• Tidak ada hasil yang ditemukan

PELATIHAN AHLI PELEDAKAN PEKERJAAN KONSTRUKSI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PELATIHAN AHLI PELEDAKAN PEKERJAAN KONSTRUKSI"

Copied!
46
0
0

Teks penuh

(1)

PELATIHAN

AHLI PELEDAKAN

PEKERJAAN KONSTRUKSI

DEPARTEMEN PEKERJAAN UMUM

BADAN PEMBINAAN KONSTRUKSI DAN SUMBER DAYA MANUSIA PUSAT PEMBINAAN KOMPETENSI DAN PELATIHAN KONSTRUKSI

(2)

KATA PENGANTAR

Pelaksanaan pekerjaan konstruksi dengan berbagai macam kegiatan selalu berhadapan dengan kenyataan yang harus diatasi dan diselesaikan dengan baik, misalnya pekerjaan konstruksi bendungan memerlukan batuan pengguruk pembentuk bendungan yang sangat banyak, konstruksi saluran irigasi terpaksa harus melintasi gunung yang perlu terowongan, pekerjaan konstruksi jalan harus melintasi gunung yang perlu penanganan khusus dan dipotong.

Menghadapi kenyataan medan lokasi dan kondisi yang ada sedemikian rupa, kiranya perlu suatu upaya penyelesaian konstruksi yang melibatkan para ahli, antara lain Ahli peledakan yang dimanfaatkan untuk memotong gunung atau membuat terowongan dibawah gunung atau dibawah dataran tinggi untuk saluran irigasi atau untuk jalan.

Modul BLE – 06 = Pola Pengeboran, merupakan salah satu modul/ materi pelatihan untuk melatih atau membentuk ahli peledakan yang bermutu, mampu dan mau melakukan pekerjaan pengeboran secara efektif, efisien dan aman dalam lingkungan kerjanya.

Dimaklumi bahwa modul ini masih banyak kekurangan dan perlu koreksi dan sumbang saran untuk penyempurnaan, maka bagi semua pihak yang berkepentingan dengan penuh harapan berkenan menyampaikan saran dan pendapatnya untuk penyempurnaan.

(3)

LEMBAR TUJUAN

JUDUL PELATIHAN : AHLI PELEDAKAN

TUJUAN PELATIHAN : A. Tujuan Umum Pelatihan

Setelah mengikuti peserta diharapkan mampu :

Merencanakan, menyiapkan, melaksanakan dan mengevaluasi peledakan pada lokasi peledakan yang mengacu kepada teknologi dan peraturan perundang-undangan yang berwawasan keselamatan, kesehatan, keamanan dan pelestarian lingkungan hidup sesuai dengan tujuan yang ditetapkan.

B. Tujuan Khusus Pelatihan

Setelah mengikuti pelatihan peserta mampu :

1. Menerapkan peraturan perundang-undangan / ketentuan-ketentuan yang berkaitan peledakan

2. Menguasai lokasi medan peledakan

3. Merencanakan pola pengeboran dan peledakan

4. Menyiapkan dan mengawasi pelaksanaan kegiatan pengeboran 5. Menyiapkan, mengawasi dan melakukan pelaksanaan peledakan 6. Mengevaluasi setiap hasil peledakan dan membuat laporan

Seri / Judul Modul = BLE – 06 : Pola Pengeboran

TUJUAN INSTRUKSIONAL UMUM (TIU)

Setelah selesai mengikuti modul ini, peserta mampu melakukan pengeboran dilokasi medan peledakan secara tepat dan akurat sesuai dengan desain pola pengeboran yang ditentukan.

TUJUAN INSTRUKSIONAL KHUSUS (TIK)

Setelah modul ini diajarkan peserta mampu : 1. Melakukan penyiapan lokasi peledakan

2. Melakukan persiapan pengeboran dan membuat jenjang dan lantai kerja 3. Melaksanakan pengeboran sesuai pola pengeboran

(4)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ... i

LEMBAR TUJUAN ...ii

DAFTAR ISI ... iii

DESKRIPSI SINGKAT DAN DAFTAR MODUL ... iv

DAFTAR GAMBAR ... v

PANDUAN PEMBELAJARAN ... vi

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Umum ... 1-1 1.2 Peranan Ahli Peledakan ... 1-1

BAB 2 PENYIAPAN LOKASI PELEDAKAN

2.1 Jalan masuk ke lokasi peledakan ... 2-1 2.2 Pembersihan Permukaan ... 2-1 2.3 Pembuatan Site Plan ... 2-1 2.4 Penyediaan Fasilitas dan Utilitas ... 2-2 2.5 Tindakan Pengamanan ... 2-2 2.6 Drainase Lingkungan ... 2-3

BAB 3 OPERASI PENGEBORAN

3.1 Persiapan ... 3-1 3.2 Desain Pola Pengeboran ... 3-2 3.2.1 Pola Pengeboran pada Areal Terbuka ... 3-2 3.2.2 Pola Pengeboran pada Areal Bawah Tanah (Terowongan) ... 3-3 3.3 Pembuatan Jenjang dan Lantai Kerja ... 3-7 3.3.1 Pengukuran sudut vertikal ... 3-8 3.3.2 Pelaksanaan Profiling ... 3-8 3.4 Persiapan Pengeboran di Bawah Tanah ... 3-11

3.4.1 Pengamanan sebelum pengeboran di bawah tanah ... 3-11 3.4.2 Menandai titik lubang bor ... 3-12

BAB 4 OPERASI PENGEBORAN

4.1 Pengeboran ... 4-1 4.1.1 Pemilihan Alat Bor ... 4-1 4.2 Teknik Pengeboran ... 4-3

(5)

4.3 Pengertian Lanjutan ... 4-7 4.4 Saluran Udara ... 4-8 4.4.1 Wagon drill, Crawler drill ... 4-8 4.4.2 Jack Hammer, Leg Drill... 4-8 4.4.3 Saluran Udara Induk... 4-9 4.5 Pelumasan ... 4-9 4.6 Pengeboran Basah... 4-10 4.7 Lubang Ular (snake hole) ... 4-10 4.8 Lubang Miring... 4-11 4.9 Pengeboran Sekunder... 4-12 4.10 Alat Pengail ... 4-13 4.11 Peledakan Sekunder ... 4-13 RANGKUMAN DAFTAR PUSTAKA BAB 4 RANGKUMAN 4.1 Rangkuman ... 4-1 4.2 Penutup ... 4-2 DAFTAR PUSTAKA ...

(6)

DESKRIPSI SINGKAT

PENGEMBANGAN MODUL PELATIHAN

1. Kompetensi kerja yang disyaratkan untuk jabatan kerja „Ahli Peledakan“ dibakukan dalam SKKNI (Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia) yang didalamnya sudah dirumuskan uraian jabatan, unit-unit kompetensi yang harus dikuasai, elemen kompetensi lengkap dengan kriteria unjuk kerja (performance criteria) dan batasan-batasan penilaian serta variabel-variabelnya.

2. Mengacu kepada SKKNI, disusun SLK (Standar Latihan Kerja) dimana uraian jabatan dirumuskan sebagai Tujuan Umum Pelatihan dan unit-unit kompetensi dirumuskan sebagai Tujuan Khusus Pelatihan, kemudian elemen kompetensi yang dilengkapi dengan Kriteria Unjuk Kerja (KUK) dikaji dan dianalisis kompetensinya yaitu kebutuhan : pengetahuan, keterampilan dan sikap perilaku kerja, selanjutnya dirangkum dan dituangkan dalam suatu susunan kurikulum dan silabus pelatihan yang diperlukan.

3. Untuk mendukung tercapainya tujuan pelatihan tersebut, berdasarkan rumusan kurikulum dan silabus yang ditetapkan dalam SLK, disusunlah seperangkat modul-modul pelatihan seperti tercantum dalam „DAFTAR MODUL“ dibawah ini yang dipergunakan sebagai bahan pembelajaran dalam pelatihan „Ahli Peledakan“.

DAFTAR MODUL

No. Kode Judul Modul

1. BLE – 01 Etos Kerja dan Etika Profesi

2. BLE – 02 Peraturan Perundang-Undangan Terkait Peledakan

3. BLE – 03 Manajerial Dalam Kegiatan Peledakan

4. BLE – 04 Karakteristik Material yang akan Diledakan

5. BLE – 05 Perencanaan Peledakan

6. BLE – 06 Pola Pengeboran

7. BLE – 07 Pola Peledakan

(7)

DAFTAR GAMBAR

No. No. Gambar Judul Gambar

1. Gb. 2-1 Keselamatan dan Keamanan Lalu Lintas

2. Gb. 3-1 Pola pengeboran pada areal terbuka

3. Gb. 3-2 Sketsa dasar center cut

4. Gb. 3-3 Sketsa dasar wedge cut

5. Gb. 3-4 sketsa dasar drag cut

6. Gb. 3-5 Sketsa dasar bum cut

7. Gb. 3-6 Variasi bum cut

8. Gb. 3-7 Kompas geologi tipe brunton

9. Gb. 3-8 Beberapa kenampakan profil bidang bebas

10. Gb. 3-9 Ilustrasi teknik proffing

11. Gb. 3-10 Pola pengeboran di bawah tanah

12. Gb. 3-11 Pembuatan jenjang dan lantai kerja

13. Gb. 4-1 Peralatan pengeboran

14. Gb. 4-2 Jarak pengeboran

15. Gb. 4-3 Pengeboran dan peledakan berjenjang

16. Gb. 4-4 Compresor udara

17. Gb. 4-5 Lubang ular (snake hole)

18. Gb. 4-6 Lubang miring

(8)

PANDUAN PEMBELAJARAN

A. BATASAN

No. Item Batasan Uraian

Keterangan

1. Seri / Judul BLE – 06 = Pola Pengeboran

2. Deskripsi Materi ini dikembangkan untuk membekali

peserta pelatihan tentang „ Pola Pengeboran“ yang merupakan mata pelatihan „Inti Keahlian“ yang harus dikuasai untuk dipraktekkan dalam pelaksanaan tugas sebagai ahli peledakan, sehingga tingkat

kompetensinya dapat diukur secara jelas dan lugas yaitu : mampu dan mau

melakukan pengeboran sesuai jumlahnya (volumenya), kualitasnya dan dapat selesai dalam tempo yang ditentukan. Selain modul BLE-06 : Pola Pengeboran ini, masih ada modul-modul lainnya yang merupakan unsur-unsur dalam satu kesatuan paket pelatihan yang juga harus dikuasai dan diterapkan dalam

pelaksanaan tugas.

3. Tempat kegiatan Didalam ruang kelas lengkap dengan fasilitasnya

4. Waktu

pembelajaran

4 jam pembelajaran (1 jp = 45 menit) atau sampai tercapainya minimal kompetensi yang telah ditentukan khususnya untuk domain kognitif (pengetahuan)

(9)

B. PROSES PEMBELAJARAN

Kegiatan Instruktur Kegiatan Peserta Pendukung

1. Ceramah pembukaan :  Menjelaskan/ pengantar

modul

 Menjelaskan TIK dan TIU, pokok/ sub pokok bahasan

 Merangsang motivasi dan minat peserta untuk mengerti dan dapat membandingkan pengalamannya  Waktu = 10 menit

 Mengikuti penjelasan pengantar TIU, TIK dan pokok/ sub pokok bahasan

 Mengajukan pertanyaan, apabila kurang jelas

OHT1

2. Penjelasan Bab I Pendahuluan  Umum

 Peranan Ahli Peledakan  Waktu = 10 menit

 Mengikuti penjelasan dan terangsang untuk berdiskusi  Mencatat hal-hal penting  Mengajukan pertanyaan bila

perlu OHT2 3. Penjelasan Bab 2  Penyiapan lokasi peledakan  Jalan masuk  Pembersihan permukaan  Site plan

 Fasilitas dan utilitas  Pengamanan

 Drainase lingkungan  Waktu = 45 menit

 Mengikuti penjelasan dan terangsang untuk berdiskusi  Mencatat hal-hal penting  Mengajukan pertanyaan bila

perlu

(10)

4. Penjelasan Bab 3 Persiapan Pengeboran  Persiapan  Pembuatan profil  Persiapan pengeboran di bawah tanah

 Jenjang dan lantai kerja  Waktu : 40 menit

 Mengikuti penjelasan dan terangsang untuk berdiskusi  Mencatat hal-hal penting  Mengajukan pertanyaan bila

perlu

OHT4

5. Penjelasan Bab 4 Operasi Pengeboran

 Pemilihan Alat Bor  Teknik Pengeboran  Pengerjaan Lanjutan  Saluran udara  Pelumasan  Pengeboran basah  Lubang ular  Lubang miring  Pengeboran sekunder  Alat pengail  Waktu = 50 menit

 Mengikuti penjelasan dan terangsang untuk berdiskusi  Mencatat hal-hal penting  Mengajukan pertanyaan bila

perlu OHT5 Rangkuman  Rangkuman  Diskusikan  Penjajakan, penyerapan, pembelajaran  Penutup  Waktu = 25 menit

Peserta diberi kesempatan bertanya jawab/ diskusi dan ditanya oleh instruktur secara lisan maupun tertulis

(11)
(12)

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Umum

Kondisi geografi dan geologi di Indonesia cukup banyak variabelnya dan perlu kematangan berfikir, bersikap dan bertindak dalam pemanfaatan dan pelestarian sumber daya yang ada secara berdaya guna dan berhasil guna.

Khususnya dalam rangka membangun prasarana dan sarana yang diperlukan untuk mewujudkan cita-cita pembangunan nasional demi peningkatan kesejahteraan masyarakat, sering dihadapkan pada kondisi riil yang perlu ditangani secara professional dan proporsional dan produknya berfungsi dengan baik.

Keadaan riil yang dimaksud disini adalah suatu kondisi pegunungan atau dataran tingi yang harus ditembus atau dipotong dan memerlukan keahalian tertentu yaitu ahli terowongan dan pemotongan gunung dengan cara peledakan untuk meledakan gunung diperlukan ahli peledakan yang mahir dan penuh tanggung jawab serta mempunyai dedikasi yang cukup tinggi.

1.2 Peranan Ahli Peledakan

Ahli peledakan merupakan suatu profesi yang diperlukan untuk mendukung lancarnya pembangunan prasarana (infrastruktur) yang diperlukan untuk memacu petumbuhan ekonomi termasuk distribusi serta arus barang dan jasa secara efektif dan efisien.

Sebagai contoh nyata pembangunan jalan, jalan rel, saluran irigasi sering dihadapkan pada kondisi sulit yang harus diatasi, agar rencana distribusi dan arus barang dan jasa yang efektif dan efisien dapat dicapai secara maksimal.

Apabila kondisi sulit ini memang harus diatasi dengan perhitungan akan lebih menguntungkan dalam jangka panjangnya, maka mengapa tidak dilakukan.

Menghadapi kenyataan ini dan untuk mengatasinya ternyata ahli peledak sangat diperlukan untuk pemecahan masalah.

Memang diakui profesi peledakan terbatas pasarnya, namun apabila Negara tambah maju dengan bertambahnya pembangunan infrastruktur pembuatan terowongan memotong gunung termasuk penambangan mineral dan batu bara tentunya akan lebih banyak lagi peluang pasar yang perlu ditekuni ahli peledakan.

(13)

BAB 2

PENYIAPAN LOKASI PELEDAKAN

2.1 Penyediaan Jalan Masuk

Pada umumnya sumber batu atau rencana pembangunan yang memerlukan peledakan diketemukan di daerah pedalaman yang biasanya agak jauh dari jaringan jalan umum. Tetapi bilamana kebetulan ada yang dekat dengan jaringan jalan adalah suatu keuntungan.

Dalam perencanaan pembuatan jalan masuk dari jaringan jalan umum atau dari pusat mendistribusikan peralatan peledakan ke tempat sumber batu atau lokasi peledakan perlu suatu pertimbangan yang cukup ekonomis dan aman, yaitu :

 Cukup datar / kurang tanjakan  Sedikit jurang

 Cukup keras bila perlu dengan perkerasan  Sependek mungkin

 Tidak melintasi daerah ramai

2.2 Pembersihan Permukaan

Dalam melakukan pembersihan, pemotongan pohon-pohon, maupun penggalian tanah, batu yang berserakan dapat dilakukan sebagai berikut. Bilamana tertutup dengan tanah atau batu-batu yang berserakan, maka lebih dahulu batu itu disingkirkan atau dikumpulkan. Selanjutnya bila perlu batu yang berserakan ini dapat dipergunakan untuk perkerasan jalan masuk. Dan bilamana sumber batu tertutup tanah, bisa diadakan pengupasan tanah tersebut. Jika ada bulldozer adalah suatu alat yang tepat untuk pengupasan tanah. Kupasan tanah ini bisa dipergunakan untuk pengurukan dan meratakan permukaan lapangan untuk tempat pembuatan timbunan bahan mentah. Jika pengambilan batu perlu mengadakan penggalian, maka kupasan itu ditibun pada tempat tertentu untuk pengurukan kembali penggalian yang telah selesai diambil batunya.

2.3 Pembuatan Site Plan

Didalam pembentukan daerah untuk kegiatan peledakan ini adalah menyangkut penyediaan tempat guna pembuatan tata letak kegiatan yaitu :

(14)

- Tempat untuk pembuatam timbunan bahan-bahan yang tidak terpakai atau memerlukan pengerjaan lebih lanjut sebelum diproses menjadi batiuan yang dapat dipergunakan untuk pekerjaan konstruksi.

- Tempat untuk pembuatan timbunan bahan-bahan yang sedang diproses dan menunggu pengangkutan lebih lanjut, misalnya bahan-bahan itu sedang atau telah diproses dalam pemecahan, penyaringan maupun pencucian.

2.4 Penyediaan Fasilitas Utilitas

Dalam pembuatan site plan kegiatan peledakan biasanya membutuhkan : - Sumber arus listrik

- Sumber tekanan udara - Sumber air

Dimana :

- Aliran listrik bisa dipersiapkan untuk penerangan tenaga penggerak peralatan yang dioperasikan dan penerangan lingkungan.

- Udara biasanya dipersiapkan untuk menggerakkan atau pengoperasian peralatan pengeboran (drilling) yang memerlukan compressor udara.

- Dan air dipersiapkan untuk mengadakan pencucian bahan-bahan yang kotor maupun kebutuhan para karyawan.

- Bisa juga dipersiapkan untuk penyiraman daerah kegiatan peledakan, karena kemungkinan banyak debu-debu yang bertaburan atau untuk penyiraman lubang pengeboran.

Tentu saja untuk memenuhi kebutuhan seperti diatas perlu diusahakan dan disediakan: - Mesin diesel dan generator (bilamana tidak ada sumber tenaga listrik lainnya). - Compressor udara

- Unit pompa air (bilamana tidak ada sumber air yang bisa langsung dipergunakan yaitu misalnyua air ledeng, sungai dan lain-lainnya).

2.5 Tindakan Pengamanan

Kegiatan peledakan biasanya cukup menarik perhatian dan kebanyakan orang tidak dapat menahan nafsu untuk melihat dari dekat batu-batu yang berhamburan akibat dari suatu ledakan. Maka dengan itu semua jalan masuk umum ke lokasi peledakan harus dipagar, dberi pintu gerbang dan diberi rumah jaga. Ini adalah fasilitas utama yang perlu dilaksanakan demi keselamatan dan keamanan.

Fasilitas lain untuk menjaga keamanan dan keselamatan adalah :

- Alat sirine untuk dibunyikan setiap kali persiapan peledakan maupun akan dimulainya peledakan.

(15)

- Tanda-tanda lalu lintas untuk menunjukkan bahan dalam quarry akan diadakan peledakan

- Serta tanda-tanda lalu lintas yang jelas dan tepat peringatan para sopir-sopir pengangkut bahan. Karena biasanya sopir-sopir cukup berani mengemudikan kendaraannya sehingga kurang memperhatikan keselamatan lain pihak.

Gb. 2.1 Keselamatan dan Keamanan Lalu Lintas

2.6 Drainase (pengeringan)

Lokasi kegiatan yang cukup baik adalah bilamana selalu gampang serta aman dimasuki segala peralatan yang diperlukan dalam segala musim yang ada, yaitu : - Bilamana diumusim hujan tidak becek, tidak licin dan tidak ambles bila dilalui

peralatan / kendaraan.

- Untuk mencapai lokasi peledakan yang demikian itu maka perlu sekali dibuat saluran-saluran pengeringan yang lancar dan dibuat tanggul-tanggul untuk menghalangi masuknya air dari tempat lain ke dalam lokasi peledakan.

(16)

BAB 3

PERSIAPAN PENGEBORAN

3.1 Persiapan

Walaupun semua tingkat pengembangan pekerjaan pendahuluan belum dapat diselesaikan, usaha kegiatan pembuatan terowongan pemotongan gunung dan penambangan batu dapat berproduksi.

Kepala kegiatan peledakan atau kepala quarry bersama pegawai-pegawainya dapat menyempurnakan teknik-teknik selanjutnya yang masih selalu harus dipelajari. Khususnya untuk quarry didalam tahap pertama memproduksi bahan, biasanya batu-batu yang dihasilkan masih banyak bercampur dengan tanah maupun batu-batu-batu-batu lapuk. Biarpun demikian batu lapuk dan tanah ini dapat dipisahkan dan dimanfatatkan untuk pembuatan daerah penimbunan dengan jalan menggusur dan meratakan. Bila kelapukan batu itu masih memungkinkan untuk bisa dipergunakan sebagai perkerasan jalan masuk, maka batu lapuk itu bisa diolah dan diangkut lalu disebarkan pada permukaan jalan masuk tersebut.

Sebenarnya operasi memproduksi bahan batuan, sangat tergantung dan ditentukan oleh :

 Banyaknya bahan yang diperlukan

Suatu pelaksanaan perawatan, peningkatan dan pembangunan jalan atau pekerjaan lainnya yang memerlukan batuan akan diketahui jumlah volume kebutuhan batuan tersebut. Selain dari pada itu perkembangan pembangunan juga akan menentukan kebutuhan batuan. Sehubungan dengan itu pelaksanaan operasi memprodusi bahan supaya disesuaikan dengan jumlah volume bahan yang diperlukan.

 Lama berlangsung proyek / pekerjaan

Cepat dan lambatnya pelaksanaan suatu proyek / pekerjaan yang menggunakan batuan akan ditentukan pula oleh tersedianya bahan batuan. Jelas bahwa bila penyediaan bahan batuan terlambat pelaksanaan proyek/ pekerjaan juga akan terhambat, maka dengan itu proses memproduksi batuan juga perlu disesuaikan dengan lama berlangsungnya proyek.

 Sumber pengambilan bahan

Pada sumber pengambilan bahan inilah yang mempunyai pengaruh besar dalam pelaksanaan operasi memproduksi bahan batuan.

(17)

Karena banyaknya bahan batuan yang diperlukan akan bisa dipenuhi bilamana sumber batu tersedia cukup banyak bahan yang dapat diproduksi.

Begitu pula berlangsungnya suatu proyek atau pekerjaan yang memerlukan batuan akan tetap lancar dan terpenuhi, bilamana sumber batu dapat memenuhi bahan batuan yang diperlukan.

Dengan demikian, maka dalam merealisasi pembangunan suatu sumber batu akan selalu diperlukan.

Dengan demikian, maka dalam merealisasi pembangunan suatu sumber batu akan selalu ditentukan oleh hal-hal seperti tersebut diatas.

3.2 Desain Pola Pengeboran

Mengingatkan kembali bahwa terdapat perbedaan dalam rancangan pola pengeboran untuk tambang bawah tanah dan terbuka. Perbedaan tersebut dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain luas area, volume hasil peledakan, suplai udara segar, dan keselamatan kerja. Tabel 1.1 memperlihatkan beberapa alasan atau penyebab yang membedakan pola pengeboran di tambang bawah tanah dan terbuka.

Tabel 1.1. Penyebab yang membedakan pola pengeboran di areal bawah tanah dan terbuka

Faktor Areal bawah tanah Areal terbuka

Luas area Terbatas, sesuai dimensi bukaan yang luasnya dipengaruhi oleh kestabilan bukaan tersebut.

Lebih luas karena terdapat dipermukaan bumi dan dapat memilih area yang cocok Volume hasil peledakan Terbatas, karena dibatasi oleh luas

permukaan bukaan, diameter mata bor dan kedalaman pengeboran, sehingga produksi kecil.

Lebih besar, bisa mencampai ratusan ribu meterkubik per peledakan, sehingga dapat di-rencanakan target yang besar. Suplai udara segar Tergantung pada jaminan sistem

ventilasi yang baik.

Tidak bermasalah karena dila-kukan pada udara terbuka Keselamatan kerja Kritis, diakibatkan oleh: ruang yang

terbatas, guguran batu dari atap, tempat untuk penyelamatan diri terbatas.

Relatif lebih aman karena selu-ruh pekerjaan dilakukan pada area terbuka.

3.2.1 Pola Pengeboran pada Areal Terbuka

Keberhasilan suatu peledakan salah satunya terletak pada ketersediaan bidang bebas yang mencukupi. Minimal dua bidang bebas yang harus ada. Peledakan dengan hanya satu bidang bebas, disebut crater blasting, akan menghasilkan kawah dengan lemparan fragmentasi ke atas dan tidak terkontrol. Dengan mem-pertimbangkan hal tersebut, maka pada tambang terbuka selalu dibuat minimal dua bidang bebas, yaitu (1) dinding bidang bebas dan (2) puncak

(18)

jenjang (top bench). Selanjutnya terdapat tiga pola pengeboran yang mungkin dibuat secara teratur, yaitu: (lihat Gambar 1.1)

1) Pola bujursangkar (square pattern), yaitu jarak burden dan spasi sama 2) Pola persegipanjang (rectangular pattern), yaitu jarak spasi dalam satu baris

lebih besar dibanding burden

3) Pola zigzag (staggered pattern), yaitu antar lubang bor dibuat zigzag yang berasal dari pola bujursangkar maupun persegipanjang.

Gb. 3.1. Pola pengeboran pada areal terbuka

3.2.2 Pola Pengeboran Pada Bukaan Bawah Tanah (Terowongan)

Mengingat ruang sempit yang membatasi kemajuan pengeboran dan hanya terdapat satu bidang bebas, maka harus dibuat suatu pola pengeboran yang disesuaikan dengan kondisi tersebut. Seperti telah diuraikan sebelumnya bahwa minimal terdapat dua bidang bebas agar proses pelepasan energi berlangsung sempurna, sehingga batuan akan terlepas atau terberai dari induknya lebih ringan. Pada bukaan bawah tanah umumnya hanya terdapat satu bidang bebas, yaitu permuka kerja atau face. Untuk itu perlu dibuat tambahan bidang bebas yang dinamakan cut. Secara umum terdapat empat

Bidang bebas Bidang bebas

Bidang bebas Bidang bebas

a. Pola bujursangkar b. Pola persegipanjang

c. Pola zigzag bujursangkar d. Pola zigzag persegipanjang 3 m 3 m 3 m 2,5 m 3 m 3 m 3 m 2,5 m

(19)

tipecut yang kemudian dapat dikembangkan lagi sesuai dengan kondisi batuan setempat, yaitu:

1) Center cut disebut juga pyramid atau diamond cut (lihat Gambar 1.2). Empat atau enam lubang dengan diameter yang sama dibor ke arah satu titik, sehingga berbentuk piramid. Puncak piramid di bagian dalam dilebihkan sekitar 15 cm (6 inci) dari kedalaman seluruh lubang bor yang ada. Pada bagian puncak piramid terkonsentrasi bahan peledak kuat. Dengan meledakkan center cut ini secara serentak akan terbentuk bidang bebas baru bagi lubang-lubang ledak disekitarnya. Center cut sangat efektif untuk betuan kuat, tetapi konsumsi bahan peledak banyak dan mempunyai efek gegaran tinggi yang disertai oleh lemparan batu-batu kecil.

Gb. 3.2. Sketsa dasarcenter cut

2) Wedge cut disebut juga V-cut, angled cut atau cut berbentuk baji: Setiap pasang dari empat atau enam lubang dengan diameter yang sama dibor ke arah satu titik, tetapi lubang bor antar pasangan sejajar, sehingga terbentuk baji (lihat Gambar 1.3). Cara mengebor tipe ini lebih mudah disbanding

(20)

Gb. 3.3. Sketsa dasarwedge cut

3) Drag cut atau pola kipas: Bentuknya mirip dengan wedge cut, yaitu berbentuk baji. Perbedaannya terletak pada posisi bajinya tidak ditengah-tengan bukaan, tetapi terletak pada bagian lantai atau dinding bukaan. Cara membuatnya adalah lubang dibor miring untuk membentuk rongga di lantai atau dinding. Pengeboran untuk membuat rongga dari bagian dinding disebut juga dengan fan cut atau cut kipas. Beberapa pertimbangan pada penerapan poladrag cut :

Sangat cocok untuk batuan berlapis, misalnya shale, slate, atau batuan sedimen lainnya.

Tidak efektif diterapkan pada batuan yang keras.

Dapat berperan sebagai controlled blasting, yaitu apabila terdapat instalasi yang penting di ruang bawah tanah atau pada bukaan dengan penyangga kayu.

(21)

Gb. 3.4. Sketsa dasardrag cut

4) Burn cut disebut juga dengan cylinder cut (Gambar 1.5): Pola ini sangat cocok untuk batu yang keras dan regas seperti batupasir (sandstone) atau batuan beku. Pola ini tidak cocok untuk batuan berlapis, namun demikian, dapat disesuaikan dengan berbagai variasi. Ciri-ciri pola burn cut antara lain:

Lubang bor dibuat sejajar, sehingga dapat mengebor lebih dalam dibanding jeniscut yang lainnya

Lubang tertentu dikosongkan untuk memperoleh bidang bebas mini, sehingga pelepasan tegangan gelombang kompresi menjadi tarik dapat berlangsung efektif. Disamping itu lubang kosong berperan sebagai ruang terbuka tempat fragmentasi batuan terlempar dari lubang yang bermuatan bahan peledak.

Walaupun banyak variable yang mempengaruhi keberhasilan peledakan dengan pola burn cut ini, namun untuk memperoleh hasil peledakan yang memuaskan perlu diperhatikan beberapa hal sebagai berikut:

 Pola lubang harus benar-benar akurat dan tidak boleh ada lubang bor yang konvergen atau divergen, jadi harus benar-benar lurus dan sejajar.  Harus digunakan bahan peledak lemah (low explosive) untuk

menghindari pemadatan dari fragmen batuan hasil peledakan di dalam lubang yang kosong.

 Lubang cut harus diledakkan secara tunda untuk memberi kesempatan

(22)

210 mm 80 180 210 a. GRONLUND CUT 250 mm 500 b. MICHIGAN CUT 200 75 35 250 mm 500

c. CAT HOLE DENGAN 75 mm (3 inci) LUBANG KOSONG 160 35 75 60

d. TRIANGULAR BURN CUT DENGAN LUBANG 35 mm 100 170 90 520 140 300 150 e. BULLOCK CUT

Gb. 3.5. Sketsa dasarburn cut

Gb. 3.6. Variasi burn cut (Langerfors,1978)

3.3 Pengukuran dan Membuat Profil

Untuk melakukan profiling diperlukan meteran panjang yang digulung dan alat pengukur sudut. Sebagai pengukur sudut gunakan kompas geologi, misalnya kompas tipe “Brunton”, tipe “Silva”, atau jenis kompas geologi lainnya yang sejenis yang dapat mengukur sudut vertikal.

(23)

3.3.1 Pengukuran sudut vertikal

Kompas pengukur sudut yang akan diuraikan berikut ini adalah tipe Brunton (lihat Gambar 1.1). Kompas Brunton dapat mengukur sudut horizontal (azimuth) maupun vertikal (kemiringan). Namun, dalam pekerjaanprofiling kompas hanya digunakan untuk mengukur sudut vertikal saja. Pada bagian belakang kompas terdapat engkol pemutar vernier sudut vertikal yang akan menunjukkan sudut vertikal. Langkah-langkah pengukuran sudut vertikal sebagai berikut:

1) Posisikan sisi kompas pada bidang miring yang akan diukur besar sudutnya 2) Putar engkol di bagian belakang atau punggung kompas, sehingga vernier

sudut vertikal serta nivo tabung bergerak

3) Seimbangkan gelembung udara pada nivo tabung, yaitu dengan memposisikan gelembung udara tersebut tepat ditengah-tengah

4) Angka sudut vertikal antara 0 – 90 terletak di bawah vernier sudut vertikal yang sekaligus sebagai penunjuknya. Baca dan catatlah angka sudut vertikal tersebut.

Gb. 3.7 Kompas geologi tipe brunton

3.3.2 Pelaksanaan Profiling

Area yang akan diledakkan pada suatu tambang terbuka sudah ditentukan oleh Supervisor atau Pengelola Peledakan demikian pula dengan spasi, burden dan jumlah baris (raw). Juru Ledak harus memperhatikan bentuk profil bidang bebas sepanjang area yang akan diledakkan karena bentuk ini akan mempengaruhi

(24)

terbang (fly rock). Bentuk profil bidang bebas yang dikehendaki, yaitu yang mempunyai profil relatif rata dari bagian atas (crest) sampai ke bawah (toe) seperti terlihat pada Gambar 2.a. Ketika dijumpai suatu kondisi bidang bebas yang ekstrim tidak rata, misalnya melengkung ke dalam (Gambar 2.b) atau menjorok ke arah luar (Gambar 2.c), maka profiling harus dilaksanakan. Tujuannya agar lubang ledak mempunyai burden yang sama sepanjang dinding bidang bebas, atau kemiringan lubang ledak sejajar dengan kemiringan relatif bidang bebas. Dengan demikian kunci dari profiling adalah mendapatkan kemiringan relatif bidang bebas atau garis kemiringan semu bidang bebas yang ekstrim tidak rata tersebut. Arah pengeboran selanjutnya dibuat dengan sudut kemiringan sesuai atau sejajar dengan kemiringan relatif bidang bebas.

Gb. 3.8 Beberapa kenampakan profile bidang bebas

Profiling dapat dilakukan dengan cara manual atau menggunakan instrument

pengukur, misalnya theodolit, electronic distance measurement dan alat ukur laser (lihat Gambar 1.3.b). Uraian di bawah ini terbatas hanya untuk pekerjaan

profiling secara manual yang hanya menggunakan alat meteran panjang dan

kompas geologi untuk mengukur sudut (lihat Gambar 1.3.a). Langkah-langkah pekerjaanprofiling manual adalah sebagai berikut:

1) Tarik meteran dari bagian atas jenjang (crest ) menuju suatu titik tertentu pada lantai jenjang dan tentukan serta catat panjangnya (pada Gambar 1.3.a dilukiskan oleh garis AC). Diperlukan minimal dua orang, yaitu satu orang memegang meteran di bagian crest dan satu orang lagi di lantai

(25)

jenjang. Utamakan keselamatan kerja terutama bagi petugas yang berada di bagiancrest.

2) Ukur kemiringan garis AC menggunakan kompas dengan mengikuti prosedur yang telah diuraikan sebelumnya. Pengukuran sudut diupayakan pada bentangan meteran yang benar-benar lurus, oleh sebab itu diperlukan satu orang lagi untuk mengukur sudut kemiringan garis AC. Catat kemiringannya.

3) Ukur dan catat panjang mendatar dari titik C menuju toe atau titik D pada Gambar 1.3.a.

4) Serahkan seluruh catatan hasil pengukuran ke Supervisor atau Pengelola Peledakan agar ditentukan kemiringan relatif bidang bebas atau garis AD pada Gambar 1.3.a.

5) Informasikan kemiringan garis AD kapada Juru bor, demikian juga dengan geometri peledakan lainnya hasil olahan Supervisor.

b. Profiling menggunakan alat ukur laser yang dilengkapi perangkat lunak a. Profiling manual dan cara pengukurannya

(26)

3.4 Persiapan Pengeboran di Bawah Tanah

Berbagai jenis lubang bukaan di bawah tanah yang dibuat menggunakan operasi pengeboran dan peledakan, diantaranya terowongan (tunnel), drift, level, sumuran vertikal (shaft), raise, dan aktifitas penambangan. Pekerjaan penting yang harus dilakukan oleh Juru Ledak sebelum pengeboran dilaksanakan, yaitu :

a. pengamanan area yang akan diledakkan untuk menjaga keselamatan kerja selama pengeboran berlangsung, dan

b. memberi tanda atau titik-titik lubang bor disertai spesifikasinya, yaitu diameter, kedalaman, dan kemiringan.

Namun, pada praktiknya pekerjaan di atas biasa dilakukan bersama antara Juru ledak dan Juru Bor dengan maksud untuk saling mengontrol demi keselamatan kerja secara menyeluruh.

3.4.1 Pengamanan sebelum pengeboran di bawah tanah

Siklus pekerjaan pengeboran dan peledakan di bawah tanah dirangkum dalam beberapa tahapan sebagai berikut:

 Pengeboran lubang ledak (blasthole drilling)

 Pengisian lubang ledak (charging)

 Peledakan (blasting)

 Ventilasi (ventilation)

 Pengamanan dinding lubang bukaan hasil peledakan dan penyemenan dinding (scaling and grouting) bila diperlukan

 Pemuatan dan pengangkutan (loading and hauling)

 Mempersiapkan pengeboran untuk siklus baru (setting up of the new round)

Pengamanan dinding lubang bukaan hasil peledakan (scaling) pada bagian atap dan dinding kanan-kiri, sebaiknya dilakukan oleh Juru Ledak setelah udara di dalam lubang bukaan benar-benar bersih dan nyaman. Tahapan pengamanan tersebut adalah sebagai berikut:

1) Siapkan dan gunakan tongkat dengan panjang tertentu (scaling bar) sebagai alat untuk menjatuhkan batu yang menggantung pada bagian atap dan dinding kanan-kiri lubang bukaan yang masih memungkinkan diupayakan untuk dijatuhkan secara manual.

2) Seandainya terdapat bagian atap atau dinding lubang bukaan yang perlu penyemenan (grouting) atau pemasangan baut batuan (rock bolt) untuk memperkuat stabilitasnya, segera laporkan ke Supervisor atau Pengelola

(27)

Peledakan untuk ditindak lanjuti agar siklus pembuatan terowongan atau yang lainnya tidak terhambat.

3) Lakukan pemeriksaan akhir untuk seluruh atap dan dinding, setelah yakin tidak ada batu yang menggantung, laporkan hasilnya ke Supervisor bahwa kondisi lubang bukaan hasil peledakan aman.

Dalam melakukan pekerjaan pengamanan di atas Juru Ledak biasanya berdiri di atas tumpukan hasil peledakan dan bergerak dari belakang ke arah permuka kerja.

3.4.2 Menandai titik lubang bor

Titik lubang bor umumnya ditandai menggunakan cat semprot atau yang sejenis dan tidak mudah luntur oleh air karena pada bukaan bawah tanah selalu terdapat air. Tidak jarang Juru Ledak harus berkoordinasi langsung dengan Juru Bor apabila sulit memberi tanda terhadap titik-titik lubang bor. Yang perlu diperhatikan adalah spesifikasi lubang bor yang meliputi bentuk cut, spasi, diameter, kemiringan, dan kedalaman lubang harus diinformasikan kepada Juru Bor.

Terdapat suatu alat pemberi tanda posisi lubang bor di bawah tanah secara elektonis, baik pada pembuatan terowongan maupun sumuran, yang dinamakan projektor pola pengeboran (Gambar 1.4). Alat ini beroperasi menggunakan baterai dan dapat memberikan bayangan pola pengeboran pada permuka kerja sesuai dengan yang direncanakan. Cara menggunakannya adalah:

 Letakkan projektor pola pengeboran di atas tripod atau kendaraan bawah tanah.

 Tentukan dua titik sebagai acuan pada permuka kerja (lihat Gambar 1.4.a dan 1.4.b).

 Pola pengeboran untuk satu siklus (round) diproyeksikan pada permuka

kerja dengan mengacu pada dua titik tersebut di atas (lihat Gambar 1.4.c).  Bayangan titik-titik pola pengeboran yang nampak di permuka kerja

kemudian difokuskan agar nampak jelas, kemudian titik-titik tersebut dicat dan siap dilakukan pengeboran (lihat Gambar 1.4.d).

(28)

Gb. 3.10 Pola Pengeboran dibawah Tanah (Terowongan)

3.5 Pembuatan Jenjang dan Lantai Kerja

Sebelum kegiatan peledakan berjalan dengan lancar, ekonomis, seperti yang telah direncanakan, pembuatan jenjang atau dikenal juga dengan nama Benches perlu dibuat dahulu, agar dapat terbentuk lantai kerja, sehingga pengeboran dapat dilaksanakan dengan ekonomis dan aman.

Pertimbangan-pertimbangan untuk pembuatan jenjang ini adalah sebagai berikut :  Ketinggian yang tepat dalam pembuatan jenjang akan dapat dilakukan pengeboran

dengan kedalaman yang cukup memenuhi syarat, serta bisa dipergunakan peralatan pengeboran yang cocok.

 Jenjang cukup dalam dari permukaan, sehingga didapat permukaan lantai kerja yang cukup lebar dan dapat diperoleh bahan cukup banyak pada tiap-tiap jenjang serta ruang kerja yang cukup luas.

 Panjang jenjang memberikan kemungkinan pelaksanaan pengeboran, peledakan dan pengambilan batu-batu yang terus menerus.

 Tempat lalu lintas dari alat-alat pemuat, alat-alat pengeboran, pengangkut bahan dan para pekerjaan pada tiap-tiap jenjang.

Tetapi pertimbangan diatas perlu diimbangi juga dengan peralatan yang cukup. Jika terpaksa sangat terbatas dan untuk pemuat, pendorong maupun pengankutan tak memungkinkan lagi untuk dipindahkan ketiap-tiap jenjang perlu dipikirkan lebih lanjut, supaya produksi bahan tetap berjalan lancar.

Apabila mungkin jalan masuk ketiap-tiap jenjang supaya dibuat untuk dapat dilalui jeep melalui permukaan jenjang. Bila wagen drill, crawer drill digunakan, maka jalan masuk ini kebutuhan pokok. Namun dalam segala macam keadaan jalan masuk ke tiap-tiap jenjang selalu diperlukan.

a

.

b . c

.

d

.

(29)

Misalnya saja permukaan lantai kerja direncanakan dan dibuat agak miring dan tidak begitu dalam. Sehingga sewaktu diadakan peledakan batu-batu ledak bisa runtuh ke lantai kerja paling bawah dan batu ledak yang belum bisa runtuh kebawah bisa diungkit menggunakan tenaga manusia dengan usaha lebih ringan, karena permukaan agak miring. Pekerjaan pelaksanaan dalam pembuatan jenjang-jenjang ini dapat dilaksanakan seperti terlihat dalam gambar.

7 m 7 m 7 m Lantai Kerja Lereng asli Tinggi Jenjang Jenjang

Gb. 3.11 Pembuatan Jenjang dan Lantai Kerja

Adapun demikian diharapkan setelah selesai pengeboran lalu diisi bahan peledak dan selanjutnya diledakan akan didapatkan permukaan yang sesuai dengan yang direncanakan. Cara pengeboran untuk pembuatan jenjang ini dapat dilakukan dengan pengeboran miring atau horizontal.

Setelah diadakan pembuatan jenjang ini akan didapat suatu permukaan lantai kerja yang elevasinya berbeda atau tinggi yang tertentu.

Tetapi ingat tinggi jenjang yang direncanakan haruslah ditentukan berdasarkan :  Cara peledakan primer apa yang akan dilaksanakan nantinya.

 Alat pengangkut hasil ledakan primer  Alat pengeboran yang tersedia

Diharapkan pelaksanaan pembuatan jenjang dan lantai kerja ini betul-betul direncanakan dan diperhitungkan, karena hasil dari pembuatan jenjang dan lantai kerja ini akan sangat menentukan kelancaran pengeboran selanjutnya.

Janganlah sekali-kali melakukan pengeboran semaunya sendiri atau hanya mencari mudahnya, tanpa memikirkan perkembangan selanjutnya, karena sikap itu sangat

(30)

Tinggi permukaan jenjang cukup praktis bilamana direncanakan kurang lebih 3 kali panjang batang bor, yaitu kalau panjang batang bor = 3m, maka tinggi permukaan jenjang kira-kira 9 m menjadi batasnya.

Dapat juga peledakan yang terdahulu, hasil ledakannya tidak diangkat dahulu tetapi atasnya diratakan dengan bulldozer sehingga bilamana alat bor yang dipergunakan wagon drill atau crawler drill bisa melakukan pengeboran mendatar diseparuh permukaan atas jenjang.

Lalu diisi bahan peledak bisa didorong dengan bulldozer dan harus diangkut dan ditaruh dahulu ketempat yang memungkinkan.

Biasanya bahan-bahan yang diperoleh dari permukaan peledakan atau pembuatan jenjang ini, sebagian dapat dipergunakan walaupun masih mengandung batu lapuk. Dan batu yang bermutu dibawah standar harus diangkut secara terpisah kedalam proses pemecahan, selanjutnya batu hasil pemecahan ini dapat dipergunakan untuk perkerasan jalan masuk ke sumber batu yang biasanya cukup merupakan jalan krikil atau makadam basah.

(31)

BAB 4

OPERASI PENGEBORAN

4.1 Pengeboran

4.1.1 Pemilihan Alat Bor

Batu besar, brangkal, gunung-gunung batu perlu dipecahkan dengan menggunakan bahan peledak kedalam ukuran yang dapat dipakai.

Untuk memakai jumlah peledak yang tepat dan hasilnya sesuai dengan yang diinginkan, pengeboran kedalam batu perlu dilakukan.

Banyak jenis-jenis mesin bor yang dapat dipergunakan untuk keperluan ini dan jenis bor itu antara lain ialah :

 Jack hammer drill, leng drill yang biasa dipergunakan lubang dangkal maupun dalam berdiameter kecil dan pengeboran sekunder pada brangkal.  Crawler drill, wagon drill untuk pengeboran lubang dalam berdiameter

besar.

Lag Drill

Wagon Drill

Crawler drill

(32)

Pemilihan jenis bor yang akan digunakan pada suatu quarry tergantung pada beberapa faktor antara lain :

1. Keadaan daerah

Permukaan yang amat kasar tak teratur atau serakan yang tersebar akan membutuhkan jack hammer tanpa memperhatikan faktor-faktor lain.

2. Derajat pemecahan

Yang sangat tergantung pada ukuran pemecah batu (stone crusher). Apabila ukuran maksimum yang dapat diterima oleh pemecah primer 30 cm, maka produksi brangkal berukuran 60-90 cm membutuhkan pengeboran dan peledakan sekunder atau pemecahan tangan. Jadi penghematan dalam peledakan primer dapat menghapus pengerjaan sekunder yang berlebih-lebihan.

3. Ukuran dan sifat permanen sumber batu (quarry)

Apabila perkiraan umur quarry hanya 2-3 tahun saja, maka tidak perlu ada rencana pengembangan yang mahal untuk membuat jenjang-jenjang quarry yang lebar dan tinggi guna keperluan wagon drill, crawler drill

4. Penyediaan air

Lubang dalam berdiameter kecil lebih efisien bila disiram oleh air dari pada udara. Persediaan air yang kurang, akan membatasi kedalaman lubang dan jenis bor yang dapat dipilih.

5. Derajat pemecahan atau peretakan formasi batu

Pada batu berserat (fissured) berat, terutama kwarsa, lapisan batu atau batu kapur yang lapuk, pengeboran lubang panjang relatif kurang efektif. Biasanya lubang yang dibor dari batu-batu tersebut sulit untuk diisi bahan peledak dan sering sebagian tidak meledak, mungkin juga bisa terjadi sama sekali tak ada yang meledak. Jika letak sumber batu (quarry) sudah ditentukan dan sebagian besar pekerjaan pemeriksaan sudah dilaksanakan, semua fakor-faktor diatas akan diketahui.

Seri pertama dari percobaan ledakan akan memberikan gambaran dari jumlah peledak yang dibutuhkan per meter kubik atau ton batu pecah yang baik. Sebelum penentuan terakhir dalam pemilihan bor, fakta dasar dibawah ini perlu diperhitungkan :

 Lubang-lubang dangkal lebih mahal dari pada lubang-lubang dalam ditinjau dari sudut ongkos pengeboran atau penggunaan peledak.

(33)

 Lubang berdiameter kecil diletakkan berdekatan dan karena celah kecil ini, pemecahan yang merata serta ukuran batu yang lebih kecil dapat diperoleh.

 Lubang berdiameter besar akan lebih ekonomis, asalkan pemecahan primer stone crusher dapat menampung hasilnya tanpa pengerjaan sekunder yang berlebih-lebihan.

Keputusan untuk memakai wagon drill atau crawler drill untuk membuat lubang-lubang bor berukuran sedang dan besar atau memakai jenis bor lainnya untuk lubang-lubang bor kecil, relative tergantung sekali dari sifat batu serta jumlah pemecahan sekunder yang diharapkan, mungkin akan lebih ekonomis.

Untuk memakai wagon drill atau crawler drill, selanjutnya dengan memakai tenaga kerja yang besar untuk pemecahan sekunder.

Hal ini membuka lapangan kerja bagi sejumlah tenaga.

4.2 Teknik Pengeboran

Mengingat bahwa batang bor yang diberikan kepada Indonesia kebanyakan panjangnya merupakan perkalian unit foat dan pelor dinamit dalam perkalian unit pounds, maka untuk sementara unit-unit ukuran yang dipakai dalam rumus ini menggunakan pounds dan feet. Tetapi ada juga yang telah menggunakan satuan meter dan kilogram.

a. Rumus Empiris

Beberapa rumus empiris telah dibuat untuk memudahkan perhitungan dan perencanaan pola pengeboran. Salah satu diantaranya adalah :

100 H x D x W LQ Dimana :

LQ = muatan peledak per lubang dalam pound

W = burden dalam feet

D = spasi dalam feet, dan

H = dalam lubang, feet

Burdden =adalah jarak dari lubang ke permukaan batu yang tegak lurus (jarak antara baris satu dengan lainnya).

(34)

Gb. 4.2 Jarak Pengeboran

Spasi : adalah jarak lubang-lubang yang sejajar dengan permukaan batu Dalam : adalah dalam penuh yang dibor (lihat gambar).

Sebagai contoh, apabila pada hasil percobaan untuk lubang dangkal berdiameter kecil menunjukkan bahwa jarak optimum.

Burden = 4 ft Spasi = 4 ft

Maka untuk lubang sedalam 15 ft, muatan peledak per lubang :

lbs x x LQ 2,4 100 15 4 4  

Tergantung dari bor yang digunakan dan ukuran pelor dinamit yang ada, ada kemungkinan jumlah peledak tersebut tidak dapat diisikan semua, maka lubang yang lebih besar atau ukuran pelor dinamit yang lain harus digunakanatau burden dan spasi diatur untuk mencocokkan dengan diameter yang ada.

Untuk menghindari keluarnya tenaga ledakan dari lubang, penutupan (steming) pada bagian atas lubang perlu dilakukan, kurang lebih setebal 1 kali sampai 2 kali burden.

Jelaslah disini bahwa lubang dangkal adalah cara yang kurang ekonomis. Apabila muatan hanya menempati sebagian kecil dari lubang, maka pemisahan pengisian muatan menjadi dua tingkat atau lebih dan disertai penutupan perlu dilakukan untuk menghindari terbentuknya brangkal-brangkal yang besar. Perhitungan yang masak juga diperlukan, karena itu perlu dilakukan untuk mendapatkan kombinasi dari burden, spasi, dalam dan diameter lubang, terhadap jumlah dinamit yang ada. Biasanya perencanaan pola pengeboran ditujukan untuk menghasilkan batu pecah dari peledakan mencapai ukuran tertentu, misalnya ukuran maksimum bisa masuk pada pengisian pemecah primer pada pemecah batu. Untuk mencapai tujuan ini

(35)

sebenarnya ada beberapa cara, tetapi ditekankan hasil percobaan itulah bisa ditarik kesimpulan.

Biasanya untuk mendapatkan batu pecah hasil peledakan berukuran kecil-kecil bisa dengan jalan :

Memperpendek jarak burden maupun spasi pengeboran, serta penggunaan jumlah peledak yang benar.

Hal diatas hanyalah merupakan bimbingan dalam perencanaan pola pengeboran. Rumus yang dipakai mempunyai ketelitian hanya pada kedalaman yang ideal, namun penggunaan yang disertai pemikiran masak dapat menolong untuk mendapatkan pola pengeboran dan muatan sesuai dengan yang dikehendaki. Walaupun begitu, harus diingat bahwa setiap permukaan batu selalu berbeda dan pada setiap sumber batu percobaan-percobaan harus dilakukan untuk mendapatkan jawaban yang tepat.

b. Rumus Lain

Rumus-rumus lain yang bisa juga dilaksanakan dan cukup praktis adalah: Lg=HxDxWxC ……… kg

Dimana :

H = dalamnya pengeboran dalam meter

D = jarak-jarak antara lubang-lubang dalam satu baris …. ....dalam meter

W = jarak titik pengeboran dengan tepi jenjang atau jarak antara tiap-tiap baris dalam meter

C = koefisien batu

Lg = banyaknya bahan peledak dalam ...kg

Dimana :

C = dapat ditentukan sebagai berikut : C = Fn.g.e.d

Dan :

Fn = (1+1/w – 0,4)3

g = berat jenis batu yang akan diledakan

e = faktor yang tergantung dari pada baik tidaknya penyumbatan, apabila tidak dapat dilaksanakan penyumbatan dengan baik dan r rapat (e) dapat diambil = 1.

(36)

w = jarak antara lubang dengan permukaan bebas atau sama dengan burden

w = untuk coyota adalah jari-jari terkecil yang menyinggung permukaan lereng asli.

Disini koefisien C haruslah diusahakan selalu diselidiki dan dipelajari sampai mendekati kebenaran.

Karena koefisien batu = C ini tergantung dari :  Macam batu :

Yaitu macam batu yang akan diledakan. Hal ini mungkin bisa terjadi satu gunung, satu susunan lapisan batu koefisiennya bisa berbeda, karena komposisi dan kekerasan serta B.D nya berlainan.

 Maksud dan tujuan :

Yaitu maksud dan tujuan kita meledakan batu untuk menghasilkan : - batu pecah besar-besar

- batu pecah yang bisa masuk pada pemecah primer di stone crusher - butir-butir kecil yang langsung bisa dipergunakan untuk pekerjaan - dan untuk melemparkan batu

bila ditinjau rumus empiris diatas nyata ada satuan yang kurang seimbang, misalnya feet bisa menemukan pound (lb), meter bisa menemukan kilogram (kg).

Disini supaya dimengerti bahwa rumus empiris itu menyangkut dua bahan yang berbeda dan mempunyai sidat-sifat tertentu yaitu :

- batu yang akan diledakan

- bahan peledak untuk meledakan batu

Jadi rumus diatas merupakan usaha mencari perbandingan baha peledak yang digunakan untuk meledakan suatu volume batu sehingag tujuan peledakan bisa dipenuhi.

Uraian Rumus

Rumus untuk menentukan C didapat dari hasil percobaan, jadi sukar untuk dapat menguraikan darimana asalnya Fn seperti ditulis diatas. Teta[i dari rumus tersebut dapat dimengerti bahwa kebutuhan bahan peledak berbanding langsung dengan Berat Jenis (BD), dipengaruhi oleh baik tidaknya penyumbatan dan dipengaruhi juga oleh keadaan bahan peledak.

(37)

Maka dengan itu diharapkan pengertian bahwa rumus-rumus yang telah ditulis itu bukanlah rumus yang pasti (eksak), tetapi bisa untuk dasar-dasar pedoman merencanakan pola pengeboran yang ideal denga jalan mengadakan percobaan yang selanjutnya diperiksa hasil percobaan, lalu disesuaikan dengan meledakan batu.

4.3 Pengerjaan Lanjutan

Apabila permukaan quarry atau penambangan batu bara cukup panjang, maka bila dibagi menjadi tiga bagian :

 Pada bagian pertama pengerjaan pengeboran dan peledakan telah dilakukan.batu yang menumpuk dilantai quarry dikerjakan dengan mengangkut ke pemecah prime stone crusher.

 Bagian kedua sudah dibor dan siap untuk keperluan peledakan

 Bagian ketiga sudah dibersihkan dari batu-batu yang leaps dan siap dibor

Dengan ini, pengeboran, peledakan, pengeboran sekunder dan pemuatan dapat belangsung kontinu dalam keadaan aman. Sehingga pengerjaan di lantai kerja atas dan lantai kerja bawah tidak mungkin terjadi pada waktu yang sama. Hal yang serupa dapat dilakukan dalam pembentukan jenjang-jenjang pada permukaan batu yang tinggi, sehingga lantai kerja yang cukup lebar dapat diperoleh untuk bisa direncanakan langkah-langkah pengerjaan yang kontinu.

Misalnya :

Pada bagian pertama pekerjaan peledakan telah selesai. Pada bagian kedua sudah dibor dan siap untuk diledakan. Dan pada bagian ketiaga siap untuk memulai pengeboran dan seterusnya.

4 2

5 3

(38)

4.4 Saluran Udara

Bor-bor quarry dikerjakan oleh tekanan udara karena itu harus disediakan udara dalam jumlah dan tekanan yang memadai. Tiga metode dasar yang bisa digunakan dalam quarry akan dibahas disini dan pemilihan salah satu metode sebagian besar tergantung dari jenis bor yang digunakan dan model untuk instalasi.

4.4.1 Wagon drill, crawler drill

Mesin ini biasanya membutuhkan udara tekanan cukup besar karena itu biasanya membawa compressor sendiri. Yang dapat ditempatkan dekat pada posisi pengeboran. Pengaturan semacam ini sangat ideal karena panjang saluran udara dapat diperpendek sehingga kehilangan tekanan dan kerusakan saluran dapat dihindari.

4.4.2 Jack Hammer, Leg Drill

Jenis ini relatif kecil dan kebanyakan bekerja dengan efisiensi maksimum pada tekanan udara 85 psi. Kemampuanya pada berbagai tekanan dalam bentuk efisiensi adalah sebagai berikut :

Tekanan Udara pada Bor

(p.s.i) Efisiensi (%) Keterangan

Dibawah 65 65 75 85-100 Diatas 100 40% 65% 85% 100% -Tidak relatif

Keausan yang besar

Disampng tekanan yang tepat, jumlah udara juga penting dan umumnya sebuah mesin bor ukuran kecil membutuhkan 60 cfm. Jadi sebuah compressor kapasitas 125 cfm, dapat menjalankan dua mesin bor, asalkan salurannya tidak terlalu panjang dan mesinnya dalam keadaan baik. Mesin bor yang rusak dapat memakai sampai 120 cfm (cubic feet per minute) udara.

Penggunaan saluran udara yang panjang melewati permukaan quarry menuju ke mesin bor adalah pemborosan, karena batu-batu dapat merusak saluran ini pada waktu pemindahan bor. Dengan menempatkan compressor diatas permukaan atau pada jenjang akan terdapat tiga macam keuntungan :

 Saluran udara pendek dan tekanan yang baik  Kerusakan saluran lebih sedikit

(39)

4.4.3 Saluran Udara Induk

Pada quarry yang relative permanent dan dimana daerahnya memungkinkan penggunaan saluran induk adalah hal yang baik. Saluran induk biasanya terbuar dari pipa air 3 inci dilengkapi dengan katup dan kopling pelepas pada titik-titik pemakaian tertentu. Instalasi semacam ini membutuhkan modal dan penggunaan compressor besar.

Gb. 4.4 Compresor Udara

4.5 Pelumasan

Hal yang tidak boleh dilupakan untuk pengeboran batu yang efisien adalah pelumasan yang baik, artinya mesin bor harus dilumas dengan jumlah bahan pelumas dan waktu yang tepat.

Alat pelumas yang menggunakan kompresi udara harus didekatkan pada mesin bor tidak lebih dari 5 meter. Alat pelumas bekerja otomatis dan bekerja sebagai reservoir yang menyemprotkan kabut pelumas pada bagian-bagian bor yang bergerak. Jumlah pelumasan dapat diatur, tergantung dari jenis dan kapasitas bor. Pegangan yang baik dari derajat pelumasan yang betul dapat dilihat pada leher bor yang sedang bekerja. Leher bor harus kelihatan berminyak setelah bekerja sebentar yang menunjukkan bahwa minyak betul-betul meresap. Leher kering menunjukkan kurangnya pelumasan. Adanya pelumasan yang baik dapat pula ditentukan dari adanya minyak yang dibaca oleh udara yang keluar dari bor. Pada permulaan setiap kelompok kedua, kurang lebih 70 ml. Minyak harus dituangkan kedalam pipa masuk mesin bor, sebelum menghubungkan dengan saluran udara. Ini akan meniadakan keterbelakangan pelumasan diantara permukaan gerakan bor dan kerjanya alat pelumas. Saluran udara harus harus „ditiup bebas“ sebentar sebelum dihubungkan pada mesin bor.

Pengalaman akan menujukkan kapan diperlukan pengisian kembali.

Skrup pengatur pada alat peluma harus dibuka dan diatur pada waktu minyak sudah masuk kedalam bor. Bor akan berhenti tanpa pelumas dan tempat minyak dapat diisi

(40)

berlebih-lebihan, tetapi hal ini perlu dilakukan demi untuk pengeboran yang cepat. Kekurangan atau kesalahan pelumasan menyebabkan aus gesekan yang akan menimbulkan panas dan menyebabkan kesulitan.

Retakan rambut terjadi akibat kepanasan pada bagian-bagian seperti batang spiral dan piston-piston yang berakhir dengan kerusakan total bagian-bagian tersebut. Piston bor batu, rata-rata bolak balik 2000 kali per menit dan bagian-bagian lain yang bergerak dengan derajat yang sama, sehingga aus gesekan merupakan hal yang penting. Bagian-bagian mata bor mengalami aus gesekan yang besar dan apabila terdapat minyak yang cukup untuk pelumasan pada bagian tersebut maka keausan dapat berkurang dan leher mata bor yang berminyak menunjukkan adanya pelumas. Jadi untuk memperpanjang umur peralatan, maka perhatikan hal-hal sebagai berikut : a. Jagalah bagian yang bergerak untuk tetap bersih

b. Pelumasan yang teratur dan benar

4.6 Pengeboran Basah

Keuntungan-keuntungan dapat diperoleh dengan penggunaan air untuk penyiraman lubang yang dapat dilakukank pada pengeboran lubang dalam dan berdiameter kecil. Pengeboran basah juga sangat baik untuk lapisan batu berserat, akibat pelapukan seperti sering terjadi pada kwarsa, lapisan batu dan lapisan batu kapur. Bahan lapukan dari celah-celah dapat menahan pengisian peledak. Bila air digunakan, krikil / serbuk dari bahan-bahan yang bisa menghalangi pengisian peeldak dapat dihilangkan. Jika tersedia air dalam jumlah yang cukup banyak, penggunaan saluran pokok dapat dilakukan.

4.7 Lubang Ular (snake hole)

Untuk membantu peledakan yang sempurna dari peledakan primer, perlu dibuat lubang-lubang horizontal agak miring kurang lebih bersudut 00 - 400 terhadap

permukaan jenjang. Dengan adanya snake hole ini peledakan diharapkan bisa mengungkit dan menghampar maju kedepan (tidak tertimbun tinggi). Dalam pelaksanaan pengeboran snake hole harus terletak diantara lubang-lubang vertikal untuk peledakan primer yaitu untuk menghindari bertemunya lubang vertikal dan lubang snake hole.

(41)

Lantai Kerja Permukaan Snake hole Snake hole Gb. 4.5 Lubang Ular 4.8 Lubang Miring

Disamping kebaian pengerjaan yang aman, teknik pengeboran miring kadang-kadang berguna dalam memperbaiki pemecahan pada tumit jenjang. Perbaikan ini tergantung dari formasi batu.

Dalam beberapa hal arah dan sifat dari lapisan-lapisan batu membuat pengeboran miring tidak praktis dan keadaan ini hanya dapat ditentukan menurut kondisinya. Ketelitian sudut kemiringan pengeboran haruslah diperhatikan dan pemasangan yang hati-hati dari mesin bor perlu diperhatikan juga.

B = burden sebenarnya (true burden) B’ = burden semu (apparent burden)  = Sudut kemiringan kolom lubang ledak

Gb.4.6 Lubang ledak vertikal dan miring

Karena kesalahan 20dari sudut kemiringan dapat menambah atau mengurangi burden

dengan 3 ½ ft. Untuk lubang 100 ft. Perbedaan pada sudut pengeboran dan pelebaran dari lubang dapat menyebabkan ledakan yang tidak berimbang dan garis permukaan

B T PC L H J

a. Lubang ledak vertikal

T PC L H J B B

b. Lubang ledak miring

(42)

tanpa penyimpangan yang menyolok dan semua lubang harus diperiksa keseluruhannya sebelum pengisian.

Sudut pengeboran optimum hanya dapat ditentukan dengan percobaan. Sudut 450

dapat dipakai tetapi semakin besar sudutnya semakin besar problem perencanaan yang tepat dari pengeboran lubang. Sudut antara 100 dan 250 dari as vertikal

memberikan kesulitan minimum pada pengeboran dan ini cukup untuk mencegah adanya overhang (penggantungan). Pada permukaan vertikal yang tinggi, bahaya dari batu yang lepas menjadi persoalan, terutama apabila batu banyak yang patah. Salah satu penanggulangan bahaya ini adalah pengerjaan permukaan dengan profil miring. Dengan peledakan yang terkendalikan, garis permukaan dan kemiringan pengeboran dapat dibentuk kira-kira sesuai dengan denah pengukuran dari lubang ledakan. Jadi untuk mendapatkan kemiringan yang cukup pada permukaan, lubang ledakan harus dibor dengan sudut tertentu.

4.9 Pengeboran Sekunder

Pengeboran sekunder diperlukan untuk brangkal-brangkal yang tidak dapat dimasukan dipemecah stone crusher. Brangkal-brangkal besar terbentuk pada permukaan pengembangan quarry atau kesalahan-kesalahan dalam peledakan. Untuk keperluan pengeboran sekunder dibutuhkan jackhammer ringan dan compresor kecil aau bisa juga dengan leg drill.

Lubang harus dibuat sampai melewati pusat brangkal, melalui diameter yang terbesar. Lubang secukupnya harus ditinggalkan untuk penutupan guna meyakinkan pemecahan brangkal.

(43)

4.10 Alat Pengail

Mata bor dapat lepas pada lubang batu berserat berat atau akibat perawatan yang kurang baik, lubang menjadi tidak berguna kecuali bila mata bor diambil kembali. Walaupun sebagian lubang dapat diisi dan diledakan bersama lubang-lubang yang lain simetris permukaan akan rusak dan resiko masuknya mata bor kedalam pemecah stone crusher akan timbul. Untuk permukaan kembali yang lepas dapat diusahakan dengan menggunakan tombak yang terbuat dari besi beton 3/4“ sepanjang 4 meter. Besi ini dibubut konis menyerupai tombak dan disambungkan pada bambu-bambu berukuran 120 cm dengan skrup kuningan atau soket, selanjutnya alat inilah yang disebut alat pengail.

4.11 Peledakan Sekunder

Brangkal-brangkal besar harus dipecahkan lagi dan pada zaman pengangkutan tangan, „tembakan letup“ merupakan cara umum.

Pada waktu ini dimana mekanis digunakan, „tembakan-plester“ lebih terkenal. 1. Tembakan letup (pop shooting)

Untuk keperluan ini, lubang ledakan sedalam 12 inchi cukup untuk memecahkan brangkal yang besar. Muatan tergantung dari ukuran batu dan untuk brangkal berukuran 3 ft x 3 ft x 2 ft membutuhkan kira-kira 1 ½ ons pelor dinamit. Tembakan dapat diledakan oleh sumbu pengaman dapat dinyalakan oleh sumbu penyala atau tali penyala plastik. Apabila tali penyala plastik digunakan, tembakan yang banyak dapat diledakan dengan satu penyalaan pada jaringan. Serta bila penyalaan listrik dipakai, detonator listrik dihubungkan seri dan tembakan diledakan berurutan. Keberatan bor terus menerus dan pemidahan alat mekanis ketempat yang aman, karena terjadi penebaran batu.

2. Tembakan Plester (plester shooting)

Tembakan plester memberikan cara pemecahan batu dalam keadaan dimana pengeboran sulit dilakukan. Muatan satu atau dua pelor dinamit primer, detonator dan sumbu pengaman atau detonator listrik diletakan pada permukaan brangkal. Kemudian muatan ditutup dengan lempung yang ditekan keposisinya dengan tangan. Sebelum diplester sebaiknya permukaan batu dibasahi dahulu. Muatan yang digunakan adalah gelatin plester atau macam lain dan tali penyala plastik dapat digunakan untuk menyalakan beberapa tembakan-tembakan dalam satu waktu.

(44)

RANGKUMAN

Bab 1 :

1. Modul BLE – 06 : Pola Pengeboran, merupakan salah satu modul/ materi pelatihan agar peserta mampu melakukan pengeboran dilokasi peledakan secara tepat dan akurat sesuai dengan desain pola pengeboran yang ditentukan.

2. Setelah pelatihan selesai dilaksanakan peserta diharapkan mampu : 1. Melakukan penyiapan lokasi peledakan

2. Melakukan penyiapan peralatan dan perlengkapan 3. Membuat jenjang dan lantai kerja

4. Melaksanakan pengeboran sesuai pola pengeboran 5. Memeriksa hasil pengeboran secara teliti dan menyeluruh

Bab 2

Peserta dituntut mampu dan mau melakukan pembuatan site plan, penyediaan fasilitas drainase dan utilitas dan tindakan pengamanan peledakan.

Bab 3

1. Sebelum melakukan pengeboran, lebih dahulu dilakukan pengukuran dan membuat profil 2. Aktivittas pengeboran terdiri dari :

- Pengeboran diareal terbuka - Pengeboran diareal bawah tanah

3. Pola pengeboran diareal terbuka terdiri dari :  Pola bujur sangkar

 Pola zig-zag bujur sangkar  Pola persegi panjang

 pola zig-zag persegi panjang

4. Pola pengeboran pada areal dibawah tanah, minimal harus dibuat 2 (dua) bidang bebas untuk proses pelepasan energi sehingga material ledakan/ batuan akan terlepas atau terberai dari asalnya lebih bebas dan ringan.

5. Untuk membuat 2 bidang bebas atau lebih dapat dilakukan dengan model :  Center cut atau piramid/ diamond cut

 Wedge cut, disebut juga v-cut  Drag cut atau pola kipas

(45)

Bab 4

1. Pemilihan alat bor tergantung dari beberapa faktor antara lain : keadaan lokasi pengeboran (daerah), derajat pemecahan, ukuran dan sifat permanen sumber batu, serta derajat pemecahan atau peretakan formasi

2. Pada kegiatan operasional pengeboran harus tersedia utilitas dan fasilitas pendukung antara saluran induk udara, pelumasan dan saluran air untuk pengeboran basah.

(46)

DAFTAR PUSTAKA

1. Modul-modul Pelatihan : Juru Ledak Penambangan Bahan Galian, PUSDIKLAT Teknologi Mineral dan Batubara, Badan Diklat Energi dan Sumber Daya Mineral, Departemen ESDM (Energi dan Sumber Daya Mineral)

2. Sugiri : Penambangan Batu dari Gunung, Proyek Diklat Bina Marga Ditjend Bina Marga Departemen Pekerjaan Umum, Jakarta, 1976

3. Anon, 1988, ANFO Type Blasting Agents, ICI Australia Operation, Pty. Ltd. Explosive Division, 10 p.

4. Anon., 1980, Blasters’ Handbook, Du Pont, 16th ed, Sales Development Section,

Explosives Products Division, E.I. du Pont de Nemours & Co.(Inc), Wilmington, Delaware, pp. 31 – 86.

5. Anon, 1988, Blasting Explosives and Accessories, ICI Australia Operation, Pty. Ltd. Explosive Division, pp. 1 – 17.

6. Anon, 2001,Technical Information, Dyno Nobel. 7. Anon, 1988,Technical Information, Dyno Westfarmer. 8. Anon, 2004,Technical Information, PT. Dahana, Indonesia.

9. Gustafsson, Rune, Blasting Technique, Dynamit Nobel Wien, Austrian Edition, 1981

10. Gutafsson, R, 1973,Swedish Blasting Technique, Gothenburg. Sweden, pp. 15 - 30. 11. Jimeno, C.L., Jimeno, E.L., and Carcedo, F.J.A 1995, Drilling and Blasting of Rocks,

A.A. Balkema, Rotterdam, Brookfield, Netherlands. Pp. 98 - 122.

12. Manon, J.J., 1978, Explosives: their classification and characteristics. E/MJ Operating Handbook of Underground Mining, New York, USA. pp. 76 - 80.

13. White, T. E and Robinson, P, 1988, Modern Commercial Explosives & Accessories, “Explosives Engineering Handbook”, Institute of Explosives Engineers, pp. 3 –11.

Gambar

Tabel 1.1. Penyebab yang membedakan pola pengeboran di areal bawah tanah dan terbuka

Referensi

Dokumen terkait