PENDAHULUAN
Domba ekor tipis adalah domba lokal Indonesia yang banyak dipelihara oleh para petani di pedesaan karena mempunyai daya adaptasi yang baik terhadap iklim tropis, pakan yang kualitasnya rendah, penyakit dan gangguan caplak, sumber gen yang khas, serta produktif dipelihara dengan biaya rendah (Abidin dan Sodiq, 2002). Pemeliharaan domba di Indonesia masih dilakukan secara tradisional dengan pemberian pakan yang masih tergantung pada hijauan dan sedikit sekali disediakan pakan penguat (Davendra, 1993), sehingga produktivitas domba tersebut tidak maksimal. Salah satu upaya meningkatkan produktivitas domba tersebut adalah dengan meningkatkan mutu pakan,
misalnya dengan menambahkan pakan penguat guna memenuhi kebutuhan nutrien domba tersebut (Rianto et al., 2004).
Pakan penguat atau konsentrat merupakan pakan yang mengandung nutrien tinggi dengan kadar serat kasar yang rendah (Akoso, 1996). Pemberian konsentrat sering mengalami kendala, terutama harga bahan-bahan pakan penyusun konsentrat yang mahal, sehingga perlu dicari bahan pakan alternatif dari limbah pertanian dan atau limbah industri pengolahan hasil-hasil pertanian yang belum dimanfaatkan sebagai pakan, tidak bersaing dengan jenis ternak lain tetapi masih mengandung nutrien yang dapat dimanfaatkan ternak domba. Salah satu limbah industri pengolahan hasil-hasil pertanian tersebut adalah ampas aren.
Ampas aren (Arenga pinnata Merr) merupakan limbah industri pembuatan tepung pati aren yang jumlahnya cukup melimpah dan sampai saat ini belum dimanfaatkan serta masih memiliki potensi untuk digunakan sebagai pakan ternak (Sunanto, 1993). Ketersediaan ampas pati aren tersebut diantaranya terkonsentrasi di Desa Daleman, Kecamatan Tulung, Kabupaten Klaten, Jawa Tengah dengan produksi sekitar 50 ton/hari berupa ampas aren dan 20 ton/hari berupa kulit batang aren (Umiyasih et al., 2008). Umiyasih et al. (2008) menambahkan bahwa ampas aren mengandung
bahan kering (BK) 26,47%, bahan organik (BO) 89,67%, protein kasar (PK) 3,19%,
lemak kasar (LK) 0,13% dan serat kasar (SK) 31,90%.
Umiyasih (2009) yang menggunakan Saccharomyces cerevisiae untuk proses fermentasi adalah dapat menurunkan kandungan serat kasar dan dapat meningkatkan kandungan protein kasar dari ampas aren. Saccharomyces cerevisiae digunakan karena selama proses fermentasi akan menghasilkan enzim yang mampu mendegradasi karbohidrat dalam substrat, sehingga efektif mendegradasi serat kasar yang merupakan polisakarida (Anggraeny et al., 2009). Kandungan nutrien ampas aren setelah difermentasi adalah BK 30,30%, BO 92,64%, PK 4,60%, LK 0,00% dan SK 26,54% (Umiyasih et al., 2008).
Hasil penelitian Umiyasih et al., (2008) tentang penggunaan ampas aren dalam ransum sapi Peranakan Ongole (PO) yang menunjukkan bahwa penggantian konsentrat dengan ampas aren sampai batas 20% tidak menurunkan bobot badan sapi PO secara
signifikan. Hal ini yang menyebabkan peneliti ingin mengetahui sampai sejauh mana ampas aren fermentasi dapat diaplikasikan sebagai bahan pakan pengganti konsentrat pada domba ekor tipis jantan.
25
V. KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah dilakukan maka dapat ditarik kesimpulan bahwa penggantian konsentrat dengan ampas aren fermentasi (AAF) sampai tingkat 25,64% atau penggunaan 10% dalam ransum memberikan kualitas NDF dan ADF yang hampir sama dengan ransum kontrol domba ekor tipis jantan.
B. Saran