• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Walton dalam Kossen (1987) mengatakan bahwa quality of work life

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Walton dalam Kossen (1987) mengatakan bahwa quality of work life"

Copied!
39
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Quality of Work Life

2.1.1. Pengertian Quality of Work Life

Menurut Walton dalam Kossen (1987) mengatakan bahwa quality of work life (kualitas kehidupan bekerja) atau disingkat QWL adalah seberapa efektifnya organisasi memberikan respon pada kebutuhan–kebutuhan karyawan.

Menurut Cascio (2003), quality of work life karyawan merupakan salah satu tujuan penting dalam memenuhi kebutuhan dan keinginan pegawai. Cascio (2003) mengatakan bahwa quality of work life dapat didefinisikan sebagai persepsi karyawan tentang kesejahteraan mental dan fisiknya ketika bekerja. Ada dua pandangan mengenai maksud dari quality of work life. Pertama, quality of work life adalah sejumlah keadaan dan praktek dari organisasi (contoh: pengayaan penyelia yang demokratis, keterlibatan pekerja, dan kondisi kerja yang aman). Sementara yang kedua, quality of work life adalah persepsi karyawan bahwa mereka ingin rasa aman, mereka merasa puas, dan mendapatkan kesempatan untuk tumbuh dan berkembang sebagai layaknya manusia.

Menurut Lau & May (1998), quality of work life didefinisikan sebagai strategi tempat kerja yang mendukung dan memelihara kepuasan karyawan dengan tujuan untuk meningkatkan kondisi kerja karyawan dan organisasi serta keuntungan untuk pemberi kerja. Menurut Kondalkar (2009) quality of work life berhubungan dengan

(2)

tingkat kepuasan yang tinggi dari individu yang menikmati bentuk pekerjaannya dalam organisasi.

Quality of work life mengungkapkan pentingnya penghargaan terhadap

manusia dalam lingkungan kerjanya. Dengan demikian peran penting dari quality of

work life adalah mengubah iklim organisasi agar secara tehnis dan manusiawi

membawa kepada quality of work life yang lebih baik (Luthans, 1995). Quality of

work life merumuskan bahwa setiap proses kebijakan yang diputuskan oleh

perusahaan merupakan sebuah respon atas apa yang menjadi keinginan dan harapan karyawan mereka, hal itu diwujudkan dengan berbagi persoalan dan menyatukan pandangan mereka (perusahaan dan karyawan) ke dalam tujuan yang sama yaitu peningkatan kinerja karyawan dan perusahaan.

Menurut Robins dalam Islam & Siengthai (2009) mendefinisikan quality of

work life sebagai suatu proses dimana organisasi memberikan respon kepada

kebutuhan karyawan dengan mengembangkan mekanisme yang mengijinkan karyawan untuk berbagi dalam membuat keputusan yang membentuk kehidupan kerjanya. Elemen-elemen penting dari quality of work life adalah keamanan kerja, kepuasan kerja, sistem penghargaan yang baik, keuntungan karyawan, ketelibatan karyawan dan performansi organisasi.

Menurut Vein Heskett dalam Rethinam & Ismail (2008) mendefinisikan

quality of work life sebagai perasaan karyawan terhadap pekerjaannya, kerabatnya

dan organisasi yang mengarah pada pertumbuhan dan keuntungan organisasi. Perasaan yang baik terhadap pekerjaannya berarti karyawan merasa senang

(3)

melakukan pekerjaan yang akan mengarah pada lingkungan pekerjaan yang produktif. Menurut Lau dkk (dalam Rethinam & Ismail, 2008) menyatakan bahwa

quality of work life sebagai lingkungan kerja yang mendukung dan mempromosikan

kepuasaan dengan memberikan penghargaan, keamanan kerja dan kesempatan pengembangan karir kepada karyawan.

Quality of work life didefinisikan sebagai kondisi yang menyenangkan dan

keadaan yang menguntungkan bagi karyawan, kesejahteraan karyawan dan pengelolaan sikap terhadap pekerja operasional yang sama baiknya dengan karyawan secara umum (Islam dan Siengthai, 2009). Quality of work life adalah dinamika multidimensional yang meliputi beberapa konsep seperti jaminan kerja, sistem penghargaan, pelatihan dan karier peluang kemajuan, dan keikutsertaan di dalam pengambilan-keputusan (Lau dan Bruce dalam Considine dan Callus, 2001). Quality

of work life merupakan teknik manajemen yang mencakup gugus kendali mutu, job enrichment, suatu pendekatan untuk bernegosiasi dengan karyawan, hubungan

industrial yang serasi, manajemen partisipatif dan bentuk pengembangan organisasional (French, 1990).

Jewell & Siegall (1998) mengemukakan bahwa berbagai macam komponen dari kesejahteraan karyawan secara umum yang lebih penting adalah lingkungan kerja yang aman dan sehat, hubungan yang baik dengan supervisor, dukungan dan persahabatan rekan sekerja, kerja yang sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan individu, derajat kepuasan dengan situasi kerja, dan kesempatan untuk bertumbuh dan pengembangan pribadi. Istilah yang digunakan untuk menjelaskan hasil interaksi

(4)

individu, pekerjaan, organisasi global dan multidimensi ini adalah kualitas kehidupan bekerja.

2.1.2. Komponen Quality of Work Life

Menurut Cascio (2003), usaha perusahaan untuk memperbaiki quality of work

life adalah usaha untuk memperbaiki komponen berikut ini :

1. Keterlibatan karyawan (Employee participation), contohnya dengan membentuk tim peningkatan kualitas, membentuk tim keterlibatan karyawan, dan mengadakan pertemuan partisipasi karyawan.

2. Pengembangan karir (Career development), contohnya dengan mengadakan pendidikan dan pelatihan, evaluasi kinerja dan promosi. Manfaat pengembangan karir adalah :

a. Mengembangkan prestasi karyawan

b. Mencegah terjadinya karyawan yang minta berhenti untuk pindah kerja dengan cara meningkatkan loyalitas karyawan.

c. Sebagai wahana untuk memotivasi karyawan agar dapat mengembangkan bakat dan kemampuannya.

d. Mengurangi subjektivitas dalam promosi e. Memberikan kepastian hari depan

f. Sebagai usaha untuk mendukung organisasi memperoleh tenaga yang cakap dan terampil dalam melaksanakan tugas.

(5)

3. Rasa bangga terhadap institusi (Pride), contohnya perusahaan memperkuat identitas dan citra perusahaan, meningkatkan partisipasi masyarakat, dan lebih peduli terhadap lingkungan.

4. Kompensasi yang seimbang (Equitable compensation), contohnya perusahaan memberikan gaji dan keuntungan yang kompetitif. Menurut Hasibuan (2000) besarnya kompensasi mencerminkan status, pengakuan, dan tingkat pemenuhan kebutuhan yang dinikmati oleh karyawan bersama keluarganya. Tujuan pemberian kompensasi adalah :

a. Ikatan kerja sama antara karyawan dan pemberi kerja b. Kepuasan kerja dengan pemenuhan kebutuhan-kebutuhan c. Sebagai motivator

d. Program kompensasi atas prinsip adil dan layak serta eksternal konsistensi yang kompetitif maka stabilitas karyawan lebih terjamin karena turnover relatif kecil

e. Disiplin karyawan akan lebih baik

f. Karyawan dapat dihindarkan dari pengaruh serikat buruh dan lebih berkonsentrasi pada pekerjaannya

5. Rasa aman terhadap pekerjaan (Job security), contohnya program pensiun dan status karyawan tetap.

6. Fasilitas yang didapat (Wellness), contohnya jaminan kesehatan, program rekreasi, program konseling. Konseling adalah setiap aktivitas di tempat kerja di mana seorang individu memanfaatkan serangkaian keterampilan dan teknik

(6)

untuk membantu individu lainnya memikul tanggung jawab dan mengelola pembuatan keputusan mereka apakah hal ini terkait dengan pekerjaan atau pribadi, khususnya yang berkaitan dengan pengembangan diri. Aktivitas konseling sebagai bagian dari kehidupan untuk bekerja secara normal.

7. Keselamatan lingkungan kerja (Save environment), contohnya perusahaan membentuk komite keselamatan, tim gawat darurat, dan program keselamatan.

Menurut Hariandja (2002), secara umum kewajiban perusahaan dalam meningkatkan keselamatan kerja terdiri dari :

a. Memelihara tempat kerja yang aman dan sehat bagi pekerja b. Mematuhi semua standar dan syarat kerja

c. Mencatat semua peristiwa kecelakaan yang terjadi yang berkaitan dengan keselamatan kerja.

8. Penyelesaian masalah (Conflict resolution), contohnya manajemen membuka jalur formal untuk menyampaikan keluhan atau permasalahan.

9. Komunikasi (Communication), komunikasi secara terbuka baik melalui manajemen langsung maupun melalui serikat pekerja, pertemuan grup. Bentuk komunikasi organisasi secara umum dibedakan menjadi dua yaitu komunikasi formal dan non formal. Bentuk komunikasi formal adalah bentuk hubungan komunikasi yang diciptakan secara terencana, melalui jalur-jalur formal dalam organisasi, yang melekat pada saluran-saluran yang ditetapkan sebagaimana telah ditunjukkan melalui struktur. Bentuk khas dari komunikasi

(7)

ini adalah berupa komunikasi yang ada di luar struktur, biasanya melalui saluran-saluran non formal yang munculnya bersifat insidental, menurut kebutuhan atau kepentingan interpersonal yang baik, atau atas dasar kesamaan kepentingan.

Menurut Nawawi (2008), terdapat sembilan aspek pada Sumber Daya Manusia di lingkungan perusahaan yang perlu diciptakan, dibina dan dikembangkan. Kesembilan aspek tersebut adalah komunikasi, penyelesaian konflik, pengembangan karier, partisipasi pekerja, kebanggaan, kompensasi yang layak, keselamatan lingkungan, keselamatan dan kesehatan kerja. Kesembilan aspek tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut :

1. Di lingkungan setiap dan semua perusahaan, pekerja sebagai SDM memerlukan komunikasi yang terbuka dalam batas-batas wewenang dan tanggung jawab masing-masing. Komunikasi yang lancar untuk memperoleh informasi-informasi yang dipandang penting oleh pekerja dan disampaikan tepat pada waktunya dapat menimbulkan rasa puas dan merupakan motivasi kerja yang positif. Untuk itu perusahaan dalam menyampaikan informasi dapat dilakukan dalam bentuk pertemuan atau secara langsung pada setiap pekerja, atau melalui pertemuan kelompok, dan dapat pula melalui sarana publikasi perusahaan seperti papan buletin, majalah perusahaan dan lain-lain.

2. Di lingkungan suatu perusahaan, setiap dan semua pekerja memerlukan pemberian kesempatan pemecahan konflik dengan perusahaan atau sesama karyawan secara terbuka, jujur dan adil. Kondisi itu sangat berpengaruh pada

(8)

loyalitas, dedikasi serta motivasi kerja karyawan. Untuk itu perusahaan perlu mengatur cara penyampaian keluhan keberatan secara terbuka atau melalui proses pengisian fomulir khusus untuk keperluan tersebut. Disamping itu dapat ditempuh pula dengan kesediaan untuk mendengarkan review antar karyawan yang mengalami konflik, atau melalui proses banding (appeal) pada pimpinan yang lebih tinggi dalam konflik dengan top manajemen atasannya. 3. Di lingkungan suatu perusahaan, setiap dan semua karyawan memerlukan

kejelasan pengembangan karir masing-masing dalam menghadapi masa depannya. Untuk itu dapat ditempuh melalui penawaran untuk memangku suatu jabatan, memberi kesempatan untuk mengikuti pelatihan atau pendidikan di luar perusahaan atau pada lembaga pendidikan yang lebih tinggi. Di samping itu dapat juga ditempuh melalui penilaian kerja untuk mengatur kelebihan dan kekurangannya dalam bekerja yang dilakukan secara obyektif. Pada gilirannya berikut dapat ditempuh dengan mempromosikannya untuk memangku jabatan yang lebih tinggi di dalam perusahaan tempatnya bekerja.

4. Di lingkungan perusahaan, karyawan perlu diikutsertakan dalam pengambilan keputusan dan pelaksanaan pekerjaan, sesuai dengan posisi, kewenangan dan ajabatan masing-masing. Untuk itu perusahaan dapat melakukannya dengan membentuk tim inti dengan mengikutsertakan karyawan, dalam rangka memikirkan langkah-langkah bisnis yang akan ditempuh. Di samping itu dapat pula dilakukan dengan menyelenggarakan pertemuan-pertemuan yang

(9)

tidak sekedar dipergunakan untuk menyampaikan perintah-perintah dan informasi-informasi tetapi juga memperoleh masukan, mendengarkan saran dan pendapat karyawan.

5. Di lingkungan suatu perusahaan, setiap karyawan perlu dibina dan dikembangkan perasaan bangganya pada tempat kerja, temasuk juga pada pekerjaan atau jabatannya. Untuk keperluan itu, perusahaan berkepentingan menciptakan dan mengembangkan identitas yang dapat menimbulkan rasa bangga karyawan terhadap perusahaan. Dalam bentuk yang sederhana dapat dilakukan melalui logo, lambang, jaket perusahaan dan lainnya. Di samping itu rasa bangga juga dapat dikembangkan melalui partisipasi perusahaan terhadap kehidupan berbangsa dan bernegara dengan mengikutsertakan karyawan, kepedulian terhadap masalah lingkungan sekitar dan mempekerjakan karyawan dengan kewarganegaraan dari bangsa tempat perusahaan melakukan operasional bisnis.

6. Di lingkungan suatu perusahaan, setiap dan semua karyawan harus memperoleh kompensasi yang adil/wajar dan mencukupi. Untuk itu diperlukan kemampuan menyusun dan menyelenggarakan sistem dan struktur pemberian kompensasi langsung dan tidak langsung (pemberian upah dasar dan berbagai keuntungan/ manfaat) yang kompetitif dan dapat mensejahterakan karyawan sesuai dengan posisi/jabatannya di perusahaan dan status sosial ekonominya di masyarakat.

(10)

7. Di lingkungan suatu perusahaan, setiap dan semua karyawan memerlukan keamanan lingkungan kerja. Untuk itu perusahaan berkewajiban menciptakan dan mengembangkan serta memberikan jaminan lingkungan kerja yang aman. Beberapa usaha yang dapat dilakukan antara lain dengan membentuk komite keamanan lingkungan kerja yang secara terus menerus melakukan pengamatan dan pemantauan kondisi tempat dan peralatan kerja guna menghindari segala sesuatu yang membahayakan para pekerja, terutama dari segi fisik. Kegiatan lain dapat dilakukan dengan membentuk tim yang dapat memberikan respon cepat terhadap kasus gawat darurat bagi karyawan yang mengalami kecelakaan. Dengan kata lain perusahaan perlu memiliki program keamanan kerja yang dapat dilaksanakan bagi semua karyawannya.

8. Di lingkungan suatu perusahaan, setiap dan semua karyawan memerlukan rasa aman atau jaminan kelangsungan pekerjaannya. Untuk itu perusahaan perlu berusaha menghindari pemberhentian sementara para karyawan, menjadikannya pegawai tetap dengan memiliki tugas-tugas reguler dan memiliki program yang teratur dalam memberikan kesempatan karyawan mengundurkan diri, terutama melalui pengaturan pensiun.

9. Di lingkungan suatu perusahaan, setiap dan semua karyawan memerlukan perhatian terhadap pemeliharaan kesehatannya, agar dapat bekerja secara efektif, efisien dan produktif. Untuk itu perusahaan dapat mendirikan dan menyelenggarakan pusat kesehatan, pusat perawatan gigi, menyelenggarakan

(11)

program pemeliharaan kesehatan, program rekreasi dan program konseling/penyuluhan bagi para pekerja/ karyawan.

2.1.3. Kriteria Quality of Work Life

Walton dalam Kossen (1987) mengatakan bahwa quality of work life adalah persepsi pekerja terhadap suasana dan pengalaman pekerja di tempat kerja mereka. Suasana pekerjaan yang dimaksudkan adalah berdasarkan kepada delapan kriteria, yaitu:

a. Kompensasi yang mencukupi dan adil

Gaji yang diterima oleh individu dari kerjanya dapat memenuhi standar gaji yang diterima secara umum, cukup untuk membiayai suatu tingkat hidup yang layak dan mempunyai perbandingan yang sama dengan gaji yang diterima orang-orang lain dalam posisi yang sama.

b. Kondisi-kondisi kerja yang aman dan sehat

Individu tidak ditempatkan dalam keadaan yang dapat membahayakan fisik dan kesehatan mereka, namun pada kondisi pekerjaan yang meminimalisasi luka-luka dan resiko kesehatan. Waktu kerja yang layak sesuai dengan jadwal yang telah ditetapkan. Begitu juga umur yang disesuaikan dengan tugas yang dipertanggungjawabkan kepada mereka.

c. Kesempatan untuk mengembangkan dan menggunakan kapasitas manusia

Pekerja diberi autonomi, kerja yang mereka lakukan memerlukan berbagai kemahiran, mereka juga diberi tujuan dan perspektif yang diperlukan tentang tugas yang akan mereka lakukan. Pekerja juga diberikan kebebasan bertindak

(12)

dalam menjalankan tugas yang diberikan, dan pekerja juga terlibat dalam membuat perencanaan.

d. Peluang untuk pertumbuhan dan mendapatkan jaminan

Suatu pekerjaan dapat memberi sumbangan dalam menetapkan dan mengembangkan kapasitas individu. Kemahiran dan kapasitas individu itu dapat dikembangkan dan dipergunakan dengan sepenuhnya, selanjutnya peningkatan peluang kenaikan pangkat dan promosi dapat diperhatikan serta mendapatkan jaminan terhadap pendapatan.

e. Rasa memiliki

Individu merasa bagian dari suatu tim dan tidak diisolasi dari kelompok, individu saling mendukung satu sama lain dan terdapat rasa hubungan kemasyarakatan serta hubungan antara perseorangan. Organisasi mengutamakan konsep

egalitarianism, adanya mobilitas untuk bergerak ke atas, sehingga lingkungan

kerja secara relatif bebas dari prasangka buruk. f. Hak-hak karyawan

Hak pribadi seorang individu harus dihormati, memberi dukungan kebebasan bersuara dan terwujudnya pelayanan yang adil serta keleluasaan pribadi.

g. Pekerja dan ruang hidup secara keseluruhan

Kerja juga memberikan dampak positif dan negatif terhadap ruang kehidupan seseorang. Selain berperan di lingkungan kerja, individu juga mempunyai peranan di luar tempat kerja seperti sebagai seorang suami atau bapak dan ibu atau isteri yang perlu mempunyai waktu untuk bersama keluarga.

(13)

h. Tanggung jawab sosial organisasi

Organisasi mempunyai tanggung jawab sosial. Organisasi haruslah mementingkan pengguna dan masyarakat secara keseluruhan semasa menjalankan aktivitasnya. Organisasi yang mengabaikan peranan dan tanggung jawab sosialnya akan menyebabkan pekerja tidak menghargai pekerjaan mereka.

2.1.4. Bentuk-Bentuk Quality of Work Life

Quality of work life mempengaruhi kualitas kehidupan karyawan. Quality of work life merupakan aktivitas-aktivitas yang dilakukan oleh managemen sumber daya

manusia untuk memartabatkan karyawannya dalam lingkungan kerja (Kossen, 1987). Beberapa aktivitas yang dilakukan oleh perusahaan untuk memperbaiki kualitas kehidupan bekerja bagi karyawan adalah:

a. Participation

Partisipasi karyawan dalam proses membuat keputusan yang berkaitan dengan pekerjaannya dan lingkungan kerjanya dapat memperbaiki kualitas kehidupan bekerjanya. Partisipasi ini ada dua bentuk yaitu partisipasi horizontal yaitu interaksi karyawan dengan teman sekerja dan tim; dan partisipasi vertical yaitu keterlibatan dalam membuat keputusan dengan atasan. Kedua partisipasi ini dapat meningkatkan kualitas kehidupan bekerja karyawan. Tujuannya adalah untuk menyediakan lingkungan dimana karyawan memiliki kebebasan dan otonomi dalam membuat pilihan yang berkaitan dengan lingkungan kerjanya dan menyesuaikan kepribadiannya dengan tuntutan kerja sebagaimana halnya dengan menyesuaikan pekerjaannya dengan diluar pekerjaannya.

(14)

b. Job redesign

Efektivitas dan efisiensi dalam penyelesesaian tugas dan proses kerja membutuhkan koordinasi yang tinggi dan kontrol yang kuat terhadap karyawan. Penelitian sebelumnya menemukan dampaknya terhadap lingkungan kerja seperti mempengaruhi motivasi karyawan, kepuasan kerja dan performa kerja yang berimplikasi negatif terhadap organisasi dan menurunkan Quality of work life. Oleh karena itu, penelitian selanjutnya menemukan bahwa mendesain ulang kerja dalam batasan produksi dapat meningkatkan kualitas kehidupan bekerja dan mempertahankan atau meningkatkan produktivitas. Tujuannya adalah untuk menyesuaikan karakteristik pribadi karyawan dengan karakteristik pekerjaan.

Salah satu bentuk job redesign adalah job enrichment, dimana dengan meningkatkan tanggung jawab karyawan baik dalam perencanaan, pelaksanaan dan pengontrolan pekerjaan, dan dengan memberikan kesempatan untuk membuat keputusan tentang metode dan prosedur yang akan dilaksanakan, atau dengan memberikan kesempatan untuk berinteraksi langsung dengan klien atau departemen lain, semuanya dapat meningkatkan kualitas kehidupan bekerja. Dimensi job

enrichment mempengaruhi aspek psikologis individu yang kemudian menghasilkan

konsekuensi pribadi dan pekerjaan seperti performa kepuasan, ketidakhadiran menurun serta meningkatkan motivasi internal karyawan.

c. Team building

Tim merupakan salah satu bentuk kelompok, dimana setiap anggota menganut kepribadian kelompok yang ditandai dengan cohesiveness, beliefs, value and norm

(15)

dan goal. Kerja tim dapat meningkatkan dan memaksimalkan kerjasama anggota tim dan meningkatkan pembelajaran karyawan untuk mempelajari keahlian karyawan lain terutama cara efisien dalam meningkatkan produksi.

2.1.5. Dampak Quality of Work Life

Rhonen (1981) mengatakan bahwa pengukuran quality of work life akan berdampak pada:

a. meningkatkan sikap positif karyawan terhadap pekerjaannya dan terhadap perusahaan,

b. meningkatkan produktivitas dan motivasi intrinsik karyawan,

c. meningkatkan efektifitas perusahaan dan kompetitif perusahaan dalam menghadapi bisnis global.

2.2. Kinerja

2.2.1. Pengertian Kinerja

Kinerja pada dasarnya adalah apa yang dilakukan atau tidak dilakukan karyawan. Kinerja karyawan adalah yang mempengaruhi seberapa banyak pekerja memberi kontribusi kepada perusahaan yang antara lain termasuk kuantitas, output, kualitas output, kehadiran di tempat kerja dan sikap kooperatif (Mathis & Jackson, 2009). Kinerja merupakan suatu kesuksesan di dalam melaksanakan suatu pekerjaan. Kinerja sendiri dalam pekerjaan yang sesungguhnya tergantung pada kombinasi antara kemampuan dan iklim kerja yang mendukungnya.

(16)

Menurut Prawirosentono (2000) bahwa kinerja merupakan hasil karya yang dapat dicapai seseorang atau kelompok dalam rangka upaya mencapai tujuan organisasi sesuai dengan wewenang dan tanggung jawab masing-masing untuk mencapai tujuan organisasi bersangkutan secara legal, tidak melanggar hukum dan sesuai dengan moral dan etika.

Menurut Mangkunegara (2002), kinerja adalah hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai seseorang dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya. Moeheriono (2009) memberikan definisi kinerja merupakan gambaran mengenai tingkat pencapaian pelaksanaan suatu program kegiatan atau kebijakan dalam mewujudkan sasaran, tujuan, visi, dan misi organisasi yang dituangkan melalui perencanaan strategis suatu organisasi.

Wibowo (2007) mengatakan bahwa performance sering diartikan sebagai kinerja, hasil kerja atau prestasi kerja. Kinerja mempunyai makna yang lebih luas, bukan hanya menyatakan sebagai hasil kerja, tetapi juga bagaimana proses kerja berlangsung. Implementasi kinerja dilakukan oleh sumber daya manusia yang memiliki kemampuan, kompetensi, motivasi, dan kepentingan.

Sedarmayanti (2009) mengatakan bahwa kinerja merupakan hasil kerja yang dapat dicapai oleh seseorang atau kelompok orang dalam suatu organisasi sesuai dengan wewenang dan tanggung jawab masing-masing dalam rangka upaya mencapai tujuan organisasi berhubungan secara legal, tidak melanggar hukum dan sesuai dengan moral dan etika. Rivai (2005) menyatakan bahwa kinerja adalah kesediaan seseorang atau kelompok orang untuk melakukan sesuatu kegiatan dan

(17)

menyempurnakannya sesuai dengan tanggung jawabnya dengan hasil seperti yang diharapkan. Cascio (2003) mengemukakan bahwa kinerja merujuk kepada pencapaian tujuan karyawan atas tugas yang diberikan.

Menurut Soeprihanto (2001) kinerja adalah hasil kerja seseorang karyawan selama periode tertentu dibandingkan dengan berbagai standar target/sasaran atau kriteria yang telah disepakati bersama. Sedangkan menurut Mathis dan Jackson (2009) kinerja adalah apa yang dilakukan karyawan, sehingga ada yang mempengaruhi organisasi antara lain : 1) Kuantitas out put, 2) Kualitas out put, 3) Jangka waktu out put, 4) Kehadiran di tempat kerja, dan 5) Sikap koperatif.

2.2.2. Pengukuran Kinerja

Menurut Moeheriono (2009) kinerja dapat diketahui dan diukur jika individu atau sekelompok karyawan telah mempunyai kriteria atau standar keberhasilan tolak ukur yang ditetapkan oleh organisasi. Oleh karena itu, jika tanpa tujuan dan target yang ditetapkan dalam pengukuran, maka kinerja pada seseorang atau kinerja organisasi tidak mungkin dapat diketahui bila tidak ada tolak ukur keberhasilannya.

Ilyas (2001) mengemukakan bahwa penilaian kinerja adalah suatu proses menilai hasil karya personal dalam suatu organisasi melalui instrumen kinerja dan pada hakikatnya merupakan suatu evaluasi terhadap penampilan kerja personal dan membandingkannya dengan standar baku penampilan. Menurut Sofyandi (2008) penilaian kinerja merupakan proses organisasi dalam mengevaluasi pelaksanaan kerja karyawan. Dalam penilaian kinerja dinilai kontribusi karyawan kepada organisasi selama periode waktu tertentu.

(18)

Sofyandi (2008) mengatakan bahwa penilaian kinerja adalah proses organisasi dalam mengevaluasi pelaksanaan kerja karyawan. Dalam penilaian kinerja dinilai kontribusi karyawan kepada organisasi selama periode waktu tertentu.

Dharma (2005) mengemukakan bahwa faktor-faktor tingkat kinerja meliputi : mutu pekerjaan, jumlah pekerjaan, efektifitas biaya dan inisiatif. Sementara karakteristik individu yang memengaruhi kinerja meliputi: umur, jenis kelamin, pendidikan, lama kerja, penempatan kerja dan lingkungan kerja (rekan kerja, atasan, organisasi, penghargaan dan imbalan).

2.2.3. Faktor-faktor yang Memengaruhi Kinerja

Menurut Dessler (2006), beberapa kriteria yang dapat digunakan untuk mengukur kinerja adalah sebagai berikut :

1. Kualitas, merupakan tingkat sejauh mana proses atau hasil pelaksanaan kegiatan mendekati kesempurnaan atau mendekati tujuan yang diharapkan. Mutu pekerjaan merupakan proses menghasilkan suatu produk yang berjalan dengan sempurna, seluruh pekerjaan dilaksnakan secara rapi, sempurna, dapat diterapkan dan akurat. Indikator yang dapat dipakai untuk menilai mutu pekerjaan adalah selalu menganalisis data, persiapan diri dalam bekerja, motivasi, pengembangan diri, patuh pada standar yang ditetapakan, rapi, tertib, tidak menghindari umpan balik, puas dengan perencanaan yang dapat dikerjakan dan berusaha menjadi yang terbaik.

2. Kuantitas, merupakan jumlah yang dihasilkan, misalnya jumlah dalam rupiah, jumlah unit, jumlah siklus kegiatan yang diselesaikan. Jumlah pekerjaan

(19)

dalam hal ini berarti mempertimbangkan jumlah produk yang dihasilkan dalam waktu tertentu dibandingkan dengan hasil yang seharusnya dicapai sesuai dengan standar atau dibandingkan dengan hasil pekerjaan orang lain. Penilaian jumlah pekerjaan dilakukan menggunakan indikator umpan balik, umpan balik dari rekan, atasan dan bawahan, orientasi waktu dan menghargai produk dengan imbalan yang sewajarnya.

3. Ketepatan waktu adalah tingkat sejauh mana suatu kegiatan diselesaikan tepat waktu yang dikehendaki dengan memperhatikan koordinasi hasil lain serta waktu yang tersedia untuk kegiatan tersebut.

Gibson (1997), menyatakan terdapat 3 kelompok variabel variabel yang memengaruhi kinerja dan perilaku yaitu :

a. Variabel individu, yang meliputi kemampuan dan keterampilan, fisik maupun mental, latar belakang, pengalaman dan demografi, umur dan jenis kelamin, asa usul dan sebagainya. Kemampuan dan keterampilan merupakan faktor utama yang memengaruhi kinerja individu, sedangkan demografi mempunyai hubungan tidak langsung pada perilaku dan kinerja.

b. Variabel organisasi, yakni sumber daya, kepemimpinan, imbalan, struktur dan desain pekerjaan.

c. Variabel psikologis, yakni persepsi, sikap, kepribadian, belajar, kepuasan kerja dan motivasi.

(20)

Kinerja yang baik tentu saja merupakan harapan bagi semua perusahaan dan institusi yang mempekerjakan karyawan, sebab kinerja karyawan ini pada akhirnya diharapkan dapat meningkatkan kinerja perusahaan secara keseluruhan.

Menurut Mathis & Jackson (2009:113), banyak faktor yang mempengaruhi kinerja karyawan. Tiga faktor utama yang mempengaruhi individu dalam bekerja adalah: (1) kemampuan individu untuk melakukan pekerjaan, (2) tingkat usaha yang dicurahkan, (3) dukungan organisasi. Hubungan ketiga faktor ini diakui secara luas dalam literatur manajemen sebagai: Kinerja (Performance-P) = Kemampuan (Ability-A) x Usaha (Effort-E ) x Dukungan (Support-S).

Gambar 2.1. Komponen Kinerja Individual Menurut Mathis & Jackson (2009) Kemampuan individual - Bakat - Minat - Faktor kepribadian Dukungan organisasional - Pelatihan dan pengembangan - Peralatan dan teknologi S d ki j Kinerja individual (termasuk kuantitas dan kualitas) Usaha yang dicurahkan - Motivasi

- Etika kerja - Kehadiran - Rencana tugas

(21)

Kinerja individual dapat ditingkatkan dengan adanya ketiga faktor dalam diri karyawan, akan tetapi kinerja berkurang jika salah satu faktor dikurangi atau tidak ada.

2.2.4. Unsur-unsur Penilaian Kinerja

Unsur-unsur kinerja atau prestasi kerja para karyawan akan dinilai oleh setiap perusahaan tidak selalu sama, namun pada dasarnya unsur-unsur yang dinilai tersebut mencakup hal-hal sebagai berikut (Simamora, 2004):

a. Efisiensi Kinerja

Efisiensi kinerja adalah karyawan selalu berusaha menampilkan hasil kerja yang lengkap dan tidak melakukan kesalahan.

b. Efektivitas Kinerja

Efektivitas kinerja adalah melakukan sesuatu dengan tepat atau kemampuan untuk menentukan tujuan yang tepat.

c. Tanggung Jawab

Tanggung jawab adalah kemampuan karyawan untuk menyelesaikan tugas tepat waktu sesuai dengan ketentuan perusahaan, karyawan bersedia bekerja lembur jika pekerjaan yang ditugaskannya belum selesai, karyawan berusaha mempelajari hal-hal baru yang belum diketahuinya yang menyangkut pekerjaan, karyawan selalu mencari jalan keluar atas masalah pekerjaan yang dihadapinya dan karyawan selalu meneliti hasil pekerjaannya.

(22)

d. Kerjasama

Kerjasama karyawan adalah suatu kondisi dimana setiap karyawan saling bertukar pikiran dan saling membantu dalam menyelesaikan pekerjaannya.

e. Loyalitas

Loyalitas karyawan adalah kesetiaan karyawan terhadap perusahaan. Setiap karyawan merasa memiliki perusahaan (sense of belonging) yang tinggi sehingga karyawan akan selalu setia bekerja.

f. Komunikasi

Komunikasi karyawan adalah komunikasi karyawan dengan atasan dan sesama rekan kerja.

g. Suasana Kerja

Suasana kerja karyawan adalah keadaan tempat bekerja karyawan yang mendukung untuk membantu menyelesaikan setiap pekerjaannya.

h. Disiplin

Disiplin adalah kepatuhan karyawan akan aturan yang ditentukan oleh perusahaan, disiplin akan waktu bekerja dan frekuensi kehadiran.

2.2.5. Tujuan Penilaian Kinerja

Menurut Nawawi (2008), penilaian kinerja sebagai salah satu kegiatan Manajemen Sumber Daya Manusia (MSDM) memiliki tujuan yang sangat luas, karena keterkaitannya dengan banyak kegiatan MSDM lainnya.

(23)

Berikut ini akan dijelaskan beberapa versi perumusan tujuan umum penilaian kinerja yaitu :

a. Penilaian kinerja bertujuan untuk memperbaiki pelaksanaan pekerjaan para pekerja, dengan memberikan bantuan agar setiap pekerja mewujudkan dan mempergunakan potensi yang dimilikinya secara maksimal dalam melaksanakan misi organisasi/ perusahaan melalui pelaksanaan pekerjaan masing-masing.

Tujuan di atas jelas memberikan pengakuan bahwa setiap pekerja memiliki potensi yang belum diwujudkannya secara nyata, lebih besar daripada yang sudah digunakannya dalam bekerja. Setiap pekerja harus dibantu agar potensinya dapat digunakan secara maksimal dalam usaha mencapai tujuan bisnis organisasi/perusahaan. Untuk itu diperlukan kegiatan penilaian kinerja untuk mengetahui potensi yang dimiliki para pekerja, agar dapat memberikan bantuan secara tepat dalam usaha mengembangkannya.

b. Penilaian kinerja bertujuan untuk menghimpun dan mempersiapkan informasi bagi pekerja dan para manajer dalam membuat keputusan yang dapat dilaksanakan, sesuai dengan bisnis organisasi/perusahaan di tempatnya bekerja.

Setiap pekerja termasuk para manajer dalam bekerja selalu dihadapkan dengan keharusan mengambil keputusan, yang berhubungan dengan bidang bisnis organisasi/perusahaan. Keputusan itu hanya akan dirumuskan secara tepat untuk dilaksanakan, apabila didasarkan pada informasi-informasi yang

(24)

cukup dan benar. Informasi penting yang didapat hanya dari penilaian kinerja adalah data tentang tugas-tugas yang dilaksanakan dan cara melaksanakanna dalam hubungannya dengan usaha mencapai tujuan. Dengan menggunakan informasi itu harus diambil keputusan, tentang perlu atau tidak memperbaiki, meningkatkan dan mengembangkan tugas-tugas dan cara melaksanakannya, agar lebih efektif dan efisien bagi pencapaian tujuan organisasi/perusahaan. c. Penilaian kinerja secara umum bertujuan untuk menyusun inventarisasi SDM

di kalangan organisasi/perusahaan, yang dapat digunakan dalam mendesain hubungan antara atasan dan bawahan, guna mewujudkan saling pengertian dan penghargaan dalam rangka mengembangkan keseimbangan antara keinginan pekerja secara individual dengan sasaran organisasi/perusahaan. Dari hasilnya dapat diketahui juga tentang kepuasan kerja atau sebaliknya, di samping dapat digunakan untuk menyusun program pengembangan pribadi, pengembangan karir, program pelatihan dan lain-lain bagi setiap pekerja. d. Penilaian kinerja bertujuan untuk meningkatkan motivasi kerja, yang

berpengaruh pada prestasi para pekerja dalam melaksanakan tugas-tugasnya. Untuk itu hasil penilaian kinerja perlu diketahui oleh para pekerja. Dari satu sisi pengetahuan tentang keberhasilannya, akan menjadi motivasi untuk mempertahankannya dan bahkan lebih meningkatkannya di masa depan. Sebaliknya informasi kegagalan dapat digunakan oleh organisasi/perusahaan dalam usaha mendorong pekerja memperbaiki kekurangan atau

(25)

kelemahannya, agar di masa depan prestasi kerjanya lebih meningkat. Dengan kata lain penilaian kinerja bertujuan untuk meningkatkan prestasi kerja SDM. 2. Tujuan Khusus Penilaian Kinerja

Tujuan khusus penilaian kerja adalah sebagai berikut :

a. Penilaian kinerja merupakan kegiatan yang hasilnya dapat dijadikan dasar dalam melakukan promosi, menghentikan pelaksanaan pekerjaan yang keliru, menegakkan disiplin sebagai kepentingan bersama, menetapkan pemberian penghargaan/balas jasa, dan merupakan ukuran dalam mengurangi atau menambah pekerja melalui perencanaan SDM.

b. Penilaian kinerja menghasilkan informasi yang dapat dipergunakan sebagai kriteria dalam membuat tes yang validitasnya tinggi. Dengan kata lain informasi penilaian kinerja dapat digunakan untuk keperluan rekrutmen dan seleksi, karena dengan tes yang valid akan diperoleh hasil berupa nilai yang dapat digunakan untuk memprediksi kemampuan calon pekerja dalam mengisi kekosongan.

c. Penilaian kinerja menghasilkan informasi sebagai umpan balik bagi pekerja dalam meningkatkan efisiensi kerjanya, dengan memperbaiki kekurangan atau kekeliruannya dalam melaksanakan pekerjaan. Di samping itu pekerja yang berstatus sebagai bawahan, dapat pula mempergunakan informasi hasil penilaian kinerja untuk pengembangan diri masing-masing secara individual. d. Penilaian kinerja berisi informasi yang dapat digunakan untuk

(26)

baik yang berkenaan dengan pengetahuan dan keterampilan dalam bekerja, maupun yang menyentuh sikap terhadap pekerjaannya. Dengan demikian berarti informasi tersebut dapat digunakan untuk menetapkan tujuan dan materi di dalam kurikulum pelatihan tenaga kerja.

e. Penilaian kinerja memberikan informasi tentang spesifikasi jabatan, baik menurut pembidangannya maupun berdasarkan penjenjangannya dalam struktur perusahaan. Spesifikasi itu dapat membantu dalam memecahkan masalah perusahaan.

f. Penilaian kinerja yang harus dilaksanakan oleh manajer atau supervisor, dengan atau tanpa kerjasama petugas manajemen SDM terhadap bawahannya, akan meningkatkan komunikasi sebagai usaha mewujudkan hubungan manusiawi yang harmonis antar atasan dan bawahan. Hubungan itu dapat dikembangkan, terutama jika penilaian kinerja dilaksanakan dengan metode wawancara.

2.3. Perawat

2.3.1. Pengertian Perawat

Perawat adalah mereka yang memiliki kemampuan dan kewenangan melakukan tindakan keperawatan berdasarkan ilmu yang dimilikinya yang diperoleh pendidikan keperawatan (Depkes, 2001). Perawat adalah karyawan rumah sakit yang mempunyai dua tugas yaitu merawat pasien dan mengatur bangsal (Hadjam, 2001).

(27)

2.3.2. Peran, Fungsi, dan Tanggung Jawab Perawat 1. Peran Perawat

Menurut Kusnanto (2004), peran perawat merupakan tingkah laku yang diharapkan oleh orang lain terhadap seseorang sesuai dengan kedudukan dalam sistem, dimana dapat dipengaruhi oleh keadaan sosial baik dari profesi perawat maupun dari luar profesi keperawatan yang bersifat konstan.

Doheny (1982) dalam Kusnanto (2004) mengidentifikasikan beberapa elemen peran perawat terdiri dari :

1. Pemberi Asuhan Keperawatan, perawat dapat memberikan pelayanan keperawatan secara langsung dan tidak langsung kepada klien, menggunakan pengkajian dalam upaya mengumpulkan data dan informasi yang benar, menegakkan diagnosis keperawatan berdasarkan hasil analisis data, merencanakan intervensi keperawatan sebagai upaya mengatasi masalah yang muncul dan membuat langkah pemecahan masalah, melaksanakan tindakan keperawatan sesuai dengan rencana yang ada dan melakukan evaluasi berdasarkan respons pasien terhadap tindakan keperawatan yang telah dilakukan.

2. Advokat pasien, perawat berfungsi sebagai penghubung antara pasien dengan tim kesehatan lain dalam upaya pemenuhan kebutuhan pasien, membela kepentingan pasien dan membantu pasien memahami semua informasi dan upaya kesehatan yang diberikan oleh tim kesehatan dengan pendekatan tradisional maupun profesional.

(28)

3. Konselor, perawat mengidentifikasi perubahan pola interaksi pasien terhadap keadaan sehat sakitnya. Konseling yang diberikan kepada pasien/keluarga dalam mengintegrasikan pengalaman kesehatan dengan pengalaman yang lalu, pemecahan masalah difokuskan pada masalah keperawatan yakni mengubah perilaku hidup ke arah perilaku hidup sehat.

4. Pendidik, perawat membantu pasien meningkatkan kesehatannya melalui pemberian pengetahuan yang terkait dengan keperawatan dan tindakan medik yang diterima sehingga pasien/keluarga dapat menerima tanggung jawab terhadap hal-hal yang diketahuinya.

5. Kolaborator, perawat bekerja sama dengan tim kesehatan lain dan keluarga dalam menentukan rencana maupun pelaksanaan asuhan keperawatan guna memenuhi kebutuhan kesehatan pasien.

6. Koordinator, perawat memanfaatkan semua sumber-sumber dan potensi yang ada, baik materi maupun kemampuan pasien secara terkoordinasi sehingga tidak ada intervensi yang terlewatkan maupun tumpang tindih.

7. Pembaharu, perawat mengadakan inovasi dalam cara berpikir, bersikap, bertingkah laku dan meningkatkan keterampilan pasien/keluarga agar menjadi sehat. Elemen ini mencakup perencanaan, kerja sama, perubahan yang sistematis dalam berhubungan dengan pasien dan cara memberikan perawatan kepada pasien.

8. Konsultan, perawat sebagai sumber informasi yang berkaitan dengan kondisi spesifik pasien.

(29)

2. Fungsi Perawat

Menurut Kusnanto (2004), fungsi merupakan suatu pekerjaan yang dilakukan sesuai dengan perannya. Fungsi tersebut dapat berubah disesuaikan dengan keadaan yang ada. Dalam menjalankan perannya, perawat akan menjalankan berbagai fungsi diantaranya :

a. Fungsi Independen

Merupakan fungsi mandiri dan tidak bergantung pada orang lain, dimana perawat dalam melaksanakan tugasnya dilakukan secara sendiri dengan keputusan sendiri dalam melakukan tindakan dalam rangka memenuhi kebutuhan dasar manusia seperti pemenuhan kebutuhan fisiologis (pemenuhan kebutuhan oksigenasi, pemenuhan kebutuhan cairan dan elektrolit, pemenuhan kebutuhan nutrisi, pemenuhan kebutuhan aktifitas dan lain-lain), pemenuhan kebutuhan keamanan dan kenyamanan, pemenuhan kebutuhan cinta mencintai, pemenuhan kebutuhan harga diri dan aktualisasi diri.

b. Fungsi Dependen

Merupkan fungsi perawat dalam melaksanakan kegiatannya atas pesan atau isntruksi dari perawat lain. Sehingga sebagai tindakan pelimpahan tugas yang diberikan. Hal ini biasanya dilakukan oleh perawat spesialis kepada perawat umum, atau dari perawat primer ke perawat pelaksana.

c. Fungsi Interdependen

Fungsi ini dilakukan dalam kelompok tim yang bersifat saling ketergantungan diantara satu tim dengan lainnya. Fungsi ini dapat terjadi apabila bentuk pelayanan

(30)

membutuhkan kerja sama tim dalam pemberian pelayanan seperti dalam memberikan asuhan keperawatan kepada penderita yang mempunyai penyakit kompleks. Keadaan ini tidak dapat diatasi dengan tim perawat saja melainkan juga dari dokter ataupun lainnya, seperti dokter dalam memberikan tindakan pengobatan bekerja sama dengan perawat dalam memantau reaksi obat yang telah diberikan.

3. Tanggung Jawab Perawat

Perawat mempunyai tanggung jawab dalam memberikan asuhan keperawatan, meningkatkan ilmu pengetahuan dan meningkatkan diri sebagai profesi. Tanggung jawab dalam memberi asuhan keperawatan kepada pasien mencakup aspek bio-psiko-sosial-kultural dan spiritual dalam upaya pemenuhan dasarnya dengan menggunakan pendekatan proses keperawatan yang meliputi :

a. Membantu pasien memperoleh kembali kesehatannya

b. Membantu pasien yang sehat untuk memelihara kesehatannya

c. Membantu pasien yang tidak dapat disembuhkan untuk menerima kondisinya d. Membantu klien yang menghadapi ajal untuk diperlakukan secara manusiawi

sesuai martabatnya sampai meninggal dengan tenang. 2.3.2. Kinerja Perawat Pelaksana

Praktik keperawatan adalah tindakan mandiri perawat profesional melalui kerja sama berbentuk kolaborasi dengan klien dan tenaga kesehatan lain dalam memberikan asuhan keperawatan atau sesuai dengan lingkungan wewenang dan

(31)

tanggung jawabnya (Nursalam, 2007). Praktik keperawatan profesional mempunyai ciri-ciri sebagai berikut :

a. Otonomi dalam bekerja

b. Bertanggung jawab dan bertanggung gugat c. Pengambilan keputusan yang mandiri d. Kolaborasi dengan disiplin ilmu lain e. Pemberian Pembelaan (advocacy) f. Memfasilitasi kepentingan pasien

Terbentuknya keperawatan sebagai suatu bidang profesi dapat terus dikembangkan dan terintegrasi sepenuhnya dalam pelaksanaan pelayanan kesehatan. Pelayanan keperawatan rawat inap merupakan kegiatan dilakukan dalam upaya peningkatan kesehatan, pencegahan penyakit, penyembuhan, pemulihan serta pemeliharaan kesehatan dengan penekanan pada upaya pelayanan kesehatan utama sesuai dengan wewenang, tanggung jawab dan kode etik profesi keperawatannya (Nursalam, 2007).

2.4. Asuhan Keperawatan

2.4.1. Pengertian Asuhan Keperawatan

Asuhan keperawatan adalah suatu sistem pencatatan dan pelaporan informasi tentang status kesehatan klien serta semua kegiatan asuhan keperawatan yang dilakukan perawat. Konsorsium ilmu kesehatan kelompok kerja keperawatan (1992), mendefinisikan asuhan keperawatan adalah suatu proses atau rangkaian kegiatan pada

(32)

praktek keperawatan yang langsung di berikan pada klien, pada bagian tatanan pelayanan kesehatan yang terdiri dari 5 komponen, yaitu melakukan pengkajian, merumuskan diagnosa, menyusun perencanaan, implementasi, dan evaluasi.

2.4.2. Tahap-tahap Asuhan Keperawatan

Menurut Nursalam (2009), dalam menilai kualitas pelayanan keperawatan kepada pasien, digunakan standar praktik keperawatan yang merupakan pedoman bagi perawat dalam melaksanakan asuhan keperawatan. Standar praktik keperawatan telah dijabarkan oleh Persatuan Perawat Nasional Indonesia yang mengacu dalam tahapan proses keperawatan, yang meliputi : (1) Pengkajian, (2) Diagnosis keperawatan, (3) Perencanan, (4) Implementasi, (5) Evaluasi. Standar praktik keperawatan telah dijabarkan oleh PPNI (2000) dalam Nursalam (2009) yang mengacu dalam tahapan proses keperawatan yaitu :

1. Pengkajian Keperawatan

Pengkajian keperawatan merupakan tahap awal dan dasar utama dari proses keperawatan. Tahap pengkajian terdiri atas : pengumpulan data dan perumusan kebutuhan atau masalah pasien. Data yang dikumpulkan meliputi data psikologis, biologis, sosial dan spiritual.

Kriteria pengkajian keperawatan meliputi :

(1) Pengumpulan data dilakukan dengan cara anamnesis, observasi, pemeriksaan fisik, serta dari pemeriksaan penunjang.

(2) Sumber data adalah klien, keluarga, atau orang yang terkait, tim kesehatan, rekam medis, dan catatan lain.

(33)

(3) Data yang dikumpulkan, difokuskan untuk mengidentifikasi : a. Status kesehatan klien masa lalu

b. Status kesehatan klien saat ini

c. Status biologis-psikologis-sosial-spiritual d. Respons terhadap terapi

e. Harapan terhadap tingkat kesehatan yang optimal f. Risiko-risiko tinggi masalah

(4) Kelengkapan data dasar mengandung unsur LARB (Lengkap, Akurat, Relevan, dan Baru)

2. Diagnosis Keperawatan

Perawat menganalisis data pengkajian untuk merumuskan diagnosis keperawatan. Kriteria diagnosis keperawatan meliputi :

(1) Proses diagnosis terdiri atas analisis, interpretasi data, identifikasi masalah klien, dan perumusan diagnosis keperawatan.

(2) Diagnosis keperawatan terdiri atas masalah (P), penyebab (E), dan tanda gejala (S), atau terdiri atas masalah dan penyebab (PE).

(3) Bekerjasama dengan klien dan petugas kesehatan lain untuk memvalidasi diagnosis keperawatan.

(4) Melakukan pengkajian ulang dan merevisi diagnosis berdasarkan data terbaru. 3. Perencanaan Keperawatan

Perawat membuat rencana tindakan keperawatan untuk mengatasi masalah dan meningkatkan kesehatan klien. Kriteria perencanaan keperawatan meliputi :

(34)

(1) Perencanaan terdiri atas penerapan prioritas masalah, tujuan dan rencana tindakan keperawatan.

(2) Bekerjasama dengan klien dalam menyusun rencana tindakan keperawatan (3) Perencanaan bersifat individual sesuai dengan kondisi atau kebutuhan klien. (4) Mendokumentasi rencana keperawatan

4. Implementasi Keperawatan

Perawat mengimplementasikan tindakan yang telah diidentifikasi dalam rencana asuhan keperawatan. Kriteri implementasi meliputi :

(1) Bekerjasama dengan klien dalam pelaksanaan tindakan keperawatan. (2) Kolaborasi dengan tim kesehatan lain.

(3) Melakukan tindakan keperawatan untuk mengatasi kesehatan klien.

(4) Memberikan pendidikan pada klien dan keluarga mengenai konsep, keterampilan asuhan diri serta membantu klien memodifikasi lingkungan yang digunakan.

(5) Mengkaji ulang dan merevisi pelaksanaan tindakan keperawatan berdasarkan respons klien.

5. Evaluasi Keperawatan

Perawat mengevaluasi kemampuan klien terhadap tindakan keperawatan dalam pencapaian tujuan dan merevisi data dasar serta perencanaan. Kriteria evaluasi keperawatan meliputi :

(1) Menyusun perencanaan evaluasi hasil dari intervensi secara komprehensif, tepat waktu dan terus-menerus.

(35)

(2) Menggunakan data dasar dan respons klien dalam mengukur perkembangan ke arah pencapaian tujuan.

(3) Memvalidasi dan menganalisis data baru dengan teman sejawat.

(4) Bekerjasama dengan klien keluarga untuk memodifikasi rencana asuhan keperawatan.

(5) Mendokumentasi hasil evaluasi dan memodifikasi perencanaan.

Dengan standar asuhan keperawatan tersebut, maka pelayanan keperawatan menjadi lebih terarah. Standar adalah deskriptif mengenai tingkat penampilan yang diinginkan, kualitas struktur, proses, atau hasil yang dapat dinilai.

2.4.3. Prinsip Penilaian Kinerja Perawat

Menurut Gillies dalam Nursalam (2009), untuk mengevaluasi bawahan secara tepat dan adil, manajer sebaiknya mengamati prinsip-prinsip tertentu :

(1) Evaluasi pekerja sebaiknya didasarkan pada standar pelaksanaan kerja, dan orientasi tingkah laku untuk posisi yang ditempati. Karena deskripsi dan standar pelaksanaan kerja disajikan ke pegawai selama masa orientasi sebagai tujuan yang harus diusahakan, pelaksanaan kerja sebaiknya dievaluasi berkenaan dengan sasaran-sasaran yang sama

(2) Sampel tingkah laku perawat yang cukup representatif sebaiknya diamati dalam rangka evaluasi pelaksanaan kerjanya. Perhatian harus diberikan untuk mengevaluasi tingkah laku umum atau tingkah laku konsistennya, serta guna menghindari hal-hal yang tidak diinginkan.

(36)

(3) Perawat sebaiknya diberi salinan deskripsi kerjanya, standar pelaksanaan kerja, dan bentuk evaluasi untuk peninjauan ulang sebelum pertemuan evaluasi, sehingga baik perawat maupun supervisor dapat mendiskusikan evaluasi dari kerangkan kerja yang sama.

(4) Di dalam menuliskan penilaian pelaksanaan kerja karyawan, manajer sebaiknya menunjukkan segi-segi di mana pelaksanaan kerja itu bisa memuaskan dan perbaikan apa yang diperlukan. Supervisor sebaiknya merujuk pada contoh-contoh khusus mengenai tingkah laku yang memuaskan maupun yang tidak memuaskan, supaya dapat menjelaskan dasar-dasar komentar yang bersifat evaluatif.

(5) Jika diperlukan, manajer sebaiknya menjelaskan area mana yang akan diprioritaskan, seiring dengan usaha perawat untuk meningkatkan pelaksanaan kerja.

(6) Pertemuan evaluasi sebaiknya dilakukan pada waktu yang cocok bagi perawat dan manajer, dan diskusi evaluasi sebaiknya dilakukan dalam waktu yang cukup bagi keduanya.

(7) Baik laporan evaluasi maupun pertemuan sebaiknya disusun dengan terencana, sehingga perawat tidak merawa kalau pelaksanaan kerjanya sedang dianalisis. Seorang perawat dapat bertahan dari kecaman seorang manajer yang menunjukkan pertimbangan atas perasaannya, serta menawarkan bantuan untuk meningkatkan pelaksanaan kerjanya.

(37)

2.5. Landasan Teori

Keperawatan adalah metode asuhan keperawatan yang ilmiah, sistematis, dinamis, dan terus-menerus serta berkesinambungan dalam rangka pemecahan masalah kesehatan pasien/keluarga, dimulai dari pengkajian (pengumpulan data, analisis data, dan penentuan masalah), diagnosis keperawatan, perencanaan tindakan keperawatan, implementasi, dan penilaian tindakan keperawatan (Kusnanto, 2004).

Menurut Mangkunegara (2002), kinerja adalah hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dapat dicapai oleh seorang pegawai dalam melaksanakan tugas sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya.

Quality of work life merupakan masalah utama yang patut mendapat perhatian

organisasi (Lewis dkk, 2001). Hal ini merujuk pada pemikiran bahwa kualitas kehidupan kerja dipandang mampu untuk meningkatkan peran serta dan sumbangan para karyawan terhadap organisasi. Quality of work life berperan dalam meningkatkan kinerja yang merupakan salah satu penerapan demokrasi industrial dan meminimalkan pemogokan kerja. Quality of work life merupakan dimensi yang krusial dari kinerja karyawan, karena terbukti berpengaruh penting terhadap kinerja karyawan (Raduan, 2006). Quality of work life pada dasarnya mencari cara untuk meningkatkan kualitas kehidupan dan menciptakan pekerjaan yang lebih baik atau tercapainya kinerja kerja yang tinggi (Gitosudarmo, 2000).

Quality of work life dipandang mampu untuk meningkatkan peran serta dan

sumbangan para anggota atau karyawan terhadap organisasi. Penelitian terdahulu menunjukkan bahwa quality of work life mempunyai pengaruh positif dan signifikan

(38)

terhadap kinerja perusahaan (May dan Lau, 1999). Adanya quality of work life juga menumbuhkan keinginan para karyawan untuk tetap tinggal dalam organisasi. Penelitian juga menunjukkan adanya hubungan positif antara praktek quality of work

life dengan kinerja karyawan ( Elmuti dan Kathawala, 1997).

Cascio (2003) menguraikan sembilan komponen Quality of work life yang terdiri dari keterlibatan karyawan, pengembangan karir, penyelesaian masalah, komunikasi, fasilitas yang tersedia, rasa aman terhadap pekerjaan, keselamatan lingkungan kerja, kompensasi yang seimbang, dan rasa bangga terhadap institusi. Adapun komponen tersebut dapat dilihat sebagai berikut :

Gambar 2.2. Teori Cascio Mengenai Quality of Work Life (2003)

QWL

Keterlibatan Karyawan Pengembang- an Karir Penyelesaian Masalah Komunikasi Fasilitas yang Tersedia Rasa Aman terhadap Pekerjaan Keselamatan Lingkungan Kerja Kompensasi yang Seimbang Rasa Bangga terhadap Institusi

(39)

2.6. Kerangka Konsep

Berdasarkan landasan teori maka dapat digabungkan menjadi suatu pemikiran yang terintegrasi. Pemikiran yang terintegrasi tersebut merupakan kerangka konsep dalam penelitian ini digambarkan sebagai berikut :

Variabel Bebas Variabel Terikat

`

Gambar 2.3. Kerangka Konsep

Berdasarkan kerangka konsep di atas dapat dilihat bahwa komponen quality of

work life yang meliputi: keterlibatan karyawan, pengembangan karir, penyelesaian

masalah, komunikasi, fasilitas yang tersedia, rasa aman terhadap pekerjaan, keselamatan lingkungan kerja, kompensasi yang seimbang, dan rasa bangga terhadap institusi akan memengaruhi kinerja perawat pelaksana yang dimulai dari pengkajian, diagnosis, rencana tindakan, implementasi, dan evaluasi tindakan.

Kinerja Perawat Pelaksana 1. Pengkajian 2. Diagnosis 3. Rencana Tindakan 4. Implementasi 5. Evaluasi Keterlibatan Karyawan Pengembangan Karir Penyelesaian Masalah Komunikasi Fasilitas yang Tersedia Rasa Aman terhadap Pekerjaan Keselamatan Lingkungan Kerja Kompensasi yang Seimbang Rasa Bangga terhadap Institusi

Komponen-komponen Quality of Work Life

Gambar

Gambar 2.1. Komponen Kinerja Individual Menurut Mathis & Jackson (2009) Kemampuan individual  -  Bakat  -  Minat  -  Faktor kepribadian   Dukungan organisasional -  Pelatihan dan pengembangan  -  Peralatan dan teknologi    Sd  kij         Kinerja indiv
Gambar 2.2. Teori Cascio Mengenai Quality of Work Life (2003) QWL Keterlibatan  Karyawan  Pengembang- an Karir   Penyelesaian Masalah Komunikasi  Fasilitas    yang Tersedia   Rasa Aman  terhadap Pekerjaan Keselamatan  Lingkungan  Kerja Kompensasi  yang Sei

Referensi

Dokumen terkait

Dari kutipan di atas terlihat bahwa Wisnu mulai menyadari bahwa dirinya telah jatuh cinta terhadap gadis pelayan salon itu. c) Aspek ekonomi dalam cerbung

dengan menekan tomb 01 Tool-Graphic Report ­ Resources and cost kemudian pada tampilan dialoque box dipilill total Usage For All Resources, maka akan terlihat

Kandungan nikel rata-rata tanah serpentin Mandiangin mencapai 3630 µg/g berat kering tanah dan kandungan krom rata- rata mencapai 828,73 µg/g berat kering tanah... di

33 Secara umum tujuan penelitian adalah untuk mendapatkan disain pengering ERK optimum baik dari segi teknis maupun secara ekonomis, melalui proses optimisasi dan simulasi

Kabel serat optik merupakan kabel yang terbuat dari kaca atau plastik yang sangat halus, kabel serat optik juga dapat menyalurkan sinyal cahaya dari suatu lokasi ke

Terjadinya komunikasi (berbahasa) menurut Hymes (dalam Sulatra, 2012:27) ditentukan oleh beberapa unsur yang disingkat menjadi akronim SPEAKING, yaitu sebagai berikut. 1)

Pengujian validitas dilakukan dengan meminta pendapat para ahli (judgement expert). Dalam hal ini, setelah instrumen mengenai budaya organisasi dan kinerja pegawai disusun,

Meski demikian, catatan sejarah menunjukkan, respon pesantren sebagai lembaga pendidikan tradisional, terhadap sistem pendidikan modern yang diperkenalkan Belanda