11
PENGARUH APLIKASI PROBIOTIK TERHADAP KUALITAS AIR DAN
PERTUMBUHAN UDANG Litopenaeus vannamei
Erna Afri Nengsih
Biologi/Pasca Sarjana Biologi, Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Sumatera Utara, Jl. Bioteknologi No.1 USU
nature_gerl@yahoo.com
Abstark
Telah dilakukan penelitian tentang pengaruh aplikasi probiotik terhadap kualitas air dan pertumbuan udang Litopenaeus vannamei. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh pemberian probiotik dalam memperbaiki kualitas air dalam budidaya udang serta mengetahui pengaruh pemberian probiotik teradap pertumbuan Litopenaeus vannamei. Penelitian ini dilakukan menggunakan metode eksperimental dengan 4 perlakuan yaitu perlakuan probiotik 0.1, 0.3, 0.5 g serta tanpa pemberian probiotik (kontrol). Tiap perlakuan diulang sebanyak 3 kali. Temperatur, pH, total bacteri, DO, ammonia, salinitas, alkalinitas dan Vibrio diukur setiap harinya. Sedangkan bobot dan sintasan hidup udang diukur pada akhir penelitian. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian probiotik 0.3 dan 0.5 g meningkat dengan sintasan hidup sebesar 82.66% dan 70.66%, sedangkan berat 8.89 g dan 7.71 g, selain itu menurunkan total vibro sebesar 510 sel/ml dan ammonia 0.015 mg/l.
Kata kunci : Litopenaeus vannamei, kualitas air, probiotik, sintasan.
EFFECT OF APPLICATION OF PROBIOTICS ON OF WATER QUALITY AND SHRIMP Litopenaeus vannamei AND GROWTH
ABSTRACT
A study on effect of probiotic on water quality and growth of shrimp Litopenaeus vannamei has been
conducted. The purpose of this study was to determine the effect of probiotic in improving water quality
in shrimp farming and in the growth of Litopenaeus vannamei. Probiotic treatments were 0.1, 0.3, 0.5 g and control (no probiotic). Each treatment was repeated three times. Temperature, pH, bacterial cell, DO, ammonia and salinity, alkalinity, Vibrio were measured daily, while weight and survival rate of shrimp were measured the end of study. The result showed that probotic treatment of 0.3 g and 0.5 g increased the survival rate by 82.66% and 70.66%, while shrimp weight increased by 8.89 g and 7.71 g, sespectively. The treatment reduce vibrio cell by 510 cell/ml and ammonia by 0.015 mg/l.
Keywords: Litopenaeus vannamei, probiotics, , survival, water quality.
Pendahuluan
Udang merupakan sumber protein hewani yang bermutu tinggi, selain itu udang juga merupakan salah satu ekspor perikanan Indonesia yang telah memberikan devisa yang cukup besar bagi negara. Indonesia merupakan salah satu Negara pengekspor udang terpenting di dunia di samping Cina, Thailand, India Vietnam dan beberapa Negara Amerika Latin (FAO, 2006). Jenis udang yang dikembangkan di Indonesia
hampir 80% berasal dari family Penaeidaea. Pada awal perkembangan budidaya udang di Indonesia ialah Penaeus monodon (Jumbo Tiger
Prawn) dan Penaeus marquensis. Serangan
penyakit dan penurunan kualitas air sehingga menyebabkan produksi udang terus menurun.
Tahun 2000 para pengusaha mulai beralih pada jenis Litopenaneus vannamei karena dianggap lebih tahan terhadap serangan penyakit dan sistem budidaya yang
12 dikembangkan lebih kepada sistem semiintensif dan intensif. Puncak keberhasilan budidaya udang Litopenaneus vannamei pada tahun 2005, dengan peningkatan produksi tiga kali lipat (Rangkuti, 2007).
Keberhasilan ini juga tidak berlangsung lama karena beberapa tahun ini pun produksi tidak stabil dan cenderung menurun meskipun tidak drastis. Sumatera Utara merupakan salah satu propinsi pengekspor udang dengan luas area tambak seluas 20.000 ha namun sekitar tahun 2005-2006 pernah mengalami kegagalan ekspor ke Eropa. Hal ini disebabkan produk udang yang mengandung residu antibiotik nitrofurans, kloramfenikol, malachite green, dan bakteri Vibrio parahaemolyticus (Kusman, 2007).
Dari tahun 2008-2009 produksi udang budidaya turun 15% (Kementerian Kelautan dan Perikanan, 2009), mengandung residu antibiotik nitrofurans, kloramfenikol, malachite
green, dan bakteri Vibrio parahaemolyticus
(Kusman, 2007). Hal ini tentu sangat berpengaruh terhadap kelangsungan budidaya udang tersebut. Sejauh ini belum ada informasi yang jelas tentang pengaruh pemberian probiotik komersil baik secara langsung maupun tidak langsung dalam budidaya. Untuk itu perlu dilakukan penelitian pengaruh aplikasi probiotik terhadap kualitas air dan pertumbuhan udang Litopenaneus vannamei di Desa Kuala Putri Kecamatan Pantai Cermin Kabupaten Serdang Bedagai.
Bahan dan Metode
Waktu dan Tempat
Penelitian ini dilakukan pada tanggal 10Maret-10Mei 2014 di Desa Kuala Putri Kecamatan Pantai Cermin Kabupaten Serdang Bedagai.
Bibit udang yang digunakan
Bibit udang yang digunakan dalam penelitian ini bersumber dari Hatchery Kuala Putri Permai Kecamatan Pantai Cermin
Kabupaten Serdang Bedagai. Bibit yang digunakan pada penelitian ini pada stadia post larva 10 (PL 10) artinya pemiliharan 10 hari pada stadia post larva), sebelum dilakukan panen terlebih dahulu dilakukan scoring/stress test.
Desain penelitian
Penelitian ini menggunakan tank fiber sebagai wadah budidaya dengan tonase air sebanyak 500 L, pemilihan penggunaan tank fiber ini diharapkan menggambarkan kondisi pada areal tambak. Padat tebar bibit yang dimasukkan pada tank fiber 100 ekor/500 Ldengan 3 kali ulangan pada masing-masing perlakuan. Dengan gambaran sebagai berikut ;
Kontrol : padat tebar udang 100 ekor/500 L tanpa pemberian probiotik
Dosis 0.1 g : padat tebar udang 100 ekor/500 L dengan pemberian probiotik 0.1 g
Dosis 0.3 g : padat tebar udang 100 ekor/500 L dengan pemberian probiotik 0.3 g
Dosis 0.5 g : padat tebar udang 100 ekor/500 L dengan pemberian probiotik 0.5 g
Perlakuan Kultur Probiotik
` Probiotik yang digunakan adalah probiotik komersil (siap pakai) dalam bentuk padat. Produk yang digunakan adalah probiotik produk INVE. Sebelum diaplikasikan ke media budidaya terlebih dahulu di kultur sesuai dengan takaran/dosis perlakuan penelitian, dengan komposisi bakterinya adalah bakteri
Bacillus subtilis dan Bacillus licheniformis.
Sebanyak 250 ml air tawar, 1 g kaolin dimasukkan ke dalam beaker glass lalu diaerasi selama setengah jam kemudian sebanyak 1 ml molase dimasukkan ke dalam wadah kultur, kemudian diaerasi selama 2 jam. Probiotik ditebar ke dalam perlakuan sesudah selesai pemberian pakan, sekitar jam 08.00 – 10.00 pagi.
Hasil dan pembahasan
Tabel 3. Nilai rata-rata harian suhu, pH, dissolved oxygen dan salinitas Perlakuan
Parameter Unit Pagi Siang Sore
13 Suhu 0C 27.15 27.52 27.67 27.51 27.56 28.22 27.16 28.24 27.59 28.0 3 28.67 28.03 pH 8.44 8.40 8.42 8.46 8.42 8.36 8.41 8.43 8.37 8.39 8.38 8.47 DO mg/l 5.18 5.36 5.32 5.33 5.31 5.35 5.30 5.30 5.30 5.43 5.41 5.39 Salinitas Ppt 20 20 20
Kualitas air yang sesuai bagi kehidupan organisme akuatik merupakan faktor penting karena berpengaruh terhadap reproduksi dan kelangsungan hidup organisme perairan. Suhu mempengaruhi aktivitas metabolisme serta berpengaruh terhadap kehidupan dan
pertumbuhan biota air. Boyd (
1981) menambahkan bahwa suhu air dapat mempengaruhi kehidupan biota air secara tidak langsung, yaitu melalui pengaruhnya terhadap kelarutan oksigen dalam air. Semakin tinggi suhu air semakin rendah daya larut oksigen di dalam air, dan sebaliknya.Hasil pengukuran pH selama penelitian diperoleh data bahwa pH rata-rata pada pengukuran pagi, siang dan sore hari saat penelitian berada pada kisaran 8.36-8.47. Derajat keasaman (pH) selama penelitian berada dalam kisaran optimal. DKP (2007) meyatakan pH optimal untuk budidaya udang berkisar pada 7.8-9.0. Purba (2012) menambahkan bahwa derajat keasaman (pH) air media pemeliharaan larva udang Litopenaeus
vannamei selama penelitian 7.7-8.7. kisaran pH
tersebut masih dianggap layak bagi kegiatan pembenihan udang Litopenaeus vannamei serta mendukung pertumbuhan dan kelangsungan hidup larva. pH air mempengaruhi tingkat kesuburan perairan karena mempengaruhi kehidupan jasad renik. Menururt Ghufron et al., (2007) perairan asam akan kurang produktif, atau dapat membunuh hewan budidaya, hal yang sebaliknya terjadi pada suasana basa. Budidaya perairan berhasil baik pH 6.5 – 9.0, dan kisaran optimal adalah pH 7.5 – 8.7.
Hasil pengukuran dissolved oxygen (DO) selama penelitian diperoleh data bahwa DO rata-rata pada pengukuran pagi, siang dan sore hari saat penelitian berada pada kisaran 5.18-5.43 mg/l. DO selama penelitian berada dalam kisaran optimal. DKP (2007) menyatakan bahwa oksigen terlarut yang baik untuk budidaya udang> 3.5 mg/l. Oksigen yang diperlukan biota air untuk pernapasannya harus terlarut dalam air. Oksigen merupakan salah satu faktor pembatas, sehingga bila ketersedianya di dalam air tidak mencukupi kebutuhan biota budidaya, segala aktivitas biota akan terhambat. Zonneveld et al., (1991) menjelaskan bahwa kebutuhan oksigen pada budidaya udang mempunyai kepentingan pada dua aspek, yaitu kebutuhan lingkungan pada spesies tertentu dan kebutuhan konsumtif yang bergantung pada metabolisme udang. Selain itu Fegan (2003) menambahkan bahwa konsentrasi oksigen terlarut selama pemeliharaan udang
Litopenaeus vannamei berkisar antara 3-8 mg/l.
Nilai tersebut menunjukkan bahwa kandungan oksigen yang terdapat pada media pemeliharaan masih optimal dan cukup baik mendukung pertumbuhan serta kelangsungan hidup udang. Sedangkan hasil pengukuran salinitas selama penelitian berada dalam kisaran optimal berkisar antara 20 ppt. Nilai ini masih tergolong baik dan masih dalam batas toleransi larva
Litopenaeus vannamei. Xincai dan Yongquan
(2001) menyatakan bahwa salinitas optimal untuk udang vannamei berkisar antara 5-35 ppt.
Tabel 4. Nilai rata-rata mingguan ammonia. alkalinitas, dan total Vibrio Parameter Amoniak (mg/l) Alkalinitas (mg/l) Vibrio Kuning (cfu ) Vibrio Hijau (cfu 10) Perlakuan K 0.1 0.3 0.5 K 0.1 0.3 0.5 K 0.1 0.3 0.5 K 0.1 0.3 0.5 Minggu 1 0.015 0.015 0.015 0.015 150 150 150 150 0 0 0 0 0 0 0 0 2 0.025 0.031 0.025 0.021 150 150 144 142 12 9 5 8 2 1 0 0 3 0.215 0.214 0.213 0.213 152 150 144 140 22 19 12 10 5 5 5 5 4 0.224 0.225 0.227 0.218 152 152 144 142 30 20 8 5 8 5 3 7 5 0.248 0.318 0.102 0.119 148 150 138 140 30 18 10 5 8 5 1 1
14
6 0.221 0.264 0.102 0.111 148 152 135 137 22 15 10 10 12 5 1 1 7 0.291 0.232 0.109 0.111 152 152 137 141 21 17 8 12 9 4 0 2 8 0.299 0.287 0.101 0.111 152 152 137 144 25 20 8 12 9 2 0 2
Menurut Samocha et al., (1993), bahwa kandungan amonia untuk stadia yuwana udang
Litopenaeus vannamei berkisar antara 0.4 – 2.31
mg/l. Poernomo (1998) menjelaskan bahwa pengaruh langsung dari kadar amonia yang tinggi tapi belum mematikan adalah rusaknya jaringan insang. Lembaran insang akan membengkak sehingga fungsi ingsang sebagai alat pernapasan akan terganggu.
Alkalinitas selama penelitian masih dalam kisaran optimal. Total alkalinitas dalam budidaya udang sangat penting. Alkalinitas tidak hanya berpengaruh langsung terhadap pertumbuhan plankton, tetapi juga mempengaruhi parameter kualitas air lainnya seperti pH air yang akhirnya mempengaruhi pertumbuhan dan produksi budidaya (Ghufran
et al., 2007).
Total koloni bakteri air untuk semua perlakuan yang terdapat selama waktu pemeliharaan masih dalam batas normal, hal ini dapat dilihat dari hasil pengecekan dari minggu pertama-delapan. Alabi et al., (1996) menyatakan batas normal bakteri yaitu pada kisaran 104cfu/ml tidak membahayakan bagi
hewan budidaya, pada budidaya udang pengendalian kualitas air secara biologis dapat dilakukan melalui aplikasi probiotik.
Gambar 1. Pertumbuhan berat udang
Litopenaues vannamei selama 60 hari
Perlakuan probiotik dengan dosis 0.3 g memberikan pertumbuhan yang tinggi yaitu 8.89 g. Selanjutnya yang terendah pada perlakuan probiotik dengan dosis 0.1 g dan
kontrol (tanpa pemberian probiotik) sekitar 5.85 g dan 5.99 g. Hal ini diduga karena jumlah bakteri yang masuk ke dalam saluran pencernaan udang dan hidup di dalamnya meningkat sejalan dengan dosis probiotik yang diberikan. Selanjutnya bakteri tersebut di dalam saluran pencernaan udang mensekresikan enzim-enzim pencernaan seperti protease dan amilase (Gatesoupe 1999; Moriaty 1998; Fardiaz 1992). Menurut Effendie (1979) menjelaskan bahwa pertumbuhan udang dipengaruhi oleh keturunan, jenis kelamin, umur, kepadatan, parasit, dan penyakit serta kemampuan memanfaatkan makanan. Pertambahan bobot badan sangat dipengaruhi oleh konsumsi pakan, karena konsumsi pakan menentukan masukan zat nutrisi ke dalam tubuh yang selanjutnya dipakai untuk pertumbuhan dan keperluan lainnya.
Gambar 2. Sintasan hidup udang Litopenaeus
vannamei selama 60 hari
Harefa (1996) menyatakan faktor yang paling mempengaruhi tingkat kelulusan hidup larva udang vannamei yaitu kualitas air pada media pemeliharaan dan kualitas pakan. Faktor pertama yaitu kualitas air, kualitas air yang baik pada media pemeliharaan akan mendukung proses metabolisme dalam proses fisiologis. Faktor kedua adalah kandungan nutrisi dari pakan yang dikonsumsi. Kandungan nutrisi dari pakan sangat mempengaruhi tingkat kelulusan hidup. Selanjutnya Yuwono (2005) menjelaskan bahwa faktor yang mempengaruhi
12 kelangsungan hidup organisme ditentukan ketersedian pakan yang sesuai dan dari faktor lingkungan itu sendiri.
Kesimpulan dan Saran
Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dapat simpulkan bahwa ;
1. Probiotik dapat memperbaiki kualitas air seperti pH, ammonia, alkalinitas, dan total vibrio dalam budidaya udang Litopenaeus
vannamei.
2. Pertumbuhan udang pada perlakuan probiotik 0.1 g mengahsilkan berat udang sebesar 5.85 g , perlakuan probiotik 0.3 g menghasilkan berat udang sebesara 8.89 g, peralakuan probiotik 0.5 g menghasilkan berat udang sebesar 7.71 g dan kontrol (tanpa perlakuan pemberian probiotik) menghasilkan berat udag sebesar 5.99 g. 3. Sintasan/kelulusan hidup udang Litopenaeus
vannamei pada perlakuan probiotik 0,1 g
menghasilkan tingkat kelulusan hidup sebesar 60.33%, perlakuan probiotik 0.3 g menghasilkan tigkat kelulusan hidup sebesar 82.66%, perlakuan probiotik 0.5 g mehasilkan tingkat kelulusan hidup sebesar 70.66% dan kontrol (tanpa perlakuan pemberian probiotik) 63.66%.
Saran
Disarankan agar penelitian selanjutnya melakukan kombinasi aplikasi probiotik bakteri-bakteri pengurai dengan meningkatkan padat tebar udang dan penelitian dilakukan dalam skala tambak.
Daftar Pustaka
Alabi AO,Yudiati E & Jones DA. 1996. Bacterial level on peneid larvae culture. December-January 1996. Bangkok. Thailand. World Aquaculture Conference.
Boyd CE. 1981. Water quality management for pond fish culture. Elsevier Scientific Publishing
Company. Amsterdam. The Netherlands :318.
Dinas Kelautandan Perikanan (DKP). 2007. Penerapan best management practices
(BMP) pada budidaya udang intensif. Jepara: Direktorat Jendral Perikanan Budidaya Air Payau.
Effendie MI. 1979. Metode Biologi Perikanan. Cetakan pertama. Yayasan Dwi Sri Bogor: 112.
FAO. 2006. Food and agriculture organisation of the united nations. Fisheries Departement and Statistical Database and Software Version 230 www.FAO.org( 20 April 2013).
Fardiaz S. 1992. Mikrobiologi pangan 1. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta : 168. Fegan DF. 2003. Budidaya udang vannamei
(Litopenaeus vannamei) di Asia Gold coin Indonesia specialities. Jakarta. Gatesoupe FJ. 1999. The use of probiotics in
aquaculture. Aquaculture 180: 147-165. Gautier DM. Bastidas L. Aragon W. Urango C. Ramos S. Garcia JA. Pastrana & Newmark F. The relative importance of natural food and pelleted feed in the gut content of Litopenaeus vannamei raised in semi –intensive ponds- role of benthic diatoms, Aquaculture 2001. The Annual International Conference and Exhibition of the World Aquaculture Society Books of Abstracts, Jan 21-25, 2001. Orlando. Florida. USA: 247. Ghufron MH, Kordi AB & Tanjung B. 2007.
Pengolahan kualitas air dalam budidaya perairan. Rineka cipta : Jakarta.
Harefa F. 1995. Pembudidayaan artemia untuk pakan udang dan ikan. PT. Penebar Swadaya. Jakarta.
Kusman. 2007. Antibiotik ancam ekspor udang Indonesia. Diakses di http://budidaya lobster air tawar.com).[ 7 April 2013]. Moriarty DJW. 1998. Control of luminous Vibrio
species in penaeid aquaculture ponds. Aquaculture 164: 351-358.
Poernomo A. 1998. Teknologi probiotik untuk mengatasi permasalahan tambak udang dan lingkungan budidaya. Disampaikan pada seminar The National Symposium on Development and Scientific and
13 Technology Innovation in aquaculture. Semarang. Januari : 27-29.
Purba CY. 2012. Performa pertumbuha, kelulusa hidup, dan kandungan nutrisi larva udang vannamei (Litopenaeus
vannemei) melalui pemberian pakan
artemia produk lokal yang diperkaya dengan sel diatom. Journal of Aquaculture Management and Technology 1(1): 102-115.
Rangkuti FY. 2007. Indonesia fishery products shrimp report 2007. Gain Report ID7024. Jakarta. USDA Foreign Agricultural Service.
Samocha TM, Lawrence AL & Bray WA. 1993. Design and operationof an intensive nursery raceway system for penaeid shrimp. James P. Mc Vey (ed) CRC Handbook of mariculture 2nd edition Vol
1. Crustacean agriculture. Fishery Biologist. National Sea Grant College Progran Silvie Spring. Maryland: 113-210.
Xincai C & Yongquan S. 2001. Shrimp culture. China international training course on technology of marineculture (Precious Fishes). China yiamen municipal science & technology commission: 107-113. Yowono E. 2005. Kebutuhan nutrisi Crustaceae
dan potensi cacing Lur (Nereis,
polychaeta) untuk pakan udang 5(1):
42-49.
Zonneveld N, Huisman EA & Boon JH. 1991. Prinsip-prinsip Budidaya Ikan. Jakarta. Gramedia Pustaka Utama: 318.