BAB II
URAIAN TEORITIS
II.1. Pengertian Komunikasi
Sebagai makhluk sosial manusia senantiasa ingin berhubungan dengan manusia lainnya. Ia ingin mengetahui lingkungan sekitarnya, bahkan ingin mengetahui apa yang terjadi dalam dirinya. Rasa ingin tahu ini memaksa manusia untuk perlu berkomunikasi. Komunikasi adalah suatu kebutuhan yang sangat fundamental bagi seseorang dalam hidup bermasyarakat.
Secara etimologis atau menurut asal katanya komunikasi atau communication dalam bahasa Inggris berasal dari bahasa Latin communis yang berarti “sama”, communico, communicatio, atau communicare yang berarti “membuat sama” (to make common). Istilah pertama (communis) adalah istilah yang paling sering sebagai asal-usul kata komunikasi, yang merupakan akar dari kata-kata Latin lainnya yang mirip. Komunikasi menyarankan bahwa suatu pikiran, suatu makna, atau suatu pesan dianut secara sama (Mulyana 2002:41).
Secara terminologis, komunikasi berarti proses penyampaian suatu pernyataan oleh seseorang kepada orang lain. Dari pengertian itu jelas bahwa komunikasi melibatkan sejumlah orang, dimana seseorang menyatakan sesuatu kepada orang lain. Jadi, yang terlibat dalam komunikasi itu adalah manusia . karena itu, komunikasi yang dimaksudkan disini adalah komunikasi manusia atau dalam sering kali disebut komunikasi sosial atau social communication. Komunikasi manusia sebagai singkatan dari komunikasi antarmanusia, dinamakan
komunikasi sosial karena hanya pada manusia-manusia yang bermasyarakat terjadinya komunikasi.
Secara paradigmatis, komunikasi adalah proses penyampaian suatu pesan oleh seseorang kepada orang lain untuk memberi tahu atau untuk mengubah sikap, pandapat, atau perilaku, baik langsung secara lisan, maupun tak langsung melalui media (Effendy, 2004:4).
Menurut Harold D. Laswell, bahwa cara terbaik untuk menjelaskan kegiatan komunikasi ialah menjawab pertanyaan “who says what in which channel to whom with what effect?.
Paradigma Laswell di atas menunjukkan bahwa komunikasi meliputi lima unsur sebagai jawaban dari pertanyaan yang diajukan itu, yakni :
- Komunikator (communicator, source, sender) - Pesan (message)
- Media (channel, media)
- Komunikan (communicant, communicatee, receiver, recipient) - Efek (effect, impact, influence)
Jadi berdasarkan paradigma Laswell tersebut, komunikasi adalah proses penyampaian pesan oleh komunikator kepada komunikan melalui media yang menimbulkan efek tertentu (Effendy, 2004: 10).
Adapun fungsi dari komunikasi, adalah sebagai berikut: a. Menyampaikan informasi (to inform)
b. Mendidik (to educate) c. Menghibur (to entertain) d. Mempengaruhi (to influence)
Adapun tujuan dari komunikasi, adalah sebagai berikut: a. Perubahan sikap (attitude change)
b. Perubahan pendapat (opinion change) c. Perubahan perilaku (behavior change)
d. Perubahan sosial (social change) (Effendy, 2004: 8)
II.2. Komunikasi Organisasi
II.2.1) Pengertian Komunikasi Organisasi
Suatu organisasi terbentuk apabila suatu usaha memerlukan usaha lebih dari satu orang untuk menyelesaikannya. Kondisi ini timbul mungkin disebabkan oleh karena tugas itu terlalu besar atau terlalu kompleks untuk ditangani satu orang. Kochler 1976 (dalam Muhammad 2004:23), mengatakan organisasi adalah sistem hubungan yang terstruktur yang mengkoordinasi usaha suatu kelompok orang untuk mencapai tujuan tertentu.
Komunikasi organisasi menurut Katz dan Kahn (dalam Muhammad 2004: 65) adalah arus informasi, pertukaran informasi dan pemindahan arti di dalam suatu organisasi. Beberapa hal yang mengenai komunikasi organisasi yaitu :
1. Komunikasi organisasi terjadi dalam suatu sistem terbuka yang kompleks yang dipengaruhi oleh lingkungannya sendiri baik internal maupun eksternal. 2. Komunikasi organisasi meliputi pesan dan arusnya, tujuan, arah dan media. 3. komunikasi organisasi meliputi orang dan sikapnya, perasaannya,
II.2. 2) Fungsi Pesan Komunikasi Organisasi
Tiap pesan yang yang dikirimkan dalam suatu organisasi mempunyai alasan tertentu mengapa dikirimkan dan diterima oleh orang tertentu. Terdapat empat fungsi pesan dalam komunikasi organisasi yaitu fungsi yang berhubungan dengan tugas-tugas dalam organisasi, pemeliharaan organisasi, kemanusiaan, dan pembaruan dalam organisasi (Muhammad, 2004 :99-101) :
1. Pesan Tugas
Pesan tugas maksudnya adalah pesan-pesan yang berkenaan dengan pelaksanaan tugas-tugas organisasi oleh anggota organisasi. Pesan ini mencakup pemberian informasi kepada karyawan untuk melakukan tugas mereka secara efisien, seperti aktivitas pemberian latihan kepada karyawan, memberikan orientasi bagi karyawan baru, penentuan tujuan dan aktivitas lainnya yang berkenaan dengan produksi, pelayanan pemasaran dan sebagaimya.
2. Pesan Pemeliharaan
Pesan pemeliharaan adalah pesan-pesan yang berkenaan dengan kebijaksanaan dan pengaturan organisasi. Pesan ini membantu organisasi untuk tetap hidup kekal. Pesan ini mencakup perintah, ketentuan, prosedur, aturan dan kontrol yang diperlukan untuk mempermudah gerakan organisasi untuk output sistem, misalnya: pada perencanaan tahunan suatu organisasi menetapkan suatu tujuan sistem yaitu, mengikutsertakan banyak karyawan dalam penelitian pengembangan organisasi.
3. Pesan Kemanusian
Pesan kemanusiaan langsung diarahkan kepada orang-orang dalam organisasi dengan mempertimbangkan sikap mereka, kepuasan dan pemenuhan kebutuhan mereka. Pesan ini berkenaan dengan hubungan interpersonal, konsep diri, perasaan dan moral. Yang termasuk dalam kategori pesan ini adalah penghargaan terhadap hasil yang dicapai oleh karyawan, penyelesaian konflik antara individu atau kelompok aktivitas informasi dan bimbingan.
4. Pesan Pembaruan
Pesan pembaruan menjadikan organisasi dapat menyesuaikan diri dengan perubahan-perubahan yang terjadi dalam lingkungannya. Untuk itu suatu organisasi membuat rencana-rencana baru, aktivitas-aktivitas baru, program-program baru, pengarahan yang baru, proyek-proyek yang baru dan saran-saran mengenai produksi baru.
II.2.3) Arus Komunikasi dalam Organisasi
Di dalam komunikasi organisasi terdapat dua arus komunikasi, meliputi komunikasi vertikal dan komuniasi horizontal. Ronald Adler dan George Rodman
dalam buku Understanding Human Communication (2000:135) mencoba menguraikan masing-masing fungsi dari kedua arus komunikasi dalam organisasi.
Pertama adalah downward communication. Komunikasi ini berlangsung ketika orang-orang yang berada pada tataran manajemen mengirimkan pesan kepada bawahannya. Fungsi arus komunikasi dari atas ke bawah ini adalah:
a. Pemberian atau penyampaian instruksi kerja (job instruction)
b. Penjelasan dari pimpinan tentang mengapa suatu tugas perlu untuk dilaksanakan (job rationale)
c. Penyampaian informasi mengenai peraturan-peraturan yang berlaku (procedures and practices)
d. Pemberian motivasi kepada karawan untuk bekerja lebih baik.
Sedangkan upward communication terjadi ketika bawahan (subordinate) mengirim pesan kepada atasannya. Fungsi arus komunikasi dari bawah ke atas ini adalah:
a. Penyampaian informasi tentang pekerjaan ataupun tugas yang sudah dilaksanakan
b. Penyampaian informasi tentang persoalan-persoalan pekerjaan ataupun tugas yang tidak dapat diselesaikan oleh bawahan
c. Penyampaian saran-saran perbaikan dari bawahan
d. Penyampaian keluhan dari bawahan tentang dirinya sendiri maupun pekerjaannya.
Arus komunikasi berikutnya adalah horizontal communication. Tindak komunikasi ini berlangsung di antara para karyawan ataupun bagian yang memiliki kedudukan yang setara. Fungsi arus komunikasi horisontal ini adalah: a. Memperbaiki koordinasi tugas
b. Upaya pemecahan masalah c. Saling berbagi informasi d. Upaya memecahkan konflik
e. Membina hubungan melalui kegiatan bersama
II.3. Teori Kepemimpinan II.3.1) Pengertian Kepemimpinan
Kepemimpinan sangat dibutuhkan manusia. Ada beberapa tanggapan mengenai pemimpin, pemimpin adalah seorang yang mempunyai kekuasaan untuk mempengaruhi perilaku orang lain. Kepemimpinan kadangkala diartikan sebagai pelaksanaan otoritas dan pembuatan keputusan. Ada juga yang mengartikan suatu inisiatif untuk bertindak yang menghasilkan suatu pola yang konsisten dalam rangka mencari jalan pemecahan dari suatu persoalan bersama. Lebih jauh lagi
George R. Terry merumuskan bahwa kepemimpinan itu adalah aktivitas untuk mempengaruhi orang-orang agar diarahkan mencapai tujuan organisasi (Thoha, 2007:259).
Konsep kepemimpinan dan kekuasaan sebagai terjemahan dari power telah menurunkan suatu minat yang menarik untuk senantiasa didiskusikan sepanjang evolusi pertumbuhan pemikiran manajemen. Konsep kekuasaan amat dekat dengan konsep kepemimpinan. Kepemimpinan adalah kegiatan mempengaruhi perilaku orang lain, atau seni mempengaruhi perilaku orang lain, atau seni mempengaruhi perilaku manusia baik perorangan maupun kelompok.
Kepemimpinan itu dibatasi oleh tata krama birokrasi atau dikaitkan terjadinya dalam suatu organisasi tertentu, maka dinamakan manajemen. Fungsi-fungsi seperti perencanaan, pengaturan, motivasi, dan pengendalian yang sering dipertimbangkan oleh pengarang-pengarang manajemen sebagai fungsi pokok yang tak terpisahkan setiap kali pembahasan mengenai manajemen menjadi pokok perhatian yang harus dijalankannya.
II.3.2) Peranan Pemimpin
Menurut Thoha (2007:262) ada tiga peranan pemimpin jika organisasi yang dipimpinnya bisa berjalan secara efektif, yakni :
(1) Peranan Hubungan Antarpribadi (Interpesonal Role)
Peranan Hubungan Antarpribadi (Interpesonal Role), sangat diperlukan ketika seorang pemimpin melakukan nego kepada pihak luar. Didalam peranan ini seorang pemimpin harus memiliki peranan sebagai Figurehead yakni suatu peranan yang dilakukan untuk mewakili organisasi yang dipimpinnya di dalam setiap kesempatan dan persoalan yang timbul secara formal.
Peranan sebagai leader, dalam peranan ini pemimpin bertindak sebagai pemimpin. Ia melakukan hubungan interpersonal dengan yang dipimpin, dengan melakukan fungsi-fungsi pokoknya diantaranya memimpin, memotivasi, mengembangkan dan mengendalikan.
(2) Peranan yang Berhubungan dengan Informasi ( Informational Role)
Peranan yang Berhubungan dengan Informasi ( Informational Role) ini pemimpin harus mampu menjadi monitor yakni mengidentifikasikan seseorang, pemimpin sebagai penerima dan pengumpul informasi, agar ia mampu untuk
mengembangkan suatu pengertian yang baik dari organisasi yang dipimpinnya, dan mempunyai pemahaman yang komplit tentang lingkungannya.
Sebagai disseminator yakni peranan melibatkan pemimpin untuk menangani proses transmisi dari informasi-informasi ke dalam organisasi yang dipimpinnya. Sebagai juru bicara (spokesman) yakni peranan yang dimainkan pemimpin untuk penyampaian informasi keluar lingkungan organisasinya.
(3) Peranan Pembuat keputusan (Decisional Role)
Peranan Pembuat keputusan (Decisional Role), peranan ini yang sangat rumit untuk dilaksanakan. Didalam pembuatan keputusan seorang pemimpin harus memiliki peranan sebagai enterpreneur, dalam peranan ini pemimpin bertindak sebagai pemrakarsa dalam merancang berbagai perubahan-perubahan yang terkendali dalam organisasinya
Peranan sebagai penghalau gangguan (disturbande handler), peranan ini membawa pemimpin untuk bertanggung jawab terhadap organisasi ketika organisasinya terancam bahaya, misalnya: akan dibubarkan, terkena gosip, isu-isu kurang baik, dan lain sebagainya.
Peranan sebagai pembagi sumber (resources allocator), membagi sumber data adalah suatu proses pembuatan keputusan. Serta peranan sebagai negosiator, peranan ini meminta kepada pemimpin untuk aktif berpartisipasi dalam arena negosiasi.
Gambar 1
Peranan-peranan Pemimpin
Sumber : Perilaku Organisasi, Miftah Thoha. Otoritas Formal
dan Status
Peranan Hubungan Antarpribadi • Figurehead • Pemimpin • Perantara Peranan Informasi • Monitor • Disseminator • Juru Bicara
Peranan Pembuat keputusan • Enterpreneur • Penghalau gangguan • Pembagi sumber • Negosiator
II.3.3) Gaya Kepemimpinan yang efektif
Setiap pemimpin mempunyai gaya (style) tersendiri dalam menangani suatu kelompok yang turut menentukan keberhasilan pemimpin tersebut. Dalam memimpin suatu kelompok ataupun bidang kerja, seorang pimpinan memiliki dua gaya pengembangan yakni efektif dan tidak efektif (Thoha, 2007 :311-314) : Kepemimpinan efektif itu antara lain :
5. Eksekutif, gaya ini banyak memberikan perhatian pada tugas-tugas pekerjaan dan hubungan kerja. Seorang pemimpin yang mempergunakan gaya ini disebut motivator yang baik, mau menetapkan standar kerja yang tinggi, berkehendak mengenal perbedaan di antara individu, dan berkeinginan mempergunakan kerja tim dalam manajemen.
6. Pecinta pengembangan (developer), gaya ini memberikan perhatian yang maksimum terhadap hubungan kerja, dan perhatian yang minimum terhadap tugas-tugas pekerjaan. Seorang pemimpin yang mempergunakan gaya ini mempunyai kepercayaan yang implisit terhadap orang-orang yang bekerja dalam organisasinya, dan sangat memperhatikan pengembangan mereka sebagai seorang individu.
7. Otokratis yang baik hati (Benevolent autocrat), gaya ini memberikan perhatian yang maksimum terhadap tugas, dan perhatian yang yang minimum terhadap hubungan kerja. Seorang pemimpin yang mempergunakan gaya ini mengetahui secara tepat apa yang ia inginkan dan bagaimana memperoleh yang diinginkannya tersebut tanpa menyebabkan ketidakseganan di pihak lain. 8. Birokrat, gaya ini memberikan perhatian yang minimun baik terhadap tugas
maupun hubungan kerja. Seorang pemimpin yang mempergunakan gaya ini sangat tertarik pada peraturan-peraturan dan menginginkan memeliharanya, serta melakukan kontrol situasi secara teliti.
Kepemimpinan yang tidak efektif antara lain :
5. Pecinta kompromi (Compromiser), gaya ini memberikan perhatian yang besar pada tugas dan hubungan kerja dalam situasi yang menekankan pada kompromi. Pemimpin yang bergaya seperti ini merupakan pembuat keputusan yang jelek, banyak tekanan yang mempengaruhinya.
6. Missionari, gaya ini memberikan penekanan yang maksimum pada orang-orang dan hubungan kerja, tetapi memberikan perhatian yang minimum terhadap tugas dengan perilaku yang tidak sesuai. Pemimpin semacam ini hanya menilai keharmonisan sebagai suatu tujuan dalam dirinya sendiri.
7. Otokrat, gaya ini memberikan perhatian yang maksimum terhadap tugas dan minimum terhadap hubungan kerja dengan suatu perilaku yang tidak sesuai. Pemimpin seperti ini tidak mempunyai kepercayaan pada orang lain, tidak menyenangkan, dan hanya tertarik pada jenis pekerjaan yang segera selesai. 8. Lari dari tugas (deserter), gaya ini sama sekali tidak memberikan perhatian
tidak begitu terpuji, karena pemimpin seperti ini menunjukkan pasif tidak mau ikut campur tangan secara aktif dan positif.
Keitz Davis (dalam Thoha 2007:287) merumuskan empat sifat umum yang nampaknya mempunyai pengaruh terhadap keberhasilan seorang pemimpin dalam organisasi, yaitu :
1) Kecerdasan. Hasil penelitian pada umumnya membuktikan bahwa pimpinan mempunyai tingkat kecerdasan yang lebih tinggi dibandingkan dengan yang dipimpin. Namun demikian, yang sangat menarik dari penelitian tersebut ialah pemimpin tidak bisa melampaui terlalu banyak dari kecerdasan pengikutnya. 2) Kedewasaan dan keluasan hubungan sosial. Pemimpin cenderung menjadi
matang dan mempunyai emosi yang stabil, serta mempunyai perhatian yang luas terhadap aktivitas-aktivitas sosial. Dia mempunyai keinginan menghargai dan dihargai.
3) Motivasi diri dan dorongan berprestasi. Para pemimpin secara relatif mempunyai dorongan motivasi yang kuat untuk berprestasi. Mereka bekerja berusaha mendapatkan penghargaan yang instrinsik dibandingkan dari yang ekstrinsik.
4) Sikap-sikap hubungan kemanusian. Pemimpin-pemimpin yang berhasil mau mengakui harga diri dan kehormatan para pengikutnya dan mampu berpihak kepadanya.
Dalam pengembangan yang modern Martin Evans dan Robert House secara terpisah telah menulis karangan dalam subyek path goal theory. Secara pokok teori path goal berusaha untuk menjelaskan pengaruh perilaku pemimpin terhadap motivasi, kepuasan, dan pelaksanaan pekerjaan bawahannya. Adapun teori path-goal versi House (dalam Thoha, 2007:322), memasukkan empat tipe atau gaya utama kepemimpinan sebagai berikut:
1) Kepemimpinan direktif. Tipe ini sama dengan model kepemimpinan yang otokratis dari Lippitt dan White. Bawahan tahu senyatanya apa yang diharapkan darinya dan pengarahan yang khusus diberikan oleh pemimpin. Dalam model ini tidak ada partisipasi dari bawahan.
2) Kepemimpinan yang mendukung (Supportive leadership). Kepemimpinan model ini mempunyai kesediaan untuk menjelaskan sendiri, bersahabat, mudah didekati, dan mempunyai perhatian kemanusiaan yang murni terhadap para bawahannya.
3) Kepemimpinan partisipatif. Gaya kepemimpinan ini, pemimpin berusaha meminta dan mempergunakan saran-saran dari para bawahannya. Namun pengambilan keputusan masih tetap berada padanya.
4) Kepemimpinan yang berorientasi pada prestasi. Gaya kepemimpinan ini menetapkan serangkaian tujuan yang menantang para bawahannya untuk berprestasi. Demikian pula pemimpin memberikan keyakinan kepada mereka bahwa mereka mampu melaksanakan tugas pekerjaan mencapai tujuan secara baik.
Selanjutnya Robert Tennenbaum dan Warren Schmidt, menjelaskan gaya kepemimpinan kontinum (Thoha, 2007: 304-306). Model yang mempunyai bidang pengaruh antara pimpinan dan kebebasan bawahan ini menekankan tujuh model keputusan pemimpin, yaitu:
1) Pemimpin membuat keputusan dan kemudian mengumumkan kepada bawahannya. Model ini terlihat bahwa otoritas yang dipergunakan atasan banyak sedangkan daerah kebebasan bawahan sempit sekali.
2) Pemimpin menjual keputusan. Dalam hal ini pemimpin masih terlihat menggunakan otoritas yang ada padanya, sehingga persis dengan model yang pertama. Bawahan di sini belum banyak terlibat dalam pembuatan keputusan. 3) Pemimpin memberikan pemikiran-pemikiran atau ide-ide, dan mengundang
pertanyaan-pertanyaan. Dalam model ini pemimpin sudah menunjukkan kemajuan, dibatasinya penggunaan otoritasnya dan diberi kesempatan bawahan untuk mengajukan pertanyaan-pertanyaan. Bawahan sudah sedikit terlibat dalam rangka pembuatan keputusan.
4) Pemimpin memberikan keputusan bersifat sementara yang kemungkinan dapat diubah. Bawahan sudah mulai banyak terlibat dalam rangka pembuatan keputusan. Sementara otoritas pimpinan sudah mulai dikurangi penggunaannya.
5) Pemimpin memberikan persoalan, meminta saran-saran, dan membuat keputusan. Model ini sudah jelas otoritas pimpinan dipergunakan sedikit mungkin, sebaiknya kebebasan bawahan dalam berpartisipasi membuat keputusan sudah banyak dipergunakan.
6) Pemimpin merumuskan batas-batasanya, dan meminta kelompok untuk membuat keputusan. Partisipasi bawahan dalam kesempatan ini lebih besar dibandingkan dalam model kelima di atas.
7) Pemimpin mengijinkan bawahan melakukan fungsi-fungsinya dalam batas-batas yang telah dirumuskan oleh pimpinan. Model ini terletak pada titik ekstrim penggunaan kebebasan bawahan, adapun titik ekstrim penggunaan otoritas pada model nomor satu di atas.
Dari model di atas dapat dilihat bahwa pemimpin berusaha mempengaruhi persepsi bawahannya, dan memotivasinya dengan cara mengarahkan mereka pada kejelasan tugas-tugasnya, pencapaian tujuan, kepuasan kerja, dan pelaksanaan
kerja yang efektif. Adapun usaha-usaha yang lebih spesifik yang dapat dicapai oleh pimpinan, antara lain:
1) Mengetahui dan atau menumbuhkan kebutuhan-kebutuhan para bawahan untuk menghasilkan sesuatu yang bisa dikontrol pimpinan.
2) Memberikan insentif kepada bawahan yang mampu mencapai hasil dalam bekerja.
3) Membuat suatu jalan yang mudah dilewati oleh bawahan untuk menaikkan prestasinya dengan cara latihan, dan pengarahan.
4) Membantu para bawahan dengan menjelaskan apa yang bisa diterapkan darinya.
5) Mengurangi halangan-halangan yang bisa membuat frustasi.
6) Menaikkan kesempatan-kesempatan untuk pemuasan bawahan yang kemungkinan tercapainya efektivitas kerja.
II.4. Kepuasan Kerja
II.4.1) Pengertian Kepuasan Kerja
Aktivitas hidup manusia beraneka ragam dan salah satu bentuk dari segala aktivitas yang ada adalah bekerja. Bekerja memiliki arti melaksanakan suatu tugas yang diakhiri dengan buah karya yang dapat dinikmati oleh manusia yang bersangkutan (As’ad, 1998:45). Hal ini didorong oleh adanya keinginan manusia untuk memenuhi kebutuhan. Namun manusia sepertinya tidak pernah puas dengan apa yang didapat, seperti gaji dan sebagainya. Karena itu salah satu tugas manajer personalia adalah harus dapat menyesuaikan antara keinginan para karyawan dengan tujuan dari perusahaan. Walaupun kepuasan kerja pada dasarnya merupakan suatu cara pandang seseorang. baik yang bersifat positif maupun bersifat negatif tentang pekerjaannya.
Menurut Joseph Tiffin kepuasan kerja adalah sikap karyawan terhadap pekerjaan, situasi kerja, kerjasama diantara pimpinan dan sesama karyawan. Selain itu, ada juga pendapat M.L Blum (dalam As’ad 1998:102) mendefinisikan kepuasan kerja adalah “suatu sikap yang umum sebagai hasil dari berbagai sifat
khusus individu terhadap faktor kerja, karakteristik individu dan hubungan sosial individu di luar pekerjaan itu sendiri”. Ada juga pendapat dari Martoyo (1990: 123-124), bahwa, kepuasan kerja merupakan “Keadaan emosional karyawan dimana terjadi atau tidak terjadi titik temu antara nilai balas jasa kerja karyawan dari perusahaan atau organisasi dengan tingkat nilai balas jasa yang memang diinginkan untuk karyawan yang bersangkutan”.
Kepuasan kerja merupakan respon sesorang (sebagai pengaruh) terhadap bermacam-macam lingkungan kerja yang dihadapinya (Muhammad, 2004: 90). Kepusan kerja merupakan suatu respons atau emosional terhadap berbagai segi dari pekerjaan seseorang. Kepuasan kerja adalah suatu efektivitas atau respons emosional terhadap berbagai aspek pekerjaan. Defenisi ini berarti bahwa kepuasan kerja bukanlah suatu konsep tunggal. Sebaliknya, seseorang dapat relatif puas dengan suatu aspek dari pekerjaanya dan tidak puas dengan salah satu atau lebih aspek yang lainnya.
II.4.2) Model Kepuasan Kerja
Setelah dijabarkan secara jelas mengenai arti dari kepuasan kerja, maka akan terlihat lima model kepuasan kerja yang menonjol, dimana kelima model itu digolongkan berdasarkan penyebab munculnya kepuasan kerja. Adapun penyebab dari munculnya kepuasan kerja adalah; pemenuhan kebutuhan, ketidakcocokan, pencapaian nilai, persamaan, dan komponen watak/genetik (Kreitner, 2003:271-272). Berikut ini ulasan singkat dari model-model yang akan memberi penjelasan konsep rumit namun terlihat sederhana, yakni :
6. Pemenuhan kebutuhan, model ini menjelaskan bahwa kepuasan ditentukan oleh karakteristik dari sebuah pekerjaan memungkinkan seorang individu
untuk memenuhi kebutuhannya. Walaupun model ini memunculkan sejumlah besar kontroversi, tetapi secara umum diterima bahwa pemenuhan kebutuhan memiliki korelasi dengan kepuasan kerja.
7. Ketidakcocokan, model ini menjelaskan bahwa kepuasan adalah hasil dari harapan yang terpenuhi. Harapan yang terpenuhi mewakili perbedaan antara apa yang diharapkan oleh seorang individu dari sebuah pekerjaan, seperti upah dan kesempatan promosi yang baik, dan apa yang pada kenyataannya diterimanya. Pada saat harapan lebih besar daripada yang diterima, seorang akan tidak puas. Sebaliknya, model ini memprediksikan bahwa individu akan puas pada saat ia mempertahankan output yang diterimanya dan melampaui harapan pribadinya.
8. Pencapaian nilai, model ini menjelaskan bahwa kepuasan berasal dari persepsi bahwa suatu pekerjaan memungkinkan untuk pemenuhan nilai-nilai kerja yang penting dari seorang individu. Pada umumnya, peneliti secara konsisten mendukung prediksi bahwa pemenuhan nilai secara positif berkaitan dengan kepuasan kerja. Oleh karena itu, para pemimpin dapat meningkatkan kepuasan karya dengan melakukan strukturisasi lingkungan kerja penghargaan dan pengakuan yang berhubungan dengan nilai-nilai karyawan.
9. Persamaan, model ini menjelaskan suatu fungsi dari bagaimana seorang individu diperlakukan secara adil di tempat kerja. Kepuasan berasal dari persepsi seseorang bahwa output pekerja, relatif sama dengan inputnya, perbandingan yang mendukung output/input lain yang signifikan.
10.Komponen watak/genetik, model ini menjelaskan bahwa kepuasan kerja merupakan sebagian fungsi dari sifat pribadi maupun faktor genetik. Oleh karenanya, model ini menunjukkan bahwa perbedaan individu yang stabil adalah sama pentingnya dalam menjelaskan kepuasan kerja dengan karakteristik lingkungan kerja.
II.4.3) Respon terhadap Ketidakpuasan Kerja
Apabila penyebab-penyabab kepuasan kerja di atas tidak ditemui, maka akan ada kecenderungan munculnya ketidakpuasan kerja. Pengungkapan ketidakpuasan kerja karyawan terbagi atas beberapa respon, yaitu:
1. Eksit: perilaku yang mengarah untuk meninggalkan organisasi. Mencakup pencarian suatu posisi baru maupun meminta berhenti.
2. Suara (Voice): dengan aktif dan konstruktif mencoba memperbaiki kondisi. Mencakup sarana perbaikan, membahas problem-problem dengan atasan, dan beberapa bentuk kegiatan serikat buruh.
3. kesetiaan (loyality): pasif tetapi optimis menunggu membaiknya kondisi. Mencakup berbicara membela organisasi menghadapi kritik luar dan mempercayai organisasi dan manajemnya untuk melakukan hal yang tepat. 4. Pengabdian (neglect): secara pasif membiarkan kondisi memburuk, termasuk
kemangkiran atau datang terlambat secara kronis, upaya yang dikurangi, dan tingkat kekeliruan yang meningkat. (Kreitner, 2003:274)