• Tidak ada hasil yang ditemukan

pembahasan , laporan fotogrametri

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "pembahasan , laporan fotogrametri"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Geografi adalah ilmu yang mempelajari tentang persamaan dan perbedaan fenomena geosfer dilihat dari sudut pandang kewilayahan, kelingkungan, dalam konteks keruangan. Geografi yang mengkaji tentang aspek ruang dan tempat pada berbagai skala dimuka bumi yang menekankan bahan kajiannya adalah gejala – gejala alam dan kehidupan yang membentuk suatu lingkungan. Gejala alam dan lingkungan tersebut merupakan hasil proses yang terjadi di bumi dan memberikan dampak bagi makhluk hidup yang ada di permukaan bumi. Gejala – gejala geografi yang ada biasanya disajikan dalam berbagai bentuk tampilan geografi seperti dalam bentuk foto udara dan peta. Untuk menghasilkan suatu informasi dari foto udara dan peta maka perlu adanya interpretasi dan pengukuran.

Pada Manual of Photogrametry edisi lama (dalam Sutanto, 1983) fogrametri didefinisikan sebagai ilmu atau seni untuk memperoleh ukuran terpercaya dengan menggunakan foto. Definisi fogrametri diperluas lagi maka pada tahun 1975 The American Sociaty of Photogrammetri mendefinisikan fotogrametri adalah seni, ilmu, dan teknologi untuk memperoleh informasi terpercaya tentang objek fisik dan lingkungan dengan melalui proses perekaman, pengukuran, dan interpretasi citra pada foto dan pola radiasi elektromagnetik serta gejala lain. Sedangkan pada fotogrametri analitik dilakukan penghitungan matematik untuk pengukuran peta pada foto atau citra lainnya sebagai bahan masukan.

Kegiatan dalam fotogrametri berupa pengukuran dan pembuatan peta berdasarkan foto udara. Berdasarkan hal yang diukur berupa objek – objek yang tergambar pada foto udara, perlu pula pengenalan objek – objek tersebut. Mengingat dalam fotogrametri juga dipelajari pengenalan objek yang lazimnya termasuk bidang interpretasi foto udara. Antara pengukuran dan pengenalan objek, pengukuranlah yang menjadi tujuan utamanya.

Fotogrametri diperlukan dalam interpretasi foto udara untuk kuantitatif perwujudan medan dalam aspek jarak, luas, lereng, tinggi, dan volume. Lebih dari itu fotogrametri diperlukan untuk menyusun peta hasil interpretasi foto udara sehingga tiap objek dapat diletakkan pada lokasi yang benar.

1.2 Tujuan Praktikum

Tujuan penulisan dalam laporan ini dibedakan menjadi dua tujuan yaitu tujuan utama yang berkaitan dengan judul dan masalah dan tujuan sekunder yaitu suatu tulisan yang lebih bersifat subjektif.

(2)

Tujuan utama dari penulisan laporan ini yaitu untuk mengetahui luas keseluruhan daerah, luas bentukan lahan, luas kemiringan lereng, dan luas penggunaan lahan di kecamatan Klungkung dan kecamatan Sidemen.

Tujuan sekunder dari penulisan laporan ini yaitu sebagai pemenuhan tugas akhir dalam praktikum fotogrametri dan sebagai penerapan ilmu yang telah diperoleh selama perkuliahan.

1.3 Manfaat Praktikum

Penulisan laporan praktikum fotogrametri ini diharapkan dapat memberikan manfaat baik yang bersifat teoritis maupun bersifat praktis. Adapun manfaat yang didapatkan adalah sebagai berikut :

1. Teoritis

Secara teoritis laporan praktikum fotogrametri ini dapat melengkapi kajian tentang luasan unit lahan di kecamatan Klungkung dan kecamatan Sidemen.

2. Praktis

Secara praktis laporan praktikum fotogrametri dapat menambah pengalaman dan pemahaman bagi penulis dalam cara menginterpretasi foto udara dan menghitung luasan unit lahan

1.4 Metode Praktikum  Sumber Data

Data yang dipergunakan sebagai sumber data dalam pembuatan laporan ini berasal dari foto udara inframerah berwarna semu kecamatan Klungkung, kabupaten Klungkung dan kecamatan Sidemen, kabupaten Karangasem dan peta RBI kecamatan Klungkung, kabupaten Klungkung dan kecamatan Sidemen, kabupaten Karangasem dan berbagi data lainnya yang relevan dengan tujuan pembuatan laporan dan dapat menunjang terlaksanakannya proses penyusunan laporan.

 Pengumpulan Data

Penulisan laporan ini menggunakan metode diskusi dan metode study pustaka. Metode diskusi dilakukan dengan cara berdiskusi dengan anggota kelompok untuk membicarakan permasalahan yang ditemui dalam praktik fotogrametri sehingga tidak mengalami kekeliruan dalam penyusunan laporan. Sedangkan metode study pustaka didasarkanatas hasil study terhadap berbagai literature yang berhubungan satu sama lain yang relevan.

(3)

BAB II PEMBAHASAN 2.1 Teori

A. Pengertian Fotogrametri

Pada Manual of Photogrametry edisi lama (dalam Sutanto, 1983) fogrametri didefinisikan sebagai ilmu atau seni untuk memperoleh ukuran terpercaya dengan menggunakan foto. Definisi fogrametri diperluas lagi maka pada tahun 1975 The American Sociaty of Photogrammetri mendefinisikan fotogrametri adalah seni, ilmu, dan teknologi untuk memperoleh informasi terpercaya tentang objek fisik dan lingkungan dengan melalui proses perekaman, pengukuran, dan interpretasi citra pada foto dan pola radiasi elektromagnetik serta gejala lain. Sedangkan pada fotogrametri analitik dilakukan penghitungan matematik untuk pengukuran peta pada foto atau citra lainnya sebagai bahan masukan.

Kegiatan dalam fotogrametri berupa pengukuran dan pembuatan peta berdasarkan foto udara. Berdasarkan hal yang diukur berupa objek – objek yang tergambar pada foto udara, perlu pula pengenalan objek – objek tersebut. Mengingat dalam fotogrametri juga dipelajari pengenalan objek yang lazimnya termasuk bidang interpretasi foto udara. Antara pengukuran dan pengenalan objek, pengukuranlah yang menjadi tujuan utamanya.

Fotogrametri diperlukan dalam interpretasi foto udara untuk kuantitatif perwujudan medan dalam aspek jarak, luas, lereng, tinggi, dan volume. Lebih dari itu fotogrametri diperlukan untuk menyusun peta hasil interpretasi foto udara sehingga tiap objek dapat diletakkan pada lokasi yang benar.

Dalam melaksanakan praktek fotogrametri digunakan pendekatan-pendekatan, sebagai berikut :

- Kemiringan Lereng

Lereng adalah Kenampakan permukaan alam disebabkan adanya beda tinggi apabila beda tinggi dua tempat tersebut dibandingkan dengan jarak lurus mendatar sehingga akan diperoleh besarnya kelerengan (clope). Bentuk Lereng tergantung pada proses erosi juga gerakan tanah dan pelapukan. Lereng merupakan parametertopografi yang terbagi dalam dua bagian yaitu kemiringan lereng dan beda tinggi relative, dimana kedua bagian tersebut besar pengaruhnya terhadap penilaian suatu lahan kritis. Bila dimana suatu lahan yang lahan dapat merusak lahan secara fisik, kimia, dan biologi ,sehingga akan membahayakan hidrologi produksi pertanian dan pemukiman. Salah satunya dengan menbuat Peta Kemiringan Lereng (Peta Kelas Lereng). Dengan pendekatan rumus “Went-Worth” yaitu pada peta topografi yang menjaadi dasar pembuatan peta kemiringan lereng dengan dibuat grid atau jaring-jaring berukuran 1 cm kemudian masing-masing bujur sangkarrr dibuat

(4)

garis horizontal. Suatu daerah dapat diukur ketinggiannya atau dapat diklasifikasikan kemiringan lerengnya dengan melihat jumlah garis yang terpotong dalam grid-grid yang telah dibuat. Kemudian hasilnya dihitung dan dapat di masukkan kedalam aturan hasil perhitungan kemiringan lereng. Sehingga dapat diperoleh hasil mengenai pengklasifikasian kemiringan lereng pada suatu daerah. Lereng adalah kenampakan permukaan alam disebabkan karena beda tinggi. Kemiringan lereng adalah perbandingan antara jarak lurus mendatar dengan beda tinggi suatu tempat.

-Bentuk Lahan

Hasil pengerjaan dan proses utama pada lapisan utama kerak bumi akan meninggalkan kenampakan bentuk lahan tertentu disetiap roman muka bumi ini . Kedua proses ini adalah proses endogen (berasal dari dalam) dan proses eksogen (berasal dari luar). Perbedaan intensitas , kecepatan jenis dan lamanya salah satu atau kedua proses tersebut yang bekerja pada suatu daerah menyebabkan kenmapakan bentuk lahan disuatu daerah dengan daerah lain umumnya berbeda.

Dilihat dari genesisnya (kontrol utama pembentuknya ), bentuk lahan dapat dibedakan menjadi :

• Bentuk asal struktural • Bentuk asal vulkanik • Bentuk asal fluvial • Bnetuk asal marine

• Bnetuk asal pelarutan karst • Bnetuk asal Aeolen / Glasial • Bentuk asal denudasional

• BENTUK LAHAN ASAL STRUKTURAL

Bentuk lahan struktural terbentuk karena adanya proses endogen atau proses tektonik, yang berupa pengangkatan, perlipatan, dan pensesaran. Gaya (tektonik) ini bersifat konstruktif (membangun), dan pada awalnya hampir semua bentuk lahan muka bumi ini dibentuk oleh control struktural. Pada awalnya struktural antiklin akan memberikan kenampakan cekung, dan structural horizontal nampak datar. Umumnya, suatu bentuk lahan structural masih dapat dikenali, jika penyebaran structural geologinya dapat dicerminkan dari penyebaran reliefnya.

• BENTUK LAHAN ASAL VULKANIK

Volkanisme adalah berbagai fenomena yang berkaitan dengan gerakan magma yang bergerak naik ke permukaan bumi. Akibat dari proses ini terjadi berbagai bentuk lahan yang secara umum disebut bentuk lahan vulkanik.Umumnya suatu bentuk lahan volkanik pada suatu wilayah kompleks gunung api lebih ditekankan pada aspek yang menyangkut aktifitas kegunungapian, seperti : kepundan, kerucut semburan, medan-medan lahar, dan sebagainya. Tetapi ada juga beberapa bentukan

(5)

yang berada terpisah dari kompleks gunung api misalnya dikes, slock, dan sebagainya.

• BENTUK LAHAN ASAL FLUVIAL

Bentukan asal fluvial berkaitan erat dengan aktifitas sungai dan air permukaan yang berupa pengikisan, pengangkutan, dan jenis buangan pada daerah dataran rendah seperi lembah, ledok, dan dataran alluvial. Proses penimbunan bersifat meratakan pada daerah-daerah ledok, sehingga umumnya bentuk lahan asal fluvial mempunyai relief yang rata atau datar. Material penyusun satuan betuk lahan fluvial berupa hasil rombakan dan daerah perbukitan denudasional disekitarnya, berukuran halus sampai kasar, yang lazim disebut sebagai alluvial. Karena umumnya reliefnya datar dan litologi alluvial, maka kenampakan suatu bentuk lahan fluvial lebih ditekankan pada genesis yang berkaitan dengan kegiatan utama sungai yakni erosi, pengangkutan, dan penimbunan.

• BENTUK LAHAN ASAL MARINE

Aktifitas marine yang utama adalah abrasi, sedimentasi, pasang-surut, dan pertemuan terumbu karang. Bentuk lahan yang dihasilkan oleh aktifitas marine berada di kawasan pesisir yang terhampar sejajar garis pantai. Pengaruh marine dapat mencapai puluhan kilometer kearah darat, tetapi terkadang hanya beberapa ratus meter saja. Sejauh mana efektifitas proses abrasi, sedimentasi, dan pertumbuhan terumbu pada pesisir ini, tergantung dari kondisi pesisirnya. Proses lain yang sering mempengaruhi kawasan pesisir lainnya, misalnya : tektonik masa lalu, berupa gunung api, perubahan muka air laut (transgresi/regresi) dan litologi penyusun.

• BENTUK LAHAN ASAL PELARUTAN (KARST)

Bentuk lahan karst dihasilkan oleh proses pelarutan pada batuan yang mudah larut. Menurut Jennings (1971), karst adalah suatu kawasan yang mempunyai karekteristik relief dan drainase yang khas, yang disebabkan keterlarutan batuannya yang tinggi. Dengan demikian Karst tidak selalu pada Batugamping, meskipun hampir semua topografi karst tersusu oleh batugamping.

• BENTUK LAHAN ASAL GLASIAL

Bentukan ini tidak berkembang di Indonesia yangb beriklim tropis ini, kecuali sedikit di Puncak Gunung Jaya Wijaya, Irian. Bentuk lahan asal glacial dihasilkan oleh aktifitas es/gletser yang menghasilkan suatu bentang alam.

• BENTUK LAHAN ASAL AEOLEAN (ANGIN)

Gerakan udara atau angin dapat membentuk medan yang khas dan berbeda dari bentukan proses lainnya. Endapan angin terbentuk oleh pengikisan, pengangkatan, dan pengendapan material lepas oleh angin. Endapan angin secara umum dibedakan menjadi gumuk pasir dan endapan debu (LOESS).

(6)

Medan aeolean dapat terbentuk jika memenuhi syarat-syarat:

 Tersedia material berukuran pasir halus-halus sampai debu dalam jumlah banyak

 Adanya periode kering yang panjang disertai angin yang mampu mengangkut dan mengendapkan bahan tersebut.

 Gerakan angin tidak terhalang oleh vegetasi atau obyek lainnya. • BENTUK LAHAN ASAL DENUDASIONAL

Proses denudasional (penelanjangan) merupakan kesatuan dari proses pelapukan gerakan tanah erosi dan kemudian diakhiri proses pengendapan. Semua proses pada batuan baik secara fisik maupun kimia dan biologi sehingga batuan menjadi desintegrasi dan dekomposisi. Batuan yang lapuk menjadi soil yang berupa fragmen, kemudian oleh aktifitas erosi soil dan abrasi, tersangkut ke daerah yang lebih landai menuju lereng yang kemudian terendapkan. Pada bentuk lahan asal denudasional, maka parameter utamanya adalah erosi atau tingkat. Derajat erosi ditentukan oleh : jenis batuannya, vegetasi, dan relief.

- Penggunaan Lahan

Penggunaan lahan merupakan bentuk campur tangan manusia terhadap lahan untuk memenuhi sebagian dari kebutuhan hidupnya .Meskipun faktor campur tangan manusia relatif kuat, tetapi di dearah (misalnya di Indonesia) terdapat kecenderungan bahwa manusia menyesuaikan diri dengan kondisi lahannya. Topografi (relief) , ketersediaan air, dan sifat-sifat tanah merupakan faktor dominan yang mendorong manusia cenderung beradaptasi dengan mengembangkan bentuk penggunaan lahan yang lebih sesuai.

Faktor-faktor tersebut diatas biasanya berkaitan dengan ekspresi medan yang tampak lebih jelas pada citra. Medan dapat diartikan sama dengan lahan, sehingga satuan medan biasanya sudah memuat informasi mengenai penggunaan lahan.

Dengan melihat kaitan ekologis antara bentuk penggunaan lahan dan faktor-faktor tersebut, maka interpretasi citra untuk pemetaan penggunaan lahan dapat menggunakan analisis medan.

Klasifikasi penggunaan lahan merupakan pedoman atau acuan dalam proses interpretasi apabila data pemetaan penggunaan lahan menggunakan citra penginderaan jauh. Tujuan klasifikasi supaya data yang dibuat informasi yang sederhana dan mudah dipahami. Sedangkan para ahli berpendapat penggunaan lahan yaitu segala macam campur tangan manusia, baik secara menetap maupun berpindah – pindah terhadap suatu kelompok sumberdaya alam dan sumberdaya buatan, yang secara keseluruhan disebut lahan, dengan tujuan untuk mencukupi kebutuhan baik material maupun spiritual, ataupun kedua – duanya.

Pengelompokan objek-objek ke dalam klas-klas berdasarkan persamaan dalam sifatnya, atau kaitan antara objek-objek tersebut disebut dengan klasifikasi. Klasifikasi

(7)

adalah penetapan objek - objek kenampakan atau unit - unit menjadi kumpulan - kumpulan di dalam suatu sistem pengelompokan yang dibedakan berdasarkan sifat - sifat yang khusus berdasarkan kandungan isinya. Klasifikasi penggunaan lahan merupakan pedoman atau acuan dalam proses interpretasi apabila data pemetaan penggunaan lahan menggunakan citra penginderaan jauh. Tujuan klasifikasi supaya data yang dibuat informasi yang sederhana dan mudah dipahami.

2.2 Alat dan Hasil

Tahapan cara membuat peta unit lahan secara manual. 1. Tahapan penyiapan

a. Menyiapakan alat dan bahan Alat

No Nama alat Gambar 1 Stereoskop cermin 2 Foto udara 3 Penggaris -4 Kater -5 Gunting -keterangan :

- Pengenalan stereoskop cermin

Suryadi (2004) menjelaskan stereoskop cermin juga salah satu alat yang dapat digunakan untuk mengamati kenampakan stereoskopis (tiga dimensional). Kelebihan alat ini apabila dibandingkan dengan stereoskop saku adalah ukurannya yang lebih besar, sehingga dapat digunakan untuk foto udara yang mempunyai

(8)

ukuran yang lebih besar. Alat ini terdiri dari komponen-komponen utama sebgai berikut :

• Kerangka lensa :

Ini dilengakapi dengan 2 buah cermin dan 2 buah prisma, di dukung dengan 2 pasang kaki yang dapat dilipat, yang dilengkapi dengan skrup untuk mengatur alat supaya tidak goyang.

• Lensa pembesar :

Digunakan membantu dalam pengamatan, dan dapat digerak – gerakkan ( menghadap / menjauhi prisma )

• Binokuler :

Yaitu sepasang lensa yang dapat digunakan untuk pembantu dalam pengamatan ( perbesaran 3 kali ), dilengkapi dengan cincin pengantur lensa. • Paralaks :

Yaitu alat yang digunakan untuk pembaca paralaks, selanjutnya dipakai untuk menentukan beda paralaks.

BAHAN No Nama Bahan 1 Pensil 2 Drawing Pen 3 Penghapus 4 Plaster 5 Plastik Transparan

2. Hasil Perhitungan Luas

Luas Keseluruhan = (120.131 x 1 mm2)x (25.000 cm)2 = 120.131 mm2 x 625.000.000 cm2 = 1.201,31 cm2 x 625.000.000 cm2 = 750.818.750.000 cm2 = 7508,1875 ha a. Bentuk Lahan - Alluvial = (73.974 x 1 mm2) x (25.000 cm)2 = 73.974 mm2 x 625.000.000 cm2 = 739,74 cm2 x 625.000.000 cm2 = 462.337.500.000 cm2 = 4.623,375 ha - Denudasional 1 = (4.751 x 1 mm2) x (25.000 cm)2 = 4.751 mm2 x 625.000.000 cm2

(9)

= 47,51 cm2 x 625.000.000 cm2 = 29.693.750.000 cm2 = 296,9375 ha - Denudasional 2= (41.406 x 1 mm2) x (25.000 cm)2 = 41.406 mm2 x 625.000.000 cm2 = 414,06 cm2 x 625.000.000 cm2 = 258.787.500.000 cm2 = 2.587,875 ha b. Kemiringan lereng - KL I = (73.974 x 1 mm2) x (25.000 cm)2 = 73.974 mm2 x 625.000.000 cm2 = 739,74 cm2 x 625.000.000 cm2 = 462.337.500.000 cm2 = 4.623,375 ha - KL II = (41.406 x 1 mm2)x (25.000 cm)2 = 41.406 mm2 x 625.000.000 cm2 = 414,06 cm2 x 625.000.000 cm2 = 258.787.500.000 cm2 = 2.587,875 ha - KL III = (4.265 x 1 mm2) x (25.000 cm)2 = 4.265 mm2 x 625.000.000 cm2 = 42,65 cm2 x 625.000.000 cm2 = 26.656.250.000cm2 = 266,5625 ha - KL IV = (486 x 1 mm2) x (25.000 cm)2 = 486 mm2 x 625.000.000 cm2 = 4,86 cm2 x 625.000.000 cm2 = 3.037.500.000 cm2 = 30,375 ha c. Penggunaan Lahan - Permukiman = (12.429 x 1 mm2) x (25.000 cm)2 = 12.429 mm2 x 625.000.000 cm2 = 124,29 cm2 x 625.000.000 cm2 = 77.681.250.000 cm2 = 776,8125 ha - Sawah = (50.981 x 1 mm2) x (25.000 cm)2 = 120.131 mm2 x 625.000.000 cm2

(10)

= 509,81 cm2 x 625.000.000 cm2 = 318.631.250.000 cm2 = 3.186,3125 ha - Tegalan = (9.273 x 1 mm2) x (25.000 cm)2 = 9.273 mm2 x 625.000.000 cm2 = 92,73 cm2 x 625.000.000 cm2 = 57.956.250.000 cm2 = 579, 5625 ha - Kebun Campur = (42.697 x 1 mm2) x (25.000 cm)2 = 42.697 mm2 x 625.000.000 cm2 = 426,97cm2 x 625.000.000 cm2 = 258.787.500.000 cm2 = 2.668,5625 ha - Hutan = (4.751 x 1 mm2) x (25.000 cm)2 = 4751 mm2 x 625.000.000 cm2 = 47,51 cm2 x 625.000.000 cm2 = 29.693.750.000 cm2 = 296,9375 ha 2.3 PEMBAHASAN A. Tahap Pelaksanaan

Dalam tahap pelaksanaan ini ada 4 langkah yang harus dilakukan, yaitu:

1. Mozaik, yaitu kegiatan menggabungkan beberapa foto udara yang akan dikaji agar menghasilkan gambaran yang utuh dari daerah yang dikaji.

2. Melakukan interpretasi, yaitu suatu kegiatan yang dilakukan interpreter untuk menafsirkan suatu kenampakan yang terdapat pada foto udara. Sebelum menginterpretasi foto udara maka terlebih dahulu diperlukan adanya pemahaman terhadap Sembilan kunci interpretasi yang ada, diantaranya: rona atau warna, ukuran, bentuk, tekstur, pola, bayangan, situs, asosiasi dan konvergensi bukti.

3. Mendeliniasi dilakukan secara manual. Mendeliniasi yaitu memberikan batasan pada objek-objek yang nampak pada foto udara.

4. Membuat peta hasil interpretasi. Peta hasil interpretasi ini tergantung pada

pedekatan-pendekatan yang digunakan, yaitu pendekatan bentuklahan, kemiringan lereng, dan penggunaan lahan. Pembuatan peta ini disesuaikan dengan daerah yang di kaji dan fenomena yang ada di daerah tersebut.

(11)

Gambar pada suatu peta terbentuk atas unsur titik (dot), garis (line), dan area (poligon). Poligon merupakan garis tertutup yang kedua ujungnya saling bertemu dan membentuk area. Area yang terbentuk ini akan membentuk luasan yang dapat kita ukur/hitung berapa besarnya. Menghitung luas suatu wilayah pada peta dapat kita lakukan secara manual dengan menggunakan Sistem Grid (Lillesand dan Kiefer dalam Sutanto, 1986)

Menghitung dengan menggunakan sistem grid adalah dengan meletakkan peta hasil interpretasi di atas kertas millimeter block yang berbentuk bujur sangkar dengan panjang sisinya 1 mm. Kemudian hitung berapa jumlah kotak yanga ada di dalam area tersebut dengan pedoman:

1. Kotak yang penuh dihitung satu

2. Jika ada kotak yang terpotong oleh poligon maka :

• Area yang berada di dalam lebih luas/sama dengan area yang berada di luar poligon, dihitung satu kotak

• Area yang berada di dalam lebih sempit dengan area yang berada di luar poligon, tidak dihitung.

Rumus yang di gunakan, yaitu:

L= (Jumlah Kotak X Luas 1 Kotak dalam mm2) X (Penyebut Skala)2

Daerah Kecamatan Klungkung, Kabupaten Klungkung dan Kecamatan Sidemen, Kabupaten Karangasem ini memiliki relief dari rendah hingga berbukit dengan kemiringan lereng yang beragam dari kemiringan lereng datar 0 – 2%, landai 2 – 8%, bergelombang 8 – 15%, dan terjal 15 – 40%. Bentukanlahan daerah ini adalah bentukanlahan asal denudasional dengan proses terkikis lemah hingga kuat berupa perbukitan denudasional dan bentukanlahan asal fluvial yang terdapat di sekitaran sungai berupa daratan alluvial yang subur. Penggunaan lahan di daerah ini sebagian besar berupa lahan sawah dan kebun campur, yang lainnya berupa permukiman, tegalan dan hutan.

Tabel Bentukanlahan di Kecamatan Klungkung, Kabupaten Klungkung dan Kecamatan Sidemen, Kabupaten Karangasem.

No Bentukanlahan Luas (ha)

1 Denudasional 1 (terkikis kuat) 296,9375

2 Denudasional 2 (terkikis lemah) 2.587,875

3 Aluvial 4.623,375

Tabel Kemiringan Lereng di Kecamatan Klungkung, Kabupaten Klungkung dan Kecamatan Sidemen, Kabupaten Karangasem.

(12)

1 I (datar) 0 – 2% 4.623,375

2 II (landai) 2 – 8% 2.587,875

3 III (bergelombang) 8 – 15% 266,5625

4 IV (terjal) 15 – 40% 30,375

Tabel Penggunaan Lahan di Kecamatan Klungkung, Kabupaten Klungkung dan Kecamatan Sidemen, Kabupaten Karangasem.

No Penggunaan Lahan Luas (ha)

1 Permukiman 776,8125 2 Sawah 3.186,3125 3 Tegalan 579, 5625 4 Kebun campur 2.668,5625 5 Hutan 296,9375 BAB III PENUTUP 3.1 Simpulan

Dalam tahap pelaksanaan ini ada 4 langkah yang harus dilakukan, yaitu: mozaik, melakukan interpretasi, mendeliniasi,dan membuat peta hasil interpretasi.

(13)

Menghitung dengan menggunakan sistem grid adalah dengan meletakkan peta hasil interpretasi di atas kertas millimeter block yang berbentuk bujur sangkar dengan panjang sisinya 1 mm

Rumus yang di gunakan, yaitu:

L= (Jumlah Kotak X Luas 1 Kotak dalam mm2) X (Penyebut Skala)2

Dari hasil perhitungan tersebut daerah Kecamatan Klungkung, Kabupaten Klungkung dan Kecamatan Sidemen, Kabupaten Karangasem ini memiliki relief dari rendah hingga berbukit. Penggunaan lahan di daerah ini sebagian besar berupa lahan sawah dan kebun campur, yang lainnya berupa permukiman, tegalan dan hutan.

3.2 Saran

Dengan penulisan laporan ini diharapkan dapat lebih memahami tentang langkah kerja praktikum fotogrametri serta kegunaannya, dimana fotogrametri dapat menghasilkan informasi yang lebih akurat dengan alat dan teknik-teknik yang dipergunakan seperti dapat menghitung luasan suatu daerah yang dikaji. Dengan keterbatasan kemampuan yang dimiliki penulis, diharapkan pembaca agar menambah literatur yang berkaitan dengan perhitungan fotogrametri.

Gambar

Tabel Penggunaan Lahan di Kecamatan Klungkung, Kabupaten Klungkung dan Kecamatan  Sidemen, Kabupaten Karangasem.

Referensi

Dokumen terkait

Status keberlanjutan sistem penyuluhan perikanan era desentralisasi di Indonesia dapat dijelaskan melalui 56 atribut dengan rincian atribut pada dimensi kelembagaan sebanyak

Hasil penelitian menujukan bahwa kualitas auditor eksternal, komite audit, proporsi komisaris independen dan return on asset tidak berpengaruh signifikan terhadap

Kemudian untuk mengatasi kecanduan game online siswa X tersebut  maka  usaha  bimbingan  konseling  di  SMP  Pawiyatan  Surabaya  adalah  dengan  menggunakan 

menuliskan lambang bilangan Romawi sama dengan yang telah kalian pelajari

Sugiarto, SpPD, KEMD, FINASIM selaku Ketua Program Studi PPDS I Interna, yang telah membimbing dan memberikan pengarahan dalam penyusunan tesis ini, serta memberikan

Dari kajian dengan menggunakan PUNA ini dapat disimpulkan bahwa wahana PUNA dapat menghasilkan data geospasial dengan ketelitian tinggi kurang dari 1 meter.PUNA

Semakin banyaknya café yang beroperasi di Kota Bandung, menuntut para pengelola café & restoran harus lebih kreatif dalam menampilkan konsep café atau konsep

(3) Kop Naskah Dinas sebagaimana dimaksud dalam pasal 14 ayat (3) digunakan untuk naskah dinas yang ditandatangani oleh Pimpinan lnstansi atau Pejabat lain yang