• Tidak ada hasil yang ditemukan

Harmonisasi Peraturan Perundang-Undangan Perkoperasian dan Lembaga Keuangan Mikro bab0

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Harmonisasi Peraturan Perundang-Undangan Perkoperasian dan Lembaga Keuangan Mikro bab0"

Copied!
19
0
0

Teks penuh

(1)

commit to user

HARMONISASI PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

PERKOPERASIAN DAN LEMBAGA KEUANGAN MIKRO

DISERTASI

Diajukan Untuk Memenuhi Syarat Memperoleh Gelar Doktor Ilmu Hukum

MUHAMMAD MUHTAROM

T310907005

PROGRAM DOKTOR ILMU HUKUM

PASCASARJANA FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA

(2)

commit to user

(3)

commit to user

(4)

commit to user

(5)

commit to user

iv

Harmonisasi Peraturan Perundang-undangan Perkoperasian dan Lembaga

Keuangan Mikro. Disertasi. Muhammad Muhtarom. T310907005. 2016.

Abstrak

Disertasi ini mengkaji masalah ketidakharmonisan hukum yang mengatur lembaga keuangan mikro (LKM) yang berbadan hukum Koperasi. Peraturan perundang-undangan tentang LKM mengatur semua jenis LKM termasuk Koperasi Jasa Keuangan (KJK) atau LKM-Koperasi, padahal LKM-Koperasi telah diatur tersendiri dalam peraturan perundangan perkoperasian. Hal itu menimbulkan pengaturan ganda (dualisme) dan mengandung tumpang-tindih dan perbedaan pengaturan yang menimbulkan ketidak-harmonisan dan ketidakpastian-hukum. Problem disharmoni hukum itu memerlukan pemecahannya melalui harmonisasi peraturan perundangan-undangannya. Metode penelitian dalam disertasi ini menerapkan pendekatan penelitian hukum doktriner atau penelitian hukum dogmatis untuk mencari solusi atas kasus ketidakharmonisan hukum (case study). Melalui studi dokumen terhadap berbagai literatur hukum yang terkait, data diolah dan dilakukan analisis secara kualitatif, yaitu dengan analisis studi kasus instrumental tunggal yang berfokus pada satu isu mengenai persoalan ketidakharmonisan pada peraturan perundang-undangan LKM-Koperasi. Disertasi ini memberikan kesimpulan bahwa penyebab ketidakharmonisan peraturan perundang-undangan tentang LKM dan Perkoperasian adalah karena: pertama, pembentukan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2013 tentang Lembaga Keuangan Mikro belum sesuai dengan asas-asas pembentukan peraturan perundang-undangan yang baik (principles of legality), tertutama disebabkan ketidakpatuhan terhadap Asas Materi Muatan Pembentukan Undang sebagaimana diatur di dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan. Kedua, faktor penggunaan kerangka hukum dalam pengaturan LKM dan Perkoperasian yang berbeda bahkan saling berlawanan. Kerangka hukum dalam peraturan perkoperasian lebih menititik-beratkan kepentingan untuk memberdayakan pelaku usaha mikro agar tumbuh secara mandiri, tanpa pengawasan secara langsung (indirect supervision), serta tidak dicampuri dan diatur secara memaksa. Sedangkan peraturan perundang-undangan LKM lebih menitikberatkan untuk melindungi kepentingan pihak nasabah, baik nasabah penyimpan maupun peminjam dana, menggunakan cara pengaturan memaksa (dwingend recht), menerapkan asas kehati-hatian (prudential principle), serta dengan model pengawasan langsung (direct supervision). Konsep harmonisasi untuk mengatasi ketidak-harmonisan hukum dari kedua macam peraturan perundang-undangan mengenai LKM Koperasi dikonseptualisasi sebagai berikut: (a) Penyerasian asas dan tujuan pengaturan LKM dan Koperasi, (b) Rekonseptualisasi kerangka hukum LKM dan Koperasi, dan (c) mereformulasi norma-norma hukum yang telah dirumuskan baik pada peraturan perundang-undangan LKM maupun perkoperasian.

(6)

commit to user

v

Harmonization of Law of Cooperatives and Microfinance Institutions. Dissertation. Muhammad Muhtarom. T310907005. 2016.

Abstract

The dissertation studied the disharmony of law of cooperative and microfinance (MFIs) regulation. MFIs legislation regulates all types of MFIs, including Cooperative Financial Services or MFIs Cooperatives, whereas MFIs Cooperative has been regulated separately in the cooperatives legislation. It raises multiple settings (dualism) and contain overlaps and differences in regulation that lead to disharmony and legal uncertainty. This problem requires the solution through the harmonization of legislation. The dissertation applied research methods based on doctrinaire or dogmatic legal research. Through the study of documents of various relevant literatures, the data is processed and analyzed qualitatively, by instrumental analysis of case studies that focus on a single issue on the question of disharmony in the legislation MFI Cooperative. This dissertation concluded: First, that the causes disharmony of law on MFIs and Cooperatives legislation is two: 1) the enactment of Act No. 1/2013 on Micro Finance Institutions not in accordance with the principles of legality and not in accordance with the principle of content legislation as regulated in Act No. 12/ 2011 on the Establishment of Legislation, 2) the use of the legal framework to regulate MFIs and Cooperatives institution is different and even contradictory. The legal framework in the cooperatives legislation emphasis the interest to empower micro-entrepreneurs to grow independently, by indirect supervision, and are not interfered by the threat of sanctions. While MFIs regulation is more focused on protecting the customers, both depositors and borrowers, using a setting force (dwingend recht), also applying the prudential banking principle, as well as the model of direct supervision. The concept of harmonization of law to get solution of this disharmony problem both kinds of legislation on MFIs Cooperative conceptualized as follows: (a) Tuning the principles and objectives setting MFIs and cooperatives, (b) reconceptualization legal framework for MFIs and cooperatives, and (c) reformulate legal norms that have been formulated both on legislation MFIs or cooperatives.

(7)

commit to user

vi

MOTTO

Perbaiki ibadahmu

(8)

commit to user

vii

KATA PENGANTAR

Alhamdulillahirabbil alamin. Puji syukur penulis ucapkan kepada Allah swt. atas

segala rahmat, taufiq dan hidayahNya sehingga disertasi ini dapat selesai dengan baik dan lancar.

Disertasi ini disusun untuk memenuhi persyaratan penyelesaian studi di Program Doktor Ilmu Hukum Pascasarjana Fakultas Hukum Universitas Negeri Sebelas Maret Surakarta. Penyusunan disertasi ini dapat terselesaikan tidak lepas dari adanya dorongan dan bimbingan dari Promotor, yaitu Prof. Dr. Adi Sulistiyono, SH., MH. (UNS) dan co-promotor Dr. Hari Purwadi, SH. M.Hum. (UNS).

Penulis telah berusaha semaksimal mungkin untuk dapat menyusun disertasi ini dengan sebaik-baiknya, namun penulis juga menyadari masih adanya banyak kelemahan dan kekurangan di dalamnya. Penulis mengucapkan permintaan maaf apabila masih dijumpai adanya kesalahan dan kekurangan ini, serta mengharapkan saran dan masukan dari para dosen dan penguji demi kesempurnaan disertasi ini.

Kesuksesan penyusunan disertasi ini tiada lain berkat ketulusan hati dan jerih payah dari berbagai pihak yang telah ikut terlibat dan membantu penulis. Oleh sebab itu penulis tidak lupa untuk mengucapkan banyak terimakasih kepada semua yang telah berpartisipasi dalam penulisan disertasi ini, khususnya penulis sampaikan kepada:

1. Prof. Dr. Ravik Karsidi, MS., Rektor Universitas Sebelas Maret Surakarta.

2. Prof. Dr. Ir. Ahmad Yunus, MS, Direktur Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret Surakarta.

3. Prof. Dr. H. Setiono, SH., MS., Ketua Program Ilmu Hukum Pascasarjana Fakultas Hukum UNS Periode 2007 - 2012

(9)

commit to user

viii

5. Prof. Dr. Hartiwiningsih, SH, M.Hum, Ketua Program Doktor Ilmu Hukum Pascasarjana Fakultas Hukum UNS (Periode 2015 – sekarang)

6. Dr. Hari Purwadi, SH., M.Hum sebagai Co-Promotor Pembimbing II pada Dasertasi ini, yang dengan tulus dan penuh semangat telah membimbing dalam penyelesaian studi dan penulisan Disertasi ini dari awal sampai selesai.

7. Seluruh Dosen dan Karyawan Program Doktor Ilmu Hukum Pascasarjana Fakultas Hukum UNS, yang secara langsung maupun tidak langsung telah banyak mendukung penyelesaian studi dan penulisan Disertasi ini.

8. Prof. Dr. Bambang Setiaji, Rektor Universitas Muhammadiyah Surakarta

9. Dr. Muhammad Abdul Fattah Santosa, MA, Dekan Fakultas Agama Islam Universitas Muhammadiyah Surakarta, yang telah memberikan dorongan moril dan materiil kepada penulis dalam menyelesaikan studi ini.

10. Dr. Imron Rosyadi, M.Ag, Ketua Program Studi Hukum Ekonomi Syariah Fakultas Agama Islam Universitas Muhammadiyah Surakarta, yang telah memberikan dorongan moril dan materiil kepada penulis dalam menyelesaikan studi ini

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa disertasi ini masih jauh dari sempurna dan masih banyak kelemahan-kelemahan di dalamnya. Sehubungan dengan itu penulis sangat mengharapkan berbagai kritik dan saran dari para pembaca demi kebaikan dan kesempurnaan disertasi ini.

Semoga disertasi ini akan banyak bermanfaat untuk semua pihak, baik untuk kalangan akademisi maupun praktisi, khususnya bagi yang berkecimpung dalam kegiatan di bidang hukum dan lembaga keuangan.

Terimakasih.

Surakarta,1 Maret 2016 Penulis,

(10)

commit to user

ix

RINGKASAN DISERTASI

Salah satu persoalan hukum yang saat ini sedang terjadi di Indonesia adalah persoalan di bidang hukum lembaga keuangan, khususnya lembaga keuangan mikro dan Koperasi. Masalah hukum ini sebenarnya telah lama berlangsung akan tetapi sampai saat ini belum dapat teratasi secara memadahi. Lembaga Keuangan Mikro (yang selanjutnya disingkat LKM) merupakan lembaga yang menghimpun dan menyalurkan dana masyarakat skala mikro berupa pemberian pinjaman atau pembiayaan, serta pengelolaan simpanan. Bentuk kelembagaan LKM sangat beragam, antara lain LKM berbentuk Koperasi, LKM berbentuk Badan Usaha Milik Daerah/Desa (BUMD), serta LKM berbentuk lembaga swadaya masyarakat (LSM) yang didirikan atau dimiliki oleh berbagai organisasi sosial, pesantren, yayasan, atau lainnya. Berbagai bentuk kelembagaan LKM tersebut di dalam sistem keuangan Indonesia dikategorikan sebagai lembaga keuangan mikro bukan bank.

Meskipun telah lahir Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2013 tentang Lembaga Keuangan Mikro, masalah ketidak-pastian hukum dan ketidakharmonisan hukum yang mengatur lembaga keuangan mikro (LKM) masih belum terselesaikan. Peraturan perundang-undangan tentang LKM mengatur semua jenis LKM termasuk Koperasi Jasa Keuangan (KJK) atau LKM-Koperasi, padahal LKM-Koperasi telah diatur tersendiri dalam peraturan perundangan perkoperasian. Hal itu menimbulkan pengaturan ganda (dualisme) dan mengandung tumpang-tindih dan perbedaan pengaturan yang menimbulkan ketidak-harmonisan dan ketidakpastian-hukum. Problem ketidakharmonisan hukum itu memerlukan pemecahannya melalui harmonisasi peraturan perundangan-undangannya.

(11)

commit to user

x

instrumental tunggal yang berfokus pada satu isu mengenai persoalan ketidakharmonisan pada peraturan perundang-undangan LKM-Koperasi.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan diperoleh data mengenai pengaturan LKM-Koperasi antara yang diatur di dalam peraturan perundang-undangan LKM dengan peraturan perundang-perundang-undangan Perkoperasian bahwa kedua aturan hukum mengandung perbedaan cara pengaturan, pembinaan dan pengawasan terhadap LKM koperasi. Bahkan pengaturan antara keduanya saling bertolak belakang.

Perbedaan-perbedaan pengaturan dari kedua Undang Undang tersebut memperlihatkan adanya pengaturan yang bersifat tumpang-tindih (ovelapp) yang menyebabkan ketidak-pastian hukum bagi LKM Koperasi. Jadi kehadiran Undang Undang Nomor 1 Tahun 2013 tentang Lembaga Keuangan Mikro secara yuridis-normatif masih menyisakan persoalan ketidak-pastian hukum bagi LKM, khususnya bagi LKM Koperasi, seperti Koperasi Jasa Keuangan (KJK) dan Koprasi jasa Keuangan Syariah (KJKS).

Menurut peraturan perundangan perkoperasian, kegiatan pembinaan dilakukan oleh Pemerintah, khususnya Kementerian Koperasi dan UKM. Sedangkan menurut peraturan perundangan LKM kegiatan pembinaan, pengaturan, dan pengawasan LKM dilakukan oleh OJK. Menurut peraturan perundangan perkoperasian urusan pengaturan dan pengawasan kegiatan usaha Koperasi di lakukan oleh internal Koperasi sendiri. Kegiatan pengaturan dilakukan oleh Rapat Anggota dan Pengurus, sedang pengawasan terhadap pengelolaan usaha Koperasi dilakukan oleh organ Pengawas dari internal Koperasi sendiri yang diangkat berdasarkan musyawarah Rapat Anggota.

(12)

commit to user

xi

pengawas tak-langsung (indirect supervision). Hal ini berbeda dengan sistem yang berlaku peraturan perundangan LKM dimana LKM diperlakukan mirip lembaga perbankan, di mana kegiatan pembinaan dan pengawasan di lakukan secara eksternal yaitu Otoritas Jasa Keuangan. Pengertian pengawasan dalam hal ini termasuk melakukan kegiatan pemeriksaan terhadap bank-bank, baik secara berkala maupun setiap waktu, sehingga hal itu bersifat pengawasan-langsung (direct supervision). Jadi model pengaturan yang diterapkan di dalam peraturan perundangan LKM, kegiatan pembinaan, pengaturan, dan pengawasan terhadap LKM adalah mirip dengan model pengaturan dalam perbankan tersebut, yang dalam hal ini dilakukan oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK).

Setelah dilakukan analisis diketahui bahwa faktor-faktor penyebab terjadinya ketidakharmonisan itu adalah karena: Pertama, adanya ketidakpatuhan terhadap Asas Materi Muatan Pembentukan Undang-Undang. Asas-asas Materi Muatan Perundang-undangan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan.

Ketidakharmonisan hukum di dalam peraturan perundangan yang mengatur tentang LKM Koperasi itu mencerminkan kurang adanya penerapan asas pembetukan perundang-undangan yang baik, serta mengindikasi belum diterapkannya principles of legality sebagaimana yang dikemukakan oleh Lon. L. Fuller di atas, terutama mengenai tidak boleh mengandung peraturan-peraturan yang kontradiksi satu sama lain (contradiction in the laws). Hal inilah yang merupakan salah satu faktor penyebab terjadinya ketidakharmonisan dalam proses pembentukan Undang Undang Nomor 1 Tahun 2013 Tentang Lembaga Keuangan Mikro, yaitu yang disebabkan karena tidak adanya kesatuan asas, tujuan dan kepentingan dalam pengaturan LKM.

Kedua, adalah faktor ketidakselarasan penggunaan kerangka hukum

(13)

commit to user

xii

LKM dai satu sisi sebagai lembaga mikro informal dan di sisi lain berakitan dengan masalah risiko keuangan yang menyangkut dana masyarakat telah menuntut dirumuskannya sebuah kerangka hokum yang tepat.

Untuk mengatasi masalah ketidakharmonisan hukum tersebut di atas,

maka dikemukakan konsep dan langkah-langkah harmonisasi melalui: (a)

Penyerasian asas dan tujuan pengaturan LKM Koperasi, (b) Rekonseptualisasi

kerangka hukum LKM Koperasi, dan (c) mereformulasi norma-norma hukum,

baik pada peraturan perundang-undangan LKM, maupun pada Perkoperasian.

1) Penyerasian Asas dan Tujuan Pengaturan LKM Koperasi

Pengaturan di dalam peraturan perundangan Perkoperasian menitikberatkan kepentingannya yang terfokus untuk menumbuh-kembangkan kewirausahaan dari kalangan pelaku usaha mikro melalui pemberdayaan, pembinaan dan pendidikan. Sehingga tujuan pengaturannya adalah untuk memberi perlindungan hukum pengusaha mikro dengan pemberian payung atau legalitas hukum. Sedangkan kepentingan pengaturan dari UU-LKM lebih terfokus untuk melindungi kepentingan para nasabah demi keamanan dana simpanan mereka dan pengendalian suku bunga pinjaman melalui pengaturan dan pengawasan secara ketat. Jadi tujuan pengaturannya adalah memberi legalitas usaha LKM yang disertai dengan penerapan asas kehati2an usaha jasa keuangan.

Kepentingan dan Tujuan Pengaturan pada kedua macam peraturan adalah berbeda bahkan berlawanan tetapi sama-sama penting dan mengandung nilai positip. Perbedaan antara keduanya perlu diharmonisasi untuk melindungi kepentingan semua jenis dan kategori LKM Koperasi melalui pengaturan secara terpadu dan proporsional, yaitu untuk memberikan perlindungan hukum semua pihak, baik pihak pelaku usaha maupun nasabah secara proporsional.

(14)

commit to user

xiii

mengatur dan memaksa dengan menerapkan prinsip kehati-hatian (prudential regulation). Perbedaan penerapan asas/ prinsip antara peraturan perundangan

dalam Perkoperasian dengan LKM perlu diharmonisasi melalui penerapan sistem standarisasi dan klasifikasi, yaitu LKM Koperasi mana yang dikelompokkan dalam kategori wajib diatur dan diawasi OJK, dan LKM Koperasi mana yang tidak di bawah pengaturan dan pengawasan OJK dan masih berada di bawah pembinaan Kementerian Perkoperasian.

Menurut peraturan perundangan perkoperasian, LKM Koperasi berada di bawah pembinaan, pengaturan dan pengawasan Kementerian Koperasi & UKM, sedangkan menurut peraturan perundangan LKM, LKM Koperasi berada di bawah pembinaan, pengaturan dan pengawasan Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Konflik kewenangan antar instansi yang berwenang membina, mengatur, dan mengawasi LKM Koperasi itu perlu diharmonisasi melalui pemabgian tugas dan koordinasi wilayah kewenangan berdasarkan kategorisasi LKM Koperasi. Wilayah kewenangan OJK adalah terhadap LKM besar yang sudah saatnya diperlakukan pengaturan secara prudential.

2)Rekonseptualisasi Kerangka Hukum LKM Koperasi

Konsep harmonisasi untuk mengatasi problem hukum dari kedua macam peraturan perundang-undangan mengenai LKM Koperasi ditempuh melalui konseptualisasi kerangka hukum dengan langkah-langkah:

a) Melakukan penyelarasan dan penyamaan persepsi antar instansi yang berkompeten dalam pengaturan dan pembinaan LKM, khususnya pihak Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (UKM) dan pihak Otoritas Jasa Keuangan (OJK),

b) Merekonseptualisasi kerangka hukum berdasarkan konsep-konsep pokok:

1) Semua jenis LKM perlu diatur dengan suatu peraturan perundangan untuk melegalisasi kegiatan usaha LKM yang berdasarkan pada asas, tujuan dan kepentingan pengaturan yang selaras.

2) Menerapkan model pendekatan terpadu dan proporsional, dengan mengelompokkan LKM skala kecil, menengah, dan besar

(15)

commit to user

xiv

Kementerian Koperasi dan UKM, sedangkan LKM skala menengah dan besar di bawah pengaturan dan pengawasan OJK.

c) Reformulasi Norma-norma dalam Peraturan Perundangan LKM dan

Koperasi

Melakukan perumusan kembali (reformulasi) norma-norma hukum pada peraturan perundang-undangan Perkoperasian dan LKM dengan mengacu pada konsep kerangka hukum baru tersebut di atas, dengan formulasi perubahan sebagai berikut:

(1) Pada peraturan perundangan-undangan LKM ditambahkan ketentuan baru untuk membuat klasifikasi LKM menjadi LKM mikro, menengah, dan besar. Pada peraturan perundangan-undangan Perkoperasian ditambahkan ketentuan baru untuk mengklasifikasi Koperasi Jasa Keuangan (KJK) kecil, menengah dan besar.

(2) Pada peraturan perundangan-undangan LKM ditambahkan ketentuan untuk menegaskan bahwa penerapan aturan itu hanya berlaku untuk LKM menengah dan besar. Pada peraturan perundangan-undangan Perkoperasian ditambahkan ketetuan yang menegaskan bahwa prinsip kemandirian koperasi tidak berlaku lagi bagi KJK besar.

(3) Pada peraturan perundangan-undangan LKM ditambahkan ketentuan bahwa LKM menengah dan besar termasuk di dalamnya Koperasi berada di bawah pengaturan dan pengawasan OJK. Pada peraturan perundangan-undangan Perkoperasian ditambahkan ketetuan bahwa KJK besar wajib mengajukan ijin usaha dan berada di bawah pengaturan dan pengawasan OJK.

(16)

commit to user

xv

Perundang-Undangan. Kedua, faktor penggunaan kerangka hukum dalam pengaturan LKM dan Perkoperasian yang berbeda bahkan saling berlawanan. Kerangka hukum dalam peraturan perkoperasian lebih menititik-beratkan kepentingan untuk memberdayakan pelaku usaha mikro agar tumbuh secara mandiri, tanpa pengawasan secara langsung (indirect supervision), serta tidak dicampuri dan diatur secara memaksa. Sedangkan peraturan perundang-undangan LKM lebih menitikberatkan untuk melindungi kepentingan pihak nasabah, baik nasabah penyimpan maupun peminjam dana, menggunakan cara pengaturan memaksa (dwingend recht), menerapkan asas kehati-hatian (prudential principle), serta dengan model pengawasan langsung (direct supervision). Konsep harmonisasi untuk mengatasi ketidak-harmonisan

hukum dari kedua macam peraturan perundang-undangan mengenai LKM Koperasi dikonseptualisasi sebagai berikut: (a) Penyerasian asas dan tujuan pengaturan LKM dan Koperasi, (b) Rekonseptualisasi kerangka hukum LKM dan Koperasi, dan (c) mereformulasi norma-norma hukum yang telah dirumuskan baik pada peraturan perundang-undangan LKM maupun perkoperasian.

(17)

commit to user

1. Hukum dan Perundang-undangan 19

a. Pendekatan Kajian Hukum 19

b. Perundangan-undangan 23

c. Harmonisasi Hukum 28

2. Hukum Lembaga Keuangan 36

a. Lembaga Perbankan 38

1) Bank Indonesia 39

2) Otoritas Jasa Keuangan 42

3) Prinsip Kehati-hatian Lembaga Keuangan 44

4) Kesehatan Perbankan 46

5) Hubungan Hukum antara Bank dan Nasabah 48

(18)

commit to user

xvii

c. Lembaga Keuangan Mikro 56

B. PENELITIAN YANG RELEVAN 62

C. KERANGKA PEMIKIRAN 68

BAB III METODE PENELITIAN 71

A. Jenis Penelitian 71

B. Pendekatan Penelitian 71

C. Jenis Data 72

D. Teknik Pengumpulan Data 76

E. Teknik Analisa Data 77

BAB IV KETIDAK-HARMONISAN PENGATURAN TENTANG LKM-KOPERASI

79

A. Pengaturan Koperasi dalam Peraturan Perundang-undangan 79

B. Pengaturan LKM dalam Peraturan Perundang-undangan 93 C. Analisis Perbedaan Pengaturan tentang LKM dan

Perkoperasian

100

D.Analisis Faktor Penyebab Ketidak-harmonisan 124

BAB V HARMONISASI PENGATURAN LKM KOPERASI 145

A. Model Pengaturan LKM di Berbagai Negara 146 B. Membangun Kerangka Hukum Koperasi dan LKM 150 C. Konsep Harmonisasi Peraturan Perundang-undangan

tentang LKM dan Koperasi

167

1. Penyerasian Asas dan Tujuan Pengaturan LKM-Koperasi

181

2. Rekonseptualisasi Kerangka Hukum LKM-Koperasi 184 3. Reformulasi Norma-norma dalam Regulasi LKM dan

Koperasi

192

BAB VI PENUTUP 198

(19)

commit to user

xviii

B. Implikasi 199

C. Rekomendasi 200

Daftar Pustaka 202 Daftar Tabel

Tabel 1 : Penelitian yang Relevan 62 Tabel 2 : Perbandingan Pengaturan antara LKM dengann Koperasi 100 Tabel 3 : Perbedaan Kerangka Hukum 143 Tabel 4 : Pengaturan LKM Koperasi dalam UU No. 1 Tahun 2013 176 Tabel 5 : Perbedaan Pengaturan antara LKM dengan Koperasi 180 Tabel 6 : Konsep Reformulasi Norma-norma dalam Regulasi LKM dan

Perkoperasian 195

Daftar Gambar

Gambar 1 : Kerangka Pemikiran 70

Gambar

Tabel 1 :  Penelitian yang Relevan Tabel 2 :  Perbandingan Pengaturan antara LKM dengann Koperasi

Referensi

Dokumen terkait

Hasil penelitian ini mempunyai hasil yang sama dengan penelitian yang dilakukan oleh Anjani (2010) yang menyatakan bahwa variabel jumlah Surat Setoran Pajak memiliki

permukaan yang rata, bahan yang mudah dibersihkan, bahan tahan lama, namun tidak terdapat jarring lasa untuk mencegah debu, serangga, dan benda lain masuk ke area produksi.

HRD akan membuat laporan penggajian berdasarkan arsip rekap gaji.dan diserakan ke bagian keuangan untuk di acc.. kemudian diserahkan

4. Adik-adik penulis, Muhammad Arya Rizkianto dan Muhammad Rafi Rizkianto yang terkadang menyebalkan tapi selalu ngangenin dan selalu dengan penuh kejutan

(Susanto, 2011: 116- 117) maka dapat dijelaskan pula bahwa masyarakat memberikan suatu penglabelan terhadap apapun yang dianggap mereka menyimpang walaupun mereka

Semangka kuning dapat menurunkan tekanan darah diastolik lebih rendah daripada semangka merah yang ditunjukan dengan hasil penelitian, yaitu rerata selisih tekanan

Dengan pendekatan yang diambil menggunakan aplikasi mobile sehingga dapat diakses kapanpun dan dimanapun, juga dengan animasi 2 dimensi yang akan membantu pengguna

Modul jaringan pada tumbuhan berbasis pendekatan saintifik yang digunakan peserta didik kelas eksperimen dalam proses pembelajaran biologi dilengkapi dengan cover,