• Tidak ada hasil yang ditemukan

Coping Stress Isteri dalam Perkawinan Poligini di Kota Banjarmasin.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Coping Stress Isteri dalam Perkawinan Poligini di Kota Banjarmasin."

Copied!
45
0
0

Teks penuh

(1)

100

BAB IV

ANALISIS

Kemampuan seorang isteri (isteri pertama) bertahan dalam perkawinan poligini tidak sesederhana apa yang kita bayangkan. Banyak diantara isteri yang dipoligini mencoba bertahan dalam perkawinan mereka, tetapi pada akhirnya mereka menyerah. Terlalu sering kita mendengar dan menyaksikan perjuangan lahir dan batin seorang isteri untuk mempertahankan perkawinannya, namun karena tidak dapat menerima dan bertahan dalam perkawinan poligini akhirnya ia menyerah atau memilih mundur.

(2)

101

usaha kognitif untuk menangkal dan meminimalisir stressor yang muncul dalam perilaku dengan cara menghindari masalah.

Sebagai salah satu model untuk mengendalikan emosi, penyesuaian dan pengalihan. Maka copng stress yang dilakukan oleh subjek merupakan salah satu aktivitas spesifik untuk menghilangkan dan mengurangi stres, setiap subjek melakukan usaha menurunkan tingkat stres. Sesuai teori Coyne bahwa coping merupakan usaha secara kognitif dan perilaku yang digunakan untuk mengatur tuntutan lingkungan dan internal serta untuk mengelola konflik-konflik yang diluar batas kemampuan individu.1 Karenanya wajar bila setiap subjek melakukan coping stress untuk untuk mengurangi kondisi lingkungan yang menyakitkan, menyesuaikan dengan peristiwa/kenyataan yang tidak menyenangkan, mempertahankan keseimbangan emosi, mempertahankan self image yang positif serta berusaha untuk meneruskan hubungan yang memuaskan dengan orang lain.2

Setiap subjek berpikir dan berperilaku

1

Robert S. Feldman, Pengantar Psikologi Understanding Psychology), Jakarta: Salemba Humanika, 2002), .211.

2

(3)

102

khusus untuk mengatasi tekanan dari perkawinan poligini suami mereka. Usaha yang dilakukan berhubungan dengan kesejahteraan, keamanan, kenyamanan ketenangan dan kebahagiaan mereka yang terusik oleh adanya orang ketiga atau isteri muda dari suami masing-masing mereka.

Menurut Lazarrus dan Folkman, faktor kesehatan fisik merupakan hal penting selama seseorang melakukan coping stress, karena selama dalam usaha mengatasi stres individu dituntut untuk mengerahkan tenaga yang cukup besar.

Untuk menganalisis data, penulis mengawalinya dengan mengacu kepada strategi coping menurut Laura A. King yang mengutip pendapat Richard lazarus yang membedakan dua tipe strategi coping yaitu:

(4)

103

pengertian dari orang lain dan mencoba melupakan segala sesuatu yang berhubungan dengan hal yang menekan emosi, namun sifatnya hanya sementara.

2. Problem- focused coping (PFC) atau coping yang berfokus pada masalah adalah strategi kognitif individu secara aktif mencari

penyelesaian dari masalah untuk

menghilangkan kondisi atau situasi yang

menimbulkan stres. Tujuannya untuk

meminimalkan, menghilangkan, mengatur, memperbaiki atau mengubah kondisi yang menekan yang menimbulkan stres. 3

Berdasarkan teori Folkman strategi Emotional Focused Coping (EFC), terdiri dari distancing, self control, accepting responsibility, escape avoidance dan positive reappraisal.4 Sedangkan strategi Problem Focused Coping (PFC) terdiri dari planful problem solving, confrontative coping, seeking social support,

Acceptance dan denial (avoidance).5

1. Coping stress yang berfokus pada emosi

(Emotion- focused coping).

a. Subjek 1

3

Laura A. King, Psikologi Umum; sebuah aspresiatif, 52.

4

Reina Wangsadjaja, “Stres” http://rumahbelajarpsikologi.com/index.php/stres.html. (03-12-2014).

(5)

104

Coping stress Subjek 1 yang bertahan dalam perkawinan poligini yang berfokus pada emosi sebagai berikut:

1) Distancing

Tidak bisa ditampik betapa subjek 1 sangat terpukul, kecewa dan sedih dan jatuh sakit. Untungnya subjek 1 dapat bangkit dan mencoba membuat upaya kognitif untuk melepaskan diri dari situasi yang ada. Subjek 1 berusaha untuk tidak mempermasalahkan poligini suaminya, bersikap seakan tidak terjadi apa-apa. Padahal mereka tinggal serumah.

(6)

105

mengalihkan pembicaraan. Atau subjek 1 akan segera meninggalkan orang-orang yang ia anggap usil dan mencampuri urusan rumah tangganya.

Upaya kognitif yang dilakukan subjek 1 di atas berakibat baik baginya, sehingga secara emosi subjek 1 dapat lebih tenang dan tetap dapat melakukan aktivitas biasa sebagaimana mestinya. 2) Self control

Dalam perkawinan poligini, subjek 1 mengaku sangat sulit mengontrol emosinya. Rasa sakit hati, cemburu, marah, kecewa tidak mudah untuk dikuasai, namun subjek 1 berusaha untuk ikhlas, sebab hak Allah untuk menguji seberapa besar kecintaan dan penghambaan manusia kepada-Nya.6

Selain itu subjek 1 juga berusaha sabar, sebab sabar adalah kemampuan untuk berpegang teguh dan mengikuti ajaran Islam yang menurut subjek 1 memperbolehkan berpoligini. Oleh karena itu, subjek 1 berusaha sabar agar mampu mengambil keputusan

6

(7)

106

untuk bertahan dalam perkawinan poligini. Jadi hanya orang sabar yang mengerti bagaimana cara menghadapi permasalahan secara bijak.7

3) Accepting responsibility

MZ berusaha mengakui peran dirinya dalam permasalahan suaminya yang berkali-kali berpoligini. Subjek 1 mencoba menyelesaikannya dengan benar. Makanya subjek 1 berusaha untuk menyadari tanggung jawab diri sendiri dalam permasalahan yang dihadapinya dan menerima perkawinan poligini ketiga yang dilakukan suaminya dan menerima madunya tinggal serumah dan bersama-sama mengurusi perdagangan keluarga. Hal ini dilakukan untuk membuat semuanya menjadi lebih baik, baik bagi dirinya, suami dan anak-anaknya.

4) Escape avoidance

Pada tahap ini subjek 1 berusaha untuk mengatasi situasi yang menekan perasaannya dan mencoba melepaskan diri dari situasi yang dialaminya, di mana subjek 1 tidak mampu

(8)

107

menghindari atau menolak keinginan suaminya untuk berpoligini. Subjek 1 menyadari kalau tabiat suaminya yang tidak cukup dengan satu perempuan. Makanya satu-satunya jalan adalah bertahan dalam perkawinan poligini. 5) Positif reappraisal

Subjek 1 berusaha menciptakan makna positif dari situasi yang dialami. Sejak perkawinan poligini pertama, kedua dan ketiga suaminya, subjek 1 telah berusaha memfucoskan diri pada pengembangan diri dengan meminta nasehat orangtua, meminta nasehat dan doa orang alim. Rajin ke majelis taklim ibu-ibu, berdoa, berzikir, salat malam dan ibadah lainnya demi mendapatkan ketenangan.

(9)

108

1 kemampuannya bertahan dalam perkawinan poligini akan mengantarkannya masuk surga.

Subjek 1 juga menggunakan sarana salat malam sebagai proses meditasi. Salat malam untuk menghilangkan kecemasan. Konsentrasi atau kekhusukan di dalam salat dapat merangsang sistem syaraf lain yang akan menutup terbawanya rangsangan sakit tersebut ke otak.8

Sebagai sumber kekuatan, subjek 1 tidak lupa berdoa dan berzikir. Segala harapan yang tinggi dan kekhawatiran terhadap suatu ancaman disandarkan kepada Allah Swt. karena doa mempunyai manfaat untuk pencegahan, pertahanan dan penyembuhan bagi stres dan gangguan kejiwaan.9 Begitu pula dengan zikir sebagai kegiatan psikologis yang sama nilainya dengan terapi rileksasi, yang dapat mengistirahatkan dan mengurangi ketegangan atau tekanan psikologis.10 b. Subjek 2

8Iin Tri Rahayu, Psikoterapi perspektif Islam & Psikologi Kontemporer, 228-230. 9Iin Tri Rahayu, Psikoterapi perspektif Islam & Psikologi Kontemporer,…., h. 268. 10Abdul Mujib & Jusuf Mudzakir, Nuansa-nuansa Psikologi Islam, cet. 2 (Jakarta: PT

(10)

109

Coping stres subjek 2 yang bertahan dalam perkawinan poligini yang berfokus pada emosi sebagai berikut:

1) Distancing

Subjek 2 berusaha membuat upaya kognitif untuk melepaskan diri dan menahan emosi dari situasi yang ditimbulkan dari perkawinan poligini. Sangat sulit baginya untuk tidak terlibat dalam permasalahan poligini dengan bersikap seakan tidak terjadi apa-apa karenanya subjek 2 mencoba menunggu datang keajaiban.

(11)

110

2) Self control

Perasaan subjek 2 ketika mengetahui dipoligini suami (yang tanpa izin) sama dengan perasaan subjek 2 yaitu marah, sedih, kecewa, dan rasa dikhianati. subjek 2 berat dalam mengontrol emosinya walaupun ia mencoba untuk diam.

Pada perkawinan poligini suaminya yang ketiga subjek 2 benar-benar mempersiapkan diri dan berusaha mengontrol emosinya, ia berusaha sabar dan ikhlas atas apa yang terjadi, sebab suaminya tetap mempoligininya. Untuk itu subjek 2 mencoba untuk diam dengan keadaan suaminya. Sebab kalau subjek 2 bertengkar dengan suaminya yang ada subjek 2 sendiri yang merasa malu dengan keluarga dan tetangganya.

3) Accepting responsibility

(12)

111

Pada perkawinan poligini ketiga suaminya, subjek 2 ikut berperan, ia bersedia saja suaminya menikahi perempuan yang bersama suaminya demi menjaga nama baik suaminya (agar tidak dipukuli orang kampung). 4) Escape avoidance

Secara emosi sulit bagi subjek 2 untuk lepas dari permasalahan suaminya. Subjek 2 yang selalu berupaya dan berhayal suatu saat suaminya sadar akan kesetiaanya terutama akhir-akhir ini suaminya tidak begitu diurus lagi oleh madunya (yang menurut subjek 2 suaminya hanya numpang tidur saja di rumah madunya). Walaupun begitu subjek 2 mengaku selalu menasehati dan mendoakan kebaikan untuk suaminya.

5) Positif reappraisal

(13)

112

(dahulu selagi mereka masih ada), mendatangi majelis taklim atau pengajian ibu-ibu. Rajin berdoa, zikir, salat malam untuk mendapatkan ketenangan. Subjek 2 menganggap bahwa memang nasipnya hidup dalam perkawinan poligini. Untuk subjek 2 hanya bisa bersabar dan ikhlas atas ketentuan Allah. Subjek 2 berserah diri atas segala ketentuan yang telah Allah gariskan kepadanya.

Dalam keadaan terpuruk karena dipoligini, subjek 2 menggunakan sarana salat malam dengan segala kekhusukan sebagai proses meditasi. Dengan salat malam dapat menghilangkan kecemasan, kesedihan dan kekecewaan karena dipoligini.

(14)

113

c. Subjek 3

Coping stres subjek 3 yang bertahan dalam perkawinan poligini yang berfokus pada emosi sebagai berikut:

1) Distancing

Tidak dapat dibantah bahwa subjek 3 kecewa, sedih dan sakit hati kepada suaminya. Namun karena suaminya terlebih dahulu meminta izin kepada orangtua dan kakaknya subjek 3 dan mereka mengizinkan, maka subjek 3 pun mengizinkan suaminya melakukan perkawinan poligini. Pada perkawinan poligini suaminya ini subjek 3 berusaha membuat upaya kognitif untuk melepaskan diri dan menahan emosi dari situasi yang ada. Berusaha untuk terlibat dalam permasalahan poligini yang dilakukan suaminya dengan menghindari segala permasalahan yang mungkin timbul.

(15)

114

madunya. Subjek 3 tetap keluar rumah untuk ke pasar, mengantar anak sekolah dan ke pengajian. Subjek 3 bahkan sering pergi keluar bersama dengan madunya atau bahkan pergi bersama dengan suami, madu dan anak-anaknya.

2) Self control

Suami subjek 3 sejak 8 tahun sebelum berpoligini sering mengutarakan niatnya kepada subjek 3 untuk menikah lagi. Pada tahun 2009 suami secara resmi benar-benar melaksanakan niatnya berpoligini. Walaupun subjek 3 marah, sedih, kecewa, dan merasa dikhianati, namun subjek 3 lebih mampu menenangkan emosinya disebabkan poligini yang dilakukan melalui tahap dan persiapan yang matang.

Hal lain yang membuta subjek 3 lebih dapat mengontrol emosinya adalah perlakukan suami yang tidak langsung menerapkan waktu gilir

dengan isteri mudanya. Pada awal-awal

(16)

115

Bagi subjek 3, ikhlas dan sabar sangat membantunya di dalam mengambil keputusan untuk bertahan dalam perkawinan poligini. Jadi hanya orang sabar dan ikhlas yang mengerti bagaimana cara menghadapi permasalahan secara bijak.11

3). Accepting responsibility

Pada perkawinan poligini suaminya subjek 3 turun berperan dengan memberikan izin untuk menikah lagi kepada suaminya. Pernikahan lagi karena niatnya baik yaitu harus membantu orang yang membutuhkan dan meminta perlindungan. Kalau tidak ditolong maka akan berakibat tidak baik. Walaupun subjek 3 harus mengatur perasaannya dan menyimpannya sendiri. Pernikahan poligini ini menurut subjek 3 terjadi demi kebaikan semua pihak.

4) Escape avoidance

Subjek 3 memang istri yang taat kepada suami dan baik kepada semua orang. Terhadap perkawinan poligini suaminya ia tidak pernah berpikir untuk bercerai dengan suaminya atau menghayalkan suaminya untuk menceraikan madunya. Semua dijalaninya dengan baik karena

(17)

116

memang Allah menakdirkan demikian. Sulit memang bila dinalar ketika subjek 3 menganggap madunya seperti saudaranya.

5) Positif reappraisal

Subjek 3 dengan pengetahuan agama yang dimilikinya selalu berusaha memfucoskan diri pada pengembangan diri dengan meminta nasehat kepada orangtua dan kakak laki-lakinya. Subjek 3 juga rajin mendatangi majelis taklim atau pengajian ibu-ibu, bukan sendiri, tetapi bersama madunya. Atau kalau suami mereka yang mengisi pengajiannya. Mereka bahkan pergi bersama dengan suami dan anak-anak mereka yang masih kecil. Sekarang subjek 3 mengaku semakin rajin berdoa, zikir, salat malam untuk mendapatkan ketenangan.

Subjek 3 sangat bersyukur atas nikmat kehidupan mereka yang jauh lebih baik. Dengan bersyukur Allah akan merasakan ketenteraman, kedamaian. Bersyukur akan membuat hati menjadi bahagia.12

12Mustamir, Hidup Sehat & Herbal Ala Resep Sufi, cet. 1 (Yogyakarta: Diva Press, 2008),

(18)

117

Untuk mendapatkan ketenangan, subjek 3 juga menggunakan sarana salat malam sebagai proses meditasi. Salat malam dapat menghilangkan kecemasan. Konsentrasi atau kekhusukan di dalam salat dapat merangsang sistem syaraf lain yang akan menutup terbawanya rangsangan sakit tersebut ke otak.13

Doa dan zikir yang dilakukan subjek 3 juga menjadi sumber kekuatan. Segala harapan yang tinggi dan kekhawatiran terhadap suatu ancaman disandarkan kepada Allah Swt. Doa mempunyai manfaat untuk pencegahan, pertahanan dan penyembuhan bagi stres dan gangguan kejiwaan.14 Begitu pula dengan zikir sebagai kegiatan psikologis yang sama nilainya dengan terapi rileksasi, terapi untuk mengistirahatkan dan mengurangi ketegangan atau tekanan psikologis.15

2. Coping stres berfokus pada masalah (Problem-focused coping)

a. Subjek 1

13Iin Tri Rahayu, Psikoterapi perspektif Islam & Psikologi Kontemporer, 228-230. 14Iin Tri Rahayu, Psikoterapi perspektif Islam & Psikologi Kontemporer,…., h. 268. 15Abdul Mujib & Jusuf Mudzakir, Nuansa-nuansa Psikologi Islam, cet. 2 (Jakarta: PT

(19)

118

Subjek 1 tidak hanya melakukan coping stres berfokus pada emosi, tetapi juga melakukan coping berfokus pada masalah.

1) Planful problem solving

Sebagai seorang istri subjek 1 membuat perencanaan terhadap permasalahan suaminya yang tidak bisa tidak harus berpoligini. Perencanaan tersebut terlihat dari kesediaannya untuk tinggal satu rumah dan mengurusi usaha dagang bersama dengan madunya pada perkawinan poligini suaminya yang kedua. Setelah suaminya bercerai dengan madunya itu, suaminya kembali mengutarakan keinginannya untuk kawin lagi (poligini ketiga) dan subjek 1 menyetujuinya dan kembali tinggal satu rumah dan mengurusi perdagangan bersama. Cara ini dianggap subjek 1 sebagai solusi atas problem rumah tangganya terutama untuk mengontrol suami dan madunya serta hal-hal lain yang menyangkut hak-haknya dalam perkawinan.

(20)

119

Kekecewaan subjek 1 terhadap perkawinan poligini suaminya dilakukan dengan cara perlawanan yaitu dengan membiarkan suaminya untuk berpoligini secara tidak resmi atau di bawah tangan, baik pada perkawinan poligini suaminya yang pertama, kedua dan ketiga. Cara ini sah secara agama, namun isteri muda dan anaknya tidak memiliki kekuatan hukum dalam perkawinan, terutama hak waris. Selain itu, subjek 1 yang menguasai atau sebagai bos dalam usaha perdagangan keluarga. Dengan cara ini subjek 1 dapat bertahan dalam perkawinan poligini.

3) Seeking social support

(21)

120

diperlukan untuk menyikapi dan menyelesaikan masalahnya.

Bukan hanya nasehat, orang alim juga memberikan air doa/banyu tawar. Menurut Masaru Emoto air bersifat bisa merekam pesan. Semakin kuat pemberi pesan, semakin dalam pesan tercetak di air. Air bisa mentransfer pesan melalui air yang lain. Air yang didoakan bisa menyembuhkan sakit, disebabkan molekul air itu menangkap pesan doa kesembuhan, menyimpannya, lalu vibrasinya merambat kepada molekul air lain yang ada di tubuh orang yang sakit. Tubuh manusia memang 75% terdiri atas air. Otak 74,5% air. Darah 82% air. Tulang yang keras pun mengandung 22% air. Air juga memiliki sifat sensitif namun juga reaktif. Air jika dibacakan padanya kata-kata yang baik, air akan bereaksi positif. Sebaliknya, air jika diberikan kata-kata buruk, maka air akan bereaksi sifat dan makna kata-kata tersebut.16 Dengan bantuan mereka subjek 1 merasa lebih bisa tenang.

16

(22)

121

4) Acceptance

Subjek 1 dalam permasalahan perkawinan poligini suaminya memang tidak berdaya untuk melarangnya. Subjek 1 akhirnya berserah diri pada ketentuan Allah, menerima apa yang terjadi padanya atau pasrah, sepertinya subjek 1 sudah beranggapan tiada hal yang bisa dilakukannya lagi selain menerima takdir hidup dalam perkawinan poligini.

5) Denial (avoidance)

Cara pengingkaran yang dilakukan

(23)

122

b. Subjek 2

Subjek 2 tidak hanya melakukan coping stres berfokus pada emosi, tetapi juga melakukan coping yang berfokus pada masalah.

1). Planful problem solving

Ketika subjek 2 mengetahui bahwa suaminya mempunyai pacar lagi dan sering mendatangi ke rumah perempuan tersebut SL akhirnya mengizinkan suaminya untuk menikahinya. Hal dilakukannya karena subjek 2 memang merasa tidak mampu mencegah suaminya berpoligini (di bawah tangan) untuk ketiga kalinya. subjek 2 menyetujui suaminya menikah lagi untuk mencegah suaminya dihakimi masyarakat sekitar.

2). Confrontative coping

(24)

123

konfrontatif yang dilakukan subjek 2 adalah mendatangi rumah madunya bersama kedua anaknya yang masih kecil untuk memberi tahu madunya bahwa ia adalah isterinya dan anak-anak yang dibawanya adalah anak-anak dari suaminya. Tindakan ini membuahkan hasil. Madunya meminta cerai dengan suaminya menceraikan madunya dan kembali kepadanya. Kedua tindakan subjek 2 dia atas pada dasarnya tidak menyelesaikan masalah.

Pada perkawinan suaminya yang ketiga tindakan konfrontatifnya adalah dengan membiarkan suaminya menikah di bawah tangan saja. Cara ini sama dengan yang dilakukan subjek 1 dalam rangka mengokohkan dirinya sebagai isteri yang sah secara hukum agama dan negara. Sedang madunya tidak sah secara hukum negara.

3) Seeking social support

(25)

124

meminta air doa (banyu tawar) dan doa atau amalan untuk ketenangan jiwanya.

Masalah air doa dijelaskan oleh Masaru Emoto yang berhasil membuktikan bahwa air sanggup membawa pesan atau informasi dari apa yang diberikan kepadanya. Bahkan air yang diberi respon positif, termasuk doa, akan menghasilkan bentuk kristal heksagonal yang indah. .17

4) Acceptance

Subjek 2 memang terkesan berserah diri dan menerima apa yang terjadi padanya. Kenyataan selalu dipoligini

suaminya membuat subjek 2

beranggapan tiada hal yang bisa

dilakukannya lagi untuk memecahkan masalahnya selain pasrah dan menerima takdir Allah atas dirinya.

5) Denial (avoidance)

Subjek 2 dalam hal avoidance ini berusaha menyanggah dan mengingkari dan melupakan masalah-masalah yang

ada pada dirinya. Subjek 2 berusaha baik

kepada madunya dengan sering

17

(26)

125

mengirim makanan dan sudah

menganggap saudara saja madunya. Ini bentuk pengingkarannya, karena kalau madu/isteri muda suami itu rasanya menyakitkan, tapi kalau saudara kita akan mau berbagi suka dan senang bersama.

c. Subjek 3

Seperti dua subjek terdahulu, subjek 3 tidak saja melakukan coping stres yang berfokus pada emosi, tetapi juga melakukan coping berfokus pada masalah. 1) Planful Problem Solving

Berbeda dengan ke dua subyek terdahulu. subjek 3 dan suaminya dapat menyepakati perkawinan poligini yang akan dilakukan suami adalah perkawinan poligini yang resmi secara agama dan Negara. Dengan kesepakatan itu, maka setelah suami menikah lagi, suami dan kedua isterinya sama mengurus persyaratan untuk mencatatkan perkawinan poligini yang mereka jalani secara resmi serta kesediaan suami untuk berlaku adil terhadap kedua isterinya dan anak-anak mereka.

(27)

126

Subjek 3 tidak melakukan proses Confrontative coping. Hal ini dikarenakan subjek 3 dapat memahami dan dapat mengerti kebolehan bagi seorang laki-laki untuk berpoligini dengan syarat mampu dan berlaku adil. Subjek 3 juga memaklumi alasan suaminya berpoligini untuk menolong orang yang meminta perlindungan.

3) Seeking social support

Tidak dipungkiri subjek 3 memang meminta dukungan kepada orangtua dan kakak laki-lakinya atas apa yang terjadi pada kehidupan perkawinannya dengan suami. Beruntung keluarganya memberikan dukungan yang baik terhadap subjek 3 dengan cara menasehatinya. Dengan dukungan sosial dari keluarga ini subjek 3 merasa dapat menyelesaikan masalahnya. subjek 3 pun tidak menampik kalau ia meminta atau diberikaan doa dan amalan (yang sesuai Islam) untuk menenangkan diri.

4) Acceptance

Sebagai seorang isteri yang taat

kepada suaminya, subjek 3 dapat

(28)

127

subjek 3 menganggapnya sebagai takdir

yang harus diterima, subjek 3 berserah

diri kepada ketentuan Allah atau pasrah. 5) Denial (avoidance)

Subjek 3 berusaha menyanggah, mengingkari dan melupakan masalah-masalah yang ada pada dirinya. Dia menerima dipoligini oleh suaminya

karena kesediaannya menolong

seseorang yang memerlukan

perlindungan suaminya. Subjek 3 juga

menganggap madunya sebagai saudara yang dapat saling tolong menolong untuk kebaikan keluarganya.

(29)

128

seorang laki-laki mempunyai satu isteri pada jangka waktu tertentu.

Perkawinan sebagai suatu ikatan janji setia antara suami dan istri yang di dalamnya terdapat suatu tanggung jawab dari kedua belah pihak.18 Lebih jelas di dalam UU No. 1 Tahun 1974 disebutkan bahwa: ”Perkawinan ialah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami-istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan ketuhanan Yang Maha Esa”.19

Dari pengertian perkawinan yang dikutip di atas sangatlah jelas bahwa perkawinan itu merupakan ikatan janji setia dan ikatan lahir batin yang menjadi tanggung jawab bersama antara suami dan isteri untuk membentuk keluarga bahagia dan kekal.

Selanjutnya berdasarkan surah al-Rûm ayat 21 Allah menerangkan bahwa Allah menciptakan pria dan wanita dari jenis kalian sendiri untuk menjadi istri-istri bagi kalian, sehingga jiwa-jiwa kalian merasa tenang hidup bersama mereka. Selain itu, Allah menjadikan rasa cinta dan kasih sayang antara

18Mufidah Ch, Psikologi Keluarga Berwawasan Gender, (Malang: UIN-Malang Press,

2008), h. 107-108.

(30)

129

suami dan istrinya.20 Tujuan perkawinan dalam Alquran di atas bersesuaian dengan tujuan perkawinan dalam Kompilasi Hukum Islam Bab II tentang Dasar-Dasar Perkawinan. Pada pasal 3 dinyatakan bahwa perkawinan bertujuan untuk mewujudkan kehidupan rumah tangga yang sakinah, mawaddah, dan rahmah.21 Tujuan perkawinan yang Allah kehendaki bersifat psikologis, yaitu merasakan ketenangan di samping pasangannya serta cenderung kepadanya. Allah menjadikan mawaddah atau kelapangan dada dan kekosongan jiwa dari kehendak buruk. Kalau kita mencintai, maka kita menginginkan kebaikan dan mengutamakannya.

Seorang isteri yang melaksanakan peran dan fungsinya dengan baik seperti taat dan patuh pada suami, menyenangkan hati suami, melayani kebutuhan biologis suami dan mengurus rumah tangga dengan baik wajib dimuliakan dan dihormati, dibahagiakan dan diperlakukan dengan baik karena ia isteri salehah. Isteri salehah seperti ini tidaklah pantas disakiti hatinya.

20

Aidh al-Qarni, Tafsir Muyassar,jilid 4, (Jakarta: Qisthi Press, 2007), h. 349.

21

Direktorat Jenderal Pembinaan Kelembagaan Agama Islam Departemen Agama,

(31)

130

Dalam hidup ini, setiap perempuan menginginkan menjadi isteri pertama dan satu-satunya dalam sebuah perkawinan. Namun kenyataannya, ada perempuan yang harus menjadi isteri kedua, ketiga atau keempat sebagai jalan keluar dari kehidupan perkawinannya. Jadi ketika para subjek memahami ini dan dapat menerima perempuan lain dalam perkawinan poligini suaminya adalah hal lain yang memang takdir mereka.

Dalam Islam poligini merupakan pintu darurat yang tidak semua orang boleh melewatinya. Ada lelaki tertentu yang tidak cukup hanya dengan satu isteri atau isterinya mandul tidak bisa melahirkan atau sakit yang berkepanjangan yang tidak bisa melayani suami. Islam menyalurkan fitrah manusia dengan aturan dan etika. Etika bagi laki-laki yang menjalani poligini adalah harus berlaku adil terhadap isteri-isterinya meski adil itu sangat berat.

(32)

131

Keterampilan memecahkan masalah yang dimiliki subjek membuat mereka mampu untuk mencari informasi, menganalisa situasi dan mengidentifikasi masalah. Cara ini menghasilkan alternatif tindakan, kemudian mempertimbangkan hasil yang ingin dicapai yang akhirnya melaksanakan sesuai rencana.

Keterampilan sosial subjek dalam berkomunikasi dan bertingkah laku dengan cara-cara yang sesuai dengan nilai-nilai sosial yang berlaku di masyarakat juga membantu subjek untuk mengatasi masalahnya.

Hal yang juga penting adalah dukungan sosial untuk memenuhi kebutuhan informasi dan emosional pada diri yang diberikan oleh orang tua, anggota keluarga lain, saudara, teman, dan lingkungan masyarakat sekitarnya.

Poligini dapat menurunkan kepuasan hidup dan perkawinan. Sebab perempuan yang

dipoligini mungkin akan mengalami

permasalahan gangguan jiwa yang berdampak juga bagi kesehatan. Mereka lebih mudah

jatuh ke dalam depresi, gangguan

psikosomatik, serta mengalami kecemasan dan

paranoid. Selain itu, perempuan yang

(33)

132

lebih mudah mengalami gangguan kejiwaan dan stres. Untuk mengatasi semua itulah

coping stress sangat perlu dilakukan.

.

2. Faktor-Faktor yang Menyebabkan Isteri Bertahan dalam Perkawinan Poligini

a. Faktor-Faktor yang Menyebabkan subjek 1 Bertahan dalam Perkawinan Poligini: 1) Faktor Agama

Agama menurut subjek 1 memperbolehkan seorang laki-laki beristeri dua asal mampu atau berduit. Sekalipun subjek 1 tidak dapat menunjukkan dasar kebolehan berpoligini di dalam Islam, namun berdasarkan pemahaman subjek 1 poligini adalah hak seorang laki-laki. Dalam Islam landasan berpoligini terdapat dalam QS. al-Nisa ayat 3. Menurut subjek 1 bila suami kawin lagi, dan kita bisa sabar dan ikhlas maka balasannya adalah surga.

(34)

133

bagi yang sabar dan ikhlas seperti di atas, maka dapat dimengerti bila subjek 1 dapat menerima poligini suaminya.

2) Faktor anak

Perkawinan subjek 1 dengan suaminya sudah berlangsung 21 tahun. Mereka memiliki 7 (tujuh) orang anak, 4 (empat) putera dan 3 (tiga) puteri. Ketujuh anak-anak mereka inilah agaknya yang juga menjadi perekat perkawinan subjek 1 dan suami.

Setiap orangtua terutama ibu sangat menyayangi anak-anaknya. Tidak jarang kita temui seorang isteri yang rela bertahan dalam perkawinan hanya karena anak-anak yang masih sangat membutuhkan orangtuanya, Konsekuensi pengasuhan ini penting untuk memastikan kepada anak-anak kalau suami tetap figur bapak yang baik bisa dijadikan contoh.Walaupun sebenarnya sulit untuk bertahan, namun subjek 1 bertahan dalam perkawinan poligini antara lain demi anak-anaknya.

(35)

134

Selain masalah anak, faktor ekonomi juga menjadi salah satu faktor subjek 1bertahan dalam perkawinan poligini. Secara ekonomi, subjek 1 merasa nyaman dengan kehidupan sekarang apalagi suaminya memberikan kepercayaan penuh kepadanya untuk mengelola usaha dagang mereka.

Tidak mudah untuk berpisah dan meninggalkan keadaan yang sudah mapan dan nyaman dijalani. Sementara ke depan tidak jelas apa yang dapat dilakukan untuk memenuhi kebutuhan hidup diri dan anak-anak. Walaupun anak-anak menjadi tanggung jawab ayahnya.

4) Faktor status janda

(36)

135

subjek 1 menjadikan hal ini sebagai salah satu faktor untuk menerima dan bertahan dalam perkawinan poligini. 5) Faktor cinta kasih sayang

Cinta, kasih dan sayang merupakan hal yang membuat dua insan laki-laki dan perempuan bersatu di dalam lembaga perkawinan. Memang tidak bisa dirasionalkan karena menyangkut perasaan hati, namun karenanya subjek 1 rela dimadu asalkan rumah tangga mereka tidak bubar.

b. Faktor-Faktor yang Menyebabkan Subjek 2 Bertahan dalam Perkawinan Poligini:

1). Faktor anak

(37)

136

dan anak-anaknya, tetapi juga keluarga besar mereka dari pihak subjek 2 maupun suaminya yang mereka hidup dalam ketergantungan. Dengan kenyataan itu SL bertahan dalam perkawinan poligini sekalipun sangat berat untuk dijalani.

2). Faktor Agama

Disebabkan beberapa dipoligini, subjek 2 akhirnya memahami bahwa agama memperbolehkan saja seorang laki-laki beristeri dua asal sanggup. Sanggup diartikan mampu menafkahi anak isteri. Oleh sebab itu maka poligini yang dilakukan suaminya bukanlah hal yang salah. Selama suami dapat melaksanakan tugasnya dengan baik dan tidak menelantarkan anak isterinya yang lain.

3). Faktor status janda

(38)

137

ancaman bagi para isteri, karena banyak isteri yang takut kalau suami mereka tergoda oleh janda. Dengan alasan demikian banyak perempuan yang menghindari status tersebut.

Menjaga harga diri dikaitkan subjek 2 dengan ketidakmauannya dianggap kalah dengan madunya. Makanya bertahan dalam kehidupan poligini lebih baik bagi subjek 2 dibandingkan bercerai. Alasan ini menjadi salah satu faktor subjek 2 tetap bertahan dalam perkawinan poligini yang dilakukan suaminya.

4). Faktor kasih sayang

Menurut subjek 2 walaupun sudah sama tua, mereka masih sama-sama kasih dan sayang. Bagi mereka hanya Allah yang dapat memisahkan mereka. Terbukti memang bahwa mereka masih bersatu hingga saat ini.

c.Faktor-Faktor yang Menyebabkan Subjek 3 Bertahan dalam Perkawinan Poligini:

1). Faktor agama

(39)

138

dimilikinya subjek 3 memahami bahwa agama memperbolehkan seorang laki-laki untuk berpoligini. Di samping itu agama juga mewajibkan seorang isteri untuk taat kepada suami. Jadi ketika suami menginginkan berpolini, isteri harus menerimanya atau kalau tidak sanggup dapat meminta cerai saja. Dalam kasus keluarga ini, poligini dilakukan karena mereka harus menolong seorang perempuan yang meminta perlindungan dengan cara menikahi perempuan tersebut. Pemahaman yang demikian membuat subjek 3 dapat menerima dengan ikhlas dan sabar kehidupan dalam perkawinan poligini. Kalau alasan ini benar, maka Rasul sendiri bukan karena motivasi nafsu (seksual), tetapi lebih didorong oleh keinginan beliau untuk melindungi perempuan dan dalam rangka dakwah islamiyah.

2). Faktor anak

(40)

139

mengurusi bukan hanya ayah dan ibunya saja, tetapi juga ibu tirinya yang sama baik dan sayang kepada anak-anak.

3). Faktor ekonomi

Secara ekonomi kehidupan keluarga subjek 3 memang jauh lebih baik dari sebelumnya. Sekarang kedua isteri subjek 3 masing-masing sudah memiliki rumah masing-masing yang jaraknya berdekatan. Memiliki mobil dan motor untuk alat transportasi bersama. Terpenuhinya kebutuhan ekonomi keluarga ini membuat subjek 3 mensyukuri dan merasa nyaman dalam kehidupan perkawinan poligini. Tentu saja kalau berpisah dengan suami akan membuat ekonominya tak jelas. Apalagi subjek 3 tidak memiliki pekerjaan yang dapat menopang kehidupannya.

4). Faktor kasih sayang

(41)

140

alasan baginya untuk tidak bersyukur dan menerima perkawinan poligini suaminya.

Komitmen untuk mempertahankan perkawinan, memungkinkan suami istri tetap setia dan bertahan berjalan bersama serta mampu mengatasi berbagai permasalahan dalam perkawinan, karenanya komitmen merupakan sisi kognitif dari cinta. 22

5). Faktor status suami

Suami subjek 3 adalah seorang PNS (dosen) sekaligus da’i atau penceramah. Dengan status tersebut subjek 3 menganggap dirinya harus menjaga harga diri suaminya di mata jamaah dan masyarakat secara umum. Selama suami tidak melakukan hal yang dilarang agama subjek 3 menyatakan akan berusaha untuk selalu mendukung, sekalipun dalam masalah yang sangat sulit seperti permintaan berpoligini.

Dari faktor-faktor yang menyebabkan para subjek dapat bertahan dalam perkawinan poligini dimengerti bahwa faktor keyakinan/agama

22

(42)

141

ataupun pandangan positif menjadi sumber daya psikologis yang sangat penting, seperti keyakinan pada nasib/takdir Allah.

Menurut al-Athar dalam bukunya Taaddud az-Zaujat seperti yang dikutip oleh Khairudin Nasution, terdapat empat dampak negatif dari poligami (poligini), yaitu:

a. Menimbulkan kecemburuan antar isteri. b. Menimbulkan kekhawatiran di kalangan

isteri jika suami tidak dapat berlaku adil. c. Anak-anak yang lahir dari ibu yang berbeda

sangat rawan terjadi permusuhan atau persaingan tidak sehat.

d. Kekacauan dalam bidang ekonomi.23

Dari kutipan di atas dapat dinyatakan bahwa poligini dapat menurunkan tingkat kepuasan hidup dan perkawinan. Pada perempuan yang dipoligini akan mengalami permasalahan gangguan jiwa yang berdampak juga pada kesehatannya. Secara kejiwaan,

mereka lebih rentan depresi, gangguan

psikosomatik, serta mengalami kecemasan, rendah diri, paranoid. dan stress.

23

(43)

142

Terhadap anak, semua anak pada dasarnya pasti berharap memiliki keluarga yang ideal. Satu ayah dan satu ibu. Perhatian ayah yang

terbagi untuk keluarganya yang lain,

menyebabkan anak kurang kasih sayang. Sedangkan bagi anak perempuan, tidak menutup kemungkinan poligini yang terjadi terhadap orangtuanya akan meninggalkan rasa trauma

terhadap perkawinan nanti. Kehadiran keluarga

lain dalam kehidupannya, dapat memacu rasa cemburu, marah, sedih, dan kecewa.

Melihat dampak negatif yang timbul akibat poligini, baik terhadap isteri dan anak-anak. Maka poligini bukan jalan keluar terbaik dari masalah keluarga. Dampak negatif tersebut akan muncul, walau seadil apapun suami terhadap keluarga-keluarganya.

Agar perempuan mempertimbangkan segala konsekuensinya mulai dari dampak sosial, psikologis, hingga pengasuhan anak. Jika istri siap menghadapi segala konsekuensinya maka bertahan bisa menjadi pilihan tepat ketika suami menikahi perempuan lain. Tidak baik mempertahankan pernikahan hanya karena status karena efeknya akan jauh lebih menyedihkan.

(44)

143

dirinya tak siap menghadapi segala konsekuensi terburuk. Faktor agama, anak, ekonomi atau status janda, status suami dan faktor kasih sayang menjadi penyebab perempuan bertahan dalam lingkaran poligini yang menyakitkan dirinya sendiri. Untuk itu subjek hendaknya meningkatkan kecerdasan spiritual supaya lebih bisa menerima kenyataan.

Agar tidak menjadi 'hancur' karena bertahan di lingkaran poligini adalah berdamai dengan kenyataan. Luangkan banyak waktu untuk mendekatkan diri kepada Tuhan. Lakukan hal-hal yang terkait spiritual agar bisa membuat diri menjadi lebih baik. membantu menguatkan seseorang secara psikologis," meningkatkan keimanan kepada Tuhan, berkecimpung dalam kegiatan sosial. bisa banyak berkumpul dengan teman Cari pemaknaan hidup lainnya, berkumpul atau berpartisipasti dalam lingkungan sosial bisa menjadi salah satu cara.

(45)

144

ringan. Berpoligini menurut syariat Islam adalah mubah, sesuatu yang dibolehkan tetapi tidak dianjurkan. Poligini merupakan suatu rukhsah (kelonggaran) ketika darurat. Berpoligini diperbolehkan selama tidak terjadi penganiayaan dan penelantaran terhadap isteri-isteri atau anak-anak. Maka penyebutan dua, tiga atau empat pada hakikatnya adalah tuntutan berlaku adil dalam hal materi maupun perlakuan lahiriah.24

Walaupun poligini sering dianggap bertentangan dengan feminisme. Akan tetapi dianggap sebagai solusi problem sosial dan psikologis oleh sebagian masyarakat.

Ketiga subjek adalah orang-orang yang memiliki harapan yang realistis, memiliki standar diri, menyadari kekurangan dan kelebihannya, dapat bertahan kepedihan dan mampu mengatasi keadaan emosionalnya.

Referensi

Dokumen terkait

Pada diagnosa deficit perawatan diri berhubungan dengan gangguan musculoskeletal, tindakan yang dilakukan adalah:membantu sepenuhnya saat mandi atau kebersihan diri

(3) Untuk mendapatkan Persetujuan Impor sebagaimana dimaksud pada ayat (1), IT-Hewan dan Produk Hewan atau perusahaan harus mengajukan permohonan tertulis kepada

Demikian berdasarkan hasil post intervensi pada kelompok yang hanya mendapatkan terapi generalis menunjukan penurunan perilaku kekerasan dalam respon fisik skor

Struktur baja dapat dibagi menjadi tiga kategori umum, yaitu : (a) struktur rangka (framed structure), di mana elemen-elemennya kemungkinan terdiri dari batang-batang tarik,

Perhitungan sistem ini hanya digunakan dalam tekanan tertutupdan tangki bertekanan, walaupun kadang kala alat ini digunakan untuk tangkiyang terbuka juga, karena prinsip

Alokasi Waktu Sumber Belajar T M PS PI 1.1 Me ndeskripsika n berbagai kelompok sosial dalam masyarakat multikultural  Kelompok sosial dijelaskan berdasarkan pengertiannya

analisis sidik ragam dan uji BNT menunjukan bahwa ekstrak akar alang-alang berpengaruh sangat nyata terhadap persentase perkecambahan biji sawi putih yang di

Susu segar yang baik adalah yang memenuhi kriteria aman, sehat, utuh, dan halal (ASUH), yaitu: 1) tidak mengandung atau tidak bersentuhan dengan barang atau zat yang diharamkan,