• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGUBURAN MASA LALU PADA MASYARAKAT SUPIORI DI KABUPATEN SUPIORI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENGUBURAN MASA LALU PADA MASYARAKAT SUPIORI DI KABUPATEN SUPIORI"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

PENGUBURAN MASA LALU PADA MASYARAKAT SUPIORI DI

KABUPATEN SUPIORI

Rini Maryone (Balai Arkeologi Jayapura)

Abstract

Death got more attention, in the event of death the funeral ceremony will be performed. In a ceremony tailored to the age and social status of the deceased. The funeral procession comes armed with the grave and the bodies of the dead pet. Form of burial was found at the site in Kampung Pasir Panapasyem Bamboo Supiori Eastern District, is a type of burial in the cave / recess in the form of burial types of primary (direct) without a container.

Keyword: funeral ceremony, burial in cave, burial types of primary

Latar Belakang

Salah satu konsepsi kepercayaan yang sangat menonjol dalam masyarakat prasejarah di Indonesia adalah sikap terhadap alam kehidupan sesudah mati. Kepercayaan yang berlatar belakang animisme dan dinamisme ini beranggapan bahwa roh seseorang dianggap mempunyai kehidupan di alamnya tersendiri sesudah orang meninggal sehingga perlu diadakan upacara – upacara keagamaan sebelum dikuburkan, konsepsi kepercayaan yang paling menyolok dalam kaitannya dengan upacara kematian adalah sistem penguburan.

Penguburan memegang peranan penting dalam sistem kehidupan masyarakat masa lalu. Hal ini dipengaruhi oleh adanya kepercayaan bahwa masih adanya hubungan antara orang yang masih hidup dengan orang-orang yang sudah meninggal. Mereka percaya bahwa orang yang meninggal akan hidup kembali di alam arwah. Masyarakat pendukung tradisi ini (tradisi megalit) mereka percaya bahwa arwah orang yang sudah meninggal akan hidup kembali didunia arwah dan menjalani kehidupan sebagaimana orang hidup.

(2)

Dengan demikian, orang yang sudah meninggal diperlakukan seperti layaknya orang yang masih hidup, dengan berbagai tradisi. Konsep pemikiran inilah yang melatar belakangi berbagai upacara yang berhubungan dengan kematian dan penguburan.

Bukti-bukti tentang adanya jejak penguburan mulai muncul ketika manusia telah mengenal adanya tempat tinggal atau menetap (sementara) dalam gua-gua dan ceruk alam. Bukti-bukti arkeologis tersebut yang berhubungan dengan penguburan masa prasejarah ditemukan meluas hampir di seluruh wilayah Indonesia. Ini menandakan bahwa penguburan dan konsep kepercayaan yang melatar belakangi upacara penguburan merupakan sesuatu yang universal dalam kehidupan masyarakat prasejarah di Indonesia yang menunjukan kekhasan masing-masing. Demikian halnya Suku Biak secara keseluruhan, mereka mengenal bahkan melaksanakan upacara penguburan yang berakar dari masa prasejarah, mulai dari kematian, pengafanan mayat, sampai penguburan. Secara umum sistem penguburan di Indonesia dapat dibedakan menjadi dua jenis yaitu sistem penguburan langsung (primer) dan sistem penguburan tidak langsung (sekunder). Sistem penguburan dengan menggunakan wadah dijumpai pada beberapa situs arkeologi di Indonesia. Jenis wadah yang dipergunakan terdiri dari beragam bentuk dan terbuat dari beragam bahan baik kayu, tanah liat dan logam.

Penelitian sistem penguburan masa lampau di Kabupaten Supiori belum pernah dilakukan, sehingga diharapkan melalui penelitian sistem penguburan masa lampau ini dapat mengungkapkan bagaimana sistem pelaksanaan penguburan dan bentuk wadah penguburan yang digunakan oleh masyarakat Supiori pada masa lampau.

Permasalahan

Adapun permasalahan yang akan diungkapkan dalam penelitian ini adalah: 1. Bagaimana sistem pelaksanaan penguburan yang ada di Kabupaten Supiori?

2. Bagaimana bentuk/wadah penguburan yang digunakan oleh masyarakat Supiori pada masa lampau.

(3)

Tujuan dan Kegunaan

Sesuai dengan permasalahan yang dikemukakan di atas maka adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana sistem pelaksanaan penguburan dan bentuk/wadah penguburan yang digunakan masyarakat Supiori pada masa lampau.

Sedangkan kegunaan penelitian ini dapat direkomendasikan kepada pemerintah daerah dimana situs tersebut dapat dijadikan sebagai tempat wisata dan bahan pengembangan ilmu pengetahuan.

Tinjauan Pustaka

Tinjauan pustaka yang digunakan adalah tinjauan pustaka yang relevan dengan penulisan yaitu dimana penelitian tentang tradisi penguburan pernah dilakukan oleh Early Sahuteru di Maluku dalam penelitian tersebut dijelaskan bahwa penguburan memegang peranan penting dalam sistem kehidupan masyarakat masa lalu. Sebab dipengaruhi oleh adanya kepercayaan bahwa masih adanya hubungan antara orang yang masih hidup dengan orang-orang yang sudah meninggal, orang yang meninggal akan hidup kembali di alam arwah, dan menjalani kehidupan sebagaimana orang hidup. Dengan demikian, orang yang sudah meninggal diperlakukan seperti layaknya orang yang masih hidup, dengan berbagai tradisi. Konsep pemikiran inilah yang melatarbelakangi berbagai upacara yang berhubungan dengan kematian dan penguburan (Sahuteru, 2006).

Selain tinjauan pustaka yang relevan, penulis membendingkan penelitian-penelitian yang sama mengenai sistem penguburan masa lampau di daerah lain misalnya penelitian mengenai sistem kepercayaan di Biak, berdasarkan hasil penelitian tersebut ada bentuk-bentuk peninggalan yang terkait dengan aktivitas religi masa lampau yaitu sisa-sisa penguburan di gua. Dimana penguburan di gua dilakukan karena mereka percaya bahwa gua merupakan tempat asal nenek moyang mereka, sehingga bagi keturunan mereka yang meninggal akan disimpan atau dikuburkan di gua agar dapat bersatu dengan leluhur mereka. Dalam penelitian tersebut ditemukan tulang-tulang manusia yang berada dalam wadah/ peti-peti kayu / abai, pecahan keramik, dan pecahan gerabah. Berdasarkan pada temuan tersebut mereka mengenal adanya dua sistem penguburan yaitu sistem penguburan primer dan sistem penguburan sekunder (Tim Penelitian, 2006).

(4)

Metode Penelitian

Cara Pengumpulan Data

Dalam penelitian ini, ada dua jenis data yang diperlukan, yakni data primer dan data sekunder.

– Data primer ialah data yang diperoleh dari lapangan melalui observasi lapangan yang juga dilengkapi dengan wawancara.

– Data sekunder yaitu data yang diperoleh melalui studi kepustakaan dan dari sumber-sumber lain yang relevan. Karena itu, di dalam pengumpulan datanya ditempuh tahapan-tahapan penelitian melalui prosedur studi kepustakaan (library research). Metode penelitian yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah

1. Tahap pengumpulan data a. Studi pustaka

Kegiatan ini merupakan pengumpulan data-data tertulis berkaitan dengan objek yang akan diteliti sehingga dapat memberikan gambaran tentang keberadaan objek tersebut

b. Wawancara

Kegiatan ini dilakukan untuk mencari keterangan dari penduduk di sekitar lokasi penelitin berkaitan dengan objek yang akan diteliti

c. Survei

Kegiatan ini dilakukan dengan cara pengamatan langsung terhadap daerah yang akan dijadikan objek penelitian

2. Tahap pengolahan data

Pada tahap ini dilakukan deskripsi dan klasifi kasi data-data yang terkumpul untuk dilanjutkan pada tahap berikutnya tahap penarikan kesimpulan.

Hasil dan Pembahasan

(5)

Numfor. Pulau ini terletak antara koordinat 0° 37’, 0° 47 ‘ LS dan 135° 49 ‘ BT. Kabupaten Biak Numfor dan Kabupaten Supiori dipisahkan oleh satu selat dangkal yang terdiri dari karang. Karang-karang tersebut bersambung, tetapi pantainya menjulang tegak dengan ketinggian kadang-kadang mencapai 100 m diatas permukaan laut.

Pemukiman orang Biak pada umumnya di Kampung Yedongker dan Kampung Pasir Bambu di Distrik Supiori Timur didirikan di tepi pantai dengan kontruksi bangunan berupa rumah panggung dengan atap berbentuk panjang. Umumnya arah hadap rumah ke laut dan darat, (rumah bagi orang Biak merupakan tempat tinggal keluarga luas secara patrilokal).

Rumah penduduk Kampung Yedongker (dokumentasi Balar Jayapura)

Dalam perkampungan orang Supiori terdapat dua jenis rumah tinggal yaitu

Aberdado dan Rumkambar. Aberdado adalah rumah panggung yang memiliki kamar

sebelah menyebelah dan terdapat lorong tengahnya yang cukup luas sebagai tempat makan, pada bagian atas lorong digunakan untuk menggantung badan perahu. Sedangkan

rumkambar adalah rumah yang hanya pada salah satu sisinya dibuat kamar-kamar. Selain

rumah tinggal, terdapat satu rumah pusat sakral (rum sram). Rum sram ini bertujuan untuk memperoleh perlindungan dan pertolongan dari nenek moyang agar terhindar dari musibah.

(6)

Kesatuan kekerabatan orang Biak pada umumnya adalah keret (patrilineal). Kelompok kekerabatan yang paling luas berasal dari satu nenek moyang yang merupakan klen-klen (keret/ er) nenek moyang tersebut dijadikan sebagai tokoh suci. Masyarakat Biak pada umummnya menikah dengan anggota keret lain. Seorang pria yang akan menikah diharuskan membayar mas kawin ararim, kepada keluarga calon isterinya. Mas kawin berupa piring-piring antik, piring-piring porselin biasa, gelang perak dan samfar yaitu sejenis gelang dari kulit kerang (paus/ raoibema).

Segala kegiatan perekonomian orang Biak selalu dikaitkan dengan gejala-gejala alam, misalnya dalam bercocok tanam mereka setelah melihat bintang swakoi (orion) hilang dari pandangan, kemudian mereka mulai menanam, agar hasil tanaman mereka baik. Begitu pula dengan penangkapan ikan, mereka harus melakukan bermacam-macam upacara ritual agar penangkapan ikan di laut berhasil dan banyak.

Menurut kepercayaan orang Biak di dunia ada dua macam kekuasaan, yaitu kekuatan baik dan buruk. Kekuatan baik berada di timur dan utara, sedangkan yang buruk di barat dan selatan, Kekuatan-kekuatan ini tinggal di awan, lapis kedua dibawah nanggi. Lapis ketiga adalah bumi, dan lapis keempat adalah dunia bawah, terletak dalam laut dan dalam bumi. Disinilah kerajaan maut.

Orang Biak pada umumnya percaya bahwa kekuasaan dalam alam ini dimiliki oleh nanggi (Tuhan langit). Upacara spiritual yang menyeluruh adalah fannanggi. Yaitu memberi makan pada langit. Upacara ini dipimpin oleh spiritual yang disebut mon. sewaktu pemimpin upacara tokoh spiritual berdiri di atas panggung, disamping barang-barang yang dikurbankan, jika kurban diterima, tangan mon akan bergetar, sebagai tanda bahwa kekuatan nanggi sudah masuk ketubuh mon. pemimpin religi juga meramalkan apa yang akan terjadi, menentukan nasib orang yang hadir, dan menyampaikan pesan-pesan baik dan buruk.

Orang Biak percaya juga kepada roh-roh yang berada di alam semesta, dan juga kepada roh-roh orang mati. Orang Biak percaya roh-roh orang mati tersebut berada dalam sebuah patung yang dibuat, patung tersebut disebut patung arwah ( amfi anir korwar). Roh orang mati mendapat tempat yang istimewa dalam kehidupan orang Biak sehingga dipuja dan disembah. Pemujaan tersebut dilakukan karena mereka percaya bahwa roh tersebut dapat menolong, melindungi, dan menjaga mereka. Namun demikian tidak semua korwar

(7)

yang dipanggil mereka sembah, tetapi hanya korwar yang menyatakan dirinya kepada

mon, mon yang berbicara (mon be yowas.) Dalam pemujaan diikuti oleh seluruh anggota keret dan kadang juga oleh keret lain.

Istilah mon juga dipakai untuk menyebut pendiri keret baru atau pemimpin suatu kelompok imigran, sesudah mon ini meninggal, mereka akan dipuja didalam rumah rum

sram. Dalam kaitan ini rumah (rum sram) dianggap sebagai pusat keramat dari keret-keretnya.

Orang Biak melaksanakan upacara-upacara religi dalam seluruh kehidupannya, karena ”ngo wor ba ido neri mar” yang artinya tanpa upacara, kami akan mati. Upacara-upacara yang dilakukan diantaranya adalah sebagai berikut :

1. Upacara fan nanggi

Upacara fan nanggi merupakan upacara untuk memberi makan langit, upacara ini

dilakukan apabilah terjadi kelaparan yang mengancam (angkakori). 2. Upacara Kematian

Mulai dari kematian, pengafanan mayat sampai penguburan.

3. Upacara Inisiasi (ritus k’bor) biasanya dilakukan di dalam rum sram, upacara ini dilakukan pada saat seorang anak laki-laki mencapai usia 15-20 tahun.

Hasil pengamatan lapangan yang dilakukan di Kabupaten Supiori, ditemukan 1 situs penguburan gua masa lampau, 1 buah wadah untuk menaruh tengkorak dan 1 situs lukisan cadas yang tidak berhubungan dengan sistem penguburan masa lalu. Tinggalan arkeologis tersebut dapat dideskripsikan sebagai berikut:

1. Situs Panapasyem

Situs ini berada di Desa Pasir Bambu di Distrik Supiori Timur, situs tersebut merupakan ceruk alam yang di dalamnya mengandung tinggalan arkeologis berupa tengkorak manusia. Bagi masyarakat setempat mengatakan bahwa gua tersebut merupakan tanah milik keluarga Swom, tempat leluhur dimakamkan. Keberadaan lokasi dekat dengan jalan raya, diperkirakan karena pembuatan jalan raya sehingga, situs tersebut dibuka yang berukuran relatif kecil ± (kedalaman 5 m, tinggi langit-langit gua 2,5 m), dengan lapisan lantai gua, cukup tebal.

(8)

Foto Situs Panapasyem (dokumentasi Balar Jayapura) 2. Situs Fas-fas na

Situs ini berada di Desa Yedongker, Distrik Supiori Timur. Situs ini, berada di tengah laut, untuk dapat mencapai situs tersebut, menggunakan perahu. Tetapi jika air surut dapat dijangkau melalui jalan kaki, dari pesisir pantai, menuju situs tersebut. Situs tersebut merupakan situs lukisan cadas, yang didindingnya mengandung data budaya masa lampau berupa lukisan yang ditulis dua garis lurus hampir berbentuk huruf V yang ditulis dengan warna merah.

(9)

3. Wadah menaruh tengkorak

Wadah untuk menaruh tengkorak dari keluarga Imbab. Wadah berupa piring porselin Eropa, ukuran diameter 22 cm, warna keramik putih biru, sedangkan motifnya adalah motif fl ora.

Wadah porselin (dokumentasi Balar Jayapura)

Pembahasan

Hasil pengamatan lapangan yang dilakukan di wilayah Kabupaten Supiori Distrik Supiori Timur di Kampung Yedongker dan Pasir Bambu, ditemukan situs penguburan masa lalu yaitu situs Panapasyem. Menurut cerita dari keluarga Swom, tempat tersebut merupakan tempat pertama moyang mereka menetap dan tempat itu pula mereka memakan arang, keladi dan daging mentah. Menurut cerita dari keluarga Swom, bahwa moyang mereka yang disemayamkan di tempat tersebut, tidak mau dikuburkan di tempat lain, karena ingin selalu bersatu dengan keluarga, kerabat dan moyang dari keturunan mereka. Sehingga mayat tersebut diletakan di dalam gua dengan dialasi sebuah tikar. Penguburan di dalam gua dilakukan karena mereka percaya bahwa gua merupakan tempat asal nenek moyang mereka, sehingga bagi keturunan mereka yang meninggal akan disimpan atau dikuburkan di gua tersebut agar bersatu dengan leluhur mereka. Menurut cerita,

(10)

dari lokasi tersebut masuk lagi ke dalam hutan ada terdapat gua, dimana gua tersebut merupakan tempat dikuburkannya moyang-moyang dari keturunan Swom. Tetapi lokasi tersebut, belum sempat untuk dijajaki dan dijangkau, sehingga direkomendasikan untuk penelitian mendatang.

Selain ditemukan situs Panapasyem, ditemukan juga wadah untuk menaruh tengkorak, yang mana tengkorak tersebut merupakan moyang dari keluarga Imbab yang karena tsunami yang lalu, hampir terbawa arus. Kemudian diambil dan diletakan dalam piring tersebut dan dikuburkan kembali.

Ditemukan pula situs yang tidak berhubungan dengan sistem penguburan masa lalu yaitu: situs Fas-fas na. Situs Fas-fas na menurut informasi yang diterima dari beberapa informan, situs tersebut merupakan bukti, dimana ada perjanjian di masa lampau dengan saudara-saudara mereka yang keluar dari Pulau Biak, menetap ke Raja Ampat. Dalam perjanjian tersebut mereka tidak boleh kembali ke Pulau Biak sebelum mencabut perjanjian tersebut. Kalaupun mereka kembali, mereka akan mati beserta keturunan mereka.

Dalam kehidupan orang Biak pada umumnya, dan khususnya pada masyarakat Supiori, kematian mendapat perhatian yang penuh, sehingga jika terjadi suatu kematian maka mereka akan melakukan upacara kematian. Biasanya dalam upacara tersebut disesuaikan dengan umur dan status sosial si mati.

Bila kematian sudah dekat, (denfarwar), orang yang sudah mau mati tersebut akan diberi makan banyak. Ia akan makan dan makan sampai ia mati. Apabilah pada waktu terakhir (sebelum kematian menjemput), saudaranya yang hidup memberi makan kepada saudaranya yang akan mati, maka makanan terakhir yang diberikan kepada saudaranya tersebut tidak akan pernah dimakan lagi oleh saudaranya yang hidup seumur hidupnya. Maka ia akan sumpah tidak akan pernah makan makanan tersebut, sumpah potong bambu (bambu mata kalawai) ambawer.

Bila ada anggota keluarga atau sanak famili yang meninggal, mereka akan menjaga mayat sambil menyanyi, nyanyian-nyanyian ratapan (kankakes kayab). Ratapan tersebut mengisahkan segala sesuatu yang berkaitan dengan masa hidup si mati, ratapan ini terus dilakukan berulang-ulang oleh sanak famili dengan tujuan untuk menghantar jiwa si mati. Mulut dan telinga mayat tersebut disumbat dengan tembakau. Sedangkan

(11)

lubang pelepasan tidak disumbat karena lubang tersebut dianggap sebagai jalan keluar roh si mati. Mata mayat tersebut harus ditutup dan waktu melakukan hal tersebut harus memalingkan muka, hal ini disebabkan karena adanya kepercayaan bila orang yang menutup mata si mati melihat atau menatap mata si mati, maka ia akan jatuh sakit atau bahkan ikut menyusul ke alam baka. Dalam acara pembungkusan mayat, apabila yang meninggal adalah seorang laki-laki maka yang membungkus dan mengurus mayat tersebut adalah saudara perempuan yang tertua. Sedangkan apabilah yang meninggal itu seorang perempuan maka yang membungkus dan mengurus mayat tersebut adalah saudara laki-laki yang tertua.

Dalam upacara perkabungan ini kaum laki-laki yang datang menjengguk tidak boleh berbicara, dan harus mencukur rambut pendek atau mencukur rambut sampai botak. Kaum wanita menutup kepala dan bahu dengan tikar/ kulit kayu, sebagai tanda perkabungan. Biasanya bila yang meninggal adalah orang terpandang maka, mereka harus menghancurkan harta miliknya, karena mereka percaya bahwa barang-barang yang dihancurkan tersebut menyertai si mati di alamnya dan pecahan-pecahan tersebut akan diletakan diatas kubur simati. Barang-barang yang tidak dihancurkan merupakan barang-barang pusaka/ warisan yang tidak dapat dijual dan dilepaskan, dan pada saat itu orang-orang yang berkabung mengenang dan berjaga-jaga sambil makan bersama

(nanwark). Acara selanjutnya adalah pembungkusan mayat (s’ pangun bemarya) dengan

menggunakan peti atau batang pohon menyerupai perahu (abai) dan tikar sebanyak empat lapis. Mayat dibungkus dengan keadaan kaki yang dilipat dan terikat. Dalam acara ini biasanya disertakan pinang dan tembakau. Setelah acara ini selesai maka akan dilakukan penguburan (s’eraki), penguburan dilakukan dengan meletakan mayat di gua-gua maupun ceruk-ceruk karang dan juga dikuburkan dalam tanah. Upacara penguburan selalu dilakukan pada waktu pasang surut. Setelah kubur ditutup semua anggota keret melangkah di atasnya. Biasanya diatas kuburan tersebut dibangun sebuah arpor (rumah kecil). Diatas kuburan tersebut diletakan perkakas rumah dan senjata si mati semasa hidupnya (jika laki-laki), dan barang-barang pecah belah yang sudah dihancurkan. Semakin tinggi status sosialnya semakin banyak pula didapat barang-barang berharga diatas kuburannya, seperti perahu pecah. Sedangkan pada kuburan seorang budak (orang biasa dalam masyarakat) hanya didapat beberapa potong keladi bakar. Diatas kuburan itu pula, diletakan juga bendera dan lampu yang dipasang untuk beberapa waktu lamanya.

(12)

Selama tiga puluh (30) hari, kaum keluarga simati berada dalam keadaan frur sarop (sangat berduka). Mereka harus tinggal didalam rumah dengan menutup tubuh mereka dengan tikar kokoya, dengan berjalan membungkuk supaya tidak menarik perhatian roh yang meninggal. Penduduk desa yang lain mengantarkan makanan kepada keluarga yang berduka. Dalam masa itu mereka tidak boleh makan makanan yang keras dan tidak boleh berbicara yang keras. Masa frur sarop dianggap selesai pada saat air pasang surut.

Sedangkan posisi mayat di dalam kubur, pada umumnya masyarakat Biak, bagian kepala mengarah ke arah barat sesuai dengan posisi matahari terbenam. Tetapi di daerah Supiori khususnya di Kampung Sauyas, Distrik Supiori Timur, posisi kepala mayat membelakangi laut dan mukanya menghadap ke hutan, yang artinya, walaupun ia sudah mati, rohnya akan selalu hidup untuk menjaga dan melindungi hutan tempat kerabatnya mencari makan/ hidup.

Konsep tentang kematian dan sistem penguburan masa prasejarah pada masyarakat Supiori sebelum masyarakat Supiori mengenal Injil, mereka masih melakukan tradisi persemayaman jenasah yang diwariskan nenek moyang. Dimana mereka masih memegang kepercayaan asli yang mengakui kekuasaan alam, yakni (Tuhan langit). Mereka percaya bila orang meninggal lalu dikubur, maka anggota keluarga dari yang meninggal akan ada yang sakit. Karena hal tersebut, maka orang-orang Supiori umumnya hanya meletakan mayat yang dibungkus dengan tikar di atas panggung atau di letakan di gua atau di ceruk-ceruk alam sampai daging hancur seluruhnya (Koentjaraningrat, 1963:129), cara ini disebut penguburan primer, setelah hancur biasanya tulang-tulangnya kembali dibungkus dan jahitkan dalam sebuah tikar, atau pun dibuatkan peti menyerupai perahu (abai). Cara ini disebut penguburan sekunder.

Sedangkan prosesi penguburan di daerah Supiori ini biasanya dilengkapi dengan bekal kubur berupa keramik porselin yang dipecahkan oleh kerabat yang dianggap lebih tua, gelang dari kulit bia (kerang), benda kesayangan dari si mati sewaktu ia masih hidup dan senjata. Bekal tersebut dapat menunjukan kemampuan orang yang meninggal berdasarkan kekayaan dan pangkat.

Bentuk wadah yang ditemukan dari beberapa situs pada umumnya terdiri dari beragam bentuk dan beragam bahan baik dari kayu, tanah liat logam dan keramik.

(13)

Bentuk penguburan yang ditemukan pada situs Panapasyem di Kampung Pasir Bambu, Distrik Supiori Timur adalah jenis penguburan di ceruk berupa jenis penguburan primer (langsung) tanpa wadah. Diletakan diatas tanah dialasi dengan tikar, setelah menjadi tulang-belulang mereka meletakannya dicelah-celah batu dengan posisi tulang tengkorak terpisah dari badan.

Bukti adanya sisa penguburan yang ditemukan di Gua Panapasyem menunjukan bahwa terakhir abad 19 yang lalu, pernah melakukan prosesi penguburan di situs tersebut. Menurut cerita dari keturunan Swom, bahwa tulang belulang tersebut milik dari kakek mereka, (orang tua, dari ayahnya), informan berumur 60 tahun (wawancara 2007).

Kesimpulan

Dari hasil survei penelitian yang diadakan di Kampung Yendongker, dan Kampung Pasir Putih di Distrik Supiori Timur, terdapat dua situs yang merupakan peninggalan tradisi hidup dari masa prasejarah. Yaitu situ Panapasyem dan situs Fat-fat na, tetapi situs ini tidak berhubungan dengan sistem penguburan masa lalu. Ditemukan pula wadah untuk menaruh tengkorak (piring porselin).

Pada umumnya kebudayaan masyarakat Biak dan Supoiri adalah satu kebudayaan yaitu kebudayaan Biak, begitu pula dengan sistem penguburan masa lampau di Kabupaten Supiori memiliki kesamaan dengan sistem penguburan orang Biak pada umumnya.

DAFTAR PUSTAKA

Prasetyo, Bagyo. 2004. “Religi Pada Masyarakat Prasejarah Di Indonesia“ Kementian Kebudayaan dan Pariwisata, Proyek Penelitian dan Pengembangan Arkeologi Jakarta.

Sahuteru, Early. 2006. “Tradisi Penguburan Prasejarah Di Desa Aboru Pulau Haruku

Maluku Tengah “, dalam Kapata Vol 2. Balai Arkeologi Ambon.

Sunarningsih. 2004. ”Sistem Penguburan dan Upacara Ijambe pada Masyarakat

Paju Epat di Kabupaten Barito Timur Kalimanyan Tengah”, Berita Penelitian

(14)

Sulistyanto, Bambang. 2004. ”Upacata Tiwah Masyarakat Dayak di Pendahara” Berita Penelitian Arkeologi No 13. Balai Arkeologi Banjarmasin.

Soejono, R.P. 1969 ”On prehistorik burial methods in Indonesia”. Buletin of the Archaeological Institute of the Republic of Indonesia No 7. Jakarta: PPPPN.

Gambar

Foto Situs Panapasyem (dokumentasi Balar Jayapura) 2. Situs Fas-fas na

Referensi

Dokumen terkait

Keperawatan Politeknik Kesehatan Surakarta yang telah menerapkan metode PBL pada mata Kuliah Keperawatan Medikal Bedah I (KMBI) pada 8 sub pokok bahasan dan

Seorang laki-laki berumur 73 tahun datang menemui dokter spesialis rheumatologi dengan keluhan nyeri pada persendiannya, kemudian laki-laki tersebut mengeluh

Laporan Akuntabilitas Kinerja Badan Kesatuan Bangsa dan Politik Provinsi Sulawesi Barat Provinsi Sulawesi Barat Tahun 2019 merupakan wujud dari tindak lanjut

Metode dokumentasi digunakan untuk memperoleh data yang berkaitan dngan upaya motivasi belajar Al Qur’an Hadist dengan media Audio Visual dari guru maupun dokumen

Dunia kerja menurut pandangan Marx adalah dunia penuh kemanusiaan, dunia dimana setiap orang dapat mencipta dengan leluasa, sambil pula tetap hidup karena apresiasi

AlMgSi 1 memiliki ketahanan lelah yang lebih tinggi pada daerah elastis, tetapi dengan derajat regangan yang tinggi sehingga timbul regangan plastis, kekuatan lelah siklus

Hosting dan Domain akan langsung diperpanjang setelah pembayaran diterima antara Jam 6.00 WIB- 23.00 WIB, tidak berlaku jika sedang ada maintenance dari Bank

Selanjutnya, Yuren, yang merupakan sesepuh di desa itu kembali menambahkan bahwa bagi masyarakat Desa, dalam hal ini tidak hanya umat Hindu Kaharingan semata, tetapi juga