• Tidak ada hasil yang ditemukan

SKRIPSI EVALUASI KEBIJAKAN PEMILIHAN KEPALA DESA BERBASIS ELETRONIK (E-VOTING) DI DESA RAPPOA KECAMATAN PA JUKUKANG KABUPATENG BANTAENG

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "SKRIPSI EVALUASI KEBIJAKAN PEMILIHAN KEPALA DESA BERBASIS ELETRONIK (E-VOTING) DI DESA RAPPOA KECAMATAN PA JUKUKANG KABUPATENG BANTAENG"

Copied!
102
0
0

Teks penuh

(1)

i

PA’JUKUKANG KABUPATENG BANTAENG

Disusun Oleh : M A B R U R (105640226315)

PROGRAM STUDI ILMU PEMERINTAHAN FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR

(2)

ii SKRIPSI

Diajukan Kepala Program Studi Ilmu Pemerintahan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Muhammadiyah Makassar Untuk Memenuhi Persyaratan

Guna Memperoleh Gelar Sarjana (S1) Ilmu Pemerintahan

Disusun dan diajukan Oleh : M A B R U R

Nomor Stambuk : 105640226315

PROGRAM STUDI ILMU PEMERINTAHAN FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR

(3)
(4)
(5)

v Nama Mahasiswa : Mabrur

Nomor Stambuk : 105640226315 Program Studi : Ilmu Pemerintahan

Menyatakan bahwa benar karya ilmiah ini adalah penelitian saya sendiri tanpa bantuan dari pihak lain atau telah ditulis/dipubliskan oleh orang lain atau plagiat. Pertnyataan ini saya buat dengan sebenar-benarnya apabila dikemudian hari pernyataan ini tidak benar, maka saya bersedia menerima sanksi akademik sesuai dengan aturan yang berlaku.

Makassar, 17 Desember 2019 Yang menyatakan

(6)

vi Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Segala puji bagi Allah SWT yang menggenggam jantung ini dan masih membiarkannya berdetak, mengalirkan nyawa dalam tubuh, sehingga satu demi satu ibadah yang diberikan-Nya, dapat peneliti laksanakan. Syukur Alhamdulillah peneliti panjatkan ke hadirat Allah SWT, yang telah melimpahkan rahmat, taufik, hidayah, dan karunia-Nya, serta senantiasa memberikan kesehatan, kemampuan dan kekuatan kepada peneliti sehingga dapat menyelesaikan penelitian dengan judul “Evaluasi Kebijakan Pemilihan Kepala Desa Berbasis Elektronik Voting (e-voting) di Desa Rappoa Kecamatan Pa’jukukang Kabupaten Bantaeng. Penyusunan skripsi ini dimaksudkan untuk menyelesaikan Studi Jenjang Strata 1 (S1) Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik. Penulis menyadari sepenuhnya bahwa dalam penyusunan skripsi ini tidak terlepas dari dukungan dan bantuan berbagai pihak, baik sumbangan pikiran, waktu, dan tenaga yang tercurah.

Shalawat dan salam semoga selalu tercurah dan terlimpah kepada Nabi Muhammad SAW, kepada keluarga, para sahabat dan pengikutnya hingga akhir zaman.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa isi maupun pengadaan skripsi penelitian ini masih jauh dari kesempurnaan. Untuk itu, saran, kritik, dan bimbingan yang sifatnya membangun sangat diharapkan demi sempurnanya

(7)

vii

Oleh karena itu, pada kesempatan yang baik ini, perkenankanlah penulis untuk menyampaikan rasa terima kasih dan penghargaan yang tulus kepada: 1. Bapak Prof. Dr. H. Abd Rahman Rahim, S.E,.M.M selaku Rektor Universitas

Muhammadiyah Makassar.

2. Ibu Dr. Ihyani Malik. S.Sos, M.Si selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik Universitas Muhammadiyah Makassar

3. Ibu Dr. Nuryanti Mustari, S.IP, M.Si., selaku Ketua Jurusan Ilmu Pemerintahan Universitas Muhammadiyah Makassar.

4. Bapak Dr. Muhlis Madani, M.Si dan Ibu DR. Nuryanti Mustari, S.IP, M.Si., selaku pembimbing terbaik dalam penulisan skripsi penelitian ini, yang dengan bijak dan ikhlas meluangkan waktu, tenaga, serta pikirannya untuk membantu menyelesaikan skripsi penelitian ini.

5. Segenap Dosen Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik serta Staf Tata Usaha Universitas Muhammadiyah Makassar yang telah memberika bekal ilmu pengetahuan dan pelayanan kepada penulis selama menempuh pendidikan di lembaga ini.

6. Teristimewa kepada Kedua Orang tuaku: untuk Ayahanda tercinta Abd. Malik dan Ibunda tersayang Hasnawati yang selalu memberikan perhatian, kasih sayang dan do’a yang tulus dan telah menitipkan kepercayaan untuk menyelesaikan studi di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Jurusan Ilmu

(8)

viii

8. Kepada seluruh teman-teman yang selama ini sudah menemani hari-hariku di Jurusan Ilmu Pemerintahan angkatan 2015, terkhususnya untuk Big Family IP-E, semoga Allah SWT meridhoi segala aktivitas kita.

9. Kepada seluruh teman-teman lembaga yang tercinta Mulai dari IMM Bantaeng, HIMJIP, HPMB, BEM SOSPOL yang selalu memotivasi saya untuk selalu berjuang untuk mencapai yang terbaik.

Penulis menyadari sepenuhnya atas keterbatasan pengetahuan dan pengalaman, sehingga dalam penyusunan skripsi penelitian ini masih terdapat banyak kesalahan dan kekurangan. Untuk itu, maka penulis dalam hal ini dengan senang hati menerima berbagai masukan, saran, dan kritikan dari berbagai pihak yang bersifat membangun agar skripsi penelitian ini menjadi lebih baik dan dapat bermanfaat bagi yang membutuhkan.

Makassar, 26 Januari 2020

(9)

ix

Elektronik (E-Voting) di Desa Rappoa Kecamatan Pajukukang Kabupaten Bantaeng (Dibimbing oleh Muhlis Madani dan Nuryanti Mustari)

Tujuan penelitian ini untuk mengetahui Evaluasi Kebijakan Pemilihan Kepala Desa Berbasis Elektronik (E-Voting) di Desa Rappoa Kecamatan Pajukukang Kabupaten Bantaeng.

Jenis penelitian yang digunakan adalah deskriptif kualitatif yakni memberikan gambaran secara objektif terkait bagaimana keadaan sebenarnya objek yang diteliti, dan tipe penelitian yang digunakan adalah tipe fenomenologi. Adapun sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah sumber data primer dan sumber data sekunder dengan jumlah Informan sebanyak 07 orang. Teknik pengumpulan data dengan menggunakan metode observasi, wawancara dan dokumentasi. Teknik Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu Reduksi data, Penyajian data, dan Penarikan kesimpulan. Pengabsahan data yang digunakan adalah Triangulasi sumber, Triangulasi teknik dan Triangulasi waktu.

Hasil penelitian yang dilakukan menunjukakan bahwa Bentuk Efektifitas, Dalam pemilihan kepala desa menggunakan metode elektronik sejauh ini sudah efektif karena pemilihan ini dapat berjalan dengan baik dan sangat tepat pada masyrakat karena mampu mencegah terjadinya kecurangan yang sering terjadi pada pemilihan Kepala Desa. Bentuk Efisien, Menggunakan metode Pemilihan Kepala Desa Berbasis Elektronik e-voting ini sangat banyak yang dapat diminimalisir diantaranya waktu, surat suara batal dan anggaran yang dikeluarkan hanya besar diawal pelaksanaanya saja. Bentuk Kecukupan, masyarakat yang merasakan Kebijakan Pemilihan Kepala Desa Berbasis E-Voting cukup puas dengan diadakanya electronic voting dalam pemilihan kepala desa saat ini. Bentuk Pemerataan, hal ini pemerintah sebagai pembuat kebijakan Pemilihan Kepala Desa Berbasis Elektronik Voting (e-voting) meratakan semua masyarakat pemilih baik yang mempuyai kehidupan yang normal maupun tidak normal. Bentuk Responsivitas, Tanggapan atau respon masyarakat sangat positif. Bentuk Ketepatan, Masyarakat merasa puas dan tepat Pemilihan kepala desa menggunkan metode elektronik atau E-voting.

(10)

x

Halaman Persetujuan ... Error! Bookmark not defined.

Pernyataan Keaslian Karya Ilmiah ... Error! Bookmark not defined.

Kata Pengantar ...viii

Abstrak ... viiii

Daftar Isi ... x

Daftar Tabel ... xii

Daftar Gambar... xiii

Bab IPendahuluan ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 6

C. Tujuan Penelitian ... 6

D. Manfaat Penelitian ... 7

BAB IITINJAUAN PUSTAKA ... 8

A. Konsep Kebijakan... 8

B. Implementasi Kebijakan ... 10

C. Evaluasi Kebijakan ... 15

D. Undang-Undang Tentang Pemilihan Kepala Desa ... 22

E. Konsep Electronic E-Voting... 26

F. Kerangka Pikir……….33

G. Deskripsi Fokus Penelitian………..…34

BAB IIIMETODE PENELITIAN ... 36

A. Waktu Dan Lokasi Penelitian ... 36

B. Jenis Dan Tipe Penelitian ... 36

C. Sumber Data ... 37

D. Informan Penelitian ... 37

E. Teknik Pengumpulan Data ... 38

(11)

xi

B. Evaluasi Kebijakan Pemilihan Kepala Desa Berbasis E- VOTING ... 53

C. Faktor Pendukung Dan Penghambat E-voting………72

BAB VPENUTUP ... 78

A. Kesimpulan ... 78

B. Saran. ... 79

DAFTAR PUSTAKA ... 81 LAMPIRAN

(12)

xii

Tabel 2: Kondisi Geografis Desa Rappoa ... 41 Tabel 3: Jumlah Penduduk ... 46 Tabel 4: Jumlah Pemilih Sistem E-VOTING Dan Menual ... 69

(13)

xiii

Gambar 2: Proses Pemungutan Suara E-VOTING ... 58

Gambar 3: Sosialisasi Menggunakan E-VOTING ... 62

Gambar 4: Pemilih Lanjut Usia Di Dampingi Panitia ... 64

Gambar 5: Pemerintah Dan Masyarakat Dalam Pemilihan E-VOTING ... 67

(14)

1 BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang

Indonesia adalah negara yang menjunjung tinggi demokrasi, terbukti dengan diberikannya kebebasan kepada setiap warga negara untuk bebas menyatakan pendapat dan mengawasi jalannya Pemerintahan. Pernyataan tersebut tercantum dalam UUD 1945 Pasal 28 yang berbunyi “Kemerdekaan berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan dan sebagainya ditetapkan dengan undang-undang”. Demokrasi merupakan suatu bentuk Pemerintahan yang semua warga negaranya memiliki kesempatan yang sama atau hak yang sama di dalam mengambil suatu keputusan guna menentukan masa depan kehidupannya. Pengertian demokrasi itu sendiri menurut Lincoln (dalam Gatara, 2013) adalah “Pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat”.

Dalam Negara demokrasi pemilihan presiden dan wakil rakyat biasanya dilakukan dengan cara voting. Voting disini merupakan cara menentukan pilihan dengan mencoblos atau mencontreng pilihannya. Voting bisanya digunakan dalam menentukan suat pilihan untuk mendapatkan hasil dari suatu proses pemilihan. Dalam pelaksanaan voting, sarat akan kecurangan. Kecurangan biasanya terjadi dalam proses penghitungan suara (penggelembungan hasil suara). Dengan seringnya terjadi masalah dalam penggunaan voting dalam proses pemilihan membuat kurangnya rasa percaya masyarakat terhadap hasil voting, baik dalam pemilihan umum maupun pemilihan kepala daerah. Sehingga masyarakat ragu dengan hasil dari media Eletronik yang di pakai untuk memilih pada pemilihan.

(15)

Era reformasi ditandai dengan bergantinya UU No. 22 Tahun 1999 menjadi UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah yang mandiri dapat mengatur dan mengurus urusan pemerintahanya menurut asas otonomi demi mempercepat kesejahteraan warganya melalui peningkatan dan pemberdayaan prinsip demokrasi. Pemilihan Kepala Desa dengan regulasi terbaru sebagaimana merujuk pada Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang desa yang berbunyi Desa adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan, kepentingan masyarakat setempat berdasarkan prakarsa masyarakat, hak asal-usul dan/atau hak tradisional yang diakui dan dihormati dalam sistem pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Di Era milenial di beberapa daerah di Indonesia sudah mulai mengganti metode pemilu manual dengan menggunakan metode E-Voting sebagai alternatif menyelenggarakan sistem pemilihan umum yang lebih efektif & efisien dari sebelumnya yang menggunakan sistem konvensional bahkan sudah diterapkan di tingkat terendah yaitu pemilihan kepala dusun dan kepala desa.

Perkembangan teknologi informasi saat ini telah membawa perubahan yang besar bagi manusia, termasuk cara untuk melaksanakan voting. Penggunaan teknologi komputer pada pelaksanaan voting ini dikenal dengan istilah electronic voting (e-voting). E-voting yaitu suatu metode pemungutan suara dan penghitungan suara dalam pemilihan umum dengan menggunakan perangkat elektronik. E-voting akan menjadi pilihan dalam pemilu di masa mendatang terkait dengan keputusan Mahkamah Konsitusi yang menetapkan bahwa pasal 88

(16)

UU No. 32/2004 tentang Pemerintahan Daerah adalah konstitusional sepanjang tidak melanggar asas Pemilu yang luber dan jurdil maka e-voting bisa dilakukan pada skala lebih luas di antaranya Pemilihan umum kepala daerah dan wakil kepala daerah.

Di Indonesia sendiri penggunaan sistem e-voting telah dilaksanakan pada tahun 2009. Kabupaten Jembarana, Bali merupakan kabupaten pertama di Indonesia yang telah menggunakan sistem e-Voting dalam pemilihan Kepala Dusun. Penggunaan e-voting di Kabupaten Jembrana telah menghemat anggaran lebih dari 60 persen, seperti anggaran untuk kertas suara dam dianggap lebih transparan dan lebih cepat.

Kemudian di Sulawesi Selatan, Kabupaten Bantaeng mengeluarkan kebijakan Pemilihan Kepala Desa dengan Sistem e-voting di 9 (Sembilan) Desa dari 4 (empat) Kecamatan. Ke sembilan desa tersebut masing-masing Desa Bonto Cinde, Bonto Tallasa dan Bonto Marannu di Kecamatan Ulu Ere, Desa Ulu Galung dan Desa Barua di Kecamatan Ermes. Selain itu, e-voting juga akan dilakukan di Desa Rappoa, Desa Pa'jukukang dan Batu Karaeng di Kecamatan Pajukukang serta Desa Pattaneteang di Kecamatan Tompobulu. Hal ini merupakan komitmen Pemerintah Daerah Bantaeng agar proses Pemilihan Kepala Desa (Pilkades) dapat berlangsung cepat dan mudah serta mengurangi indikasi kecurangan yang mungkin dilakukan oleh berbagai pihak. (bantaengkab.go.id

Program e-Voting di Kabupaten Bantaeng ini merupakan kerja sama Pemerintah Daerah Kabupaten Bantaeng di bawah koordinasi Badan Pemberdayaan Masyarakat Desa (BPMD) , Badan Pengkajian dan Penerapan

(17)

Teknologi (BPPT), Universitas Hasanuddin (UNHAS) dan KPU Kabupaten Bantaeng yang dituangkan dalam Keputusan Kepala BPM dan PEMDES Kabupaten Bantaeng Nomor : 410/98/BPM-PD/VI/2015 tentang Penetapatan Lokasi pendampingan Tenaga Pendamping dan Tenaga Teknis e-Voting pada Pemilihan Kepala Desa.

Menjadi Kabupaten percontohan dalam pemungutan suara elektronik untuk daerah selatan pemerintah Kabupaten Bantaeng dalam hal ini mengatakan bahwa dengan penerapan pemungutan suara elektronik (e-Voting) ini akan menghemat dari segi waktu, sangat efisien, dan efektif dengan hasil yang lebih akurat. Ditambah pula pemilihan kepala desa konon dianggap sebagai arena demokrasi yang paling nyata di Desa, dalam Pilkades terjadi kompetisi yang bebas, partisipasi masyarakat, pemilihan secara langsung dengan prinsip one man one vote (satu orang satu suara).

Setiap penyelenggaraan pemilihan umum, tidak terlepas dari masalah yang tentu saja akan menjadi kendala. Hal tersebut juga terlihat pada pemilihan umum kepala bdesa yang menggunankan sistem baru yaitu dengan menggunakan sistem E-Voting. kendala yang sering muncul misalnya proses pemilihan yang rumit dan selain itu kurangnya sosialisasi dari KPUD untuk menerangkan tata cara pemberian suara. Dahulu masyarakat harus mencoblos di TPS namun setelah adanya E-Voting diganti dengan cara menyentuh dalam touchscreen (Menyentuh layar Monitor), pada pemilu kepala desa yang bertujuan menghasilkan pemilihan umum yang lebih transparan, cepat, hemat biaya dan agar dapat menjamin adanya kompetisi yang sehat, partisipatif, mempunyai derajat keterwakilan yang lebih

(18)

tinggi dan memiliki mekanisme pertanggungjawaban yang jelas. Hal ini hanya bisa dicapai apabila pemilihan umum itu diselenggarakan berdasarkan asas langsung, umum, bebas, rahasia, jujur dan adil.

Kemudian penerapan e-voting di Kabupaten Bantaeng khusunya di Desa Rappoa, masih banyak dikeluhkan oleh masyarakat sebab belum adanya standar dan sertifikasi yang disepakati untuk sistem Electronic Voting, adanya kemungkinan manipulasi hasil suara yang dilakukan oleh orang dalam yang mempunyai akses ke dalam sistem maupun peretas dari luar juga bisa saja terjadi dalam sistem yang melakukan autentikasi pemilih, berpotensi melanggar kerahasiaan pemilihan karena bisa terlihat di dalam sistem dari beberapa kelemahan-kelemahan tersebut berpotensi menurunkan kepercayaan masyarakat terhadap sistem Electronic Voting.

Dari masalah yang terjadi diatas maka peneliti tertarik membuat penelitian terkait “Evaluasi Kebijakan Pemilihan Kepala Desa Berbasis Eletronik (E-Voting) Pada Pemilihan Kepala Desa Rappoa Kecamatan Pajukukang Kabupaten Bantaeng” Sehingga kita dapat mengetahuai pemilihan kepala desa dengan menggunakan e-voting ini sesuai dengan yang di harapakan atau tidak. B. Rumusan Masalah

Dari ulasan singkat mengenai latar belakang masalah yang telah dipaparkan diatas, maka penulis dapat merumuskan suatu rumusan masalah sebagai berikut:

1. Bagaimana evaluasi kebijakan pemilihan Kepala desa Berbasis elektronik (E- Voting) di Desa Rappoa Kecamatan Pajukukang Kabupaten Bantaeng?

(19)

2. Apa faktor penghambat dan faktor pendukung evaluasi kebijakan pemilihan Kepala desa berbasis elektronik (E-voting) di Desa Rappoa Kecamatan Pajukukang Kabupaten Bantaeng?

C. Tujuan Penelitian

Sehubung dengan rumusan masalah penelitian ini, maka dapat ditetapkan tujuan penelitian, yaitu:

1. untuk mengetahui evaluasi kebijakan pemilihan kepala desa berbasis elektronik (E-voting) di Desa Rappoa Kecamatan Pajukukang Kabupaten Bantaeng. 2. untuk mengetahui faktor penghambat dan faktor pendukung evaluasi kebijakan

pemilihan Kepala desa berbasis elektronik (E-voting) di Desa Rappoa Kecamatan Pajukukang Kabupaten Bantaeng

D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritis

Secara teoritis penelitian ini diharapkan dapat menjadi referensi atau bahan masukan serta menambah pengetahuan bagi akademis dan penelitian selanjutnya mengenai Evaluasi kebijakan Pemilihan Kepala Desa Berbasis Elektronik (E-Voting) di Desa Rappoa Kecamatan Pajukukang Kabupaten Bantaeng.

2. Manfaat Praktis a. Bagi Masyarakat

Memberikan informasi kepada masyarakat, tentang evaluasi kebijakan pemilihan kepala desa berbasis elektronik (E-Voting) di Desa Rappoa Kecamatan Pajukukang Kabupaten Bantaeng

(20)

b. Bagi Pemerintah

Sebagai bahan evaluasi bagi pemerintah mengenai dampak yang terjadi terkhusus pada evaluasi kebijakan pemilihan kepala desa berbasis elektronik (E-Voting) di Desa Rappoa Kecamatan Pajukukang Kabupaten Bantaeng.

(21)

8

Mustari (2015) Kebijakan publik merupakan kewenangan pemerintah menjalankan tugas dan fungsinya dalam hubungannya dengan masyarakat dan dunia usaha pada dasarnya kebijakan pemerintah dalam menata kehidupan masyrakat di berbagai aspek merupakan kebijakan yang berorientasi pada kepetingan publik(masyarakat). Pengertian kebijakan ( policy) prinsip atau cara bertindak yang dipilih untukmengarahkan pengambilan keputusan. Dalam setiap penyusunan kebijakan publik di awali oleh perumusan masalalah yang telah diidentifikasi kemudian pelaksaan kebijakan tersebut ditujukan untuk mengatsi masalah yang terjadi dalam masyarakat.

Jones dalam Mustari (2015) istilah kebijakan (policy) digunakan dalam praktek sehari-hari namun digunakan untuk menggantikan kegiatan atau keputusan yang sangat berbeda. Menurut James Anderson dalam Mustari (2015) mengatakan secra umum “kebijakan” atau “policy” digunakan untuk menunjukan perilaku seorang actor (misalnya seorang pejabat, suatu kelompok, maupun suatu lembaga pemerintahan) atau sejumlah actor dalam suatu bidang kegiatan tertentu. Pengerttian kebijkan ini dapat digunakan dan relatif memadai untuk keperluan pembicaraan bias, namun jadi kurang memadai untuk pembicaraan-pembicaraan yang lebih bersifat ilmiah dan sistematis menyangkut analisis kebijakan publik. Oleh karena itu di perlukan batasan atau konsep kebijakan publik yang lebih tepat.

(22)

Secara konseptual kebijakan publik merupakan pemanfaatan yang strategis terhadap sumber-sumber daya yang ada untuk memecahkan masalah publik atau pemerintah. Menurut Dunn dalam Anistiawati (2014) mengatankan bahwa kebijakan publik adalah suatu rangkaian pilihan-pilihan yang slaing berhubungan yang dibuat oleh lembaga atau pejabat pemerintah pada bidang-bidang yang menyangkut tugas pemerintahan, kesejahteraan masyarakat, kriminalitas, perkotaan dan lain-lain.

Dye dalam Anggara (2014) mendifinisikan bahwa kebijakan publik adalah segala sesuatu yang di kerjakan atau tidak dikerjakan oleh pemerintah, alas an suatu kebijakan harus dilakukan dan manfaat bagi kehidupan bersama harus menjadi pertimbangan yang holistic agar kebijakan tersebut mengandung manfaat yang besar bagi warganya dan tidak menimbulkan kerugian, disinilah pemerintah ahrus bijaksana dalam menetapakan suatu kebijakan.

Salah satu definisi mengenai kebijakan publik diberikan oleh Robert eyestone dalam mustari (2015) mengatakan secara luas kebijakan publik dapat didefinisiakan sebagai “hubungan suatu unit pemerintah dengan lingkunganya” konsep ini mengandung pengertian yang sangat luas dan kurang pasti karena yang dimaksud kebijakan publik dapat mencakup banyak hal. Seorang pakar ilmu politik lain, Carl friendrich mengatakan bahwa “kebijakan sebagai suatu arah tindakan yang di usulkan oleh seorang, kelompok atau pemerintah dalam lingkungan tertentu yang memberikan hambatan dan kesempatan-kesempatan terhadap kebijakan yang di usulkan untuk mengunakan dan mengatasi dalam

(23)

rangka mencapai suatu tujuan, atau merelisasikan suatu sasaran ataau suatu maksud tertentu”(Mustari,2015).

Berdasarkan pendapat para ahli diatas dapat dikatakan bahwa kebijakan publik merupakan suatu aturan yg dikeluarkan oleh pemerintah dan di sepakati oleh masyarakat atau sekolompok orang guna untuk mencapai suatu tujuan tertentu atau untuk memecahkan suatu masalah.

Mengacu pada pendapat diatas, maka kebijakan yang di keluarkan oleh sesorang atau pemerintah harus di implentasikan atau diterapkan berdasarkan yang telah susun atau dibuat dengan cermat dan terperinci sebelumnya.

B. Implemetasi Kebijakan a. Definisi implementasi kebijakan

Menurut Grindle dalam sumardjono (2006) mengatkan bahwa implementasi merupakan proses umum tindakan administratif yang dapat diteliti pada tingkat program tertentu. Proses implementasi baru akan dimulai apabila tujuan dan sasaran telah ditetapkan, program kegiatan telah tersusun dan dana telah siap dan disalurkan untuk mencapai sasaran.

Implementasi kebijkan merupakan langkah lanjutan berdasarkan suatu kebijakan formulasi.definisi ini yang umum dipakai menyangkut kebijakan implemntasi adalah adalah tindakan yang di lakukan baik oleh individu-individu ,pejabat-pejabat, atau kelompok-kelompok pemerintah atau swasta yang diarahkan pada tercapainya tujun-tujuan yang telah di gariskan dalam keputusan kebijakan” ( Mustari 2015:)

(24)

Menurut Bressman dalam Agustino (2008) menyatakan bahwa: Implementas kebijakan adalah suatu proses interaksi antara suatu perangkat tujuan dan tindakan yang mampu mencapai tujuan. Implementasi kebijakan merupakan proses lanjutan dari tahap formulasi kebijakan. Pada tahap formulasi ditetapkan strategi dan tujuan-tujuan kebijakan sedangkan pada tahap implementasi kebijakan, tindakan (action) diselenggarakan dalam mencapai tujuan yang diinginkan.

b. Pendekatan Implementasi Kebijakan

Agar kebijakan implentatif, maka di kenal beberapa pendektan. Secara teoritik empirik,pendektan-pendekatan ini dianggap memadai sebagai alat bantu atau penguatan untuk keberhasilan implementasi kebijakan. Walau dari berbagai pendekatan praktiknya membutuhkanpertimbangan kompherensif sehingga pendekatan yang dipilih ,diadaptasi atau mungkin bahkan dikombinasi sesuai kebutuhan. Untuk kepentingan implementasi kebijakan, bukan merupakan monopoli secara liniear dari ahanya para ahli kebijakan saja. Tetapi bias dia di adpsi dari beberapa ilmu social lain, baikbaik dari pakar ilmu politik, pakar organisasi dan manejemen maupun dari para ahli lainya. Dengan kata lainkepentingan yang komprehensif sejalan dengan yang di kemukakan Henry dalam Mustari (2015) sebagai berikut

1.pendekatan politik

Pendekatan pada pendekatan ini mengacu pada-pola kekuasaan dan pengaruh dianatardan yang terjadi dalam organisasi birokrasi. Asumsi dasarnya tidak lepas dari proses kekuasaan yang terjadi dalam keseluruhan proses

(25)

kebijkan publik. Misalnya adanya beberapa kelompok kepentingan penentang kebijakan yang berusaha untuk mengganjal bahkan memboikot usaha dari berbagai pendukung kebijakan yang ada dan serta merta dapat menjadi faktor penghambat dalam proses pelaksanaan kebijakan publik. Rhodes,N (Mustari: 2015).

Dengan demikian sukses dan gagalnya suatu kebijakan publik, akhimya dipengaruhi oleh kesediaan dan kemampuan berbagai kelompok kepentinvan dominan yang mungkin terdiri atas berbagai koalisa kepentingan yang memaksakan kehendak. Dalam kondisi tertentu distribusi kekuasaan dapat pula menimbulkan kemacetan pada saat implementasa kebijakan, walaupun sebenarnya kebijakan publik secara formal telah diarahkan

2. Pendekatan Struktural

Melalui pendekatan ini secara umum dapat dikenal: bahwa struktur yang bersifat ozganis Nampak relevan untuk implementasi kebijakan. ini sangat dimungkinkan sebab implementasi kebijakan senantiasa berubah, terlebih ketika arus implementasi itu liar bukan linear.

3. Pendekatan Prosedural dan Managerial

Pendekatan prosedural struktural dianggap relevan untuk proses implementasi kebijakan publik, namun tidak sepenting upaya untuk mengembangkan proses dan prosedur yang tepat, termasuk dalam hal ini adalah proses dan prosedur tatakelola beserta berbagai tehnik dan metode yang ada. Prosedur dimaksud di antaranya terkait dengan pross penjadwalan (scheduling) perencanaan (planning) dan pengawasan (contmIling) kebijakan publik.

(26)

Wujud pendekatan managerial ini diantaranya dapat ditemui pada perencanaan jaringan kerja dan pengawasan (network planning and control) atau disebut NPC. Pendekatan ini menggambarkan suatu kerangka kerja dimana proyek dapat direncanakan dan proses implementasinya dapat diawasi dengan cara mengidentiflkasi berbagai tugas yang harus diselesaikan, urutan pelaksanaan waktu bahkan anggaran yang dikeluarkan.

4. Pendekatan Perilaku

Analisis keprilakuan (behavioral analysis) pada berbagai masalah manajemen yang paling terkenal adalah apa yang seringkali disebut para penganut aliran organisasi sebagai organitational developmentatau pengembangan organisasi. Pendekatan ini menekankan pada proses untuk menimbulkan berbagai perubahan yang diingmkan dalam suatu organisasi melalui penerapan ilmu keprilakuan.

Selain itu, pengembangan organisasi juga merupakan salahsatu bentuk konsultasi manajemen dimana seorang konsultan bertindak selaku agen perubahan untuk mempengaruhi seluruh budaya organisasi yang ada termasuk pada dimensi sikap dan perilaku pejabat yang menduduki posisi kunci.

c. Faktor-faktor yang mempengaruhi implentasi

Menurut Metter dalam Agustino (2008) menyatakan bahwa ada enam faktor yang mempengaruhi implementasi kebijakan:

1. Ukuran dan Tujuan Kebijakan Kinerja implementasi kebijakan dapat diukur tingkat keberhasilannya jika dan hanya jika ukuran dan tujuan dari kebijakan memang realistis dengan budaya sosial yang ada di level pelaksana kebijakan.

(27)

Ketika ukuran kebijakan atau tujuan kebijakan terlalu ideal untuk dilaksanakan pada level warga, maka agak sulit merealisasikan kebijakan publik pada level yang dikatakan berhasil.

2. Sumber Daya Keberhasilan proses implementasi kebijakan sangat tergantung dari kemampuan memanfaatkan sumber daya yang tersedia. Manusia merupakan sumber daya yang terpenting dalam menentukan suatu keberhasilan proses implementasi.

3. Karakteristik Agen Pelaksana Pusat perhatian pada agen pelaksana meliputi organisasi formal dan organisasi informal yang akan terlibat dalam implementasi kebijakan publik. Hal ini sangat penting karena kinerja implementasi kebijakan akan sangat banyak dipengaruhi oleh ciri-ciri yang tepat serta cocok dengan para agen pelaksananya. Selain itu cakupan atau luas wilayah 17 implementasi kebijakan juga perlu diperhitungkan manakala hendak menentukan agen pelaksana. Semakin luas cakupan implementasi kebijakan, maka seharusnya semakin besar pula agen yang dilibatkan.

4. Sikap Kecendrungan (disposition) para pelaksana Sikap penerimaan atau penolakan dari pelaksana akan sangat banyak mempengaruhi keberhasilan atau tidaknya kinerja implementasi kebijakan. Hal ini sangat mungkin terjadi oleh karena kebijakan yang dilaksanakan bukanlah hasil formulasi warga setempat yang mengenal betul persoalan dan permasalahan yang mereka rasakan.

5. Komunikasi Antar Organisasi dan Aktivitas Pelaksana Koordinasi merupakan mekanisme yang ampuh dalam implementasi kebijakan publik. Semakin baik koordinasi komunikasi diantara pihakpihak yang terlibat dalam suatu proses

(28)

implementasi, maka asumsinya kesalahan-kesalahan akan sangat kecil untuk terjadi dan begitu pula sebaliknya.

6. Lingkungan Ekonomi, Sosial, dan Politik Hal terakhir yang juga perlu diperhatikan guna menilai kinerja implementasi kebijakan adalah sejauh mana lingkungan eksternal turut mendorong keberhasilan kebijakan publik yang telah ditetapkan. Karena itu lingkungan ekonomi, sosial, dan politik yang kondusif juga perlu diperhatikan dalam proses implementasi kebijakan.

C. Evaluasi Kebijakan

1. Definisi evaluasi kebijakan publik

Evaluasi kebijakan dalam perspektif alur proses siklus kebijakan publik, menempati posisi terakhir setelah implementasi kebijakan, sehingga sudah sewajarya jika kebijakan publik yang telah dibuat dan dilaksanakan lalu dievaluasi. Dari evaluasi akan diketahui keberhasilan atau kegagalan sebuah kebijakan, sehingga secara normatif akan diperoleh rekomendasi apakah kebij akan dapat dilanjutkan; atau perlu perbaikan sebelum dilanjutkan, atau bahkan' harus dihentikan. Evaluasi juga menilai keterkaitan antara teori (kebijakan) dengan prakteknya (implementasi) dalam bentuk dampak kebijakan, apakah dampak tersebut sesuai dengan yaug diperkirakan atau tidak. Dari hasil evaluasi pula kita dapat menilai apakah sebuah kebijakan atau program memberikan manfaat atau tidak bagi masyarakat yang dituju. Secara normatif fungsi evaluasi sangat dibutuhkan sebagai bentuk pertanggungjawaban publik, terlebih di mata masyarakat yang makin kritis menilai kinerja pemerintah.

(29)

Sebuah kebijakan publik tidak bisa dilepas begitu saja. Kebijakan barus diawasi dan salah satu mekanisme pengawasan tersebut disebut evaluasi kebijakan. Evaluasi biasanya ditujukan untuk menilai sejauh mana keefektifan kebij akan publik guna dipertanggungjawabkan kepada konstituennya. Evaluasi diperlukan untuk melihat kesenjangan antara harapan dan kenyataan. (Mustari 2015).

Evaluasi kebijakan, setidaknya memiliki dua tugas utama yaitu untuk menilai sejauhmana program mencapai tujuan atau dampak yang diinginkan ataukah tidak dan untuk menilai keberhasilan atau kegagalan dari suatu kebijakan berdasarkan standar atau kriteria yang telah ditetapkan sebelumnya. Terkait hal tersebut, ada beberapa aktivitas dalam evaluasi kebijakan. Aktivitas atau kegiatan tersebut adalah spesifikasi (spesfication), penilaian (measurement), analisis dan rekomendasi. Sebagaimana yang dikemukakan Jones dalam suparman (2017), bahwa: Evaluasi, adalah kegiatan untuk menilai jasa program atau oroses pemerintah. Itu subactivities diindentifikasi:spesifikasi, pengukuran analisisi, dan rekomendasi mencirikan sebua bentuk evaluasi. Penjelasan dari masing-masing dimensi spesifikasi adalah yang paling penting subaktifitas ini. Ini mengacu pada identifikasi tujuan atau kriteria yang denganya program atau proses yang akan dievaluasi; Spesifikasi adalah aktivitas pemicu untuk evaluasi.untuk mencapai suatu yang di inginkan sehingga ada beberapa timbul masalah- masalah yang di evalusi untuk mengetahuai kekurangan dan kelebihan.

Kriteria evaluasi kebijakan menurut Dunn dalam (Sujianto, 2017), dengan hasil sebagai berikut:

(30)

1. Efektifitas

Efektivitas adalah apabila suatu kebijakan yang telah dikeluarkan pemerintah tepat pada sasaran dan tujuan yang diinginkan. Keinginan pemerintah dalam mengeluarkan kebijakan supaya nilai-nilai yang diinginkan sampai kepada publik. Agar masalah-masalah yang ada dilingkungan masyarakat dapat diatasi dengan baik.

2. Efisiensi

Efisiensi adalah jumlah usaha yang diperlukan untuk menghasilkan tingkat efektivitas yang dikehendaki. Dimana didalam efisiensi dari sebuah kebijakan melihat berapa sumber daya yang digunakan untuk penerapan sebuah kebijakan. Kebijakan yang telah diimplementasikan pemerintah untuk mengetahui seberapa banyak usaha yang diperlukan untuk mencapai hasil yang diinginkan.

3. Kecukupan

Kecukupan adalah berkenaan dengan seberapa jauh suatu kebijakan tingkat efektivitas memuaskan kebutuhan, nilai, atau kesempatan yang menumbuhkan adanya masalah.

4. Pemerataan

Pemerataan adalah berkenaan dengan pemerataan distribusi manfaat dari suatu kebijakan. Dapat dilihat dari pemerataan adalah apakah manfaat distribusi ini merata kepada kelompok kelompok yang berbeda, dimana ada beberapa unsur kelompok dari kebijakan yang harus diperhatikan yaitu dengan indikator:

(31)

a. Kelompok pemerintah sebagai pembuat kebijakan. b. Kelompok swasta sebagai objek kebijakan.

c. Kelompok masyarakat sebagai impact dari kebijakan. 5. Responsivitas

Responsivitas adalah berkenaan dengan seberapa jauh suatu kebijakan dapat memuaskan kebutuhan, preferensi, atau nilai kelompok-kelompok masyarakat yang menjadi target kebijakan. Kebijakan ingin melihat bagaimanakah tanggapan dari masyarakat yang menjadi kelompok target kebijakan. Indikatornya adalah respon masyarakat terhadap kebijakan.

6. Ketepatan

Ketepatan adalah berkenaan dengan pertanyaan apakah kebijakan tersebut tepat untuk masyarakat. Apakah kebijakan yang telah diimplementasikan pemerintah adanya antara tujuan (hasil) yang diperoleh, benar-benar bernilai/ bermanfaat. Untuk ketepatan alternatif yang digunakan dapat diukur dengan indikator: ketepatan dari produk kebijakan.

2. Tipe Evaluasi Kebijakan Publik

Menurut Anderson dalam Mustari (2015) membagi evaluasi kebijakan dalam tiga tipe, masing-masing tipe evaluasi yang diperkenalkan ini didasarkan pada pemahaman para evaluator terhadap evaluasi, sebagai berikut:

a.) Tipe pertama Evaluasi kebijakan dipahami sebagai kegiatan fungsional. Bila evaluasi' kebijakan dipahami sebagai kegiatan fungsional, evaluasi kebijakan

(32)

dipandang sebagai kegiatan yang sama pentingnya dengan kebijakan itu sendiri.

b.) Tipe kedua merupakan tipe evaluasi yang memfokuskan diri pada bekerjanya kebijakan atau programprogram tertentu. Tipe evaluasi ini lebih membicarakan sesuatu mengenai kejujuran atau ' efisiensi dalam melaksanakan program. c.) Tipe ketiga Tipe evaluasi kebijakan sistematis, tipe kebijakan ini melihat

secara obyektif programprogram kebijakan yang dijalankan untuk mengukur dampaknya bagi masyarakat dan melihat sejauh mana tujuan tujuan telah dinyatakan tersebut tercapai.

Menurut Suharto dalam Mustari (2015), model-model yang umumnya digunakan dalam analisis kebijakan Dublik adalah:

a. adalah bentuk kebijakan yang aktif . Model Proses pada konsekuensi mengarahkan kajiannya konsekuensi kebij akan se . diterapkan. Model ini dapat disebut Juga model prediktif.

b. Model Retrospektif adalah analisis kebijakan yang dilakukan terhadap akibatakibat kebijakan setelah kebijakan diimplementasikan. Model ini biasa disebut model evaluatif, karena. banyak melibatkan belum suatu kebijakan pendekatan evaluasi terhadap dampak-dampak kebijakan yang sedang atau telah diterapkan.

c. Model Integratif adalah model perpaduan antara kedua model diatas. Model ini kerap disebut sebagai model komprehensif atau model holistik, karena analisis dilakukan terhadap konsekuensi-konsekuensi kebijakan yang mungkin timbul, baik sebelum maupun sesudah suatu kebijakan dioperasikan.

(33)

3. Tujuan Evaluasi Kebijakan

Evaluasi memiliki beberapa tujuan menurut Subarsono dalam Mustari (2015) yang dapat dirinci sebagai berikut:

a.) Menentukan tingkat kinerja suatu kebijakan. Melalui evaluasi maka dapat diketahui derajat pencapaian tujuan dan sasaran kebijakan.

b.) Mengukur tingkat efisiensi suatu kebijakan. Dengan evaluasi juga dapat diketahui beberapa biaya dan manfaat dari suatu kebijakan.

c.) Mengujur tingkat keluaran (outcome) suatu kebijakan. Salah satu tujuan evaluasi adalah mengukur berapa besar dan kualitas pengeluaran (output) dari suatu kebijakan.

d.) Mengukur dampak suatu kebijakan. Pada tahap lebih lanjut, evaluasi ditujukan untuk melihat dampak dari suatu kebijakan, baik dampak positif maupun dampak negatifnya. .

e.) Untuk mengetahui apabila ada penyimpangan, evaluasi juga bertujuan untuk mengetahui adanya penyimpangan-penyimpangan yang mungkin terjadi, dengan cara membandingkan antara tujuan dan sasaran dengan pencapaian target.

f.) Sebagai bahan masukan (input) untuk kebijakan yang akan datang. Tujuan akhir dari evaluasi kebijakan adalah untuk memberikan masukan bagi proses kebijakan kedepan agar dihasilkan kebijakankebijakan yang lebih baik. 4. Tahapan Evaluasi Kebijakan

Tahap evaluasi kebijakan publik menurut Subarsono (2005) sebagai berikut :

(34)

a.) Spesifikasi adalah mengidentifikasi tujuan tujuan serta kriteria-kriteria yang harus dievaluasi dalam suatu proses atau kebijakan tertentu. Spesifikasi adalah merupakan cara. dimana manfaat harus dinilai atau dipertimbangkan. b.) Pengukuran (measurement), secara sederhana mengacu pada pengumpulan

infonnasi yang relevan dengan tujuan kebijakan.

c.) Analisis adalah penyerapan dan penggunaan informasi yang dikumpulkan guna 'membuat kesimpulan.

d.) Rekomendasi, merupakan suatu penentuan apa yang seharusnya dilakukan selanj utnya.

5. Hambatan Evaluasi Kebijakan

Berbeda dengan tahapan proses kebijakan publik yang lain relatif mendapat banyak perhatian, maka tahap evaluasi kebijakan sering kurang mendapat perhatian, baik dari kalangan implementator maupun stekholder yang lain. Suatu program sering hanya berhenti pada tahap implementasi , tanpa diikuti tahap evaluasi. Berikut ini diidentifikasi berbagai kendala dan hambatan dalam melakukan evaluasi kebijakan.

a.) Kendala psikologis, banyak aparat pemerintah masih alergi terhadap kegiatan evaluasi, karena dipandang berkaitan dengan prestasi dirinya. Apabila evaluasi menunjukkan kurang baik, bisa jadi akan menghambat karier mereka. Sehingga banyak aparat memandang kegiatan evaluasi bukan merupakan bagian penting dari proses kebijakan publik. Evaluasi hanya dipahami sebagai kegiatan tambahan yang boleh dilakukan atau tidak.

(35)

b. Kendala politis. Evaluasi sering terbentur dan bahkan gagal karena alasan politis. Masing-masing kelompok bisa jadi saling menutupi kelemahanya dari implementasi suatu program dikarenakan ada deal atau bargaining politik tertentu. Briant dan b) White, (1987).

c. Kendala ekonomis, kegiatan evaluasi membutuhkan biaya yang tidak sedikit, seperti biaya untuk pengumpulan dan pengolahan data, biaya untuk para staf administrasi, dan biaya paraevaluator. Proses evaiuasi akan mengalami hambatan apabila tanpa dukungan finansial.

d. Kendala teknis, evaluator sering dihadapkan pada masalah baik tersedianya cukup data dan informasi yang up to date, disamping itu, data yang ada kualitasnya kurang baik, karena supply data kepada suatu instansi yang lebih tinggi dari instansi yang lebih rendah hanya dipandang sebagai pekerjaan rutin dan formalitas tanpa memperhinmgkan substansinya.

D. Undang-undang tentang Pemilihan Kepala Desa

a. Permendagri No. 112 Tahun 2014 tentang Pemilihan Kepala Desa

Dalam Bab 2 Pemilihan Kepala Desa disebutkan bahwa (Pasal 2) Pemilihan Kepala Desa dilakukan secara serentak satu kali atau dapat bergelombang. (Pasal 3) Pemilihan Kepala Desa satu kali sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 dilaksanakan pada hari yang sama di seluruh desa pada wilayah Kabupaten/Kota.

Pasal 4 Ayat (1) menyatakan bahwa Pemilihan Kepala Desa secara bergelombang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 dapat dilaksanakan dengan mempertimbangkan:

(36)

1. Pengelompokan waktu berakhirnya masa jabatan Kepala Desa di wilayahKabupaten/Kota;

2. kemampuan keuangan daerah; dan/atau;

3. ketersediaan PNS di lingkungan Kabupaten/Kota yang memenuhi persyaratan sebagai penjabat Kepala Desa.

Dalam Ayat (2) Pemilihan Kepala Desa secara bergelombang sebagai mana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan paling banyak 3 (tiga) kali dalam jangka waktu 6 (enam) tahun. Batas waktu Pilkades bergelombang di batasi dengan waktu paling lama dua tahun dijelaskan dalam Ayat (3) Pemilihan Kepala Desa bergelombang sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan dengan interval waktu paling lama 2 (dua) tahun.

a) Bagian Persiapan Pemilihan Kepala Desa terdapat dalam pasal 7 - 9 Peraturan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia Nomor 112 Tahun 2014 tentang Pemilihan Kepala Desa.Persiapan pemilihan di Desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 huruf a, terdiri atas kegiatan: pemberitahuan badan permusyawaratan desa kepada kepala desa tentang akhir masa jabatan yang disampaikan 6 (enam) bulan sebelum berakhir masa jabatan;

b) pembentukan panitia pemilihan kepala desa oleh badan permusyawaratan desa ditetapkan dalam jangka waktu 10 (sepuluh) hari setelah pemberitahuan akhir masa jabatan;

(37)

c) laporan akhir masa jabatan kepala desa kepada bupati/walikota disampaikan dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari setelah pemberitahuan akhir masa jabatan;

d) perencanaan biaya pemilihan diajukan oleh panitia kepada bupati/walikota melalui camat atau sebutan lain dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari setelah terbentuknya panitia pemilihan; dan

e) persetujuan biaya pemilihan dari bupati/walikota dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) Hari sejak diajukan oleh panitia.

b. Peraturan Daerah Kabupaten Bantaeng Nomor 5 Tahun 2015 Tentang Desa Pada bagian ketiga Pemungutan Suara pasal 50 dikatakan bahwa:

1. Pelaksanaan pemungutan suara pemilih Kepala Desa bersifat langsung, umum, bebas, rahasia, berjalan jujur dan adil,

2. Pemungutan suara dilaksanakan dengan menggunakan surat suara dan/atau menggunakan alat elektronik (e-voting),

3. Bentuk surat suara sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur oleh panitia dengan susunan gambar berdasarkan nomor urut calon,

4. Pemungutan suara dipimpin ketua panitia pemilihan dan dihadiri oleh BPD, para calon kepala desa, tim fasilitasi kecamatan dan kabupaten,

5. Pemberian suara dilaksanakan dalam bilik suara dengan menggunakan alat yang telah disediakan oleh panitia,

6. Panitia pemilihan kepala desa dapat memberikan pelayanan kepada pemilih tuna netra dan cacat fisik lainnya dalam memberikan suaranya

(38)

7. Panitia pemilihan menentukan batas waktu pelaksanaan pemungutan suara sesuai kondisi desa dengan tidak menutup kemungkinan adanya kesepakatan para calon secara tertulis untuk mengakhiri pelaksanaan pemungutan suara sebelum waktu yang ditentukan atau melebihi waktu yang ditentukan.

c. Peraturan Bupati Bantaeng Nomor 15 Tahun 2015 Tentang Pedoman Pelaksanaan Pemilihan Kepala Desa Pada Bab II tentang Pelaksanaan Pemilihan Kepala Desa, pasal 2 :

1) Pemilihan Kepala Desa dilakukan secara serentak dengan menggunakan metode e-Voting,

2) Pemilihan Kepala Desa secara serentak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan bergelombang selama

3) tiga kali dalam jangka waktu 6 (enam) tahun. (3) Pelaksanaan pemilihan Kepala Desa bergelombang sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilaksanakan pada hari yang sama di seluruh desa pada setiap ge lombang, 4) Pelaksanaan pemilihan Kepala Desa bergelombang sebagaimana dimaksud

pada ayat (3) pelaksanaannya adalah sebagai berikut :

a. Gelombang I (pertama) dilaksanakan pada Tahun 2015 terdiri dari 9 Desa.

b. Gelombang II (kedua) dilaksanakan pada Tahun 2017 terdiri dari 25 Desa;

c. Gelombang III (ketiga) dilaksanakan pada Tahun 2019 terdiri dari 12 Desa;

(39)

5) Dalam hal terjadi kekosongan jabatan Kepala Desa dalam penyelenggaraan pemilihan kepala desa serentak sebagaimana dimaksud pada ayat (4), Bupati menunjuk Penjabat Kepala Desa,

6) Penjabat Kepala Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (5) berasal dari Pegawai Negeri Sipil di lingkup Pemerintah Daerah Kabupaten Bantaeng. E. Konsep electronic voting (E-voting)

a. Pengertian E-Voting

Umumnya cara memilih adalah dengan mencoblos atau menandai di kertas suara. Akan tetapi, seiring perkembangan teknologi, terdapat teknik lain, yaitu E-voting. E-voting mengacu pada sistem dimana pemilih memberikan suaranya menggunakan sistem elektronik, bukan kertas suara (atau mesin mekanik untuk mencoblos kertas suara). Setelah direkam, suara elektronik disimpan secara digital dan ditransfer dari setiap mesin pemungutan suara elektronik ke sistem penghitungan (Sanjay & Ekta, 2013).

Kemudian E-Voting (electronic voting) adalah metode pengambilan suara dengan menggunakan media elektronik atau perangkat elektronik (Ilmiah 2014). E-voting merupakan pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi dalam pemberian suara secara elektronik, sehingga memiliki kemampuan untuk mempercepat tabulasi data.

Pendapat Lain mengatakan bahwa e-voting merupakan metode pemungutan suara yang unik karena dapat diakses dimana saja, hal tersebut tentunya membantu masyarakat, terutama masyarakat perantauan yang tidak bisa pulang kampung saat pemilihan umum dan dengan sistem ini masyarakat tidak

(40)

perlu pulang kampung untuk melakukan pemungutan suara. E-voting bertujuan meningkatkan partisipasi, menurunkan biaya pemilu dan meningkatkan akurasi hasil (Qadah dan Taha, 2013). Sistem e-voting memungkinkan terselenggaranya pemilu yang lebih sederhana dan mengurangi total biaya pemilu secara signifikan (Dwumfuo dan Paatey, 2014).

Melalui sistem e-voting, penggunaan kertas dapat ditekan sesedikit mungkin. Sistem e-voting dapat dilihat sebagai “proses bisnis” dari rangkaian proses pemilihan umum, dan diharapkan dapat menekan penggunaan kertas dalam pemungutan suara.

Definisi lain dikemukakan oleh Cetinkaya & Cetinkaya, (2015) yang mengungkapkan bahwa “E-voting refers to the use of computers or computerised voting equipment to cast ballots in an election”, yang menyatakan e-voting mengacu pada penggunaan komputer atau peralatan voting yang terkomputerisasi untuk memberikan suara dalam pemilihan umum. Sedangkan Sanjay & Ekta, (2013) E- voting adalah alat elektronik sederhana yang digunakan untuk merekam suara pemilih untuk menggantikan kertas suara dan kotak suara yang digunakan sebelumnya dalam sistem pemungutan suara konvensional.

a. Model-model E- voting

Teknologi e-voting muncul pertama kali di Amerika Serikat pada tahun 1889. Di tahun itu, Jacob H. Myers mematenkan mesin pemilihan umum pertama yang diberi nama Lever Voting Machine. Kemudian mesin tersebut disebut dengan Myers Automatic Boots. Mesin ini ditujukan untuk mencegah

(41)

terjadinya penggelembungan suara, mempercepat proses perhitungan suara, dan mengurangi suara yang tidak sah.

Dalam perkembangan e-voting terdapat banyak model mesin yang telah dipergunakan. Misalnya saja, ada yang disebut dengan teknologi pencatatan langsung secara elektronik (direct recording elecronic / DRE). Cara memilih menggunakan mesin itu adalah dengan memilih calon yang sudah tercetak pada satu display dan dikirim pada mesin pemilih atau bisa juga ditampilkan pada layar komputer. Pemilih hanya menekan tombol pada display atau alat yang mirip.

Lain hanya dengan Riera & Brown, (2014) sistem pemungutan suara elektronik dapat diklasifikasikan dalam dua kelompok utama yaitu pertama, sistem pemilihan menggunakan DRE namun proses pemungutan suara tetap dilakukan di suatu tempat pemungutan suara, yang memungkinkan pemilih untuk memberikan surat suara mereka langsung melalui mesin (biasanya dengan menggunakan alat layar sentuh). Pemilih harus pergi ke tempat pemungutan suara, dan mereka diidentifikasi dengan cara konvensional.

Kedua, sistem pemilihan elektronik jarak jauh sepenuhnya memanfaatkan potensi TIK. Pemilih masih menggunakan antarmuka pengguna grafis seperti pada DRE, meskipun pemberian suara dilakukan secara jarak jauh, seperti dari rumah menggunakan komputer pribadi seseorang, atau dari kios komputer di kedutaan atau di rumah sakit. Ide dasar di balik sistem ini adalah untuk memindahkan informasi digital (suara) melalui jaringan komunikasi dibanding mewajibkan orang untuk pindah ke lokasi pemungutan suara.

(42)

Kersting & Baldersheim, (2014) menyebut bahwa e-voting secara garis besar dapat dibagi menjadi dua jenis, yaitu internet voting dan non-internet voting. Internet voting dapat dibagi lagi menjadi 3 (tiga) jenis, yakni:

1. Internet poll site voting.

Pada jenis ini, internet digunakan untuk mengirim data dari tempat pemungutan suara (TPS) kepada otoritas penyelengara pemilu lokal, regional, dan pusat. Jenis voting ini bekerja pada komputer publik dan sama dengan sistem voting dengan menggunakan mesin. Koneksi dari TPS kepada kantor pusat penyelenggaraan Pemilu kebanyakan menggunakan Internet.

2. Kiosk voting.

Dalam jenis ini, pemilih memiliki kesempatan untuk menggunakan komputer khusus yang ditempatkan di tempat-tempat publik, seperti perpustakaan, sekolah atau mall. Karena proses pemilihan tidak bisa di kontrol oleh pihak penyelenggara Pemilu, diperlukan instrumen khusus untuk pengesahan secara elektronik, seperti contohnya tanda tangan secara digital atau smart card, pemeriksaan sidik jari, dan lain sebaginya.

3. Internet voting.

Adalah penggunaan hak pilih dengan menggunakan media internet. Dengan internet voting, pemilih dapat menggunakan hak pilih di rumah sendiri atau juga di tempat kerja (kantor). Teknologi internet voting memerlukan program software dan instrumen lainnya, seperti smart card.

(43)

Sedangkan, yang termasuk ke dalam non-internet voting memerlukan alat elektronik lainnya, diantaranya mesin voting, sms taxt-voting, telephone taxt-voting, dan interactive digital television voting.

b. Keunggulan E- Voting

Mesin pemungutan suara elektronik dimaksudkan untuk mengurangi kesalahan dan mempercepat proses penghitungan. Keuntungan dari e-voting daripada sistem konvensional/ surat suara menurut Sanjay & Ekta, (2013) antara lain:

1. Menghilangkan kemungkinan suara yang tidak sah dan diragukan, yang dalam banyak kasus merupakan akar penyebab kontroversi dalam pemilihan umum;

2. Membuat proses penghitungan suara jauh lebih cepat daripada sistem konvensional;

3. Mengurangi jumlah kertas yang digunakan sehingga menghemat banyak pohon yang membuat proses menjadi ramah lingkungan;

4. Mengurangi biaya pencetakan hampir nol karena hanya satu lembar kertas suara yang diperlukan untuk setiap Polling.

Lebih jauh beberapa manfaat dalam penerapan e- voting dijabarkan oleh Riera & Brown, (2014) diataranya adalah:

1. Mempercepat perhitungan suara. 2. Lebih akurat hasil perhitungan suara. 3. Menghemat biaya pengiriman surat suara. 4. Menghemat biaya pencetakan kertas suara.

(44)

5. Kertas suara dapat dibuat dalam beberapa versi bahasa.

6. Menyediakan akses informasi yang lebih banyak berkenaan dengan pilihan suara.

7. Menyediakan akses yang lebih baik bagi kaum yang mempunyai keterbatasan fisik (cacat).

8. Menyediakan akses bagi masyarakat yang mempunyai keterbatasan waktu untuk mendatangi tempat pemilihan suara (TPS); dan

9. Dapat mengendalikan pihak yang tidak berhak untuk memilih misalnya mereka yang dibawa umur.

c. Kelemahan E- Voting

Namun, di samping itu sejumlah keunggulan-unggulan di atas, e-voting juga mengandung beberapa kelemahan.

Pertama, jika terjadi kondisi di mana petugas pemilu tidak memiliki pengetahuan yang memadai tentang e-voting sehingga pelaksanaan e-voting gagal. Mengkhawatirkan apabila teknologi e-voting gagal, makan akan mengurangi legitimasi terhadap pemilu. (Moynihan, 2015)

Kedua, bagi sejumlah kelompok pemilih (seperti kelompok pemilih usia lanjut), e-voting berpotensi tidak disukai. (Roseman & Stephenson, 2014) dalam Pemilihan Gubernur dinegara bagian Georgia, Amerika Serikat, menujukkan bahwa ternyata pemilihan dengan menggunakan teknologi tinggi (e-voting) tidak cukup disukai oleh para calon pemilih yang termasuk katagori berusia tua (di atas 65 tahun). Mesin e-voting juga bisa sangat sulit untuk beberapa pemilih untuk digunakan. Jika seluruh suara yang ditampilkan kepada pemilih (sebuah alat yang

(45)

menampilkan “seluruh wajah”), mesin e-voting mungkin besarnya seukuran lemari es. Keberadaan mesin seperti itu, bagi pemilih cacat, misalnya tuna netra, atau yang lebih pendek tubuhnya dibandingkan dengan mesin e-voting akan mengalami kesulitan fisik dalam menggunakan mesin e-voting.

Ketiga, persoalan mendasar adalah mengenai jaminan akan kerahasiaan. Faktor penggunaan teknologi dalam sistem e-voting (misalnya menggunakan mesin) membuat timbul pertanyaan akan jaminan kerahasiaan pilihan pemili (Wolchok, Wustrow, & Halderman, 2015).

Keempat, yakni jaminan akan keamanan dan kebebasan dalam memilih (free and fair). Menurut (Kersting & Baldersheim, 2014), sebuah pemilihan yang bebas dicirikan dengan tidak adanya manipulasi dalam proses pemilihan. Problemnya kemudian, bila dalam pemilihan dengan unsur konvensional, adalah sesuatu yang normal bahwa unsur kerahasiaan, kebebasan dan keamanan ditanggung oleh penyelenggaraan Pemilu, maka dalam pemilihan dengan sistem e-voting (terutama jika pemilihan itu menggunakan internet), siapa yang bertanggung jawab dan sampai sejauh mana juga tiga unsur tersebut dapat dijamin? Sampai saat ini, (Kersting & Baldersheim, 2014) menilai bahwa jawaban atas pertanyaan tersebut masih menjadi perdebatan.

Strategi untuk memanipulasi suara dengan menggunakan metode e-voting misalnya, menggunakan benda asing untuk memastikan mesin mati atau tidak bekerja, yang bisa menyebabkan pendukung potensial dari kandidat lainnya gagal. Juga, seseorang yang memiliki akses terhadap mesin e-voting bisa memanipulasi

(46)

total perolehan suara sebelum, selama, dan setelah pemilu. (Alvarez, Hall, & Trechsel, 2014)

F. Kerangka Pikir

Menurut Uma mengemukakan bahwa” kerangka fikir merupakan model konseptual tentang bagaimana teori berhubungan dengan berbagai factor yang telah diidentifikasi sebagai hal penting, dengan demikian maka kerangka fikir adalah sebuah pemahaman dan paling mendasar dan menjadi dan pondasi bagi setiap pemikiran atau suatu bentuk proses dari keseluruhan dan penelitian yang akan di lakukan . Berdasarkan uraian diatas maka penulis menyusun skema kerangka konseptual berikut.

Bagan Kerangka Pikir

ss

Evaluasi Kebijakan Pemilihan Kepala Desa Bebasis eletronik (E-voting) Di Desa Rappoa Kecamatan Pa’jukukang Kabupaten Bantaeng

Kriteria Evaluasi Kebijakan 1. Effectiveness (Efektivitas ) 2. Effeciency (Efisiensi) 3. Adequacy (kecukupan) 4. Leveling out (Perataan)

5. Responsivitay (Responsiviti) 6. Accuracy (ketepatan)

Hasil Evaluasi kebijakan Faktor Pendukung 1. dukungan dari Pemerintah 2. Perangkat Elektronik Faktor Penghambat SDM Kurang Memadai

(47)

G. Deskripsi focus penelitia 1. Efektifitas

Efektivitas adalah apabila suatu kebijakan yang telah dikeluarkan pemerintah tepat pada sasaran dan tujuan yang diinginkan. Keinginan pemerintah dalam mengeluarkan kebijakan supaya nilai-nilai yang diinginkan sampai kepada publik. Agar masalah-masalah yang ada dilingkungan masyarakat dapat diatasi dengan baik.

2. Efisiensi

Efisiensi adalah jumlah usaha yang diperlukan untuk menghasilkan tingkat efektivitas yang dikehendaki. Dimana didalam efisiensi dari sebuah kebijakan melihat berapa sumber daya yang digunakan untuk penerapan sebuah kebijakan. Kebijakan yang telah diimplementasikan pemerintah untuk mengetahui seberapa banyak usaha yang diperlukan untuk mencapai hasil yang diinginkan.

3. Kecukupan

Kecukupan adalah berkenaan dengan seberapa jauh suatu kebijakan tingkat efektivitas memuaskan kebutuhan, nilai, atau kesempatan yang menumbuhkan adanya masalah.

4. Perataan

Pemerataan adalah berkenaan dengan pemerataan distribusi manfaat dari suatu kebijakan. Dapat dilihat dari pemerataan adalah apakah manfaat distribusi ini merata kepada kelompokkelompok yang berbeda, dimana ada beberapa unsur kelompok dari kebijakan yang harus diperhatikan yaitu dengan indikator:

(48)

b. Kelompok swasta sebagai objek kebijakan.

c. Kelompok masyarakat sebagai impact dari kebijakan. 5. Responsivitas

Responsivitas adalah berkenaan dengan seberapa jauh suatu kebijakan dapat memuaskan kebutuhan, preferensi, atau nilai kelompok-kelompok masyarakat yang menjadi target kebijakan. Kebijakan ingin melihat bagaimanakah tanggapan dari masyarakat yang menjadi kelompok target kebijakan. Indikatornya adalah respon masyarakat terhadap kebijakan.

6. Ketepatan

Ketepatan adalah berkenaan dengan pertanyaan apakah kebijakan tersebut tepat untuk masyarakat. Apakah kebijakan yang telah diimplementasikan pemerintah adanya antara tujuan (hasil) yang diperoleh, benar-benar bernilai/ bermanfaat. Untuk ketepatan alternatif yang digunakan dapat diukur dengan indikator: ketepatan dari produk kebijakan.

Faktor-faktor yang mempengaruhi Electronic Voting.

1.faktor pendukung adalah semua faktor yang turut mendorong ,menyokong,melancarkan, menunjang, membantu dan sebagainya terjadinya sesuatu.

2. faktor penghambat adalah semua jenis faktor yang sifatnya menghambat atau bahkan menghalangi dan menahan terjadinya sesuatu.

(49)

36 BAB III

METODE PENELITIAN A. Waktu dan lokasi penelitian

Waktu Penelitian ini dilaksankan lebih 2 dua bulan setelah seminar proposal. Lokasi penelitian dilakukan pada Desa Rappoa Kecamatan Pa’jukukang Kabupaten Bantaeng. Adapun Alasan peneliti memilih lokasi tersebut, karena Desa Rappoa merupakan salah satu desa yang telah melaksanakan pemilihan kepala desa dengan sistem e-voting.

B. Jenis dan tipe penelitian

Jenis dan tipe penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah: 1.Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini adalah penelitian kualitatif, adalah penelitian untuk menjawab sebuah permasalahan secara mendalam dalam konteks waktu dan situasi yang bersangkutan, dilakukan secara wajar dan alami sesuai dengan kondisi objektif dilapangan. Landasan teori dimanfaatkan sebagai pemandu agar focus penelitian sesuai dengan fakta dilapangan Sugiyono (2012). Proses penelitian yang dimaksud antara lain melakukan pengamatan terhadap narasumber, berinteraksi dengan mereka dan berupaya dalam memahami bahasa dan tafsiran mereka. Untuk itu peneliti harus terjun dalam lapangan dalam waktu yang cukup lama.

2.Tipe Penelitian

Tipe penelitian ini adalah fenomenologi menurut Kuswarno (2009), fenomenologi adalah studi yang mempelajari fenomena seperti penampakan,

(50)

segala hal yang muncul dalam pengalaman kita, cara kita mengalami sesuatu, dan makna yang kita miliki dalam pengalaman kita. Fenomenologi tidak hanya sekedar fenomena, akan tetapi pengalaman dari sudut pandang orang pertama atau yang mengalaminya secara langsung.

C. Sumber Data

Sumber data dalam penelitian ini di jaring dari sumber data primer dan sekunder sesuai dengan tujuan penelitian ini.

1. Data Primer

Sumber data primer adalah sumber data utama yang di gunakan untuk menjaring berbagai data dan informasi yang terkait dangan fokus yang dikaji. Hal ini dilakukan melalui metode wawancara dan observasi.

2. Data Sekunder

Sumber data sekunder adalah sumber data pendukung yang diperlukan untuk melengkapi data primer yang di kumpulkan. Hal ini dilakukan sebagai upaya penyesuaian dengan kebutuhan data lapangan. Data sekunder terutama diperoleh melalui dokumentasi.

D. Informan Penelitian

Adapun teknik pengumpulan informan dalam penelitian ini berdasarkan purposive sampling atau sengaja memlih orang yang di anggap memberikan informasi yang akurat sesuai maksud penelitian yaitu tentang, evaluasi kebijakan pemilhan kepala Desa Berbasis Elektronik Voting (e-voting) Pada Pemilihan Kepala Desa Rappoa Kecamatan Pa’jukukang Kabupaten Bantaeng”. Adapun informan tersebut adalah:

(51)

Tabel 1. Informan Penelitian

Nama Inisial Jabatan Ket

1. Chaeruddin Arsyad CA Kepala Dinas 1

2. Kamaruddin KM Kepala badan

Pemerintah Desa

1 3. Faisal Ismail FI Ketua BPD Desa

Rappoa

1

4. Saharuddin SA Ketua Panitia 1

5. Sumarni Sahir SS Sekretaris Panitia 1

6. Asmawati AS Masyarakat 1

7. Muh Takim MT Masyarakat 1

8. Samsul Bahri SS Masyarakat 1

Total Informan 8 orang

E. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang di gunakan oleh penulis dalam penelitian ini meliputi:

1. Observasi, yaitu penulis melakukan pengamatan dan pencatatan langsung yang secara sistematis terhadap penelitian tentang evaluasi kebijakan pemilihan kepla desa berbasis eletronik (e-voting)

2. Wawancara yang digunakan oleh peneliti adalah wawancara bebas terstruktur, artinya peneliti mengadakan wawancara langsung dengan unsur pemerintah daerah, kecamatan, peneyelenggara e-voting , dan masyarakat, dan wawancara bebas artinya peneliti bebas mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang telah disiapkan sebelumnya.

3. Studi pustaka, yaitu pengambilan data dengan membaca literature atau hasil-Hasil penelitian yang relevan dengan evaluasi kebijakan pemilihan kepla desa berbasis eletronik (e-voting).

(52)

F. Teknik Analisis Data

Pengujia dataMenurut Miles dan Huberman dalam (Sugiyono, 2012) penelitian kualitatif dilakukan secara interaktif dan berlangsung secara terus menerus sampai tuntas, sehingga datanya sudah jenuh. Hal-hal yang dilakukan dalam analisis data, yaitu reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan.

1. Reduksi data, dalam tahap ini penulis melakukan pemilihan, dan pemusatan perhatian untuk penyederhanaan, abstraksi, dan transformasi data kasar yang diperoleh.

2. Penyajian data, penulis mengembangkan sebuah deskripsi informasi tersusun untuk menarik kesimpulan dan pengambilan tindakan. Display data atau penyajian data yang lazim digunakan pada langkah ini adalah dalam bentuk teks naratif.

3. Penarikan kesimpulan, penulis berusaha menarik kesimpulan dan melakukan verifikasi dengan mencari makna setiap gejala yang diperolehnya dari lapangan, mencatat keteraturan dan konfigurasi yang mungkin ada, alur kausalitas dari fenomena, dan droposisi.

G. Keabsahan Data

Sugiyono (2012), Data penelitian yang dikumpulkan diharapkan dapat menghasilkan penelitian yang bermutuatau data yang kredibel, oleh karena itu peneliti melakukan pengabsahan data dengan berbagai hal sebagai berikut :

(53)

Peneliti akan melakukan perpanjangan masa pengamatan jika data yang dikumpulkan dianggap belum cukup, maka dari itu peneliti dengan melakukan pengumpulan data, pengamatan dan wawancara kepada informan baik dalam bentuk pengecekan data maupun mendapatkan data yang belum diperoleh sebelumnya. Oleh karena itu, peneliti menghubungi kembali para informan dan mengumpulkan data sekunder yang masih diperlukan.

2. Pencermatan Pengamatan

Data yang diperoleh peneliti dilokasi penelitian akan diamati secara cermat untuk memperoleh data yang bermakna. Oleh karena itu, peneliti akan memperhatikan dengan secara cermat apa yang terjadi dilapangan sehingga dapat memperoleh data yang sesungguhnya.

3. Triangulasi

Untuk keperluan triangulasi maka dilakukan tiga cara yaitu :

a. Triangulasi Sumber yaitu Pengumpulan data yang dilakukan dengan cara mengecek pada sumber lain keabsahan data yang telah diperoleh sebelumnya.

b. Triangulasi Teknik yaitu Pengumpulan data yang diperoleh dari satu sumber dengan menggunakan bermacam-macam cara atau teknik tertentu untuk diuji keakuratan dan ketidak akuratannya.

c. Triagulasi Waktu yaitu Triagulasi waktu berkenan dengan waktu pengambilan data yang berbeda agar data yang diperoleh lebih akurat dan kredibel dari setiap hasil wawancara yang telah dilakukan pada informan.

(54)

41 BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi atau Karakteristik Obyek Penelitan

a. Keadaan Geografis Desa

Desa Rappoa adalah desa ada di kecamatan pa’jukukang, yang terletak dibagian selatan Kabupaten Bantaeng dengan jaraka ± 3 km dari kota Bantaeng ,luas wilayah ± 3,2 km2 dengan batas-batas wilayah.

Kondisi Geografis Desa Rappoa adalah sebagai berikut:

Batas adminatrasi dan batas fisik Desa Rappo Kecamatan Pajukukang adalah sebagai berikut:

 Sebelah Utara dengan Wilayah Desa Biangloe

 Sebelah Timur dengan Wilayah Desa Lumpangan

 Sebelah Barat dengan Wilayah Kelurahan Lamalaka

 Sebelah Selatan dengan Wilayah Laut Flores

Desa Rappoa terdiri dari 5 Dusun, 10 Rukun keluarga (RK),dan 11 Rukun Tetangga (RT).

Wilayah Desa Rappoa trletak pada ketinggian 250 meter dari permukaan laut, berada disamping Laut Flores, dan memiliki tanah yang cukup subur yntuk lahan pertanian sawah dan lautnya di manfaatkan untuk pembudidayaan rumput laut. Iklim Desa Rappoa pada umumnya memiliki suhu rata-rata sebesar berkisar antara 22º cm sampain 35º dengan tingkat curah hujan 65 mm/tahun . Curah hujan hanya dapat terbilang sedang dai terdapat 2 musim yaitu musim hujan dan musim kemarau. Musim hujan dimulai sejak bulan Desember-Februari dan di manfaatkan

(55)

pada musim ini petani juga biasanya petani menanam palawija (kacang tana, kedelai, jagung dan kacang hijau) dan bagi petani rumput laut biasanya melakukan pembibitan.

b. Hidrologi Dan Tata Air

Masyarakat Desa Rappoa menggunakan dua macam sumbe mata air untuk memenuhi kebutuhan mereka, yaitu PDAM dan sumur biasa . pemenuhan air untuk lahan pertanian bersumber dari air hujan dan air palappa yang bersumber dari kampong bonto- bonto . sedangkan pemenuhan air bersih sehari-hari mengunakan air PDAM dan sebagian warga memanfatkan air sumur. Air PDAM paling banyak diakses oleh Dusun Rappoa, Dusun sapa-sapa dan air sumur paling abnyak digunakan oleh Dusun Boddong, Tonrokassi dan Kampung Toa. Namun untuk sumur warga sendiri,masih ada yang kurang jerni terutama bagi warga yang tinggal pesisi pantai.di Desa Rappoa juga terdapat satu juga sumber mata air yang yang disebut dengan nama Bungung Rappoa yang airnya cukup jerni dan layak dikomsumsi untuk masyarakat khususnya di Dusun Kampung Toa, dan menurut masyarakat Desa Rappoa sumur tersebut menjadi kebanggan masyarakat Desa Rappoa Karena ketika Desa Rappoa tengah dalam kedaan musim kemarau, sumur tersebut adalah salasatuya sumru yang tidsak kering bahkan air berkelimpahan, dan konon, sumur sudah ada sejak jaman Majapahit.

c. Kondisi Umum Demografi Daerah

Jumlah penduduk Desa Rappoa sebanyak 1.617 jiwa dengan jumlah rumah tangga 378 Kepala Keluarga. Jumlah penduduk perempuan 808 jiwa sedangkan laki-laki 809 jiwa. Jumlah penduduk Desa Rappoa.

Gambar

Tabel 1. Informan Penelitian
Tabel  3  Jumlah  dan  Proporsi  menurut  jenis  kelamin  Per  Dusun  Desa  Rappoa.
Gambar 1.1 cara pemilihan e-voting
Gambar 2.1 proses pemungutan suara E-Voting
+5

Referensi

Dokumen terkait

Analisis terhadap data bobot relatif menunjukkan bahwa kandungan protein ransum (15 vs 19%) tidak nyata (P>0,05) berpengaruh terhadap bobot relatif segmen saluran pencernaan anak

‫ج‪ .‬تقرير حاله‪ ،‬عدده واحدة وعشرون مجلة يف كتاب عظة الناشئني‪.‬‬ ‫د‪ .‬بيان إمكان حاله‪ ،‬عدده واحد فقط يف كتاب عظة الناشئني‪.‬‬ ‫ه‪

Gatekeeper atau pelaku gatekeeping memiliki peran penting dalam proses produksi media massa, karena sosok inilah yang akan menentukan layak atau tidaknya

Penelitian lain oleh Akustia Kanam (2006) yang menguji pengaruh penerapan metode akuntansi persediaan FIFO dan average terhadap price earnings ratio pada

Hadisiswanto Anwar, SH, M.Si Pembina Utama Muda

Berdasarkan hasil penelitian Marpaung (2013) menyatakan bahwa kisaran DO perairan yang menunjang komunitas sampel makrozoobentos berkisar antara 4–6 mg/l. Nilai DO tersebut

Maka dari itu, penulis ingin mengidentifikasi apakah disparitas harga dan kualitas layanan mempunyai pengaruh terhadap loyalitas pelanggan yang dituangkan dalam judul: “Pengaruh

Ancak, kesin olarak bildiğimiz bir şey var ise, o da şudur; ebter tohumlardan elde edilen mahsulleri (ürünleri) tükettiğimiz takdirde, hastalıklara karşı önleyici ve