Riva Annisa, 2014
ANALISIS PERBEDAAN PENERAPAN METODE AKUNTANSI ATAS BIAYA PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN TERHADAP TINGKAT MANAJEMEN LABA
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
No. Daftar 526/UN 40.7 D1/LT/2014
ANALISIS PERBEDAAN PENERAPAN METODE AKUNTANSI
ATAS BIAYA PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN
TERHADAP TINGKAT MANAJEMEN LABA
(Studi Pada Perusahaan Sektor Manufaktur dan Pertambangan Tahun 2012-2013)
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar
Sarjana Ekonomi pada Program Studi Akuntansi
Oleh: Riva Annisa NIM. 1005636
PROGRAM STUDI AKUNTANSI
FAKULTAS PENDIDIKAN EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA
Riva Annisa, 2014
ANALISIS PERBEDAAN PENERAPAN METODE AKUNTANSI ATAS BIAYA PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN TERHADAP TINGKAT MANAJEMEN LABA
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
2014
ANALISIS PERBEDAAN PENERAPAN METODE AKUNTANSI
ATAS BIAYA PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN
TERHADAP TINGKAT MANAJEMEN LABA
(Studi Pada Perusahaan Sektor Manufaktur dan Pertambangan Tahun 2012-2013)
Oleh Riva Annisa
Sebuah skripsi yang diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana pada Fakultas Pendidikan Ekonomi dan Bisnis
© Riva Annisa 2014 Universitas Pendidikan Indonesia
Oktober 2014
Hak Cipta dilindungi Undang-Undang.
Riva Annisa, 2014
ANALISIS PERBEDAAN PENERAPAN METODE AKUNTANSI ATAS BIAYA PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN TERHADAP TINGKAT MANAJEMEN LABA
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
i
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT, atas rahmat dan
karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Analisis Perbedaan
Penerapan Metode Akuntansi Atas Biaya Penelitian dan Pengembangan
Terhadap Tingkat Manajemen Laba (Studi Pada Perusahaan Sektor
Manufaktur dan Pertambangan Tahun 2012-2013)”. Shalawat serta salam semoga
senantiasa tercurah kepada pemimpin umat dan suri teladan yang baik, Nabi
Muhammad SAW, kepada keluarganya, para sahabatnya, serta umatnya hingga akhir
zaman.
Penyusunan skripsi ini bertujuan untuk mengembangkan ilmu dan
pengetahuan penulis serta dimaksudkan untuk memenuhi syarat dalam memperoleh
gelar Sarjana Ekonomi pada Program Studi Akuntansi. Dengan adanya skripsi ini,
semoga bisa bermanfaat khususnya bagi penulis dan umumnya bagi pembaca yang
memerlukan informasi yang terkandung di dalamnya serta menjadi sumbangsih
dalam bidang akuntansi khususnya mengenai permasalahan yang penulis bahas.
Proses penulisan dan penelitian ini dilakukan dengan kesungguhan sesuai
dengan kaidah dan pedoman yang berlaku. Namun, penulis meyakini bahwa di dalam
skripsi ini masih terdapat banyak kekurangan dan kesalahan. Oleh karena itu, penulis
ii
untuk memperbaiki kesalahan yang ada serta mencegah terjadinya kesalahan yang
sama di masa mendatang.
Akhir kata, semoga Allah SWT senantiasa memberikan petunjuk, hidayah,
kekuatan, kesabaran, dan keikhlasan kepada kita semua dalam menjalani ujian dan
tantangan kehidupan ini. Aamiin Allahumma Aamiin.
Bandung, Oktober 2014
Penulis,
iii
UCAPAN TERIMAKASIH
Segala puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT karena atas rahmat
dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Shalawat serta salam
semoga senantiasa tercurah kepada pemimpin umat dan suri teladan yang baik, Nabi
Muhammad SAW.
Ucapan terima kasih sebagai penghargaan yang tulus disampaikan kepada kedua
orang tuan tercinta yaitu Bapak Supriyadi dan Ibu Imas Romasih, yang tiada hentinya
memberikan doa, kasih sayang, dan dukungan untuk keberhasilan penulis, serta untuk
kakakku Azhar Pratama dan adikku Rizar Adri Kautsar, yang telah banyak
membantu, memotivasi, serta menghibur dalam menyelesaikan skripsi ini.
Pada kesempatan ini, penulis juga ingin mengucapkan terimakasih yang
sebesar-besarnya kepada pihak-pihak yang telah berkenan memberikan pengarahan, bantuan,
dan dukungan selama penyusunan skripsi ini, yaitu kepada:
1. Bapak Prof. Dr. H. Sunaryo Kartadinata, M. Pd, selaku Rektor Universitas
Pendidikan Indonesia.
2. Bapak Dr. H. Edi Suryadi, M.Si selaku Dekan Fakultas Pendidikan Ekonomi dan
Bisnis.
3. Bapak Dr. H. Nono Supriatna, M.Si., selaku Ketua Program Studi Akuntansi
sekaligus Dosen Pembimbing Akademik penulis yang telah meluangkan waktu
iv
4. Ibu Mimin Widaningsih S,Pd., M.Si., selaku dosen pembimbing yang telah
bersedia meluangkan waktu, tenaga, pikiran, perhatian, dan dukungan untuk
memberikan bimbingan dan saran kepada penulis hingga skripsi ini dapat
diselesaikan.
5. Bapak Dr. Arim, M.Si., Ak., Ibu Elis Mediawati, S.Pd., SE., M.Si, dan Bapak
Denny Andriana, SE., M.BA., Ak., selaku Dosen Penguji Sidang Skripsi dan
Sidang Komprehensif yang telah memberikan bimbingan, saran, dan motivasi
untuk membuat penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.
6. Seluruh Dosen dan Asisten Dosen Program Studi Akuntansi yang senantiasa
memberikan ilmu, bimbingan, pengalaman, serta nasihat yang sangat berharga
bagi penulis selama melaksanakan studi di kampus UPI Bandung dan berguna
bagi kehidupan penulis di masa yang akan datang.
7. Staff administrasi Program Studi Akuntansi, Bapak Rizki Rahmat Hidayat
beserta para staff administrasi Fakultas Pendidikan Ekonomi dan Bisnis yang
telah banyak membantu pengurusan administrasi selama masa perkuliahan dan
memberikan motivasi dalam pengerjaan skripsi ini.
8. Sahabat baikku, Indriyani Octavia, Alimudin Usman, Elsa Tiara, Renny Friska,
Cantika Putri, dan Yuliani yang telah setia menemani dalam suka duka selama
masa perkuliahan, terimakasih banyak atas segala dukungan, bantuan, saran, dan
perhatiannya. I love you guys, to the moon and back!
9. Agung Ardiansyah, my number one supporter, terima kasih atas dukungan,
v
10. My beloved girlfriends, Demitria Aprella dan Brigitta Nadia, yang selalu
memberikan semangat dan doanya selama proses penulisan skripsi.
11. Keluarga besar Akuntansi UPI 2010 khususnya teman-teman Akuntansi B 2010,
yang telah mewarnai masa-masa perkuliahan dan kehidupan kampus selama
kurang lebih empat tahun. See you guys on top!
12. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu, yang telah membantu
menyelesaikan skripsi ini, baik dengan cara langsung maupun tidak langsung.
Terima kasih atas segala kebaikan yang telah diberikan, mudah-mudahan Allah
SWT membalas seluruh bantuan, doa, dan amal kebaikan dengan berlipat ganda
kepada semua pihak yang telah membantu penulis.
Bandung, Oktober 2014
vi
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ... i
UCAPAN TERIMAKASIH... iii
DAFTAR ISI ... vi
DAFTAR TABEL ... ix
DAFTAR GAMBAR ... x
DAFTAR LAMPIRAN ... xi
BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang ... 1
1.2.Rumusan Masalah ... 7
1.3.Maksud dan Tujuan Penelitian ... 7
1.3.1.Maksud Penelitian ... 7
1.3.2.Tujuan Penelitian ... 8
1.4.Kegunaan Penelitian ... 8
BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS 2.1. Kajian Pustaka ... 10
2.1.1. Teori Keagenan... 10
2.1.2. Teori Akuntansi Positif ... 11
2.1.3. Manajemen Laba ... 13
2.1.4. Akuntansi Atas Biaya Penelitian dan Pengembangan ... 20
vii
2.2. Penelitian Terdahulu ... 25
2.3. Kerangka Pemikiran ... 28
2.4. Hipotesis ... 32
BAB III OBJEK DAN METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Objek Peneltian ... 33
3.2. Metode Penelitian... 34
3.2.1.Desain Penelitian ... 34
3.2.2.Definisi dan Operasionalisasi Variabel ... 35
3.2.3.Populasi dan Sampel Penelitian ... 40
3.2.4.Teknik Pengumpulan Data ... 43
3.2.5.Teknik Analisis Data ... 44
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil Penelitian ... 50
4.1.1.Tinjauan Umum Subyek Penelitian ... 50
4.1.2.Analisis Deskriptif Data Variabel Penelitian... 56
4.1.3.Pengujian Normalitas ... 65
4.1.4.Pengujian Homogenitas ... 66
4.1.5.Pengujian Hipotesis ... 67
4.2. Pembahasan ... 70
4.2.1. Gambaran Penerapan Metode Akuntansi Atas Biaya Penelitian dan Pengembangan ... 71
4.2.2. Gambaran Praktek Manajemen Laba ... 71
4.2.3. Perbedaan Penerapan Metode Akuntansi Atas Biaya Penelitian dan Pengembangan Terhadap Tingkat Manajemen Laba ... 72
viii
5.1. Simpulan ... 76 5.2. Saran ... 76
DAFTAR PUSTAKA ... xii
ix
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1. Daftar Penelitian Terdahulu ... 26
Tabel 3.1. Operasionalisasi Variabel ... 39
Tabel 3.2. Jumlah Sampel Penelitian ... 42
Tabel 3.3. Daftar Nama Perusahaan Sampel ... 43
Tabel 4.1. Nilai Koefisien ... 58
Tabel 4.2. Manajemen Laba Perusahaan Sampel ... 60
Tabel 4.3. Perusahaan Sektor Manufaktur dan Sektor Pertambangan yang Melaporkan Biaya atas Kegiatan Penelitian dan Pengembangan Tahun 2012 – 2013 .. 64
Tabel 4.4. Uji Normalitas ... 65
Tabel 4.5. Uji Homogenitas ... 66
x
DAFTAR GAMBAR
xi
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1: Lembar Pengesahan Skripsi Lampiran 2: Lembar Pengesahan Sidang Lampiran 3: Lembar Pengesahan SUP Lampiran 4: Lembar Pengesahan Artikel Lampiran 5: Form Frekuensi Bimbingan SUP Lampiran 6: Form Frekuensi Bimbingan Sidang Lampiran 7: Matriks Perbaikan Sidang
Lampiran 8: Matriks Perbaikan SUP Lampiran 9: Persetujuan Revisi Skripsi Lampiran 10: Persetujuan Revisi SUP
Riva Annisa, 2014
ANALISIS PERBEDAAN PENERAPAN METODE AKUNTANSI ATAS BIAYA PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN TERHADAP TINGKAT MANAJEMEN LABA
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu ABSTRAK
Analisis Perbedaan Penerapan Metode Akuntansi Atas Biaya Penelitian dan Pengembangan Terhadap Tingkat Manajemen Laba
(Studi Pada Perusahaan Sektor Manufaktur Dan Pertambangan Tahun 2012-2013)
Oleh:
Riva Annisa
Pembimbing:
Mimin Widaningsih , S.Pd., M.Si.
Penelitian ini bertujuan untuk menguji dan mendapatkan bukti empiris mengenai perbedaan penerapan metode akuntansi atas biaya penelitian dan pengembangan terhadap tingkat manajemen laba. Terdapat dua metode untuk mencatat biaya atas penelitian dan pengembangan, yaitu dengan metode kapitalisasi dan metode pembebanan.
Metode penelitian yang digunakan adalah metode komparatif. Penelitian ini menggunakan Independent Sample T-test sebagai alat uji hipotesis. Data yang digunakan merupakan data sekunder yaitu laporan keuangan perusahaan yang dijadikan sampel dalam penelitian. Sampel penelitian merupakan 20 perusahaan sektor manufaktur dan sektor pertambangan Tahun 2012-2013 yang diambil dengan menggunakan metode purposive sampling.
Riva Annisa, 2014
ANALISIS PERBEDAAN PENERAPAN METODE AKUNTANSI ATAS BIAYA PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN TERHADAP TINGKAT MANAJEMEN LABA
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
ABSTRACT
The Difference Analysis of Research and Development Accounting Method Toward Earnings Management
(Case Study on Manufactures Company and Mining Company in Period 2012-2013)
Author:
Riva Annisa
Supervisor:
Mimin Widaningsih , S.Pd., M.Si.
The purpose of this research is to examine dan obtain empirical evidence about the difference of research and development accounting method toward level of earnings management. There are two method to record the cost of research dan development activity, full expensing method and capitalization method.
Research method used in this research is comparative method. This research used Independent Sampel T-test to verify the hypothesis. The data used in this study is a secondary data, namely go public company’s financial statement. The research sample was 20 companies consist of manufactures companies and mining companies in period 2012-2013 which were taken by purposive sampling method.
The result showed that there is no significant difference in the level of earnings management between the company that used capitalization method and full expensing method.
Riva Annisa, 2014
ANALISIS PERBEDAAN PENERAPAN METODE AKUNTANSI ATAS BIAYA PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN TERHADAP TINGKAT MANAJEMEN LABA
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Laporan keuangan merupakan hasil akhir dari proses akuntansi yang terjadi di
dalam sebuah perusahaan yang mempunyai peranan penting untuk mengukur kinerja
perusahaan. Menurut IAI (2009) laporan keuangan adalah suatu penyajian terstruktur
dari posisi keuangan suatu entitas. Tujuan dari laporan keuangan adalah memberikan
informasi mengenai posisi keuangan, kinerja keuangan, dan arus kas entitas yang
bermanfaat bagi sebagian besar kalangan pengguna laporan dalam pembuatan
keputusan ekonomi. Laporan keuangan juga menunjukkan hasil pertanggungjawaban
manajemen atas penggunaan sumber daya yang dipercayakan kepada mereka.
Laba merupakan salah satu indikator penilaian kinerja dari sebuah perusahaan.
Pemilik perusahaan, investor, dan para pengguna laporan keuangan lainnya memiliki
kecenderungan untuk memperhatikan laba perusahaan. Manajemen kemudian
menyadari dan memahami hal tersebut, bahwa kedudukan investor sangat penting
2
dysfunctional behavior, yang salah satunya adalah manajemen laba atau earnings
management.
Kasus perusahaan yang melakukan pratik manajemen laba (earnings
management) pernah terjadi pada PT Indofarma Tbk. pada tahun 2004. Bapepam
menemukan bahwa nilai barang dalam proses dinilai lebih tinggi dari nilai yang
seharusnya (overstated) dalam penyajian nilai persediaan barang dalam proses tahun
buku 2001 sekitar 28 Miliar rupiah. Akibat overstated persediaan sebesar 28 Miliar
tersebut, maka harga pokok penjualan akan understated pula sebesar 28 Miliar dan
laba bersih juga akan mengalami overstated dengan nilai yang sama pula.
Kasus serupa juga pernah terjadi pada PT Kimia Farma Tbk. Produsen
obat-obatan milik pemerintah Indonesia ini diduga menggelembungkan keuntungan
(overstated) dalam laporan keuangan pada tahun 2002. Berdasarkan hasil
pemeriksaan Bapepam (2002) diperoleh bukti bahwa terdapat kesalahan penyajian
dalam laporan keuangan PT Kimia Farma Tbk. yang mengakibatkan overstated laba
pada laba bersih untuk tahun yang berakhir 31 Desember 2001 sebesar 32,7 miliar
yang merupakan 2,3% dari penjualan dan 24,7% dari laba bersih PT Kimia Farma
Tbk.
Selain kasus di atas, kasus lain terkait dengan manajemen laba pernah terjadi
pada Worldcom. Dalam laporannya, Worldcom mengakui bahwa perusahaan
3
modal. Beban jaringan adalah beban yang dibayar oleh Worldcom kepada perusahaan
lain untuk jaringan telekomunikasi, seperti biaya akses dan biaya pengiriman pesan
bagi Worldcom. Dilaporkan sekitar $3,005 milyar telah salah diklasifikasikan pada
tahun 2001, sementara sisanya sekitar $ 797 juta pada triwulan pertama tahun 2002
berdasarkan data Worldcom $14,7 milyar pada tahun 2001 disajikan sebagai biaya.
Dengan memindahkan akun beban kepada akun modal, Worldcom mampu
menaikkan pendapatan atau laba. Worldcom mampu menaikkan laba karena akun
beban dicatat lebih rendah, sedangkan akun asset dicatat lebih tinggi karena beban
kapitalisasi disajikan sebagai beban investasi.
Dari ketiga kasus yang telah diuraikan di atas, dapat diketahui bahwa kasus
praktik manajemen laba bukanlah hal yang baru di tengah-tengah perekonomian
dunia umumnya dan perekonomian Indonesia khususnya. Manajemen laba dilakukan
agar laporan keuangan perusahaan selalu terlihat baik bagi investor karena investor
melihat laba sebagai salah satu indikator untuk menilai kinerja perusahaan.
Scott (2009) menyebutkan bahwa earnings management is the choice by
manager of accounting policies, or actions affecting earnings, so as to achieve some
specific reported earnings objective. Yang artinya manajemen laba adalah pemilihan
kebijakan akuntansi oleh manajer atau kegiatan yang mempengaruhi pendapatan,
4
Menurut Sunarto (2009), terdapat dua cara untuk melihat perilaku manajemen
laba. Pertama, perilaku opportunistic manajemen untuk memaksimumkan utilitas
mereka mengenai kompensasi, debt contract¸ dan political cost, dan kedua,
manajemen laba dari perspektif efficient contracting.
Manajemen laba adalah campur tangan manajemen dalam proses pelaporan
keuangan eksternal dengan tujuan meningkatkan nilai perusahaan di mata investor
dan kreditor. Manajemen laba ini diduga muncul atau dilakukan oleh manajer dalam
proses pembuatan dan pelaporan keuangan suatu organisasi karena mereka
mengharapkan suatu manfaat dari tindakan yang dilakukan.
Tindakan manajemen laba ini tidak harus selalu dikaitkan dengan tindakan
kecurangan pihak manajer ataupun sebagai bentuk usaha untuk melakukan
manipulasi data atau informasi akuntansi, tetapi lebih condong sebagai pemilihan
metode akuntansi (accounting method) untuk mengatur keuntungan yang dapat
dilakukan karena memang diperbolehkan menurut accounting regulations.
General Accepted Accounting Principal juga memberikan keleluasaan bagi
perusahaan untuk memilih kebijakan akuntansi yang sesuai dengan dengan
kepentingannya. Dengan kata lain, manajer memilih kebijakan akuntansi yang dapat
memaksimalkan nilai perusahaan.
Pemilihan metode atas biaya riset dan pengembangan juga merupakan suatu
5
perusahaan yang akan mampu memaksimalkan laba perusahaan. International
Accounting Standards memaparkan akuntansi untuk biaya riset dan pengembangan
dalam IAS No. 38 tentang Intangible Assets (IASB, 2004). Paragraf 54 dalam standar
tersebut menyatakan bahwa aset tidak berwujud yang berasal dari riset (atau dari
tahapan riset pada proyek internal) tidak akan diakui sebagai aset. Pengeluaran untuk
riset (atau tahap riset pada suatu proyek internal) diakui sebagai beban pada periode
terjadinya.
Sedangkan mengenai tahap pengembangan, paragraph 57 dalam IAS No.38
menyatakan bahwa suatu aset tidak berwujud yang timbul dari pengembangan (atau
dari tahap pengembangan pada suatu proyek internal) diakui jika, dan hanya jika,
entitas dapat menunjukkan kelayakan teknis penyelesaiannya sehingga akan tersedia
untuk digunakan atau dijual, bertujuan untuk memperoleh asset tidak berwujud dan
menggunakannya atau menjualnya, kemampuannya untuk digunakan atau dijual,
bagaimana asset tidak berwujud menghasilkan kemungkinan manfaat ekonomis di
masa depan, ketersediaan sumber daya teknis, keuangan, dan lainnya yang memadai
untuk menyelesaikan pengembangan dan digunakan atau dijual, dan dapat diukur
secara andal pengeluaran yang timbul dari asset tidak berwujud selama
pengembangannya.
Adanya fleksibilitas dalam pemilihan metode akuntansi untuk biaya riset dan
pengembangan merupakan suatu celah bagi manajer untuk melakukan tindakan
6
Penelitian ini mengacu pada penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Dennis
R. Oswald dan Paul Zarowin (2004) yang berjudul ”Capitalization vs Expensing of
R&D and Earnings Management”. Penelitian tersebut menginvestigasi keputusan
perusahaan untuk melakukan kapitalisasi atau pembebanan biaya riset dan
pengembangan dan bagaimana perusahaan mengatur labanya melalui pemilihan
metode akuntansi atas riset dan pengembangan. Baik yang menggunakan metode
kapitalisasi maupun metode pembebanan menggunakan pemilihan metode riset dan
pengembangan ini sebagai manajemen laba, yaitu dengan mengelola nilai akrual dan
akun riil pada neraca. Penelitian ini kembali dilakukan untuk mengetahui apakah
terdapat perbedaan tingkat manajemen laba yang signifikan antara perusahaan yang
menerapkan metode pembebanan dan metode kapitalisasi atas biaya penelitian dan
pengembangan pada perusahaan yang terdapat di Indonesia.
Perbedaan penelitian ini dengan penelitian yang dilakukan oleh Dennis R.
Oswald dan Paul Zarowin (2004) adalah setting penelitian, populasi dan sampel
penelitian, serta alat analisis yang digunakan. Penelitian ini dilakukan di Indonesia,
sedangkan penelitian oleh Dennis R. Oswald dan Paul Zarowin (2004) dilakukan di
U.K. Sampel yang digunakan oleh penelitian sebelumnya adalah perusahaan yang ada
di U.K., sedangkan sampel di dalam penelitian ini menggunakan perusahaan sektor
manufaktur dan pertambangan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia periode tahun
7
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka judul penelitian ini
adalah “ANALISIS PERBEDAAN PENERAPAN METODE AKUNTANSI
ATAS BIAYA PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN TERHADAP
TINGKAT MANAJEMEN LABA (Studi Pada Perusahaan Sektor Manufaktur
dan Pertambangan Tahun 2012-2013)”.
1.2. Rumusan Masalah
Dari latar belakang yang telah diuraikan diatas, maka penelitian ini difokuskan
pada permasalahan mengenai:
1. Bagaimana gambaran biaya penelitian dan pengembangan yang dicatat dalam
laporan keuangan pada perusahaan sektor manufaktur dan sektor pertambangan
yang terdaftar di BEI pada periode 2012 dan 2013?
2. Bagaimana gambaran tingkat manajemen laba yang terjadi pada perusahaan
sektor manufaktur dan sektor pertambangan yang terdaftar di BEI pada periode
2012 dan 2013?
3. Apakah terdapat perbedaan tingkat manajemen laba yang signifikan antara
perusahaan yang menerapkan metode pembebanan dan metode kapitalisasi atas
biaya penelitian dan pengembangan?
1.3. Maksud dan Tujuan Penelitian
8
Maksud dari penelitian ini adalah mempelajari, menganalisa, dan menyimpulkan
tentang gambaran manajemen laba dan biaya penelitian dan pengembangan pada
perusahaan sektor manufaktur dan pertambangan, serta perngaruh dan perbedaan
antara penerapan metode pembebanan dan metode kapitalisasi atas biaya penelitian
dan pengembangan terhadap manajemen laba.
1.3.2. Tujuan Penelitian
Tujuan yang ingin dicapai dalam penulisan ini adalah:
1. Mengetahui gambaran biaya penelitian dan pengembangan yang dicatat dalam
laporan keuangan pada perusahaan sektor manufaktur dan sektor pertambangan
yang terdaftar di BEI pada periode 2012 dan 2013.
2. Mengetahui gambaran tingkat manajemen laba yang terjadi pada perusahaan
sektor manufaktur dan sektor pertambangan yang terdaftar di BEI pada periode
2012 dan 2013.
3. Mengetahui perbedaan tingkat manajemen laba antara perusahaan yang
menerapkan metode pembebanan dan metode kapitalisasi atas biaya penelitian
dan pengembangan.
1.4. Kegunaan Penelitian
Berdasarkan tujuan yang telah penulis paparkan di atas, maka penulisan ini
diharapkan akan bermanfaat, baik secara teoritis maupun praktis. Manfaat yang dapat
9
1. Kegunaan Teoritis
Penulisan ini diharapkan akan bermanfaat bagi dunia pendidikan sebagai
salah satu sumber informasi atau pengetahuan mengenai faktor-faktor yang
mempengaruhi manajemen laba (earnings management), serta memperkuat
hasil penelitian sebelumnya.
2. Kegunaan Praktis
a. Bagi penulis, penelitian ini diharapkan mampu menambah wawasan serta
pengetahuan mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi manajemen
laba.
b. Bagi investor, penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan bagi para
investor agar lebih teliti dalam menilai laporan keuangan dan dapat
menjadi pertimbangan dalam melakukan keputusan investasi pada suatu
perusahaan.
c. Bagi perusahaan, penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan bagi
manajer untuk memilih kebijakan akuntansi, khususnya kebijakan dalam
kegiatan penelitian dan pengembangan, yang sesuai dengan kebutuhan
perusahaan.
d. Bagi penulis lain, diharapkan dapat memberikan informasi yang berguna
untuk penulisan selanjutnya mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi
Riva Annisa, 2014
ANALISIS PERBEDAAN PENERAPAN METODE AKUNTANSI ATAS BIAYA PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN TERHADAP TINGKAT MANAJEMEN LABA
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
BAB II
KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS
2.1. Kajian Pustaka
2.1.1. Teori Keagenan
Teori keagenan menyatakan bahwa antara manajemen dan pemilik mempunyai
kepentingan yang berbeda. Pada model keagenan dirancang sebuah sistem yang
melibatkan kedua belah pihak yaitu manajemen dan pemilik. Selanjutnya, manajemen
dan pemilik melakukan kesepakatan (kontrak) kerja untuk mencapai manfaat (utilitas)
yang diharapkan. Lambert (2001) menyatakan bahwa dalam kesepakatan tersebut
diharapkan dapat memaksimumkan utilitas pemilik (principal), dan dapat
memuaskan serta menjamin manajemen (agent) untuk menerima reward. Manfaat
yang kemudian didapatkan oleh kedua belah pihak didasarkan pada kinerja
perusahaan. Pada umumnya kinerja perusahaan dilihat dari profitabilitas. Menurut
Sunarto (2009) perbedaan kepentingan antara pemilik dan manajemen terletak pada
memaksimalisasi manfaat (utility) pemilik (principal) dengan kendala (constraint)
11
Pada dasarnya teori keagenan merupakan model yang digunakan untuk
memformulasikan konflik antara manajemen dengan pemilik. Kinerja perusahaan
yang telah diraih oleh manajemen diinformasikan kepada pemilik dalam bentuk
laporan keuangan. Sunarto (2009) menyebutkan bahwa dalam sistem desentralisasi
manajemen mempunyai informasi yang superior dibandingkan dengan pemilik
karena manajemen telah menerima pendelegasian untuk pengambilan keputusan atau
kebijakan perusahaan. Ketika pemilik tidak dapat memonitor secara keseluruhan
aktivitas manajemen, maka secara potensial manajemen dapat menentukan kebijakan
yang meingkatkan level kompensasinya.
2.1.2. Teori Akuntansi Positif (Positive Accounting Theory)
Watts dan Zimmerman dalam Suharli (2009) mengajukan paradigma baru dalam
penelitian akuntansi yang dikenal dengan Positive Accounting Theory dan
menyatakan bahwa pemilihan kebijakan akuntansi dan karakteristik yang mendasari
akuntansi keuangan tidak terlepas dari keberadaan perusahaan yang pada dasarnya
merupakan suatu kumpulan dari kontrak. Dalam teori positif dibahas tiga hal, yaitu
menjelaskan, mengawasi dan memprediksi.
Scott (2009; 284) menyebutkan bahwa positive accounting theory is concerned
with predicting such actions as the choices of accounting policies by firm managers
and how managers will respond to proposed new accounting standards. Teori
akuntansi positif berhubungan dengan prediksi suatu keputusan dalam prinsip
12
terhadap standar akuntansi yang baru. Teori akuntansi positif mengasumsikan bahwa
manajer mempunyai sifat yang rasional seperti investor dan manajer akan memilih
kebijakan akuntansi yang memberikan keuntungan bagi dirinya sendiri.
Scott (2009; 287-288) menyatakan terdapat tiga hipotesis dari teori akuntansi
positif, yaitu:
1. The Bonus Plan Hypothesis
Manajer perusahaan akan memilih prosedur akuntansi yang melaporkan
pendapatan dari masa yang akan datang ke periode berjalan. Manajer menginginkan
bonus yang tinggi, jika bonus bergantung pada laba yang dilaporkan, maka manajer
akan memaksimalkan bonus mereka dengan melaporkan pendapatan setinggi
mungkin. Konsep ini membahas bahwa bonus yang dijanjikan pemilik kepada
manajer perusahaan tidak hanya memotivasi manajer untuk bekerja dengan lebih baik
tetapi juga memotivasi manajer untuk melakukan kecurangan manajerial. Agar dapat
mencapai tingkat kinerja yang memberikan bonus, manajer mempermainkan besar
kecilnya angka-angka dalam laporan keuangan sehingga bonus itu selalu didapat
setiap tahun. Hai ini yang kemudian mengakibatkan pemilik mengalami kerugian
ganda, yaitu memperoleh informasi palsu dan mengeluarkan sejumlah bonus.
2. The Debt Covenants Hypothesis
Hipotesis ini berkaitan dengan syarat yang harus dipenuhi perusahaan dalam
perjanjian hutang. Perusahaan memiliki rasio antara utang dan ekuitas lebih besar,
cenderung memilih dan menggunakan metode-metode akuntansi dengan laporan laba
13
keuntungan tertentu yang dapat diperolehnya. Keuntungan tersebut berupa permainan
laba agar kewajiban utang-piutang dapat ditunda untuk periode berikutnya sehingga
semua pihak yang ingin mengetahui kondisi perusahaan yang sesungguhnya
memperoleh informasi dan keputusan bisnis yang keliru, akibatnya terjadi kesalahan
dalam mengalokasikan sumber daya.
3. The Political Cost Hypothesis
Perusahaan yang besar dengan tingkat laba yang tinggi lebih banyak dijadikan
obyek implementasi peraturan maupun kebijakan pemerintah, seperti pengenaan
pajak penghasilan tinggi, diwajibkan untuk memenuhi standar kinerja yang lebih
tinggi seperti tanggung jawabnya terhadap lingkungan dan sebagainya.
2.1.3. Manajemen Laba
Menurut Sugiri (1998) dalam Widyaningdyah (2001), terdapat dua definisi dari
manajemen laba (earnings management), yaitu:
1. Definisi sempit:
Earnings management dalam hal ini hanya berkaitan dengan pemilihan metode
akuntansi. Earnings Management dalam artian sempit ini didefinisikan sebagai perilaku manajer untuk “bermain” dengan komponen discretionary accruals dalam
menentukan besarnya earnings.
14
Earnings management merupakan tindakan manajer untuk meningkatkan
(mengurangi) laba yang dilaporkan saat ini atas suatu unit dimana manajer
bertanggung jawab, tanpa mengakibatkan peningkatan (penurunan) profitabilitas
ekonomis jangka panjang unit tersebut.
Manajemen laba adalah tindakan seorang manajer dalam menyajikan laporan
yang menaikkan dan menurunkan laba periode berjalan dari unit usaha yang menjadi
tanggungannya, tanpa diimbangi kenaikan atau penurunan profitabilitas ekonomis
unit tersebut dalam jangka panjang.
Sedangkan menurut Scott (2009) menyatakan bahwa earnings management is the
choice by a manager of accounting policies so as to achive some spesific objective.
Artinya, manajemen laba merupakan sebuah keputusan manajer mengenai pemilihan
metode akuntansi untuk mencapai tujuan tertentu.
Manajemen laba diduga muncul atau dilakukan oleh manajer atau para pembuat
laporan keuangan dalam proses pelaporan keuangan suatu organisasi karena mereka
mengharapkan suatu manfaat dari tindakan yang dilakukan. Manajemen laba tidak
harus dikaitkan dengan upaya untuk memanipulasi data atau informasi, tetapi lebih
condong dikaitkan dengan pemilihan metode akuntansi (accounting methods) untuk
mengatur keuntungan yang bisa dilakukan karena memang diperkenankan menurut
15
Menurut Gumanti (2000), manajer mengatur laba karena baik teori maupun
bukti-bukti empiris menunjukkan bahwa earnings atau laba telah dijadikan sebagai target
dalam proses penilaian prestasi suatu usaha departemen secara khusus (manajer) atau
perusahaan (organisasi) secara umum. Disamping itu, laba atau tingkat keuntungan
juga merupakan alat untuk mengurangi biaya keagenan (agency cost), dari sisi teori
keagenan (agency theory), dan juga biaya kontrak, dari sisi teori kontrak (contracting
theory). Alasan lain adalah mengingat pentingnya keuntungan atau perolehan secara
akuntansi (accounting income) untuk pembuatan keputusan oleh banyak pihak,
misalnya investor, penyedia dana (kreditor), manajer, pemilik atau pemegang saham,
dan pemerintah.
Davidson, Stickney, dan Weil dalam Sri Sulistyanto (2008:48) mengungkapkan
bahwa: Earnings management is the process of taking deliberate steps within the
constraints of generally accepted accounting principles to bring about desired level
of reported earnings. Manajemen laba adalah proses mengambil langkah tertentu
yang disengaja dalam batas-batas prinsip akuntansi berterima umum untuk
menghasilkan tingkat yang diinginkan dari laba yang dilaporkan.
Menurut Ayres (1994) dalam Gumanti (2000), ada tiga faktor yang bisa dikaitkan
dengan munculnya praktek praktek manajemen laba, yaitu manajemen akrual
(accruals management), penerapaan suatu kebijaksanaan akuntansi yang wajib
(adoption of mandatory accounting changes), dan perubahan akuntansi secara
16
pertama biasanya dikaitkan dengan segala aktivitas yang dapat mempengaruhi aliran
kas dan juga keuntungan yang secara pribadi merupakan wewenang dari para manajer
(manager’s discretion). Faktor yang kedua berkaitan dengan keputusan manajer
untuk menerapkan suatu kebijakan akuntansi yang wajib diterapkan oleh perusahaan,
yaitu antara menerapkannya lebih awal dari waktu yang ditetapkan atau menundanya
sampai saat berlakunya kebijakan tersebut. Faktor yang ketiga yaitu perubahan
metode akuntansi secara sukarela, biasanya berkaitan dengan upaya manajer untuk
mengganti atau merubah suatu metode akuntansi tertentu diantara sekian banyak
metode yang dapat dipilih yang tersedia dan diakui oleh badan akuntansi yang ada
(Generally Accepted Accounting Principles).
Suyatmin dan Suwarno (2002) mengemukakan bahwa manajemen laba terjadi
ketika para manajer menggunakan pertimbangan atau judgement-nya dalam
pelaporan keuangan dan di dalam perancangan transaksi yang terstruktur untuk
mengubah laporan keuangan yang menyesatkan para pihak yang berkepentingan
(stakeholder) tentang dasar kinerja ekonomi perusahaan atau untuk mempengaruhi
hasil sesuai kontrak yang tergantung pada angka-angka akuntansi yang dilaporkan.
Pengertian manajemen laba merupakan proses dengan sengaja dalam batasan GAAP
untuk melaporkan tingkat laba periodic (earnings) sesuai yang diinginkan. Hal ini
dipengaruhi oleh faktor:
1. Perilaku opportunistic management yakni untuk memaksimalkan kepuasan dalam
17
2. Keyakinan manajer bahwa earnings management dapat mempengaruhi harga
pasar saham.
Menurut Davin (2005) dalam Sri Sulistyanto (2008:33), teknik manajemen laba
diantaranya adalah mencatat pendapatan terlalu cepat, mencatat pendapatan palsu,
mengakui pendapatan lebih cepat 1 periode, mengakui biaya periode berjalan menjadi
biaya periode sebelum atau sesudahnya, tidak mengungkapkan semua kewajibannya,
mengakui pendapatan periode berjalan menjadi pendapatan periode sebelumya, dan
mengakui pendapatan masa depan menjadi penempatan periode berjalan.
2.1.3.1. Pola Manajemen Laba
Scott (2009;405) merangkum pola umum yang banyak dilakukan dalam praktik
manajemen laba, yaitu taking a bath, income minimization, income maximization, dan
income smoothing.
1. Pola Taking A Bath
Pola ini dilakukan dengan cara mengatur laba perusahaan tahun berjalan menjadi
sangat tinggi atau rendah dibandingkan dengan laba periode tahun sebelumnya atau
tahun berikutnya. Pola ini biasa dipakai pada perusahaan yang sedang mengalami
masalah organisasi atau sedang dalam proses pergantian pimpinan manajemen
perusahaan. Pada perusahaan yang baru mengalami pergantian pimpinan, jika
perusahan berada dalam kondisi yang tidak menguntungkan sehingga harus
18
kerugian dalam jumlah yang sangat ekstrim agar pada periode berikutnya dapat
melaporkan laba sesuai target.
2. Pola Income Minimization
Pola ini dilakukan dengan menjadikan laba periode tahun berjalan lebih rendah
dari laba sebenarnya. Secara praktis, pola ini relatif sering dilakukan dengan motivasi
perpajakan dan politis. Agar nilai pajak yang dibayarkan tidak terlalu tinggi, manajer
cenderung menurunkan laba periode tahun berjalan, baik melalui penghapusan asset
tetap maupun pengakuan biaya-biaya periode mendatang ke periode tahun berjalan.
Hal ini juga dilakukan untuk motivasi politis. Agar tidak menjadi pusat perhatian
yang akan menimbulkan biaya politis yang tinggi, manajer sering kali memilih untuk
melaporkan laba yang rendah dari laba yang seharusnya dilaporkan.
3. Pola Income Maximization
Pola ini merupakan kebalikan dari pola income minimization. Menurut pola ini,
manajemen laba dilakukan dengan cara menjadikan laba tahun berjalan lebih tinggi
dari laba sebenarnya. Mulai dari menunda pelaporan biaya-biaya periode tahun
berjalan ke periode mendatang, pemilihan metode akuntansi yang dapat
memaksimalkan laba, sampai dengan meningkatkan jumlah penjualan dan produksi.
Pola ini biasanya banyak digunakan oleh perusahaan yang akan melakukan IPO agar
mendapat kepercayaan kreditor. Hampir semua perusahaan go public meningkatkan
laba dengan tujuan menjaga kinerja saham mereka.
19
Pola ini dilakukan dengan mengurangi fluktuasi laba sehingga laba yang
dilaporkan relatif stabil. Untuk investor dan kreditur uang memiliki sifat risk adverse,
kestabilan laba merupakan hal penting dalam pengambilan keputusan. Dalam dunia
keuangan, fluktuasi harga saham atau fluktiasi laba merupakan indikator resiko. Demi
menjaga agar laba tidak fluktuatif, stabilitasnya harus dijata. Stabilitas laba ini dapat
diperoleh dengan mengkombinasikan dua pola tersebut, yaitu meminimalkan atau
memaksimalkan laba. Namun, tentunya harus mengikuti tren laba yang akan
dilaporkan agar terlihat stabil. Income smoothing dapat dikatakan merupakan upaya
untuk menetralkan keadaan lingkungan uang yang penuh dengan ketidakpastian.
2.1.3.2. Discretionary Accruals
Untuk mendeteksi terjadi atau tidak terjadinya manajemen laba, dapat digunakan
proksi discretionary accruals. Discretionary accruals merupakan komponen total
accruals yang berasal dari rekayasa manajerial dengan memanfaatkan kebebasan dan
fleksibilitas dalam menentukan nilai estimasi pada metode akuntansi. Sementara itu,
non discretionary accruals merupakan komponen total accruals yang diperoleh
secara alami dari pencatatan akuntansi dengan mengikuti standar akuntansi yang
diterima secara umum (Sulistyanto, 2008).
Discretionary accruals adalah komponen penting manajemen laba, selain itu
pengukuran manajemen laba dengan menggunakan discretionary accruals telah
dipakai secara luas karena model tersebut mampu memberikan hasil yang paling kuat
20
akuntansi dalam penentuan pendapatan. Abdillah (2014) menyebutkan bahwa
discretionary accruals digunakan sebagai indikator adanya praktik manajemen laba,
karena manajemen laba lebih menekankan pada kebijakan yang tersedia dalam
menerapkan prinsip – prinsip akuntansi untuk mencapai hasil akhir dan dijalankan
melalui kerangka praktik yang berlaku secara umum yang masih dapat diperdebatkan.
2.1.4. Akuntansi Atas Biaya Penelitian dan Pengembangan
PSAK No. 19 mendefinisikan riset adalah penelitian orisinal dan terencana yang
dilaksanakan dengan harapan memperoleh pembaruan pengetahuan dan pemahaman
teknis atas ilmu yang baru. Sedangkan pengembangan didefinisikan sebagai
penerapan temuan riset atau pengetahuan lainnya pada suatu rencana atau rancangan
bahan baku, alat, produk, proses, sistem, atau jasa yang sifatnya baru atau yang
mengalami perbaikan substansial, sebelum dimulainya produksi komersial atau
pemakaian.
Pada PSAK No. 19 paragraf 53 dijelaskan bahwa entitas tidak boleh mengakui
asset tidak berwujud yang timbul dari riset (atau dari tahapan riset pada proyek
intenal). Pengeluaran untuk riset (atau tahap riset pada suatu proyek internal) diakui
sebagai beban pada saat terjadinya. Pada saat riset, entitas tidak dapat menunjukkan
telah adanya suatu asset tidak berwujud yang akan dapat menghasilkan manfaat
ekonomis masa depan. Dengan demikian, pengeluaran untuk riset selalu diakui
21
Sedangkan pengembangan yang dijelaskan pada PSAK No. 19 paragraf 56
menyebutkan bahwa suatu asset tidak berwujud yang timbul dari pengembangan
(atau dari tahap pengembangan pada suatu proyek internal) diakui jika, dan hanya
jika, entitas dapat menunjukkan ketentuan-ketentuan khusus yang telah disyaratkan
dalam PSAK. Perusahaan sektor manufaktur dan pertambangan menggunakan PSAK
19 sebagai acuan untuk mencatat biaya atas penelitian dan pengembangan.
Dari uraian di atas, dapat diketahui bahwa PSAK memperbolehkan perusahaan
untuk melakukan pencatatan biaya atas penelitian dan pengembangan baik dengan
metode pembebanan maupun metode kapitalisasi, dengan memenuhi ketentuan
khusus.
2.1.4.1. Pembebanan atas Biaya Penelitian dan Pengembangan
Jika entitas tidak dapat membedakan antara tahap penelitian dan tahap
pengembangan pada suatu proyek internal untuk menghasilkan asset tidak berwujud,
maka entitas memperlakukan pengeluaran untuk proyek itu seolah-olah sebagai
pengeluaran yang terjadi hanya pada tahap riset.
Entitas tidak boleh mengakui asset tidak berwujud yang timbul dari riset (atau
tahapan riset pada proyek internal). Pengeluaran untuk riset diakui sebagai beban
pada saat terjadinya. Pada tahap riset, entitas tidak dapat menunjukkan telah adanya
suatu asset tidak berwujud yang dapat menghasilkan manfaat ekonomis masa depan,
dengan demikian, pengeluaran untuk riset selalu diakui sebagai beban pada saat
22
Pada tahap pengembangan, entitas harus mengakui biaya tersebut sebagai beban
apabila tahap pengembangan tersebut tidak mampu menunjukkan hal-hal yang
disyaratkan dalam PSAK untuk mengakui tahap pengembangan tersebut sebagai asset
tidak berwujud. Pengeluaran riset dan pengembangan terdiri atas seluruh pengeluaran
yang secara langsung dapat diatribusikan ke penelitian dan pengembangan.
2.1.4.2. Kapitalisasi atas Biaya Penelitian dan Pengembangan
PSAK No. 19 (revisi 2009) paragraf 21 menyebutkan bahwa aset tidak berwujud
harus diakui jika, dan hanya jika kemungkinan besar entitas akan memperoleh
manfaat ekonomis masa depan dari asset tersbeut dan biaya perolehan asset tersebut
dapat diukur secara andal. Dalam menilai kemungkinan adanya manfaat ekonomis
masa depan, entitas harus menggunakan asumsi yang masuk akal dan dapat
dipertanggungjawabkan yang merupakan estimasi terbaik manajemen atas kondisi
ekonomi yang berlaku sepanjang masa manfaat asset tersebut.
Suatu asset tidak berwujud yang timbul dari pengembangan diakui jika, dan
hanya jika, entitas dapat menunjukkan semua hal berikut ini:
1. Kelayakan teknis penyelesaian asset tidak berwujud tersebut sehingga asset
tersebut dapat digunakan atau dijual
2. Niat untuk menyelesaikan asset tidak berwujud tersebut dan menggunakannya
atau menjualnya
23
4. Bagaimana asset tidak berwujud akan menghasilkan kemungkinan besar manfaat
ekonomis masa depan
5. Tersedianya sumber daya teknis, keuangan, dan sumber daya lainnya untuk
menyelesaikan pengembangan asset tidak berwujud dan untuk menggunakan atau
menjual asset tersebut
6. Kemampuan untuk mengukur secara andal pengeluaran yang terkait dengan asset
tidak berwujud selama pengembangannya.
2.1.5. Perbedaan Penerapan Metode Akuntansi Atas Biaya Penelitian dan
Pengembangan Terhadap Tingkat Manajemen Laba
Seperti yang telah dikemukakan sebelumnya menurut Scott (2000) dalam Sunarto
(2009) menyatakan bahwa earnings management is the choice by a manager of
accounting policies so as to achive some spesifik objective. Artinya, manajemen laba
merupakan sebuah keputusan manajer mengenai pemilihan metode akuntansi untuk
mencapai tujuan tertentu.
Perusahaan mempunyai beberapa teknik untuk melakukan manajemen laba, yang
diantaranya adalah mencatat pendapatan terlalu cepat, mencatat pendapatan palsu,
mengakui pendapatan lebih cepat satu periode, mengakui biaya periode berjalan
menjadi biaya periode sebelum ataupun sesudahnya, tidak mengungkapkan semua
24
sebelumnya, dan mengakui pendapatan masa depan menjadi penempatan periode
berjalan.
Manajemen laba berhubungan dengan cara manajer untuk meningkatkan atau
mengurangi laba perusahaan karena mereka mengharapkan imbalan atau manfaat atas
tindakan yang dilakukan dan tidak selalu dikaitkan dengan upaya untuk melakukan
manipulasi data atau informasi, tetapi lebih kepada pemilihan metode akuntansi yang
mampu mengatur keuntungan dan pilihan metode tersebut memang diperkenankan
oleh standar akuntansi.
Standar akuntansi berterima umum memberikan keleluasan bagi perusahaan
untuk memilih kebijakan akuntansi yang sesuai dengan kebutuhannya. Dengan kata
lain, manajer diperbolehkan memilih kebijakan akuntansi yang dianggap paling tepat
untuk memaksimalkan nilai perusahaan.
Dalam PSAK No. 19 revisi tahun 2009 tentang Aset Tidak Berwujud, disebutkan
terdapat dua metode akuntansi untuk mencatat biaya penelitian dan pengembangan,
yaitu kapitalisasi dan pembebanan. Standar akuntansi memberikan fleksibilitas bagi
perusahaan untuk menggunakan metode kapitalisasi atau metode pembebanan.
Adanya fleksibilitas ini kemudian memicu manajemen untuk melakukan tindakan
tindakan opportunis untuk menguntungkan dirinya sendiri atau untuk
25
Kapitalisasi dan pembebanan adalah metode akuntansi untuk biaya penelitian dan
pengembangan. Standar akuntansi memberikan fleksibilitas atas metode akuntansi
yang digunakan, oleh karena itu perusahaan memiliki keleluasaan dalam memilih
salah satu dari metode tersebut.
Suharli dan Arisandi (2009) dalam penelitiannya menyatakan bahwa pemilihan
metode akuntansi merupakan hak perusahaan. Dari segi teori akuntansi, metode yang
paling baik adalah metode yang dapat mempertemukan antara penghasilan dan beban
sesuai dengan prinsip akuntansi. Kebijakan akuntansi dapat dipengaruhi oleh
kebijakan dan tujuan efisiensi, dimana dengan upaya untuk mengeluarkan cost
dengan efisien mampu mengoptimalkan laba. Menurut Oswald dan Zarowin (2004)
keputusan perusahaan untuk mengkapitalisasi atau membebankan biaya penelitian
dan pengembangan mempengaruhi manajemen laba, baik melalui nilai akrual
maupun akun riil.
Adanya fleksibilitas dalam pemilihan metode akuntansi untuk biaya penelitian
dan pengembangan ini yang kemudian memicu manajemen untuk melakukan
tindakan-tindakan opportunis dimana manajer memilih kebijakan akuntansi yang
menguntungkan dirinya atau memaksimalkan kepuasannya, hal inilah yang kemudian
26
2.2. Penelitian Terdahulu
Penelitian terdahulu tentang faktor-faktor yang menjadi pertimbangan
manajemen mengambil kebijakan dalam memilih metode akuntansi atas biaya riset
dan pengembangan yang mempengaruhi manajemen laba pada perusahaan diringkas
dalam tabel berikut ini:
Tabel 2.1.
Daftar Penelitian Terdahulu
28
Laporan keuangan memuat berbagai informasi yang dibutuhkan oleh pihak
internal maupun eksternal. Pihak internal yang dimaksud adalah manajemen,
sedangkan pihak eksternal adalah pemegang saham. Laporan keuangan menyajikan
salah satu informasi penting yang menjadi fokus utama dalam pengambilan
keputusan oleh pemegang saham, yaitu laba. Secara umum, keberhasilan perusahaan
dapat dilihat dari laba yang mampu dihasilkan oleh perusahaan tersebut.
Kebutuhan akan informasi laba inilah yang kemudian membuat pihak
manajemen cenderung untuk membuat laporan keuangan menjadi terlihat lebih baik.
Hal ini dikenal dengan manajemen laba. Manajemen laba adalah proses pengambilan
29
berterima umum untuk menghasilkan tingkat yang diinginkan dari laba yang
dilaporkan.
Manajemen laba ini berkaitan dengan teori akuntansi positif. Teori akuntansi
positif ini mempunyai asumsi bahwa manajer mempunyai sifat yang rasional, sama
halnya dengan investor, manajer juga akan memilih kebijakan akuntansi yang
memberikan keuntungan bagi dirinya sendiri. Ada tiga hipotesis dari teori akuntansi
positif menurut Scott (2009; 287-288) yaitu the bonus plan hypothesis yang
menyatakan bahwa manajer perusahaan akan memilih prosedur akuntansi yang
mampu meningkatkan bonus bagi manajer itu sendiri, the debt convenants hypothesis
yang merupakan kecenderungan untuk melanggar perjanjian utang yang akan
menunda kewajiban utang piutang sampai dengan periode berikutnya, dan the
political cost hypotyhesis yang menyatakan bahwa perusahaan yang besar dengan
tingkat laba yang tinggi banyak dijadikan objek implementasi peraturan dan
kebijakan pemerintah.
Perusahaan mempunyai beberapa teknik untuk melakukan manajemen laba, hal
ini sejalan dengan hipotesis yang dipaparkan oleh teori akuntansi positif, yang
diantaranya adalah mencatat pendapatan terlalu cepat, mencatat pendapatan palsu,
mengakui pendapatan lebih cepat satu periode, mengakui biaya periode berjalan
menjadi biaya periode sebelum ataupun sesudahnya, tidak mengungkapkan semua
30
sebelumnya, dan mengakui pendapatan masa depan menjadi penempatan periode
berjalan.
Manajemen laba berhubungan dengan bagaimana cara manajer untuk
meningkatkan atau mengurangi laba perusahaan karena mereka mengharapkan
imbalan atau manfaat atas tindakan yang dilakukan. Manajemen laba tidak selalu
dikaitkan dengan upaya untuk melakukan manipulasi data atau informasi, tetapi lebih
kepada pemilihan metode akuntansi yang mampu mengatur keuntungan dan pilihan
metode tersebut memang diperkenankan oleh standar akuntansi.
General Accepted Accounting Principal memberikan keleluasan bagi perusahaan
untuk memilih kebijakan akuntansi yang sesuai dengan kepentingannya. Dengan kata
lain, manajer diperbolehkan memilih kebijakan akuntansi yang dianggap paling tepat
untuk memaksimalkan nilai perusahaan.
Dalam PSAK No. 19 revisi tahun 2009 tentang Aset Tidak Berwujud, disebutkan
terdapat dua metode akuntansi untuk mencatat biaya penelitian dan pengembangan,
yaitu kapitalisasi dan pembebanan. Standar akuntansi memberikan fleksibilitas bagi
perusahaan untuk menggunakan metode kapitalisasi atau metode pembebanan.
Oswald dan Zarowin (2004) yang menyatakan bahwa keputusan perusahaan untuk
mengkapitalisasi atau membebankan biaya penelitian dan pengembangan
31
Berdasarkan paparan di atas, maka kerangka pemikiran pada penelitian ini dapat
digambarkan sebagai berikut:
Gambar 2.1
32
2.4. Hipotesis
Hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap rumusan masalah penelitian,
oleh karena itu rumusan masalah penelitian biasanya disusun dalam bentuk
pertanyaan (Sugiyono, 2012; 93). Dikatakan sementara, karena jawaban yang
diberikan baru didasarkan pada teori yang relevan, belum didasarkan pada fakta-fakta
empiris yang diperoleh melalui pengumpulan data. Jadi, hipotesis juga dapat
dinyatakan sebagai jawaban teoritis terhadap rumusan masalah penelitian, belum
33
Hipotesis disusun berdasarkan data, tetapi karena data tersebut dihasilkan dari
sampel yang mempunyai probabilitas, sehingga bisa saja benar atau salah. Oleh sebab
itu, sebuah hipotesis sebelum menjadi keputusan, harus diuji terlebih dahulu dengan
menggunakan data empiris.
Berdasarkan penjelasan yang telah dipaparkan di atas dan kerangka pemikiran
yang telah peneliti jelaskan, maka yang menjadi hipotesis dalam penelitian ini adalah “Terdapat perbedaan tingkat manajemen laba yang signifikan antara perusahaan yang
menerapkan metode kapitalisasi dan metode pembebanan atas biaya penelitian dan
Riva Annisa, 2014
ANALISIS PERBEDAAN PENERAPAN METODE AKUNTANSI ATAS BIAYA PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN TERHADAP TINGKAT MANAJEMEN LABA
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
BAB II
KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS
2.1. Kajian Pustaka
2.1.1. Teori Keagenan
Teori keagenan menyatakan bahwa antara manajemen dan pemilik mempunyai
kepentingan yang berbeda. Pada model keagenan dirancang sebuah sistem yang
melibatkan kedua belah pihak yaitu manajemen dan pemilik. Selanjutnya, manajemen
dan pemilik melakukan kesepakatan (kontrak) kerja untuk mencapai manfaat (utilitas)
yang diharapkan. Lambert (2001) menyatakan bahwa dalam kesepakatan tersebut
diharapkan dapat memaksimumkan utilitas pemilik (principal), dan dapat
memuaskan serta menjamin manajemen (agent) untuk menerima reward. Manfaat
yang kemudian didapatkan oleh kedua belah pihak didasarkan pada kinerja
perusahaan. Pada umumnya kinerja perusahaan dilihat dari profitabilitas. Menurut
Sunarto (2009) perbedaan kepentingan antara pemilik dan manajemen terletak pada
memaksimalisasi manfaat (utility) pemilik (principal) dengan kendala (constraint)
11
Pada dasarnya teori keagenan merupakan model yang digunakan untuk
memformulasikan konflik antara manajemen dengan pemilik. Kinerja perusahaan
yang telah diraih oleh manajemen diinformasikan kepada pemilik dalam bentuk
laporan keuangan. Sunarto (2009) menyebutkan bahwa dalam sistem desentralisasi
manajemen mempunyai informasi yang superior dibandingkan dengan pemilik
karena manajemen telah menerima pendelegasian untuk pengambilan keputusan atau
kebijakan perusahaan. Ketika pemilik tidak dapat memonitor secara keseluruhan
aktivitas manajemen, maka secara potensial manajemen dapat menentukan kebijakan
yang meingkatkan level kompensasinya.
2.1.2. Teori Akuntansi Positif (Positive Accounting Theory)
Watts dan Zimmerman dalam Suharli (2009) mengajukan paradigma baru dalam
penelitian akuntansi yang dikenal dengan Positive Accounting Theory dan
menyatakan bahwa pemilihan kebijakan akuntansi dan karakteristik yang mendasari
akuntansi keuangan tidak terlepas dari keberadaan perusahaan yang pada dasarnya
merupakan suatu kumpulan dari kontrak. Dalam teori positif dibahas tiga hal, yaitu
menjelaskan, mengawasi dan memprediksi.
Scott (2009; 284) menyebutkan bahwa positive accounting theory is concerned
with predicting such actions as the choices of accounting policies by firm managers
and how managers will respond to proposed new accounting standards. Teori
akuntansi positif berhubungan dengan prediksi suatu keputusan dalam prinsip
12
terhadap standar akuntansi yang baru. Teori akuntansi positif mengasumsikan bahwa
manajer mempunyai sifat yang rasional seperti investor dan manajer akan memilih
kebijakan akuntansi yang memberikan keuntungan bagi dirinya sendiri.
Scott (2009; 287-288) menyatakan terdapat tiga hipotesis dari teori akuntansi
positif, yaitu:
1. The Bonus Plan Hypothesis
Manajer perusahaan akan memilih prosedur akuntansi yang melaporkan
pendapatan dari masa yang akan datang ke periode berjalan. Manajer menginginkan
bonus yang tinggi, jika bonus bergantung pada laba yang dilaporkan, maka manajer
akan memaksimalkan bonus mereka dengan melaporkan pendapatan setinggi
mungkin. Konsep ini membahas bahwa bonus yang dijanjikan pemilik kepada
manajer perusahaan tidak hanya memotivasi manajer untuk bekerja dengan lebih baik
tetapi juga memotivasi manajer untuk melakukan kecurangan manajerial. Agar dapat
mencapai tingkat kinerja yang memberikan bonus, manajer mempermainkan besar
kecilnya angka-angka dalam laporan keuangan sehingga bonus itu selalu didapat
setiap tahun. Hai ini yang kemudian mengakibatkan pemilik mengalami kerugian
ganda, yaitu memperoleh informasi palsu dan mengeluarkan sejumlah bonus.
2. The Debt Covenants Hypothesis
Hipotesis ini berkaitan dengan syarat yang harus dipenuhi perusahaan dalam
perjanjian hutang. Perusahaan memiliki rasio antara utang dan ekuitas lebih besar,
cenderung memilih dan menggunakan metode-metode akuntansi dengan laporan laba
13
keuntungan tertentu yang dapat diperolehnya. Keuntungan tersebut berupa permainan
laba agar kewajiban utang-piutang dapat ditunda untuk periode berikutnya sehingga
semua pihak yang ingin mengetahui kondisi perusahaan yang sesungguhnya
memperoleh informasi dan keputusan bisnis yang keliru, akibatnya terjadi kesalahan
dalam mengalokasikan sumber daya.
3. The Political Cost Hypothesis
Perusahaan yang besar dengan tingkat laba yang tinggi lebih banyak dijadikan
obyek implementasi peraturan maupun kebijakan pemerintah, seperti pengenaan
pajak penghasilan tinggi, diwajibkan untuk memenuhi standar kinerja yang lebih
tinggi seperti tanggung jawabnya terhadap lingkungan dan sebagainya.
2.1.3. Manajemen Laba
Menurut Sugiri (1998) dalam Widyaningdyah (2001), terdapat dua definisi dari
manajemen laba (earnings management), yaitu:
1. Definisi sempit:
Earnings management dalam hal ini hanya berkaitan dengan pemilihan metode
akuntansi. Earnings Management dalam artian sempit ini didefinisikan sebagai perilaku manajer untuk “bermain” dengan komponen discretionary accruals dalam
menentukan besarnya earnings.
14
Earnings management merupakan tindakan manajer untuk meningkatkan
(mengurangi) laba yang dilaporkan saat ini atas suatu unit dimana manajer
bertanggung jawab, tanpa mengakibatkan peningkatan (penurunan) profitabilitas
ekonomis jangka panjang unit tersebut.
Manajemen laba adalah tindakan seorang manajer dalam menyajikan laporan
yang menaikkan dan menurunkan laba periode berjalan dari unit usaha yang menjadi
tanggungannya, tanpa diimbangi kenaikan atau penurunan profitabilitas ekonomis
unit tersebut dalam jangka panjang.
Sedangkan menurut Scott (2009) menyatakan bahwa earnings management is the
choice by a manager of accounting policies so as to achive some spesific objective.
Artinya, manajemen laba merupakan sebuah keputusan manajer mengenai pemilihan
metode akuntansi untuk mencapai tujuan tertentu.
Manajemen laba diduga muncul atau dilakukan oleh manajer atau para pembuat
laporan keuangan dalam proses pelaporan keuangan suatu organisasi karena mereka
mengharapkan suatu manfaat dari tindakan yang dilakukan. Manajemen laba tidak
harus dikaitkan dengan upaya untuk memanipulasi data atau informasi, tetapi lebih
condong dikaitkan dengan pemilihan metode akuntansi (accounting methods) untuk
mengatur keuntungan yang bisa dilakukan karena memang diperkenankan menurut
15
Menurut Gumanti (2000), manajer mengatur laba karena baik teori maupun
bukti-bukti empiris menunjukkan bahwa earnings atau laba telah dijadikan sebagai target
dalam proses penilaian prestasi suatu usaha departemen secara khusus (manajer) atau
perusahaan (organisasi) secara umum. Disamping itu, laba atau tingkat keuntungan
juga merupakan alat untuk mengurangi biaya keagenan (agency cost), dari sisi teori
keagenan (agency theory), dan juga biaya kontrak, dari sisi teori kontrak (contracting
theory). Alasan lain adalah mengingat pentingnya keuntungan atau perolehan secara
akuntansi (accounting income) untuk pembuatan keputusan oleh banyak pihak,
misalnya investor, penyedia dana (kreditor), manajer, pemilik atau pemegang saham,
dan pemerintah.
Davidson, Stickney, dan Weil dalam Sri Sulistyanto (2008:48) mengungkapkan
bahwa: Earnings management is the process of taking deliberate steps within the
constraints of generally accepted accounting principles to bring about desired level
of reported earnings. Manajemen laba adalah proses mengambil langkah tertentu
yang disengaja dalam batas-batas prinsip akuntansi berterima umum untuk
menghasilkan tingkat yang diinginkan dari laba yang dilaporkan.
Menurut Ayres (1994) dalam Gumanti (2000), ada tiga faktor yang bisa dikaitkan
dengan munculnya praktek praktek manajemen laba, yaitu manajemen akrual
(accruals management), penerapaan suatu kebijaksanaan akuntansi yang wajib
(adoption of mandatory accounting changes), dan perubahan akuntansi secara
16
pertama biasanya dikaitkan dengan segala aktivitas yang dapat mempengaruhi aliran
kas dan juga keuntungan yang secara pribadi merupakan wewenang dari para manajer
(manager’s discretion). Faktor yang kedua berkaitan dengan keputusan manajer
untuk menerapkan suatu kebijakan akuntansi yang wajib diterapkan oleh perusahaan,
yaitu antara menerapkannya lebih awal dari waktu yang ditetapkan atau menundanya
sampai saat berlakunya kebijakan tersebut. Faktor yang ketiga yaitu perubahan
metode akuntansi secara sukarela, biasanya berkaitan dengan upaya manajer untuk
mengganti atau merubah suatu metode akuntansi tertentu diantara sekian banyak
metode yang dapat dipilih yang tersedia dan diakui oleh badan akuntansi yang ada
(Generally Accepted Accounting Principles).
Suyatmin dan Suwarno (2002) mengemukakan bahwa manajemen laba terjadi
ketika para manajer menggunakan pertimbangan atau judgement-nya dalam
pelaporan keuangan dan di dalam perancangan transaksi yang terstruktur untuk
mengubah laporan keuangan yang menyesatkan para pihak yang berkepentingan
(stakeholder) tentang dasar kinerja ekonomi perusahaan atau untuk mempengaruhi
hasil sesuai kontrak yang tergantung pada angka-angka akuntansi yang dilaporkan.
Pengertian manajemen laba merupakan proses dengan sengaja dalam batasan GAAP
untuk melaporkan tingkat laba periodic (earnings) sesuai yang diinginkan. Hal ini
dipengaruhi oleh faktor:
1. Perilaku opportunistic management yakni untuk memaksimalkan kepuasan dalam
17
2. Keyakinan manajer bahwa earnings management dapat mempengaruhi harga
pasar saham.
Menurut Davin (2005) dalam Sri Sulistyanto (2008:33), teknik manajemen laba
diantaranya adalah mencatat pendapatan terlalu cepat, mencatat pendapatan palsu,
mengakui pendapatan lebih cepat 1 periode, mengakui biaya periode berjalan menjadi
biaya periode sebelum atau sesudahnya, tidak mengungkapkan semua kewajibannya,
mengakui pendapatan periode berjalan menjadi pendapatan periode sebelumya, dan
mengakui pendapatan masa depan menjadi penempatan periode berjalan.
2.1.3.1. Pola Manajemen Laba
Scott (2009;405) merangkum pola umum yang banyak dilakukan dalam praktik
manajemen laba, yaitu taking a bath, income minimization, income maximization, dan
income smoothing.
1. Pola Taking A Bath
Pola ini dilakukan dengan cara mengatur laba perusahaan tahun berjalan menjadi
sangat tinggi atau rendah dibandingkan dengan laba periode tahun sebelumnya atau
tahun berikutnya. Pola ini biasa dipakai pada perusahaan yang sedang mengalami
masalah organisasi atau sedang dalam proses pergantian pimpinan manajemen
perusahaan. Pada perusahaan yang baru mengalami pergantian pimpinan, jika
perusahan berada dalam kondisi yang tidak menguntungkan sehingga harus