• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI NARKOTIKA DAN REHABILITASI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI NARKOTIKA DAN REHABILITASI"

Copied!
17
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN UMUM MENGENAI NARKOTIKA DAN REHABILITASI

2.1 Narkotika

2.1.1 Pengertian Narkotika

Narkotika secara etimologis berasal dari bahasa Inggris narcose atau narcois yang berarti menidurkan dan pembiusan. Kata narkotika berasal dari Bahasa Yunani yaitu narke yang berarti terbius sehingga tidak merasakan

apa-apa.11

Dari istilah farmakologis yang digunakan adalah kata drug yaitu sejenis zat yang bila dipergunakan akan membawa efek dan pengaruh-pengaruh tertentu pada tubuh si pemakai seperti mempengaruh-pengaruhi kesadaran

dan memberikan ketenangan, merangsang dan menimbulkan halusinasi.12

Secara terminologis narkotika dalam Kamus Besar Indonesia adalah obat yang dapat menenangkan syaraf, menghilangkan rasa sakit,

menimbulkan rasa mengantuk dan merangsang.139

Menurut beberapa sarjana maupun ahli hukum, pengertian narkotika adalah sebagai berikut :

1. Soedjono D menyatakan bahwa yang dimaksud dengan narkotika adalah sejenis zat, yang bila dipergunakan (dimasukkan dalam tubuh)

11 Hari Sasangka, 2003, Narkotika dan Psikotropika Dalam Hukum Pidana Untuk

Mahasiswa dan Praktisi Serta Penyuluh Masalah Narkoba, Mandar Maju, Bandung, hlm. 35. 12Soedjono, D, 1977, Narkotika dan Remaja, Alumni Bandung, (selanjutnya disebut

Soedjono, D I), hlm. 3.

(2)

akan membawa pengaruh terhadap tubuh si pemakai. Pengaruh tersebut berupa menenangkan, merangsang dan menimbulkan khayalan atau

halusinasi.14

2. Edy Karsono, narkotika adalah zat/bahan aktifyang bekerja pada sistem saraf pusat (otak) yang dapat menyebabkan penurunan sampai hilangnya kesadaran dan rasa sakit (nyeri) serta dapat menimbulkan

ketergantungan (ketagihan).15

3. Elijah Adams memberikan definisi narkotika adalah terdiri dari zat sintetis dan semi sintetis yang terkenal adalah heroin yang terbuat dari morfhine yang tidak dipergunakan, tetapi banyak nampak dalam perdagangan-perdagangan gelap, selain juga terkenal dengan istilah dihydo morfhine.16

Berdasarkan Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika, narkotika adalah :

“zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman, baik sintetis maupun semi sintetis, yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri, dan dapat menimbulkan ketergantungan, yang dibedakan ke dalam golongan-golongan

sebagaimana terlampir dalam undang-undang ini.”10

Sehingga berdasarkan penjelasan pengertian narkotika diatas, dapat disimpulkan bahwa narkotika merupakan zat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman yang dapat menyebabkan penurunan, perubahan kesadaran, mengurangi sampai

14Ibid

15Soedjono D, 1977, Segi Hukum tentang Narkotika di Indonesia, Karya Nusantara,

Bandung, (selanjutnya disebut Soedjono, D II), hlm. 5.

16Wilson Nadaek, 1983, Korban dan Masalah Narkotika, Indonesia Publing House,

(3)

menghilangkan nyeri, menimbulkan khayalan atau halusinasi dan dapat menimbulkan efek ketergantungan yang dibedakan ke dalam golongan-golongan sebagaimana terlampir dalam undang-undang ini atau kemudian ditetapkan dengan keputusan menteri kesehatan.

2.1.2 Golongan Narkotika

Narkotika yang merupakan zat atau obat yang pemakaiannya banyak digunakan oleh tenaga medis untuk digunakan dalam pengobatan dan penelitian memiliki beberapa penggolongan. Berdasarkan Pasal 6 Ayat (1) Undang-undang Narkotika, narkotika digolongkan dalam 3 (tiga) golongan, yaitu :

a. Narkotika Golongan I adalah narkotika yang hanya dapat digunakan untuk tujuan pengembangan ilmu pengetahuan dan tidak digunakan dalam terapi, serta mempunyai potensi sangat tinggi mengakibatkan ketergantungan. Contoh : heroin, kokain, ganja.

b. Narkotika Golongan II adalah narkotika yang berkhasiat pengobatan digunakan sebagai pilihan terakhir dan dapat digunakan dalam terapi dan/atau untuk tujuan pengembangan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi tinggi mengakibatkan ketergantungan. Contoh : morfin, petidin, turuna/garam dalam golongan tersebut.

c. Narkotika Golongan III adalah narkotika yang berkhasiat pengobatan dan banyak digunakan dalam terapi dan/atau tujuan pengembangan ilmu

pengetahuan serta mempunyai potensi ringan mengakibatkan

(4)

2.1.3 Faktor Penyebab Penyalahgunaan Narkotika

Terdapat 3 (tiga) faktor yang dapat dikatakan sebagai “pemicu” seseorang dalam penyalahgunaan narkotika. Ketiga faktor tersebut adalah faktor diri, faktor lingkungan, dan faktor ketersdiaan narkotika itu sendiri, sebagai berikut :

1. Faktor diri :

- Keingintahuan yang besar untuk mencoba, tanpa sadar atau berfikir panjang tentang akibatnya di kemudian hari.

- Keinginan untuk mencoba-coba karena penasaran. - Keinginan untuk bersenang-senang.

- Keinginan untuk dapat diterima dalam suatu kelompok (komunitas) atau lingkungan tertentu.

- Workaholic agar terus beraktivitas maka menggunakan stimulant (perangsang).

- Lari dari masalah, kebosanan.

- Mengalami kelelahan dan menurunnya semangat belajar.

- Kecanduan merokok dan minuman keras. Dua hal ini merupakan gerbang ke arah penyalahgunaan narkotika.

- Karena ingin menghibur diri dan menikmati hidup sepuas-puasnya. - Upaya untuk menurunkan berat badan atau kegemukan dengan

menggunakan obat penghilang rasa lapar yang berlebihan.

- Merasa tidak dapat perhatian, tidak diterima, atau tidak disayangi, dalam lingkungan keluarga atau lingkungan pergaulan.

- Ketidakmampuan menyesuaikan diri dengan lingkungan.

- Ketidaktahuan tentang dampak dan bahaya penyalahgunaan narkotika. - Pengertian yang salah bahwa mencoba narkotika sekali-kali tidak akan

menimbulkan masalah.

- Tidak mampu atau tidak berani mengahadapi tekanan dari lingkungan atau kelompok pergaulan untuk menggunakan narkotika.

- Tidak dapat atau tidak mampu berkata TIDAK pada narkotika . 2. Faktor lingkungan :

- Keluarga bermasalah (broken home).

- Ayah, ibu, atau keduanya atau saudara menjadi pengguna atau penyalahguna atau bahkan pengedar gelap narkotika.

- Lingkungan pergaulan atau komunitas yang salah satu atau beberapa atau bahkan semua anggotanya menjadi penyalahguna atau pengedar gelap narkotika.

- Sering berkunjung ke tempat hiburan (cafe, diskotik, karaoke, dll). - Mempunyai banyak waktu luang, putus sekolah atau menganggur. - Lingkungan keluarga yang kurang atau tidak harmonis.

(5)

- Lingkungan keluarga dimana tidak ada kasih sayang, komunikasi, keterbukaan, perhatian, dan saling menghargai di antara anggotanya. - Orang tua/keluarga yang permisif, tidak acuh, serba boleh,

kurang/tanpa pengawasan.

- Orang tua/keluarga yang super sibuk mencari uang/di luar rumah. - Lingkungan sosial yang penuh persaingan dan ketidakpastian.

- Kehidupan perkotaan yang hirup piruk, orang tidak dikenal secara pribadi, tidak ada hubungan primer, ketidakacuhan, hilangnya pengawasan sosial dari masyarakat.

- Pengangguran, putus sekolah dan keterlantaran. 3. Faktor ketersediaan narkotika :

- Narkotika semakin mudah didapat dan dibeli.

- Harga narkotika semakin murah dan dijangkau oleh daya beli masyarakat.

- Narkotika semakin beragam dalam jenis, cara pemakaian, dan bentuk kemasan.

- Modus operandi tindak pidana narkotika makin sulit diungkap aparat hukum

- Masih banyak laboratorium gelap narkotika yang belum terungkap. - Sulit terungkapnya kejahatan komputer dan pencucian uang yang bisa

membantu bisnis perdagangan gelap narkotika.

- Semakin mudahnya akses internet yang memberikan informasi pembuatan narkotika.

- Bisnis narkotika yang menjanjikan keuntungan besar.

- Perdagangan narkotika dikendalikan oleh sindikan yan kuat dan profesional. Bahan dasar narkotika (prekursor) beredar bebas di

masyarakat.17

11

Menurut pendapat Sumarno Ma’sum, bahwa faktor terjadinya penyalahgunaan narkotika secara garis besar dikelompokkan kepada tiga bagian, yaitu :

1. Kemudahan didapatinya ibat secara sah atau tidak, status hukumnya yang masih lemah dan obatnya mudah menimbulkan ketergantungan;

2. Kepribadian meliputi perkembangan fisik dan mental yang labil, kegagalan cita-cita, cinta, prestasi, jabatan dan lain-lain, menutup diri

17 Badan Narkotika Nasional RI, 2004, Komunikasi Penyuluhan Pencegahan

(6)

dengan lari dari kenyataan, kekurangan informasi tentang penyalahgunaan obat keras, bertualang dengan sensari yang penuh resiko dalam mencari identitas kepribadian, kurangnya rasa disiplin, kepercayaan agamanya minim;

3. Lingkungan, meliputi rumah tangga yang rapuh dan kacau, masyarakat yang kacau, tidak adanya tanggung jawab orang tua dan petunjuk serta pengarahan yang mulia, pengangguran, orang tuanya juga kecanduan

narkotika, penindakan hukum yang masih lemah, dan kesulitan zaman.18

Faktor-faktor tersebut diatas memang tidak selalu membuat seseorang kelak menjadi penyalahgunaan obat terlarang.Akan tetapi makin banyak faktor-faktor diatas, semakin besar kemungkinan seseorang menjadi penyalahgunaan

narkotika. Faktor individu, faktor lingkungan keluarga dan teman

sebaya/pergaulan tidak selalu sama besar perannya dalam menyebabkan

seseorang12menyalahgunakan narkotika. Karena faktor pergaulan, bisa saja

seorang anak yang berasal dari keluarga yang harmonis dan cukup komunikatif

menjadi penyalahgunaan narkotika.19

18 Mardani, 2008, Penyalahgunaan Narkoba Dalam Perspektif Hukum Islam dan Hukum

Pidana Nasional, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, hlm. 103.

(7)

2.1.4 Dampak Negatif Penyalahgunaan Narkotika Kriminalitas

Aids, paru-paru, jantung Over dosis

Gangguan mental Putus Sekolah

Kecelakaan lalu lintas Gambar : Dampak Negatif Penyalahgunaan Narkotika

Kita hanya sering membaca di media yang melansir berita artis-artis luar negeri terkenal meninggal akibat overdosis pada usia sangat muda. Tapi nampaknya, berita tentang narkotika di Indonesia lebih di dominasi oleh berita tentang penangkapan pemilik narkoba, pesta narkoba, kurir narkoba, dan terakhir peredaran narkoba di Lapas. Dampak narkoba berupa kematian, kekerasan, dan bentuk kriminalitas nampaknya kurang mendapat tempat bagi media, atau justru karena faktanya yang tidak muncul ke permukaan sehingga tidak tertangkap kamera wartawan.

Kondisi persoalan narkoba sangat rumit dan hampir tidak bisa terdeteksi, karena terbentuknya jaringan antara produsen, pengedar, dan pengguna merupakan jaringan yang bersifat underground terlebih lagi keluarga juga sering

(8)

cenderung menyembunyikan anggota keluarganya yang menjadi korban narkotika karena berbagai alasan.

Tindak kekerasan atau kriminalitas sangat besar kemungkinan muncul pada pecandu yang mulai kehabisan uang maupun barang untuk dijual. Mereka sangat nekad dan tidak peduli, sehingga melakukan kekerasan fisik, “berupaya

untuk mencuri, merampok serta berbagai tindakan kriminal lainnya”20 untuk

mendapatkan apa yang diinginkan demi mendapat pasokan narkotika.

Berdasarkan efek yang ditimbulkan oleh narkotika itu sendiri dapat dibedakan menjadi 3 , yaitu

a. Memberikan efek depresan, yaitu menekan sistem syaraf pusat dan mengurangi aktivitas fungsional tubuh sehingga pemakai merasa tenang,

bahkan bisa membuat pemakai tidur dan tak sadarkan diri.13

Bila dosis yang diberikan berlebihan dapat mengakibatkan kematian. Jenis narkotika depresan antara lain opioda, dan berbagai turunannya seperti morphin danheroin. Contohnya putaw.

b. Memberi efek stimulan, yaitu merangsang fungsi tubuh dan meningkatkan kegairahan serta kesadaran. Jenis stimulan antara lain kafein, kokain, amphetamin. Contohnya shabu-shabu dan ekstasi.

c. Memberi efek halusinogen, efek utamanya adalah mengubah daya persepsi atau mengakibatkan halusinasi. Halusinogen kebanyakan berasal dari tanaman seperti mescaline dari kaktus dan psilocybin dari jamur-jamuran.

20 Joko Suyono, 1980, Masalah Narkotika dan Bahan Sejenisnya, Yayasan Kanisius,

(9)

Selain itu ada juga yang diramu di laboratorium seperti LSD. Yang paling

banyak dipakai adalah marijuana atau ganja.21

Dampak penyalahgunaan narkotika seseorang sangat tergantung pada jenis narkotika yang dipakai, kepribadian pemakai dan situasi atau kondisi pemakai.Secara umum, dampak negatif penyalahgunaan narkotika dapat terlihat pada fisik, psikis, maupun sosial seseorang.

a. Dampak fisik :

- Gangguan pada sistem syaraf (neurologis) seperti : kejang-kejang, halusinasi, gangguan kesadaran, kerusakan syaraf tepi. Jenis narkotika - Gangguan pada jantung dan pembuluh darah (kardiovaskuler) seperti :

infeksi akut otot jantung, gannguan peredaran darah.

- Gangguan pada kulit (dermatologis) seperti : penanahan (abses), alergi, eksim.

- Gangguan pada paru-paru (pulmoner) seperti : penekanan fungsi pernafasan, kesukaran bernafas, pengerasan jaringan paru-paru.

- Sering sakit kepala, mual-mual, muntah, suhu tubuh meningkat, pengecilan hati dan sulit tidur.

- Dampak terhadap kesehatan reproduksi adalah gangguan pada endokrin, seperti : penurunan fungsi hormon reproduksi (estrogen, progesteron, testosteron), serta gangguan fungsi seksual.

- Dampak terhadap kesehatan reproduksi pada remaja perempuan antara lain perubahan periode menstruasi, ketidakteraturan menstruasi.

- Bagi pengguna narkotika melalui jarum suntik, khususnya pemakaian14

jarum suntik secara bergantian, resikonya adalah tertular penyakit seperti hepatitis B, C, dan HIV yang hingga saat ini belum ada obatnya. - Penyalahgunaan narkotika bisa berakibat fatal ketika terjadi over dosis

yaitu konsumsi narkotika melebihi kemampuan tubuh untuk menerimanya. Over dosis bisa menyebabkan kematian.

b. Dampak psikis :

- Lamban kerja, ceroboh, sering tegang dan gelisah.

- Hilang kepercayaan diri, apatis, pengkhayal, penuh curiga. - Menjadi ganas dan tingkah laku brutal.

- Sulit berkonsentrasi, perasaan kesal dan tertekan.

- Cenderung menyakiti diri, perasaan tidak aman, bahkan bunuh diri.

21Romeal Abdalla, 2008, “Narkoba dan Bahaya Pemakaiannya di Kalangan Remaja”

available from : URL : http://www.wikimu.com/News/DisplayNewsRemaja.aspc?id=5691/html, diakses tanggal 1 Desember 2015.

(10)

c. Dampak sosial :

- Gangguan mental, anti sosial dan asusila, dikucilkan oleh lingkungan. - Merepotkan dan menjadi beban keluarga.

- Pendidikan menjadi terganggu, masa depan suram.

Dampak fisik, psikis dan sosial berhubungan erat. Ketergantungan fisik akan mengakibat rasa sakit yang luar biasa (sakaw) bila terjadi putus obat (tidak mengkonsumsi obat pada waktunya) dan dorongan psikologis berupa keinginan sangat kuat untuk mengkonsumsi. Gejala fisik dan psikologis ini juga berkaitan dengan gejala sosial seperti dorongan untuk membohongi orang tua, mencuri,

pemarah dan manipulati.22

Sedangkan menurut Lydia Harlina Martono dan Satya Joewana, akibat dari penyalahgunaan narkotika dapat dibagi menjadi empat yaitu akibat bagi diri sendiri, akibat terhadap keluarga, akibat bagi sekolah serta bagi masyarakat

bangsa dan negara.2215

Adapun penjelasan dari keempat dampak tersebut adalah sebagai berikut : 1) Bagi diri sendiri, dampak pemakaian narkotika adalah sangat buruk seperti :

a. Terganggunya fungsi otak dan perkembangan normal yaitu daya ingat sehingga mudah lupa, sulit berkonsentrasi, perasaan yang tidak rasional, turunnya motivasi dalam bidang kehidupan.

b. Intoksikasi (keracunan), gejala yang timbul akibat pemakaian narkotika yang tidak sesuai dengan dosis atau takaran yang dianjurkan cukup berpengaruh terhadap tubuh dan perilaku, gejala yang ditimbulkan tergantung dari jenis, jumlah, dan cara penggunaan seperti fly, mabuk, teler, dan koma.

c. Overdosis dapat menyebabkan kematian karena terhentinya pernafasan atau pendarahan otak, dimana overdosis terjadi karena pemakaian

22Alkhaisar, 2013, Dampak Penyalahgunaan Narkotika, available from : URL

http://repository.unhas.ac.id/bitstream/handle/9608/Alkhaisar.pdf?htm, diakses tanggal 20 Nopember 2015.

(11)

narkotika yang melebihi batas toleransi tubuh atau karena pemakaian yang lama tanpa henti.

d. Gejala putus zat adalah gejala dimana apabila dosis yang dipakai berkurang atau dihentikan pemakaiannya dimana berat atau ringannya gejala tergantung pada jenis, dosis, serta lama pemakaian.

e. Berulang kali kambuh, ketergantungan akibat pemakian narkotika menyebabkan crawling (rasa rindu) walaupun telah berhenti memakai, baik itu terhadap narkotika atau perangkatnya, kawan-kawan, suasana, serta tempat-tempat pengguna terdahulu yang mendorong pengguna untuk memakai narkotika kembali.

f. Gangguan mental/sosial dan perilaku adalah dimana menimbulkan sikap acuh tak acuh, sulit mengendalikan diri, menarik diri dari pergaulan, serta hubungan dengan keluarga yang terganggu. Terjadinya perubahan mentel dalam pemusatan perhatian, belajar/bekerja yang lemah ide yang paranoid dan lain-lain.

g. Masalah keuangan dan hukum, akibat keperluannya untuk memenuhi kebutuhan akan narkotika maka si pemakai akan berusaha untuk menipu, mencuri, menjual segala barang-barang milik diri sendiri atau orang lain, akibat lain adalah ditangkap polisi, ditahan, dan dihukum penjara, atau dihakimi masyarakat.

2) Bagi keluarga, dimana dampak yang ditimbulkan adalah suasana nyaman dan tentram yang terganggu, orang tua yang menjadi malu karena anggota keluarganya menjadi pengguna narkotika dan kehidupan ekonomi keluarga yang merosot akibat penggunaan narkotika oleh anggota keluarga tersebut. 3) Bagi sekolah, narkotika dapat merusak disiplin dan motivasi yang penting

dalam proses belajar serta prestasi yang merosot dan menciptakan iklim acuh tak acuh baik antara sesama murid maupun guru serta pihak lainnya.

4) Bagi masyarakat, Bangsa dan Negara, narkotika dapat mengganggu kesinambungan pembangunan, negara menderita kerugian karena masyarakat

yang tidak produktif serta tingkat kejahatan yang meningkat.231716

(12)

2.2 Rehabilitasi

2.2.1 Pengertian Rehabilitasi

Rehabilitasi merupakan fasilitas yang sifatnya semi tertutup, maksudnya hanya orang-orang tertentu dengan kepentingan khusus yang dapat memasuki area ini. Rehabilitasi narkotika adalah tempat yang memberikan pelatihan ketrampilan dan pengetahuan untuk menghindarkan

diri dari narkotika.24

Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika diselenggarakan berasaskan keadilan, pengayoman, kemanusiaan, ketertiban, perlindungan, keamanan, nilai-nila ilmiah, dan kepastian hukum (Pasal 3). Relevan dengan perlindungan korban, dalam undang-undang ini antara lain diatur tentang pengobatan dan rehabilitasi (Pasal 53 - Pasal 59), penghargaan (Pasal 109- Pasal 110) dan peran serta masyarakat. Rehabilitasi dapat berupa rehabilitasi medis (Pasal 1 angka 16 UU Narkotika) dan sosial (Pasal 1 angka 17 UU Narkotika). Penghargaan diberikan oleh pemerintah dan masyarakat diberi peran seluas-luasnya membantu pencegahan dan pemberantasan

penyelundupan dan peredaran gelap narkotika dan prekursor narkotika.25

Sesuai dengan ketentuan Pasal 54 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika tersebut, mereka yang wajib menjalani rehabilitasi

adalah pecandu narkotika dan korban penyalahgunaan narkotika.17

24Soeparman, 2000, Ilmu Penyakit Dalam Jilid 2, FKUI, Jakarta, hlm. 37.

25 Bambang Waluyo, 2014, Victimologi Perlindungan Korban & Saksi, Sinar Grafika,

(13)

Pecandu narkotika menurut Pasal 1 angka 13 adalah “.... orang yang menggunakan atau menyalahgunakan narkotika dan dalam keadaan ketergantungan pada narkotika, baik secara fisik maupun psikis.”Yang dimaksud “penyalah guna adalah orang yang menggunakan narkotika tanpa hak atau melawan hukum” (Pasal 1 angka 15 UU Narkotika). Sehingga dapat dikatakan bahwa korban penyalahguna narkotika adalah orang yang tidak mengetahui bahwa narkotika yang digunakannya tersebut tanpa hak atau melawan hukum.

2.2.2 Tujuan Rehabilitasi Narkotika

Tujuan penjatuhan tindakan rehabilitasi tidak terlepas dari tujuan pemidanaan pada umumnya yang berdasarkan pada teori pemidanaan yaitu teori relatif atau teori tujuan, yaitu pidana rehabilitasi merupakan suatu penjatuhan tindakan yang dimaksudkan agar dapat memperbaiki orang yang melakukan tindak pidana. Karena tujuan dari penjatuhan tindakan rehabilitasi adalah untuk memberikan jaminan penanganan paripurna kepada korban penyalahgunaan narkotika melalui aspek hukum, aspek medis, aspek sosial, aspek spiritual, serta pengembangan pendidikan dan pelatihan dalam bidang narkotika secara terpadu, sedangkan tujuan khususnya adalah :

1) Terhindarnya korban dari institusi dan penetrasi pengedar;

2) Dipulihkan kondisi fisik, mental dan psikologis yang akan membunuh potensi pengembangan mereka;

3) Pemulihan secara sosial dari ketergantungan ;

4) Terhindarnya korban-korban baru akibat penularan penyakit seperti hepatitis, HIV/AIDS dan penyakit menular lainnya;

5) Terwujudnya penanganan hukum yang selaras dengan pelayanan rehabilitasi medis/sosial;

(14)

6) Korban penyalahgunaan narkotika dapat hidup secara wajar di tengah-tengah masyarakat (keluarga, Tempat kerja, sekolah dan masyarakat lingkungannya); serta

7) Terwujudnya proses pengembangan penanganan korban narkotika dan aspek ilmiah, serta keilmuan yang dinamis, sesuai dengan perkembangan zaman sebagai pusat jaringan informasi terpadu dan mewujudkan teknis penanganan penyalahgunaan narkotika dan

obat-obatan terlarang bagi daerah sekitarnya maupun nasional.26

2.2.3 Tahapan Dalam Pelaksanaan Rehabilitasi

Seseorang yang selalu menggunakan/mengkonsumsi narkotika, lambat laun akan mengalami ketergantungan. Ketergantungan merupakan gejala khas yaitu timbulnya toleransi dan atau gejala putus asa.Toleransi merupakan penggunaan jumlah narkotika yang semakin besar agar

diperoleh18pengaruh yang sama terhadap tubuh, sedangkan gejala putus asa

terjadi apabila pemakaian dihentikan atau jumlah pemakaiannya

dikurangi.2719

Berdasarkan Pasal 1 angka 14 Undang-undang Nomor 35 Tahun2009 tentang Narkotika, ketergantungan narkotika adalah “kondisi yang ditandai oleh dorongan untuk menggunakan narkotika secara terus menerus dengan takaran yang meningkat agar menghasilkan efek yang sama dan apabila penggunaannya dikurangi dan/atau dihentikan secara tiba-tiba, menimbulkan gejala fisik dan psikis yang khas”.

Ketergantungan terhadap narkotika disebut sebagai suatu penyakit dan bukan kelemahan moral.Sebagai penyakit, penyalahgunaan narkotika dapat

26 I Wayan Suardana, “Urgensi Vonis Rehabilitasi Terhadap Korban Napza di Indonesia”,

2008, available from : URL : http://gendovara.com/urgensi-vonis-rehabilitasi-terhadap-korban-napza-di-indonesia/htm, diakses tanggal 27 Nopember 2015.

(15)

dijelaskan gejala yang khas, yang berulang kali kambuh (relaps) danberlangsung progresif, artinya makin memburuk jika tidak ditolong dan dirawat dengan baik.

Agar ketergantungan terhadap narkotika tersebut dapat disembuhkan, maka perlu dilakukan terapi dan rehabilitasi. Tujuan terapi dan rehabilitasi merupakan suatu rangkaian proses pelayanan yang diberikan kepada pecandu untuk melepaskannya dari ketergantungan pada narkotika, sampai ia dapat menikmati kehidupan bebas tanpa narkotika.

Adapun tahap-tahap dalam rehabilitasi : 1. Tahap rehabilitasi medis (detoksifikasi)

Tahap ini pecandu diperiksa seluruh kesehatannya baik fisik dan mental oleh dokter terlatih. Dokterlah yang memutuskan apakah pecandu perlu diberikan obat tertentu untuk mengurangi gejala putus zat (sakau) yang ia derita. Pemberian obat tergantung dari jenis narkoba dan berat ringannya gejala putus zat.Dalam hal ini dokter butuh kepekaan, pengalaman, dan keahlian guna mendeteksi gejala kecanduan narkotika tersebut.

2. Tahap rehabilitasi nonmedis

Tahap ini pecandu ikut dalam program rehabilitasi.Di Indonesia sudah dibangun tempat-tempat rehabilitasi, sebagai contoh di bawah BNN adalah tempat rehabilitasi di daerah Lido (Kampus Unitra), Baddoka (Makassar), dan Samarinda. Di tempat rehabilitasi ini, pecandu menjalani berbagai program diantaranya program therapeutic

(16)

communities (TC), 12 steps (dua belas langkah), pendekatan keagamaan, dan lain-lain.

3. Tahap bina lanjut (after care)

Tahap ini pecandu narkotika diberikan kegiatan sesuai dengan minat dan bakat untuk mengisi kegiatan sehari-hari, pecandu dapat kembali ke sekolah atau tempat kerja namun tetap berada dibawah

pengawasan.2820

2.2.4 Komponen Dalam Pelaksanaan Rehabilitasi

Adapun komponen penting dalam pelaksanaan rehabilitasi narkotika agar penyalahguna narkotika dapat pulih dan kembali ke masyarakat, sebagai berikut :

1. Asesmen yaitu menilai masalah dengan mengumpulkan informasi untuk menetapkan diagnosis dan modalitas terapi yang paling sesuai baginya.

2. Rencana terapi yaitu didasarkan pada asesmen dan kebutuhan klien dan meliputi masalah, fisik, psikologis, sosial, spiritual, keluarga dan pekerjaan.

3. Program detoksifikasi yaitu tahap pemulihan untuk melepaskan pasien dari efek langsung narkotika yang disalahgunakan dan mengelola gejala putus asa karena dihentikannya pemakaian narkotika. Detoksifikasi dapat dilakukan dengan obat atau tanpa obat (alami).

4. Rehabilitasi sebagai tahap kedua dalam pemulihan, meliputi aspek fisik, psikologis, sosial, spiritual, dan pendidikan.

5. Konseling baik individu maupun kelompok sebagai teknik untuk membantu pecandu memahami diri, membujuk, memberi saran dan keyakinan sehingga ia melihat permasalahannya secara lebih realistik dan motivasinya agar terampil menghadapi masalah. 6. Pencegahan kambuhan sebagai strategi untuk mendorong pecandu

berhenti memakai narkotika, membantu mengenal dan mengelola situasi berisiko tinggi.

7. Keterlibatan keluarga.

28Lina Haryati, 2011, Tahap-Tahap Pemulihan Pecandu narkotika”, avaiable from : URL :

http://dedihumas.bnn.go.id/read/section/artikel/2012/08/24/514/tahap-tahap-pemulihan-pecandu-narkoba.htm, diakses tanggal 27 Nopember 2015.

(17)

8. Sepulang dari perawatan, pecandu harus tetap memperoleh perawatan lanjut yang sangat penting dalam pemulihannya, meliputi :

a. Konseling, memotivasi dan meningkatkan ketrampilan menangkal narkotika, membantu pemulihan hubungan antar sesama, dan meningkatkan kemampuannya agar berfungsi normal di masyarakat.

b. Kelompok pendukung, melengkapi program terapi secara profesional.

c. Rumah pendampingan, sebagai tempat antara yang menyediakan program pendampingan bagi pecandu yang sedang pulih di masyarakat.

d. Latihan vokasional, agar pecandu yang sedang pulih dapat bekerja dan berfungsi normal.

e. Pekerjaan, sesuai minat, ketrampilan, dan kesempatan.29

21

Referensi

Dokumen terkait

Kemitraan antara Polisi dan masyarakat di wilayah hukum Polsek Maro Sebo sebagai strategi model perpolisian yang menekankan kemitraan sejajar antara polisi dengan

Didalam adat Karo, selain luah adat, kalimbubu si ngalo bere-bere juga wajib memberikan luah (kado) secara pribadi oleh maminya (istri paman), berupa amak

5 Tahun 2010 menyebutkan bahwa infrastruktur merupakan salah satu prioritas pembangunan nasional untuk mendorong pertumbuhan ekonomi dan sosial yang berkeadilan

maka susunan partikel akan menjadi semakin padat, yang dapat ditunjukkan dengan bertambahnya nilai kontaktopi C seperti dalam Gambar 1.. Untuk susunan dengan N = 22

Dengan kata lain, dalam setiap pembelajaran mata pelajaran apapun, termasuk pembelajaran kimia, sangat diha- rapkan bahwa materi yang diajarkan tidak hanya sebagai

Setelah diuji secara statistik, terdapat perbedaan yang signifi kan pada rerata asupan energi, protein, dan lemak antara pasien dengan status gizi baik, malnutrisi sedang,

Tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui pengaruh promosi kesehatan tentang posyandu lansia dengan menggunakan media audio visual terhadap jumlah kunjungan lansia

5) Para agen pembangunan di Tana Toa Kajang Kabupaten Bulukumba, berdasarkan ketidakberhasilannya mencapai efek konatif melalui proses komunikasi penunjang