• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB III METODOLOGI PENELITIAN"

Copied!
24
0
0

Teks penuh

(1)

35 3.1 Objek Penelitian

3.1.1 Lokasi Penelitian

Dalam melakukuan penelitiannya Penulis mengambil lokasi bertempat penelitian di Direktorat Bina Pelaksanaan Wilayah II Direktorat Jenderal Bina Marga Kementerian Pekerjaan Umum, dijalan Pattimura No.20, Kebayoran Baru.Jakarta Selatan.

3.1.2 Gambaran Umum Kementerian Pekerjaan Umum

Kementerian Pekerjaan Umum (dahulu Departemen Pekerjaan Umum, biasa disebut Departemen PU), sempat bernama "Departemen Permukiman dan Pengembangan Wilayah" (1999-2000) dan "Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah" (2000-2004), adalah kementerian dalam Pemerintah Indonesia yang membidangi urusan pekerjaan umum. Kementerian PU dipimpin oleh seorang Menteri Pekerjaan Umum yang sejak tanggal 21 Oktober 2004 dijabat oleh Ir. Djoko Kirmanto, Dipl. HE..

Pada Era Hindia Belanda Istilah "Pekerjaan Umum" adalah terjemahan dari istilah bahasa Belanda Open bare Werken yang pada zaman Hindia Belanda disebut Waterstaat swerken. Di lingkungan Pusat Pemerintahan dibina oleh Dep.Van Verkeer & Waterstaat (Dep.V&W), yang sebelumnya terdiri dari 2 Dept.Van Guovernements Bedri jven dan Dept.Van Burgewrlijke Openbare

(2)

Werken. Dep. V dan W dikepalai oleh seorang Direktur, yang membawahi beberapa Afdelingen dan Diensten sesuai dengan tugas/wewenang Depertemen ini.

Setelah Belanda menyerahkan dalam perang pasifik pada tahun 1942, kepada Jepang, maka daerah Indonesia ini dibagi oleh Jepang dalam 3 wilayah pemerintahan, yaitu Jawa/Madura, Sumatera dan Indonesia Timur dan tidak ada Pusat Pemerintahan tertinggi di Indonesia yang menguasai ke 3 wilayah pemerintahan tersebut. Dibidang Pekerjaan Umum pada tiap-tiap wilayah organisasi Pemerintahan Militer Jepang tersebut diatas, diperlukan organisasi zaman Hindia Belanda dan disesuaikan dengan ketentuan-ketentuan dari fihak jepang,kantor pusat "V & W". di Bandung, dinamakan "Kotubu Bunsitsu", sejak saat itu istilah "Pekerjaan Oemoem" (P.O), Oeroesan Pekerdjaan Oemoem (O.P.O), "Pekerjaan Umum" (PU), disamping "Doboku" lazim dipergunakan. Kotubu Bonsitsu di Bandung hanya mempunyai hubungan dengan wilayah Pemerintahan di Jawa/Madura, hubungan dengan luar Jawa tidak ada. Organisasi Pekerjaan Umum di daerah-daerah, di Karesidenan-Karesidenan pada umumnya berdiri sendiri-sendiri. Sistem pelaksanaan pekerjaan ada yang mempergunakan sistem dan nama zaman Ned. Indie, disamping menurut sistem Jepang.

Setelah Indonesia memproklamirkan Kemerdekaan pada tanggal 17 Agustus 1945, maka semenjak itu Pemuda-pemuda Indonesia mulai berangsur-angsur merebut kekuasaan Pemerintahan dari tangan Jepang baik di pusat pemerintahan (Jakarta/Bandung) maupun Pemerintahan Daerah-daerah. Sesudah Pemerintahan Indonesia membentuk Kabinet yang pertama, maka pada Menteri

(3)

mulai menyusun organisasi serta sifatnya. Pekerjaan Umum pada waktu itu (1945) berpusat di Bandung, dengan mengambil tempat bekas gedung V.&W. (dikenal dengan nama "Gedung Sate").

Ketika Belanda ingin mengembalikan kekuasaaan pemerintahan di Hindia Belanda sebelum perang, datang mengikuti Tentara Sekutu masuk ke Indonesia.Akibat dari keinginan Pemerintahan Belanda ini, terjadilah pertentangan fisik dengan Pemuda Indonesia yang ingin mempertahankan tanah air berikut gedung-gedung yang telah didudukinya, antara lain "Gedung Sate" yang telah menjadi Gedung Departemen Pekerjaan Umum pada waktu itu (peristiwa bersejarah itu dikenal dengan peristiwa "3 Desember 1945").

Pada waktu revolusi fisik dari tahun 1945 s/d 1949, Pemerintah Pusat RI di Jakarta terpaksa mengungsi ke Purworejo untuk selanjutnya ke Yogyakarta, begitu juga Kementerian PU. Sesudah Pemerintahan Belanda tahun 1949 mengakui kemerdekaan Republik Indonesia maka pusat pemerintahan RI di Yogyakarta, berpindah lagi ke Jakarta.

Sejak tahun 1945 itu, Pekerjaan Umum (PU) telah sering mengalami perobahan pimpinan dan organisasi,sesuai situasi politik pada waktu itu. Sebagai gambaran garis besar organisasi PUT diuraikan sebagai berikut:

1. Sebelum tentara Belanda masuk ke Yogyakarta Susunan Kemerdekaan PU. Perhubungan dapat dibagi menjadi 8 Jawatan dan 4 Balai.

2. Khusus pada masa Republik India Serikat Kementerian Perhubungan dan POU RIS dibagi dalam beberapa Departemen dan beberapa Jawatan dan beberapa instansi yang hubungan erat dengan tugas dari dep.PU. RIS.

(4)

Kementerian Perhubungan PU.RIS tersebut terdiri atas penggabungan 3 Departemen prae federal yaitu:

a. Departemen Verkeer, Energie dan Mynbouw dulu (kecuali Mynbouw yang masuk dalam kementerian Kemakmuran).

b. Departemen Van Waterstaat di Wederopbouw

c. Departemen Van Scheepvaart

Penggabungan dari 3 Departemen dari pemerintahan prae federal dalam satu Kementerian yaitu Kementerian Perhubungan Tenaga dan PU.RIS dianggap perlu, supaya hubungan 3 Departemen tersebut satu dengan lain menjadi sangat erat, terlebih-lebih jika diingat, bahwa untuk pembangunan Negara akan diadakan koordinasi dan rasionalisasi yang baik dan adanya tenaga ahli dan pula untuk melancarkan semua tugas yang dibebankan pada Kementerian Perhubungan Tenaga dan PU.RIS.

Khusus pada permulaan terbentuknya Negara Kesatuan RI, maka susunan Kementerian berbeda sebagai berikut: Dalam masa prolog G 30S PKI terjadilah dalam sejarah Pemerintahan RI suatu Kabinet yang besar disebut dengan nama Kabinet DwiKora atau Kabinet 100 Menteri, dimana pada masa ini dibentuk Koordinator Kementerian.

Tidak luput Departemen PUT.yang pada masa itu ikut mengalami perubahan organisasi menjadi 5 Dept. dibawah Kompartemen PUT Kabinet Dwikora, dipimpin Jenderal Suprajogi. Adapun Kompartemen PUT ketika membawahi, antara lain:

(5)

2) Departemen Bina Marga

3) Departemen Cipta Karya Konstruksi

4) Departemen Pengairan Dasar

5) Departemen Jalan Raya Sumatera

Setelah peristiwa G.30S PKI Pemerintah segera menyempurnakan Kabinet Dwikora dengan menunjuk Ir.Soetami, sebagai menteri PUT untuk memimpin Kompartemen PUT.Kabinet yang disempurnakan itu tidak dapat lama dipertahankan. Kabinet Ampera, sebagai Kabinet pertama dalam masa Orde Baru. Kembali organisasi PUT dibentuk dengan Ir.Soetami, sebagai Menteri. Dengan Surat Keputusan Menteri PUT tertanggal 17 Juni 1968 N0.3/PRT/1968 dan dirobah dengan Peraturan Menteri PUT tertanggal 1 Juni 1970 Nomor 4/PRT/1970. Departemen PUT telah memiliki suatu susunan struktur Organisasi. Sebagai gambaran lebih jauh pembagian tugas-tugas dalam lingkungan Dep. PUT, maka pada waktu itu azas tugas-tugas PU telah diserahkan pada kewenangan daerah itu sendiri.

Visi dan Misi Kementerian Pekerjaan Umum

Visi kementerian pekerjaan umum adalah tersedianya infrastruktur pekerjaan umum dan permukiman yang andal untuk mendukung indonesia sejahtera 2025.

Sedangkan Misi Kementerian Pekerjaan Umum adalah :

a. Mewujudkan penataan ruang sebagai acuan matra spasial dari pembangunan nasional dan daerah serta keterpaduan pembangunan

(6)

infrastruktur pekerjaan umum dan permukiman berbasis penataan ruang dalam rangka pembangunan berkelanjutan.

b. Menyelenggarakan pengelolaan SDA secara efektif dan optimal untuk meningkatkan kelestarian fungsi dan keberlanjutan pemanfaatan SDA serta mengurangi resiko daya rusak air.

c. Meningkatkan aksesibilitas dan mobilitas wilayah dalam mendukung pertumbuhan ekonomi dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat dengan penyediaan jaringan jalan yang andal, terpadu dan berkelanjutan. d. Meningkatkan kualitas lingkungan permukiman yang layak huni dan

produktif melalui pembinaan dan fasilitasi pengembangan infrastruktur permukiman yang terpadu, andal dan berkelanjutan.

e. Menyelenggarakan industri konstruksi yang kompetitif dengan menjamin adanya keterpaduan pengelolaan sektor konstruksi, proses penyelenggaraan konstruksi yang baik dan menjadikan pelaku sektor konstruksi tumbuh dan berkembang.

f. Menyelenggarakan Penelitian dan Pengembangan serta Penerapan: IPTEK, norma, standar, pedoman, manual dan/atau kriteria pendukung infrastruktur PU dan permukiman.

g. Menyelenggarakan dukungan manajemen fungsional dan sumber daya yang akuntabel dan kompeten, terintegrasi serta inovatif dengan menerapkan prinsip-prinsip good governance.

(7)

h. Meminimalkan penyimpangan dan praktik-praktik KKN di lingkungan Kementerian PU dengan meningkatkan kualitas pemeriksaan dan pengawasan profesional.

Tugas dan Fungsi Kementerian Pekerjaan Umum

Tugas Kementerian Pekerjaan Umum adalah Sesuai dengan Peraturan Menteri PU Nomor 08/PRT/M/2010 tentang ORGANISASI DAN TATA KERJA KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM, Kementerian Pekerjaan Umum mempunyai tugas : menyelenggarakan urusan di bidang pekerjaan umum dalam pemerintahan untuk membantu Presiden dalam menyelenggarakan pemerintahan negara.

Sedangkan fungsi Kementerian Pekerjaan Umum adalah :

1. Perumusan, penetapan dan pelaksanaan kebijakan di bidang pekerjaan umum.

2. Pengelolaan barang milik atau kekayaan negara yang menjadi tanggung jawab Kementerian Pekerjaan Umum.

3. Pengawasan atas pelaksanaan tugas di lingkungan Kementerian Pekerjaan Umum.

4. Pelaksanaan bimbingan teknis dan supervisi atas pelaksanaan urusan Kementerian Pekerjaan Umum di daerah.

(8)

3.1.3 Tugas dan Fungsi Jabatan Direktorat Bina Pelaksanaan Wilayah II Direktorat Bina Pelaksanaan Wilayah II, mempunyai tugas "melaksanakan penyelenggaraan jalan nasional dan pembinaan teknik jalan provinsi, kabupaten, kota dan desa di wilayah Pulau Jawa, Bali, Kepulauan Nusa Tenggara dan Kalimantan."

Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud, Direktorat Bina Pelaksanaan Wilayah II menyelenggarakan fungsi :

1. Penyiapan rencana kegiatan penyelenggaraan jalan nasional dan pembinaan teknik termasuk bimbingan teknis penyelenggaraan jalan provinsi, kabupaten, kota dan desa,

2. Pembinaan pengadaan tanah jalan nasional, 3. Penyiapan rekomendasi laik fungsi jalan nasional,

4. Pembinaan penanggulangan darurat dan perbaikan kerusakan jalan akibat bencana alam,

5. Pembinaan pelaksanaan konstruksi dan penggunaan bahan dan peralatan, 6. Penilaian usulan program penanganan jalan nasional dari balai besar

pelaksanaan jalan nasional,

7. Penilaian usulan program penanganan jalan provinsi, kabupaten, kota dan desa yang dibiayai oleh dana alokasi khusus dan dana pusat lainnya, 8. Pembinaan manajemen kontrak termasuk fasilitasi perubahan dokumen

anggaran,

9. Pelaksanaan bimbingan teknis pelaksanaan jalan nasional termasuk jalan bebas hambatan,

(9)

10. Pelaksanaan fasilitasi penyelenggaraan jalan provinsi, kabupaten, kota dan desa termasuk pengaturan, pembinaan dan pengendalian fungsi dan manfaat jalan, dan

11. Pelaksanaan tata usaha direktorat bina pelaksanaan wilayah II.

Direktorat Bina Pelaksanaan Wilayah II Direktorat Jenderal Bina Marga Kementerian Pekerjaan Umum terdiri dari :

a. Sub Direktorat Sistem Pengendalian Wilayah II

Sub Direktorat Sistem Pengendalian Wilayah II mempunyai tugas melaksanakan penyusunan usulan program dan pengendalian pembangunan jalan dan jembatan serta melakukan bimbingan teknis pelaksanaan pekerjaan jalan nasional, seluruh provinsi dan kabupaten. b. Sub Direktorat Wilayah II A

Sub Direktorat II A mempunyai tugas melaksanakan penyusunan usulan program dan pengendalian pembangunan jalan dan jembatan serta melakukan bimbingan teknis pelaksanaan pekerjaan jalan nasional, provinsi Jawa Tengah, Yogyakarta, Semarang.

c. Sub Direktorat Wilayah II B

Sub Direktorat Wilayah II B mempunyai tugas melaksanakan penyusunan usulan program dan pengendalian pembangunan jalan dan jembatan serta melakukan bimbingan teknis pelaksanaan pekerjaan jalan nasional, provinsi Jawa Barat, Bandung, Banten dan Metropolitan.

(10)

d. Sub Direktorat Wilayah II C

Sub Direktorat Wilayah II C mempunyai tugas melaksanakan penyusunan usulan program dan pengendalian pembangunan jalan dan jembatan serta melakukan bimbingan teknis pelaksanaan pekerjaan jalan nasional, provinsi Bali, NTT, NTB.

e. Sub Direktorat Wilayah II D

Sub Direktorat Wilayah II D mempunyai tugas melaksanakan penyusunan usulan program dan pengendalian pembangunan jalan dan jembatan serta melakukan bimbingan teknis pelaksanaan pekerjaan jalan nasional, provinsi Kalimantan Timur, Kalimantan Tengah, Kalimantan Barat, dan Kalimantan Selatan.

f. Sub Bagian Tata Usaha

Sub Bagian Tata Usaha mempunyai tugas melakukan pelaksanaan urusan kepegawaian, keuangan, perlengkapan rumah tangga, tata persuratan dan kearsipan serta koordinasi administrasi teknik Direktorat.

3.2 Desain Penelitian

Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah hubungan kausal. Hubungan kausal adalah suatu jenis riset yang berguna untuk mengukur hubungan-hubungan antar variabel penelitian atau berguna untuk menganalisis bagaimana suatu variabel lain (Sugiyono, 2009:56). Desain kausal bertujuan untuk membuktikan hubungan sebab akibat dari variabel-variabel yang diteliti.

(11)

Dalam hal ini budaya organisasi dan komunikasi organisasi mempengaruhi atau menyebabkan perubahan pada kinerja pegawai.

3.3 Hipotesis Penelitian

Hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap permasalahan yang perlu diuji secara empiris. Sesuai dengan apa yang diungkapkan oleh Sugiyono (2008:93) bahwa hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap rumusan masalah penelitian.

Hipotesis perlu dibuktikan kebenarannya lewat data-data dari penelitian lapangan, kemudian diuji dengan pengujian hipotesis. Pembuktian itu hanya dapat dilakukan dengan menguji hipotesis yang dimaksud dengan data di lapangan. Hipotesis dalam penelitian ini diduga terdapat pengaruh budaya organisasi dan komunikasi organisasi terhadap kinerja pegawai administrasi pada Direktorat Bina Pelaksanaan Wilayah II Direktorat Jenderal Bina Marga Kementerian Pekerjaan Umum.

Dari permasalahan yang diajukan, perumusan masalah serta tujuan penelitian mengenai budaya organisasi dan komunikasi organisasi terhadap kinerja pegawai administrasi pada Direktorat Bina Pelaksanaan Wilayah II Direktorat Jenderal Bina Marga Kementerian Pekerjaan Umum, maka penulis merumuskan hipotesis penelitiannya sebagai berikut :

Ho1: Budaya organisasi tidak berpengaruh terhadap kinerja pegawai. Ha1: Budaya organisasi berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja

(12)

Ho2: Komunikasi organisasi tidak berpengaruh terhadap kinerja pegawai. Ha2: Komunikasi organisasi berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja

pegawai.

Ho3: Budaya organisasi dan komunikasi organisasi tidak berpengaruh terhadap kinerja pegawai.

Ha3: Budaya organisasi dan komunikasi organisasi berpengaruh secara simultan terhadap kinerja pegawai.

3.4 Variabel dan Skala Pengukuran

Variabel adalah suatu faktor yang harus diidentifikasi dalam suatu penelitian. Variabel yang akan diteliti adalah:

1. Budaya Organisasi (X1) dan Komunikasi Organisasi (X2) sebagai variabel bebas (independent variable).

2. Kinerja Pegawai sebagai variabel terikat (dependent variable) (Y) Dalam penelitian ini, metode pengukuran data yang digunakan penulis dalam penelitian ini yaitu dengan menggunakan skala Likert. Skala Likert adalah metode mengukur sikap, pendapat, dan presepsi seseorang dengan menyatakan sangat setuju atau sangat tidak setuju terhadap obyek atau kejadian tertentu. Dan dinilai dengan angka-angka yang berdasarkan tingkatan yang diuraikan sebagai berikut :

(13)

Tabel 3.1 Skala Likert

No Jawaban Bobot Nilai

1 Sangat Tidak Setuju 1

2 Tidak Setuju 2

3 Ragu-ragu 3

4 Setuju 4

5 Sangat Setuju 5

Sumber : Sugiyono (2008 : 133) 3.5 Definisi Operasional Variabel

Definisi operasional variabel adalah merupakan konsep-konsep yang berupa kerangka menjadi kata kata yang menggambarkan perilaku atau gejala yang dapat diamati, dan dapat diuji kebenarannya oleh orang lain. Definisi operasional penelitian adalah sebagai berikut :

a. Budaya Organisasi (X1)

Menurut Robbins (2010:63), budaya organisasi telah diketengahkan sebagai nilai-nilai, prinsip-prinsip, tradisi, dan cara-cara bekerja yang dianut bersama oleh para anggota organisasi dan memengaruhi cara mereka bertindak. Dalam kebanyakan organisasi, nilai-nilai dan praktik-praktik yang dianut bersama ini telah berkembang pesar seiring dengan perkembangan zaman dan benar-benar sangat mempengaruhi bagaimana sebuah organisasi dijalankan. Budaya organisasi dengan diukur dengan skala Likert (skala 1 s/d 5) dengan 7 indikator menurut Robins (2008:721), sebagai berikut :

X1.1 : Inovasi dan pengambilan resiko, adalah sejauh mana para pegawai didorong agar inovatif dan mengambil resiko.

(14)

X1.2 : Perhatian ke rincian, adalah Sejauh mana para pegawai diharapkan memperlihatkan presisi (kecermatan), analisis, dan perhatian terhadap detail.

X1.3 : Orientasi hasil, adalah Sejauh mana manajemen memusatkan perhatian pada hasil bukannya pada teknikdan proses yang digunakan untuk mencapai hasil itu.

X1.4 : Orientasi pada orang, adalah Sejauh mana keputusan manajemen

memperhitungkan dampak hasil-hasil pada orang-orang didalam organisasi itu.

X1.5 : Orientasi pada tim, adalah Sejauh mana kegiatan kerja diorganisasikan berdasar tim, bukannya berdasar individu.

X1.6 : Keagresifan, adalah Sejauh mana orang-orang itu agresif dan kompetitif dan bukannya santai-santai.

X1.7 : Kemantapan, adalah Sejauh mana kegiatan organisasi menekankan dipertahankannya status quo bukannya pertumbuhan.

b. Komunikasi Organisasi (X2)

Menurut Wiryanto (2004:54) Komunikasi organisasi adalah pengiriman dan penerimaan berbagai pesan didalam kelompok formal maupun informal dari suatu organisasi. Bila organisasi semakin besar dan kompleks maka akan mengakibatkan semakin kompleks pula proses komunikasinya. Organisasi kecil, yang anggotanya hanya tiga orang, proses komunikasi yang berlangsung relatif sederhana. Tetapi organisasi yang anggotanya seribu

(15)

orang menjadikan komunikasi sangat kompleks. Komunikasi organisasi dengan diukur dengan skala Likert (skala 1 s/d 5) dengan 3 indikator menurut Daft (2010:432), sebagai berikut :

X2.1 : Komunikasi dari atas ke bawah (Downward Communication), Yaitu komunikasi yang berlangsung ketika orang-orang yang berada pada tataran manajemen mengirimkan pesan kepada bawahannya. Fungsi arus komunikasi dari atas ke bawah ini adalah :

a) Pemberian atau penyimpanan instruksi kerja (job instruction). b) Penjelasan dari pimpinan tentang mengapa suatu tugas perlu untuk

dilaksanakan (job retionnale).

c) Penyampaian informasi mengenai peraturan-peraturan yang berlaku (procedures and practices).

d) Pemberian motivasi kepada pegawai untuk bekerja lebih baik. X2.2 : Komunikasi dari bawah ke atas (Upward Communication), Yaitu

komunikasi yang terjadi ketika bawahan (subordinate) mengirim pesan kepada atasannya. Fungsi arus komunikasi dari bawah ke atas ini adalah:

a) Penyampaian informasi tentang pekerjaan ataupun tugas yang sudah dilaksanakan.

b) Penyampaian informasi tentang persoalan-persoalan pekerjaan ataupun tugas yang tidak dapat diselesaikan oleh bawahan. c) Penyampaian saran-saran perbaikan dari bawahan.

(16)

d) Penyampaian keluhan dari bawahan tentang dirinya sendiri maupun pekerjaanya.

X2.3 : Komunikasi horizontal (horizontal communication), Yaitu komunikasi yang berlangsung diantara para pegawai ataupun bagian yang memiliki kedudukan yang setara. Fungsi arus komunikasi horizontal ini adalah :

a) Memperbaiki koordinasi tugas b) Upaya pemecahan masalah c) Saling berbagi informasi d) Upaya pemecahan konflik

e) Membina hubungan melalui kegiatan bersama

c. Kinerja Pegawai (Y)

Kinerja merupakan suatu fungsi dari motivasi dan kemampuan. Untuk menyelesaikan tugas atau pekerjaan seseorang sepatutnya memiliki derajat kesediaan dan tingkat kemampuan tertentu. Kinerja merupakan perilaku nyata yang ditampilkan setiap orang sebagai prestasi kerja yang dihasilkan oleh pegawai sesuai dengan perannya dalam perusahaan (Rivai & Sagala, 2011:548-549). Kinerja pegawai dengan diukur dengan skala Likert (skala 1 s/d 5) dengan 6 indikator menurut Dessler (2009), sebagai berikut :

Y1 : Kualitas kerja, adalah akuransi, ketelitian,dan bisa diterima atas pekerjaan yang dilakukan.

Y2 : Produktivitas adalah kuantitas dan efisiensi kerja yang dihasilkan dalam periode waktu tertentu.

(17)

Y3 : Pengetahuan pekerjaan adalah keterampilan dan informasi praktis atau Teknis yang digunakan pada pekerjaan.

Y4 : Bisa diandalkan adalah sejauh mana seorang pegawai bisa diandalkan atas penyelesaian dan tindak lanjut tugas.

Y5 : Kehadiran adalah sejauh mana pegawai tepat waktu, mengamati periode istirahat/makan yang ditentukan dan catatan kehadiran secara keseluruhan.

Y6 : Kemandirian adalah sejauh mana pekerjaan yang dilakukan dengan atau tanpa pengawasan.

3.6 Metode Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data yang dipakai dalam penelitian ini adalah kuesioner. Teknik pengumpulan data dengan kuisioner merupakan satu teknik pengumpulan data yang dilakukkan dengan cara memberi sejumlah pertanyaan (kuesioner) yang akan diajukan kepada responden yang menjadi objek penelitian. Dalam kuesioner ini nantinya akan digunakan model pertanyaan bersifat tertutup, yakni pertanyaan yang sudah disertai alternatif jawaban sebelumnya, sehingga responden dapat memilih salah satu dari alternatif jawaban tersebut.

3.7 Jenis Data

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer. Data primer adalah data yang peroleh dari responden melalui kuesioner dengan sumber yang diteliti. Dalam penelitian ini, data primer diperoleh dari penyebaran

(18)

kuesioner pada Direktorat Bina Pelaksanaan Wilayah II Direktorat Jenderal Bina Marga Kementerian Pekerjaan Umum.

3.8 Populasi dan Sampel a. Populasi

Populasi dalam setiap penelitian harus disebutkan secara tersurat, yaitu yang berkenaan dengan besarnya anggota populasi serta wilayah penelitian yang dicakup. Menurut Sugiyono (2008:115), Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas objek atau subjek yang mempunyai kualitas tertentu yang ditetapkan oleh penelitian untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya.

Berdasarkan pada tempat penelitian yang telah ditetapkan, maka populasi yang dijadikan objek dalam penelitian ini adalah para pegawai administrasi yang berada pada Direktorat Bina Pelaksanaan Wilayah II Direktorat Jenderal Bina Marga Kementerian Pekerjaan Umum berjumlah 66 orang.

b. Sampel

Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi tersebut (Sugiyono, 2009:116). Teknik pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah purposive sampling. Menurut Sugiyono (2009) purposive sampling adalah teknik penentuan sampel dengan pertimbangan tertentu. Pertimbangan tersebut adalah pegawai yang dijadikan sebagai responden merupakan pegawai bagian administrasi

(19)

dalam instansi. Pengambilan sampel harus disesuaikan dengan kriteria-kriteria tersebut karena akan sangat berpengaruh pada variabel yang akan diteliti. Penentuan jumlah sampel dapat dihitung dari populasi tertentu yang sudah diketahui jumlahnya. Penentuan ukuran sampel yang akan diambil dalam penelitian ini menggunakan rumus Slovin dalam Anwar Sanusi (2011:101) yaitu :

Dimana:

n = ukuran sampel N = ukuran populasi

α = toleransi ketidaktelitian (dalam persen)

Dengan demikian jumlah sampel yang dibutuhkan dalam penelitian, dengan rumus Slovin adalah

Jadi, jumlah atau ukuran sampel yang diperlukan untuk diteliti adalah 40 orang untuk mendapatkan hasil dengan tingkat kepercayaan yang akurat.

(20)

3.9 Metode Analisis Data 3.9.1 Analisis Kuantitatif

1. Uji Validitas

Validitas menurut Sanusi (2011:76) merupakan suatu ukuran instrumen, telah dikemukakan bahwa instrumen penelitian adalah alat untuk mengumpulkan data. Suatu instrumen dikatakan valid jika instrumen penelitian mengukur apa yang seharusnya diukur. Tingkat validitasnya pada alat ukur dalam ilmu alam umumnya sudah terjamin karena mudah diamati dan hasilnya cepat diperoleh. Tujuan dilakukan uji validitas adalah untuk mengukur sah atau valid tidaknya suatu kuisioner. Suatu kuisioner dikatakan valid jika pertanyaan pada kuesioner mampu untuk mengungkapkan sesuatu yang akan diukur oleh kuesioner tersebut. Untuk menguji validitas instrumen penelitian ini digunakan teknik korelasi Product Moment seperti pada Sanusi (2011:248) yaitu:

Dimana:

r = koefisien korelasi X = skor butir

Y = skor total butir

n = jumlah sampel (responden)

Valid tidaknya suatu item instrumen dapat diketahui dengan membandingkan indeks korelasi Product Moment Pearson dengan level signifikansi 5%. Apabila probabilitas hasil korelasi lebih kecil dari 0,05

(21)

(5%), maka instrumen dinyatakan valid dan apabila probabilitas hasil korelasi lebih besar dari 0,05 (5%), maka instrumen dinyatakan tidak valid.

2. Uji Reliabilitas

Reliabilitas suatu alat pengukur menunjukkan konsistensi hasil pengukuran sekiranya alat pengukur itu digunakan oleh orang yang sama dalam waktu yang berlainan atau digunakan oleh orang yang berlainan dalam yang waktu yang bersamaan atau waktu yang berlainan (Sanusi, 2011:80). Pengujian secara Reliabilitas instrumen dilakukan dengan menguji skor antar item dengan menggunakan perhitungan teknik

Cronbach’s alpha melalui program SPPS 20.0 for Windows. Suatu

instrumen dapat dikatakan reliabel bila memiliki nilai koefisien keandalan lebih besar atau sama dengan 0,6.

3.9.2 Uji Asumsi Klasik 1. Uji Multikolinearitas

Pendeteksian terhadap multikorelasi dapat dilakukandengan melihat nilai Variance Inflating Factor (VIF) dari hasil analisis regresi.Jika nilai VIF > 10 maka terdapat gejala multikorelasi yang tinggi.

(22)

2. Uji Normalitas dengan Uji Kolmogorov-Smirnov

Persamaan regresi dikatakan baik jika mempunyai data variabel bebas dan data variabel terikat berdistribusi mendekati normal atau normal sama sekali. Uji asumsi klasik normalitas menggunakan uji Kolmogorov-Smirnov, dapat dilakukan untuk menguji apakah residual terdistribusi secara normal.

Keputusan:

Jika signifikan K-S > 0,05 maka Ho diterima: data terdistribusi secara normal.

Jika signifikan K-S < 0,05 maka Ho ditolak: data tidak terdistribusi secara normal.

3. Uji Heterokedastisitas

Gejala heteroskedastisitas diuji dengan metode Glejser dengan cara menyusun regresi antara nilai absolute residual dengan variabel bebas. Apabila masing-masing variabel bebas tidak berpengaruh signifikan terhadap absolut residual (α = 0,05) maka dalam model regresi tidak terjadi gejala heteroskedastisitas.

3.9.3 Analisis Regresi Linear Berganda

Untuk mengetahui besarnya pengaruh variabel bebas (budaya organisasi dan komunikasi organisasi) terhadap variabel terikat (kinerja pegawai) digunakan regresi linear dengan rumus Sugiyono (2008 : 270) :

(23)

Y = a + b1X1 + b2X2

Keterangan :

Y = Pegawai variabel dependen yakni kinerja pegawai a = Nilai konstanta

b1 = Koefisisen regresi variabel X1 b2 = Koefisisen regresi variabel X2

X1 = Variabel Independent (Budaya Organisasi) X2 = Variabel Independent (Komunikasi Organisasi)

3.9.4 Koefisien Determinasi (R2)

Koefisien determinasi (R2) pada intinya mengukur seberapa jauh kemampuan model dalam menerangkan variasi variabel dependennya. Nilai koefisien determinasi (R2) yang mendekati satu berarti variabel-variabel independennya menjelaskan hampir semua informasi yang dibutuhkan untuk memprediksi variabel dependen (Ghozali, 2009).

3.9.5 Uji Hipotesis

Uji hipotesis dengan model regresi linear berganda digunakan dalam penelitian ini, karena jumlah variabel independen (X) lebih dari satu, sedangkan jumlah variabel dependen (Y) terdiri dari satu variabel. Tahapan untuk menguji hipotesis dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

(24)

1. Uji Simultan dengan F-test

Uji Simultan dengan F-test ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh secara bersama-sama variabel independen terhadap variabel dependen. Hasil F-test ini pada output SPSS dapat dilihat pada tabel ANOVA. Hasil F-test ini berpengaruh secara bersama-sama variabel independen terhadap variabel dependen jika nilai signifikan F pada kolom sig. lebih kecil dari

level of significant yang ditentukan, atau F-hitung (pada kolom F) lebih

besar dari F-tabel. Dimana F-tabel dihitung dengan cara dfl = k-1, dan df2 = n-k, dimana k adalah jumlah variabel dependen dan independen.

2. Uji Parsial dengan t-test

Test ini bertujuan untuk mengetahui besarnya pengaruh masing-masing variabel independen. Hasil uji pada output SPSS dapat dilihat pada tabel

Coefficient, Nilai dari uji t-test dapat dilihat dari Probabilitas (α) < level of significant yang ditentukan, atau hitung (pada kolom t) lebih besar dari

t-tabel (dihitung dari two tailed α = 5 % dengan df = n – k , dimana k merupakan jumlah variabel independen), maka dapat disimpulkan bahwa hasil diperoleh signifkan dan terdapat pengaruh antara masing-masing variabel independen dan dependen.

Gambar

Tabel 3.1 Skala Likert

Referensi

Dokumen terkait

Dab diharapkan nanti nya dengan meningkat nya sikap kemandirian siswa SMP terhadap mata pelajaran IPA di kabupaten Muaro Jambi dapat bersaing untuk menjadikan

Sementara pada kegiatan belajar mengajar di sekolah sebelum adanya pandemic covid19 ini, orangtua bahkan tidak bisa masuk, melihat dari dekat ke dalam kelas,

Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini terdiri atas dua, yaitu dokumentasi yaitu data yang didapat dari pengumpulan data dan informasi melalui buku-buku,

Hasil pengamatan pada pelaksanaan tin- dakan kedua ditemukan beberapa hal yang tidak sesuai dengan perencanaan diantaranya adalah saat tiba ditempat (lokasi)

Masalah yang dikomunikasikan adalah bagaimana cara merancang suatu komunikasi visual yang baik dalam bentuk iklan layanan masyarakat tentang dampak positif dan negatif dunia

Pengumpulan koin pada mahasiswa Politeknik Negeri Medan dengan tujuan menggerakkan hati dari pihak Direktorat terhadap lahan parkiran yang tidak layak lagi.. Kemudian adanya

Tim dari Kementerian Luar Negeri ini berupaya menjalin komunikasi formal dengan pemerintah Filipina dan meminta Filipina untuk berupaya dengan maksimal dalam