• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Pondok Gede. Kelurahan Jatimakmur terletak pada ketinggian 11 meter dari

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Pondok Gede. Kelurahan Jatimakmur terletak pada ketinggian 11 meter dari"

Copied!
50
0
0

Teks penuh

(1)

32 BAB IV

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

4.1. Kelurahan Jatimakmur

4.1.1. Letak Geografis dan Keadaan Lingkungan

Kelurahan Jatimakmur merupakan salah satu kelurahan dari kecamatan Pondok Gede. Kelurahan Jatimakmur terletak pada ketinggian 11 meter dari permukaan laut, dengan suhu rata-rata 30 derajat Celcius. Luas wilayah Kelurahan Jatimakmur adalah 412 Ha, dengan batas-batas sebagai berikut :

a. Sebelah Utara : Kelurahan Jatiwaringin b. Sebelah Timur : Kelurahan Jatikramat

c. Sebelah Barat : Kelurahan Jatiwaringin dan Kelurahan Jatirahayu d. Sebelah Selatan : Kelurahan Jatirahayu

Kelurahan Jatimakmur memungkinkan masyarakatnya melakukan mobilitas secara mudah karena di kelurahan ini banyak terdapat alat transportasi umum angkutan kota diantaranya K02 yang beroperasi 24 jam nonstop. Hal ini membuat masyarakat kelurahan ini tidak mengalami hambatan transportasi dalam melakukan aktivitasnya seperti terlihat pada Tabel 1 berikut :

Tabel 1. Orbitrasi Kelurahan Jatimakmur tahun 2008

No. Orbitrasi Jarak

1. Jarak dengan pusat pemerintahan Kecamatan 2 Km 2. Jarak dengan pusat pemerintahan Kota Bekasi 15 Km 3. Jarak dengan pusat pemerintahan Provinsi Jabar 139 Km

4. jarak dengan Ibukota negara 25 Km

(2)

33 Luas wilayah kelurahan sebesar 412 ha, sebagian besar luas wilayah ini digunakan untuk pemukiman penduduk sebesar 353,1 ha (85,7 persen). Selengkapnya pembagian fungsi lahan di Kelurahan Jatimakmur dapat dilihat di Tabel 2 :

Tabel 2. Luas Wilayah Kelurahan Jatimakmur Menurut Penggunaannya tahun 2008

No. Peruntukan Luas Presentase

1. Pemukiman 353,1 Ha 85,70 2. Pemakaman Umum 0,8 Ha 0,19 3. Taman 1,2 Ha 0,29 4. Perkantoran 1,1 Ha 0,26 5. Lain-lain 55,8 Ha 13,54 TOTAL 412 Ha 100

Sumber data : Laporan Tahunan Kelurahan Jatimakmur 2008

4.1.2. Data Kependudukan

Jumlah penduduk Kelurahan Jatimakmur sampai dengan bulan Desember 2008 adalah sebesar 59.925 jiwa terdiri dari 30.619 jiwa dan perempuan 29.306 jiwa. Kelurahan ini terdiri dari 15.107 KK, 22 Rukun Warga (RW) dan 135 Rukun Tetangga (RT). Berdasarkan data yang diperoleh dari Kelurahan Jatimakmur diperoleh informasi bahwa masyarakat Kelurahan Jatimakmur paling banyak bermukim di RW 9 sebanyak 6.818 jiwa, diikuti RW 8 sebanyak 6.735 jiwa. Pemukiman di Kelurahan Jatimakmur kebanyakan bukan merupakan komplek perumahan tapi merupakan pemukiman padat penduduk, RW 9 dan RW 8 termasuk ke dalam daerah pemukiman padat penduduk. RW 7 sendiri yang merupakan RW tempat para responden tinggal terdapat penduduk sebanyak 3.744 jiwa.

(3)

34 4.1.3. Keadaan Sosial Ekonomi

4.1.3.1. Kesejahteraan Masyarakat

Berdasarkan tingkat kesejahteraan keluarga, kebanyakan penduduk Kelurahan Jatimakmur tergolong Keluarga Sejahtera III, diikuti Keluarga Sejahtera II, dan Keluarga Sejahtera I. Secara rinci penggolongan kesejahteraan keluarga di Kelurahan Jatimakmur dapat dilihat pada Tabel 3 berikut.

Tabel 3. Penggolongan Penduduk Berdasarkan Tingkat Kesejahteraan Keluarga, Kelurahan Jatimakmur tahun 2008

No. Indikator Jumlah

1. Pra KS 90

2. KS-I 2527

3. KS-II 3152

4. KS-III 3427

5. KS-III Plus 1205

Sumber data : Laporan Tahunan Kelurahan Jatimakmur 2008

Tabel tersebut menginformasikan bahwa warga Kelurahan Jatimakmur dapat dikatakan cukup sejahtera namun, pada kenyataannya di lapangan secara langsung terlihat beberapa rumahtangga yang dapat digolongkan Pra Keluarga Sejahtera. Keluarga-keluarga tersebut sebagian besar adalah keluarga migran atau berasal dari luar Kelurahan Jatimakmur yang mungkin belum tercatat dalam pencatatan penduduk Kelurahan Jatimakmur.

4.1.3.2. Pendidikan

Pada umumnya tingkat pendidikan masyarakat di Kelurahan Jatimakmur sudah cukup baik, hal ini dibuktikan dengan tidak adanya masyarakat yang buta aksara. Mayoritas tingkat pendidikan masyarakat di kelurahan ini adalah tamat SMA/sederajat sebanyak 15.018 (43.31 persen), diikuti oleh tamat tamat S-1 sebanyak 7.676 (22.13 persen) dan tamat S-2 sebanyak 4.806 (13.86 persen). Data

(4)

35 pada Tabel 4 menunjukkan distribusi penduduk Kelurahan Jatimakmur menurut tingkat pendidikannya.

Tabel 4. Tingkat Pendidikan Penduduk Kelurahan Jatimakmur tahun 2008

No. Indikator Jumlah Presentase

1. Buta Huruf - -

2. Tidak tamat SD 98 0.28

3. Tamat SD / sederajat 2.725 7.85

4. Tamat SMP / sederajat 3.186 9.18

5. Tamat SMA / sederajat 15.018 43.31

6. Tamat D-1 199 0.57 7. Tamat D-2 290 0.83 8. Tamat D-3 670 1.93 9. Tamat S-1 7.676 22.13 10. Tamat S-2 4.806 13.86 11. Tamat S-3 7 0.02 TOTAL 34.675 100

Sumber data : Laporan Tahunan Kelurahan Jatimakmur 2008 4.2. Gambaran Umum Pemukiman Responden 4.2.1. Gambaran Pemukiman Responden

Kampung Bojong Rawa Lele merupakan daerah yang cukup banyak ditempati oleh para pendatang. Kampung ini merupakan daerah padat penduduk. Secara kasat mata di lingkungan kampung ini terlihat beberapa rumah kontrakan yang diperuntukkan mayoritas bagi pendatang. Luas RT 02 dan 03/RW 07 di kampung ini kurang lebih 0,5 hektar. Pada awalnya, kampung ini merupakan kampung yang jarang penduduk. Sekitar tahun 1981 beberapa pendatang mulai berdatangan ke kampung ini untuk bekerja di kota. Sejak tahun 1981 sampai sekarang terdapat kecenderungan yang sama di kampung ini, yaitu mayoritas para pendatang berasal dari Pekalongan dan mayoritas mata pencaharian mereka adalah sebagai pedagang sayur keliling.

(5)

36 Letak kampung ini cukup strategis bagi para pendatang yang bekerja di sektor informal untuk menjual dagangannya. Kampung ini dikelilingi oleh perumahan-perumahan besar ditambah letaknya yang tidak jauh dari pasar. Para pedagang sayur keliling ini berbelanja kebutuhan dagangan di pasar Pondok Gede. Jarak antara kampung ini dengan pasar Pondok Gede adalah satu kilometer. Sarana angkutan umum yang terdapat dari Kampung Bojong Rawa Lele antara lain alat transportasi umum sebanyak tiga trayek, yaitu K02, K02-A, dan S02. Angkutan umum lain yaitu ojek dan becak yang sebagian besar beroperasi di daerah Pondok Gede.

4.2.2. Kondisi Demografi Responden

Pada penelitian ini, responden yang diambil adalah mayoritas berasal dari RT 02/RW 07. Mayoritas pendatang yang bermukim di Kampung Bojong Rawa Lele memiliki pengalaman yang sama sewaktu tinggal di wilayah ini, yaitu suami terlebih dahulu yang bermukim selama beberapa tahun di kampung ini. Mereka bekerja serta melakukan kegiatan rumahtangga sendiri, seperti mencuci, membersihkan rumah, dan beberapa dari mereka ada yang memasak sendiri. Responden suami dalam penelitian ini terdiri dari 30 orang, 29 orang bekerja sebagai pedagang sayur keliling dan satu orang sebagai tukang ojek.

Setelah tahun 1998, tepatnya saat kerusuhan terjadi dimana-mana dan krisis ekonomi mulai muncul, para istri dari suami tersebut mulai berdatangan untuk bekerja sebagai pedagang sayur. Kedatangan para istri tersebut untuk bekerja ternyata tidak membuat mereka menetap di wilayah ini. Mayoritas para istri yang memiliki anak kecil atau masih usia sekolah datang untuk bekerja saat

(6)

37 liburan sekolah atau libur nasional, selebihnya para istri berada di kampung untuk mengurus anak dan keluarga di kampung. Berdasarkan penelitian didapatkan bahwa sebanyak 10 perempuan yang merupakan pedagang tetap, selebihnya 20 orang merupakan pedagang sayur keliling musiman. Beberapa perempuan pedagang sayur yang merupakan pedagang sayur keliling tetap ternyata memiliki anak yang telah bekerja atau dapat dikatakan anak mereka bukan lagi menjadi tanggungan mereka, sehingga mereka dapat bekerja terus tanpa harus kembali ke kampung untuk mengurus anak.

Saat istri tinggal bersama suami di Kampung Bojong Rawa Lele untuk bekerja, mereka melakukan pekerjaan produktif sekaligus reproduktif. Pekerjaan reproduktif yang biasa dilakukan suami saat istri di kampung, dapat dialihkan bebannya kepada istri saat istri datang ke kota untuk bekerja. Setelah liburan sekolah dan libur panjang tersebut para suami kembali bekerja sendiri dan melakukan segala hal sendiri.

Secara umum, hubungan para pendatang dengan warga asli di Kampung Bojong Rawa Lele kurang terjalin dengan baik. Hubungan antara pendatang dengan warga asli hanya terlihat antara pendatang dengan pemilik kontrakan saja. Sangat sedikit pendatang yang dekat atau bahkan memiliki teman warga asli. Hal ini dapat dilihat bahwa aktivitas kemasyarakatan para pendatang di kampung ini sangat terbatas, antara lain menghadiri selamatan dan menghadiri pertemuan paguyuban. Kegiatan kemasyarakatan lain seperti rapat RT, gotong-royong, arisan, dan pengajian tidak pernah dilakukan oleh para pendatang karena mereka beralasan bahwa mereka tidak diundang oleh warga asli ataupun RT sekitar.

(7)

38 Selamatan merupakan aktivitas kemasyarakatan yang paling sering dihadiri oleh para pendatang di kampung ini. Berdasarkan keterangan para responden, mereka menghadiri selamatan hanya pada orang yang mereka anggap dekat dan kenal di kampung ini, seperti contoh pemilik kontrakan tempat mereka tinggal. Pertemuan paguyuban merupakan pertemuan bagi anggota paguyuban Mitra Sejahtera yang akan dijelaskan selanjutnya.

4.2.3. Perkumpulan Bagi Para Pendatang

Paguyuban Mitra Sejahtera adalah sebuah paguyuban atau perkumpulan yang pertama kali didirikan dengan tujuan memperlancar modal usaha dagang para pedagang sayur dari Pekalongan di wilayah Kampung Bojong Rawa Lele RT 02/RW 07. Berdirinya paguyuban ini juga menghindari peminjaman uang antar individu di daerah tersebut. Berdasarkan keterangan yang didapat, para tukang sayur di daerah ini sering meminjam uang kepada tukang sayur lain untuk modal usaha atau hal lain yang menyangkut keuangan keluarga. Pengalaman yang telah terjadi sebelumnya adalah ketika si peminjam uang dalam keadaan keuangan yang sulit, maka secara otomatis si peminjam tidak dapat mengembalikan uang pinjamannya. Keadaan ini juga akhirnya mempersulit si penagih ketika si penagih sedang membutuhkan uang. Pada keadaan yang sama seperti ini akhirnya kedua tukang sayur tersebut mengalami kerugian.

Berdasarkan pengalaman tersebut didirikanlah paguyuban ini untuk membangun rasa tanggung jawab apabila seseorang melakukan peminjaman yang biasanya hanya diketahui dua pihak (si peminjam dan yang meminjamkan) maka dalam paguyuban ini harus diketahui semua anggota, sehingga rasa tanggungjawab secara otomatis akan terbangun berdasarkan kesadaran bahwa

(8)

39 uang tersebut adalah uang milik anggota, bukan perorangan. Awalnya paguyuban ini didirikan atas usulan Edi pada sekitar tahun 1994 yang berdiri dengan nama Paguyuban Club Putra. Secara lebih rinci paguyuban ini hampir menyerupai bentuk koperasi, hanya saja belum dilegalkan secara hukum.

Struktur paguyuban ini awalnya memiliki ketua, wakil ketua, bendahara 1 dan bendahara 2, sekertaris, humas, dan penasihat. Setelah Edi sang pendiri dan pernah menjadi penasihat pada beberapa kepengurusan pindah dari daerah ini, maka perlahan-lahan struktur paguyuban berubah dan nama paguyuban pun berubah. Pada tahun 2006 sampai sekarang Paguyuban Club Putra berganti nama menjadi Paguyuban Mitra Sejahtera atas persetujuan anggota. Struktur paguyuban ini menjadi seorang ketua, seorang bendahara, seorang sekretaris, dan dua orang humas.

Seiring berjalannya waktu, seluruh anggota paguyuban ini belajar bagaimana membuat organisasi yang didirikan atas dasar kepercayaan dan persaudaraan ini semakin baik pengelolaan keuangannya, maka dibuatlah peraturan-peraturan pokok yang wajib diketahui semua anggota, peraturan tersebut antara lain :

1. Pergantian pengurus diagendakan satu tahun sekali.

2. Setiap bulan Agustus diadakan pertemuan di sekretariat paguyuban Mitra Sejahtera untuk rapat anggota dan penutupan aliran kas pada tahun itu. 3. Setiap anggota baru wajib membayar Rp. 500.000 setelah melunasi,

diperbolehkan meminjam uang dari paguyuban ini. 4. Ketentuan meminjam adalah sebagai berikut :

(9)

40  Peminjaman minimal Rp. 500.000 dikembalikan sejumlah Rp.

600.000 dalam jangka waktu 3 bulan.

 Peminjaman minimal Rp. 1.000.000 dikembalikan sejumlah Rp. 1.200.000 dalam jangka waktu 3 bulan.

 Peminjaman minimal Rp. 1.500.000 dikembalikan sejumlah Rp. 1.800.000 dalam jangka waktu 3 bulan.

5. Masa tenggang pengembalian pinjaman diupayakan tidak lebih dari 10 hari.

6. Denda yang ditetapkan atas keterlambatan disesuaikan dengan tanggung jawab si peminjam (tidak ditentukan berapa rupiah).

Sebagian besar anggota paguyuban ini adalah para tukang sayur di daerah Kampung Bojong Rawa Lele. Tercatat hanya dua orang anggota yang bukan tukang sayur yaitu : Kartubi seorang penjual daging dan Sapi‟i seorang satpam sekaligus ketua RT 02/RW 07. Paguyuban ini berkembang dari mulut ke mulut sehingga pada kepengurusan sekarang tercatat 64 anggota yang bergabung dalam paguyuban ini.

Para anggota merasa terbantu atas kehadiran paguyuban ini, terutama ketika para pedagang sayur kembali dari kampung tanpa membawa cukup uang mereka dapat meminjam dari paguyuban ini. Kekurangan dari paguyuban ini antara lain karena bukan badan hukum yang resmi sehingga apabila ada keterlambatan pengembalian uang, sulit dikenakan sangsi yang tegas, semua berdasarkan kekeluargaan dan hati nurani para anggota karena pada dasarnya paguyuban ini didirikan atas dasar kekeluargaan dan kebersamaan.

(10)

41 Keberadaan paguyuban ini secara tidak langsung merekatkan hubungan antara pendatang yang tinggal di Kampung Bojong Rawa Lele. Beberapa tahun yang lalu pernah diadakan perayaan Hari Ulang Tahun Kemerdekaan Republik Indonesia antara anggota paguyuban ini. Segala sesuatunya seperti hadiah dan biaya untuk lomba dianggarkan dari sisa kas para anggota paguyuban ini.

Berdasarkan gambaran tentang kondisi lingkungan dan responden di Kampung Bojong Rawa Lele tersebut bahwa para mayoritas responden suami lebih dulu datang ke wilayah ini untuk bekerja, namun ada beberapa responden keluarga yang menyatakan bahwa saat datang ke wilayah ini suami dan istri datang bersama untuk bekerja. Mereka yang datang bersama adalah pasangan suami istri yang sudah tidak memiliki tanggungan anak di kampungnya atau dengan kata lain anak-anak mereka telah dewasa atau bahkan telah bekerja.

Para responden suami yang datang lebih dahulu ke wilayah ini melakukan segala sesuatu seperti kegiatan rumahtangga dan kemasyarakatan sendiri. Setelah tahun 1998, para mayoritas responden istri mulai datang ke wilayah ini untuk bekerja musiman. Saat liburan sekolah atau mungkin liburan lain yang cukup lama mereka datang untuk bekerja. Para suami yang sebelumnya melakukan kegiatan rumahtangga sendiri, karena kehadiran istrinya mereka dapat melimpahkan tugas tersebut kepada istri. Pada saat seperti ini istri melakukan beban ganda yaitu bekerja mencari nafkah serta mengurus rumahtangga. Setelah liburan selesai, para istri kembali ke kampung untuk mengurus anak-anak mereka yang masih sekolah.

(11)

42 BAB V

KARAKTERISTIK RUMAHTANGGA PEDAGANG SAYUR KELILING

Bab ini akan mencoba mengklasifikasikan perempuan pedagang sayur berdasarkan karakteristik masing-masing individu yang terdiri dari umur, tingkat pendidikan, pengalaman bekerja, jumlah tanggungan, serta pendapatan suami dan istri.

5.1. Umur Responden

Berdasarkan hasil penelitian di Kampung Bojong Rawa Lele, dari 30 rumahtangga responden diperoleh data karakteristik responden berdasarkan umur seperti terlihat pada Tabel 5.

Tabel 5. Jumlah dan Presentase Responden Pekerja Pedagang Sayur Menurut Kelompok Umur dan Jenis Kelamin di Kampung Bojong Rawa Lele 2009

Umur (tahun)

Responden

Suami Istri

Jumlah Persen Jumlah Persen

muda 0 0 9 30

tua 30 100 21 70

Jumlah 30 100 30 100

Pada data usia responden didapat bahwa kisaran usia responden suami antara 40 sampai 48 tahun dan kisaran usia responden istri antara 29 sampai 47 tahun, sehingga didapatkan nilai tengah seluruh responden suami dan istri adalah 37 tahun. Berdasarkan Tabel 5 di atas dapat dilihat bahwa seluruh responden suami berada pada umur tua. Responden suami tidak ada yang berusia dibawah 37 tahun. Pada responden istri secara umum usia mereka cenderung lebih muda

(12)

43 dibanding usia responen suami. Terlihat pada pada Tabel 5 ada 30 persen responden istri yang berusia muda, sisanya berusia tua sebanyak 70 persen.

5.2. Pendidikan Responden

Hasil penelitian mengenai tingkat pendidikan responden menunjukkan bahwa presentase terbesar responden ada di tingkat tamat SD, data pada Tabel 6 akan memperlihatkan hasil tersebut.

Tabel 6. Tingkat Pendidikan Responden Menurut Jenis Kelamin di Kampung Bojong Rawa Lele 2009

Kategori Pendidikan

Responden

Suami Istri

Jumlah Persen Jumlah Persen

rendah 30 100 28 93.33

tinggi 0 0 2 6.67

Jumlah 30 100 30 100

Data mengenai pendidikan responden suami dan istri hanya berkisar antara tidak tamat SD, tamat SD, dan tamat SMP, sehingga tamat SD menjadi nilai tengah kategori pendidikan para responden. Berdasarkan Tabel 6 dapat dilihat bahwa responden istri dapat menikmati pendidikan lebih tinggi daripada responden suami. Hal ini terlihat bahwa pada kategori pendidikan tinggi terdapat 6,67 persen atau dua orang responden istri sedangkan responden suami tidak ada. Pada sisi sebaliknya, seluruh responden suami yang berpendidikan rendah.

5.3. Pengalaman Bekerja

Pengalaman yang dimiliki seseorang dapat dilihat dari lamanya seseorang menekuni pekerjaan sebagai pedagang sayur keliling. Pada umumnya perempuan pedagang sayur baru bekerja sebagai tukang sayur setelah suami atau temannya

(13)

44 berdagang sayur lebih dulu, sehingga secara langsung atau tidak langsung para perempuan pedagang sayur terpengaruh oleh orang-orang terdekat mereka untuk bekerja. Tabel 7 akan memperlihatkan perbandingan pengalaman bekerja antara responden suami dan istri.

Tabel 7. Pengalaman Bekerja Responden Menurut Jenis Kelamin di Kampung Bojong Rawa Lele 2009

Pengalaman Bekerja

Responden

Suami Istri

Jumlah Persen Jumlah Persen

rendah 5 16.67 22 73.33

tinggi 25 83.33 8 26.66

Jumlah 30 100 30 100

Pada data usia responden didapat bahwa kisaran pengalaman kerja suami antara 10 sampai 20 tahun dan kisaran pengalaman kerja responden istri antara 4 bulan sampai 19 tahun, sehingga didapatkan nilai tengah pengalaman kerja seluruh responden suami dan istri adalah 10 tahun. Berdasarkan data dari Tabel 7 diperoleh informasi bahwa responden istri sebanyak 73,33 persen memiliki pengalaman kerja sebagai tukang sayur yang tergolong rendah. Pada responden suami diperoleh informasi bahwa sebanyak 83,33 persen responden suami memiliki pengalaman kerja tergolong tinggi.

Sebagian besar keluarga yang menjadi responden menyatakan bahwa suami ternyata lebih dulu bekerja, terutama sebagai tukang sayur setelah beberapa tahun bekerja sang istri dapat bekerja. Informasi ini didapat dari keluarga yang masih memiliki anak yang berusia sekolah sehingga selagi sang suami bekerja di perantauan, sang istri mengurus anak sampai cukup dewasa untuk ditinggal orang tua mereka bekerja. Informasi lain yang didapat adalah ada beberapa keluarga

(14)

45 yang setelah menikah dan memiliki anak, suami dan istri bersama-sama bekerja di kota.

5.4. Jumlah Tanggungan

Jumlah tanggungan dalam sebuah keluarga mempengaruhi keputusan sang istri untuk bekerja di kota. Berdasarkan hasil penelitian, diperoleh informasi bahwa tanggungan para responden merupakan anak mereka sendiri, tidak termasuk sanak saudara dan orang lain yang menjadi tanggungan keluarga tersebut. Secara lebih jauh diperoleh informasi bahwa responden istri merasa bertanggung jawab atas urusan rumahtangga di kampung terutama jika memiliki anak yang masih bersekolah, sehingga jika sebuah keluarga reponden masih memiliki anak berusia sekolah yang tinggal di kampung secara otomatis responden istri kembali ke kampung untuk mengurus keseharian anak mereka. Tabel 8 memperlihatkan jumlah anak dan yang masih menjadi tanggungan keluarga para responden.

Tabel 8. Jumlah Anak Tiap Keluarga Responden di Kampung Bojong Rawa Lele 2009

Jumlah Anak

Jumlah Anak dari Seluruh Keluarga

Keseluruhan Anak

Jumlah Keluarga Tanggungan Orangtua Bukan Tanggungan

Orangtua Masih Sekolah Balita / Belum Sekolah Belum Bekerja Menikah dan Tidak Bekerja Sudah Bekerja 1 - - 1 - - 1 1 2 26 2 6 3 11 48 24 3 6 - 3 2 4 15 5 TOTAL 32 2 10 5 15 64 30

Tabel 8 menggambarkan jumlah keseluruhan anak berdasarkan kategori masih berada dalam tanggungan orang tua, yaitu pada kelompok anak masih

(15)

46 sekolah, balita, dan belum bekerja. Kategori lain yaitu bukan lagi tanggungan orang tua yang terdapat pada kelompok anak yang sudah menikah dan tidak bekerja serta sudah bekerja. Kelompok-kelompok anak pada tabel di atas juga dapat dibagi berdasarkan tempat tinggal. Pada kelompok anak masih sekolah, balita dan belum bekerja bertempat tinggal di kampung halaman mereka di Pekalongan. Keberadaan mereka sangat tergantung pada hadirnya ibu, begitu pula sebaliknya. Apabila libur sekolah tiba, maka para ibu datang ke kota bersama anak-anaknya. Pada kelompok anak menikah dan tidak bekerja berisi anak perempuan yang telah menikah dan mereka tinggal di kampung halaman mereka. Kelompok terakhir yaitu anak yang sudah bekerja memiliki variasi dalam hal tempat tinggal, sebagian dari mereka ada yang tinggal di kota besar seperti Jakarta, Bekasi, Malang, dan kota besar lainnya. Sebagian lain dari mereka masih ada yang bekerja di kampung halaman mereka yaitu di Pekalongan.

Berdasarkan Tabel 8 diperoleh informasi bahwa sebanyak 24 responden keluarga memiliki dua anak, 5 responden keluarga memiliki tiga anak, dan 1 responden keluarga memiliki satu anak. Dari 24 responden keluarga yang memilki dua anak tersebut didapat keterangan bahwa sebanyak 26 anak dari 48 jumlah anak ternyata masih sekolah, selain itu terdapat 2 anak dari 48 jumlah anak masih balita. Hal ini menunjukkan bahwa para ibu yang menanggung hidup 26 anak tersebut merupakan pekerja musiman, karena mereka harus mengutamakan anak mereka yang masih menjadi tanggungan mereka.

Dari 24 responden keluarga yang memiliki dua anak tersebut terdapat 7 perempuan pedagang sayur yang bukan pekerja musiman atau dengan kata lain mereka adalah pedagang sayur keliling tetap. Data hasil penelitian menunjukkan

(16)

47 bahwa para perempuan pedagang sayur keliling tetap ini mayoritas memiliki anak yang telah bekerja. Tercatat 7 anak telah bekerja, 5 anak belum bekerja, 1 anak yang telah menikah dan tidak bekerja, serta 1 anak yang masih usia sekolah yang akan menamatkan sekolahnya tahun ini. Berdasarkan keterangan tersebut, para pedagang sayur tetap ini secara umum tidak lagi sering kembali ke kampung untuk mengurus anak mereka.

5.5. Pendapatan Suami dan Istri

Berdasarkan hasil penelitian diperoleh informasi bahwa pendapatan tukang sayur tidak tetap, tergantung keadaan saat hari berjualan. Seperti yang dituturkan oleh salah satu responden istri (DNH, 40 tahun) :

“Wah... kalau pendapatan perhari ngga bisa ditentuin mas, jadi tukang sayur tuh ya begini ini... kadang sehari ngga dapet sama sekali, kadang kalo lagi untung ya bisa dapet sampe 50 ribu sehari...”

Setelah bertanya kepada para responden suami dan istri, seluruh responden menyatakan bahwa diperoleh rata-rata pendapatan per hari sebanyak Rp. 20.000,00. Secara umum tidak ada perbedaan yang berarti mengenai masalah pendapatan suami dan istri karena pada dasarnya seluruh responden suami maupun istri tidak dapat memastikan nilai pendapatan yang didapat tiap hari.

Berdasarkan hasil pengamatan, diperoleh informasi bahwa pendapatan tukang sayur keliling dapat ditentukan dari pengalaman bekerja. Pengalaman bekerja berkaitan dengan semakin lama pengalaman tukang sayur bekerja, maka tukang sayur tersebut bisa mendapat pelanggan yang cukup banyak bahkan memiliki kecenderungan memiliki pelanggan tetap. Hal lain yang didapat dari pengalaman bekerja adalah seorang tukang sayur keliling cenderung memutuskan

(17)

48 untuk berjualan di suatu tempat setelah memiliki pengalaman dalam berjualan di beberapa tempat sebelumnya.

Kesulitan untuk memperoleh data penghasilan para responden dapat ditanggulangi dengan melihat jumlah pengeluaran perbulan yang ditanyakan kepada para responden keluarga pada Tabel 9. Informasi mengenai jumlah pengeluaran ini dapat menjadi gambaran pada pendapatan para responden, karena sewajarnya pendapatan mereka harus lebih besar dari pengeluaran.

Tabel 9. Jumlah Pengeluaran perbulan Rumahtangga Responden di Kampung Bojong Rawa Lele 2009

No. Jumlah Pengeluaran perbulan

Jumlah Responden Keluarga 1. Rp. 1.500.000 sampai Rp. 2.099.000 2 2. Rp. 2.100.000 sampai Rp. 2.599.000 9 3. Rp. 2.600.000 sampai Rp. 3.099.000 15 4. Rp. 3.100.000 sampai Rp. 3.599.000 3 5. Rp. 3.600.000 sampai Rp. 4.000.000 1 TOTAL 30

Tabel 9 memperlihatkan bahwa mayoritas responden keluarga memiliki pengeluaran perbulan sekitar Rp. 2.600.000 sampai Rp. 3.099.000. Biaya yang dikeluarkan seluruh responden keluarga cukup bervariatif. Jumlah pengeluaran yang paling bervariatif nilainya adalah biaya pengiriman uang ke kampung. Menurut beberapa responden yang telah diwawancara, biaya pengiriman uang ke kampung terdiri dari biaya pendidikan anak dan kebutuhan sehari-hari anggota keluarga di kampung.

Semakin kecil pengeluaran mengindikasikan bahwa jumlah tanggungan responden keluarga tersebut lebih sedikit. Pada tabel 9 menunjukkan bahwa hanya

(18)

49 dua responden keluarga yang memiliki pengeluaran perbulan sekitar 1.500.000 sampai Rp. 2.099.000. Kedua responden keluarga tersebut tidak lagi memiliki tanggungan anak sehingga pengeluaran lebih kecil dari keluarga lain.

5.6. Ikhtisar

Karakteristik keluarga responden menggambarkan keadaan suami dan istri mengenai status dan perannya dalam keluarganya. Secara umum dapat ditarik kesimpulan bahwa dalam hal usia, usia suami lebih tua daripada usia istri. Pada karakteristik tingkat pendidikan diperoleh bahwa tingkat pendidikan istri lebih baik dibandingkan tingkat pendidikan suami. Hal ini dapat dibuktikan dari seluruh responden suami tergolong berpendidikan rendah, sedangkan pada responden istri terdapat 6,67 persen atau dua orang yang berpendidikan tinggi.

Karakteristik lain seperti jumlah anak secara umum menjelaskan bahwa jumlah seluruh anak responden keluarga sebanyak 64 anak, terdapat 44 anak yang masih menjadi tanggungan orangtuanya, selebihnya 20 anak sudah tidak lagi menjadi tanggungan orangtuanya. Hal ini menunjukkan bahwa jumlah tanggungan rata-rata responden keluarga cukup banyak. Pada hal pendapatan, diperoleh pengakuan dari responden suami dan istri bahwa pendapatan mereka tidak menentu sehingga sulit diperoleh jumlah pendapatan rata-rata perbulan.

(19)

50 BAB VI

MOTIVASI BEKERJA PEREMPUAN PEDAGANG SAYUR KELILING

Motivasi perempuan pedagang sayur keliling untuk bekerja tidak terlepas dari faktor luar yang berasal dari luar diri (di luar keinginan) perempuan tersebut yang secara langsung atau tidak langsung mempengaruhinya, seperti pengaruh melihat teman atau ajakan saudara untuk bekerja di kota, pendapatan yang diberikan suami belum mencukupi kebutuhan hidup sehari-hari dan hal-hal lain yang mempengaruhi seseorang untuk bekerja. Berdasarkan data penelitian di lapangan, empat responden istri menyatakan bahwa mereka bekerja sebagai pedagang sayur keliling karena pengaruh saudara, duabelas responden istri menyatakan bahwa mereka bekerja sebagai pedagang sayur keliling karena pengaruh suami, sisanya empatbelas responden istri menyatakan bahwa mereka bekerja sebagai pedagang sayur keliling karena pengaruh teman. Tabel 10 menyajikan data pengaruh perempuan pedagang sayur untuk bekerja sebagai berikut.

Tabel 10. Pengaruh Perempuan Pedagang Sayur Keliling untuk Bekerja, Data Responden Istri di Kampung Bojong Rawa Lele 2009

Pengaruh Perempuan Pedagang Sayur keliling

Jumlah Responden Persentase

teman 14 46,67

suami 12 40

saudara 4 13,33

TOTAL 30 100

Pada dasarnya seluruh keluarga responden menyatakan bahwa seorang istri yang bekerja adalah semata-mata sebagai penyokong pendapatan suami, bukan sebagai sumber pendapatan utama bagi keluarga. Pada sebagian responden

(20)

51 keluarga ketika ditanya mengenai pengaruh bagi pendapatan ekonomi keluarga jika istri tidak bekerja, maka respoden keluarga tersebut menjawab tidak terlalu berpengaruh terhadap pendapatan ekonomi keluarga. Beberapa responden keluarga lain menanggapi hal tersebut dengan pernyataan bahwa jika istri tidak bekerja maka penyokong pendapatan suami tidak ada, karena pada dasarnya pendapatan pedagang sayur keliling tidak menentu tiap hari, jadi jika suami hari ini tidak mendapatkan pendapatan yang cukup maka pendapatan dari istri dapat menutupinya, begitu pula sebaliknya.

6.1. Motivasi Ekonomi

Berdasarkan data di lapangan didapat informasi bahwa sebanyak 12 responden istri dari total 30 responden istri menyatakan bahwa mereka bekerja karena merasa pendapatan suami belum mencukupi kehidupan rumahtangga. Para responden ini menyatakan bahwa jika mereka tidak bekerja maka tidak ada penyokong pendapatan suami ditambah kenyataan bahwa pendapatan sebagai pedagang sayur keliling tidak tetap, keadaan ini yang mendesak mereka untuk bekerja.

Beberapa responden istri lain yaitu sebanyak 18 responden menyatakan bahwa pendapatan suami telah mencukupi kebutuhan hidup mereka, alasan mereka bekerja ternyata tidak semuanya sama dua dari 18 responden yang menyatakan bahwa pendapatan suami telah mencukupi kebutuhan hidup mereka memberikan alasan mereka bekerja adalah untuk membantu pendapatan suami merasa bahwa mereka bekerja seperti ini sudah lama. Selebihnya, 16 reponden menyatakan alasan mereka bekerja adalah untuk mengisi waktu luang daripada hanya sekedar di kampung tidak bekerja dan tidak menghasilkan uang.

(21)

52 Berdasarkan informasi dari para responden istri, peneliti mencoba memilah motivasi para responden dan akhirnya didapatkan jumlah responden yang memiliki kebutuhan ekonomi untuk bekerja adalah sebanyak 28 orang. Para 28 orang tersebut adalah mereka yang tidak sesuai dengan kriteria kebutuhan lainnya yaitu kebutuhan sosial relasional dan aktualisasi diri.

6.2. Motivasi Non-Ekonomi

6.2.1. Kebutuhan Sosial Relasional

Bagi beberapa responden mendapatkan teman untuk mengembangkan pekerjaan adalah suatu hal yang penting. Mereka berpendapat bahwa dengan mendapatkan teman maka secara otomatis akan datang kemudahan dalam mendapat penghasilan, seperti yang diungkapkan salah satu responden istri (KSR, 40 tahun):

“...Yah kalau saya lebih penting teman daripada penghasilan, karena kalau sillaturrahim terjalin bagus maka rejeki datangnya Insya Allah gampang...”

Pernyataan ini didukung oleh empat responden istri lain, jadi lima responden dari tigapuluh total responden istri lebih memilih untuk mendapatkan teman terlebih dahulu dari penghasilan. Responden lain sebanyak 25 orang menyatakan bahwa mereka lebih memilih penghasilan lebih dahulu daripada mendapatkan teman.

Data dari penelitian di lapangan menunjukkan bahwa jumlah teman seprofesi yang didapatkan para responden istri tidak lebih dari 15 orang. Para responden istri juga menyampaikan bahwa dari seluruh teman seprofesi yang didapat dari pekerjaan ini jumlah teman yang mereka anggap dekat tidak lebih

(22)

53 dari lima orang dan teman dekat mereka adalah teman sekampung dan cenderung telah kenal lama.

Tabel 11. Jumlah Teman Seprofesi yang Diperoleh Perempuan Pedagang Sayur Keliling Selama Bekerja, Data Responden Istri di Kampung Bojong Rawa Lele 2009

Jumlah Teman Seprofesi Perempuan Pedagang Sayur Keliling Jumlah Responden Persentase

1 - 6 teman 9 30

7 - 15 teman 21 70

TOTAL 30 100

Berdasarkan data tersebut terdapat 70 persen responden istri yang memiliki teman seprofesi sebanyak 7 sampai 15 orang. Berdasarkan data-data tersebut didapat kesimpulan bahwa responden yang memiliki kebutuhan sosial relasional sebanyak dua orang.

6.2.2. Kebutuhan Aktualisasi Diri

Seluruh responden istri ketika ditanya mengenai kebutuhan untuk mengembangkan diri mereka dalam pekerjaan, mereka menjelaskan bahwa kapasitas mereka sebagai perempuan pedagang sayur keliling membuatnya sulit mengembangkan diri lebih jauh, mereka cenderung menerima keadaan. Hal ini didukung oleh kenyataan bahwa pendidikan yang mereka jalani mayoritas tidak lebih dari tamat SD dan beberapa yang hanya tamat SMP.

Kedatangan mereka ke daerah perantauan semata-mata bukan kebutuhan aktualisasi diri, melainkan untuk memperbaiki taraf hidup. Keterampilan-keterampilan yang mereka dapatkan sebatas pengalaman kerja atau bahkan pengalaman pekerjaan lain sebelum menjadi pedagang sayur keliling. Pekerjaan

(23)

54 sebagai pedagang sayur keliling tidak memiliki jenjang karir karena pekerjaan ini tergolong sektor informal sehingga yang dilakukan para pedagang sayur adalah bekerja tanpa batas waktu tertentu.

6.3.Ikhtisar

Berdasarkan hasil penelitian di lapangan, diperoleh kesimpulan mengenai motivasi perempuan bekerja yang akan dijelaskan oleh Tabel 12 di bawah ini. Tabel 12. Kategori Motivasi Perempuan Bekerja, Data Responden Istri di

Kampung Bojong Rawa Lele 2009

Kebutuhan Jumlah Responden Persentase

finansial 28 93,33

sosial relasional 2 6,67

aktualisasi diri 0 0

TOTAL 30 100

Pada Tabel 12 terlihat bahwa responden yang memiliki motivasi ekonomi sebanyak 93,33 persen. Responden yang memiliki motivasi lain yaitu non-ekonomi terbagi atas dua kebutuhan yaitu sosial relasional sebanyak 6,67 persen dan aktualisasi diri nol persen. Tabel tersebut menjelaskan bahwa kebutuhan utama mayoritas para responden istri untuk bekerja adalah kebutuhan finansial. Mereka merasa pendapatan suami kurang mencukupi kebutuhan hidup rumahtangganya, sehingga setiap ada kesempatan untuk mereka seperti saat libur sekolah mereka akan berdagang untuk mendapatkan penghasilan semaksimal mungkin.

(24)

55 BAB VII

PEMBAGIAN KERJA DALAM RUMAHTANGGA PEDAGANG SAYUR KELILING

Pembagian kerja dalam rumahtangga pedagang sayur keliling sangat tergantung pada kehadiran istri. Apabila istri dan suami tidak tinggal bersama, maka suami harus melakukan kerja produktif sekaligus reproduktif sendiri. Apabila istri tinggal bersama suami pada waktu tertentu, maka pekerjaan rumahtangga yang sebelumnya dilakukan suami sendiri dapat dialihkan untuk kemudian dikerjakan oleh istri. Berikut ini penjelasan mengenai variasi pembagian kerja dalam rumahtangga pedagang sayur tersebut di bidang produktif, reproduktif, dan kemasyarakatan.

7.1. Kegiatan Produktif

Kegiatan produktif respoden pedagang sayur keliling adalah kegiatan-kegiatan dalam usaha perdagangan yang bertujuan untuk memenuhi kebutuhan hidup. Para pedagang sayur keliling dapat juga disebut sebagai distributor bahan makanan sehari-hari dari pasar menuju ke konsumennya. Mereka membeli barang dagangan di Pasar Tradisional Pondok Gede yang berjarak kurang lebih satu kilometer dari Kampung Bojong Rawa Lele. Kegiatan belanja barang dagangan ini dilakukan para responden pada sekitar pukul 02.00 WIB, pada waktu itu akan terlihat keramaian di Pasar Pondok Gede. Proses belanja tersebut memakan waktu bagi para responden sekitar dua jam bahkan lebih.

Setelah belanja selesai, para pedagang sayur kembali ke kediaman masing-masing untuk mempersiapkan bahan-bahan yang dibeli tadi. Persiapan yang

(25)

56 dilakukan antara lain mengecer bahan yang dibeli dalam jumlah besar atau banyak menjadi ukuran kecil dan telah dibungkus. Sebagai contoh seorang pedagang sayur keliling membeli cabai merah satu kilogram di Pasar Pondok Gede, maka seusai belanja mereka membungkus cabai menjadi beberapa bungkus kecil dan dihargai sesuai ukuran atau keinginan pedagang sayur tersebut. Setelah melakukan persiapan barang dagangan, maka para pedagang sayur keliling tersebut siap menjualnya kepada para konsumen di perumahan atau tempat tinggal sesuai tempat yang biasa digunakan sebagai tempat berjualan.

7.1.1. Pembagian Kerja Produktif Responden Pedagang Sayur Keliling Saat istri tidak bekerja, suami melakukan kegiatan produktif sendiri. Ketika istri bekerja, pada umumnya tidak ada pembagian kerja yang begitu berbeda antara suami dan istri yang bekerja sebagai pedagang sayur keliling. Hal ini dapat diketahui dari tahap pembelian barang sampai penjualan semua dilakukan tiap pedagang sayur keliling baik laki-laki maupun perempuan. Ada hal yang membedakan antara tugas suami dan istri pada kerja produktif antara lain mayoritas para suami berbelanja menuju Pasar Pondok Gede menggunakan gerobaknya sendiri, sedangkan sang istri berbelanja menuju Pasar Pondok Gede dengan menggunakan angkutan umum. Hal seperti ini memiliki alasan tersendiri, seperti pengungkapan salah satu responden suami sebagai berikut (KSM, 42 tahun) :

“ ...Kalau ibu ngga bisa belanja pake gerobak, soalnya nanti bawa barangnya susah, jadi cuma Bapak yang bawa gerobak...”

(26)

57 Responden suami lain menambahkan (SMH, 43 tahun) :

“... Belanja ya pake gerobak, biar ngga keluar ongkos banyak. Kalo ibu naik ojek kalo ngga ya naik becak karena belanjanya kan malem ntar bisa kenapa-napa, trus ibu juga ngga kuat nanjak di tanjakan Roda Kencana... ”

Tahapan kerja produktif para pedagang sayur keliling secara rinci yaitu pertama belanja barang dagangan. Tahap ini suami dan istri berpisah karena istri menggunakan alat transportasi umum seperti ojek, angkutan umum atau becak, sedangkan suami membawa gerobaknya. Tujuan keduanya sama yaitu Pasar Pondok Gede. Pada tahap ini suami dan istri cenderung sibuk dengan barang dagangan masing-masing, karena mereka sering mendapat pesanan barang dari konsumennya. Hal ini tidak menutup kemungkinan jika suatu waktu sang istri menitipkan barang yang hendak dibeli kepada suaminya ataupun sebaliknya. Setelah selesai berbelanja, suami dan istri membawa barang dagangannya masing-masing menuju rumah kontrakannya.

Tahap selanjutnya adalah membungkus dan merapihkan barang dagangan. Pada tahap ini suami istri saling membantu mengecer, membungkus dan merapihkan barang dagangannya, tahap ini harus dilakukan setidaknya dua jam sebelum kemudian dijual kepada konsumen. Setelah selesai membungkus dan merapihkan barang dagangan, maka para pedagang sayur siap berangkat menuju tempatnya berjualan. Pada tahap ini suami dan istri berada pada urusan berjualannya masing-masing karena tempat mereka berdagang berbeda.

Berdasarkan data dari para responden yang diperoleh di lapangan didapat bahwa dua responden keluarga tidak melakukan hal yang sama seperti tahapan kerja produktif yang dilakukan responden keluarga lain. Responden tersebut

(27)

58 adalah pasangan suami istri Pak STR (48 tahun) dan Ibu KSM (40 tahun) beserta pasangan suami istri Pak WHD (43 tahun) dan Ibu WYR (38 tahun). Pasangan pertama adalah pasangan yang berbeda mata pencaharian. Pencaharian Pak STR adalah sebagai tukang ojek dan Ibu KSM adalah sebagai pedagang sayur keliling. Perbedaan mata pencaharian ini membuat perbedaan pada kerja produktif di keluarganya. Apabila responden keluarga lain terpisah antara suami istri pada tahap belanja kebutuhan dagangan di pasar, maka pasangan Pak STR dan Ibu KSM sebaliknya, sebagai suami Pak STR mengantar istrinya berbelanja ke Pasar Pondok Gede menggunakan motor miliknya. Sewaktu menjualnya juga demikian, Pak STR yang membawa gerobak sayur istrinya, sedangkan istrinya mengikutinya dari belakang, setelah sampai di tujuan Pak STR kembali ke kontrakan dan Ibu KSM berjualan sayur.

Hal ini dilakukan Pak STR karena jarak tempat berjualan Ibu KSM di perumahan Jati Kramat dari rumah kontrakannya di Kampung Bojong Rawa Lele sejauh kurang lebih dua kilometer. Alasan lain yang dikemukakan Pak STR adalah jam kerja Pak STR menarik ojek adalah malam hari, jadi pagi hari dilakukan untuk membantu istri berbelanja dan membawakan gerobak untuk berjualan. Siang hari setelah berjualan, pada pukul 14.00 WIB Pak STR menunggu di depan perumahan Jati Kramat dan setelah bertemu Ibu KSM pulang dengan angkutan umum dan Pak STR membawa gerobak sayur sampai rumah kontrakannya. Hal ini dilakukan pasangan ini setiap hari. Pak STR sendiri mulai menarik ojek setelah pukul 19.00 WIB.

(28)

59 Responden lain yaitu Pak WHD memiliki perbedaan dalam cara berbelanja, Pak WHD dan Ibu WYR berbelanja di Pasar Pondok Gede secara bersama-sama dengan menggunakan angkutan umum. Hal ini dilakukan mereka dengan alasan Ibu WYR baru bekerja beberapa bulan sehingga masih membutuhkan panduan atau pertolongan untuk memilih dan membawa barang-barang dagangannya. Pada tahap pembungkusan dan penjualan pasangan ini sama seperti responden keluarga lain.

7.1.2. Curahan Waktu Responden Pedagang Sayur Keliling dalam Kegiatan Produktif

Curahan waktu antara responden keluarga dan antara responden suami serta istri dalam kegiatan produktif terdapat sedikit perbedaan. Curahan waktu yang diukur yaitu curahan waktu responden dalam melakukan tahapan kegiatan dalam berdagang sayur. Pada Tabel 13 disajikan curahan waktu kerja produktif total responden suami dan istri.

Tabel 13. Curahan Waktu Kerja Produktif Responden Suami dan Responden Istri dalam Satu Hari di Kampung Bojong Rawa Lele 2009

Aktivitas dalam Satu Hari Responden suami Responden istri Jam/hari Persen Jam/hari Persen

Belanja 1,8 17,59 1,67 16,81

Membungkus Barang

Dagangan 1,73 16,91 1,73 17,42

Berjualan 6,7 65,49 6,53 65,76

TOTAL 10,23 100 9,93 100

Pada Tabel 13 terlihat bahwa responden suami lebih banyak menghabiskan waktunya dalam kegiatan produktif atau mencari nafkah. Rata-rata responden suami menghabiskan waktu 10,23 jam per hari untuk mencari nafkah, sedangkan responden istri menghabiskan waktu 9,93 jam per hari untuk mencari nafkah. Faktor yang mempengaruhi perbedaan waktu dalam kegiatan produktif ini

(29)

60 dapat dilihat dari tahap belanja barang dagangan. Responden suami lebih banyak menghabiskan waktu berbelanja karena mereka membawa gerobaknya menuju pasar, perjalanan membawa gerobak ke Pasar Pondok Gede dari Kampung Bojong Rawa Lele memakan waktu sekitar 20 sampai 30 menit. Responden istri yang menggunakan sarana angkutan umum kurang lebih menghabiskan waktu 10 menit dengan ojek, 15 menit dengan angkutan umum, dan 20 sampai 30 menit dengan menggunakan becak.

Kegiatan berbelanja ke Pasar Pondok Gede dilakukan para responden keluarga antara pukul 04.00 sampai 05.00 WIB. Variasi waktu belanja antara responden keluarga ini antara satu, satu setengah sampai dua jam. Tabel 14 memperlihatkan perincian curahan waktu belanja antara responden suami dan istri.

Tabel 14. Curahan Waktu Belanja Barang Dagangan Antara Responden Suami dan Responden Istri dalam Satu Hari di Kampung Bojong Rawa Lele 2009

Curahan Waktu Belanja Responden suami Responden istri Jumlah Persen Jumlah Persen

1 jam 2 6,67 5 16,67

1,5 jam 8 26,67 10 33,33

2 jam 20 66,67 15 50

TOTAL 30 100 30 100

Mayoritas responden suami dan istri menghabiskan waktu berbelanja selama dua jam. Berdasarkan informasi dari lapangan diperoleh bahwa semakin sedikit waktu berbelanja menjelaskan bahwa pedagang sayur tersebut telah memesan beberapa barang dagangan dengan beberapa penjual atau pemasok para pedagang sayur sehari sebelum barang tersebut di jual kepada konsumen.

(30)

61 Pemesanan dilakukan di rumah kontrakan penjual, karena rumah kontrakan para penjual atau pemasok tidak begitu jauh dari Kampung Bojong Rawa Lele. Setelah pemesanan dan pembayaran barang dagangan pada malam hari selesai, besok harinya para tukang sayur hanya mengambil barang yang dipesannya tanpa harus melakukan tawar-menawar atau mencari lagi barang yang akan dibeli.

Faktor kedua yang mempengaruhi kegiatan produktif responden suami lebih lama dari responden istri adalah waktu berjualan yang digunakan responden suami lebih lama dari responden istri. Hal ini dipengaruhi antara lain dengan rute responden suami berkeliling untuk berdagang sayur lebih jauh daripada responden istri. Hal lain yang mempengaruhi adalah besarnya perumahan tempat berjualan pedagang sayur membuat mereka berkeliling dengan memakan waktu yang cukup lama. Tabel 15 menunjukkan curahan waktu berjualan antara responden suami dan istri.

Tabel 15. Curahan Waktu Berjualan Antara Responden Suami dan Responden Istri dalam Satu Hari di Kampung Bojong Rawa Lele 2009

Curahan Waktu Berjualan

Responden Suami Responden Istri Jumlah Persentase Jumlah Persentase

4 - 4,5 jam 2 6,67 0 0 5 - 5,5 jam 5 16,67 6 20 6 - 6,5 jam 4 13,33 8 26,67 7 - 7,5 jam 13 43,33 14 46,67 8 - 8,5 jam 6 20 2 6,67 TOTAL 30 100 30 100

Mayoritas responden suami bekerja 7 sampai 7,5 jam perhari, begitu pula responde istri. Curahan waktu berjualan kedua terbesar pada responden suami adalah bekerja selama 8 sampai 8,5 jam perhari. Pada reponden suami terdapat dua orang yang mencurahkan waktu berjualan 4 sampai 4,5 jam perhari, para

(31)

62 responden ini masing-masing adalah Pak STR (48 tahun) dan Pak JNO (41 tahun). Pekerjaan Pak STR adalah seorang tukang ojek, beliau bekerja dari pukul 19.00 WIB sampai 23.00 WIB. Pak Sastro biasa menarik ojek di sekitar Pasar Pondok Gede. Alasan beliau bekerja malam hari adalah pada pagi hari Pak STR lebih memilih untuk membantu istri berdagang.

Responden lain yaitu Pak JNO adalah seorang tukang sayur keliling yang berjualan di pemukiman penduduk yang dinamakan Sahabat. Jarak Kampung Bojong Rawa Lele menuju Sahabat hanya 300 meter, selain itu pemukiman tersebut merupakan pemukiman padat penduduk. Pak Jono hanya perlu menunggu pembeli di suatu tempat. Tempat tersebut biasa digunakannya untuk berjualan, sehingga Pak JNO tidak perlu berkeliling lebih jauh untuk mendapatkan pembeli. Pak JNO juga menambahkan bila ia merasa pendapatannya masih kurang pada hari itu, maka ia akan berkeliling lebih jauh untuk menjual barang dagangannya.

Mayoritas responden istri berjualan memakan waktu 7 sampai 7,5 jam. Curahan waktu berjualan terbesar kedua pada responden istri adalah bekerja selama 6 sampai 6,5 jam perhari. Pada responden istri terdapat dua responden yang bekerja 8 sampai 8,5 jam perhari. Responden tersebut masing-masing adalah Ibu DNH (40 tahun) dan Ibu SR (40 tahun). Ibu DNH berjualan selama 8,5 jam perhari. Hal ini dilakukan Ibu DNH semata-mata untuk mendapatkan keuntungan yang banyak, karena pada dasarnya Ibu DNH adalah pedagang sayur keliling musiman. Ibu DNH hanya bekerja sebagai tukang sayur ketika dua dari ketiga anaknya libur sekolah, selebihnya Ibu DNH hanya mengurus kedua anaknya di kampung.

(32)

63 Responden lain yaitu Ibu SR berjualan selama 8 jam perhari. Ibu SR berjualan bersama suaminya Pak SNR (42 tahun) di perumahan Bukit Kencana, perumahan ini berjarak kira-kira satu kilometer dari Kampung Bojong Rawa Lele. Perumahan Bukit Kencana merupakan perumahan yang besar, sehingga Ibu SR bersama suaminya Pak SNR berkeliling cukup jauh untuk berdagang sayur di perumahan tersebut.

Pada pembagian kerja produktif diperoleh kesimpulan bahwa responden suami lebih banyak menghabiskan waktunya dalam kegiatan produktif atau mencari nafkah. Rata-rata responden suami menghabiskan waktu 10,23 jam per hari untuk mencari nafkah, sedangkan responden istri menghabiskan waktu 9,93 jam per hari untuk mencari nafkah. Beberapa faktor yang mempengaruhinya antara lain waktu belanja responden suami yang lebih lama karena mereka membawa gerobaknya sendiri ke Pasar Pondok Gede, sedangkan responden istri menggunakan angkutan umum untuk berbelanja. Faktor lain yang mempengaruhi curahan waktu produktif suami lebih lama dibandingkan istri adalah rute responden suami berkeliling untuk berdagang sayur lebih jauh daripada responden istri serta pengaruh besarnya perumahan tempat berjualan pedagang sayur membuat mereka berkeliling dengan memakan waktu yang cukup lama.

7.2. Kegiatan Reproduktif

Kegiatan reproduktif yang dilakukan oleh responden pedagang sayur keliling meliputi memasak, mencuci pakaian dan membersihkan rumah. Beberapa rumahtangga masih ada kegiatan mengasuh anak, namun tidak seluruh responden keluarga membawa anak mereka saat pengambilan data dilakukan.

(33)

64 7.2.1. Pembagian Kerja Reproduktif Responden Pedagang Sayur keliling

Pada kerja reproduktif, hampir seluruh responden keluarga membebankan kepada responden istri. Tabel 16 menunjukkan pembagian kerja reproduktif tersebut.

Tabel 16. Pembagian Kerja Reproduktif Antara Responden Suami dan Responden Istri di Kampung Bojong Rawa Lele 2009

Aktivitas Reproduksi Responden Suami (%) Responden Istri (%)

Memasak 3,33 100

Mencuci 0 100

Membersihkan Rumah 16,67 100

Responden suami dan respoden istri menyatakan bahwa mencuci adalah pekerjaan rumahtangga yang dominan dilakukan istri. Pada pekerjaan lain seperti membersihkan rumah diperoleh bahwa beberapa responden suami melakukan hal tersebut, pada data tercatat bahwa lima responden suami (16,67 persen) membersihkan rumah. Pekerjaan tersebut bagi suami sebenarnya bukan merupakan pekerjaan setiap hari yang dilakukan suami, melainkan pekerjaan yang dapat dipertukarkan dengan istri. Pekerjaan rumahtangga lain yaitu memasak hanya dilakukan oleh satu responden saja, responden tersebut adalah Pak STR (48 tahun) yang bekerja sebagai tukang ojek. Pak STR memasak pada pagi hari, namun hal ini juga tidak dilakukan setiap hari, seperti penuturannya sebagai berikut :

“...habis Saya nganter ibu jualan Saya pulang, kalo lagi ngga males ya Saya masak untuk siang atau kalo lagi lapar ya saya makan pagi. Tapi kalo lagi males ya Saya beli makan di warung aja...”

(34)

65 Berdasarkan data tersebut diperoleh bahwa seluruh responden istri masih mendominasi pekerjaan rumahtangga. Tidak ada hal yang mempengaruhi kerjasama antara suami istri terutama dalam menangani masalah pekerjaan rumahtangga seperti asal daerah responden keluarga. Seluruh responden keluarga pada penelitian ini berasal dari daerah yang sama yaitu Pekalongan.

7.2.2. Curahan Waktu Responden Pedagang Sayur Keliling dalam Kegiatan Reproduktif

Berdasarkan peninjauan peneliti di lapangan juga diperoleh informasi bahwa waktu luang yang dimiliki para responden adalah dari sekitar pukul 16.30 WIB sore sampai 21.00 WIB. Pada rentang waktu empat setengah jam tersebut para responden menggunakan waktu antara lain untuk berkumpul bersama keluarga, berkumpul bersama teman, waktu santai dan mengerjakan pekerjaan rumahtangga. Dari berbagai aktivitas yang dilakukan di waktu luang para responden, diperoleh data bahwa untuk melakukan aktivitas rumahtangga seperti mencuci, memasak, dan membersihkan rumah membutuhkan rata-rata curahan waktu responden istri adalah kurang lebih sebanyak satu setengah jam. Tiga aktivitas rumahtangga tersebut merupakan aktivitas yang lazim dilakukan tiap responden keluarga diantara berbagai aktivitas rumahtangga lainnya. Tabel 17 menunjukkan informasi rata-rata curahan waktu responden keluarga dalam melakukan aktivitas rumahtangga.

(35)

66 Tabel 17. Curahan Waktu Rata-rata Kerja Reproduktif Responden Suami dan Responden Istri dalam Satu Hari di Kampung Bojong Rawa Lele 2009 Aktivitas dalam Satu

Hari

Responden suami Responden istri Jam/hari Persen Jam/hari Persen

Memasak 0,016 16,67 0,5 33,33

Mencuci 0 0 0,5 33,33

Membersihkan Rumah 0,08 83,33 0,5 33,33

TOTAL 0,096 100 1,5 100

Pada pekerjaan rumahtangga responden suami hanya mengandalkan kehadiran istri. Satu dari tigapuluh respoden suami yang meluangkan waktu untuk memasak, waktu yang dicurahkan untuk memasak kurang lebih selama tigapuluh menit. Pada pekerjaan membersihkan rumah seperti menyapu dan mengepel, para responden mengaku menghabiskan waktu masing-masing pekerjaan selama limabelas menit sehingga jumlah waktu yang dibutuhkan untuk membersihkan rumah adalah selama tigapuluh menit. Responden suami pada pekerjaan ini meluangkan waktu sekitar tigapuluh menit dan responden suami yang melakukan pekerjaan ini tercatat hanya lima responden.

Responden istri tetap bertanggungjawab penuh pada pekerjaan rumahtangga. Keterlibatan suami pada pekerjaan rumahtangga hanya sebagai pengganti jika istri tidak melakukan pekerjaan seperti membersihkan rumah. Pada data tercatat pekerjaan rumahtangga yang dapat dikerjakan suami adalah memasak dan membersihkan rumah.

7.3. Kegiatan Kemasyarakatan

Kegiatan kemasyarakatan di Kampung Bojong Rawa Lele sebenarnya cukup banyak, namun kegiatan tersebut hanya diperuntukkan bagi warga asli

(36)

67 Kampung Bojong Rawa Lele saja. Kegiatan yang dilakukan di Kampung ini seperti layaknya daerah lain seperti Posyandu, Rapat RT, Pengajian, dan Arisan. Beberapa responden sendiri bercerita tentang perbedaan yang dirasakan bagi warga pendatang yang tinggal di daerah Kampung Bojong Rawa Lele. Para responden menjelaskan bahwa mereka tidak diikutsertakan dalam kegiatan kemasayarakatan di wilayah tersebut, namun hal tersebut tidak menjadi masalah karena mereka cenderung sulit membagi waktu antara kegiatan kemasyarakatan dengan waktu istirahat mereka.

Kegiatan kemasyarakatan yang dilakukan antara lain hadir pada selamatan di lingkungan sekitar. Para responden menjelaskan bahwa kadang-kadang mereka sering diundang pada acara selamatan para tetangganya. Mereka juga mengaku bahwa mereka tidak pernah melakukan selamatan di lingkungan Kampung Bojong Rawa Lele, mereka melakukan selamatan di kampung mereka sendiri.

Kegiatan kemasyarakatan lain yang dilakukan beberapa responden adalah melakukan pertemuan dengan pengurus dan anggota lain yang tergabung dalam Paguyuban Mitra Sejahtera. Paguyuban ini merupakan perkumpulan sejenis koperasi namun bukan badan yang sah secara hukum, hanya perkumpulan untuk saling membantu memperlancar modal dagang para anggota. Anggota paguyuban ini mayoritas adalah para pendatang yang berprofesi sebagai tukang sayur. Pertemuan para anggota dan pengurus sendiri dilakukan pada setiap bulan Agustus.

7.3.1. Pembagian Kerja dalam Kegiatan Kemasyarakatan

Kegiatan kemasyarakatan yang dilakukan oleh seluruh responden adalah menghadiri selamatan. Tidak ada perbedaan peran dalam menghadiri selamatan

(37)

68 ini, suami dan istri menghadiri bersama-sama. Tabel 18 memperlihatkan pembagian kerja responden keluarga dalam kegiatan kemasyarakatan.

Tabel 18. Pembagian Kerja Kemasyarakatan Responden Suami dan Responden Istri di Kampung Bojong Rawa Lele 2009

Aktivitas

Kemasyarakatan Responden Suami (%) Responden Istri (%)

Menghadiri Selamatan 100 100

Perkumpulan Paguyuban 50 0

Pada kegiatan selamatan, responden suami dan istri sama-sama menghadiri selamatan. Pada kegiatan perkumpulan paguyuban, tercatat dari tigapuluh responden keluarga yang mengikuti Paguyuban Mitra Sejahtera yang menjadi anggotanya sebanyak duapuluh orang. Berdasarkan keterangan dari duapuluh orang tersebut yang sering mengikuti perkumpulan setahun sekali pada bulan Agustus tersebut hanya limabelas orang. Acara ini hanya dihadiri oleh para kepala keluarga.

7.3.2 Curahan Waktu Responden Pedagang Sayur Keliling dalam Kegiatan Kemasyarakatan

Mayoritas responden menyatakan tidak terlalu menghabiskan waktu dalam kegiatan kemasyarakatan, mereka lebih memilih berkumpul bersama keluarga di rumah kontrakan mereka sendiri. Pada responden istri dan suami menghadiri selamatan paling lama hanya satu jam. Responden suami yang melakukan perkumpulan paguyuban yang dihitung pada rata-rata tersebut adalah berjumlah limabelas orang, mereka melakukan perkumpulan rata-rata dua jam untuk membahas laporan kas terakhir tahun tersebut. Perkumpulan ini sendiri dilakukan satu tahun sekali pada bulan Agustus menjelang Hari Ulang Tahun Kemerdekaan Republik Indonesia.

(38)

69 Pembagian kerja keluarga pedagang sayur keliling terlihat cukup fleksibel atau dapat dialihkan tugasnya. Seperti contoh bagi para responden istri yang merupakan pedagang sayur musiman, saat istri berada di kampung untuk mengurus anak mereka suami yang tinggal di kota untuk bekerja melakukan segala sesuatunya sendiri. Kegiatan produktif, kemasyarakatan, bahkan reproduktif dilakukan suami sendiri sekalipun aktivitas tertentu seperti makan dapat dialihkan kepada orang lain (diluar peran suami dan istri) karena mereka tidak memasak sendiri.

Pembagian kerja berubah ketika istri datang ke kota untuk bekerja. Bila sebelum istri datang ke kota, suami melakukan semua aktivitas dari kegiatan produktif, reproduktif, dan kemasyarakatan, namun saat istri datang ke kota beberapa peran tersebut dapat dialihkan kepada istri. Peran tersebut terutama adalah peran-peran pada kegiatan reproduktif. Hal tersebut menunjukkan bahwa responden istri menanggung beban ganda saat di satu sisi mereka harus bekerja dan si sisi lain mereka juga melakukan kegiatan reproduktif.

7.4. Hubungan Curahan Waktu Perempuan Bekerja dengan Motivasi Perempuan Bekerja

Berdasarkan hasil penelitian tentang motivasi perempuan bekerja, diperoleh bahwa motivasi ekonomi mempengaruhi tingginya curahan waktu bekerja. Hal ini dapat dijelaskan pada tabel 19 di bawah ini.

Tabel 19. Hubungan Curahan Waktu Perempuan Bekerja dengan Motivasi Perempuan Bekerja, Data Responden Keluarga di Kampung Bojong Rawa Lele 2009

Curahan Waktu Bekerja Motivasi Bekerja

Ekonomi Non-Ekonomi

Tinggi 20 2

Rendah 8 0

(39)

70 Bagi perempuan yang memiliki motivasi ekonomi, kurangnya kebutuhan keuangan bagi rumahtangga membuat mereka bekerja. Saat istri bekerja, mereka hanya berusaha untuk mendapatkan keuntungan dari hasil berjualan pada hari itu. Hal ini yang membuat mereka mencurahkan waktu dalam bekerja yang tinggi, yaitu 9,93 jam perhari.

Bagi perempuan yang memiliki motivasi non-ekonomi, pendapatan suami yang telah mencukupi mereka tidak membuat curahan waktu bekerja mereka rendah. Tabel 19 memperlihatkan bahwa perempuan yang memiliki motivasi non-ekonomi juga memiliki curahan waktu bekerja yang tinggi.

7.5. Ikhtisar

Pembagian kerja berubah ketika istri datang ke kota untuk bekerja. Peran suami yang sebelumnya melakukan semua aktivitas dari kegiatan produktif, reproduktif, dan kemasyarakatan dapat dialihkan beberapa perannya kepada istri. Peran tersebut terutama adalah peran-peran pada kegiatan reproduktif. Berdasarkan hal tersebut terlihat bahwa responden istri menanggung beban ganda saat di satu sisi mereka harus bekerja dan di sisi lain mereka juga melakukan kegiatan reproduktif.

Pembagian kerja dalam kegiatan produktif antara suami dan istri cenderung sama yaitu mereka sama-sama berbelanja barang dagangan, membungkus barang dagangan dan berjualan. Curahan waktu pada kegiatan produktif juga tidak terlalu berbeda jauh antara suami dan istri, suami mencurahkan waktu dalam sehari sekitar 10,23 jam sedangkan istri mencurahkan waktu sekitar 9,93 jam perhari.

(40)

71 Pada pembagian kerja dalam kegiatan reproduktif, peran istri sangat besar dibandingkan peran suami. Semua istri bertanggungjawab atas aktivitas rumahtangga seperti memasak, mencuci, dan membersihkan rumah. Curahan waktu yang diberikan istri pada kegiatan rumah tangga juga lebih banyak dari suami. Mayoritas suami tidak melakukan peran reproduktif. Pada pembagian kerja kemasyarakatan, keterlibatan istri dan suami dalam kegiatan menghadiri selamatan dapat dikatakan seimbang begitu pula pada curahan waktunya. Pada sebagian responden yang mengikuti paguyuban Mitra Sejahtera dalam kegiatan kemasyarakatan mereka, tercatat yang terlibat dalam kegiatan ini hanya suami.

Tabel 20 memperlihatkan total kegiatan yang dilakukan responden suami dan istri serta durasi dari kegiatan yang dilakukan setiap hari.

Tabel 20. Total Curahan Waktu perhari Responden Suami dan Responden Istri di Kampung Bojong Rawa Lele 2009

Aktivitas Produktif Responden suami Responden istri Jam/hari Persen Jam/hari Persen

Belanja 1,8 7,5 1,67 6,9

Membungkus Barang Dagangan 1,73 7,2 1,73 7,2

Berjualan 6,7 27,91 6,53 27,2 Aktivitas Reproduktif Memasak 0,016 0,06 0,5 2,08 Mencuci 0 0 0,5 2,08 Membersihkan Rumah 0,08 0,33 0,5 2,08 Aktivitas Pribadi Tidur (siang dan malam) Waktu luang

Lain-lain (mandi, ibadah, dll)

7 5,184 1,49 29,16 21,6 6,19 7 4,08 1,49 29,16 17 6,19

TOTAL kegiatan perhari 24 100 24 100

Tabel 20 memperlihatkan aktivitas produktif dan reproduktif yang dilakukan sehari-hari oleh responden suami dan istri. Terlihat pada Tabel 18 bahwa rata-rata responden istri meluangkan 11,43 jam perhari untuk bekerja di

(41)

72 luar rumah dan di rumah, sedangkan responden suami hanya menghabiskan waktu 10,32 jam perhari untuk bekerja di rumah dan di luar rumah. Hal ini menjelaskan bahwa beban kerja istri sangat terlihat jelas dari aktivitas-aktivitas yang dilakukannya. Bekerjanya istri tidak bisa membuatnya melepaskan tanggung jawab terhadap aktivitas rumahtangga, sebaliknya bekerjanya istri yang semula ingin membantu perekonomian keluarga ternyata menjadi beban kerja untuk mereka sendiri.

Motivasi ekonomi mempengaruhi curahan kerja bekerja perempuan. Kurangnya kebutuhan keuangan bagi rumahtangga membuat mereka bekerja keras untuk mendapat penghasilan yang dapat mencukupi kebutuhan mereka.

(42)

73 BAB VIII

POLA PENGAMBILAN KEPUTUSAN DALAM KELUARGA

Bab ini mencoba melihat posisi perempuan sebagai pengambil keputusan dalam pekerjaan, rumahtangga, dan masyarakat. Pada proses pengambilan keputusan dalam keluarga, akan dilihat proses pengambilan keputusan sewaktu istri belum bekerja dan sewaktu istri bekerja. Hal ini dilakukan untuk menganalisis apakah terjadi proses perubahan distribusi kekuasaan antara suami dan istri saat istri belum bekerja atau sudah bekerja.

8.1. Pengambilan Keputusan dalam Kegiatan Produktif

Pola pengambilan keputusan dalam kegiatan produktif responden keluarga perempuan pedagang sayur keliling mencakup : pengelolaan penghasilan keluarga, waktu bekerja, dan pembelian gerobak sayur. Tabel 21 menjelaskan jumlah pola pengambilan keputusan kegiatan produktif responden istri.

Tabel 21. Pengambilan Keputusan dalam Kegiatan Produktif Perempuan Pedagang Sayur Keliling Sebelum dan Setelah Bekerja, Data Responden Keluarga di Kampung Bojong Rawa Lele 2009

Bidang Keputusan

Pola Pengambilan Keputusan

Sebelum Istri Bekerja (n=30) Sesudah Istri Bekerja (n=30)

IS ID SI SD SS IS ID SI SD SS

Pengelolaan penghasilan

keluarga - - 5 - 25 - 5 25 - -

Waktu bekerja - - 5 - 25 - - 30 - -

Pembelian gerobak sayur - - - 1 29 - - - 2 28

Keterangan : IS : Istri Sendiri ID : Istri Dominan SI : Suami Istri SD : Suami Dominan SS : Suami Sendiri

(43)

74 Keputusan istri untuk terlibat dalam kegiatan mencari nafkah dianggap penting karena keputusan tersebut akan mempengaruhi peran istri dalam melakukan pekerjaannya. Berdasarkan hal tersebut, maka terlebih dahulu ditanyakan kepada responden istri atas inisiatif siapa mereka bekerja. Artinya, siapa yang menjadi penentu terakhir bahwa perempuan tersebut terlibat dalam bidang nafkah sekalipun mereka terpengaruh oleh keadaan atau orang-orang disekitar mereka. Data yang diperoleh adalah seluruh responden menyatakan bahwa inisiatif untuk bekerja berasal dari mereka sendiri sekalipun tercatat pada data suami, saudara dan teman mereka mempengaruhi mereka untuk bekerja secara tidak langsung.

Pada Tabel 21 terlihat pemisahan pola pengambilan keputusan dalam keluarga berdasarkan waktu saat istri belum bekerja dan setelah bekerja. Pada data tercatat lima responden keluarga menyatakan bahwa setelah menikah mereka berdua datang merantau untuk mengadu nasib di Bekasi. Sehingga pada tabel tersebut kelima responden keluarga tersebut berada pada tabel bagian sebelum dan setelah istri bekerja. Duapuluh lima responden keluarga lain meyatakan bahwa suami lebih dulu merantau setelah menikah, beberapa tahun setelah anak mereka telah berusia sekolah maka istri mereka mulai bekerja bersama suaminya.

Hal terpenting dalam keluarga jika suami dan istri sama-sama bekerja adalah pengelolaan penghasilan yang didapat oleh suami dan istri. Pada tabel 19 terdapat informasi bahwa sewaktu suami masih bekerja sendiri dan terpisah dari istrinya di kampung, 25 responden keluarga mengaku suami yang mengelola penghasilan yang didapat. Hanya lima responden keluarga yang menyatakan

(44)

75 bahwa suami dan istri mengelola penghasilan itu bersama-sama. Mereka adalah pasangan yang bekerja bersama setelah menikah, sehingga secara otomatis mereka dapat mengelola pendapatan bersama, tanpa ada pihak yang merasa lebih berhak mengelola keuangan karena ia telah bekerja.

Setelah istri bekerja, ternyata posisi atau kedudukan istri yang sebelumnya hanya menerima pendapatan dari suami tanpa mengetahui bagaimana pengelolaannya akhirnya dapat bekerjasama dengan suami untuk mengelola pendapatan mereka bersama. Duapuluh lima responden keluarga menyatakan bahwa mereka bekerjasama dalam mengelola pendapatan yang diperolehnya. Lima responden keluarga lainnya ternyata berbeda, suami lebih mempercayai pendapatan mereka dan pendapatan istri dikelola oleh istri mereka sendiri.

Keputusan lain yang ada dalam kegiatan produktif adalah penentuan waktu berjualan. Sebelum istri bekerja, istri tidak bisa menentukan berapa lama waktu yang dibutuhkan suami untuk berjualan. Setelah istri bekerja barulah terjadi kesepakatan diantara mereka dalam hal waktu berjualan. Para responden menyatakan bahwa sebenarnya yang terpenting adalah bukan berapa lama waktu berjualan yang terpenting adalah mendapatkan penghasilan sebesar-besarnya. Kesimpulannya, waktu berjualan hanya menunjukkan berdayanya para perempuan dalam memutuskan berbagai hal dalam pekerjaan mereka sendiri.

Keputusan untuk membeli gerobak sayur adalah keputusan mayoritas yang dilakukan suami. Tercatat sebelum istri bekerja, 29 responden keluarga menyatakan bahwa suami yang memutuskan mereka membuat gerobak seperti apa. Hanya satu responden keluarga yang menyatakan bahwa istri dapat

Gambar

Tabel  2.  Luas  Wilayah  Kelurahan  Jatimakmur  Menurut  Penggunaannya  tahun  2008
Tabel 4. Tingkat Pendidikan Penduduk Kelurahan Jatimakmur tahun 2008
Tabel 5.  Jumlah  dan  Presentase  Responden  Pekerja  Pedagang  Sayur  Menurut  Kelompok  Umur  dan  Jenis  Kelamin  di  Kampung  Bojong  Rawa  Lele  2009
Tabel 7.  Pengalaman Bekerja Responden Menurut Jenis Kelamin di Kampung  Bojong Rawa Lele 2009
+7

Referensi

Dokumen terkait

a. Ternak yang ditangkap ditempatkan pada kandang penampungan maksimal Tujuh hari. Hewan yang ditangkap harus diambil oleh pemiliknya dalam tenggang waktu 7 hari setelah

Nomor Perkara Jenis Uang Titipan Banyaknya Pelaksanaannya/ Penggunaannya Saldo Keterangan N H 31 Juli 2017 Panitera Drs/'Asmar Josen... LAPORAN BIAYA PEMERIKSAAN BANDING

Salah satu alat pengeringan yaitu rotary dryer (pengering putar) yang terdiri dari sebuah selongsong berbentuk silinder yang berputar, horisontal, atau agak miring ke bawah ke

Hal ini berarti auditor yang dapat mengimplementasikan due professional care yang terefleksikan oleh sikap skeptisme dan keyakinan yang memadai dalam pekerjaan

Penelitian ini dilakukan di FT Unnes, variabel yang diamati ialah kinerja laboran dan teknisi dalam menjalankan tugas di laboratorium rekayasa di FT Unnes

Telkom, kecuali untuk Satuan Kerja Perangkat Daerah yang melakukan pelayanan publik/beban tugas sesuai tupoksi dapat menyesuaikan dengan situasi dan kondisi

Komering Ulu Timur, Kabupaten Lebong, Kabupaten Lampung Utara, Kabupaten Pringsewu, Kota Bandar Lampung, Kota Cilegon, Kabupaten Ciamis, Kabupaten Purworejo,

Hasil penelitian menunjukkan bahwa persepsi nasabah berdasarkan kondisi geografis tidak berpengaruh secara signifikan terhadap pemilihan produk pembiayaan di BMT