... vi

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR TABEL ... ix

DAFTAR GAMBAR ... x

BAB I. PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Identifikasi dan Perumusan Masalah ... 6

C. Pembatasan Masalah ... 7

D. Tujuan Penelitian ... 7

E. Manfaat Penelitian ... 9

BAB II. KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA KONSEPTUAL PENELITIAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN... 10

A. Kajian Pustaka ... 10

1. Process Oriented Guided Inquiry Learning ... 10

2. Keterampilan Proses Sains ... 17

3. Materi Laju Reaksi dalam Kurikulum SMK ... 20

4. Aktifitas Laboratorium berbasis POGIL dan Pengembangan Keterampilan Proses Sains dan Penguasaan Konsep Siswa ... 22

B. Kerangka Konseptual Penelitian ... 29

(7)

BAB III. METODOLOGI PENELITIAN ... 32

A. Lokasi dan Subyek Penelitian ... 32

B. Metode Penelitian... 32

C. Instrumen Penelitian... 34

D. Alur Penelitian ... 40

E. Analisis Data ... 42

BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 46

A. Hasil Penelitian ... 46

B. Pembahasan ... 63

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 72

A. Kesimpulan ... 72

B. Saran ... 73

DAFTAR PUSTAKA ... 75

(8)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pendidikan di era kekinian merupakan elemen yang sangat penting bagi manusia. Sebagaimana dikemukakan oleh Holbrook (2005) pendidikan merupakan sarana untuk memperoleh pengetahuan, keterampilan dan nilai-nilai baik dalam lingkup personal maupun sosial. Keterampilan yang dihasilkan melalui proses pendidikan juga memegang peranan yang tidak kecil. Termaktub dalam laporan konferensi ILO ke-97 (2008: 2) bahwa pengembangan keterampilan yang diperoleh melalui pendidikan memegang peranan penting dalam meningkatkan produktifitas yang dapat mengubah standar dan pertumbuhan kehidupan.

Dewey (dalam Sudira, 2010) memiliki keyakinan bahwa tujuan dasar dari pendidikan umum adalah untuk memenuhi kebutuhan individu dan persiapan hidup. Salah satu yang erat kaitannya dengan paradigma ini adalah muatan kecakapan hidup dalam pendidikan. Menurut Susiwi (2007) kecakapan hidup memiliki arti yang luas, karena dalam menjalani hidup dan kehidupan, seseorang memerlukan keterampilan untuk dapat mempertahankan hidupnya. Hal demikian secara sengaja maupun tidak, telah ada sejak manusia ada.

(9)

Porsi pengembangan keterampilan yang dibutuhkan oleh siswa dapat diemban oleh seluruh mata pelajaran di SMK, misalnya mata pelajaran adaptif Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) / sains yang didalamnya termasuk mata pelajaran kimia. National Research Council (2011: 14) mengisyaratkan bahwa manfaat dari pembelajaran sains dapat membantu dalam menghadapi tantangan di masa kini dan masa yang akan datang. Manfaat sains tersebut dapat diperoleh dengan mengoptimalkan pembelajaran sains yang diperkaya dengan pengembangan keterampilan-keterampilan yang relevan.

Manfaat pembelajaran sains, khususnya kimia dinyatakan dengan tegas pada Peraturan Pemerintah nomor 22 tahun 2006 tentang Standar Isi. Mata pelajaran kimia mempersiapkan kemampuan peserta didik sehingga dapat mengembangkan program keahliannya pada kehidupan sehari-hari dan pada tingkat pendidikan yang lebih tinggi. Salah satu tujuan dari mata pelajaran kimia di SMK adalah menerapkan metode ilmiah melalui percobaan atau eksperimen, dimana peserta didik melakukan pengujian hipotesis dengan merancang percobaan melalui pemasangan instrumen, pengambilan, pengolahan dan penafsiran data, serta menyampaikan hasil percobaan secara lisan dan tertulis

(10)

Realita lain mengenai pembelajaran sains dikemukan pula oleh Rustaman (2003) bahwa

pembelajaran cenderung berorientasi kognitif yang didominasi

hitungan dan hafalan. Selain itu, sistem pendidikan yang terlalu kognitif ini

juga terlalu abstrak (tidak konkrit), dengan proses pembelajaran yang pasif,

kaku, sehingga proses belajar menjadi sangat tidak menyenangkan dan penuh beban. Semua ini telah “membunuh” karakter, siswa menjadi tidak kreatif, tidak percaya diri, tertekan dan stress, serta tidak mencintai belajar,

sehingga sulit membangun manusia yang lifelong learner dan berkarakter.

Dengan beberapa realita di atas, kiranya diperlukan suatu pergeseran dalam hakekat pembelajaran sains dari hanya bersifat transfer ilmu menjadi pembelajaran yang diperkaya dengan pengembangan keterampilan lain yang diperlukan siswa, misalnya keterampilan proses sains. Perlunya pergeseran hakekat pembelajaran IPA dari nuansa kognitif menjadi terintegrasi dengan aspek lain memiliki kesamaan gagasan dengan Holbrook. Menurut Holbrook (2005: 4) diperlukan pergeseran penekanan dalam pembelajaran kimia. Pergeseran yang dimaksud adalah dari pembelajaran kimia sebagai body of knowledge menjadi pengembangan keterampilan-keterampilan yang diperoleh melalui materi subyek kimia (education through chemistry). Hal ini diperkuat pula dengan status kimia (secara umum di SMK) sebagai mata pelajaran adaptif (non major) yang perlu dirancang supaya memiliki dimensi yang menyentuh keterampilan proses yang mendukung keterampilan kejuruan.

(11)

belajar IPA untuk dapat memahami IPA sesuai dengan hakekatnya dan dapat digunakan dalam dunia kerja sebagai suatu kebiasaan.

Keterampilan proses sains merupakan salah satu keterampilan dasar yang dapat dikembangkan dari pambelajaran sains khususnya kimia. Keterampilan dasar ini termasuk dalam Standar Kompetensi Lulusan (SKL) siswa SMK dalam kaitannya dengan penguasaan teknologi masing-masing bidang keahlian. SKL kimia SMK mengisyaratkan agar siswa difasilitasi untuk memahami konsep, prinsip, hukum, dan teori kimia serta saling keterkaitannya dan penerapannya untuk menyelesaikan masalah dalam kehidupan sehari-hari dan teknologi. Selain itu siswa juga dituntut untuk menggunakan pengetahuan dasar kimia dalam kehidupan sehari-hari, dan memiliki kemampuan dasar kimia sebagai landasan dalam mengembangkan kompetensi di masing-masing bidang keahlian.

Pembelajaran kimia, khususnya di SMK memiliki standar kompetensi dan kompetensi dasar yang sering dikategorikan sulit dan biasanya hanya diampu dengan pembelajaran dengan metoda ceramah (teching by telling). Realitanya materi-materi seperti stoikiometri, asam basa maupun laju reaksi belum banyak dikembangkan dengan orientasi konten dan proses atau bahkan dengan pendekatan seperti inkuiri terbimbing.

Beberapa metode pembelajaran kimia, khususnya metode praktikum dipercaya dapat menghasilkan beberapa keterampilan pokok yang diperlukan oleh siswa agar berhasil dalam belajar dan hidup di masa depan. Kegiatan laboratorium dipandang sebagai kegiatan yang sangat esensial dalam pembelajaran kimia, dan beberapa penelitian menunjukkan bahwa kegiatan laboratorium merupakan cara yang terbaik dalam belajar kimia secara bermakna (Ding & Harskamp., 2011). Penelitian yang dilakukan oleh Iriany (2011:101) menghasilkan kesimpulan bahwa kegiatan laboratorium berbasis ICT (Infomation & Communication Technology) pada topik laju reaksi dapat meningkatkan keterampilan generik

(12)

literasi sains, komunikasi serta Keterampilan Proses Sains siswa (Rahman, 2011 : 91 ; Wulandari, 2011: 85).

Menurut Domin (1999), sepanjang sejarah pendidikan kimia terdapat empat jenis pembelajaran di laboratorium, yaitu ekspositori, inkuiri, discovery dan problem-based. Lebih lanjut Domin menambahkan bahwa jenis kegiatan

laboratorium yang paling populer adalah jenis ekspositori. Pada jenis praktikum ini, guru menyajikan langkah yang harus dikerjakan, mendemostrasikan prosedur hingga menjelaskan konsep dan fenomena. Siswa hanya mengikuti serangkaian petunjuk (sehingga dikenal sebagai “cookbook”) dalam memverifikasi teori. Herrington (Ding & Harskamp, 2011) mengemukakan bahwa beberapa penelitian mengenai praktikum secara tradisional memiki kelemahan pada aspek pembelajaran secara virtual. Selain itu, Cutler (dalam Schroeder & Greenbowe, 2008) juga mengungkapkan bahwa praktikum dengan gaya tradisional mendorong kepasifan siswa (creeping passivity) atau rendahnya tingkat keterlibatan siswa. Meskipun praktikum konvensional memiliki beberapa keterbatasan seperti yang diuraikan, para guru di lapangan masih cenderung melaksanakannya ketika melakukan pembelajaran dengan praktikum.

(13)

Guided Inquiry Learning (POGIL). Dengan diinisiasi oleh Rick Moog dan

koleganya pada tahun 90-an, muncullah POGIL untuk menyempurnakan pembelajaran inkuiri terbimbing. POGIL hadir sebagai model yang dapat mempermudah pelaksanaan pembelajaran secara inkuiri baik di kelas maupun di laboratorium.

POGIL memiliki penekanan pada proses dan konten yang sangat erat kaitannya dengan keterampilan proses khususnya keterampilan proses sains. Pendekatan POGIL menurut Moog & Spencer (2008: 6) memiliki dua tujuan yang luas, yaitu untuk mengembangkan penguasaan konten mealui konstruksi pemahaman siswa sendiri, dan untuk mengembangkan dan meningkatkan keterampilan utama belajar seperti pemrosesan informasi, komunikasi oral dan tertulis, berfikir kritis, pemecahan masalah, metakognisi dan asesmen. Survey terhadap manajer dan pimpinan menunjukkan bahwa keterampilan-keterampilan tersebut merupakan keterampilan yang sangat diinginkan dari pekerja (Hanson, 2013).

(14)

B. Identifikasi dan Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian mengenai pendidikan kimia di era kekinian yang diuraikan pada latar belakang, maka dapat diidentifikasi beberapa masalah sebagai berikut

1. Perlu adanya pengkondisian pembelajaran di SMK yang memfasilitasi terbentuknya keterampilan, kecakapan, pengertian, perilaku, sikap, kebiasaan kerja, dan apresiasi terhadap pekerjaan-pekerjaan yang dibutuhkan oleh masyarakat dunia usaha/industri (DU/DI).

2. Terdapat realita bahwa pembelajaran cenderung bernuansa kognitif tanpa diperkaya dengan nilai tambahan berupa keterampilan-keterampilan dasar atau kecakapan hidup yang diperlukan.

3. Para guru di lapangan masih cenderung menggunakan praktikum konvensional dalam mengampu pembelajaran di laboratorium.

4. Perlu adanya alternatif dalam pembelajaran kimia khususnya praktikum yang dapat lebih mengaktifkan dan membekali siswa dengan keterampilan proses sains dan dapat meningkatkan pemahaman konsep.

5. Belum adanya studi yang dilakukan untuk meneliti implementasi POGIL dalam mengembangkan keterampilan proses sains, khususnya pada praktikum laju reaksi.

Berdasarkan identifikasi masalah yang diuraikan, maka dapat disusun rumusan masalah utama dari penelitian yang akan dilakukan adalah : “bagaimanakah pengaruh praktikum laju reaksi berbasis process oriented guided inquiry learning (POGIL) terhadap keterampilan proses sains dan penguasaan

konsep siswa SMK ?”

Adapun pertanyaan penelitiannya adalah

1. Bagaimanakah pengaruh praktikum laju reaksi berbasis process oriented guided inquiry learning (POGIL) terhadap keterampilan proses sains secara

keseluruhan dan pada setiap aspek keterampilan proses sains ?

2. Bagaimanakah pengaruh praktikum laju reaksi berbasis process oriented guided inquiry learning (POGIL) terhadap penguasaan konsep secara

(15)

C. Pembatasan Masalah

Agar permasalahan dalam penelitian lebih terarah, maka masalah penelitian dibatasi sebagai berikut

1. Praktikum yang dilaksanakan dibatasi sebagai praktikum untuk menentukan laju reaksi dekomposisi H2O2 .

2. Keterampilan proses sains yang akan dianalisis dibatasi untuk keterampilan mengobservasi, merumuskan hipotesis, memprediksi, mengajukan pertanyaan, merencanakan & menginvestigasi, menginterpretasikan dan mengkomunikasikan.

3. Penelitian ini lebih difokuskan pada aspek-aspek kuantitatif dari pengaruh praktikum laju reaksi berbasis POGIL terhadap penguasaan KPS dan konsep siswa SMK.

D. Tujuan Penelitian

Secara umum penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi pengaruh praktikum laju reaksi berbasis process oriented guided inquiry learning terhadap keterampilan proses sains dan penguasaan konsep siswa SMK. Secara khusus penelitian bertujuan untuk

1. Memperoleh bukti empiris mengenai pengaruh praktikum laju reaksi berbasis POGIL terhadap keterampilan proses sains siswa SMK.

2. Memperoleh bukti empiris mengenai pengaruh praktikum laju reaksi berbasis POGIL terhadap setiap aspek keterampilan proses sains siswa SMK.

3. Memperoleh bukti empiris mengenai pengaruh praktikum laju reaksi berbasis POGIL terhadap penguasaan konsep siswa SMK.

(16)

E. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat yang kiranya dapat diambil dari penelitian ini diantaranya adalah :

1. Memperoleh bukti empiris mengenai pengaruh praktikum berbasis POGIL terhadap keterampilan proses sains dan penguasaan konsep siswa sebagai penyambung building block penelitian sebelumnya.

2. Memberikan alternatif dalam pembelajaran kimia yang selama ini berpusat kepada guru dengan suatu pendekatan yang lebih menekankan pada keterlibatan siswa dalam pembelajaran.

(17)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Lokasi dan Subyek Penelitian

Subyek dalam penelitian ini adalah dua kelas siswa SMK kelas XI pada salah satu SMK di Kabupaten Majalengka yang mempelajari kimia pada materi laju reaksi. Adapun kelas yang diambil sebagai sampel adalah kelas XI pada kompetensi keahlian Rekayasa Perangkat Lunak kelas A (XI RPLA) dan kelas C (XI RPLC). Kelas XI RPLA memiliki jumlah siswa 30 orang dikondisikan sebagai kelas eksperimen, dan kelas XI RPLC dengan jumlah siswa 28 orang dikondisikan sebagai kelas kontrol.

Kedua kelas yang dipilih berasal dari kelas yang relatif homogen karena kelas tersebut pada awal kelas X diseleksi dengan patokan nilai yang sama dari hasil seleksi Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB). Selain itu kedua kelas berasal dari kompetensi keahlian yang sama, yaitu Rekayasa Perangkat Lunak.

B. Metode dan Desain Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah quasi eksperimen dengan desain Pretest-Postest, Nonequivalent Control Group Design (Wiersma & Jurs, 2009: 169).

G1 : Kelompok Eksperimen G2 : Kelompok Kontrol

(18)

Kelas eksperimen melaksanakan pembelajaran dengan aktifitas laboratorium dengan menggunakan format POGIL, sementara kelas kontrol melaksanakan pembelajaran dengan aktifitas laboratorium konvensional/ekspositori. Aktifitas laboratorium berbasis POGIL memiliki kekhasan yang sama dengan aktifitas laboratorium discovery. Perbandingan aktifitas laboratorium berbasis POGIL dan konvensional disajikan pada Tabel 3.2.

Tabel 3.2 Perbandingan aktifitas laboratorium POGIL dan konvensional Jenis

Praktikum

Deskriptor

Tujuan Praktikum Pendekatan Prosedur

POGIL Di awal dan dalam

bentuk pertanyaan

Induktif Diberikan Konvensional Di awal dan dalam

bentuk pernyataan

Deduktif Diberikan

Implementasi praktikum POGIL secara umum mengikuti templat untuk aktifitas POGIL di kelas. Secara khusus aktifitas laboratorium POGIL yang dilakukan mengikuti pendapat Creegan (2006) yang mengemukakan format umum aktifitas laboratorium POGIL sebagai berikut

1. Sesi pre laboratorium

2. Pertanyaan di laboratorium 3. Pengumpulan data.

4. Sesi pos laboratorium.

5. Pelaksanaan tahap eksplorasi, penemuan konsep dan aplikasi.

(19)

C. Instrumen Penelitian

1. Penyusunan dan Validasi soal

Alat pengumpul data yang digunakan dalam penelitian ini berupa soal-soal pilihan ganda yang mengukur keterampilan proses sains dan penguasaan konsep yang berkaitan dengan materi praktikum laju reaksi. Soal-soal disusun berdasarkan indikator keterampilan proses sains yang dikemukakan oleh Rankin dan indikator penguasaan konsep laju reaksi. Jumlah soal yang disusun adalah 21 soal untuk keterampilan proses sains dan 13 soal untuk penguasaan konsep. Berikut adalah distribusi soal dan masing indikator yang digunakan.

Tabel 3.3 Distribusi Soal Keterampilan Proses Sains

No Indikator KPS

4 Mengajukan Pertanyaan 10,11,12

5 Merencanakan dan Menginvestigasi 13,14,15

6 Menginterpretasikan 16,17,18

7 Mengkomunikasikan 19,20,21

Tabel 3.4 Distribusi Soal Penguasaan Konsep

Indikator Konsep Nomor Soal Indikator 1 :

Mendeskripsikan definisi laju reaksi sebagai perubahan

konsentrasi reaktan atau produk terhadap perubahan waktu. 1,2,3 Indikator 2 :

Menuliskan persamaan laju reaksi konsumsi pereaksi dan

laju reaksi pembentukan produk 4,5,6

Indikator 3 :

Menentukan laju reaksi, laju reaksi konsumsi pereaksi dan

(20)

Validitas isi butir soal dievaluasi melalui model CVR (Content Validity Ratio). Penentuan validitas dengan cara ini melibatkan sejumlah item soal yang dinilai kesesuaiannya oleh sejumlah panelis (Lawshe, 1975). Dalam penelitian ini dilibatkan sebanyak lima orang panelis memberikan koreksi dan validasi terhadap konten butir soal, serta menilai kesesuaiannya dengan indikator. Hasil evaluasi panelis dan perhitungan CVR lebih lengkap dapat dilihat pada lampiran 3. Untuk mengkuantifikasi data yang diberikan oleh panelis digunakan rumus perhitungan CVR (Content Validity Ratio) menurut Lawshe sebagai berikut

( ⁄ ) ⁄

Keterangan :

ne : Jumlah panelis yang menilai butir soal adalah sesuai N : Jumlah seluruh panelis

(21)
(22)

Soal berikutnya yang ditentukan validitasnya melalui evaluasi dengan model CVR adalah soal penguasaan konsep. Jumlah soal yang dievaluasi adalah 13 soal yang mewakili tiga indikator penguasaan konsep. Tabel 3.6 menyajikan rekapitulasi hasil perhitungan CVR untuk soal penguasaan konsep.

Tabel 3.6 Rekapitulasi CVR soal penguasaan konsep

Indikator Konsep No. Soal CVR

Indikator 1 :

Mendeskripsikan definisi laju reaksi sebagai perubahan konsentrasi reaktan atau produk terhadap perubahan waktu.

1 1

2 -0,2

3 1

Indikator 2 :

Menuliskan persamaan laju reaksi konsumsi pereaksi dan laju reaksi pembentukan produk

4 1

5 1

6 1

Indikator 3 :

Menentukan laju reaksi, laju reaksi konsumsi pereaksi dan laju reaksi pembentukan produk berdasarkan data percobaan

7 0,6 memiliki CVR yang tinggi kecuali soal nomor 2 yang memiliki CVR sebesar -0,2. Karena soal tersebut memiliki CVR yang sangat rendah, maka soal tidak dapat dipergunakan dalam uji coba.

2. Reliabilitas Soal

(23)

pada Lampiran 4. Kelas yang dipergunakan dalam uji coba adalah kelas yang diampu oleh guru kimia lain dan sudah mempelajari materi laju reaksi.

Jawaban siswa pada kelas uji coba kemudian ditabulasi dan dihitung koefisien Cronbach’s alpha-nya. Perhitungan dilakukan dengan menggunakan software pengolah data statistik SPSS. Nilai reliabilitas selanjutnya ditafsirkan sesuai klasifikasi reliabilitas yang dikemukakan oleh Hinton et al. (2004: 364) yang dicantumkan dalam Tabel 3.5.

Tabel 3.6 Penafsiran koefisien Cronbach’s alpha Koefisien Cronbach’s alfa Kategori

> 0,9 Reliabilitas sempurna 0,7 – 0,9 Reliabilitas tinggi 0,5 – 0,7 Reliabilitas moderat

< 0,5 Reliabilitas rendah

Perhitungan reliabilitas yang dilakukan memiliki dua fungsi yang terkait dengan instrumen penelitian. Fungsi yang pertama adalah mengetahui reliabilitas soal yang akan digunakan. Fungsi yang kedua adalah menjadi salah satu alat untuk mengetahui soal yang dapat dipergunakan atau tidak dalam penelitian.

(24)

Tabel 3.7 Koefisien Cronbach’s alpha Soal KPS dan Penguasaan Konsep Jenis Instrumen Cronbach’s alfa Jumlah butir soal

KPS 0,726 18

Penguasaan konsep 0,730 10

Dari Tabel 3.7 dapat diamati bahwa koefisien Cronbach’s alpha untuk soal keterampilan proses sains adalah sebesar 0,726 dengan tidak menyertakan 3 soal dalam analisis. Adapun soal yang tidak disertakan sesuai hasil perhitungan SPSS adalah soal nomor 1, 12 dan 21. Dengan demikian, terdapat 18 butir soal yang dapat dipergunakan untuk mengukur keterampilan proses sains pada penelitian. Selain soal KPS dihitung pula koefisien Cronbach’s alpha untuk soal penguasaan konsep. Hasil perhitungan koefisien Cronbach’s alpha lebih lengkap disajikan pada Lampiran 5.

(25)

C. Alur Penelitian

Alur penelitian yang ditempuh untuk penelitian ini disajikan pada Gambar 3.8 berikut

Analisis Kurikulum Analisis POGIL dan

KPS

Validasi & Revisi, Uji Coba

(26)

Penelitian yang dilakukan terbagi menjadi empat tahap utama. Tahap tersebut adalah tahap persiapan, tahap perancangan, tahap pelaksanaan dan tahap akhir. Penjelasan dari tahap-tahap penilitian yang dilakukan dapat diuraikan sebagai berikut

1. Tahap persiapan

Pada tahap persiapan dilakukan studi pendahuluan, identifikasi masalah, analisis POGIL dan KPS serta analisis kurikulum. Dilakukan studi berbagai macam literatur yang terkait dengan pendidikan, pembelajaran kimia, POGIL, pembelajaran di laboratorium, keterampilan proses sains dan penguasaan konsep. Studi yang dilakukan mendasari identifikasi masalah yang akan dijawab melalui penelitian.

Analisis kurikulum yang dilakukan meliputi analisis mengenai kurikulum kimia SMK yang difokuskan pada standar kompetensi lulusan, standar ini, standar proses dan standar penilaian.

2. Tahap perancangan

Tahap perancangan meliputi pembuatan rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) dan pembuatan instrumen penelitian. RPP yang disusun adalah untuk pembelajaran praktikum laju reaksi berbasis POGIL dan konvensional. Butir soal untuk mengukur keterampilan proses sains dan penguasaan konsep dikembangkan berdasarkan indikator yang telah disusun sebelumnya.

RPP dan soal yang akan dipergunakan kemudian divalidasi, diujicoba dan direvisi. Validasi RPP didapatkan melalui konsultasi dengan dosen pembimbing sedangkan butir soal KPS dan penguasaan konsep divalidasi dengan metode CVR. RPP dan soal diujicobakan kepada kelas lain di luar kelas eksperimen dan kelas kontrol.

3. Tahap pelaksanaan

(27)

kontrol dan eksperimen untuk mengukur kemampuan awal siswa dalam keterampilan proses sains dan penguasaan konsep siswa. Perlakukan yang diberikan adalah praktikum laju reaksi berbasis POGIL untuk kelas eksperimen dan praktikum laju reaksi secara konvensional untuk kelas kontrol. Postes kemudian diberikan untuk mengukur kemampuan siswa setelah diberikan perlakuan.

4. Tahap akhir

Tahap akhir penelitian adalah analisis data yang diperoleh kemudian disimpulkan sebagai bagian dari penulisan tesis.

D. Analisis Data

Permasalahan dan rumusan masalah seperti yang telah dikemukakan dijawab melalui data yang kemudian diolah dan dianalisis sebagai berikut :

1. Melakukan tabulasi jawaban yang diperoleh dari respon setiap siswa terhadap soal untuk keterampilan proses sains dan penguasaan konsep. Tabulasi data mentah dapat dilihat pada Lampiran 6.

2. Menghitung n-gain keterampilan proses sains serta penguasaan konsep untuk setiap indikator dan secara keseluruhan

(Hake, 1999)

Keterangan :

< g > : gain ternormalisasi Sf : skor akhir

Si : skor awal

(28)

Tabel 3.8 Interpretasi n-gain

n-gain Kategori

> 0,7 Tinggi 0,3 – 0,7 Sedang < 0,3 Rendah

3. Menentukan normalitas data dengan melihat nilai skewness dari masing-masing data. Jika skewness memiliki rentang nilai +/- 1, maka dapat disimpulkan bahwa data berdistribusi normal (Leech et al., 2005: 28). Hasil deskriptif untuk n-gain keterampilan proses sains dan penguasaan konsep kelas eksperimen dan kelas kontrol dapat dilihat pada Lampiran 8.

4. Menentukan homogenitas dengan melihat nilai sig pada Lavene’s test equality of varians . Nilai sig ini merupakan salah satu output dari uji t

yang dilakukan dengan SPSS. Data diasumsikan homogen jika nilai sig pada Lavene’s test equality of varians lebih dari 0,05 begitu pula sebaliknya.

5. Melakukan uji perbedaan dua rata-rata n-gain (uji t) dengan two independent samples t-test jika data berdistribusi normal dan uji

(29)

6. Melakukan uji hipotesis

Uji hipotesis dilakukan dengan melihat nilai p dari hasil uji t yang telah dilakukan. H0 diterima jika nilai p > 0,05 yang dapat disimpulkan bahwa secara statistik tidak ada perbedaan yang signifikan antara rata-rata n-gain kelas eksperimen dengan kelas kontrol. Sebaliknya H0 ditolak jika p < 0,05 yang dapat disimpulkan bahwa secara statistik terdapat perbedaan yang signifikan antara rata-rata n-gain kelas eksperimen dengan kelas kontrol.

7. Menghitung Cohen’s Effect Size (d) dengan menggunakan rumus

c

Perhitungan nilai d dibantu dengan menggunakan spreadsheet yang dipublikasikan oleh Thalheimer & Cook dari Work-Learning Research. Penafsiran nilai d mengikuti pendapat yang dikemukakan oleh Leech et al.(2005: 56) yang disajikan dalam Tabel 3.9.

Tabel 3.9 Kategori Cohen’s Effect Size (d) Cohen’s Effect Size (d) Kategori

< 0,2 Sangat kecil

0,2 – 0,5 Kecil

0,5 – 0,8 Sedang

0,8 – 1 Besar

(30)

8. Membuat kesimpulan dan menyusun laporan penelitian. Analisis yang dilakukan adalah terhadap peningkatan dan perbedaan rata-rata n-gain keterampilan proses sains dan penguasaan konsep siswa untuk kelas eksperimen dan kelas kontrol. Peningkatan dan perbedaan rata-rata n-gain tersebut dianalisis untuk setiap indikator dan secara keseluruhan baik pada keterampilan proses sains maupun penguasaan konsep. Analisis yang lain dilakukan pada perbedaan rata-rata n-gain dilihat dari tinjauan perbedaan relatif antara kelas eksperimen dan kelas kontrol yang diwakili oleh

(31)

Yogi Musthapa Kamil, 2014

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Penelitian ini bertujuan untuk menyelidiki pengaruh praktikum laju reaksi berbasis Process Oriented Guided Learning (POGIL) terhadap keterampilan proses sains dan

penguasaan konsep siswa SMK. Dari hasil penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan beberapa hal sebagai berikut

1. Siswa yang belajar melalui aktifitas laboratorium berbasis POGIL memiliki peningkatan keterampilan proses sains secara keseluruhan yang lebih tinggi dan signifikan daripada siswa yang belajar melalui aktifitas laboratorium konvensional. Siswa yang belajar melalui aktifitas laboratorium berbasis POGIL memiliki peningkatan keterampilan proses sains yang lebih tinggi dan signifikan pada keterampilan keterampilan siswa dalam merumuskan hipotesis, memprediksi, mengajukan pertanyaan, menginterpretasikan dan mengkomunikasikan daripada siswa yang belajar melalui aktifitas laboratorium konvensional. Sedangkan untuk keterampilan mengobservasi serta keterampilan merencanakan dan menginvestigasi ditemukan bahwa tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara siswa yang yang belajar melalui aktifitas laboratorium berbasis POGIL dengan siswa yang belajar melalui aktifitas laboratorium konvensional.

(32)

reaksi konsumsi pereaksi dan laju reaksi pembentukan produk berdasarkan data percobaan daripada siswa yang belajar melalui aktifitas laboratorium konvensional. Sedangkan pada kemampuan siswa dalam mendeskripsikan laju reaksi sebagai perubahan konsentrasi reaktan atau produk terhadap perubahan waktu ditemukan bahwa tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara siswa yang belajar melalui aktifitas laboratorium berbasis POGIL dengan siswa yang belajar melalui aktifitas laboratorium konvensional.

B. Saran

Pedagogi berbasis POGIL menggabungkan beberapa metoda seperti pembelajaran inkuiri terbimbing dan pembelajaran koperatif dalam pembelajaran sains khususnya kimia. Dari hasil studi mengenai pengaruh implementasi POGIL dalam penelitian ini, dapat disampaikan saran baik dalam konteks teori maupun praktis sebagai berikut

(33)

Yogi Musthapa Kamil, 2014

2. Penelitian yang dilakukan memiliki variabel target pembelajaran berupa keterampilan proses sains dan penguasaan konsep. Studi di masa depan dapat dikembangkan untuk meneliti pengaruh POGIL terhadap keterampilan-keterampilan dasar lain yang sangat dibutuhkan oleh siswa ketika mereka melanjutkan studi, berwirausaha atau bekerja. Dengan demikian, penelitian yang dilakukan dapat memperkaya khazanah dari implementasi POGIL.

3. Fokus dari penelitian yang dilakukan adalah pada aspek kuantitatif dari pengaruh praktikum laju reaksi berbasis POGIL terhadap KPS dan penguasaan konsep siswa SMK. Penelitian selanjutnya dapat dilakukan pada aspek-aspek kualitatif sehingga dapat lebih mengungkap proses pengembangan KPS dan konsep oleh siswa.

4. Implementasi POGIL yang merupakan pedagogi berpusat pada siswa seyogianya dilakukan dalam pembelajaran sehari-hari di sekolah baik di SMK maupun di SMA. Hal tersebut diharapkan dapat selaras dengan mulai diimplementasikannya kurikulum 2013 yang menekankan pada pembelajaran yang berpusat kepada siswa.

(34)

DAFTAR PUSTAKA

Barthlow, M. J. (2011). The Effectiveness of Process Oriented Guided Inquiry Learning to Reduce Alternate Conceptions in Secondary Chemistry. Disertasi doktor pada Liberty University : tidak diterbitkan

Burke, K. A., Greenbowe, T. J. (2006). “Implementing the Science Writing Heuristic in the Chemistry Laboratory”. Journal of Chemical Education. 83,(7),1032-and Critical Thinking with Pencil 83,(7),1032-and Paper Tasks an Experiment Study in Chemistry Senior High School at “Colligative Properties Concept”. [online]. Diakses pada 29 Mei 2013. Tersedia : http://ojs.voctech.org/index.php/seavern/article/view/128/121

Ding, N. & Harskamp, E. G.. (2011). “Collaboration and Peer Tutoring in Chemistry Laboratory Education”. International Journal of Science Education (IJSE).33,(6),839-863

Domin, D. S. (1999). “A Review of Laboratory Instruction Styles”. Journal of Chemical Education. 76,(4),543-547

Eberlein, T. (2008). ”Pedagogies of Engagement in Science : A Comparison of PBL,

POGIL and PLTL”. Biochemistry and Molecular Biology Education.

36,(4),262-273

Fischer, K. W. (2008). “Dynamic Cycles of Cognitive and Brain Development : Measuring Growth in Mind, Brain and Education”. The Educated Brain . dalam A.M. Batro,K.W. Fischer & P.Lena (Eds).127-150

Fischer, K., & Rose, L. (2001). “Webs of Skill : How Students Learn”. Educational Leadership, 59,(3),6

(35)

Hanson, D. M. (2005). Designing Process Oriented Guided-Inquiry Activities . [online]. Diakses pada 9 April 2013. Tersedia :

quarknet.fnal.gov/fellows/.../Designing_POGIL_Activities.pdf

Hanson, D. M. (2013). Introduction to POGIL. [online].diakses pada 13 April 2013. Tersedia : http://www.pcrest.com/PC/Pub/POGIL.htm

Hanson, D. & Apple, D. (2004). Process—The missing element. [online]. Diakses pada 10 April 2013. Tersedia : http://www.pkal.org/documents/hanson-apple_process—the-missing-element.pdf

Hinton, P. R., Brownlow C., McMurray I. & Cozens B. (2004). SPSS Explained. London : Routledge

Hofstein, A. (2004). “The Laboratory in Chemistry Education : Thirty Years of Experience with Developments, Implementation and Research”. Chemistry Education : Research and Practice. 5,(3),247-264

Holbrook, J. (2005). Making Chemistry Teaching Relevant. [online]. Diakses pada 23 Nopember 2011.Tersedia : www.iupac.org/publications/cei.

International Labour Organization. (2008). Skills for Improved Productivity, Employment Growth and Development.Geneva : ILO

Iriany .(2009). Model Pembelajaran Inkuiri Laboratorium Berbasis Teknologi Informasi Pada Konsep Laju Reaksi Untuk Meningkatkan Keterampilan Generik Sains Dan Keterampilan Berpikir Kreatif Siswa SMU. Tesis SPS UPI. Tidak Diterbitkan

Johnstone, A. H. (2006). “Chemical Education Research in Glasgow in Perspective. Chemistry Education Research and Practice. 7,(2),49-63

King, P. M, & VanHecke, J. R. (2006). “Making Connections : Using Skill Theory to Recognize How Students Build and Rebuild Understanding”. About Campus. 11,(1),10-16

Kementerian Pendidikan Nasional. (2005). Peraturan Pemerintah Republik Indonesia no. 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikani. Jakarta : Kemdiknas

Kementerian Pendidikan Nasional. (2006). Peraturan Menteri Pendidikan Nasional no. 22 tahun 2006 tentang Standar Isi. Jakarta : Kemdiknas

(36)

Kementerian Pendidikan Nasional. (2009). Lampiran Surat Edaran Dirjen Mandikdasmen mengenai Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar (SK-KD)dan Rincian Pembelajaran Materi Adaptif SMK. Jakarta : Kemdiknas

Leech, N. L., Barret K. C. & Morgan G. A.. (2005). SPSS for Intermediate Statistics : Use and Interpretation. Second Edition. London : Lawrence Erlbraum Associates Publishers

Mayanti, S. (2011). Analisis Hasil Belajar Siswa Sma Pada Pembelajaran Laju Reaksi Melalui Metode Praktikum Berbasis Inkuiri Terbimbing. Skripsi Jurusan Pendidikan Kimia UPI. Tidak Diterbitkan

Moog, R. S. & Spencer N. J. (2008). In Process Oriented Guided Inquiry Learning (POGIL). ACS Symposium Series. Washington DC : American Chemical Society

National Research Council. (2011). A Framework for K-12 Science Education: Practices,Crosscutting Concepts, and Core Ideas. Committee on a Conceptual Framework for New K-12 Science Education Standards. Board on Science Education, Division of Behavioral and Social Sciences and Education. Washington DC : The National Academies Press.

O’Brien, G. E. (2005). Developing Inquiry Skills.[online]. Diakses pada 7 Nopember

2013.Tersedia : www.pearsonhighered.com/assets/hip/us

Rahman. (2011). Pembelajaran Kimia Berbasis Literasi Sains dan Teknologi Pada Materi Pokok Laju Reaksi : Analisis Aspek Keterampilan Proses Sains Siswa Kelas XI. Skripsi Jurusan Pendidikan Kimia UPI. Tidak Diterbitkan

Rankin, L., Stein F., Austin M., Bradley, B. W., & Brown T. F. (2006). Assesing Process Skills, A Professional Development Curriculum from the Institute for Inquiry. San Francisco : Exploratorium

Rustaman, N. (2003). Penilaian Hasil Belajar IPA. Makalah pada FPMIPA & Pasca Sarjana UPI : Tidak Diterbitkan

Schroeder, J.D & Greenbowe, T.J. (2008). Implementing POGIL in the lecture and the Science Writing Heuristic in the laboratory—student perceptions and performance in undergraduate organic chemistry. [online].diakses pada 08 Februari 2012. Tersedia : http://pubs.rsc.org | doi:10.1039/B806231P

(37)

Sudira, P. (2010). VET curriculum, teaching, and learning for future skills requirements. Makalah Seminar VET. UNY

Straumanis, A. (2010). Classroom Implementation of Process Oriented Guided Inquiry Learning, a Practical Guide for Instructor. USA : POGIL Org.

Susiwi (2007). Kecakapan Hidup. Handout Mata Kuliah Perencanaan Pembelajaran Kimia Jurusan Pendidikan Kimia FPMIPA UPI : Tidak Diterbitkan

Thalheimer, W. & Cook, S. (2002). How to Calculate Effect Sizes from Published Research : a Simplified Methodology.[online]. Diakses pada 20 Nopember 2013. Tersedia : http://work-learning.com/effect_sizes.htm.

Wilson, F. R., Pan W. & Schumsky, D. A. (2012). “Recalculation of Critical Values for Lawshe’s Content Validity Ratio”. Measurement and Evaluation in Counseling and Development, 45,(3),197-210

Widhy, P. (2010). Pembelajaran IPA (Kimia) Berbasis Laboratorium. Modul Pelatihan Pembelajaran MIPA Berbasis Laboratorium FMIPA UNY : Tidak Diterbitkan

Wiersma, W. & Jurs, S. G. (2009). Research Methods in Education. USA : Pearson

Gambar

Tabel 3.1 Desain Penelitian
Tabel 3.2 Perbandingan aktifitas laboratorium POGIL dan konvensional
Tabel 3.3 Distribusi Soal Keterampilan Proses Sains
Tabel 3.5 Rekapitulasi CVR soal Keterampilan Proses Sains
+7

Referensi

Dokumen terkait

Konsep Negara Hukum, selain bermakna bukan Negara Kekuasaan ( Machtstaat ) juga mengandung pengertian adanya pengakuan terhadap prinsip supremasi hukum

Sehubungan dengan hasil evaluasi penawaran saudara, perihal penawaran Pekerjaan Peningkatan Jalan Menuju Desa Tembelenu , dimana perusahaan saudara termasuk

Pemilihan umum (Pemilu) adalah salah satu cara dalam sistem demokrasi untuk memilih wakil- wakil rakyat yang akan duduk di lembaga perwakilan rakyat, serta salah satu bentuk

Indeks Harga Saham Perusahaan Tercatat* 2017 6,355.65 566 DATA SUMMARY Emiten listing Perusahaan Delisted Kapitalisasi Pasar (Rp.Triliun) Kapitalisasi Pasar

Pejabat Pengadaan pada Kegiatan Pengembangan Kawasan Budidaya Air Payau, telah melaksanakan Proses Evaluasi Kualifikasi dan Penawaran dalam Pengadaan Langsung untuk

a. Dosen wajib bekerjasama dengan manajemen yayasan pendidikan / lembaga resmi penyelenggara pendidikan , instansi pemerintah melalui Departemen Pendidikan Nasional

Disebabkan keadaan kawasan kajian yang agak jauh dan sekiranya ianya ingin melaksanakan kajian dengan merangkumi 4 perkampungan ini, ianya akan mengambil masa

KARAKTER: Jika bermaksud memancingnya (biasanya sebagai umpan untuk ikan yang lebih besar), peralatan yang paling baik adalah piranti jenis.. Spinning dengan umpan