• Tidak ada hasil yang ditemukan

ESTERIFIKASI GONDORUKEM MALEAT DENGAN GLISEROL MURTINI ARI RACHMAWATI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "ESTERIFIKASI GONDORUKEM MALEAT DENGAN GLISEROL MURTINI ARI RACHMAWATI"

Copied!
64
0
0

Teks penuh

(1)

MURTINI ARI RACHMAWATI

DEPARTEMEN HASIL HUTAN

FAKULTAS KEHUTANAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

RINGKASAN

MURTINI ARI RACHMAWATI. E24060565. Esterifikasi Gondorukem Maleat dengan Gliserol. Dibimbing oleh WASRIN SYAFII dan BAMBANG WIYONO.

Salah satu produk hasil hutan bukan kayu yang benilai tinggi dan mempunyai prospek cerah untuk dikembangkan saat ini dan di masa mendatang adalah gondorukem. Hal ini ditunjukkan dengan potensi dan ekspor gondorukem Indonesia yang terus meningkat, dimana Indonesia merupakan negara produsen gondorukem terbesar ketiga di dunia setelah Cina dan Brazil. Gondorukem yang diperoleh dari hasil penyulingan getah pinus ini disebut sebagai gondorukem non modifikasi. Gondorukem non modifikasi mempunyai kelemahan, yaitu sifatnya yang cenderung mengkristal, mudah teroksidasi oleh oksigen pada udara terbuka dan mudah bereaksi dengan garam-garam logam berat dalam vernis. Maka dari itu, untuk mengurangi kelemahan tersebut perlu dilakukan penelitian tentang modifikasi gondorukem yaitu dengan memodifikasi ikatan rangkap dan gugus karboksil yang ada pada senyawa asam dalam rosin tersebut untuk memperbaiki sifat-sifat kearah yang lebih baik.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh penambahan gliserol pada proses esterifikasi dan fortifikasi dengan asam maleat terhadap rendemen dan sifat fisiko kimia dari produk ester gliserol gondorukem maleat, serta mengetahui kualitas produk ester gliserol gondorukem maleat yang dihasilkan. Penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan nilai tambah produk derivat gondorukem dan memperluas penggunaan dari gondorukem modifikasi.

Bahan baku yang digunakan adalah gondorukem kualitas WW yang berasal dari Jawa Timur dengan menggunakan asam maleat (8%, 10%, 12%) dan gliserol (10%, 12%, 14%). Pengujian kualitas ester gliserol gondorukem maleat mengacu pada RSNI3 7636:2010 yaitu meliputi titik lunak, bilangan asam, kelarutan dalam toluena (1:1) dan kadar kotoran. Untuk warna dilakukan pengamatan langsung kemudian membandingkannya dengan standar warna gondorukem sedangkan rendemen diperoleh dengan menggunakan rumus [(berat derivat gondorukem/berat gondorukem asal) x 100%]. Bahan baku yang digunakan sudah memenuhi standar kualitas gondorukem (RSNI3 7636:2010) baik itu dari warna, bilangan asam dan kadar kotoran, namun dari titik lunak belum memenuhi standar kualitas gondorukem.

Rataan rendemen ester gliserol gondorukem maleat yang diperoleh berkisar antara 41,91%-53,81%, warna kuning kecoklatan hampir ke hitam, rata-rata titik lunak berkisar antara 82,33°C-121°C, rata-rata-rata-rata bilangan asam berkisar antara 2,37 mg KOH/g - 4,49 mg KOH/g, rata-rata kadar kotoran berkisar antara 0,005%-0,019% dan kelarutan dalam toluena (1:1) yaitu larut. Peningkatan persentase gliserol menghasilkan ester gliserol gondorukem maleat dengan bilangan asam yang semakin rendah, titik lunak dan rendemen yang semakin tinggi serta warna yang semakin rendah. Ester gliserol gondorukem maleat yang dihasilkan mampu memenuhi standar kualitas Cina dari segi bilangan asam, titik lunak dan kelarutan dalam toluena (1:1).

(3)

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa skipsi berjudul Esterifikasi Gondorukem Maleat dengan Gliserol adalah benar-benar hasil karya saya sendiri dengan bimbingan dosen pembimbing dan belum pernah digunakan sebagai karya ilmiah pada perguruan tinggi atau lembaga manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Bogor, Februari 2011

Murtini Ari Rachmawati NRP E24060565

(4)

ESTERIFIKASI GONDORUKEM MALEAT

DENGAN GLISEROL

MURTINI ARI RACHMAWATI

Skripsi

Sebagai salah satu syarat memperoleh gelar

Sarjana Kehutanan pada Fakultas Kehutanan

Institut Pertanian Bogor

DEPARTEMEN HASIL HUTAN

FAKULTAS KEHUTANAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(5)

Judul Skripsi : Esterifikasi Gondorukem Maleat Dengan Gliserol

Nama : Murtini Ari Rachmawati

NIM : E24060565

Menyetujui, Dosen Pembimbing

Ketua, Anggota,

Pror. Dr. Ir. Wasrin Syafi’i, M. Agr Dr. Ir. Bambang Wiyono, M. For. Sc NIP. 19541017 198003 1 004 NIP. 19590326 198703 1 004

Mengetahui,

Ketua Departemen Hasil Hutan Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor

Dr. Ir. I Wayan Darmawan, M.Sc. NIP. 19660212 119103 1 002

(6)

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Esterifikasi Gondorukem Maleat Dengan Gliserol” ini dengan baik. Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan di Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada seluruh pihak yang telah membantu dalam penyelesaian karya tulis ini. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Bapak, Ibu, Mas Budi, Mbak Niken dan segenap keluarga penulis atas motivasi, dukungan baik moral maupun material, rasa sayang dan doa yang tak henti-hentinya kepada penulis sampai hari ini.

2. Bapak Prof. Dr. Ir. Wasrin Syafii, M. Agr dan Bapak Dr. Ir. Bambang Wiyono, M. For. Sc (Alm) selaku pembimbing skripsi yang telah memberikan bimbingan secara teknis, teoritis maupun moral dalam penyusunan skripsi ini sehingga dapat diselesaikan dengan baik.

3. Bapak Dr. Ir. Basuki Wasis, MS selaku dosen penguji dari Departemen Silvikultur, Bapak Dr. Ir. Ahmad Budiaman, MS selaku dosen penguji dari Departemen Manajemen Hutan dan Ibu Dr. Ir. Arzyana Sunkar, MS selaku dosen penguji dari Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan yang telah memberikan masukan dan arahan kepada penulis.

4. Pusat Penelitian dan Pengembangan Keteknikan dan Pengolahan Hasil Hutan Hasil Hutan (PUSTEKOLAH), Gunung Batu Bogor yang telah memberikan izin penulis dalam penyediaan tempat penelitian.

5. Ibu Evi, Ibu Puji, Ibu Umi dan Bapak Ahmad selaku laboran kimia hasil hutan PUSTEKOLAH Bogor yang telah membantu penulis secara teknis maupun moral selama penelitian.

6. Teman-teman satu bimbingan, Meiyana Wahyuni dan M. Adly Rahandi L yang menjadi tempat bertukar pikiran dan berdiskusi dalam penyusunan skripsi ini.

7. Sahabat-sahabat penulis, A’imatul F, Devie Retno Wulan, dan Wahdana MFS yang selalu senantiasa memberikan dukungan dan menghabiskan waktu

(7)

bersama untuk melepaskan penat serta mengisi hari-hari penulis dengan penuh keceriaan.

8. Teman-teman mahasiswa Laboratorium Kimia Hasil Hutan dan teman-teman angkatan 43 Teknologi Hasil Hutan yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu, terima kasih atas segala dukungan dan kebersamaannya.

9. Semua pihak yang telah membantu dalam penulisan skripsi. Semoga Allah SWT memberikan pahala atas kebaikannya.

Penulisan skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi kesempurnaan penulisan skripsi ini. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat terutama bagi penulis, pembaca, kemajuan industri derivat gondorukem Indonesia dan pihak-pihak yang membutuhkan.

Bogor, Februari 2011

(8)

RIWAYAT HIDUP

Penulis bernama lengkap Murtini Ari Rachmawati, dilahirkan di Rembang, Jawa Tengah pada tanggal 29 September 1988. Penulis merupakan anak ketiga dari tiga bersaudara dari pasangan Bapak Masrab dan Ibu Solichah. Penulis menyelesaikan pendidikan di TK Bayangkari (1994-1995), SD Banyudono (1994-2000), SLTP Negeri 1 Rembang (2000-2003), SMU Negeri 1 Rembang (2003-2006). Pada tahun 2006, penulis diterima di Institut Pertanian Bogor melalui jalur USMI (Undangan Seleksi Masuk IPB) dan memilih program Studi Mayor Teknologi Hasil Hutan, Departemen Hasil Hutan, Fakultas Kehutanan. Pada tahun 2009, penulis memilih Kimia Hasil Hutan sebagai bidang keahlian.

Selama menjadi mahasiswa, penulis aktif di beberapa organisasi kemahasiswaan, yaitu Himpunan Profesi Mahasiswa Hasil Hutan (Himasiltan) IPB sebagai staff Departemen Kimia Hasil Hutan periode 2007-2010, Koperasi Mahasiswa (KOPMA) IPB periode 2006-2007, Himpunan Mahasiswa Keluarga Rembang di Bogor (HKRB) periode 2006-2008, serta aktif di berbagai kegiatan kepanitiaan internal yang diadakan IPB.

Penulis juga menjadi asisten praktikum mata kuliah Dendrologi. Penulis telah melaksanakan Praktek Pengenalan Ekosistem Hutan (PPEH) pada Juli 2008 di Cilacap-Baturaden Jawa Tengah, Praktek Pengelolaan Hutan (PPH) di Hutan Pendidikan Gunung Walat Sukabumi pada tahun 2009. Selain itu penulis juga melakukan Praktek Kerja Lapang (PKL) di PGT Rejowinangun dan PT PAK Trenggalek, Jawa Timur dan pernah melaksanakan PKM-P yang dibiayai DIKTI dengan judul penelitian “Diversifikasi Pemanfaatan Kulit Kayu Manis Sebagai Produk Pangan Yang Menyehatkan” di bawah bimbingan Ir. Rita Kartikasari, M.Si. Penulis telah menyelesaikan skripsi dengan judul “Esterifikasi Gondorukem Maleat Dengan Gliserol”.

(9)

Halaman

DAFTAR ISI ... i

DAFTAR TABEL ... iii

DAFTAR GAMBAR ... iv DAFTAR LAMPIRAN ... v BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1 1.2 Tujuan Penelitian ... 2 1.3 Manfaat Penelitian ... 2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Gondorukem ... 3

2.1.1 Sifat-sifat Gondorukem ... 3

2.1.2 Klasifikasi Gondorukem ... 6

2.1.3 Kegunaan Gondorukem ... 8

2.2 Agen Modifikasi Gondorukem ... 9

2.2.1 Gliserol ... 9

2.2.2 Asam Maleat ... 10

2.3 Proses Modifikasi Gondorukem ... 10

2.3.1 Proses Fortifikasi ... 11

2.3.2 Proses Esterifikasi ... 12

2.4 Produk Modifikasi Gondorukem ... 13

2.4.1 Gondorukem Fortifikasi ... 13

2.4.2 Gondorukem Ester ... 14

2.4.3 Ester Gliserol Gondorukem Maleat ... 15

BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu ... 16

3.2 Bahan dan Alat ... 16

3.3 Metode Penelitian ... 16

3.3.1 Karakterisasi Bahan Baku ... 16

(10)

3.3.3 Proses Esterifikasi ... 17

3.3.3 Pengujian Kualitas ... 18

3.3.3.1 Rendemen ... 18

3.3.3.2 Pengujian Sifat Fisis ... 19

3.3.3.3 Pengujian Sifat Kimia ... 19

3.4 Analisis Data ... 20

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Bahan Baku ... 22

4.2 Rendemen Ester Gliserol Gondorukem Maleat ... 23

4.3 Sifat Fisis Ester Gliserol Gondorukem Maleat ... 25

4.3.1 Warna ... 25

4.3.2 Titik Lunak ... 26

4.4 Sifat Kimia Ester Gliserol Gondorukem Maleat ... 28

4.4.1 Bilangan Asam ... 28

4.4.2 Kadar Kotoran ... 31

4.4.3 Kelarutan dalam Toluena (1:1) ... 32

4.5 Perbandingan Kualitas Ester Gliserol Gondorukem Maleat dengan Cina ... 34

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan ... 37

5.2 Saran ... 37

DAFTAR PUSTAKA ... 38

(11)

1. Komposisi asam resin pada berbagai jenis kayu pinus ... 5

2. Komposisi asam resin pada gondorukem dari berbagai negara penghasil gondorukem (%) ... 5

3. Komposisi asam resin dari beberapa lokasi di Indonesia ... 6

4. Klasifikasi khusus kualitas gondorukem ... 7

5. Klasifikasi umum kualitas gondorukem ... 7

6. Klasifikasi kualitas gondorukem berdasarkan standar warna Gardner ... 8

7. Karakteristik gliserol ... 9

8. Karakteristik asam maleat ... 10

9. Karakteristik ester gliserol gondorukem maleat ... 15

10. Sifat fisiko kimia gondorukem ... 22

11. Kelarutan estergliserol gondorukem maleat dalam toluena (1:1)... 33

(12)

DAFTAR GAMBAR

No. Halaman

1. Struktur kimia asam-asam resin ... 4

2. Struktur kimia gliserol ... 9

3. Struktur kimia asam maleat ... 10

4. Reaksi pembuatan gondorukem fortifikasi ... 11

5. Reaksi esterifikasi fischer ... 12

6. Diagram alir prosedur penelitian ... 18

7. Histogram rataan rendemen ester gliserol gondorukem maleat ... 23

8. Warnaester gliserol gondorukem maleat dengan penambahan persentase gliserol dan asam maleat yang berbeda ... 26

9. Histogram rataan titik lunak ester gliserol gondorukem maleat ... 27

10. Histogram rataan bilangan asam ester gliserol gondorukem maleat ... 29

11. Reaksi esterifikasi pembentukan gondorukem ester gliserol ... 30

(13)

DAFTAR LAMPIRAN

No. Halaman 1. Analisis Statistik (Uji Duncan dan Analisis Regresi Berganda) pada

Rendemen EsterGliserol Gondorukem Maleat ... 42 2. Analisis Statistik (Uji Duncan dan Analisis Regresi Berganda) pada Titik

Lunak EsterGliserol Gondorukem Maleat ... 44 3. Analisis Statistik (Uji Duncan dan Analisis Regresi Berganda) pada Bilangan Asam EsterGliserol Gondorukem Maleat ... 45 4. Analisis Statistik (Uji Duncan dan Analisis Regresi Berganda) pada Kadar

(14)

1.1 Latar Belakang

Sumberdaya hutan di Indonesia memiliki keanekaragaman hayati yang luar biasa, dimana tercatat sekitar 30.000-40.000 jenis tumbuhan yang tersebar di seluruh kepulauan (Hatta 2007). Sumber kekayaan alam yang dapat diperbaharui ini mempunyai potensi multi fungsi yang dapat memberikan manfaat ekonomi, lingkungan dan sosial bagi kesejahteraan manusia, baik itu yang berupa hasil hutan kayu maupun hasil hutan bukan kayu (HHBK). Selama ini pemerintah Indonesia lebih mengutamakan hasil hutan berupa kayu sebagai produk primadona untuk meningkatkan devisa negara. Padahal HHBK dengan jenis dan potensinya yang sangat melimpah di hutan dapat memiliki peran yang lebih penting dibandingkan produk-produk kayu. Selain itu, HHBK merupakan salah satu sumber daya hutan yang terbukti dapat memberikan dampak pada peningkatan penghasilan masyarakat sekitar hutan dan memberikan kontribusi bagi penambahan devisa negara(Sumadiwangsa dan Dendi 2001).

Salah satu produk hasil hutan bukan kayu yang benilai tinggi dan mempunyai prospek cerah untuk dikembangkan saat ini dan di masa mendatang adalah gondorukem. Hal ini ditunjukkan dengan potensi dan ekspor gondorukem Indonesia yang terus meningkat, dimana Indonesia merupakan negara produsen gondorukem terbesar ketiga di dunia setelah Cina dan Brasil yang memberikan kontribusi 8% lebih terhadap produksi gondorukem dunia, sedangkan volume produksi gondorukem Indonesia yang diperdagangkan setiap tahun sekitar 60 ribu ton yang terdiri dari 80% untuk ekspor dan 20% untuk memenuhi kebutuhan pasar domestik (Tambunan 2010). Data Perum Perhutani menunjukkan terjadinya peningkatan produksi gondorukem untuk ekspor dari 36.276 ton (2001) menjadi 38.510 ton (2008) (Fachrodji 2009).

Gondorukem yang diperoleh dari hasil sadapan pohon pinus (gum rosin), ekstraksi kayu pinus (wood rosin) dan hasil sampingan dari pabrik pulp yang menggunakan bahan baku kayu pinus (tall oil) disebut sebagai gondorukem non modifikasi. Gondorukem non modifikasi ini mempunyai kelemahan karena

(15)

sifatnya yang cenderung mengkristal, mudah teroksidasi oleh oksigen pada udara terbuka karena sifat ketidakjenuhannya dan mudah bereaksi dengan garam-garam logam berat dalam vernis (Kirk dan Othmer 2007). Maka dari itu, untuk mengurangi kelemahan tersebut perlu dilakukan penelitian tentang gondorukem modifikasi yaitu dengan memodifikasi ikatan rangkap dan gugus karboksil yang ada pada senyawa asam dalam rosin tersebut untuk memperbaiki sifat-sifat kearah yang lebih baik. Modifikasi gondorukem ini dapat memperluas kegunaan dari gondorukem non modifikasi diantaranya sebagai perekat, kertas, tinta cetak, sabun, deterjen, pernis, cat, dan permen karet (Coppen dan Hone 1995 dalam

Wati 2005). Salah satu modifikasi gondorukem yang dapat dilakukan untuk memperluas penggunaan adalah esterifikasi yang dapat dibuat dari gondorukem non modifikasi maupun gondorukem modifikasi.

1.2Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk :

1. Mengetahui pengaruh penambahan gliserol pada proses esterifikasi dan fortifikasi dengan asam maleat terhadap rendemen dan sifat fisiko kimia dari produk ester gliserol gondorukem maleat.

2. Mengetahui kualitas produk ester gliserol gondorukem maleat yang dihasilkan.

1.3Manfaat Penelitian

1. Menjadi informasi rujukan dalam hal modifikasi gondorukem bagi para akademisi yang melakukan penelitian lebih lanjut.

2. Meningkatkan nilai tambah produk derivat gondorukem dan memperluas penggunaan dari gondorukem modifikasi.

(16)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Gondorukem

Gondorukem merupakan padatan yang diperoleh dengan cara penyulingan getah pinus (Pinus Sp.) dan bewarna jernih kekuning-kuningan sampai kuning kecoklatan (Rancangan Standar Nasional Indonesia 3 7636 : 2010). Menurut Kirk dan Othmer (2007) gondorukem merupakan resin padat yang terjadi secara alami dari getah pohon pinus. Gondorukem berdasarkan sumber bahan bakunya dibagi menjadi tiga macam yaitu gondorukem getah (gum rosin) diperoleh dari residu penyulingan getah hasil sadapan pohon pinus, gondorukem kayu (wood rosin) yang diperoleh dari hasil ekstraksi batang kayu dengan bahan pelarut organik kemudian larutan tersebut disuling dan gondorukem tall oil (tall oil rosin) yang merupakan hasil sampingan industri pulp yang berbahan baku kayu pinus.

2.1.1 Sifat – Sifat Gondorukem

Gondorukem merupakan senyawa kompleks yang larut dalam pelarut organik, yang terdiri dari 80% - 90% asam-asam resin dan sekitar 10% komponen netral. Secara garis besar asam-asam resin ini (Gambar 1) terbagi menjadi dua golongan, yaitu tipe abietat dan tipe pimarat. Jenis asam resin yang termasuk dalam tipe abietat terdiri dari asam abietat, levopimarat, neoabietat, palustrat, dehidroabietat dan asam tetraabietat. Asam abietat ini mudah terisomer oleh panas dan mudah teroksidasi oleh oksigen dari udara, sedangkan asam levopimarat yang jumlahnya sedikit, sangat reaktif dan mudah terisomer menjadi asam lainnya oleh pengaruh panas. Sedangkan jenis asam resin yang termasuk tipe pimarat terdiri dari asam pimarat, isopimarat dan ∆8,9 isopimarat. Tipe pimarat lebih stabil dibandingkan dengan asam lainnya yang terdapat dalam gondorukem kedua tipe asam tersebut mempunyai rumus empiris yang sama yaitu C20H30O2 (Kirk dan Othmer 2007).

(17)

Sumber : Kirk & Othmer (2007)

Gambar 1 Struktur kimia asam-asam resin.

Jenis-jenis asam resin yang tidak termasuk ke dalam tipe abietat dan pimarat dikelompokkan ke dalam asam resin lain, misalnya asam elliotinoat, asam sandaracopimarat dan asam merkusat. Distribusi jenis-jenis asam resin tersebut berbeda-beda tergantung dari jenis gondorukem, jenis kayu dan lokasi atau tempat tumbuh (Tabel 2 dan Tabel 3) dari kayu tersebut.

(18)

Tabel 1 Komposisi asam resin pada berbagai jenis kayu pinus (%)

Jenis Pinus 1 2 3 4 5 6 7 8 9

Pinus elliottii Engelm. 3,4 5,5 1.8 25 23 7,2 19 16 -

Pinus palustris Mill. 0 4,8 1,6 35 16 8,6 18 15 1,0

Pinus taeda L. 0 5,4 0,9 10 0,9 8,1 69 4,7 1,0

Pinus ponderosa Dougl. Ex Laws. 0 9,3 1,7 27 12 14 22 13 1,0

Pinus halepensis Miller 0 0 1,6 31 8,9 3,6 45 11 -

Pinus brutia Tenore 0 0 1,4 32 10 4,8 40 12 -

Pinus pinaster Aiton 0 8,9 2,0 26 9,7 5,7 26 19 2,7

Pinus caribaea Morelet 0 6,9 2,3 27 18 9,0 19 17 0,8

Pinus merkusii Jungh. et de Fries 0 0,2 7,8 18,5 16 3.6 28,9 6,0 19*

Sumber : Anonim (2009)

*) termasuk asam merkusat yaitu jenis asam resin yang hanya dimiliki oleh jenis kayu Pinus

merkusii dari Indonesia.

Keterangan : 1 Asam elliotinoat, 2 Asam pimarat, 3 Asam sandaracopimarat, 4 Asam levopimarat dan palustrat, 5 Asam isopimarat, 6 Asam dehydroabietat, 7 Asam abietat, 8 Asam neoabietat, 9 Asam lain.

Kandungan asam resin pada gondorukem berbeda berdasarkan letak geografi maupun jenisnya yang dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2 Komposisi asam resin pada gondorukem dari berbagai negara penghasil gondorukem (%)

Jenis Asam Resin Indonesia Cina Meksiko Portugal Brazil

Asam Pimarat 0,2 8,3 5,4 8,6 4,0 Asam Sandaracopimarat 7,8 2,3 1,3 1,9 2,0 Asam Palustrat 18,5 13,1 23,4 21,5 12,3 Asam Isopimarat 16,0 1,5 12,4 4,5 15,9 Asam Abietat 28,9 48,4 12,8 26,3 36,1 Asam Dehidroabietat 3,6 4,5 5,4 5,9 3,1 Asam Neoabietat 6,0 12,4 10,3 18,1 12,8 Asam Dihidroabietat 0,0 0,8 0,6 0,0 0,4 Asam Merkusat 6,5 0,0 0,0 0,0 0,0 Sumber : Moyers (1989)

(19)

Tabel 3 Komposisi asam resin dari beberapa lokasi di Indonesia (%)

Jenis Asam Resin Jawa Barat Jawa Timur Sumatera Utara

Asam Pimarat - - - Asam Sandaracopimarat 12,2 11,7 11,0 Asam Isopimarat 17,9 17,6 18,8 Asam Palustrat 9,7 17,2 12,7 Asam Dehidroabietat 27,7 15,6 11,6 Asam Abietat 17,0 24,0 33,8 Asam Neoabietat 1,3 1,5 2,5 Asam Dihidroabietat 14,2 12,3 9,7 Sumber : Wiyono (2009)

Komposisi asam resin dari beberapa lokasi di Indonesia cukup beragam, yang dapat dilihat pada Tabel 3. Selain berbagai jenis asam resin yang disebutkan di atas, gum rosin mengandung komponen netral yang jumlahnya relatif sedikit (10%) dibandingkan kandungan komponen asam resin. Walaupun jumlahnya relatif sedikit, komponen netral ini berpengaruh terhadap sifat-sifat gondorukem yang dihasilkan, diantaranya berpengaruh terhadap sifat kristalinitas dan titik leleh (Anonim 2009). Kristalitas yang terjadi pada gondorukem dapat menimbulkan masalah seperti penyumbatan pada saluran pipa, saringan dan alat pada proses penyaringan, selain itu hasilnya tidak dapat larut air dan alkali. Walaupun kristalisasi tersebut terbentuk secara lambat, jika tidak dihambat akan menyebabkan peningkatan viskositas dan mengurangi stabilitas produk (Kutsek 2005).

Warna gondorukem sangat bervariasi tergantung dari sumber bahan baku dan metode pembuatannya. Warnanya mulai dari kuning pucat sampai merah tua dan bahkan hampir hitam dengan sedikit warna merah. Sifat gondorukem umumnya tembus cahaya, rapuh pada suhu ruangan, sedikit berbau dan berasa terpentin, tidak dapat larut dalam air tetapi dapat larut pada hampir semua pelarut organik seperti etil alkohol, etil eter dan benzena (Kirk dan Othmer 2007). Bila waktu pengolahan lama akan menghasilkan warna gondorukem yang lebih gelap, bilangan asam naik kemudian turun, sedangkan titik lunak turun kemudian naik (Susilowati 2001 dalam Wati 2005).

(20)

2.1.2 Klasifikasi Gondorukem

Dalam Rancangan Standar Nasional Indonesia 3 (RSNI 3) 7636 : 2010, kualitas gondorukem dibedakan menjadi dua kelompok yaitu klasifikasi khusus dan klasifikasi umum. Klasifikasi khusus gondorukem meliputi penilaian warna, titik lunak, kadar abu, bagian yang menguap dan kadar kotoran. Dalam klasifikasi tersebut, kualitas gondorukem terbagi dalam empat macam kelas mutu yaitu mutu utama, pertama, kedua dan ketiga. Klasifikasi khusus kualitas gondorukem dapat dilihat lebih jelasnya pada Tabel 4. Sedangkan untuk klasifikasi umum gondorukem yang terdiri dari bilangan asam, bilangan penyabunan dan bilangan iod dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 4 Klasifikasi khusus kualitas gondorukem

No Jenis Uji Satuan Persyaratan Mutu

U P D T 1 Warna a. Metode Lovibond b. Metode Gardner X ≤ 6 WW ≤ 7 WG ≤ 8 N ≤ 9 2 Titik Lunak °C ≥ 78 ≥ 78 ≥ 76 ≥ 74 3 Kadar Kotoran % ≤ 0,02 ≤ 0,05 ≤ 0,07 ≤ 0,10 4 Kadar Abu % ≤ 0,01 ≤ 0,04 ≤ 0,05 ≤ 0,08 5 Komponen Menguap % ≤ 2 ≤ 2 ≤ 2,5 ≤ 3 Sumber : RSNI3 7636 : 2010 Keterangan :

Kualitas U (Utama) = Kualitas utama X (Extra) = kuning jernih

P (Pertama) = Kualitas pertama WW (Water White) = kuning

D (Kedua) = Kualitas kedua WG (Window Glass) = kuning kecoklatan

T (ketiga) = Kualitas ketiga N (Nancy) = kecoklatan

Tabel 5 Klasifikasi umum kualitas gondorukem

No Jenis Uji Persyaratan

1 Bilangan asam 160-190

2 Bilangan penyabunan 170-220

3 Bilangan iod 5-25

(21)

Gardner dalam Silitonga et al. (1973) mengklasifikasikan gondorukem berdasarkan warnanya. Warna pada standar gondorukem di atas mengikuti klasifikasi warna Gardner.

Tabel 6 Klasifikasi kualitas gondorukem berdasarkan standar warna Gardner

Kualitas Nama Standar Warna Warna

X Ekstra 6-7 Kuning pucat

WW Water White 6-7 Pucat

WG Water Glass 7-8 N Nancy 8-9 M Mary 9-10 Sedang K Kate 10-11 I Isaac 10-11 H Harry 11 G George 12-13 F Frank 14-15 E Edward 16-17 Gelap

D Dolly 18 Hitam kemerahan

Sumber : Gardner dalam Silitonga et al. (1973) 2.1.3 Kegunaan Gondorukem

Penggunaan gondorukem bisa dalam dua bentuk yaitu unmodified rosin

(gondorukem non-modifikasi) dan modified rosin (gondorukem modifikasi). Pada mulanya gondorukem lebih banyak digunakan dalam bentuk gondorukem non-modifikasi, seperti untuk bahan pengisi pada pabrik kertas, tinta cetak, varnis, insulator listrik dan perekat. Penggunaan gondorukem non modifikasi yang paling besar adalah untuk sizing agent (bahan pengisi) pada pabrik kertas untuk mengurangi sifat higroskopis kertas (untuk mengurangi sifat daya serap kertas akibat kelembaban). Namun sekarang gondorukem dalam bentuk modifikasi lebih banyak digunakan di industri daripada gondorukem non modifikasi. Hal ini disebabkan karena dalam beberapa hal penggunaan gondorukem non modifikasi mempunyai kelemahan untuk penggunaan-penggunaan di atas, misalnya sering terjadi kristalisasi, terjadi proses oksidasi secara alami terhadap gondorukem dan dapat menyebabkan reaksi dengan garam-garam logam berat terutama pada penggunaan untuk varnis. Maka dari itu, pengunaan gondorukem non modifikasi

(22)

menjadi tidak efisien dan beralih untuk lebih banyak menggunakan gondorukem modifikasi yang dapat digunakan untuk berbagai macam penggunaan seperti dalam industri perekat, tinta cetak, protective coating, batik, permen karet, pelitur, kertas, sabun, karet sintetik dan detergen (Anonim 2009)

2.2 Agen Modifikasi Gondorukem 2.2.1 Gliserol

Gliserol adalah alkohol dengan tiga gugus hidroksil yang memilki susunan molekul C3H8O3. Gliserol diartikan sebagai bahan kimia murni, namun dalam dunia perdagangan dikenal dengan nama gliserin. Dalam kondisi yang murni, gliserol bersifat tidak beracun, tidak bewarna, tidak berbau, berasa manis dan mempunyai viskositas yang tinggi. Gliserol ini larut dalam air karena adanya tiga gugus hidroksil (OH). Gliserol juga larut sempurna dalam alkohol, dapat terlarut dalam pelarut tertentu misalnya eter dan etil asetat, namun bersifat tidak larut dalam hidrokarbon. Gliserol memiliki banyak kegunaan, hal ini ditunjukkan dengan adanya keragaman jenis produk berbahan baku gliserol yang saat ini beredar secara luas di pasaran seperti dalam pembuatan pernis, tinta, permen dan lain sebagainya (Wardani 2007).

OH OH OH H C C C H H H H

Gambar 2. Struktur kimia gliserol

Tabel 7 Karakteristik gliserol

Nama IUPAC Propan 1,2,3 triol

Nama lain Gliserin, 1,2,3 propanetriol, 1,2,3 tritydroxypropana, glyceritol,

glycyl alcohol

Rumus kimia C3H5(OH)3

Berat molekul 92,09382 g/mol

Densitas 1,261 g/ml

Viskositas 1,5 Pa.s

Titik leleh 17,8 °C (64,2°F)

Titik nyala 290 °C (554°F)

(23)

2.2.2 Asam Maleat

Asam maleat adalah asam karboksilat tak jenuh yang memiliki rumus kimia C4H4O4. Asam maleat disebut juga asam toksilat atau butenadioat asam cis, yang merupakan isomer cis dari asam butenadioat. Asam maleat ini berupa kristal putih, mudah larut dalam air, aseton dan alkohol( O’neil dkk 2001). Asam maleat

memiliki banyak kegunaan, diantaranya dapat digunakan untuk memproduksi resin poliester tidak jenuh, pewarna dan pengawet tambahan. Selain itu asam maleat telah menjadi rasa asam baru dalam industri makanan dan minuman.

H H

C = C

HOOC COOH Sumber : O’neil dkk (2001)

Gambar 3 Struktur kimia asam maleat.

Tabel 8 Karakteristik asam maleat

Nama IUPAC Cis-1,2 ethylenedicarboxylic acid

Nama lain Asam Butenadioat

Rumus kimia C4H4O4

Berat molekul 116,1 g/mol

Densitas 1,59 g/cm3, padat

Kelarutan dalam air 78 g/100 ml (25°C)

Titik leleh 131-139 °C

Titik didih 135 °C

Sumber : Gardner (2010)

2.3 Proses Modifikasi Gondorukem

Proses modifikasi gondorukem dapat dilakukan dengan berbagai macam cara antara lain yaitu melalui proses fortifikasi, esterifikasi, hidrogenasi, disproporsionasi, polimerisasi, dehidrogenasi atau kombinasi diantara proses-proses tersebut.

(24)

2.3.1 Proses Fortifikasi

Proses fortifikasi pada gondorukem ini pada prinsipnya mensaturasi ikatan rangkap yang ada pada asam levopimarat dengan asam maleat anhidrat atau asam fumarat menjadi gondorukem fortifikasi. Dengan adanya pemanasan dalam proses fortifikasi ini, senyawa asam abietat, asam palustrat dan asam neoabietat yang mempunyai ikatan rangkap s-trans-conformasi berubah menjadi asam levopimarat yang mempunyai ikatan rangkap s-cis-confirmasi. Segera setelah berubah menjadi asam levopimarat, senyawa ini bereaksi dengan asam maleat dalam reaksi Diels-Alder (Wiyono and Tachibana 2007).

Sumber : Sundqvis 2001 dalam Wiyono and Tachibana 2007

Gambar 4 Reaksi pembuatan gondorukem fortifikasi.

Asam levopimarat dalam jumlah tetentu dalam campuran diasumsikan bahwa asam levopimarat dengan sifat konfigurasi ikatan gandanya berkonjugasi dalam satu cincin bereaksi dengan anhidrida maleat pada suhu ruangan tanpa adanya asam mineral untuk membentuk reaksi Diels-Alder. Pada proses tersebut, pemanasan campuran yang diberikan akan menjamin suplai asam levopimarat secara terus menerus yang semula diberikan dalam jumlah sedikit dengan mempertahankan isomerisasi aktif dari tipe asam abietat. Jumlah asam levopimarat-anhidrida maleat yang beraksi dalam gondorukem kira-kira sama dengan jumlah tipe asam abietat yang diberikan, yang biasanya sekitar 50% dari gondorukem. Modifikasi gondorukem yang dihasilkan disusun lebih dari 50%

(25)

asam maleopimarat, sekitar 35% asam-asam resin dasar yang tidak dapat dirubah dan 10% bahan netral (Kirk dan Othmer 2007).

2.3.2 Proses Esterifikasi

Reaksi esterifikasi merupakan reaksi antara asam karboksilat dengan alkohol yang membentuk ester dan melepaskan molekul air (Harold 1990). Reaksi esterifikasi dapat dilakukan dengan atau tanpa menggunakan katalis. Katalis yang umum digunakan adalah katalis asam, sedangkan untuk reaksi tanpa katalis dapat dilakukan pada suhu di atas 250°C. Menurut Chartfield (1947) menyatakan bahwa reaksi esterifikasi pada gondorukem dapat dilakukan pada suhu optimal 280°C. Reaksi esterifikasi umumnya dilakukan pada bahan yang mengandung asam lemak bebas atau asam resin (senyawa karboksilat).

Metode esterifikasi dilakukan untuk memproduksi karboksil ester (RCOOR’). Metode yang paling umum digunakan untuk menghasilkan ester adalah reaksi asam karboksilat dengan alkohol dengan melepaskan air. Ester juga dapat dibentuk dengan reaksi lain termasuk menggunakan asam anhidrat, asam klorida, amida, nitrat, eter, aldehid, hidrogenasi alkohol dan keton (Kirk dan Othmer 2007). Reaksi esterifikasi ini merupakan suatu reaksi yang dapat balik (reversibel) (Fessenden dan Fessenden 1986). Secara umum, rosin atau derivat rosin diproses menjadi ester gum karena struktur alami dari gugus karboksil memerlukan suhu tinggi (Anonim 2009). Persamaan untuk reaksi antara sebuah asam RCOOH dengan sebuah alkohol ROH adalah sebagai berikut:

O O

R C OH+HO R’ R C OR’ + H2O Asam Karboksilat Alkohol Ester Air

Sumber : Mulyaningrum (2008)

Gambar 5 Reaksi esterifikasi fischer.

2.4 Produk Modifikasi Gondorukem

Produk modifikasi gondorukem yang dihasilkan namanya sesuai dengan proses yang digunakan. Turunan dari gondorukem modifikasi ini meliputi ester, maleat anhidrida, hidrogenasi, disproporsionasi dan polimerisasi gondorukem. Gondorukem modifikasi tersebut banyak digunakan di industri kertas, perekat,

(26)

tinta cetak, cat, permen karet, sabun dan detergen (FAO 1995). Secara umum pemanfaatan derivat gondorukem lebih banyak ke arah non food great dan hanya sebagian kecil yang pemanfaatannya ke arah food great. Pada prinsipnya pengolahan derivat gondorukem non food great dan food great adalah sama, namun hanya berbeda dalam persiapan bahannya. Seperti derivat gondorukem

food great memerlukan gondorukem mutu X dan bahan kimia pereaksi yang digunakan memiliki kemurnian tinggi (Anonim 2009). Beberapa jenis produk modifikasi gondorukem diantaranya adalah sebagai berikut :

2.4.1 Gondorukem Fortifikasi

Gondorukem fortifikasi merupakan produk olahan lanjutan yang diproses dengan mengolah gondorukem atau getah pinus dengan cara menambahkan asam maleat atau asam fumarat ke dalam proses tersebut. Apabila ditambahkan dengan asam maleat produk yang dihasilkan adalah gondorukem maleat (gondorukem maleo-pimarat) dan apabila ditambahkan dengan asam fumarat produk yang dihasilkan adalah gondorukem fumarat (gondorukem fumaro-pimarat). Kelebihan gondorukem fortifikasi diantaranya adalah menghemat waktu dan biaya pengolahan, bahan fortifikasi mudah diperoleh di Indonesia dan sifat fisis kimia gondorukem yang dihasilkan tidak kalah dengan kualitas Cina. Manfaat utama dari gondorukem fortifikasi ini sebagai bahan baku sabun gondorukem fortifikasi, tinta cetak dan cat (Silitonga dan Wiyono 2001).

Gondorukem maleat merupakan hasil reaksi dari gondorukem dengan asam maleat sebagian besar komponennya adalah asam maleopimarat (Zhaobang 1995). Gondorukem maleat digunakan sebagai agen pendarihan dalam industri kertas dan dalam pembuatan cairan nitroselulosa. Derivat ini digunakan pula dalam industri tinta cetak, dan industri kimia lainnya. Dalam industri cat dapat digunakan untuk memperbaiki tingkat kekerasan pelapisan dan tingkat kecerahan. Produk gondorukem maleat ini mempunyai sifat keras, rapuh seperti bahan yang mempunyai titik lunak 227°C-228°C (Agarwal 1970 dalam Karmelita 2005).

(27)

2.2.2 Ester Gondorukem

Ester gondorukem merupakan salah satu dari turunan atau modifikasi gondorukem, dimana gondorukem direaksikan dengan sejumlah besar alkohol atau senyawa hidroksi membentuk formasi ester. Dalam membentuk ester ini ada beberapa cara yang dilakukan, yaitu dengan interaksi langsung antara alkohol dengan gondorukem saling tukar posisi ester dan cara lain seperti dengan mereaksikan gondorukem dengan phenol, monobuthyl ether, diethylene glycol, dsb. Ester gondorukem yang diharapkan dengan bilangan asam yang rendah ini diperoleh melalui pemanasan gondorukem dengan gliserol pada suhu 250°C-290°C untuk menghilangkan air selama proses esterifikasi (Kirk dan Othmer 2007).

Ester gondorukem atau dalam dunia perdagangan dikenal dengan ester gum merupakan produk yang diperoleh dari proses esterifikasi rosin dan derivat gondorukem seperti gondorukem maleat, gondorukem fumarat, gondorukem polimerisasi, gondorukem disproposionasi, gondorukem dehidrogenasi dan gondorukem hidrogenasi. Pada umumnya ester gum digunakan dalam bentuk cairan ester selulosa untuk aplikasi interior yang akan meningkatkan kadar padatan, daya rekat dan kehalusan lapisan. Ester gondorukem dapat digunakan untuk bahan substitusi dalam pembuatan pernis dengan sifat tahan air yang baik. Berkaitan dengan kualitasnya, beberapa sifat yang digunakan sebagai cara untuk menentukan kualitas gondorukem ester antara lain sifat penampakan dan warna, titik lunak dan bilangan asam (Anonim 2009).

Peningkatan dalam penggunaan produk esterifikasi ini adalah digunakannya produk ini di industri makanan, misalnya digunakan di industri minuman ringan. Gondoruken ester gliserol berguna sebagai agen pengemulsi karena menghasilkan sifat yang anti garam, asam dan alkali yang akan meningkatkan kemampuan emulsi dan kestabilan pada nilai pH yang berbeda, sedangkan sebagai tackifier berguna untuk memberi penampilan potongan permukaan yang lembut, kenyal dan bagus dari gum base yang manis. Untuk minuman ringan, produk ini digunakan untuk mengendapkan partikel penyusun, meningkatkan kestabilan terhadap penambahan protein dan mempertinggi rasa dari minuman ringan (Anonim 2002 dalam Wati 2005).

(28)

2.2.3 Ester Gliserol Gondorukem Maleat

Ester gliserol gondorukem maleat (glycerol ester of maleic rosin) merupakan salah satu produk derivat gondorukem yang paling penting. Derivat gondorukem ini diperoleh dengan kombinasi dua metode modifikasi yaitu metode fortifikasi dan metode esterifikasi. Dalam proses pembuatan ester gliserol gondorukem maleat ada tiga metode yang dapat digunakan secara umum antara lain metode pertama yaitu rosin, gliserol dan asam maleat direaksikan bersama; metode kedua yaitu rosin direaksikan pertama dengan asam maleat untuk memproduksi adduct kemudian diesterifikasikan dengan gliserol dan metode ketiga yaitu mereaksikan asam maleat dengan gliserol kemudian diikuti oleh penambahan rosin (Anonim 2010). Karakteristik modifikasi ester gliserol gondorukem maleat dapat dilihat pada Tabel 9.

Tabel 9 Karakteristik ester gliserol gondorukem maleat

Spesifikasi Jenis Tipe

GER-95M GER-100M GER-120M GER-130M

Kelarutan (toluena 1:1) Larut Larut Larut Larut

Warna 3-5 3-5 4-6 4-6

Bilangan Asam (mg KOH/g) ≤ 25 ≤ 25 ≤ 30 ≤ 30

Titik Lunak (°C) 95-100 102-108 120-125 130-135

Sumber : Wuzhou (2005)

Ester gliserol gondorukem maleat memiliki titik lunak yang tinggi dan bilangan asam yang rendah. Derivat gondorukem ini dapat memperluas serta meningkatkan pengunaan produk modifikasi yaitu secara ekstensif dapat digunakan pada cat termoplastik untuk jalan, perekat tahan panas, cat dan formulasi tinta cetak (Wuzhou 2005).

(29)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1Tempat dan Waktu

Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Pengolahan Hasil Hutan Bukan Kayu, Pusat Penelitian dan Pengembangan Keteknikan Kehutanan dan Pengolahan Hasil Hutan (PUSTEKOLAH), Kementrian Kehutanan, Jalan Gunung Batu No. 5, Kecamatan Bogor Barat, Bogor. Waktu pelaksanaan dilaksanakan selama 4 bulan mulai dari bulan Agustus sampai November 2010.

3.2Bahan dan Alat 3.2.1 Bahan

Bahan baku utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah gondorukem (gum rosin) kualitas WW yang berasal dari Jawa Timur. Bahan kimia yang digunakan untuk pengolahan produk derivat dan pengujian adalah asam maleat, gliserol, larutan standar kalium hidroksida (KOH) 0,5 N, indikator phenolphthalein 1% dalam alkohol 95%, toluena, alkohol 95%, dan aquades.

3.2.2 Alat

Alat yang digunakan dalam kegiatan penelitian ini adalah backer glass,

hot plate, kompor listrik, softening point ring and ball apparatus, termometer gelas, timbangan analitik, oven, corong, labu pemisah, gelas piala 800 ml, gelas piala 400 ml, cawan gooch, gegep, cawan porselen, erlenmeyer 300 ml, buret 50 ml, pipet 25 ml, 10 ml dan 50 ml, gelas ukur, pipet tetes, pengaduk kaca, desikator, waterbath, wadah untuk mencetak gondorukem.

3.3 Metode Penelitian

3.3.1 Karakterisasi Bahan Baku

Penelitian pendahuluan dilakukan dengan mengkarakterisasi bahan baku yang akan digunakan dalam pembuatan ester gliserol gondorukem maleat melalui beberapa pengujian yaitu diantaranya warna, titik lunak, bilangan asam, kadar kotoran, kelarutan dalam toluena (1:1) yang dilakukan secara duplo.

(30)

3.3.2 Proses Fortifikasi

Pada proses ini dilakukan pengolahan gondorukem kualitas WW sebanyak 50 gram yang dipanaskan terlebih dahulu dengan suhu awal 150°C sampai meleleh pada hot plate. Setelah gondorukem meleleh semua, suhu dinaikkan sampai mencapai 200°C kemudian campurkan asam maleat dengan taraf 8%, 10% dan 12%. Taraf tersebut diperoleh dengan menghitung persen asam maleat dari berat gondorukem yang digunakan. Kemudian aduk campuran gondorukem dan asam maleat tersebut sampai homogen. Suhu tetap dipertahankan pada 200°C selama ±1 jam. Setelah proses pengolahan gondorukem fortifikasi selesai maka dilakukan pemasakan kembali secara esterifikasi dengan penambahan gliserol.

3.3.3 Proses Esterifikasi

Proses esterifikasi ini dilakukan dengan membuat produk ester gondorukem dari gondorukem maleat (maleic glycerol ester) yaitu dengan melakukan proses pemasakan lagi dengan menaikkan suhu sampai mencapai 280°C. Tambahkan gliserol dengan taraf 10%, 12% dan 14% terhadap berat gondorukem awal yang digunakan. Kemudian diaduk sampai homogen. Setelah suhu mencapai 280°C, pertahankan suhu tersebut selama ± 2 jam. Proses pengolahan ester gliserol gondorukem maleat ini berlangsung selama ± 4-5 jam.

Setelah proses selesai diberi perlakuan lagi dengan melarutkan derivat gondorukem tersebut dalam toluena untuk menghilangkan sisa-sisa asam maleat yang terdapat di dalamnya. Kemudian tambahkan air dan kocok derivat gondorukem yang sudah dilarutkan tersebut dalam labu pemisah berulang kali (±5 kali). Hasil pemisahan derivat gondorukem dengan air tersebut disuling sampai menghasilkan bentuk gondorukem. Setelah menghasilkan ester gliserol gondorukem maleat, produk dituangkan dalam wadah yang telah disiapkan untuk dilakukan pengujian kualitas berdasarkan sifat fisis dan kimianya. Pengujian kualitas derivat gondorukem dilakukan secara duplo.

(31)

Asam maleat 8%, 10%, 12% Mulai

Karakterisasi bahan baku

Proses fortifikasi dengan asam maleat

Esterifikasi hasil produk gondorukem maleat pelarutan produk dalam toluena

Penyulingan

Pengujian kualitas produk derivat gondorukem

Rendemen Sifat Fisis Sifat Kimia

Gambar 5 Diagram alir prosedur penelitian.

3.3.4 Pengujian Kualitas

Gondorukem ester gliserol gondorukem maleat yang dihasilkan dari penelitian ini diuji sifat fisis dan kimianya. Kriteria kualitas yang diuji meliputi rendemen, warna, titik lunak, bilangan asam, kadar kotoran dan kelarutan dalam toluena (1:1). Metode yang dipergunakan dalam pengujian kualitas derivat gondorukem tersebut adalah sebagai berikut :

3.3.4.1 Rendemen

Rendemen yang dihasilkan dari proses derivat gondorukem dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut :

Rendemen = Berat derivat gondorukem akhir X 100% Berat gondorukem awal

Suhu 200°C (±1 jam)

Gliserol 10%, 12%, 14% Suhu 260°C-290°C (±2 jam)

(32)

3.3.4.2Pengujian Sifat Fisis a. Warna

Pengujian warna dilakukan dengan pengamatan langsung kemudian membandingkan warna gondorukem asal kualitas WW dengan warna ester gliserol gondorukem maleat yang dihasilkan.

b. Titik Lunak

Pengujian titik lunak berdasarkan RSNI3 7636 : 2010 dilakukan dengan menggunakan softening point ring and ball apparatus. Contoh uji yang telah dibuat serbuk halus dicairkan pada suhu rendah, masukkan ke dalam

ring selanjutnya permukaan diratakan dan biarkan beberapa waktu hingga mengeras. Letakkan ring yang berisi contoh uji pada ring holder dan letakkan bola baja diatas contoh uji tersebut. Setelah itu gelas piala volume 800 ml diisi aquades sampai ketinggian 10,16 cm - 10,78 cm, masukan ring beserta bola baja dan termometer ke dalam gelas piala. Pemanasan dilakukan sampai gondorukem tersebut melunak dan bola baja menyentuh plat dasar. Titik lunak adalah suhu rata-rata dari hasil pembacaan pada waktu bola baja turun menyentuh plat dasar.

3.3.4.3Pengujian Sifat Kimia a. Bilangan Asam

Pengujian bilangan asam berdasarkan RSNI3 7636 : 2010 dilakukan dengan cara menimbang contoh uji gondorukem yang telah dibuat serbuk halus sebanyak ± 2 gram dalam erlenmeyer 300 ml yang sudah diketahui beratnya. Dalam erlenmeyer lain didihkan 50 ml alkohol, selama suhunya masih diatas 70 °C netralkan dengan larutan kalium hidroksida 0,5 N dan tambah indikator phenolphthalein sebanyak 0,5 ml. Setelah itu menuangkan alkohol yang telah dinetralkan ke dalam contoh uji dan dalam keadaan yang masih panas titrasi dengan kalium hidroksida 0,5 N. Titik akhir titrasi dicapai apabila penambahan 1 tetes basa menghasilkan sedikit perubahan warna dari tidak berwarna menjadi merah muda yang jelas dan dapat bertahan selama ± 15 detik. Lakukan pekerjaan dua kali (duplo). Bilangan asam dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut :

Bilangan asam = V KOH x N KOH x 56,1 W

(33)

Keterangan : V adalah volume larutan kalium hidroksida yang diperlukan (ml) N adalah normalitas kalium hidroksida (0,1 N)

W adalah berat contoh uji (g) 56,1 adalah berat molekul KOH.

b. Kadar Kotoran

Pengujian kadar kotoran berdasarkan RSNI3 7636 : 2010 dilakukan dengan cara menimbang + 5 gram contoh uji yang telah dibuat serbuk halus berukuran 10 mesh dan masukkan ke dalam gelas piala 400 ml yang sudah diketahui beratnya, kemudian larutkan dengan toluena sebanyak ± 40 ml. Contoh uji yang sudah larut segera disaring melalui cawan gooch dengan dibantu penyedotan. Bilas cawan gooch dengan larutan toluena. Cawan berserta isi dipanaskan dalam oven pada suhu antara 105 °C sampai dengan 110 °C selama ± 1 jam, kemudian dinginkan dalam desikator selama ± 15 menit dan timbang hingga berat tetap. Lakukan pekerjaan dua kali (duplo). Kadar kotoran dihitung dengan menggunakan rumus :

Kadar kotoran = W2 – W0 W1

Keterangan : W0 adalah bobot saringan kosong, dinyatakan dalam gram. W1 adalah bobot contoh (g)

W2 adalah bobot kotoran + saringan kosong (g)

c. Kelarutan dalam Toluena (1:1)

Pengujian kelarutan dalam toluena (1:1) dilakukan dengan cara menimbang + 1 gram contoh uji yang telah dibuat serbuk halus dan masukkan ke dalam gelas piala 50 ml yang sudah diketahui beratnya. Tambahkan toluena sebanyak ± 1 ml dan aduk sampai larut.

3.4 Analisis Data

Analisis data yang digunakan untuk mengetahui pengaruh persentase gliserol terhadap kualitas produk derivat gondorukem yang dihasilkan adalah rancangan faktorial dengan pola acak lengkap (RAL). Model yang digunakan tersusun atas 2 faktor perlakuan yaitu faktor A adalah persentase gliserol yang terdiri dari 3 taraf yaitu 10%, 12% dan 14%, faktor B adalah persentase asam

(34)

maleat yeng terdiri dari 3 taraf yaitu 8%, 10% dan 12% dengan ulangan sebanyak 3 kali dan menggunakan program SAS. Menurut Matjik dan Sumettajaya (2002), model umum rancangan percobaan yang digunakan adalah sebagai berikut :

Yijk = µ + αi + βj + (αβ)ij + εijk Keterangan :

Yijk = nilai derivat gondorukem yang dihasilkan faktor taraf persentase penambahan gliserol ke-i, faktor penambahan persentase asam maleat ke-j dan ulangan ke-k

µ = nilai rata-rata kualitas derivat gondorukem

αi = pengaruh persentase penambahan gliserol taraf ke-i

βj = pengaruh persentase penambahan persentase asam maleat taraf ke-j (αβ)ij = interaksi antara penambahan persentase gliserol dan asam maleat εijk = pengaruh acak yang menyebar normal

Hipotesis yang dapat disusun dari RAL tersebut adalah sebagai berikut : Pengaruh utama faktor A

H0: α1= ... = αa = 0 (faktor A tidak berpengaruh) H1: paling sedikit ada satu i dimana αi≠0

Pengaruh utama faktor B

H0: β1= ... = βb = 0 (faktor B tidak berpengaruh) H1: paling sedikit ada satu j dimana βj ≠ 0 Pengaruh sederhana (interaksi) faktor A dengan faktor B

H0: (αβ)11 = (αβ)12 = ... = (βα)ab = 0 (interaksi dari faktor A dengan faktor B tidak berpengaruh terhadap respon yang diamati)

H1: paling sedikit ada sepasang (i,j) dimana (αβ)ij ≠ 0

Sedangkan kriteria ujinya yang digunakan Fhitung lebih kecil atau sama dengan Ftabel maka perlakuan tidak berpengaruh nyata pada suatu tingkat kepercayaan tertentu dan jika Fhitung lebih besar dari Ftabel atau jika peluang nyata (p) lebih kecil dari taraf nyata (α) maka perpengaruh nyata pada tingkat kepercayaan tertentu. Untuk mengetahui faktor yang berpengaruh nyata dapat dilakukan uji lanjut dengan menggunakan uji Duncan.

(35)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1Karakterisasi Bahan Baku

Sifat fisiko kimia bahan baku yang dihasilkan dapat dilihat pada Tabel 10. Tabel 10 Sifat fisiko kimia gondorukem

Jenis Uji Nilai Mutu

Warna Kuning (≤ 7)

Bilangan Asam (mg KOH/g) 182.46

Titik Lunak (°C) 70

Kadar Kotoran (%) 0.03

Kelarutan toluena (1:1) Larut

Hasil karakterisasi bahan baku pada Tabel 10 di atas yang dibandingkan dengan standar kualitas gondorukem yang ada yaitu sesuai RSNI3 7636 : 2010 (Tabel 4 dan Tabel 5), dapat dilihat bahwa sebagian besar hasil analisa bahan baku yang digunakan sudah memenuhi standar kualitas gondorukem yaitu sesuai dalam rentang standar gondorukem. Namun dilihat dari data titik lunak, nilai titik lunak bahan baku belum memenuhi standar titik lunak gondorukem, dimana nilainya lebih rendah dari standar titik lunak gondorukem WW. Titik lunak bahan baku berada pada nilai 70°C, sedangkan titik lunak berdasarkan standar gondorukem yaitu sebesar ≥78°C. Hal ini dapat diduga disebabkan karena dalam proses pembuatan gondorukem tersebut masih terdapat kadar terpentin tersisa dalam gondorukem yang belum tersulingkan semua sehingga titik lunak gondorukem yang dihasilkan rendah. Djatmiko, et al (1973) menyatakan bahwa makin kecil kadar terpentin tersisa maka makin tinggi titik lunak gondorukem.

Dalam hal bilangan asam dan kadar kotoran bahan baku yang dihasilkan sudah memenuhi standar gondorukem sesuai RSNI3 7636 : 2010 (Tabel 4 dan Tabel 5). Data bilangan asam gondorukem WW yang diperoleh sebesar 182,46 mg KOH/g sudah memenuhi standar gondorukem yaitu 160-190. Nilai kadar kotoran gondorukem WW yang dihasilkan sebesar 0,03% masuk dalam rentang kadar kotoran standar gondorukem yaitu ≤ 0,04%. Sedangkan kelarutan gondorukem WW dalam toluena (1:1) yang dihasilkan adalah larut. Seperti yang dinyatakan Kirk dan Othmer (2007) bahwa gondorukem dapat larut pada hampir

(36)

semua pelarut organik seperti etil alkohol, etil eter, benzena dan larut dalam pelarut non polar seperti toluena.

4.2Rendemen

Rendemen adalah dan jumlah bahan baku

gliserol gondorukem maleat yang dihasilkan berkisar antara 41,91% yang dapat dilihat pada

Hubungan penambahan persentase gliserol dan asam maleat terhadap rendemenester gliserol

Gambar 7 Histogram r

Pada Gambar 7 dapat diketahui bahwa semakin tinggi penambahan gliserol (10%, 12% dan 14%) dalam proses pembuatan ester gliserol gondorukem maleat kecenderungan memperoleh nilai rendemen yang meningkat.

diduga karena semakin banyak jumlah gliserol yang ditambahkan dalam proses ester gliserol yang terbentuk semakin banyak sehingga rendemen yang dihasilkan akan meningkat.

Selain itu d

diperoleh hasil rendemen yang meningkat pula. Hal ini diduga karena semakin banyak gram asam maleat yang ditambahkan pada gondorukem sehingga asam maleopimarat (hasil reaksi antara asam levopimarat dan asam

terbentuk selama proses pemasakan semakin banyak sehingga rendemen yang 0,00 10,00 20,00 30,00 40,00 50,00 60,00 R en d em en ( % )

semua pelarut organik seperti etil alkohol, etil eter, benzena dan larut dalam pelarut non polar seperti toluena.

Rendemen adalah perbandingan jumlah produk yang dihasilkan (output) aku (input) yang dinyatakan dalam persen. Rendemen ester gliserol gondorukem maleat yang dihasilkan berkisar antara 41,91%

yang dapat dilihat pada Gambar 7.

Hubungan penambahan persentase gliserol dan asam maleat terhadap ester gliserol gondorukem maleat tersaji pada Gambar 7.

Gambar 7 Histogram rataan rendemen ester gliserol gondorukem m

Pada Gambar 7 dapat diketahui bahwa semakin tinggi penambahan gliserol (10%, 12% dan 14%) dalam proses pembuatan ester gliserol gondorukem

at kecenderungan memperoleh nilai rendemen yang meningkat.

diduga karena semakin banyak jumlah gliserol yang ditambahkan dalam proses ester gliserol yang terbentuk semakin banyak sehingga rendemen yang dihasilkan

Selain itu dengan semakin meningkatnya persentase asam maleat diperoleh hasil rendemen yang meningkat pula. Hal ini diduga karena semakin banyak gram asam maleat yang ditambahkan pada gondorukem sehingga asam maleopimarat (hasil reaksi antara asam levopimarat dan asam

terbentuk selama proses pemasakan semakin banyak sehingga rendemen yang Asam Maleat 8% Asam Maleat 10% Asam Maleat 12%

41,91

46,41

51,71

46,9446,37 48,5550,59 50,44

53,81

Gliserol 10% Gliserol 12% Gliserol 14%

semua pelarut organik seperti etil alkohol, etil eter, benzena dan larut dalam

yang dihasilkan (output) Rendemen ester gliserol gondorukem maleat yang dihasilkan berkisar antara 41,91% - 53,81%

Hubungan penambahan persentase gliserol dan asam maleat terhadap gondorukem maleat tersaji pada Gambar 7.

ester gliserol gondorukem maleat.

Pada Gambar 7 dapat diketahui bahwa semakin tinggi penambahan gliserol (10%, 12% dan 14%) dalam proses pembuatan ester gliserol gondorukem at kecenderungan memperoleh nilai rendemen yang meningkat. Hal tersebut diduga karena semakin banyak jumlah gliserol yang ditambahkan dalam proses, ester gliserol yang terbentuk semakin banyak sehingga rendemen yang dihasilkan

engan semakin meningkatnya persentase asam maleat diperoleh hasil rendemen yang meningkat pula. Hal ini diduga karena semakin banyak gram asam maleat yang ditambahkan pada gondorukem sehingga asam maleopimarat (hasil reaksi antara asam levopimarat dan asam maleat) yang terbentuk selama proses pemasakan semakin banyak sehingga rendemen yang

Asam Maleat 12% 53,81

(37)

dihasilkan akan lebih besar. Wiyono (2009) menyatakan bahwa asam levopimarat yang terbentuk banyak maka semakin banyak asam maleat yang dibutuhkan sehingga asam maleopimarat yang terbentuk akan semakin besar. Nilai rendemen ester gliserol gondorukem maleat maksimum diperoleh pada penambahan persentase gliserol 14% dengan persentase asam maleat 12% yaitu sebesar 53,81%. Hal tersebut diduga karena jumlah gliserol dan gram asam maleat yang ditambahkan paling banyak dalam proses pemasakan derivat gondorukem sehingga memperoleh rendemen yang paling besar dibandingkan penambahan persentase gliserol dan persentase asam maleat yang lain.

Hasil analisis statistik sidik ragam (Lampiran 1) menunjukkan bahwa pengaruh interaksi antara penambahan persentase gliserol dan persentase asam maleat terhadap rendemen ester gliserol gondorukem maleat tidak memberikan pengaruh yang nyata. Sementara itu untuk persentase penambahan gliserol juga tidak memiliki pengaruh yang nyata terhadap rendemen derivat gondorukem yang dihasilkan. Namun, persentase penambahan asam maleat memberikan pengaruh nyata (pada taraf nyata 5%) terhadap rendemen.

Untuk mengetahui hubungan antara penambahan persentase gliserol dan persentase asam maleat dilakukan analisis regresi berganda. Pada Lampiran 1 dapat ditunjukkan bahwa hubungan antara penambahan persentase gliserol dan persentase asam maleat membentuk regresi linier, dapat dilihat bahwa gliserol dan asam maleat berpengaruh nyata pada selang kepercayaan 95% dimana nilai Pr>F gliserol (0,0206) dan nilai Pr>F asam maleat (0,0001) lebih kecil dari α (0,05).

Berdasarkan analisis regresi berganda, hubungan antara penambahan persentase gliserol dan persentase asam maleat terhadap rendemen ester gliserol gondorukem maleat membentuk regresi linier dengan persamaan yang diperoleh yaitu Y = 20,5 + 0,894 G + 1,73 M dengan R2 sebesar 0,586. Berdasarkan persamaan regresi yang diperoleh tersebut dapat disimpulkan bahwa jika terjadi kenaikan pada gliserol (G) satu satuan dan asam maleat (M) tetap akan mengakibatkan rendemen naik sebesar 0,894 satuan. Sedangkan jika terjadi kenaikan pada asam maleat (M) satu satuan sedangkan gliserol (G) tetap maka rendemen derivat gondorukem akan naik sebesar 1,73 satuan.

(38)

4.3Sifat Fisis Ester Gliserol Gondorukem Maleat 4.3.1 Warna

Gondorukem mempunyai warna yang sangat bervariasi yaitu dari kuning pucat hingga merah tua sampai hitam kemerah-merahan. Variasi warna gondorukem tersebut tergantung pada sumber getah dan metode pengolahannya dan secara umum warna gondorukem adalah transparan (Kirk & Othmer 2007). Berbagai macam kriteria yang mempengaruhi kualitas gondorukem dan keterterimaannya untuk digunakan pada berbagai macam aplikasi salah satunya adalah warna yang merupakan indikator kualitas yang cukup mewakili kualitas gondorukem (FAO 1995).

Secara umum dapat diketahui bahwa konsumen menginginkan warna gondorukem yang kuning pucat. Dari warna dapat diduga bahwa seberapa baik tingkat kesempurnaan pengolahan gondorukem, kerapuhan dan sifat-sifat lainnya yang terdapat dalam gondorukem.

Ester gliserol gondorukem maleat yang dihasilkan dari penelitian ini mempunyai kecenderungan warna yang hampir sama yaitu kuning kecoklatan lebih gelap hampir ke hitam yang dapat dilihat secara lebih jelas pada Gambar 8. Kualitas warna yang dihasilkan dari derivat gondorukem ini ternyata lebih rendah dibandingkan dengan gondorukem modifikasi yang dihasilkan dari Cina yaitu kualitas 2-5 dengan warna yang lebih kekuning pucat dan gondorukem asalnya (kualitas WW) yang berwarna kuning. Hal ini diduga karena derivat gondorukem yang dihasilkan telah mengalami pemanasan yang berulangkali dengan waktu yang lama dan suhu tinggi, yaitu pada saat pemasakan gondorukem modifikasi berlangsung selama 4-5 jam dengan suhu tinggi yaitu suhu 200°C selama proses fortifikasi dan suhu 280°C saat proses esterifikasi. Sementara itu, gondorukem yang akan diolah menjadi derivat tersebut juga sudah mengalami pemanasan sebelumnya pada saat pemasakan getah menjadi gondorukem yang memerlukan waktu selama ± 2 jam pada suhu 165°C-185°C. Selain itu, saat dilakukan penyulingan derivat gondorukem tersebut mengalami pemanasan kembali dengan suhu yang tinggi (± 110°C) dan waktu yang lama (± 4-5 jam). Seperti yang dinyatakan Kirk & Othmer (2007) bahwa faktor yang sangat berpengaruh terhadap pengotoran warna gondorukem adalah pemanasan yang terlalu lama.

(39)

Maka dari itu perlu dilakukan proses lanjutan seperti bleaching atau pemucatan untuk memperbaiki dan meningkatkan warna derivat gondorukem tersebut menjadi lebih baik supaya memperoleh warna derivat gondorukem yang lebih pucat, minimal menghasilkan warna yang hampir sama bahkan dapat lebih bagus dari warna gondorukem asal serta mampu memenuhi standar kualitas di Cina.

Gambar 8 Warna ester gliserol gondorukem maleat dengan penambahan persentase gliserol dan asam maleat yang berbeda.

Keterangan : 1. Asam Maleat 8% dan Gliserol 10%, 2. Asam Maleat 10% dan Gliserol 10%, 3. Asam Maleat 12% dan Gliserol 10%

A. Asam Maleat 8% dan Gliserol 12%, B. Asam Maleat 10% dan Gliserol 12%, C. Asam Maleat 12% dan Gliserol 12%

X. Asam Maleat 8% dan Gliserol 14%, Y. Asam Maleat 8% dan Gliserol 14%, Z. Asam Maleat 8% dan Gliserol 14%

Warna kuning : gondorukem awal 4.3.2 Titik Lunak

Titik lunak adalah suhu saat gondorukem mulai melunak yang diukur dengan cincin dan bola (softening ring and ball apparatus) dinyatakan dalam derajat celcius (RSNI3 7636 : 2010). Titik lunak gondorukem berkisar antara 70°C-80°C, makin tinggi titik lunak maka semakin baik kualitas gondorukem (FAO 1995). Titik lunak menunjukkan salah satu sifat khas gondorukem dan tingkat kemasakannnya. Tingkat kemasakan ini berhubungan erat dengan kadar terpentin tersisa dalam gondorukem, dimana makin kecil kadar terpentin tersisa maka makin tinggi titik lunak gondorukem (Djatmiko, et al 1973).

Berdasarkan data yang diperoleh (Gambar 9) dapat ditunjukkan bahwa titik lunak ester gliserol gondorukem maleat yang dihasilkan berkisar antara 82,33°C-121°C. Nilai titik lunak tertinggi diperoleh pada penambahan persentase

(40)

gliserol 12% dan persentase asam maleat 10% yaitu sebesar 121,83°C. Hal ini menunjukkan bahwa pada persentase gliserol 12% dan asam maleat 10% dengan titik lunak yang tertinggi, ester gliserol gondorukem maleat yang dihasilkan tersebut memiliki kualitas yang baik. Hal tersebut seperti yang dinyatakan oleh FAO (1995) bahwa makin tinggi titik lunak maka semakin baik kualitas gondorukem.

Hubungan penambahan persentase gliserol dan persentase asam maleat terhadap titik lunak ester glis

Gambar 9 Histogram

Gambar 9 menunjukkan bahwa titik lunak ester gliserol gondorukem maleat yang diperoleh cenderung meningkat sampai pada penambahan glis 12% dan menurun lagi pada persentase gliserol 14%. Demikian juga dengan semakin meningkatnya persentase asam maleat, titik lunak yang dihasilkan cenderung meningkat. Titik lunak yang semakin meningkat dengan bertambahnya persentase asam maleat yang di

hasil reaksi asam levopimarat dengan asam maleat berupa asam maleopimarat yang mempunyai gugus karboksil lebih banyak daripada asam levopimarat, dimana berat molekul yang dihasilkan lebih besar dibandingkan asam

sehingga dapat meningkatkan titik lunaknya. Menurut Harold (1990) menyatakan bahwa semakin panjang rantai C akan meningkatkan titik lunaknya. Tetapi peningkatan nilai titik lunak pada beberapa persentase gliserol itu hanya sampai pada persentase asam maleat 10% dan menurun lagi saat penambahan persentase

0 20 40 60 80 100 120 140 Asam maleat 8% T it ik L u n ak ( °C )

gliserol 12% dan persentase asam maleat 10% yaitu sebesar 121,83°C. Hal ini menunjukkan bahwa pada persentase gliserol 12% dan asam maleat 10% dengan titik lunak yang tertinggi, ester gliserol gondorukem maleat yang dihasilkan sebut memiliki kualitas yang baik. Hal tersebut seperti yang dinyatakan oleh FAO (1995) bahwa makin tinggi titik lunak maka semakin baik kualitas

Hubungan penambahan persentase gliserol dan persentase asam maleat terhadap titik lunak ester gliserol gondorukem maleat tersaji pada Gambar 9.

Histogram rataan titik lunak ester gliserol gondorukem m

Gambar 9 menunjukkan bahwa titik lunak ester gliserol gondorukem maleat yang diperoleh cenderung meningkat sampai pada penambahan glis 12% dan menurun lagi pada persentase gliserol 14%. Demikian juga dengan semakin meningkatnya persentase asam maleat, titik lunak yang dihasilkan cenderung meningkat. Titik lunak yang semakin meningkat dengan bertambahnya persentase asam maleat yang ditambahkan tersebut diduga disebabkan karena hasil reaksi asam levopimarat dengan asam maleat berupa asam maleopimarat yang mempunyai gugus karboksil lebih banyak daripada asam levopimarat, dimana berat molekul yang dihasilkan lebih besar dibandingkan asam

sehingga dapat meningkatkan titik lunaknya. Menurut Harold (1990) menyatakan bahwa semakin panjang rantai C akan meningkatkan titik lunaknya. Tetapi peningkatan nilai titik lunak pada beberapa persentase gliserol itu hanya sampai e asam maleat 10% dan menurun lagi saat penambahan persentase

Asam maleat 8% Asam maleat 10% Asam maleat 12% 104,83 99,17 96,33 98,33 121,83 103,33 90,83 91,67 82,33

Gliserol 10% Gliserol 12% Gliserol 14%

gliserol 12% dan persentase asam maleat 10% yaitu sebesar 121,83°C. Hal ini menunjukkan bahwa pada persentase gliserol 12% dan asam maleat 10% dengan titik lunak yang tertinggi, ester gliserol gondorukem maleat yang dihasilkan sebut memiliki kualitas yang baik. Hal tersebut seperti yang dinyatakan oleh FAO (1995) bahwa makin tinggi titik lunak maka semakin baik kualitas

Hubungan penambahan persentase gliserol dan persentase asam maleat erol gondorukem maleat tersaji pada Gambar 9.

ester gliserol gondorukem maleat.

Gambar 9 menunjukkan bahwa titik lunak ester gliserol gondorukem maleat yang diperoleh cenderung meningkat sampai pada penambahan gliserol 12% dan menurun lagi pada persentase gliserol 14%. Demikian juga dengan semakin meningkatnya persentase asam maleat, titik lunak yang dihasilkan cenderung meningkat. Titik lunak yang semakin meningkat dengan bertambahnya tambahkan tersebut diduga disebabkan karena hasil reaksi asam levopimarat dengan asam maleat berupa asam maleopimarat yang mempunyai gugus karboksil lebih banyak daripada asam levopimarat, dimana berat molekul yang dihasilkan lebih besar dibandingkan asam levopimarat sehingga dapat meningkatkan titik lunaknya. Menurut Harold (1990) menyatakan bahwa semakin panjang rantai C akan meningkatkan titik lunaknya. Tetapi peningkatan nilai titik lunak pada beberapa persentase gliserol itu hanya sampai e asam maleat 10% dan menurun lagi saat penambahan persentase

Asam maleat 12% 82,33

(41)

asam maleat 12%. Hal itu diduga disebabkan karena masih adanya sisa toluena hasil proses penyulingan yang terdapat pada ester gliserol gondorukem maleat sehingga menyebabkan titik lunak derivat gondorukem rendah. Tingkat penyulingan dalam proses pemasakan yang belum sempurna tersebut dapat mempengaruhi titik lunak produk derivat gondorukem. Seperti yang dinyatakan Djatmiko (1973) bahwa titik lunak menunjukkan sifat khas gondorukem dan tingkat kemasakannya.

Berdasarkan analisis statistik sidik ragam yang dapat dilihat pada Lampiran 2 menunjukkan bahwa persentase penambahan gliserol dan persentase asam maleat, serta interaksi antara keduanya tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap titik lunak derivat gondorukem yang dihasilkan. Hal ini diduga disebabkan karena masih terdapat sisa toluena dari hasil proses penyulingan derivat gondorukem tersebut yang utamanya sangat mempengaruhi titik lunak gondorukem, sehingga agen persentase gliserol maupun asam maleat tidak berpengaruh nyata terhadap titik lunak ester gliserol gondorukem maleat yang dihasilkan itu. Pada Lampiran 2 dapat ditunjukkan bahwa pada persentase penambahan gliserol tidak berbeda nyata semua dengan persentase gliserol lainnya. Demikian juga dengan persentase penambahan asam maleat tidak berbeda nyata dengan persentase asam maleat lainnya.

4.4Sifat Kimia Ester Gliserol Gondorukem Maleat 4.4.1 Bilangan Asam

Bilangan asam adalah banyaknya kalium hidroksida (KOH) dalam miligram yang diperlukan untuk menetralkan satu gram asam resin yang terkandung dalam senyawa gondorukem (RSNI3 7636 : 2010). Selain itu bilangan asam ditentukan untuk mengetahui jumlah asam lemak bebas yang terkandung dalam bahan dan dipergunakan untuk mengetahui tingkat kerusakan bahan yang disebabkan adanya proses hidrolisa (Djatmiko 1973).

Sejak diketahui bahwa gondorukem adalah bahan yang bersifat asam, industri turunan gondorukem sangat bergantung pada fungsi asamnya, bilangan asam yang tinggi juga merupakan suatu indikasi kualitas gondorukem (FAO 1995). Kirk dan Othmer (2007) menyatakan bahwa gondorukem modifikasi mempunyai titik lunak dan bilangan asam yang lebih tinggi, sehingga dapat

Gambar

Gambar 1  Struktur kimia asam-asam resin.
Tabel 2  Komposisi asam resin pada gondorukem dari berbagai negara penghasil    gondorukem (%)
Tabel 3  Komposisi asam resin dari beberapa lokasi di Indonesia (%)
Tabel 4  Klasifikasi khusus kualitas gondorukem
+7

Referensi

Dokumen terkait

Perang yang menyebabkan kawasan Padas Lintang menjelma kolam darah melibatkan Adipati Sepuh yang dianggap tidak becus memimpin Padas Lintang dengan Adipati Anom sebagai pencetus

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh pemberian bungkil biji jarak pagar yang difermentasi Rhizopus oligosporus dalam ransum terhadap persentase

Dari beberapa penelitian sebelumnya di atas, peneliti tertarik untuk mengkaji masalah yang sama yaitu tentang komunikasi interpersonal. Namun yang membuat penelitian yang berbeda

Jawa pos sendiri memiliki beberapa divisi di dalamnya seperti yang akan di bahas nantinya ialah divisi pemasaran dimana fungsinya bertugas memasarkan koran baik ke

dengan menggunakan penduga kekar. MCD adalah salah satu penduga kekar untuk menduga vektor rataan dan matriks ragam- peragam yang digunakan untuk menduga jarak

Hasil penelitian yang diperoleh Noor dan Lestari (2012) dengan Wibowo dan Wartini (2012) terdapat research gap, yaitu bahwa secara simultan variabel efisiensi modal kerja,

Tujuan laporan keuangan menurut (Ikatan Akuntansi Indonesia, 2013) adalah menyediakan informasi laporan posisi keuangan, laporan kinerja keuangan, dan laporan arus

Asesmen awal medis yang dilakukan sebelum pasien di rawat inap, atau sebelum tindakan pada rawat jalan di rumah sakit, tidak boleh lebih dari 30 hari, atau riwayat medis