• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAPPEDA Aceh - Badan Pusat Statistik Provinsi Aceh

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAPPEDA Aceh - Badan Pusat Statistik Provinsi Aceh"

Copied!
98
0
0

Teks penuh

(1)
(2)

© BAPPEDA Aceh - Badan Pusat Statistik Provinsi Aceh

TINJAUAN PEREKONOMIAN

MENURUT LAPANGAN USAHA

PROVINSI ACEH TAHUN 2011-2015

Banda Aceh, 2016

x + 86 halaman

17,6 x 25 cm

(3)
(4)

KATA SAMBUTAN

Pemerintah sebagai fasilitator dan katalisator pembangunan, perlu

senantiasa melakukan monitoring dan evaluasi pembangunan.

Pembangunan tidak hanya di bidang ekonomi, namun juga dalam

pembangunan sosial dan ketenagakerjaan. Tujuan utama pembangunan

ini tercermin dalam nawacita pemerintah.

Kami menyambut baik kerjasama antara BAPPEDA Aceh dan BPS

Provinsi Aceh dalam penerbitan publikasi ini. Dengan adanya publikasi ini

diharapkan akan mampu mendorong dan mempermudah dalam

perencanaan, pembuatan, dan evaluasi kebijakan pembangunan,

terutama terkait dengan capaian-capaian dalam bidang ekonomi dan

sosial.

Akhirnya kepada semua pihak yang telah membantu hingga

terbitnya publikasi ini, diucapkan terima kasih. Semoga publikasi ini dapat

dimanfaatkan

dengan

sebaik-baiknya

oleh

berbagai

pelaku

pembangunan di Aceh.

Banda Aceh, November 2016

Kepala BAPPEDA Aceh

(5)

Tinjauan Perekonomian Menurut Lapangan Usaha Provinsi Aceh

Tahun 2011-2015 merupakan publikasi hasil kerjasama antara BAPPEDA

Aceh dan BPS Provinsi Aceh. Publikasi ini menguraikan secara singkat

kondisi perekonomian dan kaitannya dengan beberapa indikator penting

dalam kurun waktu lima tahun terakhir (2011-2015).

Publikasi ini merupakan pelengkap dari publikasi PDRB Menurut

Lapangan Usaha 2011-2015 yang secara rutin telah diterbitkan oleh BPS

Provinsi Aceh. Dengan menambahkan analisis mengenai keterkaitan

indikator ekonomi dan sosial diharapkan dapat menjadi pijakan bagi

pengambilan keputusan yang tidak hanya menjadi solusi masalah ekonomi

namun juga masalah sosial

.

Penghargaan disampaikan kepada tim yang telah bekerja

menyusun publikasi ini tepat waktu. Selanjutnya saran dari berbagai pihak

sangat diharapkan demi penyempurnaan publikasi ini di masa mendatang.

Banda Aceh, November 2016

Kepala BPS Provinsi Aceh,

(6)

DAFTAR ISI

Halaman

KATA SAMBUTAN iii

KATA PENGANTAR iv

DAFTAR ISI v

DAFTAR GAMBAR vii

DAFTAR TABEL ix

I. PENDAHULUAN 1

1.1 Latar Belakang 3

1.2 PDRB 4

1.3 Tingkat Pengangguran Terbuka 10

1.4 Kemiskinan 11

1.5 Produktivitas Tenaga Kerja 12

II. TINJAUAN EKONOMI 15

2.1 Kinerja Perekonomian 17

2.2 Kontribusi Migas 19

2.3 Pertumbuhan Ekonomi 20

2.4 Struktur Ekonomi 22

2.5 Pergeseran Struktur Ekonomi 25

2.6 PDRB Per Kapita 26

2.7 Laju Pertumbuhan Indeks Implisit 28

III. TINJAUAN MENURUT LAPANGAN USAHA 29

3.1 Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan 33

3.2 Pertambangan dan Penggalian 35

3.3 Industri Pengolahan 37

3.4 Konstruksi 39

3.5 Perdagangan Besar dan Eceran; Reparasi Mobil dan Sepeda Motor (G)

41

3.6 Transportasi dan Pergudangan (H) 42

3.7 Administrasi Pemerintahan, Pertahanan, dan Jaminan Sosial Wajib (O), Jasa Pendidikan (P), dan Jasa Kesehatan (Q)

(7)

3.9 Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum 47

3.10 Informasi dan Komunikasi 48

3.11 Jasa Keuangan dan Asuransi 50

3.12 Real Estat 51

3.13 Jasa Perusahaan 52

3.14 Administrasi Pemerintahan, Pertahanan, dan Jaminan Sosial Wajib 53

3.15 Jasa Pendidikan 54

3.16 Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial 55

3.17 Jasa Lainnya 56

IV. TINJAUAN KETERKAITAN SOSIAL-EKONOMI 59

4.1 Produktivitas Tenaga Kerja 61

4.2 Pertumbuhan Ekonomi dan Pengangguran 62

4.3 Pertumbuhan Ekonomi dan Kemiskinan 65

PENUTUP 67

LAMPIRAN TABEL 71

(8)

DAFTAR GAMBAR

2.1 Gambar PDRB ADHB, 2011-2015 (triliun rupiah) 13

2.2 Gambar PDRB ADHK 2000, 2011-2015 (triliun rupiah) 14

2.3 Gambar Kontribusi Migas dan Nonmigas pada PDRB ADHB,

2011-2015 (persen) 15

2.4 Gambar Kontribusi Pertambangan Migas dan Industri Migas

terhadap Migas pada PDRB ADHB, 2011-2015 (persen) 16 2.5 Gambar Laju Pertumbuhan Ekonomi ADHK 2000, 2011-2015

(persen) 17

2.6 Gambar Laju Pertumbuhan Ekonomi ADHK 2000 Menurut

Lapangan Usaha, 2015 (persen) 18

2.7 Gambar Distribusi Persentase PDRB ADHB Dengan Migas Menurut

Lapangan Usaha, 2015 (persen) 19

2.8 Gambar Distribusi Persentase PDRB ADHB Tanpa Migas Menurut

Lapangan Usaha, 2015 (persen) 20

2.9 Gambar Struktur PDRB ADHB Dengan Migas Menurut Kelompok

Lapangan Usaha, 2011-2015 (persen) 21

2.10 Gambar Struktur PDRB ADHB Tanpa Migas Menurut Kelompok

Lapangan Usaha, 2011-2015 (persen) 22

2.11 Gambar PDRB Per Kapita Dengan Migas, 2011-2015 (juta rupiah) 23 2.12 Gambar PDRB Per Kapita Tanpa Migas, 2011-2015 (juta rupiah) 23

Gambar Halaman

2.1 PDRB Atas Dasar Harga Berlaku, 2011-2015 (Triliun Rupiah) 23 2.2 PDRB Atas Dasar Harga Konstan, 2011-2015 (Triliun Rupiah) 24

2.3 Kontribusi Migas dan Nonmigas pada PDRB ADHB, 2015 25

2.4 Kontribusi Pertambangan dan Industri Migas terhadap Nilai PDRB Khusus

Migas, 2011-2015 (persen) 26

2.5 Laju Pertumbuhan Ekonomi, 2011-2015 (persen) 27

2.6 Laju Pertumbuhan Ekonomi Menurut Lapangan Usaha, 2015 (persen) 28 2.7 Distribusi Persentase PDRB ADHB dengan Migas menurut Lapangan

Usaha, 2015 (persen) 28

2.8 Distribusi Persentase PDRB ADHB tanpa Migas menurut Lapangan

Usaha, 2015 (persen) 29

2.9 Struktus PDRB ADHB dengan Migas menurut Kelompok Sektor, 2011-2015

(persen) 31

2.10 PDRB Per Kapita dengan Migas, 2011-2015 (Juta Rupiah) 32 2.11 PDRB Per Kapita Tanpa Migas, 2011-2015 (Juta Rupiah) 33

2.12 Laju Indeks Implisit, 2011-2015 (persen) 34

3.1 Kontribusi Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan menurut Subkategori,

2011-2015 (persen) 37

3.2 Laju Pertumbuhan Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan menurut

Subkategori, 2015 (persen) 38

3.3 Kontribusi Pertambangan dan Penggalian menurut Subkategori,

2011-2015 39

3.4 Laju Pertumbuhan Pertambangan dan Penggalian Menurut

Subkategori, 2015 (persen) 39

(9)

3.6 Laju Pertumbuhan Industri Pengolahan menurut Subkategori, 2015

(persen) 41

3.7 Kontribusi dan laju Pertumbuhan Konstruksi, 2011-2015 (persen) 42 3.8 Kontribusi dan Laju Pertumbuhan Perdagangan Besar dan Eceran;

Reparasi Mobil dan Sepeda Motor Menurut Subkategori, 2011-2015 (persen)

43

3.9 Konstribusi dan Laju Pertumbuhan Transportasi dan Pergudangan menurut Subkategori, 2011-2015 (persen)

44

3.10 Kontribusi dan Laju Pertumbuhan Kategori O, P, dan Q, 2011-2015

(persen) 45

3.11 Kontribusi Beberapa Kategori/Lapangan Usaha Lainnya, 2015 (persen) 47

3.12 Laju Pertumbuhan Beberapa Kategori/Lapangan Usaha Lainnya, 2015

(persen) 48

4.1 Produktivitas Tenaga Kerja, 2011-2015 (juta rupiah) 55

4.2 Produktivitas Tenaga kerja Menurut Kelompok Sektor Utama, 2011-2015

(juta rupiah) 57

4.3 Laju Pertumbuhan Ekonomi dan Pengangguran, 2009-2015 (persen) 58

4.4 Keterkaitan antara Pertumbuhan Ekonomi dan Pengangguran,

2009-2015 (persen) 59

4.5 Laju Pertumbuhan Ekonomi dan Kemiskinan, 2009-2015 (persen) 60

4.6 Keterkaitan antara Pertumbuhan Ekonomi dan Kemiskinan, 2009-2015 (persen)

(10)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1.1 Perbandingan Perubahan Konsep dan Metode Perhitungan PDRB 12

1.2 Perbandingan Perubahan Klasifikasi PDRB menurut Lapangan Usaha

Tahun Dasar 2000 dan 2010 13

A PDRB Atas Dasar Harga Berlaku Menurut Lapangan Usaha, 2011-2015

(juta rupiah) 63

B PDRB Atas Dasar Harga Konstan 2010 Menurut Lapangan Usaha,

2011-2015 (Juta rupiah) 64

C Distribusi Persentase PDRB Atas Dasar Harga Berlaku Menurut Lapangan

Usaha, 2011-2015 (persen) 65

D Distribusi Persentase PDRB Atas Dasar Harga Konstan 2010 Menurut

Lapangan Usaha (persen) 66

E Distribusi Persentase PDRB Tanpa Migas Atas Dasar Harga Berlaku

Menurut Lapangan Usaha, 2011-2015 (persen) 67

F Distribusi Persentase PDRB Tanpa Migas Atas Dasar Harga Konstan 2000

Menurut Lapangan Usaha, 2011-2015 (persen) 68

G Indeks Perkembangan PDRB Atas Dasar Harga Berlaku Menurut

Lapangan Usaha (2000=100), 2011-2015 69

H Indeks Perkembangan PDRB Atas Dasar Harga Konstan 2010 Menurut

Lapangan Usaha (2000=100), 2011-2015 70

I Indeks Harga Implisit PDRB Menurut Lapangan Usaha (2000=100),

2011-2015 71

J Laju Pertumbuhan Indeks Harga Implisit PDRB Menurut Lapangan Usaha,

(11)
(12)
(13)
(14)

1 Pendahuluan

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Pembangunan ekonomi adalah upaya pemerintah yang dilakukan

secara sengaja dan hati-hati untuk mengkoordinasikan

keputusan-keputusan ekonomi dalam jangka panjang. Keputusan tersebut ditujukan

untuk memengaruhi, mengarahkan, dan bahkan mengendalikan tingkat

dan pertumbuhan variabel-variabel ekonomi utama (pendapatan,

konsumsi, kesempatan kerja, investasi, tabungan, ekspor, impor, dan

lain-lain). Tujuan akhir dari perencanaan pembangunan adalah

tercapaianya tujuan pembangunan yang telah ditetapkan (Kuncoro,

2012).

Perencanaan pembangunan ekonomi suatu negara atau daerah,

memerlukan bermacam data sebagai dasar penentuan strategi dan

kebijakan agar sasarannya dapat dicapai dengan tepat. Strategi dan

kebijakan pembangunan ekonomi yang telah diambil pada masa

yang lalu perlu dimonitor dan dievaluasi hasil-hasilnya. Berbagai data

statistik, sebagai ukuran kuantitas, mutlak diperlukan untuk memberikan

gambaran tentang keadaan pada masa yang lalu dan masa kini, serta

sasaran-sasaran yang akan dicapai pada masa yang akan datang.

Setiap kebijakan ekonomi akan menimbulkan dampak yang luas

bagi perekonomian suatu masyarakat yang saling berkaitan satu sama

lain. Salah satu indikator yang dapat digunakan untuk mengetahui

produktivitas ekonomi secara makro ialah Produk Domestik Regional Bruto

(15)

akan memberikan gambaran kinerja ekonomi regional makro dari waktu

ke waktu, sehingga arah perekonomian regional dapat dievaluasi secara

lebih jelas.

Di sisi lain, perlu juga dikaji keterkaitan antara indikator-indikator

ekonomi dengan indikator-indikator sosial dan ketenagakerjaan agar

dapat diketahui apakah pertumbuhan ekonomi yang terjadi berkualitas.

Dengan melihat keterkaitan antar indikator tersebut, diharapkan para

pengambil keputusan mampu melakukan evaluasi terhadap

program-program peningkatan kinerja perekonomian dan kesejahteraan

penduduk.

1.2. PDRB

PDRB dianggap sebagai ukuran terbaik dari kinerja perekonomian suatu

daerah. Statistik ini dihitung secara tahunan dan triwulanan oleh BPS dari

bermacam data primer dan sekunder. Sumber data utama dalam

mengukur PDRB meliputi data administrasi yang berasal dari pemerintah,

seperti: pajak, data-data pendidikan, pertahanan dan keamanan, dan

data-data statistik yang berasal dari sensus atau survei, misalnya data

industri dan data pertanian. Tujuan PDRB adalah meringkas aktivitas

ekonomi dalam suatu nilai uang tertentu selama periode waktu tertentu.

Ada dua cara untuk melihat statistik ini, salah satunya adalah

dengan melihat PDRB sebagai pendapatan total dari setiap orang dalam

perekonomian daerah. Cara lainnya adalah dengan melihat PDRB

sebagai pengeluaran total atas output barang dan jasa perekonomian di

(16)

1 Pendahuluan

suatu daerah. Dari kedua sudut pandang ini, jelaslah mengapa PDRB

merupakan cerminan dari kinerja ekonomi. Dengan demikian

perekonomian yang menghasilkan output barang dan jasa yang lebih

besar, dapat memenuhi permintaan dari rumah tangga, perusahaan,

dan pemerintah secara lebih baik.

PDRB didefinisikan sebagai jumlah nilai tambah (value added)

yang dihasilkan oleh seluruh unit produksi dalam satu daerah selama satu

periode tertentu, atau merupakan jumlah seluruh nilai barang dan

jasa akhir yang dihasilkan oleh seluruh unit produksi di daerah dalam

satu periode tertentu.

Perhitungan PDRB disajikan dalam dua versi penilaian harga

pasar, yaitu PDRB atas dasar harga berlaku (ADHB) dan PDRB atas dasar

harga konstan (ADHK). PDRB ADHB menggambarkan nilai tambah

barang dan jasa yang dihitung berdasarkan harga pasar pada tahun

yang bersangkutan. Data PDRB ADHB digunakan untuk melihat struktur

ekonomi dan transformasi struktur ekonomi (structural transformation),

serta untuk menghitung besaran pendapatan per kapita. PDRB ADHK

menunjukkan nilai tambah barang dan jasa yang dihitung menggunakan

harga pada tahun tertentu sebagai tahun dasar. Pada periode sekarang

ini digunakan tahun 2010 sebagai tahun dasar. Fungsi PDRB ADHK adalah

untuk mengukur laju pertumbuhan ekonomi.

PDRB mencakup:

Semua barang dan jasa yang penghasilannya terdapat kompensasi

Produksi yang ilegal dan tersembunyi

(17)

Jasa yang dihasilkan oleh pemerintah dan lembaga nirlaba

Jasa sewa rumah yang dihuni oleh unit rumah tangga sendiri

Biaya eksplorasi mineral, termasuk kegiatan eksplorasi yang

belum/tidak berhasil.

1.2.1. Manfaat dan Kegunaan Data PDRB

Data PDRB merupakan salah satu indikator makro yang dapat

menunjukkan kondisi perekonomian regional setiap tahun. Manfaat yang

diperoleh dari data ini antara lain :

a. Sebagai bahan evaluasi pembangunan di masa lalu baik di

masing-masing lapangan usaha maupun keseluruhan.

b. Sebagai bahan umpan balik terhadap perencanaan pembangunan

yang telah dilaksanakan.

c. Sebagai dasar pembuatan proyeksi perkembangan perekonomian

di masa yang akan datang.

d. Untuk memantau perkembangan inflasi berdasarkan perubahan

harga produsen secara agregatif tertimbang.

Adapun kegunaan dari interpretasi data PDRB adalah sebagai

berikut:

a. PDRB ADHB nominal menunjukkan kemampuan sumber daya

ekonomi yang dihasilkan oleh suatu daerah/wilayah. Nilai PDRB yang

besar menunjukkan kemampuan sumber daya ekonomi yang besar.

(18)

1 Pendahuluan

b. Produk Domestik Regional Neto (PDRN) ADHB menunjukkan

pendapatan yang memungkinkan dapat dinikmati oleh penduduk

suatu daerah/wilayah.

c. PDRB ADHK (riil) dapat digunakan untuk menunjukkan laju

pertumbuhan ekonomi secara keseluruhan atau setiap lapangan

usaha.

d. Distribusi PDRB ADHB menunjukkan besarnya struktur perekonomian

dan

peranan

lapangan

usaha/kategori

dalam

suatu

daerah/wilayah. Kategori yang mempunyai peran besar merupakan

basis perekonomian suatu daerah/wilayah.

e. PDRB per kapita ADHB menunjukkan nilai PDRB dan PDRN per kepala

atau per orang penduduk.

f. PDRB per kapita ADHK berguna untuk mengetahui pertumbuhan riil

ekonomi per kapita.

h. Untuk melihat produktivitas lapangan usaha dapat dilakukan dengan

membagi jumlah nilai tambah dari lapangan yang bersangkutan

dengan jumlah tenaga kerja yang bekerja di lapangan usaha

tersebut. Produktivitas tenaga kerja sektoral ini sangat berguna untuk

mempertimbangkan penentuan alokasi tenaga kerja menurut

lapangan usaha.

1.2.2. Metode Penghitungan PDRB

Penghitungan PDRB atas dasar harga konstan secara berkelanjutan dan

berkala sangat berguna untuk mengetahui perkembangan sektor

ekonomi secara riil. Karena pada penghitungan ini tidak terkandung

(19)

produksinya saja. Oleh karena itu, diperlukan penetapan tahun dasar

secara nasional sebagai acuan perbandingannya. BPS telah

menetapkan tahun 2010 sebagai tahun dasarnya. Untuk menghitung nilai

tambah sektoral atas dasar harga konstan, dikenal empat penghitungan

yang masing-masing dapat diuraikan sebagai berikut:

a. Revaluasi

Metode revaluasi dilakukan dengan cara menilai produksi dan biaya

antara masing-masing tahun dengan harga tahun dasar 2010 dan

hasilnya merupakan output dan biaya antara atas dasar harga konstan

2010. Selanjutnya nilai tambah bruto atas dasar harga konstan diperoleh

dari selisih antara output dan biaya antara hasil penghitungan di atas.

Metode ini sulit dilakukan terhadap biaya antara yang digunakan,

karena mencakup komponen input yang terlalu banyak dan juga data

harga kurang tersedia. Karena itu biaya antara atas dasar harga konstan

diperoleh dari perkalian antara output atas dasar harga konstan

masing-masing tahun dengan rasio tetap biaya antara terhadap output pada

tahun dasar.

b. Ekstrapolasi

Dengan metode ekstrapolasi, nilai tambah masing-masing tahun atas

dasar harga konstan tahun 2010 diperoleh dengan cara mengalikan nilai

tambah pada tahun dasar 2010 dengan indeks produksi sebagai

ekstrapolator. Indeks ini merupakan indeks dari masing-masing produksi

yang dihasilkan ataupun indeks dari indikator produksi, seperti tenaga

(20)

1 Pendahuluan

kerja, jumlah perusahaan, dan indikator lainnya yang dianggap cocok

dengan jenis kegiatan yang dihitung.

Ekstrapolasi dapat juga dilakukan terhadap perhitungan output

atas dasar harga konstan, kemudian dengan menggunakan rasio tetap

nilai tambah terhadap output akan diperoleh perkiraan nilai tambah atas

dasar harga konstan.

c. Deflasi

Untuk memperoleh nilai tambah atas dasar harga konstan 2010 dapat

dilakukan dengan metode deflasi, yaitu dengan cara membagi nilai

tambah atas dasar harga berlaku masing-masing tahun dengan indeks

harga. Indeks harga yang digunakan sebagai deflator biasanya

merupakan Indeks Harga Konsumen (IHK), Indeks Harga Produsen (IHP),

Indeks Harga Perdagangan Besar (IHPB), dan sebagainya.

Indeks harga di atas dapat pula dipakai sebagai inflator dalam

keadaan dimana nilai tambah atas dasar harga yang berlaku justru

diperoleh dengan mengalikan nilai tambah atas dasar harga konstan

dengan indeks harga tersebut.

d. Deflasi Berganda

Yang dideflasi dalam deflasi berganda ini adalah output dan biaya

antaranya, sedangkan nilai tambah diperoleh dari selisih antara output

dan biaya antara hasil deflasi tersebut. Indeks harga yang digunakan

sebagai deflator untuk penghitungan output atas dasar harga konstan

biasanya merupakan Indeks Harga Produsen (IHP) atau Indeks Harga

Perdagangan Besar (IHPB) sesuai dengan cakupan komoditasnya,

(21)

komponen input terbesar.

Metode ini tidak banyak digunakan dalam perhitungan karena

kenyataannya sangat sulit melakukan deflasi terhadap biaya antara,

disamping karena komponennya terlalu banyak, indeks harganya juga

belum tersedia secara baik. Penghitungan komponen penggunaan

Produk Domestik Regional Bruto atas dasar harga konstan juga dilakukan

dengan menggunakan cara-cara di atas, tetapi karena data yang

tersedia kurang lengkap, maka cara deflasi dan ekstrapolasi lebih banyak

dipakai.

1.3. Tingkat Pengangguran Terbuka

Angka

pengangguran

menunjukkan

ketidakmampuan

suatu

perekonomian dalam menyerap tenaga kerja yang ada di suatu daerah.

Angka pengangguran dihitung dengan Tingkat Pengangguran Terbuka

(TPT). TPT merupakan persentase jumlah pengangguran terhadap jumlah

angkatan kerja.

Jenis pengangguran dibedakan menjadi 2 (dua), yaitu setengah

pengangguran dan pengangguran terbuka. Yang dimaksud dengan

setengah pengangguran adalah penduduk yang bekerja kurang dari

jam kerja normal (dalam hal ini 35 jam dalam seminggu), tidak termasuk

mereka yang mempunyai pekerjaan (usaha) tetapi sementara tidak

bekerja. Setengah pengangguran terdiri dari :

(22)

1 Pendahuluan

1. Setengah Pengangguran Terpaksa, adalah mereka yang bekerja di

bawah jam kerja normal (35 jam/minggu), dan masih mencari

pekerjaan lain atau masih bersedia menerima pekerjaan lain;

2. Setengah pengangguran sukarela, adalah mereka yang bekerja di

bawah jam kerja normal (kurang dari 35 jam dalam seminggu), tetapi

tidak mencari pekerjaan atau tidak bersedia menerima pekerjaan

lain (sebagian pihak menyebutkan sebagai pekerja paruh

waktu/part time worker).

Pengangguran terbuka adalah mereka yang sedang mencari

kerja atau sedang menyiapkan usaha, atau tidak mencari kerja karena

merasa tidak mungkin memperoleh pekerjaan, atau sudah diterima kerja

tetapi belum mulai bekerja. Definisi ini telah digunakan pada

pelaksanaan Survei Angkatan Kerja Nasional (Sakernas) sejak tahun 2001.

Jika sebelumnya BPS masih menggunakan batasan umur 10 tahun ke atas

dalam menghitung angkatan kerja, maka dalam publikasi ini sudah

digunakan batasan umur yang baru, yaitu 15 tahun ke atas.

1.4. Kemiskinan

Definisi tentang kemiskinan telah mengalami perluasan, seiring dengan

semakin kompleksnya faktor penyebab, indikator, maupun permasalahan

lain yang melingkupinya. Kemiskinan tidak lagi hanya dianggap sebagai

dimensi ekonomi melainkan telah meluas hingga ke dimensi sosial,

kesehatan, pendidikan dan politik. Menurut Badan Pusat Statistik,

kemiskinan adalah ketidakmampuan memenuhi standar minimum

(23)

makanan.

Untuk mengukur kemiskinan, Indonesia melalui BPS menggunakan

pendekatan kebutuhan dasar (basic needs) yang dapat diukur dengan

angka atau hitungan Indeks Perkepala (Head Count Index), yakni jumlah

dan persentase penduduk miskin yang berada di bawah garis

kemiskinan. Garis kemiskinan ditetapkan pada tingkat yang selalu konstan

secara riil sehingga kita dapat mengurangi angka kemiskinan dengan

menelusuri kemajuan yang diperoleh dalam mengentaskan kemiskinan di

sepanjang waktu.

1.5. PRODUKTIVITAS TENAGA KERJA

Jika PDRB mengukur kinerja atau performa perekonomian suatu daerah,

maka produktivitas tenaga kerja mengukur kinerja dari penduduk yang

bekerja di daerah tersebut. Salah satu cara untuk menghitung produktivitas

tenaga kerja adalah dengan membagi PDRB dengan jumlah penduduk

yang bekerja. Produktivitas tenaga kerja menggambarkan kemampuan

setiap penduduk untuk menghasilkan nilai tambah bagi perekonomian

dengan mengabaikan peranan modal. Semakin tinggi nilai produktivitas

tenaga kerja, semakin efisien pemakaian tenaga kerja di suatu daerah,

demikian juga sebaliknya, semakin rendah nilai produktivitas tenaga kerja,

semakin rendah efisiensi pemakaian tenaga kerja.

Adanya perubahan tahun dasar dari tahun dasar 2000 ke 2010 dan

perubahan sistem rujukan neraca nasional dari SNA (System of National

(24)

1 Pendahuluan

(Klasifikasi Baku Lapangan Usaha Indonesia) dari KBLI 2005 ke KBLI 2009. Hal

ini berakibat pada belum dapat dibandingkannya secara sempurna data

tenaga kerja menurut lapangan usaha dengan nilai tambahnya. Oleh

karena itu, dalam publikasi ini penghitungan produktivitas yang dilakukan

hanya sampai 3 kelompok sektor utama, yaitu primer, sekunder, dan tersier.

(25)
(26)
(27)
(28)

2 Tinjauan Ekonomi

BAB II TINJAUAN EKONOMI

2.1. Kinerja Perekonomian

Kinerja perekonomian Aceh dilihat dari nilai PDRB ADHB selama lima

tahun terakhir terus mengalami peningkatan. PDRB Aceh atas dasar

harga berlaku secara rata-rata mengalami kenaikan sebesar Rp5,53 triliun

per tahun. Pada tahun 2015 PDRB meningkat sebesar Rp1,17 triliun dari

Rp128,03 triliun pada tahun 2014. Kenaikan ini terendah selama 5 tahun

terakhir disebabkan menurunnya nilai tambah sektor migas.

Dengan mengeluarkan sektor migas, kinerja perekonomian Aceh

juga tercatat mengalami kenaikan. PDRB Aceh tanpa migas pada tahun

2015 adalah sebesar Rp124,42 triliun atau mengalami peningkatan

sebesar Rp9,32 triliun dari tahun 2014. PDRB tanpa migas mengalami

peningkatan lebih tinggi secara rata-rata selama lima tahun terakhir

dibandingkan dengan migas, yaitu sebesar Rp7,67 triliun per tahun.

Peningkatan nilai PDRB nonmigas pada tahun 2015 merupakan

peningkatan tertinggi selama 5 tahun terakhir.

Dalam perubahan nilai PDRB atas dasar harga berlaku masih

terdapat pengaruh perubahan harga, sehingga untuk melihat

perkembangan riil PDRB maka digunakan PDRB atas dasar harga konstan

(ADHK) dengan tahun dasar 2010. Nilai PDRB ADHK Aceh pada tahun

2015 telah mencapai sebesar Rp112,67 triliun, turun sebesar 0,82 triliun dari

tahun 2014. Sementara itu PDRB ADHK tanpa migas pada tahun 2015

menunjukkan peningkatan sebesar Rp4,43 triliun dari sebesar Rp102,15

triliun menjadi Rp106,59 triliun.

(29)

Gambar 2.1. PDRB Atas Dasar Harga Berlaku (ADHB), 2011-2015 (Triliun rupiah)

Nilai PDRB ADHK Aceh selama 5 tahun terakhir telah mengalami

kenaikan sebesar Rp7,8 triliun dengan migas dan naik sebesar Rp16,74

triliun tanpa migas. Secara rata-rata, PDRB ADHK mengalami kenaikan

sebesar Rp1,95 triliun per tahun dengan migas dan Rp4,19 triliun per tahun

tanpa migas sejak tahun 2011. Kenaikan nilai PDRB ADHB selama 5 tahun

terakhir terlihat hampir 2 kali lipat dari kenaikan PDRB ADHK. Hal ini

menunjukkan bahwa kenaikan karena harga hampir sama dengan

kenaikan karena meningkatnya produksi.

Gambar 2.2. PDRB Atas Dasar Harga Konstan (ADHK), 2011-2015 (Triliun rupiah) 1 0 8 ,2 2 1 1 4 ,5 5 1 2 1 ,3 3 1 2 8 ,0 3 1 2 9 ,2 0 9 2 ,7 3 9 9 ,0 4 1 0 6 ,4 6 1 1 5 ,1 0 1 2 4 ,4 2

2011

2012

2013r

2014*

2015**

migas tanpa migas

1 0 4 ,8 7 1 0 8 ,9 1 1 1 1 ,7 6 11 3, 49 1 1 2 ,6 7 8 9 ,8 4 94 ,29 9 8 ,2 1 1 0 2 ,1 5 1 0 6 ,5 9

2011

2012

2013r

2014*

2015**

migas

tanpa migas

(30)

2 Tinjauan Ekonomi

2.2. Kontribusi Migas

Peranan minyak dan gas bumi terhadap perekonomian Aceh selama 5

tahun terakhir semakin menurun. Kontribusi migas pada tahun 2010

adalah sebesar 15,23 persen dan terus mengalami penurunan hingga

menjadi sebesar 3,70 persen pada tahun 2015. Kontribusi sektor migas ini

ditopang oleh dua subkategori, yaitu subkategori Pertambangan Minyak

dan Gas Bumi dan subkategori Industri Gas Alam Cair. Subkategori

pertambangan migas menyumbangkan peranan sebesar 2,65 persen,

sedangkan subkategori Industri Gas Alam menyumbangkan peranan

sebesar 1,06 persen pada tahun 2015.

Gambar 2.3. Kontribusi Migas pada PDRB ADHB, 2015 (persen)

Penurunan kontribusi migas salah satunya disebabkan oleh

menurunnya produksi migas pada kilang-kilang migas utama di Aceh

Timur, Aceh Utara, dan Aceh Tamiang. Pada tahun 2015 terjadi

penurunan kontribusi secara drastis dikarenakan telah berhentinya

kontrak PT Arun yang melakukan pengiriman terkahir pada Oktober 2014.

Selain itu juga didukung dengan turunnya harga minyak dunia, bahkan

penurunan ini masih terus berlangsung hingga saat ini. Bahkan, nilai

84,77 85,69 86,45 87,74 89,90 96,30 15,23 14,31 13,55 12,26 10,10 3,70 2010 2011 2012 2013r 2014* 2015**

migas

tanpa migas

(31)

atas dasar harga konstan. Hal ini seiring dengan semakin meningkatnya

produksi dan produktivitas di lapangan usaha lainnya semakin

mempertajam penurunan kontribusi migas terhadap total PDRB.

Adanya rencana untuk melakukan eksplorasi migas baru di lepas

pantai beberapa kabupaten di Aceh tentunya tetap disambut secara

positif. Namun demikian menggantungkan perekonomian Aceh pada

sektor migas tentu bukan hal yang bijaksana, mengingat bahwa hingga

saat ini 3 daerah yang telah berpuluh tahun menjadi penghasil migas,

yaitu Aceh Timur, Aceh Utara, dan Aceh Tamiang, kondisi perekonomian

maupun kesejahteraan penduduknya tidak juga jauh lebih baik

dibandingkan kabupaten/kota lain.

2. 3. Pertumbuhan Ekonomi

Pertumbuhan ekonomi dapat diartikan sebagai peningkatan standar

materi kehidupan masyarakat yang secara makro yang dapat diukur dari

nilai PDRB atas dasar harga konstan. Peningkatan jumlah barang dan jasa

yang diproduksi, diikuti dengan meningkatnya jumlah penduduk dan

perbaikan teknologi, mendorong terjadinya perubahan pendapatan

(Mankiw, 2006).

Kondisi ekonomi Aceh dilihat dari pertumbuhan ekonominya

masih terus mengalami peningkatan dari waktu ke waktu. Rata-rata

pertumbuhan ekonomi Aceh selama 5 tahun terakhir adalah sebesar 1,81

persen. Namun demikian, dalam tahun terakhir, perekonomian Aceh

mengalami kontraksi untuk pertama kalinya dalam 6 tahun terakhir, yaitu

(32)

2 Tinjauan Ekonomi

turun sebesar 0,72 persen. Perekonomian Aceh pernah mengalami

kontraksi pada tahun 2009 sebesar 0,83 persen. Penyebab terjadinya

kontrkasi di kedua tahun ini sama, yaitu karena penurunan produksi migas

yang berpengaruh ke lapangan usaha pertambangan dan industri

pengolahan migas.

Gambar 2.4. Laju Pertumbuhan Ekonomi, 2011-2015 (persen)

Secara lebih rinci, lapangan usaha Jasa Kesehatan dan Kegiatan

Sosial (Q), Administrasi Pemerintahan, Pertahanan, dan JSW (O),

Pengadaan Air dan Pengelolaan Sampah (E), dan Real Estat (L)

merupakan lapangan usaha yang tumbuh di atas 6 persen. Sedangkan

Pertambangan dan Penggalian (B) dan Industri Pengolahan (C)

merupakan 2 lapangan usaha yang mengalami penurunan pada tahun

2015 masing-masing sebesar 27,48 persen dan 21,33 persen.

Dengan mengeluarkan sektor migas, perekonomian Aceh selalu

mengalami peningkatan. Rata-rata pertumbuhan ekonomi Aceh tanpa

migas selama lima tahun terakhir adalah sebesar 4,36 persen per tahun.

Pada tahun 2015 perekonomian Aceh tumbuh sebesar 4,34 persen, lebih

3,28 3,85 2,61 1,55 -0,72 4,38 4,95 4,15 4,02 4,34

2011

2012

2013r

2014*

2015**

(33)

usaha Pertambangan dan Penggalian dan Industri Pengolahan dengan

mengeluarkan migas juga jauh berbeda. Pertumbuhan keduanya tanpa

migas masing-masing menjadi sebesar -4,76 persen dan 4,03 persen.

Gambar 2.5. Laju Pertumbuhan Ekonomi menurut Lapangan Usaha, 2015 (persen)

2.4. Struktur Ekonomi

Proses pembangunan yang diikuti pertumbuhan ekonomi yang

terus-menerus dalam jangka panjang akan membawa perubahan mendasar

pada struktur ekonomi. Perubahan ini terjadi dari ekonomi tradisional

yang didominasi pertanian (primer) menuju ekonomi modern yang

didominasi sektor non primer, terutama industri manufaktur.

Struktur ekonomi Aceh hingga tahun 2015 masih didominasi oleh

kategori Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan dengan peranan sebesar

-27,49

-21,33

2,38

3,02

3,56

3,92

4,21

4,32

4,53

4,85

5,36

5,85

5,92

6,48

6,74

6,83

7,15

Q

O

E

L

P

I

R,S,T,U

A

F

D

J

G

H

K

M,N

C

B

(34)

2 Tinjauan Ekonomi

29.08 persen. Peranan kategori Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan di

Aceh cenderung mengalami kenaikan dari tahun ke tahun. Pada tahun

2011 peranannya masih sekitar 25,46 persen dan terus naik hingga tahun

2015.

Gambar 2.6. Struktur PDRB ADHB dengan Migas Menurut Lapangan Usaha, 2015 (pesen)

Kategori dengan peranan kedua terbesar adalah Perdagangan

Besar dan Eceran, Reparasi Mobil dan Sepeda Motor dengan peranan

sebesar 15,72 persen. Seperti halnya kategori pertanian, kategori ini juga

terus mengalami kenaikan dari tahun 2011 yang sebesar 14,06 persen.

Kategori Konstruksi menempati urutan ketiga dengan peranan

sebesar 9,48 persen pada tahun 2015, juga meningkat dari peranan

tahun 2011 yang sebesar 8,24 persen.

Secara umum, dengan mengeluarkan migas yang semakin

menurun, kondisi perekonomian Aceh tidak jauh berbeda. Pertanian,

Kehutanan, dan Perikanan makin mendominasi dengan peranan sebesar

30,20 persen pada tahun 2015 diikuti oleh Perdagangan Besar dan

A 29,08% B 5,73% C 5,89% F 9,48% G 15,72% H 8,01% O 9,01% Lainnya/ Others 17,07%

(35)

dan Konstruksi dengan peranan sebesar 9,85 persen. Kategori Administrasi

Pemerintahan, Pertahanan, dan JSW berada di peringkat keempat

dengan peranan sebesar 9,35 persen.

Gambar 2.7. Struktur PDRB ADHB Tanpa Migas Menurut Lapangan Usaha, 2015 (pesen)

2.5. Pergeseran Struktur Ekonomi

Proses pembangunan mengisyaratkan adanya pertumbuhan ekonomi

yang diikuti dengan perubahan (growth plus change) dalam: pertama,

perubahan struktur ekonomi dari pertanian ke industri atau jasa, kedua,

perubahan kelembagaan baik melalui regulasi maupun reformasi

kelembagaan itu sendiri (Kuncoro, 2013). Oleh karena itu, salah satu

indikator yang menunjukkan adanya proses pembangunan adalah

adanya pergeseran struktur ekonomi yang dapat dilihat dari perubahan

peranan/kontribusi lapangan usaha dalam PDRB.

Berbeda dari kebanyakan provinsi di Indonesia yang didominasi

oleh sektor primer, struktur ekonomi Aceh sejak tahun 2010 mulai

A 30,20% B 3,21% C 5,02% F 9,85% G 16,33% H 8,32% O 9,35% Lainnya/ Others 17,72%

(36)

2 Tinjauan Ekonomi

didominasi oleh sektor tersier. Kontribusi sektor primer semakin menurun

dan digantikan oleh sektor tersier yang semakin meningkat peranannya

dari tahun ke tahun. Kontribusi sektor primer pada tahun 2015 adalah

sebesar 34,81 persen berkurang sebesar 5,36 poin dari tahun 2011 yang

sebesar 40,17 persen. Sedangkan sektor sekunder sedikit berkurang

kontribusinya dari sebesar 17,02 persen menjadi 15,52 persen pada tahun

2015. Sedangkan sektor tersier terus meningkat dari sebesar 42,81 persen

pada tahun 2011 menjadi 49,67 persen pada tahun 2015 atau meningkat

sebesar 6,86 poin. Peningkatan ini didukung oleh tingginya rata-rata level

pertumbuhan lapangan usaha di kelompok tersier, terutama Penyediaan

Akomodasi dan Makan Minum, Real Estat, Administrasi Pemerintahan,

Jasa Pendidikan, Jasa Kesehatan, dan Jasa Lainnya yang tumbuh di atas

5 persen selama 2 tahun terakhir.

Gambar 2.8. Struktur PDRB ADHB dengan Migas Menurut Kelompok Sektor, 2011-2015 (pesen)

Penyebab terbesar dari pergeseran ini adalah semakin

menurunnya produksi migas dan juga lebih lambatnya pertumbuhan

sektor pertanian dibandingkan sektor-sektor di kelompok tersier, terutama

4 0 ,1 7 1 7 ,0 2 4 2 ,8 1 3 9 ,2 9 1 7 ,1 4 43 ,5 7 3 8 ,7 4 1 6 ,7 4 4 4 ,5 2 3 7 ,5 2 1 6 ,4 7 4 6 ,0 1 3 4 ,8 1 15,52 49,67

Primer Sekunder Tersier

(37)

tersier, sehingga sektor tersier semakin mendominasi perekonomian Aceh.

Fenomena pergeseran struktural ini perlu menjadi perhatian para

pengambil kebijakan. Bagaimanapun, sebagian besar penduduk Aceh

masih bergantung pada sektor primer, terutama di lapangan usaha

pertanian. Pertanian merupakan lapangan usaha yang padat tenaga

kerja namun rentan terhadap masalah kemiskinan dan pengangguran.

Peningkatan jumlah industri berbasis pertanian juga perlu ditingkatkan.

Hal ini selain dapat meningkatkan nilai tambah juga dapat menyerap

tenaga kerja lebih besar di sektor industri pengolahan sehingga dapat

mengurangi jumlah pengangguran. Di sisi lain, sebuat daerah yang

bertumpu pada sektor tersier dengan ‘melompati’ sektor sekunder,

biasanya memiliki perekonomian yang ‘volatile’ atau rentan terhadap

gejolak (Abimanyu, 2015).

2.6. PDRB Per Kapita

Ukuran peningkatan produktivitas maupun kesejahteraan tidak bisa

hanya dipandang dari pertumbuhan ekonomi, karena masih ada

pengaruh pertumbuhan penduduk. Ukuran awal yang lebih tepat untuk

melihat peningkatan produkstivitas dan kesejahteraan adalah PDRB per

kapita.

PDRB per kapita Aceh ADHB dengan migas tercatat semakin

menurun. Pada tahun 2015 PDRB per kapita Aceh adalah Rp25,83 juta per

tahun, menurun dari tahun 2014 yang sebesar Rp26,09 juta per tahun.

(38)

2 Tinjauan Ekonomi

Dengan mengeluarkan migas, tercatat bahwa selama 5 tahun terkahir

PDRB per kapita Aceh terus mengalami peningkatan. PDRB per kapita

Aceh tanpa migas pada tahun 2015 adalah sebesar Rp24,87 juta per

tahun, atau naik dari tahun 2014 yang sebesar Rp23,46 juta per tahun.

Angka ini jauh lebih rendah dari PDB per kapita nasional yang mencapa

RP44,2 juta per tahun.

Gambar 2.10. PDRB Per Kapita ADHB, 2011-2015 (juta rupiah)

Sementara itu, PDRB per kapita Aceh atas dasar harga konstan

menunjukkan peningkatan yang sedikit lebih rendah dibandingkan PDRB

per kapita atas dasar harga berlaku. PDRB per kapita ADHK Aceh pada

tahun 2011 adalah sebesar Rp22,70 juta per tahun dengan migas dan

Rp19,45 juta per tahun tanpa migas. Selama 5 tahun hingga tahun 2015

terjadi penurunan sebesar 0,79 persen dengan migas dan meningkat

sebesar 9,55 persen tanpa migas.

Secara rata-rata selama lima tahun terakhir, PDRB per kapita

Aceh dengan migas mengalami penurunan sebesar 0,2 persen per tahun,

23 ,43 20 ,08 24 ,29 2 1 ,0 0 2 5 ,2 2 2 2 ,1 3 26 ,09 2 3 ,4 6 2 5 ,8 3 24 ,87

dengan migas

tanpa migas

(39)

sebesar 2,31 persen per tahun. PDRB per kapita Aceh atas dasar harga

konstan pada tahun 2015 dengan migas adalah sebesar Rp22,53 juta per

tahun, sedangkan tanpa migas adalah sebesar Rp21,31 juta per tahun.

Gambar 2.11. PDRB Per ADHK Kapita, 2011-2015 (juta rupiah)

2.7. Laju Pertumbuhan Indeks Implisit

Selain menggambarkan kinerja, struktur, maupun pertumbuhan ekonomi,

dari angka PDRB dapat diperoleh perubahan harga secara agregat,

yaitu dengan menghitung laju indeks implisitnya. inflasi merupakan

perubahan dari Indeks Harga Konsumen yang menggambarkan

perubahan harga barang-barang konsumsi, sedangkan laju indeks implisit

menggambarkan perubahan harga di tingkat produsen secara agregat.

Dengan demikian, laju indeks implisit lebih tepat dalam menggambarkan

perubahan harga karena mencakup semua barang dan jasa yang

diproduksi.

Perubahan harga di tingkat produsen dari tahun 2011-2015 terlihat

cukup fluktuatif baik dengan migas maupun tanpa migas. Peningkatan

22 ,70 1 9 ,4 5 2 3 ,1 0 2 0 ,0 0 2 3 ,2 3 2 0 ,4 1 2 3 ,1 3 2 0 ,8 2 2 2 ,5 3 21,3 1

dengan migas

tanpa migas

(40)

2 Tinjauan Ekonomi

tertinggi terjadi pada tahun 2014 sebesar 3,94 persen dengan migas dan

3,91 persen tanpa migas. Pada tahun 2015 peningkatan harga secara

umum adalah 1,65 persen dengan migas dan 3,60 persen tanpa migas.

Kenaikan harga dengan migas cukup rendah karena adanya penurunan

harga minyak dan gas yang cukup drastis sepanjang tahun 2015.

Gambar 2.12. Laju Indeks Implisit, 2011-2015 (persen) 3,19 1,93 3,23 3,91 1,65 3,21 1,76 3,21 3,94 3,60

2011

2012

2013r

2014*

2015**

migas tanpa migas

(41)
(42)

3 Tinjauan Menurut

Lapangan Usaha

(43)
(44)

3 Tinjauan Menurut

Lapangan Usaha

BAB III TINJAUAN MENURUT LAPANGAN USAHA

3.1 Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan

Sebagai salah satu provinsi yang terletak di negara berkembang, Aceh

juga memiliki karakteristik yang menjadi ciri negara berkembang, yaitu

masih tingginya ketergantungan pada pertanian. Biasanya semakin maju

suatu daerah, maka peranan pertanian terhadap PDRB akan semakin

rendah. Namun hal ini ternyata tidak terjadi di Aceh, hal ini terlihat dari

peranan kategori pertanian di PDRB yang justru semakin meningkat, yaitu

dari 25,46 persen pada tahun 2011 menjadi 29,08 pada tahun 2015.

Gambar 3.1 Kontribusi Kategori

Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan, 2011-2015 (persen)

Pada lapangan usaha pertanian, subkategori yang paling

dominan adalah Pertanian, Peternakan, Perburuan, dan Jasa Pertanian

yang peranannya mencapai 22,84 persen. Subkategori Perikanan

menempati urutan kedua dengan peranan sebesar 4,83 persen, diikuti

001 001 001 001 001 005 005 005 005 005 1 9 ,5 0 1 9 ,9 5 2 0 ,7 1 20 ,96 22,8 4 25,46 25,88 26,58 26,85 29,08

2011

2012

2013r

2014*

2015**

Pertanian, Peternakan, Perburuan & Js. Pertanian Perikanan

Kehutanan

(45)

PDRB.

Ada dua sebab yang menjadikan peranan lapangan usaha

pertanian semakin meningkat, yaitu karena pertumbuhan di lapangan

usaha tersebut atau karena menurunnya peranan lapangan usaha

lainnya. Di Aceh, kenaikan peranan lapangan usaha pertanian terjadi

karena kombinasi dari kedua penyebab di atas. Selain karena semakin

meningkatnya produksi pertanian, terutama tanaman pangan,

hortikultura, dan perkebunan, juga diiringi dengan turun dengan

drastisnya nilai tambah migas, sehingga peranannya naik dengan cukup

drastis.

Gambar 3.2 Pertumbuhan Kategori Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan, 2011-2015 (persen)

Pertumbuhan kategori pertanian, perikanan, dan kehutanan

selama 5 tahun terakhir menunjukkan tren yang cukup fluktuatif.

Pertumbuhan tertinggi dicapai di tahun 2015 yang mencapai 4,85 persen

setelah tahun sebelumnya melambat di 2,45 persen. Pertumbuhan ini

3,659 4,411 4,679 2,450 4,855 3,660 4,680 5,574 3,044 5,918 3,432 3,753 1,291 2,925 -1,294 3,729 3,493 1,982 -,332 2,097

2011

2012

2013r

2014*

2015**

Pertanian, Kehutanan, & Perikanan

Pertanian, Peternakan, Perburuan & Js. Pertanian Kehutanan

(46)

3 Tinjauan Menurut

Lapangan Usaha

didukung

oleh

tingginya

pertumbuhan

subkategori

Pertanian,

Peternakan, dan Jasa Pertanian yang tumbuh sebesar 5,92 persen. Hal ini

terutama disebabkan karena naiknya produksi tanaman pangan,

terutama padi, yang didukung oleh gencarnya program pemerintah

dalam meningkatkan produksi pangan nasional.

3.2 Pertambangan dan Penggalian

Dalam beberapa tahun terakhir ada penambahan kegiatan

pertambangan dan penggalian di Aceh, yaitu penggalian batubara.

Kegiatan eksplorasi batubara di Aceh telah dimulai sejak tahun 2008 dan

kegiatan produksi dimulai sejak tahun 2011. Hal inilah yang membuat

peranan pertambangan dan penggalian dalam PDRB Aceh tahun dasar

2010 lebih tinggi dari peranannya dalam PDRB tahun dasar 2000.

Gambar 3.3 Kontribusi Kategori Pertambangan dan Penggalian, 2011-2015 (persen)

Selama lima tahun terakhir, peranan kategori ini terus mengalami

penurunan karena turunnya produksi migas, terutama di tahun 2015.

10,30 9,79 8,75 7,33 2,65 1,62 1,13 0,85 0,77 0,71 1,24 0,99 1,00 0,95 0,69 1,55 1,50 1,55 1,62 1,69 14,70 13,41 12,15 10,66 5,73

2011

2012

2013r

2014*

2015**

Pertambangan & Penggalian Lainnya Pertambangan Bijih Logam Pertambangan Batubara & Lignit Pertambangan Minyak dan Gas Pertambangan dan Penggalian

(47)

14,70 persen pada tahun 2011 dan terus menurun menjadi tinggal sebesar

5,73 persen pada tahun 2015. Penurunan drastis ini terjadi karena telah

berakhirnya kontrak PT Arun pada akhir 2014 dan belum beroperasinnya

secara penuh penggantinya, yaitu PT Perta Arun Gas yang melakukan

kegiatan regasifikasi di eks pabrik PT Arun.

Sementara itu, di masing-masing subkategori pertambangan dan

penggalian pertumbuhannya cukup bervariasi. Pertambangan migas

dan bijih logam pada tahun 2015 sama-sama mengalami penurunan

masing-masing turun sebesar 40,26 persen dan 24,36 persen.

Pertambangan migas telah mengalami penurunan sejak tahun 2009,

sedangkan pertambangan bijih logam mulai mengalami penurunan sejak

tahun 2014 karena mulai diberlakukannya undang-undang Minerba yang

melarang ekspor hasil pertambangan dalam bentuk logam mentah.

Sedangkan subkategori pertambangan batubara dan lignit dan

pertambangan dan penggalian lainnya masing-masing mengalami

pertumbuhan sebesar 1,73 persen dan 2,64 persen. Satu-satunya

subkategori yang selama lima tahun terakhir terus mengalami

pertumbuhan adalah subkategori pertambangan dan pertambangan

lainnya karena terkait langsung dengan kategori konstruksi yang juga

terus meningkat selama 5 tahun terakhir.

(48)

3 Tinjauan Menurut

Lapangan Usaha

Gambar 3.4 Pertumbuhan Kategori Pertambangan dan Pengalian, 2011-2015 (persen)

3.3 Industri Pengolahan

Industri pengolahan/manufaktur merupakan salah satu lapangan usaha

yang sangat penting peranannya dalam perekonomian, karena sebagai

penampung output dari sektor primer dan sebagai penghasil input dari

sektor sekunder dan tersier. Adanya industri migas membuat peranan

industri pengolahan terus mengalami penurunan dalam 5 tahun terakhir

dari sebesar 8,65 persen pada tahun 2011 menjadi 5,89 persen pada

tahun 2015.

Pertumbuhan industri tanpa migas, di sisi lain, ada mengalami

peningkatan peranan meskipun sangat sedikit 4,63 persen menjadi

sebesar 4,84 persen. Industri nonmigas dengan peranan tertinggi adalah

industri kimia, farmasi, dan obat tradisional dengan peranan sebesar 2,32

persen pada tahun 2015 atau turun dari tahun 2011 yang sebesar 2,32

persen. Industri makanan dan minuman berada di peringkat kedua

-5,163 -9,21 -27,49 -0,51 -2,95 -7,78 -14,19 -40,26 0,17 -10,62 1,40 1,73 -22,03 7,96 -4,86 -24,36 3,91 1,89 5,28 5,49 2,64

2011

2012

2013r

2014*

2015**

Pertambangan dan Penggalian Pertambangan Minyak dan Gas Pertambangan Batubara & Lignit Pertambangan Bijih Logam Pertambangan & Penggalian Lainnya

(49)

dari tahun 2011 yang peranannya sebesar 1,41 persen.

Gambar 3.5 Kontribusi Kategori Industri Pengolahan, 2011-2015 (persen)

Laju pertumbuhan industri pengolahan mulai turun sejak tahun

2013 dan mengalami penurunan tertinggi pada tahun 2015, yaitu sebesar

21,33 persen. Dengan mengeluarkan industri migas, laju pertumbuhan

industri pengolahan pada tahun 2015 adalah sebesar 4,03 persen, lebih

baik dari tahun 2013 yang tumbuh sebesar 3,73 persen. Subkategori

industri pengolahan yang mengalami pertumbuhan tertinggi pada tahun

2015 adalah industri kimia, farmasi, dan obat tradisional yang tumbuh

sebesar 5,94 persen. Industri ini didominasi oleh industri pupuk PT PIM di

Aceh Utara.

Sementara itu, industri makanan dan minuman yang peranannya

cukup besar, masih terus tumbuh, meskipun pertumbuhannya semakin

melambat dari 6,88 persen pada tahun 2011 terus menurun menjadi 4,02

4,02 3,76 3,51 2,76 1,06 1,41 1,46 1,53 1,65 1,80 0,21 0,21 0,21 0,21 0,21 2,56 2,71 2,30 2,28 2,32 0,46 0,48 0,49 0,50 0,51 8,65 8,61 8,04 7,40 5,89

2011

2012

2013r

2014*

2015**

Lainnya Kimia, Farmasi, & Obat Tradisional

Kayu & Furnitur Makanan & Minuman

(50)

3 Tinjauan Menurut

Lapangan Usaha

persen pada tahun 2015. Beberapa industri lainnya yang skala industrinya

masih kecil juga mengalami penurunan pada tahun 2015 di antaranya:

industri tembakau, industri kulit, industri mesin dan perlengkapannya, serta

industri furnitur (lihat lampiran).

Gambar 3.6 Pertumbuhan Kategori Industri

Pengolahan, 2011-2015 (persen)

3.4 Pengadaan Listrik dan Gas

Kategori Listrik dan Gas merupakan unsur penting yang menjadi

penunjang hampir semua kegiatan ekonomi dari pertanian sampai

dengan jasa-jasa. Hal inilah yang menjadikan kategori ini sangat penting

dalam mendukung pertumbuhan ekonomi. Bahkan salah satu poin

penting dalam pengambilan keputusan investor dalam berinvestasi

adalah keberadaan fasilitas kelistrikan.

Dilihat dari nilai tambahnya, ternyata peranan kategori listrik dan

gas dalam PDRB Aceh masih sangat kecil, yaitu hanya sebesar 0,11

persen pada tahun 2015. Salah satu penyebabnya adalah karena masih

0,92 2,39 -4,78 -7,67 -21,33 -8,10 -2,08 -62,17 6,88 7,76 4,02 -0,35 -4,28 15,52 -10,55 5,94 6,06 -1,14

2011

2012

2013r

2014*

2015**

Industri Pengolahan Pengilangan Migas Makanan & Minuman Kayu & Furnitur

Kimia, Farmasi, & Obat Tradisional Lainnya

(51)

operasional yang tinggi, sehingga tanpa adanya subsidi, maka harga

listrik akan menjadi sangat tinggi. Hal ini berakibat pada nilai tambah

yang rendah.

Gambar 3.7 Kontribusi Kategori Pengadaan Listrik dan Gas, 2011-2015 (persen)

Mengingat begitu pentingnya listrik, maka berbagai kalangan

baik pemerintah maupun swasta memberikan perhatian besar pada

lapangan usaha ini. Salah satu usaha yang telah dan sedang dilakukan

adalah dengan pembangunan pembangkit-pembangkit listrik baru di

beberapa daerah, di antaranya PLTU di Nagan Raya, PLTA di Aceh

Tengah, dan PLTMG di Lhokseumawe.

Beberapa usaha tersebut ternyata telah mampu mendorong

pertumbuhan subkategori listrik yang selama 5 tahun terkahir terus

tumbuh

rata-rata

sebesar

8,24

persen

per

tahun.

Bahkan

pertumbuhannya pada tahun 2012 mencapai 11,01 persen dan pada

tahun 2015 sebesar 9,25 persen. Diharapkan di masa mendatang

0,063 0,060 0,055 0,059 0,067 0,044 0,045 0,045 0,044 0,041 0,108 0,105 0,100 0,103 0,108

2011

2012

2013r

2014*

2015**

Pengadaan Gas & Produksi Es Pengadaan Listrik

(52)

3 Tinjauan Menurut

Lapangan Usaha

41

Provinsi Aceh 2011-2015

pertumbuhan subkategori listrik akan lebih tinggi lagi denngan mulai

beroperasinya PLTMG Arun pada tahun 2016 dan PLTA Peusangan yang

diharapkan siap beroperasi pada tahun 2017.

Sementara itu, subkategori pengadaan gas dan produksi es,

peranannya dalam perekonomian sangat kecil, yaitu sebesar 0,04 persen

pada tahun 2015. Namun demikian, tentunya peranan subkategori ini

tidak bisa diabaikan begitu saja karena terkait dengan subkategori

perikanan dan pengadaan makan dan minum. Pada tahun 2015

subkategori ini mengalami penurunan sebesar 4,57 persen karena

berhenti beroperasinya beberapa perusahaan es milik Pemkab, sehingga

berpengaruh pada penghasilan nelayan yang sangat membutuhkan es

untuk mengawetkan ikan.

Gambar 3.8 Pertumbuhan Kategori Pengadaan Listrik dan Gas, 2011-2015 (persen)

3.5 Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah, Limbah, dan Daur Ulang

Kategori pengadaan air, pengelolaan sampah, limbah, dan daur ulang

merupakan kategori dengan peranan terkecil dalam PDRB Aceh, yaitu

sebesar 0,026 persen pada tahun 2011. Peranannya dari tahun ke tahun

7,046 8,694 4,019 6,523 4,319 8,69 11,01 3,98 8,86 9,25 4,507 4,975 4,094 2,554 -4,570

2011

2012

2013r

2014*

2015**

Pengadaan Listrik & Gas Pengadaan Listrik

Pengadaan Gas & Produksi Es

0,03 0,03 0,03 0,03 0,04 006 007 006 005 007

(53)

Pertumbuhan kategori ini cukup baik selama 5 tahun terakhir, yaitu secara

rata-rata sebesar 6,11 persen per tahun. Pertumbuhan kategori ini pada

tahun 2015 adalah sebesar 6,74 persen. Tercakup dalam kategori ini

adalah kegiatan pengadaan air baik oleh PDAM maupun swasta, dan

kegiatan pengelolaan sampah dan daur ulang oleh dinas kebersihan.

Gambar 3.9 Kontribusi dan Pertumbuhan Kategori Pengadaan Air dan Pengelolaan Sampah, 2011-2015 (persen)

3.6 Konstruksi

Gencarnya pembangunan suatu daerah bisa terlihat secara kasat mata

dengan bertambahnya konstruksi/bangunan, baik bangunan gedung

perkantoran, jalan, jembatan, perumahan, pabrik-pabrik, dan lain-lain.

Peranan lapangan usaha konstruksi dala PDRB Aceh cukup signifikan,

yaitu di urutan ketiga dengan peranan sebesar 9,48 persen pada tahun

2015, naik cukup tinggi dari tahun 2011 yang sebesar 8,24 persen.

Sementara itu jika dilihat dari rata-rata pertumbuhannya selama 5

tahun terakhir adalah sebesar 5,31 persen. Pertumbuhan tertinggi dicapai

0,03 0,03 0,03 0,03 0,04 6,00 6,93 5,96 4,84 6,74

2011

2012

2013r

2014*

2015**

Kontribusi Pertumbuhan

(54)

3 Tinjauan Menurut

Lapangan Usaha

pada tahun 2012 sebesar 6,60 persen. Pada tahun 2015 pertumbuhannya

agak melambat, yaitu sebesar 4,53 persen dari pertumbuhan tahun

sebelumnya yang sebesar 5,46 persen. Agak melambatnya pertumbuhan

ini dikarenakan rendahnya serapan anggaran dan adanya

penghematan anggaran pemerintah di tahun 2015, sehingga beberapa

proyek pembangunan terpaksa dihentikan atau ditunda. Pembangunan

fisik baru mulai naik di akhir tahun 2015, sehingga harapannya

pertumbuhan kategori ini di tahun 2016 akan lebih tinggi lagi.

Gambar 3.10 Kontribusi Dan Pertumbuhan Kategori Konstruksi, 2011-2015 (persen)

3.7 Perdagangan Besar dan Eceran; Reparasi Mobil dan Sepeda Motor

Sebagai penyumbang PDRB terbesar kedua setelah pertanian, lapangan

usaha Perdagangan yang mencakup perdagangan besar dan eceran

serta reparasi mobil dan sepeda motor, memiliki konstribusi sebesar 15,72

terhadap PDRB semakin meningkat. Hal ini karena peningkatan produksi

di kategori pertanian dan industri secara otomatis akan meningkatkan

8,24 8,40 8,57 8,94 9,48 5,908 6,605 4,643 5,463 4,528

2011

2012

2013r

2014*

2015**

Kontribusi Pertumbuhan

(55)

yang diperdagangkan untuk mencapai konsumen.

Gambar 3.11 Kontribusi Kategori Perdagangan dan Reparasi Mobil dan Motor, 2011-2015 (persen)

Pertumbuhan kategori ini selama 5 tahun terakhir juga

menunjukkan nilai yang cukup baik, yaitu 4,95 persen per tahun. Namun

demikian, dalam 2 tahun terakhir terlihat bahwa ada sedikit perlambatan

dalam pertumbuhan menjadi sebesar 4,03 persen di tahun 2014 dan 3,92

persen di tahun 2015.

Gambar 3.12 Pertumbuhan Kategori Perdagangan dan Reparasi Mobil dan Motor, 2011-2015 (persen)

1,34 1,38 1,41 1,44 1,57

12,72 12,93 13,02 13,36 14,16

14,06 14,31 14,43 14,80 15,72

2011

2012

2013r

2014*

2015**

Perdagangan Bukan Mobil & SM Perdagangan Mobil, Motor, & reparasinya Perdagangan & Reparasi Mobil & SM

5,45 6,27 5,60 4,03 3,92 4,62 5,63 5,73 4,24 3,21 5,53 6,34 5,59 4,01 4,00

2011

2012

2013r

2014*

2015**

Perdagangan & Reparasi Mobil & SM Perdagangan Mobil, Motor, & reparasinya Perdagangan Bukan Mobil & SM

(56)

3 Tinjauan Menurut

Lapangan Usaha

3.8 Transportasi dan Pergudangan

Lapangan usaha transportasi dan pergudangan di Aceh menempati

posisi cukup penting dalam PDRB, yaitu di urutan kelima dengan peranan

sebesar 8,01 persen. Selama 5 tahun terakhir peranan kategori

transportasi dan pergudangan terus meningkat dari sebesar 7,37 persen

padat tahun 2011 menjadi sebesar 8,01 persen pada tahun 2015. Salah

satu penyebab kenaikan peranan ini selain pertumbuhan ekonomi juga

adalah kenaikan tarif angkutan yang disebabkan karena dikuranginya

subsidi BBM secara bertahap dalam beberapa tahun terakhir.

Angkutan darat memiliki peran terbesar dalam kategori angkutan

dan pergudangan, yaitu sebesar 6,84 persen dari PDRB diikuti oleh

angkutan udara sebesar 0,90 persen. Angkutan laut menempati urutan

ketiga dengan peranan sebesar 0,20 persen, diikuti oleh pergudangan

dan jasa penunjang angkutan, pos dan kurir sebesar 0,07 persen dan

angkutan sungai dan penyeberangan sebesar 0,008 persen.

Gambar 3.13 Kontribusi Kategori Transportasi Dan Pergudangan, 2011-2015 (persen) 6,48 6,52 6,61 6,62 6,84 0,20 0,20 0,21 0,21 0,20 0,63 0,73 0,82 0,84 0,90 0,05 0,06 0,06 0,06 0,07 7,37 7,51 7,70 7,73 8,01

2011

2012

2013r

2014*

2015**

Pergudangan, Js Penunjang Angkutan, Pos & Kurir Angkutan Udara

Angkutan Sungai, Danau, dan Penyeberangan Angkutan Laut

Angkutan Darat

(57)

pertumbuhan yang selalu positif selama 5 tahun terakhir dengan rata-rata

pertumbuhan sebesar 4,06 persen per tahun. Namun demikian, setelah

tumbuh di atas 4 persen dari tahun 2011-2013, pada dua tahun terakhir

pertumbuhannya agak melambat menjadi sebesar 3,05 persen pada

tahun 2014 dan 3,56 persen pada tahun 2015. Hal ini bisa dipahami

sebagai kondisi yang mapan, terutama untuk angkutan darat, di mana

ketika suatu lapangan usaha telah mencapai nilai tambah yang tinggi

atau penawaran barang atau jasa sudah hampir sama dengan

permintaan atas barang dan jasa tersebut, maka pertumbuhannya akan

melambat. Jadi ketika ada suatu pertumbuhan di salah satu unit usaha

akan diimbangi dengan penurunan di unit usaha yang lain.

Gambar 3.14 Pertumbuhan Kategori Transportasi dan Pergudangan, 2011-2015 (persen)

Dari kelima subkategori yang menyusun kategori transportasi dan

4,91 5,43 4,37 3,10 3,80 4,17 7,32 7,69 -0,10 -6,03 6,06 6,45 5,94 6,31 6,85 5,51 3,32 2,54 3,44 4,14 7,39 7,18 5,67 4,42 3,19 2011 2012 2013r 2014* 2015** Angkutan Darat Angkutan Laut

Angkutan Sungai, Danau, dan Penyeberangan Angkutan Udara

(58)

3 Tinjauan Menurut

Lapangan Usaha

pergudangan, terlihat bahwa angkutan sungan, danau, dan

penyeberangan emiliki level pertumbuhan tertinggi selama 5 tahun

terakhir. Pada tahun 2015 pertumbuhan subkategori ini sebesar 6,85

persen. Sedangkan angkutan laut merupakan subkategori yang selama 2

tahun trakhir mengalami penurunan, hal ini dikarenakan menurunnya

ekspor Aceh melalui laut, sehingga penggunaan angkutan laut menurun.

3.9 Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum

Peranan kategori penyediaan akomodasi dan makan minum dalam

perekonomian Aceh terus meningkat dengan progresif. Peranan kategori

ini pada tahun 2011 adalah sebesar 0,94 persen, dan pada tahun 2015

telah naik menjadi 1,23 persen dari PDRB. Kategori ini disusun oleh dua

subkategori, yaitu penyediaan akomodasi dengan kontribusi sebesar 0,17

persen dan penyediaan makan minum dengan kontribusi sebesar 1,06

persen pada tahun 2015.

Gambar 3.15 Kontribusi Kategori Penyediaan

Akomodasi dan Makan Minum, 2011-2015 (persen) 0,11 0,12 0,13 0,14 0,17 0,83 0,88 0,93 0,98 1,06 0,94 1,00 1,06 1,12 1,23 2011 2012 2013r 2014* 2015**

Penyediaan Makan Minum Penyediaan Akomodasi

Gambar

Gambar 2.1. PDRB  Atas  Dasar Harga Berlaku (ADHB),  2011-2015 (Triliun rupiah)
Gambar 2.4. Laju Pertumbuhan   Ekonomi, 2011-2015 (persen)
Gambar 2.5. Laju Pertumbuhan  Ekonomi menurut Lapangan Usaha,  2015 (persen)
Gambar 2.6. Struktur  PDRB ADHB dengan Migas  Menurut Lapangan Usaha,  2015 (pesen)
+7

Referensi

Dokumen terkait

Indikasi terapi bedah sendiri dikerjakan bila secara klinis maupun neurologis tidak ada perbaikan atau cenderung memburuk dengan pemberian medikamentosa OAT fase

Jika ditelisik lebih dalam lagi meningkatnya angka angota IKAPI, meningkatnya jumlah judul terbit dan juga ditempuhnya jalur promosi melalui internet oleh para

Berdasarkan teori dan juga penelitian yang telah dilakukan penulis, dapat disimpulkan bahwa typeface yang digunakan pada buku renungan Pelita mengharuskan typeface

Adanya bank sampah khususnya di desa Rajekwesi yaitu bank sampah Tunas Bintang Pagi adalah salah satu solusi yang di tawarkan masyarakat yang peduli dengan lingkungan

Maka terjawab sudah pertanyaan penelitian dalam tulisan ini bahwa faktor yang mempengaruhi keluarnya Kebijakan Konservasi Hutan oleh APP di pengaruhi oleh Pertama,

paling tidak garis kemiskinan non makanan juga mempunyai nilai yang sama agar masyarakat dapat memenuhi kebutuhan dasarnya. Artinya, garis kemiskinan yang digunakan paling

kelangsungan suau pesantren dan juga menemukan corak atau warna pesantren yang dikelolanya. Oleh sebab itu dapat dikatakan bahwa kemajuan dan perkembangan pesantren

Harga saham yang tinggi akan membuat nilai perusahaan tinggi, sehingga meningkatkan kepercayaan pasar terhadap kinerja perusahaan saat ini dan prospek dimasa