• Tidak ada hasil yang ditemukan

Implementasi Wireless Sensor Network untuk Pendeteksi Dini Kebakaran Hutan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Implementasi Wireless Sensor Network untuk Pendeteksi Dini Kebakaran Hutan"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

Implementasi Wireless Sensor Network untuk Pendeteksi Dini

Kebakaran Hutan

M. Y. Hariyawan1, A. Gunawan2 & E.H. Putra3

1,2,3

Politeknik Caltex Riau

Abstrak

Kebakaran hutan merupakan salah satu masalah yang mengancam kelestarian hutan. Sistem pencegahan dini terhadap indikasi kebakaran hutan mutlak diperlukan. Luasnya hutan menjadi salah satu permasalahan yang dihadapi dalam pemantauan kondisi hutan. Untuk mengatasi permasalahan luasnya hutan, dirancang suatu sistem pendeteksi kebakaran hutan dengan mengadopsi sistem Wireless Sensor Network (WSN). Setiap sensor node dalam WSN memiliki mikrokontroller, transmitter/receiver dan beberapa sensor. Sensor node memungkinkan untuk mengumpulkan data dari perubahan sensor-sensor yang diakibatkan oleh kebakaran pada titik-titk tertentu. Metode pengukuran dilakukan dengan mengukur suhu, kadar metana, hidrokarbon, dan CO2 di kota Duri dan mengukur hasil pembakaran gambut di ruang simulator. Dari hasil pembakaran gambut di ruang simulator menunjukkan adanya peningkatan suhu, kadar metana, gas hidrokarbon, dan CO2 dan dijadikan sebagai

indikator utama adanya suatu kebakaran hutan. Dari hasil pengukuran suhu, kadar metana, gas hidrokarbon dan CO2 di daerah terbuka di kota Duri menunjukkan tidak adanya kebakaran

hutan dimana nilai suhu, metana, gas hidrokarbon, dan CO2 masih dibawah hasil pengukuran

di ruang simulator.

Kata kunci: kebakaran hutan, wireless sensor network, sensor node.

Abstract

Forest fires are one of the problems that threaten the sustainability of the forest. System of early prevention of forest fires is absolutely necessary indications. The extent of forest to be one of the problems faced in the forest condition monitoring. To overcome the problem of forest area, designed a system for forest fire detection system by adopting Wireless Sensor Network (WSN). Each sensor node in a WSN has a microcontroller, transmitter / receiver and a sensor. Sensor node allows to collect data from sensors changes caused by the fire at the points specified. The measurement method is performed by measuring the temperature, levels of methane, hydrocarbons, and CO2 in the town of Duri and measure the result of burning peat in the simulator. From the burning of peat in the simulator showed an increase in temperature, levels of methane, a hydrocarbon gas, and CO2 and serve as the primary indicator of a forest fire. From the results of measurements of temperature, levels of methane, hydrocarbons and CO2 gas in an open area in the town of Duri shows no signs of forest fires in which the value of temperature, methane, hydrocarbon gas, and CO2 is below the measurement results in the simulator.

Keywords: Forest fires, wireless sensor network, sensor node

1 Pendahuluan

Hutan merupakan sumber kehidupan bagi semua makhluk hidup. Dengan adanya hutan, simbiosis dan rantai kehidupan makhluk hidup dapat berjalan. Kebakaran hutan menjadi masalah serius yang dihadapi dewasa ini. Hal itu telah dirasakan oleh masyarakat maupun pemerintah. Kejadian kebakaran hutan dan lahan di provinsi Riau memiliki pengaruh yang besar terhadap terjadinya polusi kabut asap yang melintas batas negara. Pada umumnya kebakaran yang terjadi di provinsi Riau berada di lahan gambut yang mendominasi wilayah ini sebesar 60

(2)

2 M. Y. Hariyawan, A. Gunawan & E.H. Putra

%. Oleh karena itu, kabut asap merupakan fenomena alam yang umum terjadi pada saat musim kebakaran dan memberikan dampak terhadap negara tetangga seperti Malaysia dan Singapura.

Untuk mengurangi masalah tersebut, pemerintah telah mencanangkan beberapa program kerja yang berorientasi pada suatu himbauan ataupun suatu sanksi hukum terhadap suatu tindakan yang mengancam kelestarian hutan tersebut. Tetapi, walaupun seluruh program kerja tersebut telah dirancang, tingkat kelestarian hutan masih menunjukkan angka yang cukup memprihatinkan.

Jika ditinjau dari segi perkembangan teknologi saat ini, program kelestarian hutan cenderung memerlukan suatu sistem yang mampu menganalisa dan memonitoring adanya indikasi kebakaran hutan. Teknologi wireless yang mampu mengirimkan data tanpa perlu menggunakan kabel diharapkan mampu menjadi salah satu perkembangan teknologi aplikatif yang dapat mendukung program kelestarian hutan. Sistem monitoring ini diharapkan mampu menyajikan suatu data berupa indikasi kebakaran untuk lahan yang luas sekalipun.

2 Kebakaran Hutan dan Lahan Gambut

Pembakaran biomass merupakan pembakaran vegitasi, termasuk hutan, perkebunan, rumput, lahan pertanian, lahan untuk menyiapkan lahan dan perubahan penggunaan lahan. Pada umunya pembakaran biomass di Indonesia disebabkan oleh manusia, terutama untuk tujuan penyiapan lahan dan perubahan penggunaan lahan sebagai akibatnya. Pembakaran tidak sempurna tidak pernah tercapai pada kondisi pembakaran biomass, hasil lain dari pembakaran biomass yang tidak sempurna berupa karbon monoksida (CO) dan metana.

Kebakaran hutan dan lahan gambut merupakan kebakaran dimana api membakar bahan bakar yang ada di atas permukaan (misalnya: serasah, pepohonan, semak, dan lain-lain). Kemudian api menyebar tidak menentu secara perlahan di bawah permukaan (ground fre), membakar bahan organik melalui pori-pori gambut dan melalui akar semak belukar/pohon yang bagian atasnya terbakar.

Produk kimia utama dari kebakaran hutan dan lahan gambut adalah termasuk produk kimia yang mudah menguap (tetapi tidak teroksidasi) selama kebakaran, membentuk rantai secara parsial atau seluruh oksidasi sempurna dari bahan bakar organik dan membentuk pyrosynthesis. Beberapa dari produk ini adalah CO, dan uap air, adalah pengisi normal dari atmosfer, tetapi yang lainnya sering kali merupakan polutan udara. Polutan udara yang dimaksud adalah partikel-partikel, CO, SO, NO, dan ozon (O).

3 Wireless Sensor Network

Wireless Sensor Network (WSN) merupakan suatu kesatuan dari proses pengukuran, komputasi, dan komunikasi yang memberikan kemampuan administratif kepada sebuah perangkat, observasi, dan melakukan penanganan terhadap setiap kejadian dan fenomena yang terjadi di lingkungan yang mengunakan teknologi wireless. Sistem ini jauh lebih efisien dibandingkan dengan penggunaan kabel. Sistem ini memiliki fungsi untuk berbagai jenis aplikasi, dalam arti lain, WSN menyediakan pondasi teknologi untuk melakukan eksperimen pada lingkungan. Misalnya Ahli biologi ingin memonitoring perilaku hewan yang berada di habitatnya, peneliti lingkungan membutuhkan sistem yang mampu memonitoring polusi lingkungan, petani dapat meningkatkan hasil panen dengan meneliti tingkat kesuburan tanah, ahli geologi membutuhkan sistem untuk memonitoring aktivitas seismik, bahkan di militer pun membutuhkan suatu sistem yang mampu memonitoring area yang sulit dicapai. Keseluruhan aktifitas manusia tersebut memerlukan sistem monitoring WSN.

Komponen WSN meliputi sensor, modul wireless, dan PC. Seluruh komponen akan membentuk suatu sistem monitoring yang mampu menampilkan data yang berupa karakteristik sensor yang digunakan dengan memanfaatkan media wireless. Karena dapat digunakan untuk berbagi aplikasi, penggunaan jenis sensor dipilih berdasarkan aplikasinya.

(3)

Tipe Sensor Temperatur Tekanan Optik Akustik Mekanik

Gerakan dan Getaran Posisi

Kelembaban Radiasi

3.1 Arsitektur Wireless Sensor Network

Setiap node WSN umumnya berisi sistem

yang dapat diilustrasikan seperti pada gambar 3. Bagaimana menggabungkan ini adalah hal yang harus diperhatikan ketika kita melakukan perancangan. Sistem processor merupakan bagian sistem yang terpenting pada WS

konsumsi energi. Beberapa pilihan untuk processor dapat memilih antara lain: • Microcontroller

• Digital signal processor • Application-specific IC • Field programmable gate array

Gambar 1

3.2 Sensor Node

Gambar 2 menunjukkan sistem sensor node.

Contoh Sensor

Thermistor, thermocouple

Pressure gauge, barometer, ionization gauge

Photodiodes, phototransistors, infrared sensors, CCD sensors Piezoelectric resonators, microphones

Strain gauges, tactile sensors, capacitive diaphragms, piezoresistive cells

Accelerometers, gyroscopes, photo sensors

GPS, ultrasound-based sensors, infrared-based sensors, inclinometers Capacitive and resistive sensors, hygrometers, MEMS

sensors

Ionization detectors, Geiger–Mueller counters

Arsitektur Wireless Sensor Network

Setiap node WSN umumnya berisi sistem sensing, processing, communication dan power yang dapat diilustrasikan seperti pada gambar 3. Bagaimana menggabungkan ini adalah hal yang harus diperhatikan ketika kita melakukan perancangan. Sistem processor merupakan bagian sistem yang terpenting pada WSN yang dapat mempengaruhi performance ataupun konsumsi energi. Beberapa pilihan untuk processor dapat memilih antara lain:

Digital signal processor specific IC Field programmable gate array

Gambar 1 Arsitektur umum pada sebuah WSN.

menunjukkan sistem sensor node.

Gambar 2 Sistem Sensor Node

sensors, CCD sensors Strain gauges, tactile sensors, capacitive diaphragms, piezoresistive

based sensors, inclinometers Capacitive and resistive sensors, hygrometers, MEMS-based humidity

sensing, processing, communication dan power yang dapat diilustrasikan seperti pada gambar 3. Bagaimana menggabungkan ini adalah hal yang harus diperhatikan ketika kita melakukan perancangan. Sistem processor merupakan N yang dapat mempengaruhi performance ataupun konsumsi energi. Beberapa pilihan untuk processor dapat memilih antara lain:

(4)

4 M. Y. Hariyawan, A. Gunawan & E.H. Putra

3.3 Sensor Api (Uvtron Flame Detector)

Sensor api digunakan untuk mendeteksi keberadaan api yang mengindikasikan adanya kebakaran. Pada perencanaan digunakan sensor api jenis R2868 buatan Hamamatsu. Rangkaian pengaktif sensor ini berupa kit C3704 yang bersifat onboard, seperti ditunjukkan pada Gambar 2. Sensor ini akan mendeteksi sinar UV dalam interval 185-260 nm yang terdeteksi sebagai sinar UV dari api. Sensor ini tidak mampu mendeteksi besar kecilnya api, karena pada dasarnya api rokok pada jarak maksimal 5 meter saja dapat dideteksi oleh sensor ini. Pada realisasinya, sensor api ini aktif apabila diberi tegangan sebesar 350 Vdc, sehingga diperlukan kit C3704 untuk mengaktifkannya. Tegangan input yang dibutuhkan untuk kit C3704 ini berkisar 9-30 Vdc, namun apabila kita memiliki tegangan fix sebesar 5 volt, kita cukup menginputkannya ke terminal ‘O’ pada kit tersebut karena pada dasarnya tegangan input sebesar 9-30 Vdc tadi nantinya akan diregulator menjadi 5 volt.

Gambar 3 Blok rangkaian C3704.

Prinsip kerja dari rangkaian kit C3704 ini adalah mengubah tegangan supply 5 volt menjadi 350 volt DC pada bagian High Voltage DC to DC converter untuk mengaktifkan sensor. Sedangkan Signal Processing Circuit berfungsi untuk mengatur jumlah pulsa yang masuk dari sensor UVTron selama 2 detik yang akan direspon oleh C3704 menjadi pulsa selebar 10 ms. Pulsa keluaran sebesar 10 ms dapat di coupling oleh capasitor untuk menghasilkan perioda output yang lebih lebar. Pada perencanaan, digunakan kapasitor sebesar 1 mikrofarad untuk menghasilkan perioda output sebesar 1 second pada terminal Cx kit C3704.

3.4 Sensor Asap

Pada sistem ini, sensor asap dirancang dari sebuah LED dan Fotodioda yang dikombinasikan dengan Op Amp (IC LM 358) sehingga mampu mendeteksi keberadaan asap, seperti pada Gambar 3. Prinsip kerja dari rangkaian ini adalah membandingkan tegangan menggunakan LM 358. Tegangan yang dihasilkan akibat perubahan resistansi dari fotodioda oleh LED akan dibandingkan dengan tegangan pada resistor variabel. Keduanya akan masuk pada Op amp dan akan menghasilkan keluaran output 5 volt pada saat tidak ada asap ( asumsi tidak ada peghalang antara fotodioda dan LED) dan 0 volt pada saat ada asap ( ada penghalang antara LED dan fotodioda). Output inilah yang akan diolah oleh mikrokontroler.

(5)

Gambar 4 Rangkaian sensor asap.

3.5 Sensor Suhu

Sensor suhu LM35 adalah komponen elektronika yang memiliki fungsi untuk mengubah besaran suhu menjadi besaran listrik dalam bentuk tegangan. LM35 memiliki keakuratan tinggi dan kemudahan perancangan jika dibandingkan dengan sensor suhu yang lain, LM35 juga mempunyai keluaran impedansi yang rendah dan linieritas yang tinggi sehingga dapat dengan mudah dihubungkan dengan rangkaian kendali khusus serta tidak memerlukan penyetelan lanjutan.

LM35 dari National Semiconductor adalah sebuah sensor temperatur centigrade presisi, yang memiliki tegangan output analog. Memiliki jangkauan pengukuran -55ºC hingga +150ºC dengan akurasi ±0.5ºC. Tegangan output adalah 10mV/ºC. Tegangan output dapat langsung dihubungkan dengan salah satu port mikrokontroler yang memiliki kemampuan ADC, misalnya ATmega8535.

ADC pada ATmega8535 memiliki resolusi 10-bit, yang dapat memberikan keluaran 2^10 = 1024 nilai diskrit. Bila digunakan catu 5V, resolusi yang dihasilkan adalah 5000mV/1024 = 4.8mV. Karena LM35 memiliki resolusi output 10mV/ºC, maka resolusi termometer yang dibuat dengan ATmega8535 adalah 10mV/4.8mV ~ 0.5ºC.

3.6 Pemancar/Penerima

Pemancar/Penerima untuk sistem sensor node, kami merencanakan memakai Paralax 433 MHZ. Parallax 433 MHz merupakan modul wireless buatan Parallax yang mampu mengirimkan dan menerima data format serial pada jarak 500 m pada kondisi tanpa halangan (LOS). Modul wireless ini terdiri dari receiver dan transmitter untuk mendukung pengiriman data serial. Untuk pengoperasiannya pada mikrokontroller dapat dilihat pada Gambar 5.

Gambar 5. Parallax yang terhubung ke mikro

Diagram alir pada bagian transmitter dapat dilihat pada Gambar 6.

GDN + 5V Port A.0 Tx ATMega8535 PDN

(6)

6 M. Y. Hariyawan, A. Gunawan & E.H. Putra

Gambar 6. Diagram Alur Sensor Node

4 Perancangan Sistem

Untuk mendeteksi adanya kebakaran hutan maka dilakukan pengukuran-pengukuran suhu, kadar metana, gasoline, CO dan CO2 dari hasil pembakaran gambut. Ada beberapa skenario untuk melakukan pengukuran ini, yaitu:

1. Pengukuran hasil tanpa pembakaran gambut di ruang simulator

Sistem sensing kebakaran hutan menggunakan tiga sensor untuk mendeteksi apakah suatu kondisi dapat dikatakan sebagai gejala awal kebakaran atau tidak. Pada sistem sensing

kebakaran ini digunakan 3 buah sensor yang akan mendeteksi api, perubahan suhu dan asap.

Kemudian system sensing ini dimasukkan ke dalam ruang simulator yang tertutup dan

dilakukan pengukuran suhu, kadar metana, gasoline, CO dan CO2 di dalam ruang simulator.

2. Pengukuran hasil pembakaran gambut di ruang simulator

Pada tahap sampah gambut yang telah dibakar dimasukkan ke dalam ruang simulator. Hasil-hasil pengukuran dari tiga sensor dilihat dan disimpan di program aplikasi komputer. 3. Pengukuran kadar udara di kota Duri

Pada tahap ini dilakukan pengamatan dan pengujian di daerah terbuka di kota Duri untuk melakukan pengukuran suhu, kadar methane, hidrokarbon dan CO2 yang dapat dijadikan sebagai indikator terjadinya kebakaran.

Sistem sensing yang digunakan untuk melakukan pengukuran yang ada di skenario ditunjukkan pada gambar 7.

(7)

Gambar 7. Sistem sensing pendeteksi kebakaran hutan

5 Hasil dan Analisa

Hasil pengukuran dan analisa dari berbagai skenario perancangan sebagai berikut:

5.1 Pengukuran hasil tanpa pembakaran gambut di ruang simulator

Pada tabel 2 dapat dilihat hasil pengukuran suhu, kadar metana, hidrokarbon, CO dan

CO2 di ruang simulator tanpa adanya pembakaran gambut. Dari hasil pengukuran ini besarnya

suhu, metana, hidrokarbon, CO dan CO2 adalah stabil selama proses pengambilan data dan sesuai dengan kondisi udara normal.

Tabel 2 Hasil pengukuran tanpa pembakaran gambut di ruang simulator

Data ke Suhu (oC) Metana (ppm) Hidrokarbon (ppm) CO (ppm) CO2 (ppm)

87637 31 1 41 5 97 87638 31 1 41 5 97 87639 31 1 41 5 97 87640 31 1 41 5 97 87641 31 1 41 5 97 87642 31 1 41 5 97 87643 31 1 41 5 97 87644 31 1 41 5 97 87645 31 1 41 5 97 87646 31 1 41 5 97 87647 31 1 41 5 97

(8)

8 M. Y. Hariyawan, A. Gunawan & E.H. Putra

87648 31 1 41 5 97

87649 31 1 41 5 97

5.2 Pengukuran hasil pembakaran gambut di ruang simulator

Pada gambar 8 dapat dilihat hasil pengukuran suhu, dan kadar metanauntuk pembakaran

gambut di ruang simulator. Dari hasil pengukuran suhu, besarnya suhu meningkat menjadi 34 o

C dibandingkan 31 oC dengan tanpa pembakaran gambut di ruang simulator. Sedangkan kadar

metana meningkat drastis di rata-rata 7 ppm dibandingkan hanya 1 ppm dengan tanpa pembakaran gambut di ruang simulator.

Gambar 8. Hasil pengukuran suhu dan kadar gas metana di ruang simulator

Pada gambar 9 dapat dilihat hasil pengukuran gas hidrokarbon, dan kadar CO2 untuk pembakaran gambut di ruang simulator. Dari hasil pengukuran gas hidrokarbon meningkat drastis menjadi rata-rata 95 ppm dibandingkan 41 ppm dengan tanpa pembakaran gambut di ruang simulator. Sedangkan kadar CO2 rata-rata 97 ppm sama dengan tanpa pembakaran gambut di ruang simulator, meski pada satu titik sempat meningkat drastis ke 103 ppm.

Gambar 9. Hasil pengukuran kadar gas hidrokarbon dan CO2 di ruang simulator

Dari hasil pembakaran gambut di ruang simulator menunjukkan adanya peningkatan suhu, kadar metana, gas hidrokarbon, dan CO2 dan hasil pengukurannya dapat dijadikan sebagai indikator utama adanya suatu kebakaran hutan.

31,5 32 32,5 33 33,5 34 34,5 87650 87700 87750 87800 87850 87900

Data Suhu di Ruang Simulator

oC Data ke- 0 2 4 6 8 10 87650 87700 87750 87800 87850 87900

Pengukuran Kadar Gas Metana

Metana Data ke-89 90 91 92 93 94 95 96 97 87650 87700 87750 87800 87850 87900

Pengukuran Gas Hidrokarbon

ppm Data ke- 96 98 100 102 104 87650 87700 87750 87800 87850 87900

Pengukuran Gas CO2

Data ke

ppm

(9)

ke-5.3 Pengukuran kadar udara di kota Duri

Pada gambar 10 dapat dilihat hasil pengukuran suhu, dan kadar metanadi daerah terbuka

di kota Duri. Dari hasil pengukuran suhu, besarnya suhu meningkat menjadi 34 oC

dibandingkan 31 oC dengan tanpa pembakaran gambut di ruang simulator. Sedangkan kadar metana meningkat ke titik 4 ppm meski kemudian kembali turun ke 1 ppm sama dengan tanpa pembakaran gambut di ruang simulator.

Gambar 10. Hasil pengukuran suhu dan kadar gas metana di kota Duri

Pada gambar 11 dapat dilihat hasil pengukuran gas hidrokarbon, dan kadar CO2 di daerah terbuka di kota Duri. Dari hasil pengukuran gas hidrokarbonmeningkat cukup drastis menjadi 80 ppm dibandingkan 41 ppm dengan tanpa pembakaran gambut di ruang simulator. Sedangkan kadar CO2 rata-rata 97 ppm sama dengan tanpa pembakaran gambut di ruang simulator.

Gambar 11. Hasil pengukuran kadar gas hidrokarbon dan CO2 di kota Duri

Dari hasil pengukuran suhu, kadar metana, gas hidrokarbon dan CO2 di daerah terbuka di

kota Duri menunjukkan tidak adanya kebakaran hutan. Hal ini dapat dilihat dari nilai suhu, metana, gas hidrokarbon, dan CO2 yang masih dibawah hasil pengukuran di ruang simulator. Meski kadar metana dan gas hidrokarbon cukup tinggi dibandingkan kondisi normal, tapi ini lebih disebabkan oleh faktor pencemaran udara dari kendaraan yang padat di kota Duri.

6 Kesimpulan

Pengukuran-pengukuran suhu, kadar metana, gasoline, CO dan CO2 dapat dijadikan sebagai indikator utama untuk mendeteksi dini adanya kebakaran hutan. Ada tiga metode pengukuran yang dilakukan, yaitu pengukuran di ruang simulator dengan dan tanpa pembakaran

31,5 32 32,5 33 33,5 34 34,5 100000101000102000103000104000105000

Data Pengukuran Suhu di kota Duri oC Data ke- -1 0 1 2 3 4 5 100000 101000 102000 103000 104000 105000

Pengukuran Kadar Metana di kota Duri Methan Data ke-0 20 40 60 80 100 100000 101000 102000 103000 104000 105000 Pengukuran Hidrokarbon di Kota Duri Hidrokarbon (ppm) Data ke- 95,8 96 96,2 96,4 96,6 96,8 97 97,2 100000 101000 102000 103000 104000 105000

Pengukuran Kadar CO2 di Kota Duri

CO2 (ppm)

(10)

ke-10 M. Y. Hariyawan, A. Gunawan & E.H. Putra

gambut, dan pengukuran di udara terbuka di kota Duri. Dari hasil pengukuran suhu, kadar metana, gas hidrokarbon dan CO2 di daerah terbuka di kota Duri menunjukkan tidak adanya kebakaran hutan dimana nilai suhu, metana, gas hidrokarbon, dan CO2 masih dibawah hasil pengukuran di ruang simulator dengan pembakaran gambut.

7 Referensi

[1] Soemarsono, 1997. Kebakaran Lahan, Semak Belukar dan Hutan di Indonesia (Penyebab,

Upaya dan Perspektif Upaya di Masa Depan). Prosiding Simposium: “Dampak

Kebakaran Hutan Terhadap Sumberdaya Alam dan Lingkungan”. Tanggal 16 Desember

1997 di Yogyakarta. hal:1-14.

[2] Rodzevski, Alexander, 2009, Wireless Sensor Network with Bluetooth, University of Malmö, Sweden.

[3] M. Yanuar H, Arif Gunawan, Hamid Azwar, Bambang H, Arif S, 2011, “Prototype

Wireless Sensor Network (WSN) sebagai Sistem Pendeteksi Dini Kebakaran Hutan”,

SITIA, vol. 12, hal. 308.

[4] Arif Gunawan, 2011, “Pengaruh Asap Terhadap Sistem Komunikasi Pada Frekuensi

Gambar

Gambar 2 menunjukkan sistem sensor node.
Gambar 3  Blok rangkaian C3704.
Gambar 5.  Parallax yang terhubung ke mikro  Diagram alir pada bagian transmitter dapat dilihat pada Gambar 6
Gambar 6. Diagram Alur Sensor Node
+4

Referensi

Dokumen terkait

Jika terjadi kebakaran, suhu hutan lebih dari batas suhu normal hutan dan terdapat asap pada hutan maka secara bersamaan akan terlihat pada layar LCD hutan mana yang

Sistem yang dirancang pada penelitian ini adalah penerapan Wireless Sensor Network menggunakan topologi tree pada pendeteksi dini potensi kebakaran lahan gambut

S istem pemindai yang menggunakan motor servo dan motor stepper digunakan untuk mengubah arah titik pengukuran suhu beberapa titik dalam area lahan sehingga suhu suatu

Variabel spasial yang digunakan untuk membangun kerawanan kebakaran hutan, yaitu topografi (elevasi, slope, dan aspek), vegetasi (tipe bahan bakar, kadar kelembaban), pola

Sensor suhu merupakan alat yang digunakan untuk merubah besaran suhu. menjadi besaran listrik yang dapat dengan mudah

Sistem Detektor Kebakaran untuk Rumah Susun dengan.. Sistem Wireless

Sistem yang dirancang pada penelitian ini adalah penerapan Wireless Sensor Network menggunakan topologi tree pada pendeteksi dini potensi kebakaran lahan gambut

Komunikasi data pada setiap sensor (sensor titik api, suhu, dan asap) kebakaran dengan menggunakan perangkat Transceiver XBee 2,4GHz berbasis ZigBee secara umum