• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II LANDASAN TEORI PERENCANAAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II LANDASAN TEORI PERENCANAAN"

Copied!
34
0
0

Teks penuh

(1)

II-1

BAB II

LANDASAN TEORI PERENCANAAN

II. 1 Tinjauan UmumPerencanaan Struktur Gedung

Perencanaan struktur gedung adalah pekerjaan merencanakan / mendesain bangunan dengan tujuan bangunan tersebut kuat terhadap beban gravitasi maupun beban kombinasi lainnya, yang pada akhirnya akan diperoleh hasil perhitungan berupa dimensi beton yang dibutuhkan, besi tulangan yang digunakan dan gambar konstruksi sebagai pedoman pekerjaan dilapangan. Untuk mencapai suatu tujuan perencanaan struktur bangunan gedung tersebut, komponen struktur seperti beton dan besi tulangan tentunya diperlukan suatu acuan / peraturan sebagai pedoman dasar perencanaan. Peraturan-peraturan tersebut yang akan diambil untuk menjadi acuan dan berlaku di Indonesia pada saat ini yaitu SNI-1726-2002 dan SNI-03-2847-2002 tentang Tata Cara Perencanaan Struktur Beton Bertulang Tahan Gempa untuk Bangunan Gedung.

Dalam perencanaan struktur bangunan gedung, hal-hal yang perlu diperhatikan dan diperhitungkan antara lain :

 Struktur harus direncanakan cukup kuat sesuai ketentuan yang dipersyaratkan dalam SNI-03-2847-2002 dengan memperhitungkan kuat rencana yang harus direduksikan dengan faktor reduksi kekuatan Φ yang sesuai dengan sifat beban.

 Kuat rencana tulangan (fy) tidak boleh melebihi 550 Mpa, kecuali untuk tendon pratekan

(2)

II-2

II. 2 Tinjauan Umum Beton Bertulang

Beton bertulang merupakan gabungan dari dua jenis bahan yaitu beton yang memiliki kekuatan tekan yang tinggi dan batangan-batangan baja yang ditanamkan didalam beton untuk menambal kelemahan dari beton yang lemah dalam menerima kekuatan tarik.

Kekuatan tarik pada batangan baja juga dipakai untuk mendukung kekuatan pada kolom beton dan kadang-kadang didalam daerah tekan balok.

Baja dan beton dapat digabung sebagai suatu kekuatan antar lain dikarenakan 1. lekatan atau interaksi antara batangan baja dan beton keras sekelilingnya

yang mencegah selip dari baja relatif kecil terhadap beton

2. campuran beton yang memadai memberikan sifat anti resap yang cukup dari beton untuk mencegah karat baja

3. angka kecepatan muai yang hampir sama yaitu 0,000010 s.d. 0,000013 untuk beton dan 0,000012 untuk baja per derajat celcius (°C).

II. 3 Tinjauan Khusus Pada Proyek Gedung Perkantoran Dengan Sistem Flat Slab & Konvensional.

Pada tahap awal perencanaan suatu gedung bertingkat banyak, diperlukan suatu analisa mengenai sistem struktur menerus beton bertulang. Pada umumnya struktur beton bertulang dibuat monolit atau menerus dan menjadi statis tak tentu, sehingga sebuah beban yang ditempatkan pada suatu bentang struktur menerus akan menyebabkan geser, momen dan defleksi pada bagian lain dari struktur. Dengan kata lain, beban yang bekerja pada kolom akan mempengaruhi balok, pelat dan kolom lain dan sebaliknya.

Adapun langkah-langkah dalam menentukan system struktur menerus beton bertulang pada proyek yang kami tulis ini, adalah dengan mempelajari data-data yang ada antara lain :

(3)

II-3 1. Gambar rencana arsitektur.

2. Spesifikasi material yang digunakan. 3. Lokasi tempat bangunan tersebut berada.

Dengan mempelajari data-data tersebut maka selanjutnya kami dapat menentukan system struktur, misalnya :

1. System struktur rangka (frame)

2. System struktur menggunakan dinding geser (corewall/shear wall) 3. System ganda atau gabungan dari sistim rangka dan corewall/sher wall

Karena bangunan ini berada pada daerah zona gempa kecil maka sistim

rangka (frame) konvensional merupakan sistem yang kami pilih. Dimana sistim tersebut tentunya dibuat dengan tujuan mampu memikul beban-beban yang akan diterima bangunan, baik itu beban mati, beban hidup atau beban lateral (angin dan gempa). Sedangkan flat slab kami gunakan sebagai desain alternatif struktur lantai untuk mengatasi ketinggian ruang interior yang kecil, sehingga diharapkan dengan memakai flat slab akan didapat space ruang yang cukup.

Flat slab termasuk pelat beton dua arah dengan kepala kolom (kapital), drop panel atau kombinasi keduanya. Pelat ini sangat sesuai untuk beban berat dan bentang panjang. Flat slab biasanya ekonomis untuk bangunan gudang, parkir dan pabrik, dan bangunan sejenis lainnya dimana drop panel atau kepala kolom yang terbuka diizinkan. Berikut gambar flat slab dengan drop panel dan kepala kolom (kapital).

(4)

II-4

as as

GAMBAR FLAT SLAB DENGAN DROP PANEL

DROP PANEL DROP PANEL

KOLOM KOLOM

as as

GAMBAR FLAT SLAB DENGAN KEPALA KOLOM

KEPALA KOLOM

KOLOM

KEPALA KOLOM

KOLOM

II. 4 Perencanaan Komponen Beton Bertulang

Perencanaan komponen beton bertulang dapat dilakukan dengan cara :

• Beban Batas / Beban Terfaktor. Cara ini lebih disaran Peraturan Beton Bertulang Indonesia untuk digunakan pada perencanaan.

• Beban Kerja. Cara ini merupakan cara alternatif dalam perencanaan. Pada cara ini tegangan yang terjadi dibatasi oleh tegangan izin.

(5)

II-5

II.4.1 Perencanaan Dengan Beban Terfaktor

Pada perencanaan komponen beton bertulang dengan cara beban terfaktor, maka :

• Beban yang digunakan adalah beban yang sudah dikalikan dengan suatu faktor.

• Kekuatan beton yang digunakan adalah kekuatan batasnya

( )

' c

f x faktor reduksi

( )

Φ

II.4.2 Tipe Keruntuhan pada Komponen Beton Bertulang

Ada 3 kemungkinan type / kasus keruntuhan yang terjadi pada perencanaan dengan menggunakan kekuatan batas ini :

• Tulangan Kuat (Overreinvorced). Keruntuhan type ini terjadi akibat tulangan terlalu banyak, sehingga beton yang tertekan hancur terlebih dahulu (beton mencapai kekuatan batasnya terlebih dahulu). Keruntuhan ini terjadi secara tiba-tiba (brittle failure).

Gambar II.1. Contoh Tulangan Kuat (Overreinvorced) dan Regangannya

(6)

II-6

• Tulangan Lemah (Underreinvorced). Pada kasus ini tulangan mencapai tegangan lelehnya

( )

fy terlebih dahulu, setelah itu baru beton mencapai

regangan batasnya

( )

εs , dan selanjutnya struktur runtuh. Pada kasus ini terlihat ada tanda-tanda berupa defleksi yang besar sebelum terjadi keruntuhan.

• Balanced Reinvorced. Pada type keruntuhan ini, saat terjadi keruntuhan (beton mencapai regangan batasnya,εs), tulangan juga pas mencapai tegangan lelehnya

( )

fy . Keruntuhan ini juga terjadi secara tiba-tiba.

(7)

II-7

Gambar II.3. Contoh Tulangan Seimbang (Balanced Reinvorced) dan Regangannya

II. 5 Faktor Pembebanan

Struktur dan unsur-unsur pembebanan harus direncanakan untuk memikul beban cadangan diatas beban yang diharapkan. Ketidakpastian berkaitan dengan besar beban mati pada struktur lebih kecil daripada ketidakpastian akibat beban hidup. Hal demikian dapat menimbulkan perbedaan dari besar faktor pembebanan. Pada SNI 03-2847-2002 Pasal 11.2, besar faktor pembesar pada beban adalah sebagai berikut U = 1,4 D U = 1,2 D + 1,6 L + 0,5 (A atau R) U = 1,2 D + 1,0 L ± 1,6 W + 0,5 (A atau R) U = 0,9 D ± 1,6 W U = 1,2 D + 1,0 L ± 1,0 E U = 0,9 D ± 1,0 E Keterangan :

U = kuat perlu akibat beban terfaktor D = beban mati

(8)

II-8 L = beban hidup A = beban atap R = beban hujan W = beban angin E = beban gempa

II. 6 Faktor Reduksi

Dalam menentukan kuat rencana suatu komponen struktur maka kekuatan nominalnya harus direduksikan dengan faktor reduksi kekuatan yang sesuai dengan sifat beban. Ketidakpastian kekuatan beban terhadap pembebanan dianggap sebagai faktor reduksi kekuatan ø.

Pada SNI 03-2847-2002 Pasal 11.3, besar faktor reduksi kekuatan ø adalah sebagai berikut :

1. Lentur, tanpa beban aksial 0,80

2. Beban aksial dan beban aksial dengan lentur

2.1. Aksial tarik dan aksial tarik dengan lentur 0,80 2.2. Aksial tekan dan aksial tekan dengan lentur

Komponen struktur dengan tulangan spiral 0,70 Komponen struktur lainnya 0,65

3. Geser dan torsi 0,75

4. Tumpuan pada beton kecuali untuk daerah pengangkuran pasca tarik 0,65 5. Daerah pengangkuran pasca tarik 0,85

II. 7 Perencanaan Flat Slab

Pada umumnya pelat diklasifikasikan dalam pelat satu arah atau pelat dua arah. Pelat yang berdefleksi secara dominan dalam satu arah disebut pelat satu arah. Sedangkan jika pelat dipikul oleh kolom yang disusun berbaris sehingga pelat dapat

(9)

II-9

berdefleksi dalam dua arah maka disebut pelat dua arah. Pelat dua arah dapat diperkuat dengan menambahkan balok diantara kolom, dengan mempertebal pelat disekeliling kolom (drop panel), atau dengan penebalan kolom dibawah pelat (kepala kolom).

Dalam hal ini kami membahas pelat dua arah dengan penebalan pelat disekeliling kolom (drop panel) atau biasa disebut flat slab.

Analisis Pelat Dua Arah

Menurut peraturan ACI (13.5.1.1) menjelaskan dengan detail dua metode untuk merencanakan pelat dua arah dengan beban gravitasi. Metode tersebut adalah metode perencanaan langsung dan metode portal ekuivalen.

Metode perencanaan langsung.

Agar dapat menerapkan koefisien momen yang ditentukan dengan metode desain langsung, peraturan ACI (13.6.10) menyatakan bahwa batasan-batasan berikut ini harus dipenuhi antara lain :

1. Paling sedikit ada 3 bentang menerus dalam setiap arah.

2. Panel harus persegi, dengan sisi panjang pada panel tidak lebih dari 2 kali panjang sisi pendeknya.

3. Panjang bentang dari bentang-bentang yang berurutan dalam setiap arah, tidak boleh berbeda lebih dari seper tiga terpanjang.

4. Kolom tidak boleh dibebani eksentrisitas lebih dari 10% dari panjang bentang dalam kedua sumbu antara garis tengah dari kolom yang berurutan.

5. Beban hidup tidak boleh lebih dari 2 kali beban mati

6. Jika suatu panel dipikul dikeempat sisi oleh balok, kekakuan relative dari balok ini dalam dua arah tegak lurus, yang dihitung dengan rumus dibawah ini, tidak boleh kurang dari 0,2 atau lebih besar dari 5,0.

(10)

II-10 2 1 2 2 2 1   α α Notasi 1dan 2

 lihat gambar berikut.

Nilai terkecil dari 0,251atau 0,252

2=6000 1=8000 2 2 2 2 2=6000 1=8000 1 1 1 1

Gambar area pembebanan flat slab tanpa balok

2 (6000) 1 (8 000) Ja lur ko lo m Jal ur te ngah Ja lur ko lo m + ar ea pem be ban an b al ok Jalur tengah Jalur kolom Jalur kolom Jalur tengah

Gambar Pembebanan Kombinasi Pada Area Flat Slab Dengan Balok Tepi

(11)

II-11

1. Ketahanan Geser dari pelat.Untuk geser punching, penampang kritis diambil pada jarak

2

d

dari permukaan kolom, capital, atau drop panel dan kekuatan gesernya digunakan seperti dalam pondasi yaitu

d b fc w ' 4 φ

2. Batasan tebal dan persyaratan kekakuan

Untuk pelat tanpa balok interior yang membentang diantara tumpuannya dan mempunyai rasio bentang panjang terhadap bentang pendek tidak lebih dari 2,0 tebal minimum dapat diambil dari table peraturan ACI 9.5(c)

Kekuatan leleh

Tabel 1 tebal minimum pelat tanpa balok interior

( )

psi

fy

Tanpa drop panel Dengan drop panel

Panel eksterior Panel interior Panel eksterior Panel eksterior Tanpa balok sisi Dengan balok sisi Tanpa balok sisi Dengan balok sisi 40.000 33 n  36 n  36 n  36 n  40 n  40 n  60.000 30 n  33 n  33 n  33 n  36 n  36 n  75.000 28 n  31 n  31 n  31 n  34 n  34 n

Nilai yang dipilih dari table ini tidk boleh lebih kecil dari nilai berikut (ACI 9.5.3.2) : (1) Pelat tanpa drop panel t = 5” atau 12cm

(2) Pelat dengan drop panel, diluar panel t = 4” atau 10cm

Sering kali pelat dibuat tanpa balok interior diantara kolom-kolom tetapi pada sekeliling bangunan tetap memakai balok, balok-balok ini sangat bermanfaat

(12)

II-12

dalam memperkaku pelat dan mengurangi defleksi dalam panel pelat eksterior. Kekakuan dari pelat dengan balok sisi dinyatakan sebagai fungsi dari α dibawah ini s cs b cb I E I E = α

Dimana Ecb = modulus elastisitas balok beton

cs

E = modulus elastistas kolom beton

b

I = momen inersia bruto terhadap sumbu penampang yang terdiri dari balok dan pelat disetiap sisi balok memanjang dengan jarak sama dengan proyeksi balok diatas atau dibawah pelat (diambil yang terbesar) tetapi tidak melebihi 4 kali tebal pelat.

s

I = momen inersia bruto penampang pelat diambil terhadap sumbu pusat dan sama dengan

12

3 h

dikalikan lebar pelat, dimana lebar sama seperti untuk α.

3. Distribusi momen dalam pelat.

Momen total yang ditahan oleh pelat sama dengan jumlah momen negative dan positif maksimum dalam bentang. Momen ini sama dengan momen total yang terjadi dalam balok tumpuan sederhana untuk beban merata :

(

)( )

8 2 2 n u o w

M =   ; Mo= jumlah absolut dari momen positif dan

rata-rata momen berfaktor negative dalam setiap arah. Karena 1 lebih besar dari 2, jalu kolom mengambil porsi momen lebih besar, untuk kasus seperti ini sekitar 60-70% dari Mo akan ditahan oleh jalur kolom.

(13)

II-13

Pada peraturan ACI 13.6.3.3 memberikan serangkaian persentase untuk membagi momen statis berfaktor total menjadi momen positif dan negative pada ujung bentang.

Distribusi momen bentang total pada ujung bentang (peraturan ACI 13.6.3.3)

(1) (2) (3) (4) (5) Sisi eksterior tidak dikekang Pelat dengan balok diantara semua tumpuan

Pelat tanpa balok diantara

tumpuan interior Sisi eksterior dikekang Tanpa balok sisi Dengan balok sisi Momen negative berfaktor interior 0,75 0,70 0,70 0,70 0,65 Momen positif berfaktor 0,63 0,57 0,52 0,50 0,35 Momen negative berfaktor eksterior 0 0,16 0,26 0,30 0,65

Untuk menyederhanakan perhitungan, beban yang dipikul diasumsikan berada dalam garis putus yang diperlihatkan pada bagian (a) atau (b) dari gambar berikut.

(14)

II-14

Pada gambar (a), beban disebar merata melebihi panjang balok didekat titik tengahnya, menyebabkan momen diperhitungkan sedikit berlebih, sedangkan pada gambar (b) beban disebar merata dari ujung ke ujung, menyebabkan momen diperhitungkan lebih rendah.

Karena 1lebih besar dari 2, jalur kolom mengambil porsi momen lebih

besar, untuk kasus seperti ini sekitar 60-70% dari Moakan ditahan oleh

jalur kolom. Pada peraturan ACI menyatakan bahwa jalur kolom didesain untuk menahan sebagian dari momen total rencana negative interior yang diberikan pada table berikut :

Tabel persentase momen rencana negative interior yang ditahan oleh jalur kolom 1 2   0,5 1,0 2,0 2 4 2 2 1 2 4 1 1 2 4 2 2 1 2 4 1 1 2 4 2 4 2 2 (a) (b)

(15)

II-15 1 2 1   α = 0 75 75 75 0 , 1 1 2 1 ≥   α 90 75 45

Table persentase momen rencana negative eksterior yang ditahan oleh jalur kolom 1 2   0,5 1,0 2,0 1 2 1   α = 0 β1 =0 100 100 100 5 , 2 1 ≥ β 75 75 75 0 , 1 1 2 1 ≥   α β1 =0 100 100 100 5 , 2 1 ≥ β 95 75 45

Table persentase momen rencana positif yang ditahan oleh jalur kolom

1 2   0,5 1,0 2,0 1 2 1   α = 0 60 60 60 0 , 1 1 2 1 ≥   α 90 75 45

4. Transfer momen dan geser antara pelat dan kolom

Beban maksimum yang dapat dipikul pelat dua arah tergantung pada kekuatan sambungan antara kolom dan pelat, tidak hanya beban yang ditransfer dari pelat ke kolom sepanjang luas sekitar kolom, tetapi juga

(16)

II-16

ada momen yang harus ditransfer. Kondisi momen yang harus ditrasfer ini biasanya yang paling kritis dikolom eksterior.

Tegangan geser yang dihasilkan tidak boleh lebih dari

2 4 c' c f       + β φ >φ4 fc'

(a) Kolom Interior

(17)

II-17

Dengan mengacu pada gambar asumsi tegangan geser diatas, maka tegangan kombinasi dihitung dengan rumus berikut :

vu= sepanjang AB = c AB u v c u J c M A V +γ vu= sepanjang CD = c CD u v c u J c M A V γ +

γvMu= momen tak seimbang, γv = 1−γv Untuk kolom interior bagian (a) nilainya adalah :

6 2 6 3 2 3 ad ba a d Jc +      + =

Untuk kolom sisi dari bagian (b) nilainya adalah :

(

)( )

6 2 3 2 2 3 3 ad c b a a d Jc AB +      + − =

2. 8 Analisa penampang persegi terhadap beban lentur

Asumsi yang digunakan dalam menetapkan perilaku penampang adalah sebagai berikut:

1. Distribusi regangan dianggap linier. Asumsi ini berdasarkan hipotesis Bernoulli yaitu penampang yang datar sebelum mengalami lentur akan tetap datar dan tegaklurus terhadap sumbu netral setelah mengalami lentur.

2. Regangan pada baja dan beton disekitarnya sama sebelum terjadi retak pada beton atau leleh pada baja.

(18)

II-18

3. Beton lemah terhadap tarik. Beton akan retak pada taraf pembebanan kecil, yaitu sekitar 10 % dari kekuatan tekannya. Akibatnya bagian beton yang mengalami tarik pada penampang diabaikan dalam perhitungan analisis dan desain, juga tulangan tarik yang ada dianggap memikul gaya tarik tersebut.

Agar keseimbangan gaya horizontal terpenuhi, gaya tekan (C) pada beton dan gaya tarik (T) pada tulangan harus saling mengimbangi, dalam hal ini C = T.

b d h ec c es 0,85.fc' T = As.fy C Sumbu Netral 0,85.fc' T C a = ß 1 .c d a/2

Gambar 2.6.1 Penampang beton dengan diagram regangan dan tegangan

(a) (b)

T = As . fy

C = 0,85 . fc’ . a . b

Sehingga persamaan keseimbangan dapat ditulis: 0,85 . fc’ . a . b = As . fy

a = β1.c [SNI 2847 – Pasal 12.2.7.1]

Faktor β1 harus diambil sebesar 0,85 untuk beton dengan nilai kuat tekan fc’ ≤ 30 Mpa. [SNI 2847 – Pasal 12.2.7.2]

Untuk fc’ > 30 Mpa nilai β1 = 0,85 . 0.008 . (fc’ – 30), namun nilai β1 tidak boleh diambil kurang dari 0,65.

Dalam kondisi seimbang, Momen kekuatan nominal Mn dapat ditulis:

    − = 2 . .fy d a As Mn

(19)

II-19

Hubungan variabel luas tulangan dengan luas beton digunakan rasio tulangan ρ, dimana:

As = ρ . b . d

Dalam keadaan regangan seimbang seperti pada gambar 2.5.1(a) diperoleh,

s c c d cb ε ε ε + = atau

[

fy Es

]

d cb / 003 , 0 003 , 0 + =

Dimana sesuai SNI 2847 – Pasal 10.5.2 nilai Es = 200000 Mpa, maka:

fy d cb + = 600 600

Dengan demikian untuk kondisi regangan seimbang, nilai rasio tulangan dalam keadaan seimbang dapat ditulis:

fy d cb fc b . ) . 1 '.( . 85 , 0 β ρ = atau fy fy fc b + = 600 600 . 1 '. . 85 , 0 β ρ

Pada SNI 03-2847-2002 Pasal 12.3.3, untuk komponen struktur lentur dipersyaratkan rasio tulangan maksimum ρmax = 0,75 ρb.

II.8.1 Balok penampang persegi tulangan tunggal

Dalam perencanaan balok penampang persegi terhadap lentur dengan tulangan tunggal (tulangan tarik saja) nilai b, d, biasanya ditentukan terlebih dahulu dengan kemudian mencari nilai As sehingga mampu menahan kekuatan momen nominal yang telah direduksi Mu = øMn.

b d h ec c es 0,85.fc' T C a = ß 1.c d - a /2

Gambar 2.6.1 Penampang balok bertulangan tunggal

(20)

II-20

Nilai ρ dapat dicari dengan menggunakan persaman berikut:

    − =     − = 2 . 1 . . . . 2 . .fy d a bd fy d c As Mn ρ β c b fc fy As a 1. '. . 85 , 0 . β = = sehingga 1 '. . 85 , 0 . . β ρ fc fy d c=       − =       − = ' . . 588 , 0 1 . . . . ' . . . 588 , 0 . . . . 2 fc fy fy d b fc fy d d fy d b Mn ρ ρ ρ ρ

Dalam perencanaan menetukan luas tulangan, Mu ≤ øMn

      − =       − = ' . . 588 , 0 1 . . . . . ' . . . 588 , 0 . . . . . 2 fc fy fy d b fc fy d d fy d b Mn φ ρ ρ φ ρ ρ φ

Sehingga didapat persamaan, 0

. . . ) ' / . 588 , 0 ( 2 2=      + − d b fy Mu fc fy φ ρ ρ

Dengan menggunakan rumus ABC maka dengan persamaan diatas nilai ρ dapat dicari.

Nilai ρ harus memenuhi ρmax > ρ > ρmin.

Setelah rasio tulangan didapat maka nilai Luas tulangan tarik As dapat diketahui, dimana:

As = ρ . b . d

Nilai As yang didapat disesuaikan dengan tulangan yang ada, sehingga didapat nilai As (actual) > As.

Dengan munggunakan nilai As actual dilakukan pengecekan dimana nilai ø.Mn harus mampu menahan momen ultimate Mu yang terjadi.

II.8.2 Balok penampang persegi tulangan rangkap

Bila nilai rasio tulangan ρ > ρ max namun tidak dapat dilakukan penyesuaian ukuran penampang, maka langkah yang bisa diambil dalam perencanaan balok penampang persegi terhadap lentur yaitu dengan menggunakan tulangan rangkap.

(21)

II-21

Prinsip penggunaan tulangan rangkap yaitu dengan menambah tulangan pada daerah tekan, sehingga dalam suatu penampang balok terdapat tulangan pada daerah tarik dan tulangan pada daerah tekan.

b d-d ' d ec c es 0,85.fc' T1 C1 a = ß 1 .c d - a/2

Gambar 2.7.1 Penampang balok bertulangan rangkap

(I) (II) C2 T2 As' As2 As1 As

=

+

es'

Pada gambar 2.7.1 digambarkan bahwa momen tahanan nominal total Mn = Mn1 + Mn2. Syarat keseimbangan 1: C1 = T1 Dimana : C1 = 0,85 . fc’ . a . b T1 = As1 . fy = (As-As’).fy     − − =     − = 2 . ). ' ( 2 . . 1 1 As fy d a As As fy d a Mn b fc fy As As b fc fy As a '. . 85 , 0 ). ' ( '. . 85 , 0 . 1 = − = Syarat keseimbangan 2: C2 = T2 Dimana : C2 = As’.fy T2 = As2.fy

[

'

]

. '. 2 As fy d d Mn = −

(22)

II-22 Momen Tahanan Nominal Total :

[

'

]

. '. 2 . ). ' (As As fy d a As fy d d Mn= −  − + −

[

'

]

. '. 2 . ). ' (As As fy d a As fy d d Mu=φ −  − + −

Untuk memastikan regangan linear maka dilakukan kontrol keserasian regangan.

' . 85 , 0 . 1 . ). ' ( '. . 85 , 0 . 1 ) ' ( 1 fc d fy b fc fy As As a c β ρ ρ β β − = − = =       − − =     − = − = d fy fc d c d c d c s . ). ' ( ' . 1 . 85 , 0 '. 1 003 , 0 ' 1 . 003 , 0 ) ' .( 003 , 0 ' ρ ρ β ε

Tulangan tekan telah leleh jika :

Es fy s'≥ ε 200000 . ). ' ( ' . 1 . 85 , 0 '. 1 003 , 0 fy d fy fc d       − − ρ ρ β 600 600 . ). ' ( ' . 1 . 85 , 0 '. − ≥       − − fy d fy fc d ρ ρ β fy d fy d fc − ≥ − 600 600 . . ' '. . 1 . 85 , 0 ) ' (ρ ρ β

Jika tulangan tekan belum leleh atau εs < (fy/Es), maka:

      − − = = d fy d fc s Es fs . ). ' ( ' '. . 1 . 85 , 0 1 . 600 ' . ' ρ ρ β ε

Rasio penulangan untuk penampang dalam keadaan seimbang pada tulangan rangkap yaitu: fy fs b b ρ ρ' ' ρ = + dimana: b

ρ adalah rasio penulangan seimbang untuk balok bertulangan tunggal. sehingga:

(23)

II-23 b fc fs As fy As a '. . 85 , 0 ' '. . − = ) ' '.( '. 2 ). ' '. . (As fy As fs d a As fs d d Mn= −  − + −

II.8.3 Tulangan Geser Pada Balok Beton

Kekuatan tarik pada beton sangatlah kecil dibanding dengan kekuatan tekan, dilain sisi akibat gaya lintang pada balok akan terjadi gaya tarik pada daerah perletakan sehingga kekuatan beton terhadap geser menjadi sangat penting. Oleh karena itu pada balok beton harus diberi tulangan geser yang berfungsi sebagai berikut :

1. Memikul sebagian gaya geser.

2. Membatasi bertambahnya retak diagonal.

3. Mengikat tulangan memanjang pada posisinya sehingga tulangan memanjang ini mempunyai kemampuan yang baik untuk memikul lentur.

Perencanaan penampang terhadap geser harus didasarkan pada: øVn ≥ Vu

Vn = Vc + Vs Dimana:

Vu = gaya geser terfaktor pada penampang yang ditinjau Vn = kuat geser nominal

Vc = kuat geser nominal yang disumbangkan oleh beton, dan Vs = kuat geser nominal yang disumbangkan oleh tulangan geser

Dalam SNI 03-2847-2002 Pasal 13.3.1 kekuatan geser yang disumbangkan beton pada komponen struktur non-prategang adalah sebagai berikut :

(24)

II-24 d bw fc Vc . . 6 '         =

2. Untuk komponen struktur yang dibebani oleh geser dan lentur:

d bw fc Ag Nu Vc . . 6 ' 14 1               + =

Tulangan geser direncanakan sesuai SNI 03-2847-2002 Pasal 13.5 adalah sebagai berikut

□ Vu < ½.øVc, tidak diperlukan tulangan geser.

□ ½.øVc < Vu < øVc, diperlukan tulangan geser minimum kecuali pelat, pondasi telapak, balok dengan tinggi maksimum h < 250mm atau 2,5 kali tebal sayap atau 0,5 kali lebar badan.

Dimana, Luas tulangan geser

     = fy s bw Av . 3 .

min dengan jarak spasi antar

tulangan geser S ≤ d/2 atau 600mm.

□ Vu > 3. øVc, Vs perlu = Vu – øVc dan d fy s Vs Av perlu . . = dengan nilai S = d/4 atau 150mm. □ Vs . fc'.bw.d 3 2 max= , sehingga d fy s Vs Av . . max max=

Ketentuan lainnya yaitu:

□ Kuat leleh rencana tulangan geser tidak boleh melebihi 400 Mpa dan jika menggunakan jaring kawat baja las tidak melebihi 550 Mpa.

II.9. Dasar Teori Perencanaan Kolom

Kolom merupakan komponen struktur yang mendukung lentur dan aksial tekan secara serentak dengan mempertimbangkan pengaruh tekuk yang terjadi akibat

(25)

II-25

kelangsingan komponen struktur tersebut. Elemen struktur beton bertulang dikategorikan sebagai kolom jika :

• ≥3

b L

; L = panjang kolom, b = lebar penampang kolom

• Jika <3

b L

; elemen tersebut dinamakan pedestal.

Pada umumnya kolom beton tidak hanya menerima beban aksial tekan, tapi juga momen. Berdasarkan kelangsingannya, kolom dapat dibagi atas :

• Kolom Pendek, dimana masalah tekuk tidak perlu menjadi perhatian dalam merencanakan kolom karena pengaruhnya cukup kecil.

• Kolom Langsing, dimana masalah tekuk perlu diperhitungkan dalam merencanakan kolom.

Kekuatan kolom beton bertulang direncanakan dengan anggapan-anggapan/asumsi-asumsi sebagai berikut :

• Distribusi regangan disepanjang permukaan penampang kolom bersifat linier. • Tidak terjadi slip antara beton dengan tulangan.

• Regangan tekan maksimum beton pada kondisi ultimit = 0.003

• Kekuatan tarik beton diabaikan, karena jauh lebih kecil dari kekuatan tarik baja tulangan, sehingga tidak berarti.

Ada 2 macam perhitungan yang perlu dilakukan dalam mempelajari permasalahan beton bertulang :

1. Analisis.

Pada perhitungan analisis, suatu penampang dengan data-data yang sudah diketahui,

(26)

II-26 • ukuran penampang : lebar, tinggi.

• data tulangan : diameter dan jumlah tulangan. • mutu beton.

• mutu baja.

ingin dicari kapasitas/kemampuan/kekuatan penampang menerima beban. Kekuatan ini selanjutnya disebut sebagai kekuatan nominal penampang. Kekuatan nominal penampang yang menerima beban aksial dan lentur adalah gaya aksial nominal (Pn) dan momen nominal (Mn).

2. Disain.

Pada perhitugan ini, dengan data-data gaya-gaya yang bekerja pada penampang akibat beban (beban yang sudah dikalikan faktor keamanan), setelah ditetapkan kekuatan / mutu beton dan baja yang akan digunakan, dicari ukuran penampang yang cocok serta tulangan yang diperlukan agar struktur dijamin dapat menahan beban beban tersebut.

SNI Beton 03-2847-2002 pasal 12.9.1 membatasi rasio tulangan

( )

ρ pada kolom, sebagai berikut : 08 , 0 01 , 0 ≤ ρ≤ dimana g st A A = ρ dimana :

Ag = luas total penampang kolom (termasuk luas penamp. tul.) Ast = luas total penampang tulangan

Walaupun (ρmax) dapat diambil 0,08 kenyataan di lapangan hal ini sulit

(27)

II-27

Untuk Indonesia, karena harga besi tulangan jauh lebih mahal dari bahan beton, maka biasanya rasio tulangan yang ekonomis berkisar antara 1-4%, tergantung lokasi daerah.

Khusus untuk bangunan yang berada di wilayah gempa 5 dan 6, SNI Beton 03-2847-2002 pasal 23.4.3.1 membatasi rasio tulangan pada kolom, sebagai berikut :

06 , 0 01 , 0 ≤ ρ≤ dimana g st A A = ρ II.9.1. Kolom Pendek

Menurut peraturan beton bertulang Indonesia : SNI 03-2847-2002, masalah tekuk dapat diabaikan atau kolom direncanakan sebagai kolom pendek, jika :       − ≤ 2 1 12 34 M M r ku dimana :

k = faktor panjang efektif komponen struktur tekan (berkenaan dengan topik Kolom Langsing).

ℓu = panjang bentang komponen struktur lentur (balok/pelat) yang diukur dari pusat ke pusat titik kumpul.

r = jari-jari girasi penampang kolom.

M1 = momen ujung terfaktor yang lebih kecil pada kolom.

M2 = momen ujung terfaktor yang lebih besar pada kolom.

      2 1 M M

= bernilai positif bila kolom melentur dengan kelengkungan tunggal.

      2 1 M M

(28)

II-28

Gambar II.1. Kelengkungan Tunggal dan Kelengkungan Ganda

Apabila kolom beton bertulang pendek hanya dibebani gaya aksial secara konsentrik (bekerja pada pusat penampang kolom - lihat Gambar IV.1), maka kolom akan memberikan perlawanan (kolom mempunyai kekuatan) dalam 2 komponen, yakni

1. Sumbangan beton : Cc =0,85fc'

(

AgAst

)

dimana : Ag = luas penampang kolom total (termasuk luas penampang tulangan)

As = luas total penampang tulangan

Penggunaan angka 0, 85 pada kekuatan kolom dari sumbangan beton didasari atas adanya perbedaan kuat tekan beton pada elemen struktur aktual (yang ada) terhadap kuat tekan beton silinder fc'(pada uji coba kekuatan beton dilaboratorium).

2. Sumbangan baja : Ts = fyAst

Sehingga kekuatan nominal total kolom pendek yang dibebani secara aksial adalah

(

g st

)

y st c s c n P C T f A A f A P = = + = ' − + 0 0,85

Pada kenyataan di lapangan cukup sulit dipastikan bahwa gaya aksial yang bekerja pada kolom betul-betul konsentrik. Sehingga dalam perencanaan

(29)

II-29

perlu diperhitungkan eksentrisitas minimum. Eksentrisitas minimum tersebut harus diambil minimal,

• 0.1 lebar kolom untuk kolom dengan tulangan pengikat sengkang. • 0.05 lebar kolom untuk kolom dengan tulangan pengikat spiral.

Perhitungan eksentrisitas minimum dapat dihindari (boleh tidak dilakukan) bila kekuatan penampang Po direduksi sebesar 15 % untuk kolom dengan pengikat spiral dan 20 % untuk kolom dengan pengikat sengkang (SNI 03-2847-2002 pasal 12.3.5). Sehingga kekuatan nominal penampang kolom setelah direduksi untuk antisipasi eksentrisitas minimum menjadi,

a. Untuk kolom dengan tulangan spiral :

( )

[

c

(

g st

)

y st

]

n f A A f A

P max =0,850,85 ' − +

b. Untuk kolom dengan tulangan sengkang pengikat :

( )

[

c

(

g st

)

y st

]

n f A A f A

P max =0,80,85 ' − +

Selain itu, SNI 03-2847-2002 pasal 11.3.1 mengharuskan, sehubungan dengan perilaku beban normal, lentur, dll, kekuatan elemen beton yang digunakan pada perencanaan (kuat rencana) adalah hasil kali kekuatan nominal dengan suatu faktor reduksi

( )

φ .

• φ = 0, 7 untuk kolom dengan tulangan spiral

• φ = 0, 65 untuk kolom dengan tulangan sengkang pengikat Sehingga kuat tekan rencana kolom :

• Untuk kolom dengan tulangan spiral :

( )

[

c

(

g st

)

y st

]

n f A A f A

P max =0,70,85 ' − +

(30)

II-30

( )

[

c

(

g st

)

y st

]

n f A A f A

P max =0,650,85 ' − +

Dan kuat tekan rencana maksimum yang boleh diberikan pada kolom adalah

• Untuk kolom dengan tulangan spiral :

( )

[

c

(

g st

)

y st

]

n x f A A f A

P max =0,85 0,70,85 ' − +

• Untuk kolom dengan tulangan sengkang pengikat :

( )

[

c

(

g st

)

y st

]

n x f A A f A

P max =0,8 0,650,85 ' − +

II.9.2. Diagram Interaksi

Diagam interkasi rencana adalah diagram interaksi yang digunakan sebagai batas kemampuan kolom menerima momen dan gaya normal untuk perencanaan, yakni masing-masing Mn dan Pn dikalikan dengan faktor reduksi

( )

φ

Prosedur Pembuatan Diagram Interaksi Rencana

1. Hitung gaya aksial konsentrik rencana P0

(

)

' 85 , 0 ' 0 f A A f A titikA Pc g st + y st → φ

2. Hitung gaya aksial nominal rencana φPn

(

max

)

(dengan mengantisipasi eksentrisitas minimum)

 Untuk kolom dengan tulangan spiral :

(

)

[

c

(

g st

)

y st

]

n f A A f A

P max =φ0,850,85 ' − +

φ

 Untuk kolom dengan tulangan sengkang pengikat :

(

)

[

c

(

g st

)

y st

]

n f A A f A

P max =φ0,80,85 ' − +

(31)

II-31

3. Hitung φPnb dan φMnb pada keruntuhan seimbang, Jika menggunakan

prosedur umum, maka Z = -1.

 Hitung jarak garis netral balance dan tinggi tekan ekivalen

( )

1 1 003 , 0 003 , 0 d c y b        − − = ε dan b b c a1

 Hitung sumbangan gaya tekan beton

(

cb

)

( )

b

cb f ba

C = 0,85 '

 Hitung regangan pada setiap lapis tulangan ke i, i = 2,3 dan seterusnya (selain lapis ke 1) 003 , 0       − = b i b si c d c ε

 Hitung tegangan pada setiap lapis tulangan ke i, i=2,3 dan seterusnya (selain lapis ke 1)

s si

si E

f =ε namun − fyfsify

 Hitung sumbangan gaya masing-masing lapis tulangan ke i, i=123 dan seterusnya. Jika a<di, maka si si si f A F =

Namun Jika a<di, maka

(

si c

)

si

si f f A

F = −0,85 '

(32)

II-32

= + = n i si cb nb C f P 1 φ φ φ

Hitung φMnb, Jika penampang simetris

=       − +       − = n i i si b cb nb d h f a h C M 1 2 2 2 φ φ φ

Jika penampang tidak simetris

(

)

= − +       = n i i t si b t c nb f y d a y C M 1 2 φ φ φ

4. Dengan prosedur yang sama dengan kondisi balance diatas, hitung minimal 2 pasang φPn dan φMn pada keruntuhan tekan. Jika menggunakan prosedur umum, ambil nilai Z > - 1 (misalnya Z = - 2 dan Z = - 4)

5. Dengan prosedur yang sama seperti diatas, hitung φPn dan φMn pada

keruntuhan tarik.

6. Hitung φPn

(

tarik

)

aksial tarik murni.

(

)

= = n i st y n tarik f A P 1 φ φ

II.9.3. Perencanaan Tulangan Geser Kolom

Sama seperti geser pada balok, maka kententuan pasal 13.1 SNI Beton juga berlaku untuk kolom,

u

n V

V

φ

Dimana : Vu = gaya geser terfaktor.

φ = factor reduksi geser

n

V = kuat geser nominal

(33)

II-33 sendiri dan kontribusi tulangan sengkang.

Vn =Vc +Vs

Dimana : Vc = gaya geser yang dapat dipikul beton. Vs = gaya geser yang dapat dipikul sengkang.

Menurut pasal 13.3.2.2, untuk elemen struktur yang dibebani gaya aksial tekan adalah

7 120 ' b d M d V f V w m u w c c        + = ρ Dimana

(

)

8 4h d N M Mm u u − − = Dan g u w c c A N d b f V ≤0,3 ' 1+0,3

Menurut pasal persamaan 3 dapat disederhanakan menjadi,

d b f A N V c w g u c ' 14 1 6 1         + = s d f A Vs = v y Dimana : v

A = luas penampang masing-masing sengkang. Menurut pasal 13.5.6.9, d b f Vs maks c' w 3 2 = −

Jika suatu penampang harus menerima Vs lebih besar dari Vsmaks diatas, maka ukuran penampang harus diperbesar lagi.

Berdasarkan persamaan 1 dan 2, maka sengkang harus dipasang jika Vu >

c

V

(34)

II-34 c u s V V V φ φ ≥ − atau c u s V V V ≥ − φ

Substitusi persamaan 4 kedalam persamaan 5, diperoleh jarak sengkang yang dibutuhkan c u y v V V d f A s − ≤ φ / Jarak sengkang maksimum

Jika Vs < fc'bwd 3 1 Maka 2 d smaks = dan s≤600mm Bila Vs > fcbwd ' 3 1 Maka 4 d smaks = dan s≤300mm

Luas penampang sengkang tidak boleh diambil kurang dari

y w c v f s b f A min ' 16 1 =

Dan juga tidak boleh kurang dari

y w v f s b A 3 min =

Gambar

GAMBAR FLAT SLAB DENGAN DROP PANEL
Gambar II.1. Contoh Tulangan Kuat (Overreinvorced) dan  Regangannya
Gambar II.2. Contoh Tulangan Lemah (Underreinvorced) dan Regangannya
Gambar II.3. Contoh Tulangan Seimbang (Balanced Reinvorced) dan  Regangannya
+7

Referensi

Dokumen terkait

Hukum Tua sering mengadakan rapat umum setiap 3 (tiga) bulan dan disitulah masyarakat diberikan kesempatan untuk menyampaikan pendapat, kritik, saran dan masukan

Penelitian ini dilaksanakan dengan tujuan untuk mengetahui seberapa baik respon siswa terhadap mata pelajaran matematika untuk materi pecahan senilai dengan bantuan

Hasil dari kedua nilai ini memberikan informasi bahwa pengaruh variabel inovasi program terhadap keunggulan bersaing tidak dapat diterima, karena tidak memenuhi syarat di

Penetapan lembaga yang terlibat langsung dan peranannya dalam sistem pengelolaan benih sumber (benih penjenis) dengan tugas dan wewenang yang jelas serta berkonsentrasi hukum

Promosi dilakukan untuk menggalang dukungan dari para delegasi negara lain sehingga memilih Indonesia menjadi tuan rumah Annual Meeting ICOLD ke 82 tahun 2014 di Bali,

Pada kenyataannya, salah satu proses belajar yaitu akuisisi pengetahuan (knowledge acquisition), proses untuk memperoleh pengetahuan dari anggota organisasi yang berupa

Dari latar belakang di atas, penulis dapat merumuskan Bagaimana asuhan kebidanan komprehensif pada ibu hamil dengan usia risiko usia tinggi Bersalin, Nifas,

Penelitian lain yang sejalan adalah penelitian yang dilakukan oleh Shiddiq (2013) yang menyatakan bahwa terdapat hubungan antara pengetahuan dengan perilaku tidak