• Tidak ada hasil yang ditemukan

KONSERVASI LOGAM DENGAN BAHAN TRADISIONAL

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "KONSERVASI LOGAM DENGAN BAHAN TRADISIONAL"

Copied!
66
0
0

Teks penuh

(1)

i

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN

DIREKTORAT JENDERAL KEBUDAYAAN

LAPORAN HASIL KAJIAN

KONSERVASI LOGAM DENGAN BAHAN TRADISIONAL

Oleh :

Ari Swastikawati, S.Si, M.A

Henny Kusumawati, S.S

Rony Muhammad, S.T

Heri Yulianto

Yudi Atmaja Hendra Purnama

BALAI KONSERVASI BOROBUDUR

MAGELANG

(2)

ii

Halaman Pengesahan

Laporan Kajian

KONSERVASI LOGAM DENGAN BAHAN TRADISIONAL

Tim Pelaksana:

Ketua : (Ari Swastikawati, S.Si., M.A / 19730104 200003 2 001) Anggota : (Henny Kusumawati, S.S / 19800929 200902 2 004) (Rony Muhammad, S.T / 19750925 200912 1 001) (Heri Yulianto / 19770703 200312 1 001)

(Yudi Atmaja Hendra Purnama / 19790102 200701 1 002)

Jangka waktu Pelaksanaan : 4 bulan

Sumber Anggaran : DIPA Balai Konservasi Borobudur Tahun 2014

Borobudur, Desember 2014

Kasi. Layanan Konservasi Ketua Tim

Iskandar Mulia Siregar, S.Si Ari Swastikawati, S.Si., M.A NIP. 19691118 199903 1 001 NIP. 19730104 200003 2 001

Mengetahui/ Menyetujui Kepala Balai Konservasi Borobudur

Drs. Marsis Sutopo, M.Si NIP. 19591119 199101 1 001

(3)

iii KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT atas rahmat dan hidayahNya sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan kajian yang berjududl “Konservasi Logam dengan Bahan Tradisional”. Laporan ini merupakan bukti hasil kajian yang telah dilaksanakan mulai dari penyusunan rencana, pengumpulan data lapangan dan laboratorium, konsultasi narasumber, hingga penyusunan laporan. Laporan ini telah diseminarkan pada acara “Diskusi Hasil Kajian” Balai Konservasi Borobudur yang diselenggarakan di Yogyakarta, untuk mendapatkan tanggapan dan masukan dari narasumber dan berbagai pihak. Selanjutnya kami berharap agar kajian ini dapat memberikan manfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan konservasi cagar budaya secara lebih luas.

Selama pelaksanaan kajian ini banyak pihak yang telah memberikan bantuan hingga laporan ini selesai. Oleh karena itu kami mengucapkan terima kasih yang setinggi-tingginya kepada:

1. Drs. Marsis Sutopo, M.Si., selaku Kepala Balai Konservasi Borobudur yang telah memberikan masukan dan arahan dalam pelaksaaan kajian.

2. Prof. Dr. Endang Tri Wahyuni, M.S., dosen Fakultas MIPA Universitas Gadjah Mada Yogyakarta, selaku narasumber dalam pelaksanaan kajian.

3. Iskandar Mulia Siregar, S.Si., selaku Kasi layanan Konservasi Balai Konservasi Borobudur yang telah memberikan saran dan masukan dalam pelaksanaan kajian. 4. Wiwit Kasiyati, S.S., selaku Kasubag Tata Usaha Balai Konservasi Borobudur yang

telah memberikan saran dan masukan dalam pelaksanaan kajian.

5. Serta pihak-pihak lain yang telah memberikan bantuan dalam pelaksanaan kajian yang tidak dapat kami sebutkan satu persatu.

Demikian laporan kajian ini kami susun. Semoga bermanfaat dan dapat dijadikan acuan untuk kajian selanjutnya.

Borobudur, Desember 2014

(4)

iv DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PENGESAHAN ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI ... iv DAFTAR TABEL ... v DAFTAR GAMBAR ... vi BAB I PENDAHULUAN ... 1 A. Latar Belakang ... 1 B. Permasalahan ... 2

C. Maksud dan Tujuan ... 2

D. Ruang Lingkup ... 3

BAB II LANDASAN TEORI ... 4

A. Artefak Logam sebagai Material Arkeologi ... 4

B. Artefak Logam Berbahan besi, Tembaga, dan Paduannya ... 4

C. Korosi pada Logam ... 6

D. Pengertian Konservasi ... 8

E. Metode Konservasi Logam ... 9

BAB III METODE PENELITIAN ... 11

A. Kerangka Pikir ... 11

B. Alat dan Bahan ... 11

C. Prosedur Penelitian ... 11

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 19

A. Karakteristik Korosi Pasif dan Aktif pada Besi dan Paduan Tembaga 19

B. Jenis-Jenis Korosi pada Keris ... 23

C. Pembersihan Korosi Besi menggunakan Bahan Alam ... 26

D. Pembersihan Korosi Paduan Tembaga Menggunakan Bahan Alam ... 44

BAB V KESIMPULAN ... 56

DAFTAR PUSTAKA ... 57 LAMPIRAN

(5)

v DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 Prosedur Eksperimen Konservasi Logam Secara Tradisional ... 14

Tabel 4.1 Komposisi Unsur keris Besar ... .. 26

Tabel 4.2 Komposisi Unsur Besi dengan Baut ... 27

Tabel 4.3 Komposisi Unsur Keris Kecil ... ... 29

Tabel 4.4 Komposisi Unsur Pisau Besar ... 31

Tabel 4.5 Komposisi Unsur Besi Persegi Panjang ... 32

Tabel 4.6 Komposisi Unsur pada Pisau Pengot ... 34

Tabel 4.7 Komposisi Unsur Pasah ... 35

Tabel 4.8 Komposisi Unsur Pasah ... 38

Tabel 4.9 Komposisi Unsur pada Keris ... 41

Tabel 4.10 Komposisi Unsur pada Warangka ... 44

Tabel 4.11 Komposisi Unsur pada Koin 1 ... 46

Tabel 4.12 Komposisi Unsur pada Koin 2 ... 48

Tabel 4.13 Komposisi Unsur pada Cawan 1 ... 49

Tabel 4.14 Komposisi Unsur pada Cawan 2 ... 51

Tabel 4.15 Komposisi Unsur pada Nampan ... 53

(6)

vi DAFTAR GAMBAR

Gambar 3.1 Kegiatan Wawancara dengan Gusti Kanjeng Winarno ... 12

Gambar 3.2 Melihat Proses Pembuatan Keris di Padepokan serta Kegiatan Wawancara dengan Empu Daliman ... 13

Gambar 3.3 Melihat Proses Pembuatan Keris di Padepokan serta Kegiatan Wawancara dengan Bapak Basuki Teguh Yuwono ... 13

Gambar 4.1 Meriam di Museum Benteng Vredeburg yang Mengalami Korosi Pasif 19 Gambar 4.2 Contoh Korosi Pasif pada Paduan Tembaga ... 20

Gambar 4.3 Korosi Aktif pada Tang Besi Hasil Temuan Eskavasi Situs Liangan ... 21

Gambar 4.4 Korosi Aktif yang Terjadi pada Temuan Hasil Eskavasi Situs Liangan yang ditandai Adanya Pengelupasan dan Retakan ... 21

Gambar 4.5 Korosi aktif pada Artefak Besi yang Ditandai Adanya “sweating” or “weeping (berkeringat dan menangis) ... 22

Gambar 4.6 Korosi Aktif pada Paduan Tembaga ... 22

Gambar 4.7 Permukaan Bilah yang Mengalami Karat Tahun ... 23

Gambar 4.8 Karat Darah yang Belum Dibersihkan ... 24

Gambar 4.9 Karat Darah yang Sudah Dibersihkan tapi Belum Sempurna sehingga Masih Meninggalkan Bekas ... 24

Gambar 4.10 Karat Darah pada Bilah Keris yang Sudah Dibersihkan ... 25

Gambar 4.11 Bilah Pisau yang Ditemukan di Sungai Mengalami Korosi Aktif ... 25

Gambar 4.12 Bilah Keris yang Temukan di Sungai, Mengalami Korosi Aktif tapi Sudah Dibersihkan dengan Sempurna ... 25

Gambar 4.13 Kondisi Keris Sebelum Dibersihkan dengan Blimbing Wuluh ... 26

Gambar 4.14 Proses Pembersihan Keris Menggunakan Blimbing Wuluh ... 27

Gambar 4.15 Kondisi Keris Setelah Dibersihkan... 27

Gambar 4.16 Kondisi Besi dan Baut yang belum Dibersihkan... 28

Gambar 4.17 Proses Perendaman Objek dalam Air Mengkudu dan Pengukuran ... 28

Gambar 4.18 Proses Pembersihan dengan Lerak ... 29

Gambar 4.19 Kondisi Besi dan Baut Setelah Dibersihkan ... 29

Gambar 4.20 Kondisi Keris Sebelum Dibersihkan ... 30

Gambar 4.21 Proses Pembersihan Keris dengan Direndam dalam Air Nanas ... 30

Gambar 4.22 Kondisi Keris Setelah Dibersihkan ... 30

Gambar 4.23 Kondisi Pisau Sebelum Dibersihkan ... 31

Gambar 4.24 Kondisi Pisau Setelah Dibersihkan ... 32

Gambar 4.25 Kondisi Besi Persegi Sebelum Dibersihkan ... 32

(7)

vii

Gambar 4.27 Kondisi Besi Setelah Dibersihkan dengan Blimbing Wuluh ... 33

Gambar 4.28 Kondisi Pisau Pengot Sebelum Dibersihkan ... 34

Gambar 4.29 Proses Pembersihan Pisau Pegot Menggunakan Buah Maja ... 34

Gambar 4.30 Kondisi Pisau setelah Dibersihkan ... 35

Gambar 4.31 Kondisi Kuncian Sebelum Dibersihkan ... 35

Gambar 4.32 Proses Penyiapan Larutan dari Buah Mengkudu ... 36

Gambar 4.33 Proses Pembersihan Korosi Menggunakan Buah Mengkudu ... 36

Gambar 4.34 Kondisi Kuncian Setelah Direndam dalam Air Mengkudu ... 37

Gambar 4.35 Kondisi larutan Mengkudu dan Pengukuran pH Larutan ... 37

Gambar 4.36 Proses Pencucian Setelah Perendaman ... 37

Gambar 4.37 Kondisi Kuncian Setelah Proses Pencucian dengan Lerak ... 38

Gambar 4.38 Kondisi Kuncian Pasah Sebelum Dibersihkan ... 39

Gambar 4.39 Perendaman Kuncian Pasakh dalan Air Nanas ... 39

Gambar 4.40 Kondisi Kuncian Pasah setelah Perendaman ... 40

Gambar 4.41 Pengukuran pH Air Nanas setelah Digunakan untuk Perendaman dan Proses Pembesihan Secara Mekanis ... 40

Gambar 4.42 Kondisi Kuncian Pasah Setelah Dibersihkan dengan Air Nanas ... 40

Gambar 4.43 Kondisi Keris Sebelum Dibersihkan ... 41

Gambar 4.44 Garam dan Sulfur yang Digunakan dalam Proses Pembersihan Karat 42

Gambar 4.45 Campuran Sulfur, Garam dan Air serta Pengukuran pH ... 42

Gambar 4.46 Proses Pembalutan awal ... 42

Gambar 4.47 Kondisi Keris Sebelum Dibersihkan ... 43

Gambar 4.48 Pembalutan Ulang Keris ... 43

Gambar 4.49 Kondisi Keris Setelah Pembalutan 24 Jam ... 43

Gambar 4.50 Kondisi Keris Setelah Dibersihkan dengan Pembalutan 24 Jam ... 44

Gambar 4.51 Kondisi Warangka Sebelum Dibersihkan ... 45

Gambar 4.52 Proses Penyiapan Santan ... 45

Gambar 4.53 Kondisi Keris setelah Dibersihkan ... 46

Gambar 4.54 Kondisi Koin Sebelum Dibersihkan ... 46

Gambar 4.55 Proses Pembersihan dengan Jeruk Nipis ... 47

Gambar 4.56 Kondisi Koin Setelah Dibersihkan... 47

Gambar 4.57 Kondisi Koin 2 Sebelum Dibersihkan ... 48

Gambar 4.58 Proses Pembersihan Koin 2 Mengunakan Jeruk NIpis dan Abu ... 48

Gambar 4.59 Kondisi Koin 2 Setelah Dibersihkan dengan Jeruk Nipis dan Abu Gosok 49 Gambar 4.60 Kondisi Cawan Sebelum Dibersihkan ... 50

Gambar 4.61 Kondisi Cawan Sesudah Dibersihkan ... 50

(8)

viii

Gambar 4.63 Kondisi Cawan 2 Setelah Dibersihkan ... 52

Gambar 4.64 Kondisi Nampan Sebelum Dibersihkan ... 53

Gambar 4.65 Kondisi Nampan Setelah Dibersihkan ... 53

Gambar 4.66 Kondisi Koin 3 Sebelum Dibersihkan ... 54

Gambar 4.67 Proses Pencampuran Jeruk Nipis dan Soda Kue ... 55

Gambar 4.68 Proses Pembersihan Korosi pada Koin 3 dengan Pasta Jeruk Nipis dan Soda Kue ... 55

(9)

ix Abstrak

Saat ini di bidang konservasi cagar budaya terdapat kecenderungan untuk kembali menggunakan metode konservasi tradisional. Kecenderungan ini didasarkan pada fakta bahwa penggunaan metode tradisional lebih mudah dan ramah terhadap lingkungan. Salah satu metode tradisional yang perlu dikaji adalah penggunaan bahan tradisional atau bahan alam untuk perawatan dan pengawetan cagar budaya berbahan logam. Pertimbangan terpenting untuk menentukan apakah sebuah artefak logam perlu dibersihkan atau tidak adalah jenis korosinya. Penentuan karakteristik korosi aktif dan pasif dari setiap jenis artefak logam baik secara visual maupun dari sudut pandang kimia, perlu dilakukan untuk mengetahui suatu artefak mengalami korosi aktif atau pasif.

Kajian Konservasi Logam dengan Bahan Tradisional ini dilaksanakan untuk menggali metode konservasi artefak logam dengan menggunakan bahan tradisional atau bahan alam. Adapun tujuan dari kajian ini adalah mengidentifikasi karakteristik korosi aktif dan pasif pada artefak berbahan besi dan paduan tembaga serta menginventarisasi bahan-bahan alam yang dapat digunakan dalam konservasi artefak berbahan besi dan paduan tembaga.

Kerangka pikir yang digunakan dalam kajian ini adalah melakukan kegiatan survei. Survei dilaksanakan untuk menginventarisasi praktek-praktek konservasi logam menggunakan bahan tradisional yang masih berlangsung di masyarakat. Berdasarkan hasil survei tersebut kemudian dilakukan praktek di laboratorium. Selain survei untuk mengiventarisasi praktek-praktek konservasi tradisional, juga dilaksanakan survei di museum. Kegiatan survei di museum terutama untuk mengidentifikasi korosi aktif dan pasif pada koleksi logam.

Berdasarkan eksperimen di laboratorium, beberapa bahan–bahan alam yang dapat dimanfaatkan untuk pembersihan korosi pasif pada besi adalah blimbing wuluh, mengkudu, dan buah nanas. Bahan yang dapat digunakan untuk pembersihan korosi aktif pada besi adalah jeruk nipis, mengkudu, dan buah nanas. Campuran sulfur, garam dan air sebaiknya tidak digunakan dalam pembersihan korosi aktif pada bcb. Bahan yang dapat digunakan dalam pembersihan korosi pada kuningan adalah santan, jeruk nipis, campuran jeruk nipis dan abu gosok, campuran jeruk nipis dan bubukan bata, campuran jeruk nipis dan bubukan bata serta pasta campuran jeruk nipis dan soda kue.

(10)

1 BAB I PENDAHULUAN

A) Latar Belakang

Indonesia merupakan negara kepulauan yang memiliki beraneka ragam budaya. Keanekaragaman budaya tersebut menghasilkan beraneka ragam tinggalan cagar budaya pula. Baik berupa benda, struktur, bangunan, situs dan kawasan cagar budaya seperti yang disebutkan dalam Undang-Undang Nomer 11 tahun 2010. Berdasarkan aspek material penyusunnya maka dibedakan menjadi cagar budaya berbahan batu, bata, kayu, logam dan sebagainya. Supaya cagar budaya tersebut dapat dinikmati oleh generasi mendatang dalam kondisi yang utuh dan lengkap, maka cagar budaya tersebut harus dilestarikan. Dalam upaya pelestarian cagar budaya tersebut maka diperlukan tindakan konservasi.

Berdasarkan bahan serta peralatan yang digunakan maka konservasi cagar budaya dapat dibedakan menjadi konservasi modern dan konservasi tradisional. Konservasi modern adalah tindakan konservasi dengan menggunakan bahan serta peralatan yang relative modern. Bahan yang direkomendasikan dalam kegiatan konservasi tersebut merupakan hasil penelitian, pengkajian dan pengembangan dalam bidang konservasi. Sedangkan yang dimaksud dengan peralatan modern adalah merupakan seperangkat peralatan modern yang dibuat atau dapat digunakan untuk kegiatan konservasi. Konservasi tradisional adalah tindakan konservasi dengan menggunakan bahan dan peralatan tradisional, yang berpatokan pada kearifan local (local wisdom) serta pengalaman yang terakumulasi dalam pengetahuan masyarakat setempat (people knowledge). Bahan tradisional adalah bahan yang didapat dari lingkungan masyarakat setempat, yang dipercayai dapat digunakan dalam konservasi cagar budaya, atas dasar pengalaman dan tradisi turun temurun. Peralatan tradisional adalah peralatan sederhana, yang dibuat oleh masyarakat dengan bahan yang diperoleh dari lingkungannya (Sunarno, 2010).

Saat ini terdapat kecenderungan di dunia untuk kembali menggunakan metode konservasi tradisional dalam penanganan konservasi cagar budaya. Kecenderungan ini didasarkan pada fakta bahwa penggunaan metode tradisional lebih mudah dan ramah terhadap lingkungan. Beberapa metode tradisional dalam konservasi cagar budaya telah diteliti oleh Balai Konservasi Borobudur, seperti metode penjamasan, penggunaan cengkeh, pelepah pisang dan tembakau untuk konservasi kayu dan lain sebagainya. Sesungguhnya Indonesia memiliki lebih

(11)

2

banyak lagi metode tradisional sebagai bentuk kearifan local yang dapat digunakan untuk mengkonservasi cagar budaya. Namun metode-metode tersebut belum dikaji dengan baik.

Salah satu metode tradisional yang perlu dikaji adalah penggunaan bahan tradisonal atau bahan alam untuk perawatan dan pengawetan cagar budaya berbahan logam. Seperti penggunaan jeruk nipis untuk membersihkan kuningan dan besi, penggunaan batu apung untuk polishing gamelan, penggunaan santan untuk pembersihan perunggu, dan sebagainya. Akan tetapi pertimbangan terpenting untuk menentukan apakah sebuah artefak logam perlu dibersihkan atau tidak adalah jenis korosinya. Apakah artefak tersebut mengalami korosi aktif ataukah pasif. Sehingga perlu untuk menentukan karakteristik korosi aktif dan pasif dari setiap jenis artefak logam. Baik karakterisitik secara visual maupun dari sudut pandang kimia.

B) Permasalahan

Kajian dengan judul “Konservasi Logam dengan Bahan Tradisional” merupakan tema kajian yang sangat luas. Dari aspek jenis material saja, cagar budaya berbahan logam dapat dibedakan menjadi cagar budaya berbahan besi, tembaga, panduan tembaga (perunggu dan kuningan), perak, emas, dan sebagainya. Dari aspek langkah-langkah tindakan konservasi yang dilakukan dapat dimulai dari identifikasi kerusakan dan dilanjutkan dengan penanganan konservasi yang meliputi perawatan dan pengawetan koleksi logam. Langkah-langkah tindakan konservasi tersebut pun masih dapat diuraikan berdasarkan tinjauan jenis kurusakan apakah kimia berupa korosi ataukah fisik patah, retak dan sebagainya. Korosi pun masih dapat dibedakan menjadi korosi aktif maupun korosi pasif. Begitu pula dari aspek bahan tradisional atau bahan alam. Apakah bahan tersebut berfungsi sebagai pembersih seperti bahan alam yang mengandung asam sitrat dan bahan alam yang bersifat koloid. Serta bahan alam yang bersifat menstabilkan seperti bahan alam yang mengandung asam tannin. Agar kajian ini tidak terlalu luas maka kajian ini akan dibatasi pada pengunaan bahan alam untuk membersihkan korosi pada artefak besi dan paduan tembaga yang tidak dilapisi. Serta identifikasi karakteristik korosi aktif dan pasif pada besi dan paduan tembaga secara visual. Kajian ini diharapkan akan menjadi awal kajian selanjutnya yang lebih terspesifikasi sehingga hasilnya akan lebih aplikatif.

C) Maksud dan Tujuan

Maksud dari kajian ini adalah menggali metode konservasi artefak logam dengan menggunakan bahan tradisional atau bahan alam. Adapun tujuan dari kajian ini adalah:

(12)

3

1. Identifikasi karakteristik korosi aktif dan pasif pada artefak berbahan besi dan paduan tembaga.

2. Inventarisasi bahan-bahan alam yang dapat digunakan dalam konservasi artefak berbahan besi dan paduan tembaga.

D) Ruang Lingkup

Kajian ”Konservasi Logam dengan Bahan Tradisional” akan dibatasi pada jenis logam besi serta paduan tembaga (perunggu dan kuningan).

(13)

4 BAB II LANDASAN TEORI

A) Artefak Logam sebagai Material Arkeologi

Indonesia memiliki cagar budaya dalam bentuk artefak logam dalam jumlah yang sangat berlimpah, yang tersebar di seluruh wilayah nusantara. Artefak-artefak tersebut memiliki bentuk dan fungsi yang beraneka ragam serta beraneka ragam pula bahan penyusunnya. Artefak logam merupakan sumber data primer dalam arkeologi. Menurut Mircea dkk (2010) material arkeologi secara lengkap dapat menggambarkan kronologi evolusi manusia dari tinjauan perkembangan ekonomi dan kehidupan sosial masyarakat serta hubungannya dengan kebudayaan serta peradaban sebelumnya. Oleh karena itu mengapa artefak logam sebagai material arkeologi tersebut, harus dilestarikan. Ditambahkan pula oleh Mircea dkk (2010), jika material arkeologi tersebut dipertimbangkan dalam kaitanya dengan degradasi yang dialami pada beberapa kondisi. Pada kondisi keterawatanya dan mekanisme perubahan logam di dalam tanah berturut-turut dari aspek fisik (fragmen, retakan, lubang dan sebagainya), aspek kimia pembentukan kerak korosi pada bagian terbesar tanpa atau dengan bagian tengah dari logam, dapat digunakan untuk menguraikan beberapa kesimpulan terkait dengan hal tersebut. Dari aspek arkeometalorgi, teknologi masa lalu, metode yang digunakan untuk menghasilkan objek atau asal dari logam-logam yang digunakan di dalamnya.

B) Artefak Logam Berbahan Besi, Tembaga dan Paduannya

Artefak logam berbahan logam besi banyak ditemukan di Indonesia mulai dari yang berukuran kecil hingga besar seperti keris, tombak, meriam, lokomotif, pesawat, kapal perang dan sebagainya. Begitu pula artefak berbahan tembaga dan paduannya seperti sendok-garpu, arca, vadjra, genta, bokor, nekara dan sebagainya. Baik besi, tembaga maupun paduannya memiliki sifat fisik dan kimia yang berbeda-beda. Sebelum melakukan tindakan konservasi perlu kiranya mempelajari sifat-sifat dari logam-logam tersebut.

a. Besi

Besi merupakan jenis logam kedua yang paling melimpah di bumi dan masih menjadi tulang punggung dalam peradaban modern. Ketergantungan terhadap logam tersebut dinyatakan oleh penggunaannya dalam kehidupan manusia; mulai dari keperluan rumah, pertanian, permesinan, hingga alat transportasi (Herman, 2006). Besi memiliki sifat fisika antara lain

(14)

5

pada suhu kamar berwujud padat, mengkilap dan berwarna keabu-abuan dan merupakan penghantar panas yang baik. Sedangkan sifat kimia besi antara lain: bersifat elektro positif (mudah melepaskan elektron) sehingga bilangan oksidasinya bertanda positif, logam murni besi sangat reaktif secara kimiawi dan mudah terkorosi, khususnya di udara yang lembab atau ketika terdapat peningkatan suhu, mudah bereaksi dengan unsur-unsur non logam seperti halogen, sulfur, pospor, boron, karbon dan silicon, larut dalam asam- asam mineral encer dan sebagainya. Ada tiga jenis besi yaitu:

- Besi tempa adalah logam yang komposisinya terdiri dari besi murni dan besi silikat. - Besi tuang adalah besi dengan kadar carbon di atas 1.7 % meskipun biasanya besi

tuang memiliki kadar carbon 3 – 4.5 %. Besi tuang banyak digunakan dalam dunia tehnik dan industri karena karakteristik atau sifat mach inability yang mudah dikerjakan dengan mesin dan memiliki sifat tahan aus karena bersifat self lubrication. Besi tuang dibagi menjadi 2 bagian yaitu :

 Besi tuang kelabu: sebagian besar dari zat arang atau karbon dalam besi tuang ini terpisah sebagai graphite. Bidang patahan dari besi tuang ini berwarna abu-abu tua sampai hitam.

 Besi tuang putih: dimana sebagian besar karbon yang terikat dalam besi sebagai zementite (Fe3C) yang keras. Besi tuang ini memiliki bidang patahan yang berwarna putih. Sifat yang keras sehingga sukar dikerjakan di mesin

- Baja merupakan perpaduan antara besi (Fe) dan karbon (C), besi adalah elemen metal dan carbon adalah elemen non metal. Baja sendiri digolongkan menjadi dua golongan yaitu baja bukan paduan (yang hanya terpadu dengan carbon saja) dan baja paduan yaitu yang terpadu dengan elemen – elemen lain sesuai dengan kebutuhan dan sifat yang dikehendaki. Elemen paduan yang ditambahkan itu sendiri terdiri dari mangan, chrome, nickel, wolfram, silisium, dan lainnya (Munandar, 2007).

b. Tembaga dan paduannya

Tembaga dengan nama kimia cupprum dilambangkan dengan Cu, unsur logam ini berbentuk kristal dengan warna kemerahan. Dalam tabel periodik unsur-unsur kimia tembaga menempati posisi dengan nomor atom (NA) 29 dan mempunyai bobot atom (BA) 63,546. Unsur tambahan di alam dapat ditemukan dalam bentuk persenyawaan atau dalam

(15)

6

senyawa padat dalam bentuk mineral. Dalam badan perairan laut tembaga dapat ditemukan dalam bentuk persenyawaan ion seperti CuCO3, CuOH, dan sebagainya (Fribeg, 1977).

Cu (tembaga) merupakan salah satu unsur logam transisi yang berwarna cokelat kemerahan dan merupakan konduktor panas dan listrik yang sangat baik. Di alam, tembaga terdapat dalam bentuk bebas maupun dalam bentuk senyawa-senyawa, dan terdapat dalam bentuk biji tembaga seperti (CuFeS2), cuprite (Cu2O), chalcosite (Cu2S), dan malasite (Cu2(OH)2CO3).

Dalam sejarahnya, penggunaan tembaga oleh manusia tercatat dari kurang lebih 10.000 tahun lalu lamanya. Peleburan tembaga nampaknya telah berkembang secara baik di beberapa belahan dunia. Di samping berkembang di Anatolia pada 5000 SM, tembaga juga dikembangkan di China sebelum 2800 SM, Amerika Tengah sekitar 600 TM, dan Afrika Barat sekitar 900 TM.

Artefak logam tembaga umumnya ditemukan dalam bentuk paduan sekalipun ada juga artefak logam yang memiliki komposisi tembaga (Cu) lebih dari 90%. Paduan tembaga (copper alloy) yang paling banyak ditemukan dalam bentuk perunggu dan kuningan. Menurut Razak (1983), perunggu merupakan logam paduan antara tembaga (Cu) dan timah putih (Sn), ditambah logam lain seperti seng (Zn), timah hitam (Pb) dan besi (Fe) dalam jumlah kecil sebagai logam penyerta. Tembaga dan timah putih adalah logam lemah dan lunak, sedangkan logam paduan antara tembaga dan timah lebih keras dan lebih kuat jika dibandingkan dengan unsur-unsur pembentuknya, serta memiliki titik lebur yang lebih rendah jika dibandingkan dengan titik lebur logam tembaga itu sendiri. Bentuk lain dari paduan tembaga adalah kuningan. Kuningan merupakan logam paduan antara tembaga (Cu) dan seng (Zn) serta logam-logam lain timah putih (Sn), timah hitam (Pb), besi (Fe) dalam jumlah yang kecil sebagai logam penyerta.

C) Korosi pada Logam

Difinisi korosi menurut Trethewey dan Chemberlain (1991: 4) korosi adalah penguraian dan kehilangan bahan oleh agresi kimia dan korosi merupakan gejala destruktif yang mempengaruhi hampir semua logam sedangkan karat (rust) merupakan sebutan yang hanya dikhususkan bagi korosi pada besi. Maaβ and Peibker (2011) mengatakan bahwa korosi adalah interaksi logam dengan lingkunganya yang menghasilkan perubahan sifat logam dan mungkin menyebabkan gangguan fungsional yang signifikan pada logam.

(16)

7

Korosi logam dapat aktif atau tidak aktif. Beberapa benda dapat berkarat tapi stabil disebut sebagai korosi tidak aktif. Korosi tidak aktif terjadi sebagai lapisan oksida yang stabil atau perubahan warna yang perlahan-lahan terbentuk pada artefak logam dan melindungi permukaan logam mendasarinya. Lapisan oksida tsb sering dianggap sebagai patina. Sebaliknya korosi aktif menyebabkan kehilangan material yang berkelanjutan pada objek (Logan, Judy: 2007). Oleh karena itu bagian terpenting dalam konservasi logam secara preventif adalah mengenali tahap awal destruksi korosi aktif.

Faktor yang berpengaruh dan mempercepat korosi yaitu air dan kelembapan udara, elektrolit berupa asam atau garam, adanya oksigen, permukaan logam yang tidak rata serta letak logam dalam potensial reduksi. Air merupakan salah satu faktor penting untuk berlangsungnya proses korosi. Udara yang banyak mengandung uap air (lembab) akan mempercepat berlangsungnya proses korosi. Elektrolit berupa asam ataupun garam merupakan media yang baik untuk melangsungkan transfer muatan. Hal itu mengakibatkan elektron lebih mudah untuk dapat diikat oleh oksigen di udara. Oleh karena itu, air hujan (asam) dan air laut (garam) merupakan penyebab utama terjadinya korosi. Pada peristiwa korosi adanya oksigen mutlak diperlukan. Permukaan logam yang tidak rata memudahkan terjadinya kutub-kutub muatan, yang akhirnya akan berperan sebagai anode dan katode. Pada permukaan logam yang licin dan bersih korosi tidak mudah terjadi, sebab sukar terbentuk kutub-kutub yang akan bertindak sebagai anode dan katode. Korosi akan sangat cepat terjadi pada logam yang potensialnya rendah, sedangkan logam yang potensialnya lebih tinggi justru lebih tahan.

Besi merupakan logam yang mudah teroksidasi, lebih-lebih bila berada di tempat dengan kondisi udara yang lembab. Reaksi kimia korosi besi adalah sebagai berikut :

4Fe(s) + 3O2(aq) 2Fe2O3(s) (karat besi berwarna kuning)

Pada tingkat awal bentuk oksidasi besi adalah ferro oxida (FeO), lama kelama akan berubah menjadi ferri oksida (Fe2O3). Pembentukan karat akan dipercepat oleh udara yang sudah tercemar sulfur dioksida dan klor (Cl). Di samping itu reaksi tersebut akan dipicu oleh adanya bakteri-bakteri tertentu. Berdasarkan hasil penelitian bakteri pereduksi sulfat dari jenis

Desulforibrio disulfucaus mempunyai peran yang cukup berarti dalam korosi besi (Sadirin, 1991: 84).

Terjadinya korosi pada perunggu disebabkan oleh faktor lingkungan dan sifat logam perunggu sendiri yang memungkinkan terjadinya korosi. Faktor tersebut antara lain : kondisi

(17)

8

tanah, unsur-unsur yang terkandung dalam tanah, pencemaran lingkungan, kelembaban udara dan lain-lain. Kondisi tanah memiliki peran penting dalam menentukan tingkat korosi pada perunggu. Perunggu yang terkubur dalam tanah yang berpasir akan mengalami tingkat korosi yang lebih tinggi dibandingkan dengan perunggu yang terkubur dalam tanah lempung. Dalam tanah yang berpasir merupakan tanah yang berpori sehingga kandungan oksigennya cukup besar dan biasanya mengandung air. Kondisi ini mempercepat proses korosi pada perunggu. Unsur-unsur tertentu yang terlarut dalam tanah dan dianggap paling berbahaya pada logam perunggu adalah ion clorida, ion sulfat dan oksigen. Adanya gas-gas pencemar dalam udara di sekitar koleksi atau zat-zat pencemar dalam air yang digunakan untuk mencuci koleksi akan mempercepat korosi pada perunggu. Gas-gas pencemar yang dapat menyebabkan reaksi korosi pada perunggu adalah gas CO2, SO2 dan H2S. Gas-gas tersebut dalam kondisi udara yang lembab akan membentuk asam. Asam yang terbentuk tersebut bersifat korosif dan dapat mengkorosi logam perunggu.

D) Pengertian Konservasi

Konservasi berasal dari kata conservation yang terdiri atas kata con (together) dan

servare (keep/save) yang memiliki pengertian mengenai upaya memelihara apa yang kita punya (keep/save what you have), namun secara bijaksana (wise use). Ide ini dikemukakan oleh Theodore Roosevelt (1902). Rosevelt merupakan orang Amerika pertama yang mengemukakan tentang konsep konservasi. Terkadang ada yang memaknai konservasi sama dengan preservasi, tetapi adapula yang sebaliknya preservasi lebih luas dari konservasi atau sebaliknya. Di Inggris dan Australia difinisi konservasi lebih cenderung kepada konservasi lingkungan, dimana konservasi merupakan pelestarian secara luas sedangkan preservasi merupakan perawatan secara kimiawi. Tetapi berbeda dengan negara-negara di Eropa seperti Prancis, Itali, dan Belgia dimana konservasi merupakan bagian dari pemeliharaan yang menangani perawatan secara kimiawi sedangkan preservasi merupakan pelestarian dalam arti umum yang mencakup perlindungan hukum, dokumentasi, pemeliharaan dan pemugaran.

Di Indonesia difinisi konservasi menurut Balai Pustaka (1980) meliputi pemeliharaan perlindungan sesuatu secara teratur untuk mencegah kerusakan dan kemusnahan dengan jalan mengawetkan. Kata konservasi dalam UU No.11 tahun 2010 tetang Cagar Budaya tidak disebutkan namun demikian dalam undang-undang tersebut disebutkan tentang pelestarian dan pemeliharaan. Dimana difinisi pelestarian adalah upaya dinamis untuk mempertahankan cagar

(18)

9

budaya dan nilainya dengan cara melindungi, mengembangkan dan memanfaatkan. Sedangkan difinisi pemeliharaan adalah upaya menjaga dan merawat agar kondisi fisik cagar budaya tetap lestari.

Tindakan konservasi dapat dilakukan melalui langkah preventif dengan konservasi preventif (pencegahan) dan langkah kuratif dengan konservasi kuratif (penanggulangan atau perawatan). Berdasarkan sasaran yang diperlakukan maka konservasi benda cagar budaya dapat dibedakan menjadi dua yaknikonservasi aktif dan konservasi pasif. Konservasi aktif yaitu segala tindakan konservasi yang dikenakan langsung ke bendanya. Konservasi pasif adalah tindakan konservasi yang tidak secara langsung dikenakan ke bendanya tetapi tindakan konservasi dilakukan dalam bentuk pengendalian lingkungan (Swastikawati, A., 2011:1).

Sementara itu berdasarkan bahan serta peralatan yang digunakan maka konservasi cagar budaya dapat dibedakan menjadi konservasi tradisional dan konservasi modern. Konservasi tradisional adalah tindakan konservasi dengan menggunakan bahan dan peralatan tradisional, yang berpatokan pada kearifan local (local wisdom) serta pengalaman yang terakumulasi dalam pengetahuan masyarakat setempat (people knowledge). Bahan tradisional adalah bahan yang didapat dari lingkungan masyarakat setempat, yang dipercayai dapat digunakan dalam konservasi cagar budaya, atas dasar pengalaman dan tradisi turun temurun. Peralatan tradisional adalah peralatan sederhana, yang dibuat oleh masyarakat dengan bahan yang diperoleh dari lingkungannya. Konservasi modern adalah tindakan konservasi dengan menggunakan bahan serta peralatan yang relative modern. Bahan yang direkomendasikan dalam kegiatan konservasi tersebut merupakan hasil penelitian, pengkajian dan pengembangan dalam bidang konservasi. Sedangkan yang dimaksud dengan peralatan modern adalah merupakan seperangkat peralatan modern yang dibuat atau dapat digunakan untuk kegiatan konservasi (Sunarno, 2010).

E) Metode Konservasi Logam

Tahapan dalam metode konservasi logam meliputi (1) pembersihan kerak secara mekanis, (2) evaluasi kondisi logam dan pelaksanaan konservasi. Adapun pelaksanaan kegiatan konservasinya meliputi (1) pembersihan, (2) perbaikan, (3) konsolidasi, (4) pelapisan atau stabilisasi dan (5) penyimpanan. Sedangkan pembersihan yang dimaksud meliputi pembersihan secara kimiawi, pembersihan secara elektrokimia, dan pembersihan secara elektro reduksi (Munandar, 2014). Berdasarkan ulasan tersebut di atas maka kegiatan konservasi logam yang

(19)

10

dapat dilakukan dengan memanfaatkan bahan alam atau bahan tradisional adalah pada tahap pembersihan karat secara kimia melalui proses perendaman, pengosokan maupun pengolesan dan tahap pelapisan atau stabilisasi artefak logam.

(20)

11 BAB III

METODE PENELITIAN

A) Kerangka Pikir

Kerangka pikir yang digunakan dalam kajian ini adalah yang pertama melakukan kegiatan survai. Survai dilaksanakan untuk menginventarisasi praktek-praktek konservasi logam menggunakan bahan tradisional yang masih berlangsung di masyarakat. Berdasarkan hasil survai tersebut kemudian dilakukan praktek di laboratorium. Selain survai untuk mengiventarisasi praktek-praktek konservasi tradisional, juga dilaksanakan survai di museum. Kegiatan survai di museum terutama untuk mengidentifikasi korosi aktif dan pasif pada koleksi logam. Dalam kajian tahap ini belum sampai menekankan pada tinjauan kimia dari penggunaan bahan-bahan tradisional dalam konservasi logam. Tinjauan kimia tersebut akan banyak ditekankan dalam kajian tahap berikutnya.

B) Alat dan Bahan

Adapun alat dan bahan yang dibutuhkan dalam penelitian ini adalah field atau portable XRF (X-ray flourescence), digital mikroskop, pinset, dan skavel. Sedangkan bahan yang dibutuhkan dalam kajian ini meliputi sarung tangan, kertas milimeter, tissue, platik klip, kertas label, larutan tannin, jeruk nipis, teh, malam (beewax), lilin mikrokristalin, toluene, terpenten, paraloid, polivinil asetat (PVA), aseton, artefak besi atau besi tua, arca perunggu dan kuningan.

C) Prosedur Penelitian

Adapun tahapan prosedur penelitian yang akan dilaksanakan dalam kajian ini meliputi studi referensi, survai lapangan dan experimen di laboratorium dengan penjelasan sebagai berikut:

1. Studi Referensi

Studi referensi atau studi pustaka dimaksudkan untuk mendapatkan data atau referensi, baik dalam bentuk buku, artikel, jurnal dan sebagainya yang memiliki relevasi dengan kajian ini. Penelusuran referensi dilakukan di perpustakaan Balai Konservasi Borobudur, perpustakaan Jurusan Arkeologi, Fakultas Ilmu Budaya, perpustakaan Fakultas MIPA UGM serta penelusuran referensi lewat internet.

(21)

12 2. Survai

Secara garis besar survai pertama dilaksanakan untuk mendapatkan data mengenai praktek-praktek metode konservasi tradisional yang masih berlangsung di masyarakat. Survai dilaksanakan dengan cara observasi langsung dan wawancara. Adapun tokoh-tokoh yang diwawancarai adalah sebagai berikut:

1) Empu Daliman, pengajar di ISI Surakarta dan pemilik padepokan Puspobudoyo

2) Basuki Teguh Yuwono, M.Sn, pengajar di ISI Surakarta dan pemilik padepokan Brojobuwono 3) Kanjeng Winarno, sesepuh Keraton Surakarta

4) Kanjeng Gusti Pangeran Haryo Puger kerabat dan tokoh budaya Keraton Surakarta

Survai kedua dilaksanakan dengan observasi jenis korosi aktif dan korosi pasif cagar pada koleksi logam di museum dan studio BPCB. Adapun sampel koleksi yang diobservasi meliputi koleksi: 1) Museum Sonobudoyo

2) Museum Benteng Van Derbueg

3) Studio Balai Pelestarian Cagar Budaya DIY 4) Studio Balai Pelestarian Cagar Budaya Jateng

Survai bertujuan mengidentifikasi karakteristik dari kedua jenis korosi tersebut berdasarkan kenampakan visual. Dengan teridentifikasinya jenis korosi maka dapat ditentukan metode konservasi yang tepat.

(22)

13 3. Eksperimen dan analisis kimia di Laboratorium

Eskperimen di laboratorium dilakukan dengan mempraktekan kembali metode-metode konservasi tradisional yang didapat dari hasil survai. Analisis laboratorium dilaksanakan untuk mengetahui karakteristik korosi aktif dan korosi pasif dari sudut pandang ilmu kimia.

Gambar 3.2 Melihat Proses Pembuatan Keris di Padepokan serta Kegiatan Wawancara dengan Empu Daliman

Gambar 3.3 Melihat Proses Pembuatan Keris di Padepokan serta Kegiatan Wawancara dengan Bapak Basuki Teguh Yuwono

(23)

14

Tabel 3.1 Prosedur Eksperimen Konservasi Logam Secara Tradisional

No Logam Konservasi Bahan Prosedur

1 Besi a.Pembersihan Lapisan karat pasif dan aktif

Bahan yang bersifat asam

1. Jeruk nipis

2. Buah blimbing wuluh 3. Buah mojo

4. Buah mengkudu (tua) 5. Buah nanas (muda)

Prosedur a:

- 1, 2 dan 3 dengan cara pengosokan sampai bersih dan di bilas dengan air sampai bersih.

- Terakhir dibilas dengan aquades - Keringgakan menggunakan tissue atau

kain katun berlapis keringkan dibawah sinar matahari

Prosedur b:

- 4 dan 5 dihancurkan dan diambil airnya, air digunakan untuk merendam koleksi. - Diamkan sampai karat hilang.

- Bilas dengan air bersih.

- Terakhir dibilas dengan aquades - Keringgakan menggunakan tissue atau

kain katun berlapis keringkan di bawah sinar matahari

NB:

1. pH semua bahan sebelum perlakuan diukur-setelah perlakukan diukur. 2. Dokumentasikan koleksi sebelum

perlakukan dan sesudah perlakukan 3. Dokumentasikan kegiatan melalui foto

dan video pada setiap tahap kegiatan 4. Buat lembar kerja (form kegiatan) b.Pembesihan karat sangat aktif (padepokan brojobuwono) 1. Bubuk belerang +

garam dapur Pembuatan pasta belerang + garam 1. 20 gr garam ditambah + 100 gr bubuk belerang ditambah dengan 20 ml air.

Prosedur aplikasi:

1. Bilah keris/besi yang berkarat tebal direndam dalam campuran garam+ belerang + air

2. Angkat keris dan cuci bersih dengan lerak

3. Rendam dalam aquades

4. Keringkan sampai benar-benar bersih 5. Angin-anginkan

NB:

1. pH semua bahan sebelum perlakuan diukur-setelah perlakukan diukur. 2. Dokumentasikan koleksi sebelum

perlakukan dan sesudah perlakukan

3. Dokumentasikan kegiatan melalui foto dan video pada setiap tahap kegiatan 5. Buat lembar kerja (form kegiatan)

(24)

15 c.Pembakaran

bilah keris yang rapuh pada besi yang sudah tua (karat aktif dan rapuh)

Sumber api dan abu dari

kayu Prosedur pembakaran: 1. Pilih keris koleksi yang sangat rapuh, bersikan secara kering

2. Siapkan arang panas, bakar keris sampai suhu 300-4000C

3. Keris dilalukan berulang kali diatas bara, 4. Keris ditaruh pada wadah yang terdapat

abu, letakan keris diatas dan ditutup abu, 5. Lalukan kegiatan ini setelah tiga hari

kemudian.

NB:

1. Dokumentasikan koleksi sebelum perlakukan dan sesudah perlakukan

2. Dokumentasikan kegiatan melalui foto dan video pada setiap tahap kegiatan

3. Buat lembar kerja (form kegiatan) d. Stabilisasi

besi Bahan yang mengandung asam tannin: 1. Asam tannin sintetik 2. Teh

3. Daun jambu biji 4. Buah salak 5. Kentang

Prosedur pembuatan larutan:

1. Membuat larutan asam tannin 10% dengan pH 2,2 sampai 2,4 dengan menambahkan asam phospat encer (H3PO4).

2. Cari referensi tentang kandungan asam tannin pada semua bahan alam. Buat ekstraknya dengan cara dihaluskan dan diambil air perasannya. Ukur pH masing-masing. Sebelum digunakan dan setelah digunakan

Prosedur aplikasi

1. Larutan asam tannin diaplikasikan pada masing-masing koleksi besi yang yang berbeda yang sudah dibersihkan, biarkan kering dan bersihkan kotoran yang menempel.

2. Diamati berapa lama karat akan muncul kembali

3. Selama pengamatan pasang alat data logger diseting ketika proses aplikasi asam tannin selesai sampai waktu tertentu (mulai timbul karat) sampai keseluruhan koleksi berkarat.

NB:

1. pH semua bahan sebelum perlakuan diukur-setelah perlakukan diukur. 2. Dokumentasikan koleksi sebelum

perlakukan dan sesudah perlakukan 3. Dokumentasikan kegiatan melalui foto

dan video pada setiap tahap kegiatan 4. Buat lembar kerja (form kegiatan)

(25)

16 e. Pelapisan

atau Coating Bahan yang digunakan: Pelapis sintetik: 1. Paraloid B 66 , 2-5% 2. PVA 5% 3. Mikrokristalin lilin + minyak terpenten Bahan tradisional: 4. Malam/ beewax + minyak terpenten 5. Lilin yang ada

dipasaran

Prosedur 1.Membuat larutan

1. Paraloid B 66 + etil asetat atau toluol 5% 2. PVA 5% + etanol

3. Mikrokristalin llin + terpenten : 1: 5 atau 20%

4. Malam/ beewax + minyak terpenten: 1: 5 atau 20%

5. Lilin yang ada dipasaran + minyak terpenten: 1: 5 atau 20%

6. Pembuatan larutan wax, lilin dan malam dengan cara ukur terpentin dan wax, lilin atau malam sesuai dengan yang dibutuhkan. Panaskan lilin, wak atau malam sampai mencair seluruhnya campur dengan minyak terpentin. 7. Cara membuat paraloid B66 5%, timbang

paraloid 50 gram campur dengan toluol atau etil asetal 1000ml

8. Cara membuat larutan PVA 5%, timbang PVA 50 gram tambahkan etanol teknis 1000cc

Prosedur aplikasi:

1. Setiap bahan diaplikasikan pada koleksi yang benar-benar sudah bersih dan kering.

2. Cara aplikasi, bahan dioleskan satu kali biarkan kering, ulaskan kedua biarkan kering, ulasakan ketiga biarkan kering 3. Diamati hasilnya.

NB:

1. pH semua bahan sebelum perlakuan diukur-setelah perlakukan diukur. 2. Dokumentasikan koleksi sebelum

perlakukan dan sesudah perlakukan 3. Dokumentasikan kegiatan melalui foto

dan video pada setiap kegiatan 4. Buat lembar kerja (form kegiatan) 5. Analisis menggunakan ada tidaknya

kandungan polietilen pada paraloid 66, mikrokristalin lilin, beewax, dan lilin dipasaran mengunakan IR di laboratorium kimia organik UGM

2 Kuning an dan perung gu

a.Pembersihan

korosi Bahan yang digunakan: 1. Air santan 2. Jeruk nipis

3. Jeruk nipis + abu gosok

4. Jeruk nipis + soda kue /sodium

Prosedur : larutan santan, Sumber. Museum Natuna

1. Satu kelapa tua diparut ditambah air 1-2 liter didiamkan satu malam (24 jam) 2. Endapan pada bagian atas diambil untuk

(26)

17

bikarbonat (NaHCO3)

5. Abu dari kayu atau arang yang dibakar 6. Bubuk Bata dan

campuan air blimbng wuluh

7. Bata bata dan campuran air asam jawa

3. Larutan pada bagian bawah digunakan untuk membersihkan kuningan yang korosi, dengan cara koleksi direndam dalam larutan selama 24 sampai 48 jam sesuai dengan tingkat ketebalan korosi 4. Setelah kotoran bersih, koleksi dicuci

dengan lerak kemudian dikeringkan.

NB:

1. pH semua bahan sebelum perlakuan diukur-setelah perlakukan diukur. 2. Dokumentasikan koleksi sebelum

perlakukan dan sesudah perlakukan 3. Dokumentasikan kegiatan melalui foto

dan video pada setiap kegiatan 4. Buat lembar kerja (form kegiatan) b. Polishing (hanya untuk kuningan (Cu + Zn). Tidak korosi tapi kusam. Polishing berfungsi untuk mengkilapkan 1. Abu gosok 2. Tumbukan bata 3. Batu apung (batu

hijau)

Penyiapan bahan:

1. Cari abu gosok dari kayu 2. Dibuat bubukan bata kalus 3. Persiapkan batu apung

Prosedur kerja :

1. Pilih satu koleksi besar, atau koin yang kusam 4 buah (satu dibersihkan dengan abu gosok, satu dengan bubukan bata, satu batu apung dan satu sebagai kontrol.

2. Perlakukan tiap bagian sesuai perlakukan dengan jumlah dan penggosok yang sama. Satu bagian dibiarkan sebagai kontrol

3. Setelah mengkilap, bersihkan dengan air

NB :

1. Dokumentasikan dengan foto sebelum dan sesudah perlakukan

2. Dokumentasikan pula dengan video proses kegiatan yang dilakukan dari mulai penyiapan bahan.

3. Buat lembar kerja (form kegiatan) c. Pelapisan hanya untuk perunggu (Cu + Sn), yang permukaanya kusam, tidak rata, penuh dengan noda

Bahan yang digunakan: Pelapis sintetik: 1. Paraloid B 66, 2-5% 2. PVA 5% 3. Mikrokristalin lilin + minyak terpenten 4. Bahan tradisional: 5. Malam/ beewax + minyak terpenten

Prosedur 1.Membuat larutan

1. Paraloid B 66 + etil asetat atau toluol 5% 2. PVA 5% + etanol

3. Mikrokristalin llin + terpenten : 1: 5 atau 20%

4. Malam/ beewax + minyak terpenten: 1: 5 atau 20%

5. Lilin yang ada dipasaran + minyak terpenten: 1: 5 atau 20%

(27)

18 korosi, tidak

mengkilap. 6. Lilin yang ada dipasaran 6. Pembuatan larutan wax, lilin dan malam dengan cara ukur terpentin dan wax, lilin atau malam sesuai dengan yang dibutuhkan. Panaskan lilin, wak atau malam sampai mencair seluruhnya campur dengan minyak terpentin. 7. Cara membuat paraloid B66 5%, timbang

paraloid 50 gram campur dengan toluol atau etil asetal 1000ml

8. Cara membuat larutan PVA 5%, timbang PVA 50 gram tambahkan etanol teknis 1000 cc

Prosedur aplikasi:

1. Setiap bahan diaplikasikan pada koleksi yang benar-benar sudah bersih dan kering. Satu bahan diaplikasikan pada satu koleksi.

2. Cara aplikasi, bahan dioleskan satu kali biarkan kering, ulaskan kedua biarkan kering, ulasakan ketiga biarkan kering 3. Diamati hasilnya.

NB:

1. pH semua bahan sebelum perlakuan diukur-setelah perlakukan diukur. 2. Dokumentasikan koleksi sebelum

perlakukan dan sesudah perlakukan 3. Dokumentasikan kegiatan melalui foto

dan video pada setiap kegiatan 4. Buat lembar kerja (form kegiatan)

(28)

19

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Karakteristik Korosi Pasif dan Aktif pada Besi dan Paduan Tembaga

Jenis korosi yang terjadi pada cagar budaya logam sangat penting untuk diketahui sebelum melakukan tindakan konservasi. Sehingga langkah awal sebelum pelaksanaan kegiatan konservasi adalah melakukan identifikasi jenis korosi. Menurut Judy Logam (2007), jenis korosi pada logam dibedakan menjadi korosi pasif dan korosi aktif.

a. Korosi Pasif

Korosi pasif terjadi sebagai lapisan oksida yang stabil atau perubahan warna yang terjadi secara perlahan-lahan pada permukaan artefak logam. Lapisan oksida tersebut akan melindungi permukaan logam yang mendasarinya. Sehingga apisan oksida tersebut sering dianggap sebagai patina. Adapun ciri-ciri korosi pasif pada besi dan paduan tembaga adalah sebagai berikut:

Ciri-ciri korosi pasif pada artefak besi sebagai berikut: - bersifat stabil, kompak, dan melekat

- memiliki variasi dalam warna antara biru-hitam dan merah-coklat.

Ciri-ciri korosi pasif pada artefak paduan tembaga: - Bersifat koheren atau jelas, melekat, dan halus.

- Memiliki variasi dalam warna dari merah, coklat, hitam, dan biru sampai nuansa warna hijau.

(29)

20 b. Korosi Aktif

Korosi aktif merupakan jenis korosi yang menyebabkan kehilangan material yang berkelanjutan pada objek. Adapun ciri-ciri umum korosi aktif adalah (1) luas permukaan yang mengalami korosi bertambah dengan cepat, (2) adanya pengelupasan atau bubukan (powdering) pada permukaan sehingga di sekitar artefak ditemukan serpihan atau bubukan sebagai produk korosi. Sedangkan ciri-ciri korosi aktif pada besi dan paduan tembaga lebih lengkap sebagai berikut:

Ciri-ciri korosi aktif pada artefak besi sebagai berikut:

- Adanya fragmen atau serpihan (loose powder) di sekitar objek - Adanya lekukan atau semacam lepuhan pada permukaan - Adanya bintik-bintik berwarna orange pada pusat-pusat lekukan - Adanya retakan pada permukaan artefak besi ( Gambar 4.3 c)

- Adanya “sweating” or “weeping (berkeringat dan menangis) berupa tetesan pada permukaan objek yang berwarna kuning, coklat atau orange yang terjadi pada lingkungan dengan RH sangat tinggi di atas 55% (Gambar 4.5)

(30)

21

- Area artefak besi yang mengalami “sweating” or “weeping” disebabkan oleh kontaminasi ion klorida.

- Jika kelembaban menurun di bawah 50% maka area yang mengalami “sweating” or “weeping” akan mengering dan melepuh yang berwarna orange atau kuning.

Gambar 4.3 Korosi Aktif pada Tang Besi Hasil Temuan Eskavasi Situs Liangan

Gambar 4.4 Korosi Aktif yang Terjadi pada Temuan Hasil Eskavasi Situs Liangan yang ditandai Adanya Pengelupasan dan Retakan

a b

(31)

22

Ciri-ciri korosi aktif pada artefak paduan tembaga sebagai berikut: - Lapisan korosi melekat secara longgar dengan logam inti

- Adanya lapisan bubuk di atas permukaan, tetapi bukan sebagai spot

- Adanya lapisan permukaan berwarna hijau yang disebabkan polutan klorida dan asam asetat.

- Adanya lapisan korosi yang berwarna biru yang disebabkan oleh polutan gas amoniak Tetapi pada beberapa kasus dalam satu artefak besi maupun paduan tembaga sering kali tidak hanya satu jenis korosi, tetapi terdapat korosi aktif maupun pasif. Kondisi ini tentu membutuhkan pertimbangan yang cermat dalam menentukan metode konservasi yang akan dilakukan.

Gambar 4.5 Korosi aktif pada Artefak Besi yang Ditandai Adanya “sweating” or “weeping (berkeringat dan menangis)

(32)

23

B. Jenis-Jenis Korosi pada Keris

Menurut Basuki Teguh Yuwono, jenis-jenis korosi atau karat pada keris berdasarkan penyebabnya dapat dibedakan menjadi karat kambang, karat tahun, karat minyak, karat darah, dan karat air.

1. Karat Kambang

Karat kambang disebabkan oleh debu, dengan ciri-ciri warna keris natural tapi kusam. Jika karat kambang tersebut tidak dilakukan pembersihan secara rutin maka akan menjadi karat tahun. Oleh karena itu penting untuk melalukan pembersihan secara rutin terutama keris-keris yang didisplai tanpa warangkanya.

2. Karat Tahun

Karat tahun terjadi karena karat kambang yang tidak pernah dibersihkan. Ciri-ciri karat tahun adalah adanya lapisan korosi atau karat yang merata pada permukaan bilah keris dan berwarna merah. Karat tahun ini dapat menjadi korosi aktif ketika bilah keris berhubungan dengan garam, baik yang berasal dari setuhan tangan maupun garam yang terdapat di lingkungan keris. Karat tahun jika dibiarkan akan berpotensi menjadi karat aktif.

(33)

24 3. Karat Minyak

Ciri-ciri karat minyak adalah permukaan keris berwarna hitam dan menutup semua permukaan.

4. Karat Darah

Karat yang disebabkan oleh noda darah, menempel di bagian tertentu, tidak merata, dan timbul. Darah ini akan masuk ke pori dan meninggalkan bekas. Ciri-cirinya setelah daerah yang berkarat terkelupas akan membentuk cekungan. Karat darah termasuk karat aktif karena karat darah menyebabkan pengelupasan menghasilkan serpihan sebagai produk korosi.

Gambar 4.8 Karat Darah yang Belum Dibersihkan

Gambar 4.9 Karat Darah yang Sudah Dibersihkan tapi Belum Sempurna sehingga Masih Meninggalkan Bekas

(34)

25

5. Karat Air

Karat air adalah karat yang terjadi karena bilah keris kontak dengan air dalam jangka panjang, jenis karat termasuk korosi aktif. Jenis karat air ditemukan pada artefak besi yang ditemukan dari dalam sungai atau terkubur lama dalam tanah yang basah.

Gambar 4.10 Karat Darah pada Bilah Keris yang Sudah Dibersihkan

Gambar 4.12 Bilah Keris yang Temukan di Sungai, Mengalami Korosi Aktif tapi Sudah Dibersihkan dengan Sempurna

(35)

26

C. Pembersihan Korosi Besi Menggunakan Bahan Alam

Obyek yang digunakan dalam percobaan ini terdiri dari 10 obyek dimana 5 obyek terdapat korosi aktif dan sisanya merupakan korosi pasif. Jenis obyek yang digunakan sangat beragam yaitu berupa pisau, keris, engsel pintu.

1. Permbersihan korosi pasif

a. Pembersihan korosi pasif menggunakan blimbing wuluh - Keris Besar

Keris mempunyai ukuran panjang 30 cm dan lebar bawah 6,4 cm. Hasil pengukuran dengan XRF menunjukkan bahwa keris terbuat dari besi dengan unsure besi sebesar 94,57%. Untuk hasil lengkap komposisi kimia dari keris dapat dilihat dalam Tabel 4.1

Tabel 4.1 Komposisi Unsur Keris Besar

No Parameter Kadar Keterangan

1 Fe 94,57 2 Si 3,25 3 Al 1,42 4 Cu 0,51 5 S 0,165 6 P 0,088

Hasil observasi tingkat keterawatan menunjukkan bahwa obyek masih dalam kondisi baik secara fisik. Akan tetapi pada permukaan keris tampak adanya karat tipis (korosi pasif).

Proses pembersihan :

Pembersihan karat dilakukan dengan menggunakan belimbing wuluh. Keris pertama-tama dibersihkan secara mekanis menggunakan sikat untuk menghilangkan debu ataupun kotoran yang melekat.

(36)

27

Setelah digosok dengan belimbing wuluh kemudian keris dinetralkan kembali dengan menggunakan air lerak dan dibilas dalam air mengalir. Hasil pembersihan menunjukkan bahwa belimbing wuluh dapat digunakan untuk membersihkan korosi pasif pada artefak besi.

b. Pembersihan korosi pasif menggunakan mengkudu - Besi dengan baut

Obyek mempunyai ukuran panjang 17,4 cm dan lebar 5 cm. Hasil pengukuran dengan XRF menunjukkan bahwa unsure dominan adalah Fe sebesar 76,36%. Hasil lengkap komposisi obyek dapat dilihat dalam Table 4.2

Tabel 4.2 Komposisi Unsur Besi dengan Baut

No Parameter Kadar Keterangan

1 Fe 76,36 2 Si 13,65 3 Al 8,07 4 Mn 0,75 5 S 0,540 6 P 0,296 7 Zn 0,19 8 Cu 0,09 9 Cr 0,04

Gambar 4.14 Proses Pembersihan Keris Menggunakan Blimbing Wuluh

(37)

28

Pengamatan terhadap tingkat keterawatan obyek, menunjukkan bahwa obyek dalam keadaan baik secara fisik namun pada bagian permukaan sebelah dalam terdapat karat.

Prosedur pembersihan :

Pembersihan dilakukan dengan merendam obyek di dalam air mengkudu. Proses pembuatan sama seperti pada pembersihan pasah tertutup.

Pengukuran menggunakan pH indicator menunjukkan bahwa pH larutan adalah 5. Percobaan waktu perendaman adalah selama 24 jam. Setelah itu obyek kemudian dinetralkan kembali dengan menggunakan air lerak dan kemudian dibilas dalam air mengalir.

Gambar 4.16 Kondisi Besi dan Baut yang belum Dibersihkan

Gambar 4.17 Proses Perendaman Objek dalam Air Mengkudu dan Pengukuran pH

(38)

29

Setelah proses penetralan kemudian obyek dilap menggunakan kertas tissue dan dikering-anginkan. Adapun hasil dari pembersihan cukup efektif untuk mengangkat karat tipis yang ada pada permukaan sebelah dalam.

c. Pembersihan korosi pasif menggunakan air nanas - Keris Kecil

Keris ini mempunyai ukuran panjang 26 cm dan lebar bawah yaitu 4,5 cm. Hasil pengukuran dengan menggunakan XRF menunjukkan bahwa kandungan besi yang terukur adalah 96,43 %. Adapun hasil lengkap pengukuran dapat dilihat dalam Table.4.3

Tabel 4.3 Komposisi Unsur Keris Kecil

No Parameter Kadar Keterangan

1 Fe 96,43

2 Si 2,03

3 Al 1,25

4 S 0,146

5 P 0,140

Gambar 4.18 Proses Pembersihan dengan Lerak

(39)

30

Secara umum kondisi keris masih dalam keadaan baik, hanya pada permukaan terdapat karat-karat tipis pada kedua sisi permukaannya (korosi pasif).

Proses pembersihan :

Pembersihan karat-karat dilakukan dengan merendam keris di dalam air nanas, prosesnya sama seperti pada pembersihan kuncian pasha. Waktu perendaman yaitu selama 24 jam.

Setelah 24 jam keris kemudian dinetralkan kembali dengan menggunakan air lerak dan dibilas dengan air mengalir.

Hasil pembersihan dengan perendaman dalam air nanas dapat digunakan untuk menghilangkan karat pada permukaan keris.

Gambar 4.20 Kondisi Keris Sebelum Dibersihkan

Gambar 4.21 Proses Pembersihan Keris dengan Direndam dalam Air Nanas

(40)

31 2. Permbersihan korosi aktif

a. Permbersihan korosi aktif menggunakan jeruk nipis - Pisau Besar

Pisau besar ini terbuat dari besi dan mempunyai ukuran panjang 20,5 cm, lebar 5,3 cm dengan ketebalan 0,8 cm. Hasil pengukuran menggunakan XRF menunjukkan bahwa kadar Fe yang terukur sebesar 88,91 %. Unsur yang lain yang terukur adalah Si, Al, Mn, Cr, S dan P. Untuk prosentase lengkap dari masing-masing unsure dapat dilihat dalam Table 4.4

Tabel 4.4 Komposisi Unsur Pisau Besar

No Parameter Kadar Keterangan

1 Fe 88,91 2 Si 5,43 3 Al 3,48 4 Mn 1,18 5 Cr 0,68 6 S 0,240 7 P 0,078

Berdasarkan pengamatan tingkat keterawatan menunjukkan adanya korosi merata pada kedua sisi permukaan. Korosi berwarna kecokelatan dan merupakan korosi yang aktif dimana apabila diusap maka akan menempel pada tangan.

Proses pembersihan :

Pembersihan dilakukan menggunakan jeruk nipis dengan cara digosokkan pada obyek. Waktu pembersihan adalah selama 5 menit. pH jeruk yang terukur dengan menggunakan pH indicator adalah 3.

(41)

32

b. Permbersihan korosi aktif menggunakan blimbing wuluh - Besi Persegi Panjang

Besi mempunyai panjang 24 cm dengan lebar 2,4 cm dan mempunyai ketebalan 0,5 cm. Hasil pengukuran dengan menggunakan XRF menunjukkan bahwa unsure dominan yang terukur adalah Fe 78,60%. Untuk hasil komposisi lengkap dapat dilihat dalam Table 4.5.

Tabel 4.5 Komposisi Unsur Besi Persegi Panjang

No Parameter Kadar Keterangan

1 Fe 78,60 2 Si 13,85 3 Al 6,14 4 Co 0,46 5 S 0,311 6 P 0,309 7 Ti 0,15 8 Mn 0,10 9 Zn 0,085

Hasil pengamatan tingkat keterwatan menunjukkan bahwa obyek telah mengalami proses korosi aktif.

Gambar 4.24 Kondisi Pisau Setelah Dibersihkan

(42)

33

Proses pembersihan :

Pembersihan terhadap korosi menggunakan blimbing wuluh. Obyek pertama-tama dibersihkan secara mekanis menggunakan sikat gigi untuk menghilangkan kotoran debu atau tanah yang melekat pada permukaan. Setelah bersih kemudian obyek mulai di gosok dengan menggunakan blimbing wuluh

Waktu penggosokan dengan blimbing wuluh untuk masing-masing permukaan adalah 5 menit. Setelah selesai langkah selanjutnya adalah netralisasi dengan cara dicuci menggunakan air lerak dan dibilas dengan air mengalir.

Hasil pembersihan menunjukkan bahwa bilmbing wuluh dapat digunakan mengangkat korosi tipis, akan tetapi untuk korosi tebal belum seluruhnya bersih.

c. Permbersihan korosi aktif menggunakan buah maja - Pisau pengot

Pisau pengot ini mempunyai ukuran panjang adalah 22 cmn dengan lebar 5 cm dan mempunyai ketebalan 0,3 cm. Hasil pengukuran dengan menggunakan alat XRF menunjukkan bahwa pisau terbuat dari logam besi. Adapun kadar besi terukur adalah 92.99%. Secara lengkap komposisi kimia dari obyek dapat dilihat pada Table 4.6.

Gambar 4.26 Proses Pembersihan Karat Menggunakan Blmbing Wuluh

(43)

34

Tabel 4.6 Komposisi Unsur pada Pisau Pengot

No Parameter Kadar Keterangan

1 Fe 62,48 2 Si 23,07 3 Al 12,06 4 Mn 0,88 5 P 0,43 6 S 0,34 7 Ti 0,33 8 Cr 0,20 9 Zn 0,106 10 Cu 0,063

Kondisi keterawatan secara umum adalah tampak pada bagian permukaan telah mengalami proses pengkaratan pada kedua sisinya.

Proses Pembersihan :

Bahan yang digunakan untuk pembersihan menggunakan Buah Maja. Buah maja dibelah menjadi 2 kemudian daging buahnya digunakan untuk menggosok pada obyek. Hasil pengkukuran keasaman buah maja dengan pH indicator menunjukkan pH yang terukur adalah 5.

Gambar 4.28 Kondisi Pisau Pengot Sebelum Dibersihkan

(44)

35

Hasil pembersihan menunjukkan bahwa untuk karat belum terangkat secara maksimal, terutama pada karat yang tebal.

d. Pembersihan Korosi Aktif Menggunakan Buah Mengkudu - Kuncian Pasah Tertutup (mengkudu)

Mempunyai bentuk persegi dengan ukuran panjang 12 cm, lebar 3,7 cm dan tebal 0,3 cm. Hasil pengukuran dengan XRF menunjukkan bahwa kadar dominan adalah Fe sebesar 94,24%.

Tabel 4.7 Komposisi Unsur Pasah

No Parameter Kadar Keterangan

1 Fe 94,24 2 Si 2,92 3 Al 2,02 4 Mn 0,51 5 S 0,164 6 Ni 0,09 7 P 0,058

Kondisi keterawatan secara umum adalah terdapat korosi pada kedua sisi nya. Korosi yang ada merupakan korosi aktif.

Gambar 4.30 Kondisi Pisau setelah Dibersihkan

Gambar 4.31 Kondisi Kuncian Sebelum Dibersihkan

(45)

36

Proses Pembersihan :

Pembersihan dilakukan dengan merendam obyek pada air mengkudu. Langkah awal yaitu mempersiapkan buah mengkudu kemudian dihaluskan menggunakan mesin blender dan kemudian disaring untuk memisahkan air dengan ampas mengkudu.

Setelah air mengkudu siap kemudian obyek dibersihkan secara mekanis dengan menggunakan sikat untuk menghilangkan kotoran pada permukaan.

Setelah itu obyek dimasukkan kedalam air mengkudu. Adapun derajat keasaman yang terukur adalah 5. Waktu perendaman adalah selama 24 jam

Setelah proses perendaman selesai kemudian obyek di netralkan pada air mengalir dan kemudian di lap dengan menggunakan kertas tissue

Hasil pembersihan menunjukkan bahwa air mengkudu mampu mengangkat karat. Karat yang awal sebelum pembersihan rata menutup kedua sisi permukaan tampak menipis.

Gambar 4.32 Proses Penyiapan Larutan dari Buah Mengkudu

(46)

37

Untuk melihat waktu efektif air mengkudu terhadap pembersihan obyek, maka pembersihan dilanjutkan kembali selama 24 jam. Derajat keasaman air mengkudu kembali diukur dengan menggunakan pH indicator dan masih menunjukkan pH 5.

Setelah kontak selama 48 jam, air mengkudu tampak semakin berwarna coklat pekat. Hal ini menunjukkan adanya reaksi pelarutan karat oleh air mengkudu terhadap obyek. Setelah selesai proses perendaman dilanjutkan kembali dengan penetralan obyek dengan menggunakan air lerak dan dibilas air mengalir

Gambar 4.34 Kondisi Kuncian Setelah Direndam dalam Air Mengkudu

Gambar 4.35 Kondisi larutan Mengkudu dan Pengukuran pH Larutan

Gambar 4.36 Proses Pencucian Setelah Perendaman

(47)

38

Hasil dari pembersihan kedua menunjukkan bahwa obyek masih terdapat karat tipis pada ke dua sisi permukaan.

e. Pembersihan Korosi Aktif Menggunakan Buah Nanas - Kuncian Pasah (Nanas)

Berbentuk persegi panjang dengan ukuran panjang 12 cm, lebar 3,5 cm dan mempunyai ketebalan 0,3 cm. Pada satu sisi ada bagian yang tidak utuh. Hasil pengukuran dengan XRF menunjukkan bahwa obyek tersebut terbuat dari logam besi dengan kadar Fe terukur 92,13 %. Selain unsure Fe, ada beberapa unsure yang terdeteksi diantaranya Si, Al, Mn, S, P dan Zn. Untuk hasil prosentase dari masing-masing unsure dapat dilihat dalam Table 4.8.

Tabel 4.8 Komposisi Unsur Pasah

No Parameter Kadar Keterangan

1 Fe 92, 13 2 Si 4,29 3 Al 2,61 4 Mn 0,50 5 S 0,234 6 P 0,137 7 Zn 0,10

Untuk kondisi keterwatan memperlihatkan bahwa obyek telah mengalami korosi di kedua sisinya. Korosi berwarna kecokelatan dan merupakan korosi aktif.

(48)

39

Proses pembersihan :

Pembersihan dilakukan dengan perendaman di dalam air nanas. Sebelum direndam buah nanas diblender terlebih dahulu, kemudian disaring untuk memisahkan air dengan ampas nanas. Obyek dibersihkan dahulu secara mekanis dengan sikat untuk menghilangkan kotoran-kotoran debu atau tanah yang melekat.

Kemudian obyek direndam dalam air nanas yang telah ditempatkan pada bak rendaman selama 24 jam. Adapun pH air nanas yang terukur dengan pH indikator adalah 5.

Setelah proses perendaman selama 24 jam kemudian obyek di angkat dan kemudian dibilas untuk menetralkan keasaman dan kemudian dikeringkanmenggunakan kertas tissue.

Hasil pembersihan dengan metode ini dapat digunakan untuk membersihkan karat yang ada. Tampak karat yang awalnya menutupi pada kedua sisi obyek hilang walapun masih belum semuanya.

Gambar 4.38 Kondisi Kuncian Pasah Sebelum Dibersihkan

(49)

40

Proses pembersihan belum berhenti sampai disini, dimana obyek kembali di rendam dalam air nanas selama 24 jam. Derajat keasaman diukur kembali dengan menggunakan pH indicator dan pH yang terukur masih tetap sama yaitu 5.

Dalam gambar tampak air nanas yang awalnya berwarna kuning berubah menjadi kecoklatan. Hal ini dimungkinkan karena adanya proses pelarutan dari karat maupun obyek itu sendiri. Setelah proses perendaman, obyek kembali dinetralkan didalam air mengalir.

Gambar 4.40 Kondisi Kuncian Pasah setelah Perendaman

Gambar 4.41 Pengukuran pH Air Nanas setelah Digunakan untuk Perendaman dan Proses Pembesihan Secara Mekanis

(50)

41

Saat pembilasan tampak kotoran-kotoran berwarna hitam terlarut. Hal ini menandakan bahwa perendaman di dalam air nanas yang terlalu lama akan mengakibatkan pengikisan permukaan obyek itu sendiri.

f. Pembersihan Korosi Aktif Menggunakan Campuran Sulfur, Garam dan Air

Keris ini mempunyai ukuran panjang ± 30 cm dan lebar ± 4 cm. Hasil uji kandungan unsure dengan XRF menunjukkan bahwa keris ini mempunyai unsur dominan yaitu Fe sebesar 92,99 %.

Tabel 4.9 Komposisi Unsur pada Keris

No Parameter Kadar Keterangan

1 Fe 92.99 2 Si 3.47 3 Al 2.45 4 P 0.448 5 Sn 0.29 6 S 0.223 7 Pb 0.13

Kondisi keterawatan dari obyek terlihat adanya korosi merata pada kedua sisi keris. Korosi tersebut berwarna merah kecoklatan dan apabila diusap maka korosi menempel pada tangan. Timbulnya korosi tersebut akibat adanya proses oksidasi dimana udara sekitar memiliki kelembaban yang tinggi.

Proses Pembersihan :

Proses pembersihan yang digunakan mengacu pada metode yang di gunakan di Padepokan Keris Brojobuwono yaitu dengan menggunakan campuran bubuk belerang dengan garam dapur.

(51)

42

Bubuk belerang seberat 100 gram ditambah 20 gram garam dicampur kemudian tambahkan sekitar 20 ml air kemudian diaduk hingga menjadi homogen. Hasil pengukuran derajat keasaman dengan menggunakan pH Indikator memperlihatkan bahwa campuran mempunyai keasaman tinggi yaitu 1-2.

Setelah semua bahan tercampur, kemudian dibalutkan pada permukaan keris yang mengandung karat aktif dan dibiarkan selama 12 jam.

Selama proses perendaman selama 12 jam kemudian keris diangkat dan kemudian dibersihkan dengan menggunakan air lerak sampai pH menjadi netral kembali dan kemudian dikeringkan.

Gambar 4.44 Garam dan Sulfur yang Digunakan dalam Proses Pembersihan Karat

Gambar 4.45 Campuran Sulfur, Garam dan Air serta Pengukuran pH

(52)

43

Hasil selama perandaman selama 12 jam memperlihatkan tidak semua karat dapat terangkat secara langsung. Untuk melihat waktu efektif dari bahan terhadap obyek maka keris kembali di rendam selama 12 jam sehingga total waktu menjadi 24 jam.

Bahan yang digunakan kembali ditambah air sebagai pengencer. Hasil pengukuran derajat keasaman menunjukkan bahwa pH tidak mengalami penurunan, akan tetapi masih tetap menunjukkan pH 1-2.

Setelah kontak 24 jam tampak bahan yang tadinya kuning rata mulai muncul adanya kerak-kerak hitam. Lapisan belerang kemudian dibuka, tampak permukaan keris berwarna kehitaman dan pada adonan belerang banyak membawa karat dan sekaligus kulit luar keris.

Gambar 4.47 Kondisi Keris Sebelum Dibersihkan

Gambar 4.48 Pembalutan Ulang Keris

Gambar

Gambar 3.2 Melihat Proses Pembuatan Keris di Padepokan serta Kegiatan Wawancara  dengan Empu Daliman
Gambar 4.1 Meriam di Museum Benteng Van Derbeurg yang Mengalami Korosi Pasif
Gambar 4.3  Korosi Aktif pada Tang Besi Hasil Temuan Eskavasi Situs Liangan
Gambar 4.5  Korosi aktif pada Artefak Besi yang Ditandai  Adanya “sweating”
+7

Referensi

Dokumen terkait

Hasil pengujian tersebut sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Purwanti (2010) yang menyatakan bahwa semakin tinggi konsentrasi sorbitol yang ditambahkan pada

Penelitian ini dilakukan untuk mendapatkan informasi daya hidup spermatozoa dalam pengencer tris sitrat kuning telur 5% yang mengandung antimotilitas sementara formalin

Inovasi pemerintah kabupaten Lumajang berupa program SIPERLU bertujuan agar ASN kabupaten Lumajang memiliki etos kerja, kedisiplinan, dan kesejahteraan yang baik, akan tetapi

Aidha, lengo la utafiti huu kama lilivyobainishwa katika sura ya kwanza ilikuwa ni kuchunguza dhima ya vipengele vya kimtindo katika tamthiliya za kihistoria kwa

Distorsi yang terdapat pada model pendidikan kepramukaan Indonesia secara tidak langsung mengarahkan pendidikan kepramukaan sebagai ekstrakurikuler wajib pada praktik

Pariwisata Kota Raha untuk meningkatkan atraksi wisata dan sarana/prasarana pendukung di Obyek Wisata Pantai Walengkabola terutama untuk yang terjadi ketidak- sesuaian

Tabel 6 menunjukkan bahwa pemberian berbagai jenis mulsa organik menghasilkan peningkatan terhadap C-organik tanah gambut berbeda nyata dibanding tanpa