• Tidak ada hasil yang ditemukan

TARI JAIPONG KARYA RUMINGKANG SEBAGAI MEDIA INDUSTRI KREATIF BERBASIS SENI TRADISI.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "TARI JAIPONG KARYA RUMINGKANG SEBAGAI MEDIA INDUSTRI KREATIF BERBASIS SENI TRADISI."

Copied!
79
0
0

Teks penuh

(1)

TARI JAIPONG KARYA RUMINGKANG SEBAGAI MEDIA INDUSTRI KREATIF BERBASIS SENI TRADISI

TESIS

diajukan untuk memenuhi sebagian syarat untuk memperoleh gelar Magister Pendidikan Seni Konsentrasi Pendidikan Seni Tari

oleh

Non Dwishiera C.A NIM 1201351

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN SENI SEKOLAH PASCASARJANA

(2)

TARI JAIPONG KARYA RUMINGKANG SEBAGAI MEDIA INDUSTRI KREATIF BERBASIS SENI TRADISI

Oleh Non Dwishiera C.A

S.Pd Universitas Negeri Jakarta, 2012

Sebuah Tesis yang diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Magister Pendidikan (M.Pd.) pada Program Studi Pendidikan Seni

© Didi Sukyadi 2014 Universitas Pendidikan Indonesia

Juli 2014

Hak Cipta dilindungi undang-undang.

Tesis ini tidak boleh diperbanyak seluruhya atau sebagian,

(3)

NON DWISHIERA C.A

TARI JAIPONG KARYA RUMINGKANG SEBAGAI MEDIA INDUSTRI KREATIF BERBASIS SENI TRADISI

disetujui dan disahkan oleh pembimbing :

Pembimbing I

Prof. Dr. Hj. Tati Narawati, M. Hum. NIP 195212051986112001

Pembimbing II

Dr. Trianti Nugraheni, M. Si. NIP 197303161997022001

Mengetahui,

Ketua Program Studi Pendidikan Seni

(4)

Non Dwishiera C.A, 2013

ABSTRAK

Non Dwishiera C.A. 2014. Tari Jaipong karya Rumingkang sebagai Media Industri Kreatif berbasis Seni Tradisi. Tesis. Program Studi Pendidikan Seni, Sekolah Pascasarjana, Universitas Pendidikan Indonesia.

Sumber daya manusia yang kreatif merupakan modal utama industri kreatif. Fungsi pertunjukan tari Jaipong di era ekonomi kreatif saat ini, tidak hanya dinikmati sisi seninya saja, akan tetapi dari sisi bisnisnya, sehingga perubahan ataupun pengembangan tari Jaipong harus terus dilakukan untuk memenuhi kebutuhan pasar pada era ini. Buyung Rumingkang sebagai kreator tari Jaipong merupakan pelaku budaya yang berperan dalam melestarikan dan mengembangkan tari Jaipong serta mengelola tari Jaipong ke ranah industri. Industri Buyung dalam menjual karya tari Jaipong yang berpijak pada seni tradisi seperti gerak-gerak silat, termasuk ke dalam ranah industri kreatif subsektor seni pertunjukan. Buyung berperan aktif dalam pengembangan gerak Jaipong yang identik dengan sifat erotisme menjadi gerak-gerak staccato, kekinian dan memiliki nilai jual, sehingga terhindar dari kata seronok. Penelitian ini memaparkan person, press, proses dan produk Buyung Rumingkang, pergeseran fungsi serta rantai nilai yang terjadi dalam tari Jaipong karya Buyung Rumingkang. Teori kreativitas, teori fungsi seni dan konsep rantai nilai industri kreatif digunakan untuk menganalisis tari Jaipong karya Buyung Rumingkang yang dijadikan sebagai media industri kreatif. Penelitian ini dipaparkan berdasarkan hasil wawancara, studi dokumen, studi pustaka dan observasi. Metode penelitian yang digunakan dalam analisis ini ialah metode penelitian kualitatif dan menghasilkan data deskriptif. Tujuan penelitian ini ialah untuk mendeskripsikan kreativitas Buyung Rumingkang dalam membuat karya tari Jaipong yang memiliki nilai jual, sehingga diharapkan dapat menjadi pengetahuan dan stimulus bagi seniman, kelompok seni ataupun pendidik seni untuk terus berinovasi, dan berkreasi dalam tari tradisi, agar dapat menciptakan nilai dari karya tarinya.

(5)

ABSTRACT

Non Dwishiera C.A. 2014. Jaipong Dance by Rumingkang as Creative Industry Media Based on Traditional Art. Thesis. Art Education Programme, Post Graduate Education, Indonesia University of Education.

Creative human resources as a main capital of creative industry. Jaipong dance function in creative economy era nowadays is not enjoyed in art side only, but also in business, therefore the change or development in Jaipong dance should be done continuously to fulfill the market needs today. Buyung Rumingkang as a creator of Jaipong dance is the person who role in conserving and developing Jaipong dance and also managing the dance through industry. Buyung industry in selling Jaipong works lies on traditional art such as silat movement. Included into creative industry domain show art subsector. Buyung role actively in developing Jaipong dance movement which is identically with erotism and developing it into staccato movement, up to date and having selling value, thus are avoiding from taboo word. This research show person, press, process and

Buyung Rumingkang’s product, the function shifting and value chain which is happened in Jaipong dance by Buyung Rumingkang. The creativity theory, art function theory and value chain concept in creative industry are used to analyze Jaipong dance by Buyung Rumingkang as creative industry media. This research is showed by the result of interview, document study, library research and observation. The research method used in the analysis is qualitative method of research and resulting in descriptive data. The goal of this research is to describe Buyung Rumingkang creativity in creating Jaipong dance which is having selling value, so it will be a stimulus for other artists, art group, or even art teacher to keep on innovating, and creating in traditional art to create value from it.

(6)

DAFTAR ISI

LEMBAR PERNYATAAN ... i

ABSTRAK ... ii

ABSTRACT ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR TABEL ... viii

DAFTAR GAMBAR ... ix

DAFTAR SKEMA ... x

DAFTAR LAMPIRAN ... xi

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang... 1

B. Identifikasi dan Rumusan Masalah ... 7

C. Tujuan Penelitian ... 8

D. Metode Penelitian ... 8

1. Setting Penelitian ... 9

2. Sumber Data ... 10

3. Teknik Pengumpulan Data ... 11

4. Teknis Analisis Data ... 14

E. Manfaat Penelitian ... 15

F. Instrumen Penelitian ... 15

G. Sistematika Penulisan Laporan... 17

BAB II KAJIAN PUSTAKA ... 19

A. Kreativitas... 19

1. Teori Humanistik (Teori tentang Person) ... 20

2. Teori tentang Press... 22

3. Teori tentang Proses ... 22

(7)

B. Teori Fungsi Seni Pertunjukan ... 25

C. Industri Kreatif ... 26

D. Konsep Rantai Nilai Industri Kreatif Subsektor Industri Seni Pertunjukan ... 29

E. Penelitian yang Relevan ... 31

BAB III PROSES PENGOLAHAN IDE-IDE BUYUNG RUMINGKANG DAN KONSEP PERTUNJUKAN TARI JAIPONG KARYA BUYUNG RUMINGKANG ... 41

A. Proses Pengolahan Ide-ide Buyung Rumingkang ke dalam Karya Tarinya ... 41

1. Buyung Rumingkang ... 41

2. Tari Jaipong karya Buyung Rumingkang ... 50

3. Analisis Teori Person dan Press pada Kreativitas Buyung Rumingkang ... 69

4. Analisis Teori Proses dan Produk pada Kreativitas Buyung Rumingkang ... 73

B. Konsep Pertunjukan Tari Jaipong karya Buyung Rumingkang ... 81

BAB IV RANTAI NILAI INDUSTRI KREATIF TARI JAIPONG KARYA BUYUNG RUMINGKANG ... 89

A. Proses Kreasi (Creation) ... 90

B. Proses Produksi (Production) ... 94

C. Proses Komersialisasi dan Distribusi Tari Jaipong karya Buyung Rumingkang... 101

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 109

A. Kesimpulan ... 109

B. Saran ... 111

DAFTAR PUSTAKA

PUSTAKA INTERNET

(8)

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Rantai Nilai Subsektor Industri Seni Pertunjukan ... 30

Tabel 2.2 Hasil Penelitian yang Relevan ... 38

Tabel 3.1 Rangkuman Analisis Kondisi Pribadi (Person) dan Motivasi (Press)

Buyung Rumingkang ... 71

Tabel 3.2 Ringkasan Analisis Proses dan Produk Kreativitas Buyung

Rumingkang ... 78

Tabel 3.3 Konsep Pertunjukan Tari Jaipong Karya Buyung Rumingkang ... 85

Tabel 3.4 Ringkasan Analisis Konsep Pertunjukan Tari Jaipong Karya Buyung

(9)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 3.1. Buyung Rumingkang saat Mengisi Acara di Hajatan ... 42

Gambar 3.2. Salah Satu Kostum Buyung yang Dibuat Oleh Ibu dan Kakak Perempuan Buyung Rumingkang ... 43

Gambar 3.3. Catatan Pribadi Buyung Rumingkang Mengenai Sosok Buyung ... 45

Gambar 3.4. Catatan Pribadi Buyung Rumingkang Tahun 1993 ... 46

Gambar 3.5. Buyung Beserta Anak Didiknya dari Padepokan Loka Pramesti saat Menjuarai Peringkat 1 Ujung Berung Festival, Tingkat Madya ... 48

Gambar 3.6 Blocking gerak berintensitas tenaga kuat dengan teknik accelerando ... 53

Gambar 3.7. Blocking ragam gerak duet silat dengan teknik descresendo ... 53

Gambar 3.8. Blocking gerak dengan teknik forte ... 54

Gambar 3.9. Lintasan gerak menuju gerak solo Elsa ... 54

Gambar 3.10. Lintasan dan blocking gerak dengan teknik legato ... 54

Gambar 3.11. Gerak Tari Jaipong Kembang Tanjung karya Awan... 57

Gambar 3.12. Posisi Kaki Tari Jaipong karya Buyung Rumingkang ... 58

Gambar 3.13. Salah Satu Gerak dalam Tari Jaipong Percussion ... 64

Gambar 3.14. Kostum Tari Jaipong Percussion ... 66

Gambar 3.15. Surat Pernyataan Gugum Gumbira Mengenai Karya Buyung Rumingkang ... 68

Gambar 4.1. Kumpulan Piagam dan Piala Penghargaan Buyung dan Siswa Rumingkang ... 92

(10)

DAFTAR SKEMA

Skema 3.1. Variasi Hitungan Gerak yang Terdapat dalam Tari Jaipong

Percussion ... 60

Skema 4.1. Urutan Linier Rantai Nilai Industri Kreatif Tari Jaipong Karya

(11)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Instrumen Penelitian

Lampiran 2. Kumpulan Foto Pertunjukan Rumingkang

Lampiran 3 Foto Pembelajaran Tari Jaipong Karya Buyung Rumingkang

Lampiran 4. Foto Observasi Terlibat Peneliti sebagai Peserta Didik di Sanggar

Rumingkang.

Lampiran 5. Surat Observasi Penelitian

Lampiran 6. Kumpulan Artikel Mengenai Rumingkang dan Buyung

(12)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Tari Jaipong merupakan tari kreasi baru yang tumbuh di Jawa Barat.

Jaipong terlahir dari hasil kreativitas Gugum Gumbira pada pertengahan tahun

1970-an. Jaipong merupakan sebuah tari kreasi yang sangat menarik, dinamis,

dan identik dengan kata erotis. Image erotis pada tari Jaipong terbentuk, karena

bahu dan pinggul merupakan bagian tubuh yang dominan digerakan dalam pola

gerak tari Jaipong. Dari segi nilai sosial, tari hiburan seperti tari Jaipong

dipandang mempunyai konotasi negatif di masyarakat. Narawati dalam buku Tari

Sunda Dulu, Kini dan Esok memaparkan bahwa pada awal kemunculannya,

Jaipong mendapat berbagai pertentangan, karena gerakan pinggul yang ditarikan

dinilai tidak etis dipertontonkan di depan umum (Narawati dan Soedarsono, 2005

: 175-176). Hal tersebut membuat adanya pro dan kontra masyarakat terhadap tari

Jaipong.

Perkembangan tari Jaipong mengalami proses yang menarik. Berbagai

cercaan terhadap tari Jaipong, nampaknya tidak menghentikan perkembangan tari

Jaipong. Tidak seperti tari klasik yang memiliki pakem dan bersifat kaku, tari

Jaipong yang masuk ke dalam ranah tari kreasi baru dapat dikembangkan oleh

siapapun, sehingga banyak seniman yang mengkreasikan tari Jaipong. Grup-grup

Jaipong semakin menjamur, dan kerap hadir dalam acara hiburan pernikahan,

pesta rakyat, bahkan acara-acara kenegaraan. Hal tersebut membuat tari Jaipong

memiliki popularitas yang lebih tinggi diantara kesenian lain yang tumbuh dan

berkembang di Jawa Barat. Pada akhirnya, masyarakat nasional maupun

internasional mengenal tari Jaipong sebagai ikon tari dari Jawa Barat.

Pada perkembangan selanjutnya, masuknya era globalisasi dan besarnya

pengaruh modernisasi seperti masuknya Ilmu Pengetahuan dan Teknologi

(IPTEK) yang semakin maju serta hadirnya seni-seni modern tidak dapat ditampik

oleh seniman Jaipong. Zaman orde pembangunan, telah mengubah suasana desa

(13)

(Masunah dan Narawati, 2012 : 144). Semangat zaman globalisasi dan

modernisasi yang berasal dari Barat, telah masuk ke tengah-tengah masyarakat

Indonesia, sehingga mendorong terjadinya transformasi teknik, fungsi, dan

nilai-nilai, seperti yang terjadi pada seni pertunjukan tari Jaipong. Maraknya media

massa seperti televisi, radio, dan sebagainya di tengah-tengah masyarakat desa,

telah mempengaruhi pola pikir dan gaya hidup masyarakat desa termasuk para

seniman Jaipong. Selain itu mudahnya pergerakan orang desa menuju kota lalu

kembali lagi ke desanya, telah menimbulkan terjadinya pergeseran nilai-nilai.

Persentuhan budaya desa dan budaya kota yang dibawa oleh kaum urban temporal

(masyarakat yang berasal dari desa dan kembali ke desanya) telah membuat

atribut kota seperti seni hiburan kota, tampil di desa. Menurut Suka Hardjana

dalam buku Seni dan Pendidikan Seni, salah satu kesenian urban (yang hiburan)

adalah dangdut, sehingga dangdut kerap tampil dalam aneka hajatan (Masunah

dan Narawati, 2012:144).

Semakin menjamurnya masyarakat urban di desa membuat kesenian dan

seniman Jaipong harus bersaing dengan hiburan kota seperti dangdut.

Acara-acara pernikahan dan pesta rakyat yang dulunya sering menampilkan tari Jaipong,

perlahan tergantikan dengan hiburan yang lebih modern, seperti dangdutan. Hal

ini berdampak pada berkurangnya lahan pekerjaan (job) dan pendapatan bagi para

seniman Jaipong. Penghasilan seniman Jaipong yang kecil, membuat beberapa

seniman Jaipong lebih memilih bekerja di bidang lain. Dalam buku Tradisi dan

Inovasi (Murgiyanto, 2004 :45) dipaparkan bahwa, masyarakat Indonesia kini

semakin jauh dari tata masyarakat agraris-tradisional dan menuju ke arah

masyarakat industri modern, sehingga membentuk masyarakat yang materialistis.

Tidak dapat dipungkiri bahwa kebutuhan hidup yang semakin variatif dan

harga kebutuhan hidup yang semakin mahal, telah membuat masyarakat termasuk

seniman dan penikmat tari Jaipong di Jawa Barat, menjadi lebih materialistis. Hal

tersebut membuat tari Jaipong perlahan ditinggalkan oleh pelaku dan

penikmatnya. Jika dilihat dari segi popularitas dan kualitas penyajian, Jaipong

(14)

mampu menembus semua kalangan, baik kaum muda, kaum agraris maupun kaum

elite atas. Soedarsono dalam buku Seni Pertunjukan Indonesia di Era Globalisasi

menyebutkan bahwa pada waktu Indonesia menjadi tuan rumah Konferensi Antar

Perdana Menteri Negara-negara di belahan dunia di bagian selatan tahun 1980-an,

Jaipong sempat menggoyang pinggul para pemimpin Negara (Soedarsono, 2002 :

209). Selain itu, Jaipong juga sering dijadikan sebagai seni tari hiburan dalam

promosi pariwisata serta misi budaya ke mancanegara.

Potensi yang dimiliki tari Jaipong selanjutnya yaitu kedinamisan gerak serta

iringan musiknya. Tari Jaipong yang kerap menggunakan gerak-gerak pinggul,

dada serta gerak silat yang diiringi oleh suara hentakan gendang yang atraktif,

menjadi suatu keunikan dan kekhasan yang mampu mengundang decak kagum

penikmatnya. Kedudukan tari Jaipong sebagai tari kreasi juga merupakan suatu

peluang bagi tari Jaipong agar tidak ditinggalkan peminatnya. Sebagai tari kreasi

baru, tidak ada yang mengharamkan terjadinya perubahan ataupun perkembangan

pada gerak tari maupun iringan musik tari Jaipong. Bentuk penyajian tari Jaipong

dapat terus disesuaikan dengan kebutuhan atau selera penikmat yang sesuai

dengan era-nya. Hal tersebut menjadi tugas yang harus dipikirkan dan

direalisasikan oleh para seniman Jaipong saat ini.

Di era globalisasi, dunia termasuk Indonesia telah memasuki era industri

dalam gelombang ekonomi keempat, yaitu ekonomi kreatif. Ekonomi kreatif

merupakan kegiatan ekonomi yang digerakan oleh industri kreatif yang

mengutamakan peranan kekayaan intelektual (Suryana, 2013 : 3-4). Era

Globalisasi yang pada awalnya banyak mempengaruhi berbagai sektor kehidupan

seperti majunya industri teknologi di bidang telekomunikasi, saat ini turut

mempengaruhi kehidupan kesenian termasuk tari Jaipong. Masuknya industri

Indonesia ke dalam masa industri kreatif telah mengikat pasar dunia dengan jutaan

kreativitas dan persepsi yang dapat dijual secara lokal maupun internasional.

Negara-negara maju telah lama menyadari bahwa saat ini, mereka tidak bisa

hanya mengandalkan mesin dalam industrinya, tetapi harus lebih mengandalkan

sumber daya manusia yang kreatif, karena kreativitas merupakan modal utama

(15)

People with ideas -- people who own ideas -- have become more powerful than people who work machines and, in many cases, more powerful than the people who own machines”. (Suryana, 2013 : 15).

Argumen tersebut menunjukan bahwa ide-ide/ inspirasi merupakan sumber

kekuatan yang lebih tinggi dibandingkan dengan kekayaan fisik atau

barang-barang riil.

Selain itu Caturwati dan Ramlan dalam buku Gugum Gumbira dari Chacha

ke Jaipong, mengutip pernyataan Umar Kayam (1993) yang mengungkapkan.

“Sintesa budaya baru kita dengan sistem kekuasaan demokratis dan sistem

ekonomi pasar dan uang telah membungkus, mengemas seni pertunjukan kita menjadi kemasan-kemasan yang diorganisasi dalam unit-unit bisnis besar atau kecil. Seni pertunjukan rakyat yang semula tumbuh dan berkembang di tengah-tengah masyarakat pertanian telah bergeser oleh sistem ini. Seni pertunjukan rakyat dikemas dalam kemasan produksi untuk dijual.” (Caturwati dan Ramlan, 2007 : 10)

Pernyataan tersebut menunjukan bahwa fungsi seni pertunjukan di era ekonomi

kreatif, bukan semata-mata hanya dinikmati sisi 'seninya' saja, akan tetapi juga sisi

'bisnisnya'. Begitupun dengan fungsi seni pertunjukan tari Jaipong yang terjadi

saat ini.

Departemen Perdagangan Republik Indonesia (2008 : 4)

mengklasifikasikan industri kreatif berbasis kreativitas ke dalam 14 subsektor,

yaitu 1) Periklanan, 2) Arsitektur, 3) Pasar Barang Seni, 4) Kerajinan, 5) Desain,

6) Pakaian/ Fesyen, 7) Video, Film dan Fotografi, 8) Permainan interaktif, 9)

Musik, 10) Seni Pertunjukan 11) Penerbitan dan Pencetakan, 12) Layanan

Komputer dan Perangkat Lunak, 13) Televisi dan Radio, serta 14) Riset dan

Pengembangan. Berdasarkan klasifikasi tersebut, Jaipong sebagai seni visual

termasuk ke dalam subsektor seni pertunjukan. Industri kreatif kelompok seni

pertunjukan meliputi kegiatan kreatif yang berkaitan dengan usaha yang berkaitan

dengan pengembangan konten, produksi pertunjukan, termasuk di dalamnya

pertunjukan tari tradisional seperti tari Jaipong. Jaipong yang bersumber dari

kreativitas memiliki potensi untuk dikembangkan menjadi sebuah seni

pertunjukan yang memiliki nilai jual. Nilai jual dalam tari Jaipong akan terwujud

(16)

tari Jaipong yang memiliki inovasi dan kreativitas yang tinggi dalam menuangkan

ide-ide, imajinasi serta gagasannya.

Industri kreatif akan bersifat komersil, jika mampu menghasilkan

barang-barang dan jasa-jasa baru melalui sebuah riset dan pengembangan. Jawa Barat

memiliki banyak kreator seni yang kreatif, namun sebagian besar kreator tersebut

belum mengkomersilkan karya kreatifnya. Rumingkang atau yang lebih dikenal

dengan nama Buyung Rumingkang, merupakan salah satu kreator seni di ranah

tari, yang telah menjadikan karya tari Jaipongnya sebagai modal bisnis yang

mendatangkan nilai (pendapatan/kekayaan). Pengembangan yang dilakukan

Buyung Rumingkang dalam tari Jaipong, hadir atas dasar observasi dan

pemahamannya terhadap selera pasar. Hal tersebut telah menghasilkan inovasi

baru dalam pola gerak tari Jaipong, teknik gerak tari Jaipong, metode

pembelajaran, serta iringan musik tari Jaipong saat ini, khususnya tari Jaipong

karya Rumingkang itu sendiri.

Salah satu karya Buyung Rumingkang yang sering ditampilkan di event

nasional maupun internasional ialah tari Jaipong Percussion. Tari ini telah

ditampilkan di berbagai event, baik melalui media elektronik maupun di gedung

pertunjukan atau ruang publik secara langsung. Tarian ini merupakan perpaduan

dari gerak-gerak Jaipong, pencak silat dan gerak modern yang dilakukan dengan

teknik khas Rumingkang secara rampak, tanpa iringan gendang/ kendang

sedikitpun. Tari Jaipong Percussion merupakan karya Buyung Rumingkang yang

paling banyak diminati, sehingga tari tersebut sering mendatangkan nilai

(pendapatan/kekayaan) bagi Buyung Rumingkang beserta sanggarnya.

Prestasi Rumingkang dalam ajang pencarian bakat, menjadi titik awal

keberhasilan Buyung Rumingkang dalam meningkatkan nilai jual pada karya

tarinya. Hingga saat ini, Rumingkang memiliki ± 250 peserta didik yang aktif

berlatih, dan tersebar di lima lokasi Sanggar Rumingkang. Kualitas dan

keberhasilan Buyung Rumingkang dalam menjual karya tarinya, sangat ditentukan

oleh kreativitas Buyung Rumingkang sebagai koreografer dan pemilik Sanggar

(17)

Berkat kreativitas Buyung Rumingkang dalam mengajarkan tari Jaipong,

Buyung telah turut serta membentuk sumber daya manusia yang memiliki

keterampilan yang dapat digunakan sebagai modal untuk mengembangkan

industri kreatif. Selain itu, karya tari yang diciptakan Buyung Rumingkang, telah

menghasilkan berbagai prestasi, yang diraih melalui peserta didiknya. Salah satu

prestasi yang diraih peserta didiknya di Sanggar Rumingkang yaitu menjadi juara

III di Ajang Indonesia Mencari Bakat yang diselenggarakan oleh salah satu TV

swasta. Keberhasilan dan keuntungan yang Buyung Rumingkang dapatkan berkat

kreativitasnya, membuktikan pernyataan Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif

dalam Seminar Internasional Creative Mind and Creative City, yang menyatakan

bahwa

“…Orang yang berpikir kreatif akan memiliki nilai ekonomi, dampak sosial, menciptakan inovasi dan mengharumkan nama negaranya, karena kreativitas berasal dari otak, atau pemikirannya maka orang kreatif akan mendapatkan keuntungan secara berkelanjutan…” (Mari Elka Pangestu, 30 November 2013)

Melihat berbagai kondisi yang terjadi saat ini, sumber daya manusia yang

kreatif sangat dibutuhkan untuk memenuhi tuntutan yang dihadirkan dalam era

industri kreatif. Kekayaan yang didapatkan Buyung melalui karya tari

Jaipongnya, dianggap penting untuk dipelajari, khususnya bagi para pengajar seni

tari di lingkungan formal, informal maupun nonformal seperti sanggar. Kreativitas

Buyung dapat dijadikan sebagai stimulus para pendidik seni untuk terus

berinovasi, berkreasi, memberikan keterampilan dan menumbuhkan jiwa

kewirausahaan pada peserta didik, sesuai dengan optimalisasi implementasi

kurikulum 2013. Berdasarkan hal tersebut, peneliti akan mengkaji karya tari

Rumingkang secara lebih lanjut dengan judul : “Tari Jaipong karya Rumingkang Sebagai Media Industri Kreatif Berbasis Seni Tradisi”.

B. Identifikasi dan Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan, dapat diidentifikasi

(18)

Buyung Rumingkang mentransformasikan ide-idenya ke dalam tari Jaipong yang

dijadikan sebagai media industri kreatif berbasis seni tradisi. Kualitas tari Jaipong

karya Buyung Rumingkang yang mengagumkan telah menciptakan prestasi bagi

sanggar Rumingkang. Berdasarkan prestasinya, tari Jaipong karya Buyung

Rumingkang dapat dinikmati oleh kalangan lokal, nasional maupun internasional.

Identifikasi tersebut menimbulkan ketertarikan bagi peneliti. Peneliti tergerak

untuk mengetahui lebih dalam mengenai proses kreativitas Buyung Rumingkang,

proses pembelajaran tari Jaipong karya Buyung Rumingkang, proses produksi

serta komersialisasi tari Jaipong karya Rumingkang, sehingga Jaipong karya

Buyung Rumingkang mampu dijadikan sebagai media industri kreatif.

Agar terfokusnya permasalahan yang dibahas dalam penelitian ini dan

berdasarkan pada uraian di latar belakang serta identifikasi di atas, maka rumusan

masalah yang akan dikemukakan adalah “Bagaimana Tari Jaipong karya

Rumingkang Sebagai Media Industri Kreatif Berbasis Seni Tradisi”, dengan

pertanyaan penelitian sebagai berikut.

1. Bagaimana proses pengolahan ide-ide Buyung Rumingkang ke dalam

karya tarinya?

2. Bagaimana konsep pertunjukan tari Jaipong karya Buyung

Rumingkang?

3. Bagaimana rantai nilai industri kreatif tari Jaipong karya Buyung

Rumingkang?

C. Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui dan mendeskripsikan proses pengolahan ide-ide

Buyung Rumingkang ke dalam karya tarinya.

2. Untuk mengetahui dan mendeskripsikan konsep pertunjukan tari

Jaipong karya Buyung Rumingkang.

3. Untuk mengidentifikasi rantai nilai industri kreatif tari Jaipong karya

Rumingkang.

(19)

Penelitian yang mengangkat topik mengenai tari Jaipong karya Rumingkang

sebagai media industri kreatif berbasis seni tradisi, menggunakan paradigma

metode penelitian kualitatif dengan cara mendeskripsikan dalam bentuk kata-kata

dan bahasa yang alamiah. Paradigma kualitatif digunakan untuk mendeskripsikan

dan menganalisis mengenai tari Jaipong karya Rumingkang sebagai media

industri kreatif. Bodgan dan Taylor dalam Moleong (2011: 4-5) menyatakan,

penelitian kualitatif ialah prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif

berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan prilaku yang diamati.

Berbagai kegiatan pengolahan ide-ide, pemilihan konsep pertunjukan serta rantai

nilai industri kreatif di sanggar Rumingkang dipaparkan dan dideskripsikan secara

rinci, kemudian dianalisis dengan menggunakan beberapa teori dan konsep.

Sample penelitian dalam kajian ini dipilih berdasarkan teknik purposive

sampling. Dari berbagai tari Jaipong yang telah diciptakan Buyung Rumingkang,

peneliti sengaja memilih Jaipong Percussion sebagai sample penelitian. Tarian

yang diciptakan Buyung Rumingkang pada tahun 2010 ini dipilih, karena

memiliki daya tarik yang tinggi. Ciri khas Jaipong karya Rumingkang dalam

karya tari ini sangat terlihat, baik dari segi gerak, teknik gerak, iringan musik

maupun kostum. Saat pertama kali ditampilkan di ajang pencarian bakat, tari ini

mendapatkan sanjungan dari seluruh komentator. Selain itu, tari Jaipong

Percussion juga merupakan tarian yang kerap ditampilkan Rumingkang sebagai

media industri kreatif, baik dalam event nasional maupun internasional.

Berdasarkan hal-hal tersebut, peneliti menetapkan tari Jaipong Percussion sebagai

sample dalam kajian mengenai tari Jaipong karya Rumingkang sebagai media

Industri kreatif berbasis tradisi ini.

Metode penelitian yang diterapkan dalam proses penelitian di lapangan ialah

dengan latar belakang pengamatan yang berupa data dari hasil pengamatan,

kemudian memberikan tindakan pada hasil wawancara dari narasumber dan

informan. Semua hasil pengamatan dan wawancara dinarasikan melalui tahap

narasi data berdasarkan data yang ditemukan di lapangan, serta berdasarkan

(20)

peneliti dalam mendapatkan data mengenai tari Jaipong karya Rumingkang

sebagai media industri kreatif berbasis seni tradisi. 1. Setting Penelitian

a. Tempat/ Lokasi Penelitian

Tempat/ Lokasi penelitian yang diobservasi dalam penelitian ini yaitu

Sanggar Rumingkang milik Rumingkang atau Buyung Rumingkang. Tempat

Pembelajaran Tari Jaipong Rumingkang terdapat di lima lokasi sanggar, sehingga

lokasi penelitian meliputi Sanggar Rumingkang I yang berlokasi di Balai

Pengelolaan Taman Budaya Jawa Barat, Sanggar Rumingkang II yang berlokasi

di Rumah Seni Pelangi Cimahi, Sanggar Rumingkang III yang berlokasi di Gd.

Santika Cimahi, Sanggar Rumingkang IV yang berlokasi di Ciganitri Buah Batu,

dan Sanggar Rumingkang V yang berlokasi di Miko Mall Kopo. Selain tempat

pembelajaran/tempat produksi tari Jaipong karya Rumingkang, peneliti juga

melakukan penelitian di lokasi pertunjukan tari Jaipong karya Rumingkang yaitu

di gedung TVRI Bandung.

b. Waktu

Penelitian dilakukan dari bulan September 2013 hingga bulan Mei 2014.

Proses penelitian dibagi ke dalam tiga tahap, yaitu tahap persiapan materi untuk

penelitian lapangan, penelitian lapangan selanjutnya pengecekan hasil laporan

penelitian.

c. Unit Analisis

Unit analisis yang dikaji dalam penelitian ini, yaitu tari Jaipong karya

Rumingkang yang dijadikan sebagai media industri kreatif berbasis seni tradisi.

Unit analisisnya meliputi proses pengolahan ide-ide, kreativitas serta inovasi

Buyung Rumingkang dalam karya tari Jaipongnya, konsep pertunjukan tari

Jaipong karya Buyung Rumingkang, serta rantai nilai industri kreatif tari Jaipong

karya Rumingkang.

(21)

Narasumber merupakan orang yang dapat memberikan informasi mengenai

topik yang akan diteliti. Narasumber kunci dalam penelitian ini ialah Buyung

Rumingkang, sebagai pemilik, pendiri dan koreografer Sanggar Rumingkang.

Peneliti juga mengumpulkan informasi dari tiga informan. Adapun Informan

dalam penelitian ini yaitu :

1) Aulia, Feby dan Elsa (Penari komersial di sanggar Rumingkang)

2) Tati (Menejer Utama Rumingkang IMB)

3) Iis (Pengguna Jasa Tari Jaipong karya Buyung Rumingkang)

b. Objek Penelitian

Objek dalam penetian ini yaitu tari Jaipong karya Rumingkang yang

dijadikan sebagai media industri kreatif berbasis seni tradisi.

c. Pustaka

Sumber pustaka yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah buku

mengenai mengenai tari Jaipong, industri kreatif, ekonomi kreatif, kreativitas serta

buku-buku dan jurnal yang relevan dengan topik penelitian.

d. Dokumen

Sumber data yang digunakan adalah dokumen mengenai tari Jaipong karya

Rumingkang. Dokumen tersebut diperoleh dalam bentuk video dan artikel dalam

koran.

3. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data adalah langkah-langkah yang dilakukan untuk

mendapatkan data. Data yang diperlukan berupa beberapa informasi mengenai tari

Jaipong karya Rumingkang sebagai media industri kreatif berbasis seni tradisi.

Pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan secara alamiah dengan

mengumpulkan data melalui observasi, wawancara, studi pustaka dan studi

dokumen.

(22)

Metode Observasi dilakukan untuk mengamati sesuatu, seseorang, suatu

lingkungan atau situasi secara tajam dan terinci dan mencatatnya secara akurat

dalam berbagai cara. Di dalam penelitian ini, peneliti melakukan 2 jenis observasi.

1) Metode Observasi Biasa

Menurut Rohidi (2012 : 184) metode observasi biasa, lazim

digunakan untuk mengumpulkan bahan-bahan informasi yang

diperlukan berkenaan dengan masalah-masalah yang terwujud dari suatu

peristiwa, gejala-gejala dan benda, tanpa perlu terlibat dalam hubungan

emosi dengan pelaku yang menjadi sasaran penelitiannya. Di dalam

penelitian ini metode observasi biasa, dilakukan untuk mengumpulkan

informasi yang diperlukan berkaitan dengan masalah-masalah yang

nampak saat proses produksi ataupun proses pembelajaran di sanggar

Rumingkang. Observasi ini dilakukan sebanyak lima kali dengan jangka

waktu pengamatan ± 3 jam setiap pengamatan.

Observasi mengenai metode pembelajaran serta gaya tari Jaipong

karya Buyung Rumingkang dilakukan dalam lima kali observasi. Satu

kali observasi, dilakukan di satu sanggar. Observasi pertama dilakukan

di sanggar Rumingkang III, observasi kedua dilakukan di sanggar

Rumingkang 1, observasi ketiga dilakukan di sanggar Rumingkang II,

observasi keempat dilakukan di sanggar Rumingkang V, dan observasi

kelima dilakukan di sanggar Rumingkang IV. Hal ini dilakukan untuk

melihat perbedaan metode ajar di setiap sanggar, serta untuk melihat

variasi gerak Jaipong karya Buyung, di semua sanggar Rumingkang.

2) Metode Obvervasi Terlibat

Penelitian mengenai tari Jaipong karya Rumingkang sebagai media

industri kreatif berbasis seni tradisi ini, menggunakan metode observasi

terlibat. Metode tersebut digunakan, agar peneliti dapat melihat,

mendengar dan mengalami secara nyata, sebagaimana yang dilakukan

dan dirasakan oleh para pelaku yang diamati. Di dalam penelitian ini,

peneliti bertindak sebagai siswa dan penari di sanggar Rumingkang dari

(23)

b. Wawancara

Wawancara dilakukan sebagai salah satu teknik pengumpulan data, dengan

tujuan untuk mendapatkan informasi yang kurang lengkap atau yang tidak

didapatkan dari hasil pengamatan. Satori dan Komariah (2009 : 130) mengartikan

wawancara sebagai suatu teknik pengumpulan data langsung melalui percakapan

atau tanya jawab. Wawancara dalam penelitian ini dilakukan pada :

1) Buyung Rumingkang (Pemilik dan Koreografer di sanggar Rumingkang),

mengenai proses kreasi, proses produksi, proses distribusi, proses

komersialisasi serta konsep pertunjukan di sanggar Rumingkang.

2) Aulia, Feby dan Elsa (Peserta didik/ penari di sanggar Rumingkang)

mengenai motivasi, proses belajar dan pengalaman yang didapatkan

selama menjadi penari di sanggar Rumingkang.

3) Tati (Menejemen utama sanggar Rumingkang), mengenai proses

manajemen seni pertunjukan di sanggar Rumingkang.

4) Iis (Kepala Seksi Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten

Bandung/ Pengguna Jasa), mengenai penilaian terhadap Jaipong

Rumingkang.

c. Studi Pustaka

Studi pustaka dalam penelitian ini diperoleh dari buku-buku dan jurnal yang

mendukung topik penelitian, seperti buku Tari Sunda Dulu Kini dan Esok, Buku

Seni Pertunjukan Indonesia di Era Globalisasi, buku Seni dan Pendidikan Seni,

Buku Industri kreatif, Buku Kreativitas, dan lain sebaginya, serta jurnal-jurnal dan

artikel yang relevan dengan topik penelitian.

d. Studi Dokumen

Peneliti mendapatkan dokumen dari lapangan berupa surat pernyataan,

piagam-piagam, foto serta video mengenai Jaipong karya Rumingkang dari

lapangan. Dokumen-dokumen tersebut dikumpulkan dan diamati. Data

tersebut turut membantu peneliti dalam mengungkapkan tari Jaipong karya

Rumingkang sebagai media industri kreatif berbasis seni tradisi. Adapun

(24)

1) Artikel Kiki Kurnia dengan judul ‘Ringkang Mojang Genre Baru Tari

Jaipong’ serta artikel ‘Generasi Jaipong Tak Pernah Mati’ yang

diterbitkan oleh koran galamedia, artikel Rat dengan judul ‘Buyung

Rumingkang Berupaya Lestarikan Kesenian Jaipong’ terbitan

Galamedia, artikel Ida Romlah dengan judul ‘Tari Jaipong Buyung

Rumingkang Siap Unjuk Kebolehan di Korea’, yang diterbitkan Metro

Bandung, artikel Eriyanti dengan judul ‘Jaipong Rumingkang

Harmoni Kecepatan Gerak’, yang diterbitkan Koran Pikiran Rakyat, serta artikel dengan judul ‘Seni Tradisi Mengasah Empati’ tulisan Retno yang diterbitkan oleh koran pikiran rakyat, dan artikel yang

berjudul ‘Wudu pun Bisa Dijadikan Gerakan Tari’ diamati untuk

melihat gaya tari Rumingkang, penilaian masyarakat terhadap tari

Jaipong karya Buyung Rumingkang serta pola ajar Buyung

Rumingkang.

2) Artikel dengan judul ‘Gubernur : Saya tak larang Jaipong’ yang

diterbitkan oleh Galamedia untuk melihat pandangan Gubernur Jawa

Barat terhadap tari Jaipong, serta harapan Gubernur terhadap kesenian

Jaipong saat ini.

3) Artikel dengan judul ‘Mojang Rumingkang Berharap Tetap dijalan

yang Lurus’ untuk melihat perjalanan grup Rumingkang saat menjadi

finalis di ajang IMB.

4) Foto-foto Buyung Rumingkang saat masih menjadi penari Jaipong,

untuk melihat gaya tari Buyung Rumingkang.

5) Foto-foto tari peserta didik Buyung Rumingkang di Padepokan Loka

Pramesti dan sanggar Rumingkang tahun 2006, untuk melihat

perbedaan kostum, tata rias dan gerak yang digunakan dulu dengan

yang digunakan saat ini.

6) Video tari Padepokan Loka Pramesti yang menampilkan tiga karya

(25)

Jaipong Buyung Rumingkang dulu dengan gaya tari Jaipong

Rumingkang saat ini.

7) Video tari Jaipong Percussion, untuk melihat kekhasan tari Jaipong

karya Buyung.

8) Surat pernyataan dari Gugum Gumbira, untuk melihat penilaian

Gugum terhadap karya Buyung.

9) Printout transkrip fee tari Jaipong karya Buyung, tahun 2011, untuk

melihat nilai jual karya tari Buyung Rumingkang.

4. Teknik Analisis Data

Peneliti menggunakan teknik pengamatan data dengan cara

mengkategorikan, mengelompokan dalam satuan uraian dasar demi kepentingan

penulisan dan mengecek data tersebut ke dalam sumber tertulis. Data-data yang

diperoleh diberi kode agar memudahkan dalam pembahasan dan membuat laporan

penelitian. Keabsahan data yang digunakan peneliti dari data hasil penelitian, akan

dilakukan dengan pengecekan data-data yang didapat. Analisis data dalam kajian

ini menggunakan triangulasi data dengan menggabungkan data hasil wawancara,

observasi, studi pustaka dan studi dokumen.

E. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat secara teoretis maupun

praktis.

1. Manfaat Teoretis

Secara teoretis hasil penelitian ini diharapkan

a. Dapat menjadi referensi atau masukan bagi perkembangan tari tradisi

sebagai media industri kreatif

b. Dapat menambah kajian ilmu seni, khususnya seni tari untuk

mengetahui proses kreatif yang diterapkan dalam manajemen seni

pertunjukan, dalam hal ini tari Jaipong.

2. Manfaat Praktis

(26)

a. Dapat menjadi masukan bagi guru, serta lembaga kesenian seperti

sanggar-sanggar tari untuk meningkatkan kompetensi lembaganya

dengan menggunakan seni tari tradisi.

b. Memacu lembaga kesenian untuk menciptakan karya tari tradisi yang

lebih variatif, unik dan memiliki nilai jual tinggi.

c. Membantu dalam penyajian informasi untuk mengadakan penelitian

serupa bagi peneliti lain.

d. Keberhasilan Buyung dapat dijadikan sebuah contoh keberhasilan

seorang koreografer yang mengangkat tari tradisi ke ranah industri

kreatif.

e. Menambah wawasan dan pengetahuan dalam mengembangkan

kreativitas berwirausaha melalui tari tradisi, khususnya tari Jaipong.

F. Instrumen Penelitian

Untuk memperoleh data mengenai tari Jaipong karya Rumingkang sebagai

media industi kreatif, maka peneliti menggunakan instrumen penelitian sebagai

berikut.

1. Pedoman Observasi

Lembar observasi yang digunakan dalam penelitian ini, memuat pedoman

pengamatan/observasi mengenai pengolahan ide-ide Buyung Rumingkang ke

dalam karya tarinya, konsep pertunjukan di sanggar Rumingkang, serta rantai nilai

industri kreatif tari Jaipong karya Rumingkang yang terdiri dari proses kreasi,

produksi, distribusi dan komersialisasi.

2. Pedoman Wawancara

Wawancara dilakukan kepada narasumber kunci yaitu Buyung Rumingkang

dan kepada ketiga informan Iis, Tati dan ketiga penari Rumingkang IMB (Elsa,

Feby dan Aulia). Pertanyaan yang peneliti ajukan untuk Buyung Rumingkang

selaku koreografer dan pemilik sanggar Rumingkang, yaitu :

1) Bagaimana proses kreatif Buyung Rumingkang dalam menciptakan tari

(27)

2) Siapa seniman yang menginspirasi Buyung Rumingkang ?

3) Mengapa Buyung memilih tari Jaipong sebagai media industi kreatif?

4) Bagaimana proses Buyung Rumingkang dalam memproduksi tari

Jaipong sebagai industi kreatif?

5) Bagaimana pendistribusian tari Jaipong karya Buyung Rumingkang ?

6) Siapa saja pengguna jasa tari Jaipong karya Buyung Rumingkang ?

7) Siapa saja penikmat/penonton Jaipong karya Buyung Rumingkang?

8) Apa ciri khas tari Jaipong karya Buyung Rumingkang ?

9) Berapa jumlah peserta didik di sanggar Rumingkang?

10)Bagaimana cara Buyung Rumingkang manarik input (peserta didik) ?

Adapun pertanyaan yang peneliti ajukan untuk pengguna Jasa dalam hal ini

Iis selaku Kepala Seksi Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Bandung,

meliputi :

1) Mengapa memilih Buyung sebagai koreografer?

2) Apa keistimewaan Jaipong karya Rumingkang menurut anda?

3) Berapa kali anda bekerja sama dengan Buyung dan sanggar Rumingkang?

4) Puaskah terhadap setiap karya tari yang diciptakan Buyung?

5) Berapa uang yang dikeluarkan dalam satu kali kerjasama?

6) Apakah harga yang diberikan sesuai dengan jasa yang diberikan?

Selanjutnya, pertanyaan yang diajukan peneliti untuk para penari Rumingkang

IMB Aulia, Feby dan Elsa, yaitu :

1) Mengapa memilih sanggar Rumingkang?

2) Siapa yang memotivasi anda ikut sanggar Rumingkang?

3) Bagaimana proses pembelajaran yang dilakukan Buyung?

4) Sudah berapa kali mengikuti pertunjukan komersil?

5) Apakah motivasi anda menari?

6) Apa yang anda rasakan setelah menjadi penari professional?

Pertanyaan yang peneliti ajukan untuk manajemen utama Rumingkang Tati yaitu :

1) Adakah tim produksi khusus dalam setiap pertunjukan tari Rumingkang?

(28)

3) Apakah sanggar Rumingkang menggunakan jasa penata rias dalam setiap

pertunjukan?

4) Apakah Sanggar Rumingkang menggunakan penata kostum dalam setiap

pertunjukannya?

5) Apa karakteristik Rumingkang dalam memilih konsumen?

6) Adakah klasifikasi harga yang diberikan kepada setiap konsumen?

7) Apa teknik khusus yang dilakukan manajemen Rumingkang untuk

menarik pasar?

8) Bagaimana cara memasarkan karya tari Rumingkang?

9) Adakah jadwal pertunjukan yang rutin dilakukan dalam jangka waktu

mingguan/ bulanan/ tahunan?

10)Bagaimana cara Rumingkang mempertunjukan karya tarinya?

G. Sistematika Penulisan Laporan

Sistematika penulisan dalam penelitian yang berjudul Tari Jaipong Karya

Rumingkang Sebagai Media Industri Kreatif Berbasis Seni Tradisi adalah sebagai

berikut

BAB I

Bab I merupakan bab pendahuluan yang mencakup latar belakang

penelitian, identifikasi masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, metode

penelitian, manfaat penelitian, instrumen penelitian, serta sistematika

penulisan laporan.

BAB II

Bab II merupakan bab kajian pustaka yang mengaitkan teori, konsep, dan

topik penelitian. Bab ini memaparkan teori-teori kreativitas, teori fungsi seni

pertunjukan serta konsep rantai nilai industri kreatif berdasarkan

Departemen Perdagangan RI. Selain itu, dalam bab ini pula dipaparkan

mengenai penelitian terdahulu yang relevan dengan topik penelitian.

Bab III

Bab III merupakan bab hasil penelitian dan pembahasan yang memaparkan

(29)

temuan mengenai proses pengolahan ide Buyung Rumingkang ke dalam

karya tarinya, serta konsep pertunjukan tari Jaipong karya Buyung

Rumingkang.

Bab IV

Bab IV merupakan bab hasil penelitian dan pembahasan yang berisi tentang

analisis hasil temuan serta analisis keterkaitan antara teori, konsep dan data

hasil temuan mengenai Tari Jaipong karya Rumingkang sebagai media

industri kreatif berbasis seni tradisi. Analisis meliputi rantai nilai industri

kreatif yang terdapat dalam tari Jaipong karya Rumingkang.

BAB V

Bab V merupakan bab simpulan dan saran yang berisi tentang kesimpulan

peneliti terhadap hasil analisis temuan penelitian dan saran peneliti untuk

(30)

Non Dwishiera C.A, 2013

BAB III

PROSES PENGOLAHAN IDE-IDE BUYUNG RUMINGKANG DAN KONSEP

PERTUNJUKAN TARI JAIPONG KARYA BUYUNG RUMINGKANG

A. Proses Pengolahan Ide-Ide Buyung Rumingkang Ke dalam Karya Tarinya

Setiap kreator seni memilih media ungkap yang dianggap paling relevan

untuk mengekpresikan pengalaman dan ide-ide kreatifnya. Buyung Rumingkang

memilih tari Jaipong sebagai media ungkap dalam mentransformasikan ide-ide,

gagasan serta pengalamannya. Produk kreatif setiap koreografer mengalami

proses yang berbeda, sehingga menghasilkan bentuk-bentuk kreativitas yang

berbeda pula. Perbedaan bentuk tersebut dapat terjadi dalam sebuah genre seni

yang sama. Salah satu contohnya ialah tari Jaipong. Jaipong merupakan salah satu

genre tari di Jawa Barat yang hingga saat ini mengalami perkembangan bentuk

yang beragam. Setiap koreografer tari Jaipong mencoba memberi identitas/ciri

khas dalam karya tarinya, termasuk Buyung Rumingkang. Adapun kreativitas

yang dilakukan Buyung Rumingkang untuk memberikan identitas dalam karya

tarinya, dideskripsikan sebagai berikut.

1. Buyung Rumingkang

Buyung yang memiliki nama asli Rumingkang lahir di Bandung tanggal 6

April 1968. Berdasarkan wawancara 12 Oktober 2013 Buyung memaparkan

bahwa awal kecintaan Buyung pada seni tradisi Sunda dimulai saat ia duduk di

bangku Sekolah Dasar. Saat kelas tiga SD, Buyung mulai menggeluti seni tradisi

dengan belajar musik tradisional Sunda seperti Go’ong (Gong), calung dan

gamelan pada Dais, selanjutnya saat kelas enam SD Buyung mulai mempelajari

alat musik kacapi (kecapi). Berdasarkan pengalaman bermusik di bangku SD

tersebutlah, Buyung mulai mampu mengidentifikasi musik tradisional Sunda.

Berdasarkan pemaparan Buyung 12 oktober 2013, adanya tari Jaipong Keser

Bojong karya Gugum Gumbira pada tahun 1980-an telah menambah kecintaannya

(31)

tari Jaipong, lelah yang dirasakannya hilang. Kecintaan Buyung yang begitu besar

terhadap seni tari Jaipong, membuat Buyung beserta adiknya Arif Komarudin,

tidak pernah melewatkan pertunjukan tari Jaipong di hajatan-hajatan (Pesta

Pernikahan), sekalipun lokasi hajatan tersebut jauh dari tempat tinggalnya.

Buyung memilih berjalan kaki atau menyisihkan sebagian uang yang dimilikinya

agar dapat menyaksikan pertunjukan tari Jaipong. Selain pertunjukan Jaipong di

acara hajatan, pertunjukan Jaipong yang pernah disaksikan Buyung yaitu

pasangiri-pasanggiri Jaipong (Lomba Jaipong), pertunjukan Jaipong di

Rumentang Siang, dan pertunjukan Jaipong di YPK.

Tahun 1981-1982 Buyung mulai mempelajari tari Jaipong dan memberanikan

diri tampil di acara Agustusan (HUT RI) atau acara-acara hajatan tanpa bayaran.

Berdasarkan foto-foto lama yang diperlihatkan Buyung, gerak Jaipongnya

memang sudah terlihat unik. Menurut pemaparan Buyung, gerak yang ia

tampilkan saat itu, merupakan gerakan-gerakan hasil eksplorasinya bukan hasil

berguru atau berlatih pada seseorang. Sebagian orang menganggap Jaipong yang

Buyung tampilkan aneh, walaupun demikian Buyung kerap kali dijadikan sebagai

penari cadangan jika penari Jaipong utama berhalangan hadir.

[image:31.595.182.444.504.683.2]

Gambar 3.1. Buyung Rumingkang saat mengisi acara di Hajatan

Sumber : Dokumen Buyung Rumingkang (Sekitar Tahun 1990-an)

Profesi Buyung sebagai penari Jaipong laki-laki, mendapat dukungan penuh

(32)

Non Dwishiera C.A, 2013

menyisihkan sebagian uang yang ia dapatkan dari hasil menari untuk membuat

kostum tari. Ibu dan kakak perempuan Buyung memberikan dukungan dengan

cara merancang dan menjahit kostum tari untuk Buyung. Untuk membuat kostum

tari tersebut, kerap kali Buyung menggunakan berbagai perlengkapan orangtuanya

seperti kain sarung, sabuk dan kain yang dimiliki orangtuanya. Hal tersebut

merupakan bukti dukungan yang diberikan keluarga terhadap profesi Buyung.

Foto 3.2. Salah satu kostum yang dibuat oleh ibu dan kakak perempuan Buyung

Rumingkang

Sumber : Dokumen Buyung Rumingkang (November 1993)

Perjalanan Buyung menjadi penari Jaipong tidaklah mulus. Buyung kerap

kali tidak ditampilkan, walaupun dirinya telah melakukan persiapan untuk tampil.

Buyung juga terbilang jarang mendapatkan tawaran untuk tampil sebagai penari.

Pengalaman-pengalaman pahit yang pernah Buyung rasakan saat menjadi penari

Jaipong telah memacu semangat Buyung untuk membuat group tari sendiri. Pada

wawancara 12 Oktober 2013 Buyung menceritakan salah satu pengalamannya.

(33)

akhirnya teman-teman pada nonton… Kalau jaman dulu, panggung terbuat di atas drum-drum besar teh, om Buyung dandan di bawah panggung itu, terus diem di bawah panggung nunggu dipanggil, tapi gak dipanggil-panggil, sampai acara selesai om Buyung gak dipanggil…dari situ Buyung merasa sakit hati dan berpikir, kapan saya bisa punya grup sendiri” Wawancara 12 Oktober 2013.

Salah satu paparan Buyung tersebut merupakan pengalaman pahit yang

sangat Buyung ingat. Berdasarkan pengalaman tersebutlah, Buyung tercambuk

untuk terus mempelajari tari Jaipong. Kegigihan Buyung mempelajari Jaipong

secara otodidak telah membuatnya berhasil meraih juara Jaipong se-Kabupaten

Bandung Raya, se-Jawa Barat, dan se-Kota Bandung dan se-JABOTABEK, pada

tahun 1985-1988. Sewaktu menjadi juara Jaipong se-JABOTABEK yang

diselenggarakan di Taman Topi, Buyung direkrut oleh kelompok tari Jaipong

Jugala dan Jedags Group pimpinan Pepen. Berkat prestasi-prestasi yang telah

Buyung raih, banyak orang terutama kaum wanita, yang ingin belajar tari Jaipong

padanya.

Setelah keluar dari bangku Sekolah Menengah Atas, Buyung mulai merasa

tidak dihargai sebagai penari tradisi. Turunnya minat apresiasi masyarakat

terhadap kesenian tradisi seperti tari Jaipong, telah membuat seniman tradisi

seperti Buyung berpikir bahwa semakin lama mereka akan semakin tergantikan

oleh seniman-seniman dan kesenian yang lebih modern. Penilaian masyarakat

terhadap profesi penari Jaipong juga dinilai tidak lebih baik dari profesi di bidang

indutri. Oleh karena itu, Buyung mengakhiri karirnya sebagai penari Jaipong. Hal

tersebut tak lantas membuat Buyung meninggalkan tari Jaipong sepenuhnya.

Buyung memutuskan untuk vakum sebagai penari Jaipong, namun memiliki

keinginan yang kuat untuk menjadi koreografer tari Jaipong.

Selain alasan Buyung yang telah dipaparkan di atas, Buyung juga berpikir

bahwa wajahnya tidak memiliki daya jual sebagai penari, sehingga ia berpikir

dengan menjadi koreografer tari ia dapat lebih dihargai secara moril dan komersil,

serta dapat dekat dengan wanita-wanita cantik. Buyung memiliki semangat dan

keyakinan yang kuat dalam mencapai cita-citanya sebagai koreografer. Semangat

(34)

Non Dwishiera C.A, 2013

yang tertuang dalam kalimat-kalimat positif yang ia tuangkan dalam album foto

[image:34.595.196.455.173.352.2]

pribadinya.

Gambar 3.3. Catatan Pribadi Buyung Rumingkang mengenai Sosok Buyung

Sumber : Dokumen Buyung Rumingkang (1993)

Catatan Buyung dalam foto yang dibuat awal November 1993 di atas

menyatakan bahwa Buyung Rumingkang merupakan penari Jaipong yang sudah

tidak asing lagi di daerah Sunda, dan sering menampilkan kreasinya, diantaranya

Rampak Gendang, tari klasik dan Jaipongan kreasi baru. Jika ada yang tidak

mempercayainya, maka Buyung mempersilahkan orang yang membaca catatan

tersebut untuk melihat foto-foto yang ada di dalam album tersebut. Jika melihat

prestasi kepenarian Buyung saat itu, pernyataan yang Buyung buat dalam foto

tersebut tidak sesuai dengan kenyataan yang terjadi. Potensi Buyung di dalam

dunia seni tari belum diperhitungkan saat itu.

Sedikitnya jam terbang Buyung di dalam dunia tari, membuat nama Buyung

sebagai penari tidak begitu dikenal. Untuk mengaktualisasi diri sebagai penari di

hadapan teman-temannya, Buyung kerap kali memberi tanda pada kalendernya.

Hal itu Buyung lakukan agar teman-temannya berpikir bahwa Buyung memiliki

banyak job menari, padahal tanggal-tanggal yang Buyung tandai merupakan

tanggal-tanggal pertunjukan Jaipong yang akan dia saksikan. Selain catatan dalam

foto di atas, Buyung juga menuliskan rasa optimis dalam pesimisnya, seperti

(35)
[image:35.595.192.463.145.336.2]

Gambar 3.4. Catatan pribadi Buyung Rumingkang Tahun 1993

Sumber : Dokumen Buyung Rumingkang (1993)

Foto tersebut berisi catatan Buyung yang menuliskan “Aku, inilah wajah

asli Buyung yang penuh dengan penderitaan yang tak kunjung padam, ini

mungkinkah akan selamanya begini ataukah ini hanya cobaan dari Allah yang

Maha Kuasa. Aku yakin suatu saat aku dapat membuktikan bahwa aku ini siapa, wasalam”. Berdasarkan foto tersebut, peneliti melihat sisi pesimis Buyung terhadap kehidupan yang telah dialaminya, namun di akhir kalimat peneliti

melihat sifat optimis seorang Buyung Rumingkang, yang memiliki keyakinan

mampu menjadi seseorang yang akan dihargai. Selain kedua catatan yang

terdapat dalam kedua foto di atas, Buyung juga menunjukan rasa optimisnya

dengan cara membuat kartu nama dengan identitas Olah Tari Jaipong

Rumingkang, walaupun saat itu Buyung belum memiliki sanggar pribadi.

Keinginan Buyung menjadi seorang koreografer memang terhambat oleh

berbagai faktor. Faktor yang paling utama ialah faktor ekonomi. Kebutuhan hidup

yang lebih variatif dan semakin mahal, telah membuat seniman tradisi/

masyarakat agraris berpikir untuk mencari pekerjaan yang lebih menghasilkan

pendapatan yang besar, begitupun dengan Buyung Rumingkang. Pendapatan

(36)

Non Dwishiera C.A, 2013

didapatkan Buyung-pun tidak banyak. Buyung tidak dapat memfokuskan diri

menjadi koreografer, karena banyaknya tuntutan hidup yang harus ia penuhi.

Buyung memutuskan untuk menjadi dosen komputer di beberapa perguruan tinggi

swasta. Hal tersebut Buyung jalani selama 15 tahun. Berdasarkan pemaparan

Buyung pada 12 Oktober 2003, Buyung memaparkan bahwa dalam kelas

komputernya, Buyung kerap kali menceritakan mengenai tari Jaipong kepada

mahasiswa-mahasiswinya.

Selama menjadi dosen komputer, salah satu teman Buyung Rumingkang

yang mengetahui kemampuan Buyung dalam tari Jaipong, membujuk Buyung

untuk kembali menjadi pelatih tari Jaipong. Setelah tiga tahun dibujuk, akhirnya

Buyung mulai kembali menyentuh dunia tari, dengan cara mendatangi

GT/sanggar milik salah satu temannya. Berdasarkan pengamatan Buyung terhadap

cara belajar mengajar di sanggar tersebut, Buyung menilai sanggar tersebut tidak

akan maju jika terus mempertahankan pola ajarnya. Buyung memberikan

beberapa masukan untuk Dadang, namun Dadang merasa masukan yang Buyung

berikan hanyalah masukan dari orang yang tidak memiliki kemampuan apa-apa,

sehingga Dadang membalas masukan yang Buyung berikan dengan tantangan adu

Jaipong (Lomba Jaipong).

Setelah menanggapi tantangan Dadang untuk adu Jaipong, banyak orangtua

siswa di sanggar Dadang, meminta anaknya untuk diajari Jaipong oleh Buyung.

Akhirnya Buyung mendapatkan murid yang bernama Feby, Aulia dan Elsa, yang

hingga saat ini masih menjadi muridnya. Berkat kecintaan dan keuletannya dalam

tari Jaipong, cita-cita Buyung menjadi koreografer tari Jaipong dapat terealisasi.

Buyung menjadi koreografer tari Jaipong di Padepokan Loka Pramesti milik Is.

Walaupun berada di bawah naungan Padepokan Loka Pramesti, Buyung tetap

kokoh terhadap keinginannya untuk membuat grup tari sendiri. Buyung kerap kali

menyisipkan nama Rumingkang dalam kaos ataupun logo padepokan Loka

Pramesti, sebagai harapan agar cita-cita Buyung membentuk group tari dengan

nama Rumingkang dapat terwujud.

Perjuangan Buyung dalam meraih cita-citanya sebagai koreografer tidaklah

(37)

dan melatih tari Jaipong. Buyung membuktikan kemampuannya sebagai

koreografer dengan menghasilkan beberapa prestasi yang diraih anak didiknya di

padepokan Loka Pramesti. Salah satu Prestasi yang pernah diraih anak didiknya di

Padepokan Loka Pramesti ialah juara 1 Tari Jaipong dalam acara Ujung Berung

[image:37.595.238.414.278.502.2]

Festival 3, tingkat madya.

Gambar 3.5. Buyung beserta anak didiknya dari Padepokan Loka Pramesti saat

menjuarai peringkat 1 Ujung Berung Festival 3, Tingkat Madya.

Sumber : Dokumen Buyung Rumingkang (2005)

Setelah peserta didiknya di Padepokan Loka Pramesti sering mendapatkan

kejuaraan, Buyung meminta tempat khusus untuk melatih anak didiknya.

Permintaan Buyung tersebut tidak ditanggapi oleh pengelola Padepokan Loka

Pramesti, sehingga pada Desember 2006 Buyung memutuskan untuk mendirikan

sanggar sendiri sesuai dengan cita-citanya sejak lama. Buyung mendirikan

sanggar dengan nama Rumingkang. Selain atas dasar nama asli Buyung sebagai

pendiri sanggar tersebut, Rumingkang memiliki arti berjalan di jalan yang lurus,

sehingga Buyung mengharapkan sanggar yang ia dirikan akan tetap berada di

jalan yang lurus. Berdasarkan wawancara 12 September 2013, Buyung

(38)

Non Dwishiera C.A, 2013

memiliki misi dakwah melalui cara pembelajarannya. Pada awal berdirinya

sanggar Rumingkang, pembelajaran dilakukan di rumah anak muridnya secara

bergantian, hingga akhirnya sanggar Rumingkang diberi fasilitas tempat latihan

oleh pengelola taman Budaya Bandung.

Nama Buyung mulai dikenal masyarakat luas sebagai koreografer setelah

anak didikannya Aulia, Elsa, Feby, Shenie dan Nurul dari sanggar Rumingkang

masuk di ajang Indonesia Mencari Bakat (IMB) yang diselenggarakan dan

ditayangkan oleh Trans TV tahun 2010. Ajang pencarian bakat IMB, semakin

mengasah kreativitas Buyung Rumingkang dalam berkarya tari Jaipong. Adanya

pertunjukan tari Jaipong karya Buyung di media masa, telah membuat kedudukan

tari Jaipong yang diangkat dari folk art (kesenian rakyat), menjadi popular art

atau kesenian populer, dan saat ini memasuki ranah mass art. Mass art atau seni

massa disajikan dan diproduksi oleh alat-alat mekanik seperti TV, radio, dan lain

sebagainya, sehingga penikmatnya lebih heterogen. Seni massa dapat disaksikan

oleh siapapun melalui hasil reproduksi oleh teknologi. (Arnold, 1982 : 597 – 610).

Oleh karena itu, tuntutan yang diterima Buyung untuk karya tarinya juga

bervariatif.

Tuntutan yang diberikan komentator/juri dan penonton yang heterogen,

telah menuntut Buyung untuk menjadi koreografer yang lebih kreatif setiap

minggunya. Setiap minggu Buyung harus mempersiapkan minimal empat karya

untuk ditampilkan. Untuk meraih minat pasar, Buyung membuat inovasi-inovasi

dalam tari Jaipong. Buyung telah memadukan gerak-gerak Jaipong yang sudah

ada seperti gerak-gerak silat, dengan gerak-gerak hasil eksplorasinya. Melalui

anak-anak Rumingkang di ajang IMB, Buyung telah menampilkan warna baru

dalam tari Jaipong. Tari Jaipong yang terkenal erotis dan banyak mengeksplorasi

gerak pinggul dan dada serta gerak silat, berubah menjadi gerak-gerak silat yang

lebih lincah, kokoh, bertempo cepat, dinamis bahkan dikombinasikan dengan

gerak-gerak tradisi dari berbagai daerah serta gerak-gerak modern.

Melihat hal tersebut, dapat dikatakan bahwa Buyung merupakan pribadi

yang rebel, karena telah memberontak pada bentuk penyajian tari Jaipong yang

(39)

pemberontakan yang positif. Buyung tetap menciptakan tari Jaipong dengan

menghadirkan kebaruan pada unsur pokok dan unsur pendukungnya, di

tengah-tengah popularitas kesenian modern yang lebih in dibandingkan dengan seni

tradisi seperti tari Jaipong. Buyung memadukan kesenian tradisi seperti

gerak-gerak silat dan musik instrumen gamelan dalam tari Jaipongnya, sehingga karya

tarinya dapat diterima oleh pasar di era nya. Perpaduan gerak tersebut dapat

dilihat dalam tari Jaipong karya Buyung yang berjudul Jaipong Percussion.

Perpaduan dan kebaruan gerak-gerak dalam tari Jaipong Rumingkang, mendapat

apresiasi yang baik dari masyarakat. Terbukti dengan banyaknya vote yang

diberikan masyarakat terhadap Rumingkang saat menjadi peserta di ajang IMB.

Melihat perkembangan zaman saat ini, tari Jaipong karya Rumingkang dinilai

cocok untuk masyarakat, khususnya kaum remaja saat ini.

2. Tari Jaipong karya Buyung Rumingkang

Jaipong merupakan tari Jawa Barat yang mengalami perkembangan sangat

pesat, dibandingkan dengan jenis tari lainnya. Perkembangan pada tari Jaipong

dapat terlihat dari pola gerak, pola iringan tari serta kostum. Jaipong yang terlahir

dari kreativitas Gugum Gumbira, pada awalnya hanya menggunakan gerak gerak

pencak silat yang dominan terstruktur seperti menangkis, melawan dan

melindungi disertai iringan musik yang lebih menonjolkan kebebasan berekspresi

individual. Arthur S.Nalan dalam buku Gugum Gumbira dari Chacha ke Jaipong

menjelaskan bahwa Jaipongan terlahir dari proses pendekatan emic Gugum

Gumbira dalam perjalanan proses kreatifnya dengan segala dinamika penyerapan

ketika situasi dan kondisi kultur tari Sunda mengalami masa jenuh (Caturwati dan

Ramlan, 2007 : 2). Tidak seperti tari-tari klasik yang bersifat kaku, serta tari-tari

karya Tjetje Soemantri yang menampilkan keanggunan seorang wanita Sunda,

Gugum menciptakan sebuah genre tari yang memberikan kebebasan berekspresi

bagi pelaku dan penikmatnya, baik itu untuk penari perempuan ataupun untuk

penari laki-laki.

(40)

Non Dwishiera C.A, 2013

berdasarkan yang dilihatnya, yang pernah dialami dan yang dilakukan sehari-hari,

bahkan terkadang berdasarkan kesalahan gerak yang dilakukan oleh anak

didiknya. Pada wawancara 16 Oktober 2013 Buyung mengatakan

“Sebelum berhenti jadi penari, saya pernah berpikir kenapa tukang payung selalu ada di belakang pengantin. Padahal payung itu pangagung, kalo payung ada di tanah berarti payung itu sudah tidak agung. Jadi waktu itu om Buyung bikin tari payung, yang payungnya itu dibawa menari dan tidak menyentuh tanah…payung itu dapat digerakan menjadi gerak tari, jika gerak yang kita lakukan mengikuti gerak si payung itu…”(Wawancara, 16 Oktober 2013).

Berdasarkan pernyataannya di atas, dapat disimpulkan bahwa kreativitas dan

inovasi Buyung juga hadir berdasarkan proses berpikir kritisnya.

Proses penciptaan karya tari Jaipong Rumingkang untuk industri, biasanya

dimulai dengan proses memahami keinginan konsumen. Tahap ini biasanya

dimulai dengan cara komunikasi antara Buyung dan konsumen dengan cara

bertemu langsung ataupun melalui media komunikasi seperti hand phone. Setelah

melakukan komunikasi, Buyung membaca ulang konsep acara atau permintaan

dari konsumen, lalu mulai memikirkan konsep garapan. Berbeda dengan tahapan

di atas, ide garapan dalam karya tari Buyung yang diciptakan saat di ajang IMB,

muncul dengan begitu saja berdasarkan peristiwa yang Buyung lihat, Buyung

alami atau berdasarkan rangsang dari musik.

Buyung tidak pernah merancang idenya secara tertulis. Salah satu karya

yang idenya hadir secara tiba-tiba yaitu tari Mojang desa. Ide dalam karya tari

Mojang Desa, hadir saat Buyung melihat anak-anak Rumingkang IMB mengambil

sarapan di restoran hotel tempat mereka menginap, dengan kondisi bangun tidur.

Dari kejadian tersebut, Buyung terinspirasi untuk membuat sebuah karya tari

dengan judul Mojang Desa. Setelah Buyung mendapatkan konsep garapan yang

sesuai dengan karya tari yang akan dia ciptakan, Buyung mempersiapkan musik

yang akan digunakan sebagai pelengkap karya tarinya. Musik yang digunakan

Buyung dalam karya tarinya, biasanya merupakan musik-musik yang telah ada di

pasaran lalu mengalami proses editing yang dilakukan oleh Buyung sendiri.

Kemampuan Buyung di bidang komputer, secara tidak langsung telah menambah

(41)

Buyung, menggunakan musik Jaipong yang telah mengalami proses mixing dan

editing, sehingga iringan musik tari Jaipong karya Buyung Rumingkang memiliki

kebaruan dibandingkan dengan tari-tari Jaipong sebelumnya.

Setelah melewati tahap-tahap tersebut, Buyung dan anak didiknya memulai

tahap latihan yang diawali dengan imitasi gerak-gerak yang dicontohkan Buyung.

Jika kebanyakan koreografer membuat pola lantai atau blocking setelah

memperoleh serangkaian gerak, Buyung Rumingkang membuat pola lantai

bersamaan dengan membuat gerak. Gerak yang diberikan Buyung terhadap semua

penarinya, akan berpengaruh terhadap posisi penari tersebut di atas panggung.

Gerak dan pola lantai yang diciptakan Buyung untuk karya tarinya, selalu

disesuaikan dengan kelebihan dan kekurangan setiap penari. Hal tersebut dapat

dilihat dari salah satu karya terbaik Buyung Rumingkang yang berjudul Jaipong

Percussion. Pola lantai (blocking) dalam tari Jaipong Percussion yang ditarikan

oleh Aulia, Elsa, Feby, Nurul, Shenie terlihat sangat variatif. Pembagian gerak

secara cannon, membuat semua penari mendapatkan kesempatan untuk

menunjukan kualitas kepenariannya.

Kelima penari Jaipong Percussion memang sama-sama memiliki

kemampuan yang baik dalam melakukan teknik gerak staccato. Gerak dalam tari

Jaipong Percussion dilakukan dengan teknik staccato, namun masing-masing dari

mereka juga memiliki kelebihan dalam teknik gerak yang bisa diunggulkan. Aulia

memiliki kelebihan dalam melakukan gerak-gerak dengan intensitas tenaga yang

sangat kuat dan bertempo sangat cepat seperti gerak-gerak silat. Feby dan Nurul

memiliki kelebihan dalam melakukan gerak-gerak forte atau gerak yang

membutuhkan tekanan, sedangkan Elsa dan Shenie memiliki kelebihan dalam

melakukan gerak legato (gerak yang mengalun) dan melakukan teknik gerak

decrescendo (teknik memperlembut gerak). Untuk mengantisipasi kekurangan dan

perbedaan kualitas gerak penarinya, Buyung mensiasatinya dengan pengolahan

pola lantai.

Sebagai contoh, di dalam tari Jaipong Percussion Buyung memposisikan

(42)

Non Dwishiera C.A, 2013

mempertunjukan gerak-gerak halus, Buyung memposisikan Elsa di posisi depan,

dengan level yang selalu bertolak belakang dengan keempat penari lainnya, serta

dengan gerak yang lebih padat. Hal ini membuat fokus perhatian penonton lebih

dominan tertuju pada Elsa. Adapun skema lintasan gerak dan blocking gerak yang

dilakukan bergantian (cannon) secara terurut dalam ragam gerak yang terdapat

[image:42.595.128.502.207.800.2]

dalam tari Jaipong Percussion dapat dilihat di bawah ini.

Gambar 3.6. Blocking gerak berintensitas tenaga kuat dengan teknik

accelerando

[image:42.595.189.450.280.386.2]

Gambar 3.7. Blocking ragam gerak duet silat dengan teknik descresendo

Gambar 3.8. Blocking gerak dengan teknik forte

(43)
[image:43.595.132.531.139.510.2]

Gambar 3.10. Lintasan dan blocking gerak dengan teknik legato

Keterangan :

: Elsa Backstage

: Shenie

: Aulia

: Feby

: Nurul Penonton

: Gerak yang dilakukan pada level bawah

: Gerak yang dilakukan pada level atas

: Pose

: Lintasan gerak

Gambar

Gambar 3.1. Buyung Rumingkang saat mengisi acara di Hajatan
Gambar 3.3. Catatan Pribadi Buyung Rumingkang mengenai Sosok Buyung
Gambar 3.4. Catatan pribadi Buyung Rumingkang Tahun 1993
Gambar 3.5. Buyung beserta anak didiknya dari Padepokan Loka Pramesti  saat
+7

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan Proses Kreatif Penciptaan Tari Srimpi Kawung Karya Mila Rosinta Totoatmojo melalui tahap eksplorasi, improvisasi, evaluasi,

Tujuan penelitian ini yaitu: (1) mendeskripsikan pelaksanaan pembelajaran Ekstrakurikuler tari pada siswa Tunarungu SMPLB Karya Mulia Surabaya, (2) mendeskripsikan strategi

Bagaimanakah upaya perlindungan karya cipta seni tari yang dilakukan oleh seniman tari atau pencipta tari di Polewali Mandar dalam rangka melindungi karya cipta mereka yang

Agar judul tugas akhir “Metafora Tari Balet untuk Menggambarkan Kebebasan sebagai Ide Penciptaan Karya Seni Grafis” ini menjadi lebih jelas maka definisi dari kata

Penari dalam sebuah pertunjukan tari tidaklah sekedar sebagai pelaku yang membawakan sebuah tarian karya seorang penyusun tari (koreografer), tetapi harus mampu

Dalam karya tari Dolanan, anak dirangsang untuk mengekspresikan rasa kegembiraan mereka terhadap permainan tradisional yang sering dimainkan anak-anak dengan

21 Per- spektif industri/ekonomi kreatif untuk: (1) menganalisis kesiapan dan potensi kreativitas para perempuan seni tradisi; (2) menganalisis peran dan usaha

Dorongan dalam mewujudkan kreativitas karya tari Gandrung Liwung, dengan melihat realitas tari kreasi di Kota Bandung saat ini, lebih banyak tarian putri dan generasi muda lebih