• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. Gambar 1.1 Logo PT Indonesia Power. Sumber:

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. Gambar 1.1 Logo PT Indonesia Power. Sumber:"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

1 BAB I PENDAHULUAN

1.1 Gambaran Umum PT Indonesia Power 1.1.1 Profil

Sejarah PT Indonesia Power berawal dari dibentuknya PT Pembangkitan Jawa Bali I (PT PJB I) yang merupakan anak perusahaan PT PLN (Persero) pada tahun 1995. PT PJB I mempunyai organisasi sendiri dengan tugas mengelola delapan Unit Pembangkit, masing-masing Suralaya, Saguling, Mrica, Priok, Perak dan Grati, Bali, Semarang, Kamojang, dan satu Unit Bisnis Jasa Pemeliharaan. PT PJB I kemudian berganti nama menjadi PT Indonesia Power pada tanggal 3 Oktober 2000.

Perubahan nama tersebut mengukuhkan penetapan tujuan perusahaan untuk sepenuhnya berorientasi pada bisnis dan mengantisipasi kecenderungan pasar yang senantiasa berkembang. Dalam kurun waktu belasan tahun, PT Indonesa Power telah berkembang dengan cepat melalui kinerja usaha yang meyakinkan.

PT Indonesia Power memiliki logo seperti yang terlihat pada gambar 1.1 berikut:

Gambar 1.1 Logo PT Indonesia Power

Sumber: http://www.indonesiapower.co.id/

PT Indonesia Power kini mengoperasikan delapan Unit Bisinis Pembangkitan (UBP) yang tersebar di UBH (Unit Bisnis Pemeliharaan) lokasi-lokasi strategis Jawa-Bali dan Unit Bisnis Jasa Pemeliharaan (UBJP) dengan total kapasitas terpasang sebesar 8.996 MW dari 133 unit pembangkit listriknya.

Selanjutnya PT Indonesia Power mengembangkan sayap dengan pendirian subsidiaries yaitu PT Cogindo Daya Bersama (CDB) pada tahun 1997 untuk mendukung usaha pembangkitan, outsourcing, dan kajian energi, serta PT Artha Daya Coalindo (ADC) pada tahun 1998 yang bergerak di bidang manajemen dan perdagangan batubara serta bahan bakar lainnya, PT Indo Pusaka Berau (IPB) dengan kegiatan usaha penyediaan listrik dari produksi PLTU Lati di Kalimantan Timur, PT Indo Ridlatama Power yang bergerak di usaha minyak dan gas, PT Perta Daya Gas yang merupakan anak usaha gabungan antara PT Pertamina Gas dan PT Indonesia Power (dengan kepemilikan saham 35%) yang bergerak di bidang energi dan gas, dan yang terakhir adalah PT Rekadaya Elektrika yang mengerjakan proyek rekayasa dan EPC bidang kelistrikan yang juga merupakan usaha patungan PT Indonesia Power dengan beberapa perusahaan lain.

(2)

2

Sebagai perusahaan terbesar di bidang pembangkitan tenaga listrik di Indonesia, PT Indonesia Power siap memasuki era pertumbuhan baru seiring prospek bisnis yang menjanjikan dan penuh tantangan di masa depan (Sumber: http://www.indonesiapower.co.id/SitePages/Profile.aspx).

1.1.2 Visi, Misi, Tujuan, dan Budaya Perusahaan A. Visi

Menjadi perusahaan publik dengan kinerja kelas dunia dan bersahabat dengan lingkungan.

B. Misi

Melakukan usaha dalam bidang ketenagalistrikan dan mengembangkan usaha-usaha lainnya yang berkaitan berdasarkan kaidah industri dan niaga yang sehat, guna menjamin keberadaan dan pengembangan perusahaan dalam jangka panjang.

C. Tujuan

1. Menciptakan mekanisme peningkatan efisiensi yang terus-menerus dalam penggunaan sumber daya perusahaan.

2. Meningkatkan pertumbuhan perusahaan secara berkesinambungan dengan bertumpu pada usaha penyediaan tenaga listrik dan sarana penunjang yang berorientasi pada permintaan pasar yang berwawasan lingkungan.

3. Menciptakan kemampuan dan peluang untuk memperoleh pendanaan dari berbagai sumber yang saling menguntungkan.

4. Mengoperasikan pembangkit tenaga listrik secara kompetitif serta mencapai standar kelas dunia dalam hal keamanan, keandalan, efisiensi, maupun kelestarian lingkungan. 5. Mengembangkan budaya perusahaan yang sehat di atas saling menghargai antar

karyawan dan mitra kerja, serta mendorong terus kekokohan integritas pribadi dan profesionalisme.

D. Budaya Perusahaan

Budaya perusahaan PT Indonesia Power disebut sebagai Indonesia Power Way yang terdiri dari tiga aspek utama, yaitu:

1. The Way We Think

Merupakan Tata Nilai Perusahaan yang melandasi pegawai dan perusahaan dalam bekerja dan berbisnis. Tata Nilai terdiri atas Integritas, Profesional, Harmoni, Pelayanan Prima, Peduli, Pembelajar, dan Inovatif, yang disingkat menjadi IP-HaPPPI.

2. The Way We Act

Merupakan cara pegawai berperilaku dan bekerja yang dilandasi oleh Tata Nilai Perusahaan. The Way We Act terdiri atas proaktif dan pantang menyerah, saling percaya

(3)

3

dan bekerja sama, fokus pada perbaikan proses dan hasil, fokus pada pelanggan, serta mengutamakan safety & green.

3. The Way We Do Busniness

Merupakan cara perusahaan dalam mengelola bisnisnya yang dilandasi oleh Tata Nilai Perusahaan yang terdiri dari leadership excellence, business process excellence, learning organization, customer & supplier relationship, dan stakeholder & socal responsibility.

(Sumber: http://www.indonesiapower.co.id/SitePages/VisiMisi.aspx)

1.1.3 Struktur Organisasi PT Indonesia Power

Struktur organisasi PT Indonesia Power menunjukkan kerangka dan susunan perwujudan pola tetap hubungan-hubungan diantara fungsi-fungsi, bagian-bagian, atau posisi-posisi, maupun orang-orang yang menunjukkan kedudukan, tugas, wewenang, dan tanggung jawab yang berbeda dalam organisasi.

PT Indonesia Power dipimpin oleh seorang Direktur Utama dengan dibantu oleh empat Direktur (Direktur Pengembangan Niaga, Direktur Produksi, Direktur Keuangan, dan Direktur Sumber Daya Manusia), Satuan Audit Internal, dan Sekertaris Perusahaan. Setiap Direktur membawahi berbagai divisi sesuai dengan bidangnya masing-masing. Unit-unit pembangkit yang dikelola oleh PT Indonesia Power sendiri juga termasuk di dalam struktur organisasi PT Indonesia Power. Namun, dalam penelitian kali ini hanya menggunakan kantor pusat PT Indonesia Power saja sebagai objek penelitiannya. Struktur organisasi di kantor pusat PT Indonesia Power sebagai dalam gambar 1.2 berikut:

(4)

4 Gambar 1.2

Struktur Organisasi PT Indonesia Power Pusat

Sumber: http://www.indonesiapower.co.id/SitePages/Org_Stuct.aspx

1.2 Latar Belakang Penelitian

Globalisasi menyebabkan semakin ketatnya persaingan antar perusahaan dalam memperebutkan pasar. Hal ini tentu saja mendorong perusahaan-perusahaan untuk memenangkan persaingan dengan mencari alat dalam penciptaan nilai untuk memperluas pasar, menjaga keunggulan kompetitif yang berkelanjutan (competitive sustainability), dan mempertahankan keberlangsungan hidup. Alat yang saat ini sering digunakan oleh perusahaan dalam rangka penciptaan nilai tersebut adalah Knowledge Management (KM) (Widyanigdyah, 2008:114).

(5)

5

Kajian tentang KM mulai mengemuka sejak tahun 1990-an yang diprakarsai oleh para praktisi bisnis. Salah satu yang mendorong mereka untuk melakukan kajian mengenai hal tersebut karena disadari bahwa aspek pengetahuan merupakan modal penting yang tidak bisa diabaikan di era globalisasi ini. Saat ini, paradigma mengenai modal mulai berkembang. Dahulu modal hanya berkisar pada modal finanisal, infrastruktur, dan pada entitas-entitas benda lainnya. Kini modal intelektual disadari merupakan modal yang sangat penting yang dapat mendongkrak nilai tambah suatu perusahaan (Indriyati, 2009:1).

Pendapat lain mengenai pentingnya pengetahuan dalam perusahaan, dikemukakan oleh beberapa pakar seperti Drucker dalam Nawawi (2012:11) yang berargumen bahwa pengetahuan telah menjadi sumber daya yang paling berguna dalam dunia bisnis saat ini. Toffler dalam Nawawi (2012:11) mengklaim bahwa pengetahuan adalah sumber kekuasaan yang paling berkualitas dan kunci pergeseran kekuasaan ke depan. Pengetahuan menjadi sumber daya yang penting bagi daya saing perusahaan. Pengetahuan juga berperan sebagai basis untuk melahirkan inovasi, meningkatkan respon aktivitas terhadap kebutuhan pelanggan dan stakeholder, serta meningkatkan produktivitas dan kompetensi karyawan yang telah diberi tugas dan tanggung jawab (Nawawi, 2012:11).

Sejak dipopulerkan, manajemen pengetahuan kini sering dibicarakan di kalangan akademisi dan praktisi manajemen. Perusahaan-perusahaan terkemuka di dunia melakukan investasi besar-besaran untuk sistem manajemen pengetahuan, bahkan mempekerjakan banyak professional secara purna waktu di sebuah pusat pengembangan yang dipimpin oleh seorang “Knowledge Executive” dengan nama jabatan Chief Knowledge Officer (CKO) atau Chief Knowledge Architect (CKA) (Nawawi, 2012:1).

Menurut Yudhianto dan Kartawijaya (2008:219), KM diyakini merupakan salah satu cara bagi perusahaan untuk meningkatkan kemampuan bersaing dengan memanfaatkan berbagai sumber daya perusahaan termasuk pengetahuan yang eksplisit atau explicit knowledge maupun pengetahuan yang tersembunyi atau tacit knowledge. Hal tersebut juga dibuktikan oleh Nonaka dan Takeuchi dalam Nawawi (2012:1) yang mengatakan bahwa kemajuan perusahaan di Jepang ditentukan oleh keterampilan dan kepakaran mereka dalam mengelola dan menciptakan pengetahuan dalam organisasi (organizational knowledge creation).

Kini, bukan hanya perusahaan di Jepang dan perusahaan yang terkemuka di dunia saja yang menyadari pentingnya pengetahuan sebagai aset, namun perusahaan-perusahaan di Indonesia pun telah menyadarinya dan melakukan pengelolaan terhadap aset pengetahuan tersebut. Salah satu perusahaan di Indonesia yang telah melakukan knowledge management adalah PT Indonesia Power.

Melihat pendapat-pendapat tersebut, dapat disimpulkan bahwa manajemen pengetahuan menjadi suatu hal yang sangat penting bagi perusahaan bukan hanya untuk sekedar maju, namun juga menjadi yang terbaik dan berkelanjutan. Oleh karena itu, sangat penting bagi perusahaan untuk mencapai kesuksesan dalam mengimplementasikan manajemen pengetahuan tersebut. Kesuksesan dalam implementasi manajemen pengetahuan didasarkan pada aktivitas-aktivitas yang terjadi dalam

(6)

6

manajemen pengetahuan tersebut. Aktivitas yang terjadi dalam manajemen pengetahuan secara umum seperti adanya acquiring, sharing, dan storing (Susanty & Wood, 2011:159).

Menurut Park et al. dalam Gagne (2009:1) kesuksesan dalam mengimplementasikan sistem manajemen pengetahuan didasarkan pada perilaku karyawan, terutama dalam kegiatan berbagi pengetahuan di antara para karyawan tersebut atau knowledge sharing. Senada dengan Park et al., Tobing dalam Nawawi (2012:168) menyatakan bahwa inti dari manajemen pengetahuan adalah proses knowledge sharing, karena melalui knowledge sharing terjadi peningkatan value dari knowledge yang dimiliki oleh perusahaan. Knowledge sharing menjadi kian penting sebagai inti dari keberhasilan manajemen pengetahuan karena tanpa sharing maka proses pembelajaran yang merupakan proses penambahan pengetahuan (akuisisi pengetahuan) akan terhambat.

Dalam sebuah artikel di Majalah Indonesia Power edisi 3 (2008:19), PT Indonesia Power telah melakukan sosialisasi untuk implementasi knowledge management sejak tahun 1999. Program knowledge management di PT Indonesia Power kemudian akhirnya diakui keunggulannya secara nasional dan profesional melalui ajang penghargaan Indonesia MAKE (Most Admired Knowledge Enterprise) Award 2008. Di ajang tersebut, PT Indonesia Power berhasil menjadi salah satu pemenang.

PT Indonesia Power memahami pentingnya knowledge management sebagai program yang mampu membantu pertumbuhan dan perbaikan dalam tubuh perusahaan. Pemahaman tersebut mendorong Indonesia Power menetapkan knowledge management sebagai salah satu program strategis jangka panjang perusahaan untuk periode tahun 2010 sampai dengan tahun 2015 (Sumber: http://www.indonesiapower.co.id/SitePages/NewsDetail.aspx?dN=217).

Program knowledge sharing atau biasa dikenal dengan nama cafe berbagi, juga telah menjadi inti dari knowledge management di PT Indonesia Power. Knoweldge sharing dilakukan untuk menciptakan best practice, penciptaan inovasi baru baik dari segi produk, layanan, maupun proses kerja yang dapat meningkatkan kehandalan perusahaan dan kinerja dari karyawan. Lebih lanjut, dari best practice dan inovasi yang dihasilkan, maka diharapkan akan ada perbaikan yang berkelanjutan di PT Indonesia Power (Manual Panduan Pelaksanaan Kegiatan KM IP, 2011:7).

Pentingnya kegiatan knowledge sharing sebagai inti dari knowledge management terkadang masih mengalami beberapa hambatan dalam pelaksanaannya. Hambatan tersebut salah satunya datang dari diri karyawan itu sendiri. Uriarte (2008:1) mengatakan bahwa paradigma yang masih sering muncul dalam diri karyawan adalah bahwa pengetahuan itu merupakan kekuatan bagi diri mereka. Hal tersebut membuat karyawan menyimpan sendiri pengetahuannya sehingga mereka dapat menjadi aset bagi perusahaan. Faktanya adalah seseorang yang melakukan knowledge sharing tidak akan kehilangan knowledge yang dimilikinya, tetapi justru melipatgandakan nilai dari knowledge tersebut, apabila sudah dimiliki dan dimanfaatkan oleh banyak orang (Tobing, 2007:137).

Permasalahan tersebut ternyata juga dihadapi PT Indonesia Power, secara khusus pada pelaksanaan knowledge sharing di kantor pusat PT Indonesia Power di mana penulis melakukan penelitian. Berdasarkan wawancara penulis dengan pelaksana senior administrasi diklat kantor pusat

(7)

7

PT Indonesia Power, Sigit Cahyo Nugroho, pada 17 Mei 2013, diketahui bahwa pelaksanaan knowledge sharing oleh karyawan kantor pusat PT Indonesia Power masih di bawah 50% dari yang diharapkan oleh perusahaan, seperti yang ditunjukkan oleh persentase rata-rata kehadiran karyawan dalam kegiatan knowledge sharing pada tabel 1.1 berikut:

Tabel 1.1

Tingkat Kehadiran Knowledge Sharing Karyawan Kantor Pusat PT Indonesia Power

2012 2013

Periode Semester-1 Semester-2 Semester-1

Bulan Januari-Juni Juli-Desember Januari-Juni

Rata-Rata Kehadiran Karyawan

39,47% 41,82% 42,67%

Sumber: PT Indonesia Power, November 2013

Data pada tabel 1.1 menunjukkan bahwa dalam 3 periode dari tahun 2012-2013, tingkat kehadiran karyawan kantor pusat PT Indonesia Power dalam kegiatan knowledge sharing persentasenya masih di bawah 50%. Kendalanya adalah kurangnya kesadaran dari karyawan mengenai pentingnya sharing dan mindset karyawan yang masih berpikir bahwa ketika mereka melakukan sharing maka pekerjaan mereka nantinya dapat diambil orang lain.

Hal yang perlu diingat oleh perusahaan adalah bahwa hampir 50% pengetahuan tersimpan dalam otak manusia, atau karyawan di perusahaan itu sendiri seperti yang terlihat pada gambar 1.3 berikut:

Gambar 1.3

Primary Repositories of an Organization’s Knowledge

Sumber: The Delphi Group, Inc (dalam Uriarte, 2008:9)

Data tersebut menunjukkan bahwa pendekatan-pendekatan yang bersifat people centered dalam melaksanakan knowledge sharing tidak hanya sekedar perlu, tetapi sudah menjadi keharusan untuk dilakukan. Perusahaan haruslah memberikan perhatian khusus kepada karyawannya agar mereka

(8)

8

melakukan knowledge sharing sehingga pengetahuan yang dimiliki karyawan dapat bertambah nilainya dan dapat menjadi knowledge baru yang akan bermanfaat bagi perusahaan.

Untuk mendorong kegiatan sharing pada karyawan, maka perusahaan dapat memberikan insentif kepada kontributor dan calon kontributor. Berbagai penelitian menegaskan bahwa reward merupakan sesuatu yang diperlukan untuk menciptakan proses sharing. Reward tersebut dapat berupa reward yang eksplisit, berupa penghargaan langsung yang bersifat fnansial maupun nonfinansial. Selain reward eksplisit, reward implisit yang berupa rasa aman juga dapat mendorong bahkan menjadi prasyarat untuk sharing (Nawawi, 2012:171). Itu artinya bahwa karyawan dalam melakukan knowledge sharing dapat di motivasi secara intrinsik dan secara ekstrinsik.

Uriarte (2008:24) juga mengatakan bahwa motivasi memberikan dorongan kepada individu, dalam hal ini karyawan, untuk melakukan knowledge sharing dan karyawan dapat dimotivasi secara intrinsik juga ekstrinsik. Motivasi intrinsik timbul dari dalam diri individu di mana hal ini berhubungan dengan konten dari pekerjaan, tujuan organisasi dan penyelarasannya dengan tujuan dari individu itu sendiri. Sedangkan motivasi ekstrinsik dapat dicapai melalui praktek manajemen sumber daya manusia seperti kompensasi finansial dan promosi.

Berbagai penelitian empiris telah dilakukan untuk mengetahui faktor-faktor apa yang dapat mendorong karyawan melakukan knowledge sharing. Penelitian kuantitatif yang dilakukan oleh Burgess (2005:333) menunjukkan hasil bahwa karyawan yang merasakan manfaat yang lebih besar dari reward yang diberikan oleh perusahaan, akan menghabiskan waktu lebih banyak untuk melakukan kegiatan knowledge sharing melampaui rekan-rekan mereka yang merasakan manfaat yang lebih sedikit dari reward organisasi.

Hasil yang berbeda diperoleh dari penelitian yang dilakukan oleh Tampoe (1996) dan Scott & Walker (1995), di mana penelitian mereka menunjukkan bahwa karyawan melakukan knowledge sharing bukanlah karena uang atau meningkatkan hubungan dengan relasi, namun mereka terdorong melakukan knowledge sharing karena kebutuhan aktualisasi diri (Hendriks, 1999:95). Itu artinya, karyawan tidak hanya terdorong oleh faktor ekstrinsik (dari perusahaan), namun juga dapat terdorong oleh faktor intrinsik (dari dalam diri karyawan itu sendiri)

Beberapa perusahaan global yang sudah terkenal sebagai pemimpin dalam dunia knowledge management, juga telah menerapkan beberapa strategi motivasi untuk mendorong karyawannya agar melakukan knowledge sharing, seperti perusahaan Ernest and Young dan McKinsey melakukan evaluasi kinerja terhadap konsultan mereka salah satunya penilaian terhadap pengetahuan yang pernah mereka kontribusikan. Strategi lain dilakukan oleh Buckman Laboratories dengan menciptakan sebuah event untuk mencari 150 orang “knowledge sharers” yang kemudian akan dihadiahkan laptop/komputer dan company trip (Burgess, 2005:327).

Sama seperti yang dilakukan oleh perusahaan-perusahaan tersebut, manajemen PT Indonesia Power juga telah menerapkan program motivasi untuk mendorong karyawannya agar melakukan sharing. Perusahaan mendorong karyawannya untuk melakukan knowledge sharing dengan memberikan bonus finansial kepada karyawan yang melakukan knowledge sharing. Namun pada

(9)

9

kenyatannya, walaupun PT Indonesia Power telah memotivasi karyawannya dengan memberikan reward berupa bonus, namun pelaksanaan knowledge sharing masih jauh dari harapan perusahaan.

Berdasarkan uraian tersebut, maka penulis tertarik untuk meneliti pengaruh dari faktor-faktor intrinsik dan ekstrinsik tersebut bagi pelaksanaan knowledge sharing di kantor pusat PT Indonesia Power. Penulis mengambil judul “Pengaruh Motivasi Intrinsik dan Ekstrinsik terhadap

Knowledge Sharing di PT Indonesia Power Pusat” untuk penelitian ini.

1.3 Perumusan Masalah

1. Bagaimana motivasi intrinsik di kantor pusat PT Indonesia Power? 2. Bagaimana motivasi ekstrinsik di kantor pusat PT Indonesia Power?

3. Bagaimana pengaruh motivasi intrinsik dan ekstrinsik terhadap kegiatan knowledge sharing di kantor pusat PT Indonesia Power?

1.4 Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah penelitian yang telah disebutkan sebelumnya, maka penelitian ini bertujuan untuk mengetahui:

1. Motivasi intrinsik di kantor pusat PT Indonesia Power. 2. Motivasi ekstrinsik di kantor pusat PT Indonesia Power.

3. Pengaruh motivasi intrinsik dan ekstrinsik terhadap kegiatan knowledge sharing di kantor pusat PT Indonesia Power.

1.5 Kegunaan Penelitian 1. Kegunaan Teoritis

Hasil dari penelitian ini diharapkan mampu menambah pengetahuan penulis dalam mempraktikan teori-teori yang telah didapatkan dan penelitian ini diharapkan dapat berguna bagi penelitian selanjutnya terutama yang berkaitan dengan pengaruh motivasi intrinsik dan ekstrinsik terhadap kegiatan knowledge sharing.

2. Kegunaan Praktis

Penelitian ini diharapkan mampu memberikan informasi, pertimbangan, dan masukan dalam menghadapi masalah-masalah yang berhubungan dengan motivasi karyawan dalam melakukan knowledge sharing, sehingga kantor pusat PT Indonesia Power dapat lebih meningkatkan kesuksesan implementasi kegiatan knowledge sharing nya, serta diharapkan dapat dijadikan sebagai referensi untuk menambah pengetahuan bagi pihak yang ingin mempelajari studi ini.

(10)

10 1.6 Sistematika Penulisan

Dalam penelitian ini, sistematika penulisan yang digunakan adalah sebagai berikut: BAB I: Pendahuluan

Bab pertama berisi tentang gambaran umum objek penelitian, latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian, kegunaan penelitian, dan sistematika penulisan penelitian.

BAB II: Tinjauan Pustaka dan Lingkup Penelitian

Bab kedua membahas tinjauan tentang beberapa teori perilaku organisasi, teori motivasi, teori knowledge management, dan teori knowledge sharing. Bab kedua ini juga berisi pembahasan mengenai penelitian-penelitian sebelumnya yang pernah membahas mengenai permasalahan yang sama dengan penelitian ini dan menyajikan kerangka pemikiran, hipotesis, serta ruang lingkup penelitian.

BAB III: Metode Penelitian

Bab ketiga memuat tentang jenis penelitian yang digunakan, operasional variabel dan skala pengukuran, metode pengumpulan data, populasi dan sampel, analisis data, dan pengujian hipotesis. BAB IV: Hasil Penelitian dan Pembahasan

Bab keempat ini didalamnya disajikan karakteristik responden, hasil penelitian, dan pembahasan hasil penelitian.

BAB V: Kesimpulan dan Saran

Bab kelima merupakan bab penutup yang berisi uraian simpulan dari hasil penelitian dan saran-saran.

Referensi

Dokumen terkait

Hal ini menunjukkan bahwa senyawa aktif dari daun katuk yang diberikan pada induk tidak memberikan pengaruh pada bobot badan induk postpartus, sedangkan bobot uterus pada hari

Faktor-faktor lain yang mempengaruhi suatu proses belajar mengajar di fakultas kedokteran juga harus mejadi perhatian bagi mahasiswa dan dosen untuk mencapai

Dari hasil uji homogenitas uranium di dalam meat bahan bakar dengan muatan uranium 4,80 g/cm3 yang menggunakan undakan balok AIMgSi1 standar (kode X), diperoleh

Bagian tulang yang terdapat implan selanjutnya dipotong melintang lagi menjadi beberapa potongan setebal ± 1-2 mm untuk pembuatan preparat gosok dan dekalsifikasi.. Pembuatan

Analisa identifikasi pola-pola penerapan dan pemanfaatan vegetasi DAS pada Tabel 1 dan Gambar 2 mengacu pada data primer dan data sekunder diperoleh pola-pola penerapan

Larva udang galah GIMacro II memiliki kemampuan untuk dapat bertahan hidup pada lingkungan media payau, namun setiap organisme akuatik memiliki kendala yang sama yaitu upaya

Produk inovasi atau invensi yang dimaksud tidak harus selalu berbentuk benda atau perangkat keras (hardware), seperti buku, modul, alat bantu pembelajaran di kelas

Pada saat biji gandum melewati alat ini, biji gandum dipisahkan antara separation round grain (biji bulat) dan separation long grain (biji panjang). Hal ini dilakukan