• Tidak ada hasil yang ditemukan

B14 MAKALAH SEMINAR NASIONAL BANJARMASIN 27 NOP 2008

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "B14 MAKALAH SEMINAR NASIONAL BANJARMASIN 27 NOP 2008 "

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

commit to user

MERANCANG MODEL PEMBELAJARAN PAIKEM

PENDIDIKAN JASMANI

Oleh:

Agus Kristiyanto

Lektor Kepala/Dosen pada Jurusan POK FKIP Universitas Sebelas Maret Surakarta

Tugas kita bukanlah untuk menyelesaikan masalah-masalah besar, tetapi untuk menyelesaikan masalah- masalah kecil dengan kesungguhan yang besar

“ (Mario Teguh)

A. Pendahuluan

Apakah sebenarnya tugas guru penjas yang memerlukan kesungguhan besar tersebut? Jawabannya adalah : guru penjas bertugas menjadi fasilitator agar para siswanya dapat menjadi insan terdidik penjas. Kharakteristik insan yang terdidik dalam penjas, telah diformulasikan oleh Physical Education Outcome Commitee of The National Association of Physical Education and

Sport (NASPE), meliputi: (1) telah mempelajari berbagai macam keterampilan

yang diperlukan untuk melakukan berbagai aktivitas jasmani, (2) segar atau bugar secara jasmaniah, (3) berpartisipasi secara teratur dalam aktivitas jasmani, (4) mengetahui implikasi dan manfaat dari keterlibatannya dalam aktivitas jasmani, dan (5) menghargai aktivitas jasmani dan sumbangannya kepada gaya hidup yang sehat.

(2)

commit to user

mata pelajaran, penjas memiliki indikator yang jelas sebagai matapelajaran yang menarik. Penjas merupakan matapelajaran unik yang mengembangkan potensi lengkap individu melalui medium aktivitas fisik yang sangat menarik.

Dengan demikian, jika matapelajaran penjas menjadi sesuatu yang sama sekali tidak menarik, maka dapat kita ”vonis” bahwa penyebabnya terletak pada

persoalan cara mengajar guru penjas.

Kemampuan untuk memahami dan menerapkan metode yang diperlukan untuk mengajar Pendidikan Jasmani, merupakan kemampuan integrasi dari berbagai pengetahuan dan pengalaman. Oleh karena itu setiap Guru Penjas dituntut secara intensif terlibat dalam pengalaman-pengalaman belajar dan berlatih secara terus menerus. Artinya, setiap Guru Penjas memiliki kewajiban untuk selalu belajar dari pengalaman-pengalaman pribadi maupun orang lain yang ditunjang oleh perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi pembelajaran. Itulah hakikat orientasi pengembangan kompetensi guru penjas.

Kompetensi utama Guru Pendidikan Jasmani dapat dikelompokkan ke dalam kompetensi umum dan kompetensi yang bersifat khusus. Salah satu kompetensi khusus yang sangat vital untuk dibentuk dan ditingkatkan adalah berupa kemampuan guru dalam memahami dan menerapkan berbagai metode yang diperlukan untuk mengajar Pendidikan Jasmani (Pola Pengembangan Kurikulum Berbasis Kompetensi Program Studi Pendidikan Jasmani Jenjang S1, 2003).

Para Guru Pendidikan Jasmani pada umumnya memiliki

kecenderungan menggunakan cara yang sama untuk mengajar Pendidikan Jasmani. Hal tersebut bukan sekadar menjadikan kesan mengajar Pendidikan

(3)

commit to user

sebenarnya maksud inovasi dan kreativitas dalam pembelajaran Penjas tersebut ?

Inovasi memang biasanya selalu terpaut dengan aspek kreativitas.

Namun dalam konteks pembelajaran Pendidikan Jasmani, kreativitas lebih mengarah pada persoalan ide-ide original guru dalam mengembangkan solusi

menghadapi keterbatasan dan kendala di lapangan. Guru yang kreatif adalah guru yang mampu mengelola pembelajaran, walau dengan keterbatasan sarana dan prasarana yang ada. Kreativitas guru juga tampak dari kemampuannya dalam melakukan modifikasi peralatan, lapangan, atau aturan-aturan permainan yang disesuaikan dengan kebutuhan dan keterbatasan para siswanya.

B. Elaborasi Joyful Learning (PAIKEM) Pendidikan Jasmani

Dewasa ini, para praktisi pendidikan banyak yang berkonsentrasi mengupayakan proses pembelajaran yang berpihak pada kebutuhan siswa. Terdapat banyak model pembelajaran yang mungkin bisa diadopsi oleh para guru penjas agar pembelajaran yang dikelola lebih menarik dan bermakna bagi siswa. Salah satu bentuk pembelajaran tersebut berkonsep pada Joyful Learning atau belajar yang menyenangkan. Disain atau rancangan pembelajaran tersebut kemudian dielaborasi konsepnya menjadi konsep PAIKEM ( Pembelajaran Aktif, Inovatif, Kreatif, Efektif, dan Menyenangkan).

Konsep PAIKEM dalam pembelajaran penjas sebenarnya merupakan pemaknaan tiap guru dalam mengembangkan suatu pembelajaran yang

(4)

commit to user

Unsur Aktif terkait dengan rancangan pembelajaran yang lebih mengedepankan pada proporsi aktivitas yang lebih banyak kepada siswa. Pemahaman tentang sebuah makna dan pengalaman belajar ditempuh oleh

siswa melalui aktivitas dengan waktu berpartisipasi secara optimal.

Unsur Inovatif sebenarnya bukan berkonotasi sebagai sesuatu yang

luar biasa, tetapi dipahami sebagai: ”sesuatu pekerjaan yang biasa, tetapi

dilakukan dengan cara yang tidak biasa”. Guru melakukan sesuatu yang

biasa dilakukan, namun dengan cara yang tidak biasa dilakukan. Inovasi pembelajaran Penjas bukan merupakan sesuatu yang revolusioner, tetapi pembelajaran yang selalu terbuka secara fleksibel untuk menerima perubahan-perubahan pada komponen-komponen inti pembelajaran, seperti: komponen siswa, guru, serta tujuan pembelajaran yang hendak dicapai.

Unsur Kreatif lebih mengarah pada persoalan ide-ide original guru dalam mengembangkan solusi menghadapi keterbatasan dan kendala di lapangan. Guru yang kreatif adalah guru yang mampu mengelola pembelajaran, walau dengan keterbatasan sarana dan prasarana yang ada. Kreativitas guru juga tampak dari kemampuannya dalam melakukan modifikasi peralatan, lapangan, atau aturan-aturan permainan yang disesuaikan dengan kebutuhan dan keterbatasan para siswanya.

Unsur Efektif terkait dengan persoalan kemampuan rancangan proses pembelajaran dalam mencapai tujuan pembelajaran. Model pembelajaran apa pun bukan merupakan sesuatu yang berguna jika tidak efektif untuk mencapai

tujuan pembelajaran itu sendiri. Pembelajaran penjas yang efektif mengandung aktivitas yang bermakna untuk mengantarkan seluruh siswa menjadi insan yang

terdidik secara penjas.

Unsur Menyenangkan sebagaimana telah dijelaskan di depan, lebih tergantung pada merancang cara mengajar guru. Guru adalah manager, leader, dan decision maker atau pengambil keputusan. Guru yang bijaksana akan

mengambil keputusan untuk mengembangkan cara mengajar yang

(5)

commit to user

Selanjutnya, PAIKEM dalam pembelajaran penjas tersebut harus juga mensertakan berbagai komponen yang bervariasi yang meliputi : (1) multimedia, (2) multimetode, (3) praktik dan bekerja dalam tim, (4)

memanfaatkan sumber-sumber belajar yang ada di lingkungan sekitar, (5) kombinasi di dalam dan di luar kelas, dan (6) pengembangan multiaspek dalam

belajar yang meliputi: logika, etika, dan sebagainya.

C. Inovasi Pembelajaran dan Pencapaian Tujuan Penjas

Inovasi pembelajaran Pendidikan Jasmani kendatipun merupakan sebuah keharusan, namun dalam aplikasinya harus tetap mengarah pada upaya pencapaian tujuan Pendidikan Jasmani. Jika inovasi merupakan sebuah cara, maka cara tersebut tetap berorientasi pada pencapaian tujuan Pendidikan Jasmani. Antara upaya inovatif dan pencapaian tujuan terjadi sebuah ikatan yang kuat dan jelas. Inovasi dalam pembelajaran Penjas justru diharapkan mempertegas dan memperkuat arah menuju pencapaian tujuan Pendidikan Jasmani tersebut. Formulasi dan tujuan Pendidikan Jasmani yang relevan perlu lebih digali dan dipahami oleh guru, untuk mempertegas pengembangan inovasi pembelajaran yang berorientasi pada pencapaian tujuan. Berbagai definisi dan tujuan Pendidikan Jasmani yang masih relevan dengan situasi kekinian, dapat disajikan sebagai berikut.

Nixon dan Jewett (1980) berpendapat bahwa Pendidikan Jasmani

adalah satu fase dari proses pendidikan keseluruhan yang menggunakan kemampuan gerak individu secara sukarela, tetapi bermakna langsung

terhadap perkembangan mental, emosional, dan sosial. Konsekwensinya, pendidikan jasmani harus dirancang secara khusus untuk memberikan pengaruh yang baik terhadap jasmani, emosi, sosial, dan intelektual.

(6)

commit to user

Masih banyak ahli memberikan definisi dan formulasi tujuan Pendidikan Jasmani, namun semuanya mengarah pada sebuah pengertian bahwa perilaku fisik dan gerak yang ditunjukkan dalam pembelajaran Pendidikan Jasmani sebenarnya sekadar merupakan “alat” untuk mengembangkan potensi siswa secara keseluruhan yang meliputi fisik, mental-kognitif, dan sosial. Sudahkah

pembelajaran Penjas yang selama ini kita rancang telah mengarah pada pencapaian tujuan tersebut ? Jika jawabnya belum, maka inovasi pembelajaran merupakan pilihan untuk lebih memperbaiki keadaan, yakni memfasilitasi para

siswa agar menjadi seorang yang terdidik dalam Pendidikan Jasmani.

Karakteristik seseorang yang terdidik dalam Pendidikan Jasmani diuraikan oleh Physical Education Outcomes Committee of The National Association of Physical Education and Sport (NASPE) sebagaimana telah dikutip Arma Abdullah dalam Harsuki (2003), memiliki ciri-ciri: (1) Telah mempelajari berbagai macam keterampilan yang diperlukan untuk melakukan berbagai aktivitas jasmani, (2) segar atau bugar secara jasmaniah, (3) berpartisipasi secara teratur dalam aktivitas jasmani, (4) mengetahui implikasi dan manfaat dari keterlibatannya dalam aktivitas jasmani, dan (5) menghargai aktivitas jasmani dan sumbangannya kepada gaya hidup yang sehat.

Struktur belajar dalam pendidikan jasmani berkaitan dengan bagaimana siswa belajar mencapai tujuan pendidikan melalui medium aktivitas fisik. Perilaku unit terbentuk karena proses belajar mengakomodasikan respons psikologis dan fisiologis. Terdapatnya segi-segi keunikan tersebut memberi konsekuensi pemilihan alternatif gaya mengajar (teaching style). Terkait dengan gaya mengajar tersebut, Mosston (1991) beranggapan bahwa mengajar

pendidikan jasmani adalah serangkaian usaha yang berhubungan dan berkesinambungan antara peran yang dimainkan oleh guru maupun siswa. Untuk menjembatani pokok bahasan dan belajar, diperlukan spektrum gaya mengajar, yakni suatu rancangan operasional tentang alternatif gaya mengajar pendidikan jasmani.

(7)

commit to user

Hal ini akan berimplikasi bagi kualitas pembelajaran pendidikan jasmani yang dikelola. Melalui kemampuan memilih spektrum gaya mengajar yang sesuai, proses pembelajaran pendidikan jasmani akan menjadi suatu aktivitas yang

bermakna bagi guru maupun siswa.

D. Keunikan Proses Pembelajaran Pendidikan Jasmani

Mosston (1991) beranggapan bahwa mengajar pendidikan jasmani merupakan serangkaian hubungan yang berkesinambungan antara guru dan siswa. Untuk menjembatani pokok bahasan dan belajar, diperlukan adanya spektrum gaya pembelajaran. Spektrum ini merupakan rancangan operasional tentang alternatif gaya mengajar pendidikan jasmani. Selanjutnya, setiap gaya mengajar (teaching style) memiliki anatomi tertentu yang menggambarkan : (1) peran guru, (2) peran siswa, serta (3) identifikasi tujuan yang dapat dicapai jika gaya mengajar tersebut digunakan. Setiap gaya mengajar berisi keputusan-keputusan (Decisions) yang dibuat oleh guru dan juga oleh siswa didalam episode belajar.

a. Pengambilan Keputusan (Decision Making)

Mengajar merupakan suatu rangkaian pembuatan keputusan. Serangkaian perangkat keputusan diorganisasikan kedalam episode-episode pembelajaran, yang meliputi : (1) pra pertemuan, (2) saat pertemuan, dan (3) pasca pertemuan (Mosston, 1991).

Keputusan pra pertemuan merupakan keputusan yang harus dibuat sebelum guru-siswa berhadapan dan berinteraksi secara langsung. Episode ini meliputi : (1) penentuan sasaran pembelajaran, (2) pemilihan gaya mengajar, (3) gaya belajar siswa yang diharapkan, (4) siapa yang akan diajar, (5) pokok bahasan, (6) lokasi pembelajaran, (7) waktu yang dibutuhkan untuk mengajar, termasuk didalamnya adalah kecepatan pembelajaran dan waktu tenggang antar tugas, (8) organisasi pelaksanaan, dan (9) materi dan prosedur evaluasi.

(8)

commit to user

berisi tentang pelaksanaan keputusan pada pra pertemuan, dan penyesuaian keputusan-keputusan.

Keputusan pasca pertemuan (past impact) merupakan keputusan yang

dibuat berkaitan dengan evaluasi pelaksanaan, termasuk tentang pemberian umpan balik. Episode ini meliputi : (1) pengumpulan informasi tentang

pelaksanaan, (2) penilaian informasi yang diperoleh dengan memanfaatkan kriteria yang telah ditentukan, (3) pernyataan-pernyataan umpan balik yang dapat berupa pernyatan korektif, pernyataan penilaian atau sekedar pernyataan netral, (4) penilaian gaya mengajar, dan (5) penilaian belajar siswa.

b. Gaya Mengajar (Teaching Style)

Sebagai suatu pedoman khusus, gaya mengajar diaplikasikan sekaligus dikembangkan karena adanya permasalahan disekitar pembelajaran pendidikan jasmani. Oleh karena itu penerapan suatu gaya mengajar dimaksudkan untuk hal-hal sebagai berikut :

(1) Mencapai keserasian antara apa yang diniatkan dengan apa yang seharusnya terjadi;

(2) Memberi solusi terhadap adanya pertentangan dalam memilih metode mengajar dengan tetap memfokuskan pilihan pada: (a) kebutuhan siswa, (b) besarnya kelas, (c) fasilitas yang tersedia, (d) perlengkapan yang dimiliki, (e) tujuan yang ingin dicapai, dan (f) pokok bahasan;

(3) Mengatasi segi-segi keunikan guru yang mempengaruhi arah perilaku belajar siswa;

(4) Mengoptimalisasikan interaksi pembelajaran dengan pencapaian tujuan. Interaksi ini merupakan perpaduan unit pedagogis. Rancangan gaya

mengajar didasarkan dari adanya interaksi perilaku guru, perilaku siswa, dan tujuan;

(5) Menggunakan perilaku guru sebagai ide pengatur, karena bagaimanapun juga guru adalah pengambil keputusan (Agus Kristiyanto, 1997).

(9)

commit to user

jika gaya mengajar tersebut digunakan. Setiap gaya mengajar berisi keputusan-keputusan yang dibuat oleh guru dan juga oleh siswa di dalam episode belajar.

E.Susunan Spektrum Gaya Mengajar

Spektrum gaya mengajar adalah suatu konsepsi teoritis, sekaligus

suatu rancangan operasional mengenai alternatif atau kemungkinan dari suatu gaya mengajar. Spektrum tersebut menggambarkan adanya suatu pergeseran atau penyebaran peran guru dan siswa kaitannya dengan pencapaian tujuan pembelajaran.

Pada gaya mengajar yang paling minimal, peran siswa juga minimal, sebaliknya peran yang diberikan guru maksimal. Pada gaya mengajar yang berspektrum tinggi, peran siswa maksimal, sedangkan peran guru minimal. Ilustrasi spektrum adalah sebagai berikut :

Gambar 1 : Spektrum gaya mengajar dan pergeseran peran guru-siswa (Mosston, 1991)

Spektrum gaya mengajar model Mosston tersusun menjadi dua kelompok gaya mengajar, yaitu : (1) gaya A – E, dan (2) gaya F – H. Kedua kelompok tersebut berbeda dalam perilaku guru, perilaku siswa, dan sasaran. Gaya A – E berhubungan dengan penampilan kegiatan-kegiatan yang telah

Theoretical limits

Minimum Maksimum

The target : An independent individual

S

tyl

e

(10)

commit to user

dikenal, sedangkan gaya F – H lebih menekankan pada eksplorasi aktivitas-aktivitas baru.

Termasuk dalam kelompok gaya mengajar A – E adalah : (1) gaya A

atau komando, (2) gaya B atau latihan, (3) gaya C atau resiprokal, (4) gaya D atau self-check, dan (5) gaya E atau gaya cakupan/Inklusi.

Termasuk dalam kelompok gaya mengajar F – H adalah : (1) gaya F atau penemuan terpimpin, (2) gaya G atau divergen, dan (3) gaya H atau going beyond.

F. Anatomi Gaya Mengajar Pendidikan Jasmani

Terjadinya spektrum berimplikasi antara gaya mengajar satu dengan yang lainnya berbeda secara anatomis. Guru dan siswa memiliki peran yang berbeda pada setiap episodenya tergantung pada gaya mengajar yang dipilih. Episode tersebut meliputi : pra pertemuan, saat pertemuan, dan pasca pertemuan. Berikut ini merupakan peta ringkasan pergeseran peran guru dan siswa untuk tiap-tiap episode berdasarkan gaya mengajar yang dipilih :

Tabel 1. Episode Pembelajaran dan Spektrum Gaya Mengajar

(11)

commit to user

Komponen kunci tiap-tiap gaya mengajar dapat diuraikan sebagai berikut:

a. Gaya A (Gaya Komando) :

1) Semua keputusan diambil oleh guru pada setiap episode pembelajaran. 2) Sasaran dan target tercapai dengan mengandalkan kepatuhan siswa,

meliputi : keseragaman penampilan, pencocokan penampilan, dan menirukan contoh yang diberikan.

3) Urutan kegiatan : peragaan, penjelasan, pelaksanaan, dan penilaian.

4) Gaya ini akan menghasilkan tingkat kegiatan yang tinggi dan penguatan disiplin, karena pemberlakuan komando atau perintah yang “memaksa”.

b. Gaya B (Gaya Latihan) :

1) Pada episode saat pertemuan terjadi pergeseran peran guru ke siswa. Pergeseran ini mengakibatkan pengalihan tanggung jawab yang baru kepada siswa.

2) Peran guru : memberi kesempatan siswa untuk bekerja sendiri, umpan balik secara pribadi, memberi peran baru kepada siswa.

3) Urutan kegiatan : penyampaian tugas oleh guru melalui peragaan dan penjelasan; siswa membuat keputusan sambil menjalankan tugas; guru melakukan pengamatan dan memberi umpan balik.

4) Menggunakan lembaran tugas, atau kartu tugas yang sudah diputuskan guru pada episode pra pertemuan.

c. Gaya C (Gaya Resiprokal) :

1) Tanggung jawab pemberian umpan balik bergeser dari guru (G) ke siswa

pengamat (SP). pergeseran tersebut memungkinkan : peningkatan interaksi sosial antar teman sebanya, serta umpan balik langsung dari teman.

(12)

commit to user

: uraian tugas khusus, sketsa ilustrasi tugas, dan contoh perilaku verbal untuk dipakai sebagai umpan balik.

3) Peranan siswa (S) sebagai pelaku sama dengan gaya latihan, peran siswa

pengamat (SP) memberikan umpan balik kepada siswa pelaku (S); guru mengamati siswa (S) dan siswa pengamat (SP) namun hanya

berkomunikasi dengan siswa pengamat (SP).

d. Gaya D (Gaya Self-Check) :

1) Keputusan pasca pertemuan bergeser dari peranan siswa pengamat (SP) ke siswa pelaku (S). artinya, siswa diberi peran untuk menilai penampilannya sendiri dengan kriteria yang telah ditetapkan guru.

2) Siswa memberi penilaian sendiri pada pasca pertemuan terutama mengenai : penampilannya sendiri, belajar menerima keterbatasannya, dan belajar bersikap obyektif atas penampilannya.

e. Gaya E (Gaya Cakupan/Inklusi) :

1) Tugas yang diberikan kepada siswa berbeda-beda, karena pada hakikatnya tiap individu memiliki perbedaan kemampuan dalam melaksanakan tugas. Gaya ini memberikan kesempatan individu untuk memulai dari tingkat kemampuannya sendiri.

2) Guru diharuskan merancang tugas dalam berbagai tingkat kesulitan yang disesuaikan dengan perbedaan individu. Rancangan tugas juga harus memungkinkan siswa bergerak dari tugas yang mudah ke tugas yang sulit.

f. Gaya F (Gaya Konvergen) :

1) Gaya penemuan terpimpin ini sudah memasuki spektrum yang memberi penekanan pada sasaran kognitif.

(13)

commit to user

g. Gaya G (Gaya Divergen) :

Siswa diarahkan untuk mengembangkan alternatif pemecahan masalah secara individu.

h. Gaya H (Gaya Going Beyond) :

1) Siswa merancang permasalahan pada pra pertemuan, sedangkan pada

episode saat pertemuan siswa diarahkan untuk menemukan solusi dari masalah yang dirumuskan sendiri.

2) Siklus kegiatan mencakup :

a) Pada episode pra pertemuan, siswa menyusun semua keputusan yang berupa rancangan permasalahan.

b) Pada episode saat pertemuan, siswa berupaya menemukan solusi dan menampilkan gerakan dengan mengacu pada rancangan masalah yang sudah diputuskan sebelumnya.

(14)

commit to user DAFTAR PUSTAKA

Agus Kristiyanto, (1997). “Spektrum Gaya Mengajar Pendidikan Jasmani”.

Jurnal Dwijawarta. Edisi April-Juni: hal. 40-44.

______________, dkk, (1998). Akuntabilitas PPL Pendidikan Jasmani.

Penelitian Kelompok – Surakarta: FKIP UNS.

______________, (2000). Kompetensi Umpan Balik Mahasiswa Praktikan PPL Pendidikan Jasmani. Penelitian Kelompok. Surakarta: FKIP UNS.

Frost, R.B. (1975). Physical Education: Foundations, Practices and Principles. Reading: Addison Wesley Publishing Company.

Harsuki, (2003). Perkembangan Olahraga Terkini: Kajian Para Pakar. Jakarta: PT Rajagrafindo Persada.

Mappasoro, (1998), Tahun II. “Peningkatan Keterampilan Bertanya Guru dalam

Mengelola PBM Mata Pelajaran IPS”. Jurnal Penelitian Pendidikan

Dasar. No. 5 : 41-53.

Mosston, Muska, (1991). Teaching Physical Education. Columbus L Bell and Howell Companies.

Nixon, J.E. & Jewett, A.E., (1980). An Introduction to Physical Education. Philadelphia: Saunders College Publishers.

Gambar

Gambar 1  :  Spektrum gaya mengajar dan pergeseran
Tabel 1. Episode Pembelajaran dan Spektrum Gaya Mengajar

Referensi

Dokumen terkait

Sadiman (2003: 11) mengemukakan bahwa: “Proses belajar mengajar pada hakikatnya adalah proses komunikasi, yaitu proses penyampaian pesan dari sumber pesan melalui saluran

˃ Kualitas barang/jasa yang diserahkan tidak sesuai dengan ketentuan dalam spesifikasi teknis dalam surat perjanjian. ˃ Pekerjaan fiktif, dilakukan hanya sebagian atau tidak

Semester Gasal Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik. Universitas Jenderal Soedirman Tahun

Kegiatan Demapan sesungguhnya bertujuan untuk meningkatkan kemampuan masyarakat desa dalam pengembangan usaha produktif berbasis sumberdaya lokal, peningkatan ketersedian

Fokus subjek penelitian ini yaitu petani anggota kelompok tani serta untuk membandingkan pengembangan usaha pertaniannya yang dibantu dengan kegiatan rutin dan

23 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat, di dalam pasal 4 poin h, menyatakan bahwa ‚harta yang wajib dizakati adalah hasil pendapatan dan jasa.‛ Atas dasar inilah setiap

Penerapan Sistem Self Assessment pada Pajak Restoran untuk oleh Dinas Pendapatan Kabupaten Jember meningkatkan Pendapatan Asli Daerah Sektor Restoran ; Angga Firman

Bekerja dengan posisi berdiri terus menerus sangat mungkin akan mengakibatkan penumpukan darah dan berbagai cairan tubuh pada kaki, hal ini akan bertambah