Keputusan MK mengenai Penjelasan Pasal 115 ayat (1) UU Kesehatan no.36/2009 tentang KTR nampak sangat membingungkan media massa dan publik. Ini terbukti dengan beredarnya polemik di media yang menafsirkan putusan tersebut secara keliru.
v:* {behavior:url(#default#VML);} o:* {behavior:url(#default#VML);} w:*
{behavior:url(#default#VML);} .shape {behavior:url(#default#VML);} Normal 0 false false false EN-US X-NONE X-NONE MicrosoftInternetExplorer4 /* Style Definitions */ table.MsoNormalTable
{mso-style-name:"Table Normal"; mso-tstyle-rowband-size:0; mso-tstyle-colband-size:0; mso-style-noshow:yes; mso-style-priority:99; mso-style-qformat:yes; mso-style-parent:""; mso-padding-alt:0cm 5.4pt 0cm 5.4pt; mso-para-margin:0cm;
mso-para-margin-bottom:.0001pt; mso-pagination:widow-orphan; font-size:11.0pt; font-family:"Calibri","sans-serif"; mso-ascii-font-family:Calibri;
mso-ascii-theme-font:minor-latin; mso-fareast-font-family:"Times New Roman"; mso-fareast-theme-font:minor-fareast; mso-hansi-font-family:Calibri;
mso-hansi-theme-font:minor-latin; mso-bidi-font-family:"Times New Roman"; mso-bidi-theme-font:minor-bidi;}
KEPUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI MENGENAI PENJELASAN PASAL KAWASAN TANPA ROKOK (KTR) SUNGGUH MENYESATKAN
Keputusan MK mengenai Penjelasan Pasal 115 ayat (1) UU Kesehatan no.36/2009 tentang KTR nampak sangat membingungkan media massa dan publik. Ini terbukti dengan
beredarnya polemik di media yang menafsirkan putusan tersebut secara keliru.
Jakarta (19 April 2012) – Sehari setelah pembacaan keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) tentang Penjelasan Pasal 115 ayat (1) UU Kesehatan yang semula berbunyi, “khusus bagi tempat kerja, tempat umum, dan tempat lainnya
“ dapat ”
menyediakan tempat khusus untuk merokok”,
menjadi ,
“khusus bagi tempat kerja, tempat umum, dan tempat lainnya menyedia
k
an tempat khusus untuk merokok”;
banyak beredar di media massa yang kemudian mengartikan bahwa mengikuti keputusan MK tersebut seluruh tempat kerja, tempat umum dan tempat lainnya seolah “diwajibkan” untuk menyediakan tempat untuk merokok. Ini sangat menyesatkan. Untuk itu kami
Solidaritas Advokat Publik untuk Pengendalian Tembakau (SAPTA) Indonesia
sebagai kuasa hukum warga sebagai Pihak Terkait dalam perkara tersebut menyatakan prihatin dengan berita-berita keliru tersebut dan dengan ini ingin mengklarifikasi kekeliruan persepsi tersebut.
Pertama harus dipahami bahwa pemberlakuan Kawasan Tanpa Rokok merupakan aplikasi langsung dan bagian dari upaya pemenuhan hak konstitusional warga Negara Indonesia
sebagaimana dijamin dalam UUD 1945, mengacu pada Pasal 28D ayat (1) yang berbunyi, “Seti ap orang
berhak atas jaminan, perlindungan dan kepastian hukum yang adil serta perlakukan yang sama di hadapan hukum
;
Pasal 28G ayat (1) yang berbunyi, “
Setiap orang
berhak atas perlindungan diri pribadi, keluarga, kehormatan, martabat, dan harta benda yang di bawah kekuasaannya, serta berhak atas rasa aman dan perlindungan dari ancaman ketakutan untuk berbuat atau tidak berbuat
sesuatu yang merupakan HAK ASASI serta
Pasal 28I ayat (3) yang berbunyi, “
Setiap orang
berhak bebas dari
perlakuan yang bersifat diskriminatif
atas dasar apapun dan berhak mendapatkan perlindungan terhadap perlakuan yang bersifat diskriminatif itu.
Di samping itu pengaturan Kawasan Tanpa Rokok di tempat kerja dan tempat umum dimaksud untuk mematuhi amanat konstitusi yang diwujudkan dalam UU Kesehatan no.36/2009. guna
melindungi warga masyarakat terutama anadan perempuan dari bahaya paparan asap rokok orang lain.
Telah dibuktikan secara ilmiah dan diakui secara internasional bahwa rokok adalah produk yang legal namun lethal (sangat berbahaya bagi kesehatan) dan adiktif, sehingga dianggap penting untuk mengendalikan dampak dari produk tembakau ini. Tentang bahaya dan sifat adiktif produk tembakau ini juga diakui oleh MK, mengutip pernyataan Hakim MK, Hamdan Zoelva, dalam wawancara live dengan JakTV, Rabu, 18 April, 2012. Dalam wawancara itu juga Hamdan mengatakan bahwa putusan Mahkamah Konstitusi tidak berarti bahwa semua tempat umum harus menyediakan Ruang Merokok. Para hakim di Mahkamah Konstitusi mendukung TC sejak awal dan memahami bahaya dan dampak buruk rokok, “kami juga anti rokok”, seperti yang kami kutip dalam wawancara tersebut. Hamdan juga mengatakan bahwa para hakim secara konsisten melindungi UU Kesehatan No.36 untuk melindungi orang menjadi korban
asap rokok, berdasarkan bahwa hakim percaya orang-orang yang ingin merokok harus
dilokalisir. Berikutnya Hamdan dalam wawancaranya dengan JakTV juga mengatakan bahwa PEMDA dapat menggunakan hak untuk menentukan tempat-tempat yang diperbolehkan merokok sesuai dengan keadaan daerah masing-masing.
“Kami sangat menghargai penjelasan Hakim Hamdan Zoelva, tetapi kami sangat
menyayangkan bahwa pada saat pembacaan keputusan MK tidak mencantumkan mengenai diperbolehkannya PEMDA untuk menggunakan hak diskresi tersebut,” sesal Tigor. “Kami menghimbau kepada PEMDA di seluruh tanah air untuk tetap mematuhi UU Kesehatan dan UUD 1945 yang menjamin hak untuk mendapat perlindungan, yaitu salah satunya dengan menegakkan KTR demi memberikan perlindungan rakyatnya dari bahaya asap rokok. Jangan kemudian menjadi mundur karena membaca berita yang mengabarkan kesimpulan keliru mengenai keputusan MK tersebut.” lanjutnya.
Media juga dimohon untuk tidak menyimpulkan keputusan MK secara tergesa-gesa mengingat pemerintah dan pemerintah daerah masih perlu untuk mengatur ketentuan teknis tempat untuk merokok sebagaimana diungkapkan oleh Hamdan. Kita ini dihadapkan pada produk yang mengandung zat adiktif dan berbahaya yang dapat mengganggu kesehatan baik individu, lingkungan sekitar dan masyarakat. Kami berharap media untuk lebih kritis mengulas keputusan MK ini. Jangan sampai industri rokok menunggangi putusan MK ini sebagai pembenaran untuk terus menjejalkan produk berbahaya ini kepada rakyat Indonesia.
Jadi tafsirkan putusan MK itu dalam rangka dan konteks UU Kesehatan, untuk KTR maka segala bentuk pengaturannya adalah guna melindungi warga masyarakat dari paparan asap rokok orang lain. Yaitu jika ada tempat khusus merokok maka harus ditempatkan di luar gedung atau diluar tempat tertutup. Karena sistem ventilasi tidak efektif dan tidak ada batas aman terhadap paparan asap rokok orang lain.
Info lebih lanjut dapat menghubungi :
FAKTA: Azas Tigor Nainggolan, SH, MSi; MP: 0815-997-7041 dan
SAPTA Indonesia: Tubagus Haryo Karbyanto, S.H.; MP:. 0812-948-9558,
Alamat: Jalan Pancawarga IV No 44, RT 003/01 (belakang Gudang Seng – Kalimalang)
Cipinang Muara, Jakarta 13420 Telp/Fax : 021-856-9008;
Email : faktajakarta@yahoo.com; atau tubagusharyo@gmail.com
Forum Warga Kota Jakarta (FAKTA) adalah Lembaga Swadaya Masyarakat berbentuk
perkumpulan, yang didirikan karena berangkat dari keprihatinan atas kehidupan warga miskin di kota Jakarta serta berkeinginan untuk membangun sebuah Pemerintahan Daerah di Jakarta yang bersih, partisipatif dan transparan.
SAPTA Indonesia atau Solidaritas Advokat Publik untuk Pengendalian Tembakau di
Indonesia adalah wadah bagi para penggiat hukum khususnya
Advokat dan Asisten Advokat yang berasal dari Perguruan Tinggi, NGO berbasis Hak Asasi Manuasia diantaranya FAKTA, YLBHI, PBHI, YLKI, Komnas Anak, ADEKSI, LBH Awan, Praktisi hukum, dst yang mendedikasikan diri, waktu dan tenaga serta pikirannya
untuk melakukan kerja-kerja advokasi secara pro bono dalam bidang Pengendalian Tembakau di Indonesia baik litigasi maupun legislasi.
Normal 0 false false false EN-US X-NONE X-NONE MicrosoftInternetExplorer4
Keputusan MK mengenai Penjelasan Pasal 115 ayat (1) UU Kesehatan no.36/2009 tentang KTR nampak sangat membingungkan media massa dan publik. Ini terbukti dengan
beredarnya polemik di media yang menafsirkan putusan tersebut secara keliru.